Post on 26-Nov-2015
description
PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT LETHAL DOSE 50 (LD50)
EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH
( Averrhoa bilimbi L.) PADA MENCIT (Mus musculus albinus)
Raden Enen Rosi Manggung
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ABSTRAK
RADEN ENEN ROSI MANGGUNG. Pengujian Toksisitas Akut Lethal Dose
50 (LD50) Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada
Mencit (Mus musculus albinus). Pembimbing Drh. ABADI SUTISNA, MSi dan
Drh. ANDRIYANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai Lethal Dose 50 (LD50)
ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai landasan
pengembangan buah belimbing wuluh yang merupakan salah satu bahan yang
berkhasiat obat. Penelitian ini menggunakan 25 ekot mencit (Mus musculus
albinus) yang dibagi menjadi lima kelompok perlakuan. Kelompok-kelompok
perlakuan tersebut adalah kelompok perlakuan yang dicekok ekstrak etanol buah
belimbing wuluh dengan dosis 1, 5, 10, 12.5, dan 15g/kgBB. Pengamatan
dilakukan terhadap kematian mencit selama 48 jam pasca perlakuan. Parameter
yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai LD50 ekstrak etanol buah belimbing
wuluh, kisaran LD50, dan gejala klinis yang teramati sampai mencit tersebut mati.
Jumlah mencit yang mati dicatat dan dianalisis dengan menggunakan Software
Probit Analysis Program, sehingga dapat diketahui nilai LD50 dan kisarannya
dengan selang kepercayaan 95%. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah
nilai LD50 ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada mencit yang diberikan
secara per oral, yaitu 11.72392g/kgBB. Nilai kisaran LD50 sebesar 7.84989
sampai dengan 20.50693g/kgBB. Berdasarkan klasifikasi toksisitas menurut Lu
(1995), ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dapat
dikategorikan sebagai toksik ringan (Slightly toxic).
Kata kunci : Ekstrak etanol, Belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L.), NilaiLethal dose 50 (LD50), Selang LD50, Mencit (Mus muculus).
ABSTRACT
RADEN ENEN ROSI MANGGUNG. Acute Toxicity Test Lethal Dose 50
(LD50) Etanol Extract From Fruit of Averrhoa bilimbi L. on the Mice (Mus
musculus albinus). Under the direction of Drh. ABADI SUTISNA, MSi and Drh.
ANDRIYANTO.
The puspose of this research was to find out the Lethal Dose 50 (LD50) of
Averrhoa bilimbi L etanol extract as a basic for development of this palnts that
has curative effect. This research used 25 mice (Mus musculus albinus) were
divided into five different treatment. Those groups were given the extract per oral
with dose 1, 5, 10, 12.5, and 15g/kgBW. The observation was done by observe the
death of the mice in 48 hours after treatment. Parameter of this research are value
of LD50, range of LD50, and the clinical signs from the beginning of the treatment
until the mice dead. Software Probit Analysis Program was used to calculate LD50
value and range of LD50 with 95% confidence limits. The results of this research
was the LD50 value of Averrhoa blimbi L etanol extract is 11.72392 g/kgBW. The
range value of Averrhoa blimbi L etanol extract are 7.84989 until
20.50693g/kgBW. Based on toxicity categories according to Lu (1995) LD50 seed
of Averrhoa blimbi L etanol exract classified as a slightly toxic.
Keywords : Etanol extract, Averrhoa blimbi L., Lethal dose 50 (LD50),range of LD50, Mice (Mus musculus albinus).
PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT LETHAL DOSE 50 (LD50)
EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH
( Averrhoa bilimbi L.) PADA MENCIT (Mus musculus albinus)
Raden Enen Rosi Manggung
B04103129
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
LEMBAR PENGESAHAN
Judul penelitian : Pengujian Toksisitas Akut Lethal Dose 50 (LD50)Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoabilimbi L.) pada Mencit (Mus musculus albinus)
Nama mahasiswa : Raden Enen Rosi Manggung
NRP : B04103129
Disetujui:
Drh. Abadi Sutisna, MSi Drh. AndriyantoPembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Nastiti KusumoriniWakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus : / /
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala Rahmat
dan Hidayahnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang
diharapkan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul “Pengujian Toksisitas Akut Lethal Dose 50 (LD50)
Ekstrak Etanol Buah Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada Mencit
(Mus musculus albinus) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini penulis dedikasikan kepada Ibunda tercinta, Hj. Kurniyani, atas
segala perjuangan beliau membesarkan dan mendidik penulis selama ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Drh. Abadi Sutisna, MSi dan Drh. Andriyanto selaku
dosen pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dorongan, kritik, dan saran
yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Bayu Febram P.
S.Si, Apt, Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan
saran serta bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini. Prof. Dr. Drh.
Koeswinarning Sigit, MS selaku dosen pembimbing Akademik yang senantiasa
membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Kepada keluarga tercinta, Drh. Ipin R. Manggung MS, Hj. Kurniyani, R.
Enen Nelofar Manggung, A.Md, Abu Bakar, Naifa Ariqah Manggung (selamat
datang di dunia, cantik..!!!), atas dorongan, doa, dan dukungannya selama penulis
menyelesaikan studi.
Gugi Argamula atas dorongan, doa, dukungan, kasih sayang dan
kesabarannya menghadapi penulis selama ini.
Terimakasih atas persahabatan yang telah dipersembahkan oleh Winda
Rahayu Andini a.k.a. Melon, atas motivasi dan dukungannya selama ini, Ulil dan
Opink, LOVE YOU GIRLS...!!!!
Seluruh staf dan pegawai Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
FKH IPB atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian ini,
terutama pa Edi, yang telah membantu selama ini.
Teman sepenelitian, Fitriyah Yuskha, atas dukungannya. Kepada Yulia,
Fitri dan Romi, atas kebersamaannya.
Rekan-rekan FKH’40 (Gymnolemata) dan FKH’41 (Asteroidea) atas
persahabatan dan kebersamaannya selama ini. Serta Civitas FKH-IPB.
Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkannya dan mudah-mudahan bermanfaat bagi dunia
kedokteran hewan Indonesia.
Bogor, Agustus 2008
R. Enen R. Manggung
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 09 Desember 1984 dari pasangan
Bapak drh. R. Ipin R. Manggung, MS dan Ibu Hj. Kurniyani. Penulis merupakan
anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Papandayan II Bogor
pada tahun 1997 dan pendidikan lanjutan menengah pertama di SLTPN 2 Bogor
pada tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan
menengah atas di SMUN 2 Bogor dan pada tahun yang sama diterima sebagai
mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur
undangan seleksi masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan,
diantaranya menjadi pengurus Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan
dan Satwa Akuatik (HKSA) dan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia
(IMKAHI).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiiDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiiDAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv
I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang ............................................................................... 11.2 Tujuan ............................................................................................ 21.3 Manfaat .......................................................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Deskripsi dan Kegunaan Belimbing wuluh .................................. 32.2 Biologi Mencit ............................................................................... 62.3 Pengujian Toksisitas Akut ............................................................. 72.4 Beberapa Metode Penentuan Lethal Dose ..................................... 11
III BAHAN DAN METODE3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 143.2 Persiapan Penelitian ....................................................................... 143.3 Pelaksanaan Penelitian................................................................... 173.4 Parameter yang Diamati................................................................. 173.5 Analisis Data .................................................................................. 173.6 Protokol Penelitian......................................................................... 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Nilai Lethal Dose 50 (LD50)........................................................... 194.2 Selang Lethal Dose ....................................................................... 214.3 Gejala Klinis .................................................................................. 23
V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26
LAMPIRAN..................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Toksisistas menurut Lu (1995) ............................................ 9
Tabel 2 Komposisi Pelet ..................................................................................... 15
Tabel 3 Tahapan Penelitian ................................................................................. 18
Tabel 4 Hasil Pengujian LD50 ekstrak etanol buah belimbing wuluh padamencit ………………………………………………………………..... 19
Tabel 5 Gejala klinis yang teramati selama periode pengamatan mortalitas ….. 23
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Tanaman Belimbing wuluh ……………………………………...... 5
Gambar 2 Hewan Percobaan mencit …………………………………………. 7
Gambar 3 Diagram Alir Ekstraksi Simplisia Buah Belimbing wuluh ……….. 16
Gambar 4 Grafik Jumlah Kematian Mencit pada Pengujian LD50 …………... 20
Gambar 5 Grafik Probit ……………………………………………………… 22
Gambar 6 Evaporator ………………………………………………………… 28
Gambar 7 Kandang mencit …………………………………………………… 28
Gambar 8 Perlakuan ………………………………………………………….. 28
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Evaporator, kandang mencit, dan perlakuan . ………… 28
Lampiran 2 Analisis Probit …... …………………………………………..... 29
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai aneka ragam jenis tanaman.
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia telah mengenal, meramu, dan
menggunakan tanaman yang berkhasiat sebagai salah satu upaya dalam
penanggulangan masalah kesehatannya. Sebenarnya, berbagai upaya dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat sudah dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat itu sendiri. Pengobatan dengan obat tradisional tersebut merupakan
salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk di bidang
kesehatan.
Konsumsi beraneka jenis obat tertentu menurut Mursito (2002)
mempunyai tujuan, mulai dari upaya pencegahan (preventif), mempertahankan
atau meningkatkan kesehatan tubuh (promotif), dan melakukan pengobatan guna
penyembuhan suatu penyakit (kuratif). Oleh karena itu, untuk keperluan tersebut
masyarakat memiliki berbagai pilihan cara pengobatan.
Beberapa waktu yang lalu seiring dengan banyaknya obat kimia, tanaman
obat kurang diminati. Namun, sekarang ini pengobatan tradisional kembali
diminati oleh masyarakat sebagai pengobatan alternatif. Hal ini disebabkan
pengobatan tradisional relatif tidak membutuhkan biaya yang besar, sementara
pengobatan modern dengan menggunakan obat kimia, biasanya membutuhkan
biaya yang relatif mahal. Disamping itu, obat tradisional dapat diperoleh tanpa
resep dokter, dapat diramu sendiri, bahan bakunya tidak perlu di impor, dan
tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya, serta resiko efek
sampingnya sedikit dibandingkan obat-obatan kimia (Djauhariya 2004).
Pemakaian obat tidak dapat dihindarkan dari efek samping yang ditimbulkan.
Obat-obatan kimia biasanya mempunyai kontraindikasi dengan efek samping
yang tidak diharapkan (Dalimartha 2002).
Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat alami adalah
belimbing wuluh. Sebagai tanaman obat, belimbing wuluh telah dipergunakan
secara luas oleh masyarakat. Khasiat daun belimbing wuluh mampu menurunkan
panas, sementara buahnya dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah
tinggi, sedangkan bunganya berkhasiat untuk mengobati batuk dan sariawan
(Mursito 2002). Selain itu, buah belimbing wuluh juga berkhasiat merangsang
pengeluaran cairan empedu, antiradang, analgesik, dan bersifat astrigentsia
(Dalimartha 2002). Selain digunakan sebagai obat, belimbing wuluh juga dapat
digunakan sebagai bumbu dapur (untuk acar atau sayur asem), ataupun digunakan
sebagai bahan pengawet makanan (Ashari 1995).
Sampai saat ini penggunaan tanaman belimbing wuluh sebagai tanaman
berkhasiat obat masih berdasarkan pengalaman empiris. Dosis penggunaan secara
ilmiah belum dilakukan pengkajian secara pasti. Pengembangan buah belimbing
wuluh sebagai bahan sediaan obat alami harus didukung oleh penelitian. Salah
satu penelitian yang dilakukan adalah pengujian toksisitas.
Pengujian toksisitas salah satunya adalah Lethal Dose 50 (LD50). Pengujian
LD50 berfungsi untuk mengetahui tingkat toksisitas bahan alami. Penentuan nilai
LD50 merupakan tahap awal untuk mengetahui tingkat toksisitas buah belimbing
wuluh. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai Letal Dosis 50
(LD50) yang selanjutnya akan digunakan untuk menentukan keamanan dosisnya.
1.2 TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai Lethal Dose 50 (LD50)
ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada hewan coba
mencit (Mus musculus albinus), mengetahui selang Lethal Dose 50 ekstrak etanol
buah belimbing wuluh, dan memberikan data dasar keamanan dosis yang dapat
digunakan.
1.3 MANFAAT
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang
toksisitas ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada mencit
(Mus muculus albinus). Data yang diperoleh akan digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam pemanfaatan tanaman tersebut sebagai sediaan diuretrik
alami. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi khasiat
lain serta nilai tambah secara ekonomis tanaman belimbing wuluh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Kegunaan Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Berdasarkan klasifikasinya, tanaman belimbing dibagi menjadi 2 spesies,
yaitu belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan belimbing manis (Averrhoa
carambola L.). Tanaman ini memiliki pohon yang kecil, berbunga sepanjang
tahun, bunga serta buahnya menempel pada batang. Tanaman belimbing wuluh
memiliki tinggi yang dapat mencapai 15 m, daunnya majemuk, anak daunnya
berjumlah antara 10 sampai dengan 20 pasang. Bunga belimbing wuluh hampir
sama dengan bunga mentimun, berbentuk silinder dengan panjang 5 sampai
dengan 7.5 cm. Bunga belimbing wuluh muncul pada batangnya. Daging buah
belimbing wuluh mempunyai biji dan panjangnya sekitar 8 mm. Rasa daging
buahnya sangat masam. Belimbing wuluh tidak dimakan secara langsung,
biasanya digunakan untuk acar, sayur asem, bumbu dapur dan sebagai bahan
pengawet makanan. Menurut Wikipedia (2008), tanaman belimbing wuluh
mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Oxalidales
Familia : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L.
Tanaman belimbing wuluh tumbuh baik pada daerah dataran rendah.
Dapat ditanam di dataran hingga 500 m di atas permukaan air laut. Tanaman ini
tumbuh di daerah tropik yang beriklim basah. Tanaman belimbing wuluh dapat
berbuah sepanjang tahun (tidak musiman), tetapi buahnya sering mengalami
kebusukan karena serangan lalat buah, terutama bila berbuah pada musim
penghujan. Tanaman belimbing wuluh dapat diperbanyak dengan cangkokan dan
okulasi. Sebagai indikator bahwa suatu daerah baik untuk tanaman belimbing
wuluh ialah jika di daerah tersebut tumbuh pohon jati. Tanaman belimbing wuluh
tumbuh optimal pada pH antara 5.5 sampai dengan 6.5, pada tanah lempung, dan
tahan terhadap air tanah yang dangkal (kondisi becek), serta tahan terhadap
naungan. Bunga belimbing wuluh muncul bergerombol, berbau wangi, berwarna
putih hingga merah muda. Bunga tersebut muncul di ketiak daun, namun
kadangkala bunga tersebut juga muncul di ranting atau di batang (Ashari 1995).
Tanaman belimbing wuluh tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Tanaman ini di Sumatera dikenal dengan nama limeng, selimeng, thlimeng, asam,
belimbing, balimbing, balimbingan, malimbi, dan balimbieng; di Jawa dikenal
dengan nama balimbing, calincing, balingbing, blimbing, blimbing wulih,
bhalimbhing bulu; di Sulawesi dikenal dengan nama balimbing botol, lampiak
litod, lopias, lembutu, bainang; di Nusa Tenggara dikenal dengan nama blimbing
buloh, limbi, balimbeng, kerbol; di Maluku dikenal dengan nama thurela,
takurela, taprela; di Irian dikenal dengan useke (Mursito 2002). Bagian tanaman
yang dapat digunakan adalah daun, bunga, dan buah. Buah belimbing wuluh dapat
digunakan untuk membersihkan bercak pada logam dan sebagai bahan obat-
obatan.
Menurut Ashari (1995), rasa masam pada buah belimbing wuluh berasal
dari asam sitrat dan asam oksalat. Daging buah yang manis, kaya vitamin A dan
C, tetapi kandungan vitamin C belimbing wuluh rendah. Setiap 100g daging buah
belimbing wuluh mengandung air 90g; protein 0.75g; total gula antara 3.5 sampai
dengan 11g; dan serat 0.7g.
Mursito (2002) dan Dalimartha (2002) menyatakan, dari berbagai
penelitian didapatkan bahwa dalam belimbing wuluh terdapat kandungan zat aktif
berupa saponin, tanin, flavonoid, glukosida, asam formiat, asam sitrat, dan
beberapa mineral, serta banyak mengandung kalsium oksalat serta kalium.
Khasiat yang terdapat pada belimbing wuluh sangat banyak. Zat aktif pada
daun berkhasiat untuk menurunkan panas, sementara buah berkhasiat untuk
menurunkan tekanan darah tinggi. Selain itu, belimbing wuluh juga berkhasiat
untuk melancarkan pengeluaran cairan empedu, antiradang, analgesik (pereda
nyeri) dan astringentsia.
Menurut Mursito (2002), hasil percobaan farmakologis menunjukkan
bahwa infus daun belimbing wuluh memberikan efek menurunkan panas badan.
Selain berkhasiat untuk mengurangi gejala gangguan ginjal, daun belimbing
wuluh juga berkhasiat untuk mengobati sakit perut, dan encok. Bunga belimbing
wuluh berkhasiat untuk mengobati batuk dan sariawan. Buah belimbing wuluh
berkhasiat untuk mengobati batuk rejan, gusi berdarah, sakit gigi berlubang, darah
tinggi, jerawat, panu, dan biduran. Selanjutnya gambar tanaman belimbing wuluh
dapat disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Tanaman Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi.L).
2.2 Biologi Mencit
Mencit (Mus musculus albinus) merupakan salah satu hewan percobaan
yang sering digunakan dalam penelitian. Hewan ini dinilai cukup efisien
ekonomis karena mudah dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu
kebuntingan yang singkat, dan banyak memilki anak per kelahiran. Mencit
mempunyai sifat-sifat produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia besar
serta memiliki siklus estrus yang pendek (Malole et al. 1989). Mencit dan tikus
putih memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah membandingkan
toksisitas zat-zat kimia (Lu 1995). Sistem taksonomi mencit menurut Malole et al
(1989) adalah :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Sub Spesies : Mus musculus albinus
Menurut Mangkuwidjodjo & Smith (1988), biologis dan fisiologis mencit
adalah sebagai berikut: berat dewasa mencit rata-rata 18g sampai dengan 35g,
berat lahir 0.5g sampai dengan 1.0g, suhu raktal antara 35C sampai dengan 39C,
pernapasan 140 kali/menit sampai dengan 180 kali/menit, denyut jantung antara
600 kali sampai dengan 650 kali, umur sapih 21 hari, sedangkan umur dewasa 35
hari. Gambar hewan percobaan mencit dapat disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Hewan percobaan mencit (Mus musculus albinus)
Penelitian dalam bidang toksikologi dan farmakologi memerlukan
serangkaian percobaan untuk mengetahui tingkat toksisitas dan keamanan obat.
Penggunaan berbagai tingkat dosis obat terhadap hewan percobaan dilakukan
untuk mendapatkan dosis terbesar yang tidak memberikan efek merugikan atau
dosis yang sangat besar yang dapat menimbulkan efek toksik yang jelas
(Darmansjah 1995). Respon berbagai hewan percobaan terhadap uji toksisitas
dapat berbeda. Kepekaan terhadap zat toksik antara individu sejenis maupun
berbeda jenis dapat sangat bervariasi. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh
perbedaan anatomi dan fisiologis, variasi dalam sifat keturunan, umur, dan
kondisi tubuh individu dalam satu jenis (Koeman 1987).
2.3 Pengujian Toksisitas Akut
Pada dasarnya semua obat dapat bersifat toksik, tergantung besarnya dosis
yang diberikan. Efek toksik biasanya tercapai bila suatu rangsangan mencapai
suatu nilai tertentu sehingga timbul mekanisme biologis yang nyata. Menurut
Imono (2001) besar rangsangan sebanding dengan besar konsentrasi agen pada
receptor site. Interakasi racun dan sel tubuh dapat bersifat timbal balik
(reversible) atau tak terbalikan (irreversible). Toksisitas suatu bahan dapat
didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk menciderai suatu organisme hidup.
Pengetahuan mengenai bahan kimia dikumpulkan dengan mempelajari efek
pemaparan bahan kimia terhadap hewan percobaan, pemaparan bahan kimia
terhadap organisme tingkat rendah seperti bakteri dan kultur sel mamalia di
laboratorium, dan pemaparan bahan kimia terhadap manusia. Obat merupakan zat
kimia yang mempengaruhi proses hidup.
Pengujian toksisitas suatu senyawa dibagi menjadi dua golongan yaitu uji
toksisitas umum, dan uji toksisitas khusus. Pengujian toksisitas umum meliputi
berbagai pengujian yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum
suatu senyawa pada hewan uji. Pengujian toksisitas umum meliputi : pengujian
toksisitas akut, subkronik, dan kronik. Pengujian toksisitas khusus meliputi uji
potensiasi, karsinogenik, mutagenik, teratogenik, reproduksi, kulit, mata, dan
tingkah laku (Loomis 1978).
Pengujian toksisitas akut dapat menghasilkan nilai LD50 dan memberikan
gambaran tentang gejala-gejala ketoksikan terhadap fungsi penting seperti gerak,
tingkah laku, dan pernafasan yang dapat menyebabkan kematian. Uji toksisitas
sub kronik dapat memberikan efek yang berbahaya yang timbul pada penggunaan
obat secara berulang dalam jangka waktu tertentu (Loomis 1978).
Toksisitas akut didefinisikan sebagai efek yang ditimbulkan oleh senyawa
kimia atau obat terhadap organisme target. Efek toksik dari sediaan yang sama
dapat memberikan efek yang berbeda pada organ didalam tubuh (Clarke & Clarke
1975). Pengujian toksistas akut dilakukan dengan memberikan obat atau zat kimia
yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 48
jam. Kebanyakan toksisitas akut diarahkan pada penentuan LD50 dari suatu bahan
kimia tertentu. Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan efek toksik suatu
senyawa yang akan terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemajanan atau
pemberiannya dengan takaran tertentu. Takaran dosis yang dianjurkan paling
tidak empat peringkat dosis, berkisar dari dosis terendah yang tidak atau hampir
tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat
mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji. Biasanya pengamatan
dilakukan selama 48 jam, kecuali pada kasus tertentu selama 7 sampai dengan 24
hari (Donatus 1998). Pengamatan tersebut meliputi: gejala-gejala klinis seperti
nafsu makan, bobot badan, keadaan mata dan bulu, serta tingkah laku, jumlah
hewan yang mati dan histopatologi organ (Loomis 1978).
Menurut Gan (1980), reaksi toksik biasanya merupakan lanjutan dari efek
farmakodinamik sehingga gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang
berlebihan. Derajat toksisitas suatu obat diketahui berdasarkan nilai suatu dosis
yang disebut Lethal Dose 50 (LD50). Pengujian toksisitas bertujuan untuk
mencegah kerugian terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Koeman 1987).
Lethal Dose 50 (LD50) dapat dihubungkan dengan Efektif Dose 50 (ED50), yaitu
dosis yang secara terapeutik efektif terhadap 50% dari sekelompok hewan
percobaan. Hubungan tersebut dapat berupa perbandingan antara LD50 dengan
ED50 dan di sebut Indeks Terapeutik (IT). Makin besar indeks terapeutik suatu
obat makin aman obat tersebut. Tingkat keracunan senyawa kimia berdasarkan
nilai LD50 dapat diklasifikasikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi toksisitas menurut Lu (1995).
Menurut Balls et al (1991), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Lethal
Dose 50 (LD50) sangat bervariasi antara individu satu dengan individu yang lain.
Selanjutnya faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Spesies, Strain, dan Keragaman Individu. Perbedaan sistem detoksikasi
spesies menyebabkan perbedaan nilai-nilai LD50. Lazarovici dan Haya (2002)
menyatakan, variasi strain hewan percobaan menunjukkan perbedaan yang nyata
dalam pengujian toksisitas akut.
Perbedaan Jenis Kelamin. Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas
akut yang disebabkan oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan
jantan dan betina yang sama dari strain dan spesies yang sama biasanya bereaksi
LD50 Peroral (mg/kg BB) Tingkat keracunan
<5 Supertoksik (Super toxic)
5-50 Amat sangat toksik (Extremely toxic)
50-500 Sangat toksik (Very toxic)
500-5000 Toksik (Moderately toxic)
5000-15000 Toksik ringan (Slightly toxic)
>15000 Praktis non toksik (Practically non
t toxic)
terhadap toksikan dengan cara yang sama, tetapi ada perbedaan kuantitatif yang
menonjol dalam kerentanan terutama pada tikus (Lu 1995).
Umur. Hewan-hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi
terhadap obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan fungsi ginjal
belum sempurna (Ganong 2003). Sedangkan pada hewan tua kepekaan individu
meningkat karena fungsi biotransformasi dan ekskresi sudah menurun.
Berat Badan. Penetuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat
didasarkan pada berat badan. Pada spesies yang sama, berat badan yang berbeda
dapat memberikan nilai LD50 yang berbeda pula. Semakin besar berat badan maka
jumlah dosis yang diberikan semakin besar (Mutschler 1991).
Cara Pemberian. Letal dosis dipengaruhi juga oleh cara pemberian. Nilai
terkecil diperoleh dengan cara pemberian intra vena dan berturut-turut meningkat
dengan cara pemberian intraperitoneal, subkutaneus, dan peroral. Menurut
Loomis (1978), cara pemberian tertentu mungkin diperlukan oleh suatu senyawa,
berdasarkan pertimbangan agar senyawa dapat mencapai suatu tingkat kadar awal
yang tinggi di dalam daerah yang dilokalisasikan, dan untuk menghindari
terjadinya berbagai efek senyawa itu pada suatu organ. Cara yang digunakan
untuk pemberian suatu senyawa dapat mengubah toksisitas senyawa itu.
Faktor Lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi
toksisitas akut antara lain perkandangan hewan, temperatur, kelembaban nisbi
udara, iklim, perbedaan siang dan malam. Meskipun demikian, nilai LD50 untuk
kebanyakan bahan kimia hanya sedikit dipengaruhi oleh faktor ini (Lu 1995).
Kesehatan hewan. Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda
terhadap suatu toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan
dan lingkungan. Menurut Clarke & Clarke (1975), malnutrisi dan infestasi parasit
juga dapat mempengaruhi nilai LD50. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan
nilai LD50 yang berbeda dibandingkan dengan nilai LD50 yang didapatkan dari
hewan sehat (Siswandono & Bambang 1995).
Diet. Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai
LD50. Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan
percobaan. Defisiensi zat makanan tertentu dapat mempengaruhi nilai LD50 (Balls
et al.1991).
2.4 Beberapa Metode Penentuan Letal Dosis
Penentuan LD50 dapat dihitung dengan menggunakan cara grafik maupun
cara aljabar. Beberapa metode yang umum dipakai untuk menentukan LD50
adalah sebagai berikut:
Metode Trevan. Metode ini merupakan cara yang sederhana, tetapi
memerlukan jumlah hewan yang besar untuk memperoleh hasil yang lebih teliti.
Mula-mula ditentukan beberapa tingkat dosis yang dilakukan pada sekelompok
hewan percobaan. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah perlakuan dan ditentukan
persen kematian setiap kelompok. Antara logaritma dosis dan persen kematian
dihubungkan sehingga didapatkan grafik yang berbentuk sigmoid (logaritmik).
LD50 didapatkan dengan cara menarik garis dari angka 50% pada sumbu Y dan
diplotkan pada sumbu X. Titik potong pada absis merupakan LD50 yang
ditentukan.
Metode Perhitungan cara Grafik (Graphical Calculation) Miller dan
Tainter. Metode ini merupakan metoda yang paling umum dipakai dalam
penghitungan efektif dosis. Namun dibutuhkan kertas khusus berkoordinat yaitu
kertas probit logaritma, dengan absis dalam skala logaritma dan ordinat sebelah
kiri dalam skala probit atau ordinat sebelah kanan dibuat dalam skala persen yang
setara dengan skala probit (skala ini non linier) atau nilai persen dapat dilihat di
dalam tabel probit. Kurva sigmoid dapat ditransformasi menjadi garis lurus
dengan memplotkan respon kuantal terhadap logaritma dosis. Dalam cara
perhitungan ini diperlukan Tabel Probit.
Metode Aritmatik Reed dan Muench. Metode ini menggunakan nilai-nilai
kumulatif. Asumsi yang dipakai adalah bahwa seekor hewan yang mati oleh dosis
tertentu akan mati juga oleh dosis yang lebih besar, sedangkan hewan bertahan
hidup pada dosis tertentu juga akan tetap bertahan hidup pada dosis yang lebih
rendah. Kematian kumulatif diperoleh dengan menambahkan secara suksesif ke
bawah dan hidup kumulatif diperoleh dengan menambahkan secara suksesif ke
atas. Persen hidup dari dosis-dosis yang berdekatan dengan LD50 dihitung.
Penetuan LD50 didapatkan berdasarkan persamaan berikut :
P.D =50 - %hidup di bawah LD50
%hidup di atas LD 50 - % hidup di bawah LD50
P =Dosis di atas LD 50
Dosis di bawah LD 50
Adapun :
P.D (Proportional Distance) = jarak proporsional
P = proporsionasi peningkatan dosis
Metode Karber. Metode ini memakai interval rata-rata dari jumlah hewan
percobaan yang mati pada tiap kelompok hewan dan perbedaan antar dosis untuk
interval yang sama. Hasil dosis yang lebih besar dari dosis yang mematikan
seluruh hewan dalam sekelompok dosis dan dosis yang lebih rendah yang dapat
ditolerir oleh seluruh hewan dalam suatu kelompok, tidak digunakan dalam
metode ini. Jumlah perkalian diperoleh dari hasil kali beda dosis dengan rata-rata
kematian pada interval yang sama. Lethal Dose 50, dosis terkecil yang
menyebabkan kematian seluruh hewan dalam satu kelompok, di kurangi dengan
jumlah perkalian dibagi jumlah hewan dalam tiap kelompok. Apabila dijabarkan
dalam bentuk rumus adalah seperti berikut:
LD50 = a – (b/c)
adapun :a = Dosis terkecil yang menyebabkan kematian tertinggi dalam satu kelompokdosisb = jumlah perkalian antara beda dosis dengan rata-rata kematian pada intervalyang sama.c = jumlah hewan dalam satu kelompok.
Metode Perhitungan Secara Grafik Litchfield dan Wilcoxon. Metode ini
merupakan salah satu metode yang sering dipakai dalam penetuan dosis efektif.
Metode ini menggunakan tabel-tabel seperti tabel penghitungan ED50, tabel batas
kepercayaan 95%, tabel kemiringan garis respon, tabel dari simpangan dua buah
garis sejajar yang dibandingkan, dan lain-lain. Pengubahan logaritma dosis
menjadi dosis dan hubungan probit terhadap respon menjadi respon, dipakai tabel
peluang logaritma (logaritmic probability) dan beberapa monogram.
Heterogenitas data ditentukan dengan uji chi kuadrat. Untuk penghitungan LD50
dan batas kepercayaannya, metode ini sebaik metode Miller dan Tainter (1994).
Namun untuk nilai-nilai yang lain, metode ini menghasilkan pendugaan yang
lebih baik, relatif lebih sederhana, dan waktu yang diperlukan relatif lebih singkat.
Metode Thomson and Weil. Metode ini merupakan metode yang banyak
dipergunakan karena tidak memerlukan hewan percobaan yang terlalu banyak dan
mempunyai tingkat kepercayaan atau “confidence level” yang cukup tinggi.
Perhitungan LD50 dilakukankan berdasarkan rumus berikut:
Log LD50 = log Dα + d (f+1)
Untuk mengetahui kisaran LD50 digunakan rumus:
Log LD50 ± 2 d x df
Dimana:
D = dosis terkecil yang digunakan
d = logaritma kelipatan
f = faktor pada tabel
k = jumlah kelompok mencit – 1
df = dicari pada tabel
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Farmakologi dan Toksikologi,
Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Juli sampai dengan
Agustus 2007. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi persiapan kandang, pakan, hewan coba,
pembuatan simplisia, dan pembuatan ekstrak etanol buah belimbing wuluh.
Sementara itu, tahap pelaksanaan terdiri atas tahap perlakuan dan pengamatan.
3.2 Persiapan Penelitian
3.2.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah sonde lambung, lap,
evaporator, dan alat bantu lainnya yang dipergunakan sesuai keperluan. Bahan
yang dibutuhkan dalam penelitian adalah ekstrak etanol buah belimbing wuluh
yang dibuat dengan larutan akuades dan etanol 96%.
3.2.2 Kandang
Kandang yang dipergunakan terbuat dari plastik yang ditutup dengan ram
kawat. Bagian dasar kandang dialasi dengan sekam padi. Alas sekam tersebut
diganti setiap 5 hari. Kandang tersebut di tempatkan dalam ruangan (indoor),
dengan suhu normal ruangan (23C).
3.2.3 Pakan dan Air minum
Pakan dan air minum mencit diberikan secara ad libitum. Pakan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah pelet standar. Komposisi dari pelet tersebut
dapat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi peletKandungan yang terdapat dalam
pelet
Jumlah Persentase
Protein kasar 18.0 20.0 %
Serat kasar Maksimal 7.0 %
Lemak kasar Minimal 4.0 %
Kalsium Maksimal 2.0 %
Phosphor Maksimal 2.0 %
Abu Maksimal 13.0 %
Air Maksimal 10.0 %
3.2.4 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan
sebanyak 25 ekor strain DDY. Mencit tersebut memiliki kisaran berat badan mulai
25g sampai dengan 35g.
3.2.5 Pembuatan Simplisia
Buah belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan
dari sekitar pekarangan rumah di daerah Dramaga Kabupaten Bogor. Pembuatan
simplisia buah belimbing wuluh dilakukan dengan mencuci bersih buah belimbing
wuluh. Kemudian, dipotong kecil-kecil dan dijemur dibawah sinar matahari
sampai kering. Simplisia yang telah kering kemudian digiling sampai halus dan
berbentuk bubuk (Mamun et al. 2003).
3.2.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Belimbing wuluh
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi berulang selama dua hari
menggunakan campuran 60 bagian etanol (96%) dan 40 bagian volume air
(DEPKES 1979). Dimana etanol yang digunakan sebanyak 6 liter dan akuades 4
liter. Pada hari pertama, dilakukan maserasi sebanyak 600g simplisia dengan 3
liter etanol 96% dan akuades 2 liter, lalu dimasukkan ke dalam bejana, aduk tiap
jam selama 24 jam. Kemudian saring. Ampas tersebut direndam lagi dalam 3 liter
etanol 96% dan 2 liter akuades. Aduk tiap jam selama 24 jam. Didapatkan hasil
campuran larutan tersebut sebanyak 8 liter, yang kemudian diuapkan dengan
evaporator pada suhu 50°C sampai dengan 60C selama 24 jam. Didapat 500 ml
ekstrak etanol buah belimbing wuluh. Kemudian ekstrak disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu 4C.
Secara ringkas, tahapan simplisia dan ekstraksi buah belimbing wuluh dapat
disajikan pada Gambar 3.
Buah Belimbing Wuluhsegar
Dicuci bersihDipotong kecil – kecil
Penggilingan
↖
Filtrat
Evaporasi memakai Evaporator
Ekstrak Etanol BuahBelimbing Wuluh
Gambar 3 Diagram alir eksatraksi simplisia buah belimbing wuluh
Jemur sampai kering di bawah sinar matahari
Bubuk
Simplisia buah belimbing wuluh
Maserasi (simplisia :pelarut etanol)
Temperatur ruang, 24 jam
Penyaringan Residu
3.3 Pelaksanaan penelitian
Pengujian LD50 bertujuan untuk menentukan dosis ekstrak etanol buah
belimbing wuluh yang mematikan. Pengujian LD50 dilakukan dengan
menggunakan metode Thomson and Weil (Sutisna et al. 2007)). Lethal Dose yang
diperoleh akan menjadi patokan penentuan dosis pemberian ekstrak etanol buah
belimbing wuluh. Mencit yang digunakan dalam pengujian LD50 ini sebanyak 25
ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok dosis, yaitu 1, 5, 10, 12.5, dan 15 gr/kgBB.
Mencit diamati selama 48 jam, jika mencit ada yang mati maka harus
diidentifikasi kelompoknya dan dilakukan penghitungan. Selanjutnya kelompok
perlakuan dapat disajikan sebagai berikut :
Perlakuan I : Mencit percobaan dicekok ekstrak etanol buah belimbing wuluh
dengan dosis 1 gr/kgBB.
Perlakuan II : Mencit percobaan dicekok ekstrak etanol buah belimbing wuluh
dengan dosis 5 gr/kgBB.
Perlakuan III : Mencit percobaan dicekok ekstrak etanol buah belimbing wuluh
dengan dosis 10 gr/kg BB.
Perlakuan IV : Mencit percobaan dicekok ekstrak etanol buah belimbing wuluh
dengan dosis 12.5 gr/kg BB.
Perlakuan V : Mencit percobaan dicekok ekstrak etanol buah belimbing wuluh
dengan dosis 15 gr/kg BB.
3.4 Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai LD50 ekstrak
etanol buah belimbing wuluh, kisaran LD50, dan gejala klinis yang teramati
sampai mencit tersebut mati.
3.5 Analisis Data
Jumlah mencit yang mati dicatat dan dianalisis dengan menggunakan
Software Probit Analysis Program, sehingga dapat diketahui nilai LD50 dan
kisarannya dengan selang kepercayaan 95%.
3.6 Protokol Penelitian
Tahap penelitian LD50 ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada mencit
jantan strain DDY dapat dilihat dalam protokol penelitian. Selanjutnya protokol
penelitian tersebut dapat disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Tahapan Penelitian
Juli AgustusTahap Penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan Bahan
- Pembuatan simplisia- - Pembuatan Ekstrak Etanol Buah
Belimbing Wuluh
- Persiapan Hewan coba
Penelitian- Uji Toksisitas Akut Ekstrak EtanolBuah Belimbing Wuluh
Analisis data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dalam penelitian meliputi nilai LD50 dan kisaran
LD50 ekstrak etanol buah belimbing wuluh. Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan
sampai mencit tersebut mati juga diamati.
4.1 Nilai Lethal Dose (LD50)
Pengujian toksisitas akut LD50 bertujuan untuk menentukan suatu gejala
sebagai akibat dari pemberian suatu zat dan untuk menentukan tingkatan toksisitas
senyawa tersebut. Hasil pengujian terhadap kematian mencit pada berbagai
tingkat dosis dapat disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengujian LD50 ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada mencit.
Dosis
(gr/kgBB)
Jumlah
mencit
Mortalitas Periode
pengamatan
mortalitas (jam)
r
1 5 0/5 48 0
5 5 1/5 48 1
10 5 2/5 48 2
12.5 5 2/5 48 2
15 5 4/5 48 4
Keterangan : r = jumlah kematian mencit dalam satu kelompok uji.
Berdasarkan Tabel 4, pada kelompok yang diberikan perlakuan 1 tidak
ditemukan kematian mencit. Pada kelompok yang diberikan perlakuan 2, terdapat
1 ekor mencit yang mati, sedangkan kematian 2 ekor mencit terdapat pada
kelompok yang diberikan perlakuan 3 dan 4. Pada kelompok yang diberikan
perlakuan 5 terdapat kematian mencit terbesar dari semua kelompok perlakuan,
yaitu 4 ekor. Selanjutnya grafik kematian mencit tersebut dapat disajikan pada
Gambar 4.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 5 6
jumlah mencit
dosis
Dosis(gr/kgBB)
r
Gambar 4 Grafik jumlah kematian mencit pada pengujian LD50
Dengan menggunakan Sofware Probit Analysis Program dengan tingkat
kepercayaan 95%, didapatkan nilai LD50, yaitu 11.72392 gr/kgBB (Lampiran 2).
Menurut Lu (1995), senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol buah
belimbing wuluh dapat diklasifikasikan sebagai bahan toksik ringan (Slightly
toxic).
Hasil pengujian LD50 ekstrak etanol buah belimbing wuluh dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah spesies, strain, keragaman
individu, jenis kelamin, umur, berat badan, cara pemberian, kesehatan hewan,
suhu lingkungan, dan kondisi perkandangan. Faktor-faktor tersebut dibuat
seragam, sehingga respon yang dihasilkan hanya dipengaruhi oleh perlakuan.
Pengandangan hewan dapat mempengaruhi LD50 suatu bahan kimia.
Menurut Lu (1995) jenis kandang (berlubang-lubang/padat) dan jenis alas
kandang juga dapat mempengaruhi reaksi hewan terhadap toksikan. Suhu
lingkungan, perbedaan umur, dan cara pemberian dapat mempengaruhi efek
toksik.
Pemberian obat peroral tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh.
Pemberian obat peroral didistribusikan ke seluruh tubuh setelah terjadi proses
penyerapan di saluran pencernaan, sehingga mempengaruhi kecepatan
metabolisme suatu zat di dalam tubuh (Mutschler 1991). Sebagian besar
biotransformasi metabolik terjadi pada suatu tahap diantara penyerapan zat ke
dalam sirkulasi umum dan eliminasi melalui ginjalnya (Katzung 2001). Menurut
Lu (1995), setelah suatu zat kimia memasuki darah, zat tersebut kemudian
didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Laju distribusi ke tiap-tiap organ
tubuh berhubungan dengan aliran darah di organ tersebut. Mudah tidaknya zat
kimia melewati dinding kapiler tergantung pada daya tembus membran sel, dan
terhadap afinitas komponen alat tubuh terhadap zat kimia tersebut. Meskipun
setiap jaringan mempunyai kemampuan untuk mematabolis zat kimia, hati adalah
organ utama dari metabolisme zat tersebut. Jaringan lain yang menunjukkan
aktivitas yang besar juga, antara lain saluran cerna, paru-paru, kulit, dan ginjal.
Setelah pemberian oral banyak zat kimia diserap secara utuh dari usus kecil dan
dibawa lebih dulu melalui sistem porta ke hati, dimana zat tersebut mengalami
metabolisme ekstensif (Katzung 2001). Toksisitas zat kimia yang diberikan
melalui oral dipengaruhi juga karena berbagai kondisi ketika obat diberikan pada
hewan coba.
Beberapa faktor lingkungan lain yang mempengaruhi LD50 antara lain
temperatur, kelembaban udara dan cuaca (Balls et al. 1991). Faktor lain yang
mempengaruhi nilai LD50 yaitu usia dan berat badan. Hewan-hewan yang lebih
muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap dosis yang diberikan dari
pada hewan dewasa. Pada hewan yang sudah tua memiliki sistem biotransformasi
dan ekskresi yang sudah menurun (Mustchler 1991). Sebaliknya perbedaan berat
badan akan menyebabkan perbedaan dalam penentuan dosis. Semakin besar berat
badan hewan, semakin besar dosis yang diberikan.
Setiap hewan coba yang digunakan akan memberikan reaksi yang berbeda
pada dosis tertentu. Perbedaan reaksi tersebut diakibatkan oleh perbedaan tingkat
kepekaan setiap hewan. Dengan demikian perlu diketahui selang LD50.
4.2 Selang Lethal Dose (LD50)
Selang LD50 ekstrak etanol buah belimbing wuluh didapatkan dengan
menggunakan Software Probit Analysis Program dengan selang kepercayaan
95%. Berdasarkan pada hasilnya diperoleh nilai kisaran LD50 ekstrak etanol buah
belimbing wuluh sebesar 7.84989 sampai dengan 20.50693 gr/kgBB. Grafik
probit disajikan pada Gambar 5.
16.0014.0012.0010.008.006.004.00
dosis
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Pro
bit
Probit Transformed Responses
Gambar 5 Grafik probit
Mursito (2002) dan Dalimartha (2002) menyatakan, dari berbagai
penelitian didapatkan bahwa dalam belimbing wuluh terdapat kandungan zat aktif
berupa saponin, tanin, flavonoid, glukosoid, asam formiat, asam sitrat, dan
beberapa mineral, serta banyak mengandung kalsium oksalat serta kalium.
Menurut Ashari (1995), rasa masam pada buah belimbing wuluh berasal dari asam
sitrat dan asam oksalat. Daging buah yang manis, kaya vitamin A dan C, tetapi
kandungan vitamin C belimbing wuluh rendah.
Kandungan zat aktif tanin menurut batasannya dapat bereaksi dengan
protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut air. Di dalam tumbuhan,
letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak,
misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi
ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan.
Sebagian besar tumbuhan yang banyak memiliki tanin dihindari oleh hewan
karena rasanya yang sepat.
Senyawa lain yang terkandung dalam belimbing wuluh adalah flavonoid.
Senyawa flavonoid mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai
antioksidan, menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang
produksi oksidasi nitrit yang dapat melebarkan pembuluh darah. Flavonoid juga
dapat meningkatkan aliran darah ke otak sehingga berperan dalam memperbaiki
kerusakan pembuluh darah dan bermanfaat bagi kesehatan jantung. Flavonoid
juga bermanfaat sebagai anti radang (Anonimus 2006). Flavonoid umumnya
terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida (Harborne 1987).
Senyawa yang juga terkandung dalam buah belimbing wuluh adalah
saponin. Saponin merupakan glikosida yang memiliki sifat khas membentuk busa.
Saponin terdiri atas agligen polisiklik yang disebut sapogenin dan gula sebagai
glikon. Sapogenin hancur dalam dua bentuk, yaitu steroid dan triterpenoid
(Anonimus 2005). Adanya saponin dalam tanaman diindikasikan dengan adanya
rasa pahit. Bila saponin dicampur dengan air akan membentuk busa stabil (Cheek
2005).
Selain itu, buah belimbing wuluh mengandung zat asam-kalium-akolat.
Kaliumnya bermanfaat melancarkan keluarnya air seni (diuretik) sehingga dapat
menurunkan tekanan darah (Anonimus 2006).
4.3 Gejala Klinis
Parameter yang digunakan dalam perhitungan nilai LD50 ekstrak etanol
buah belimbing wuluh adalah nilai LD50 dan kisaran LD50. Gejala-gejala yang
teramati pada hewan percobaan selama periode pengamatan mortalitas tersaji
dalam Tabel 5.
Tabel 5 Gejala-gejala yang teramati selama periode pengamatan mortalitas
Pengamatan Symptom yang teramati Persentase
Aktivitas Aktivitas lokomotor naik 60% (3/5)
Reaksi yang aneh Pengembaraan (berkeliling)
tanpa arah
60% (3/5)
Fonasi Fonasi naik 80% (4/5)
Sensitivitas terhadap rasa
sakit
Sensitivitas naik 100% (5/5)
Sensitivitas terhadap bunyi Sensitivitas naik 100% (5/5)
Interaksi sosial Frekuensi tabrakan naik 60% (3/5)
Perilaku agresif Sesama spesies naik 80% (4/5)
Tabel pengamatan gejala klinik tersebut mengacu pada: Pemeriksaan Badan danPengamatan Hewan dalam Studi Toksisitas (Loomis 1978). Hasil tersebut merupakan efek-efekyang dapat teramati selama penentuan toksisitas akut pada mencit.
Pengamatan dilakukan tiap 4 jam selama 48 jam pasca perlakuan.
Berdasarkan Tabel 5 Aktivitas lokomotor naik sebesar 60% (3 ekor mencit dari 5
ekor yang diamati). Reaksi yang aneh ditunjukan oleh mencit yang berkeliling
tanpa arah, hal ini diperlihatkan oleh 3 ekor mencit dari 5 ekor yang diamati,
persentasenya adalah 60%. Fonasi naik sebesar 80% atau 4 ekor dari 5 ekor
mencit yang diamati. Semua mencit mengalami kenaikan sensitivitas terhadap
rasa sakit dan bunyi. Interaksi sosial yang terlihat yaitu frekuensi tabrakan yang
meningkat sebesar 60%, dan perilaku agresif yang ditunjukan, yaitu sesama
spesies naik, yang teramati sebesar 80%. Perubahan tingkah laku yang ditunjukan
oleh mencit disebabkan oleh kandungan senyawa-senyawa yang terdapat dalam
buah belimbing wuluh. Perbedaan reaksi yang ditimbulkan dipengaruhi oleh laju
distribusi tiap-tiap organ tubuh yang berhubungan dengan aliran darah di organ
tersebut. Mudah tidaknya suatu senyawa melewati dinding kapiler tergantung
pada daya tembus membran sel dan terhadap afinitas komponen alat tubuh
terhadap senyawa tersebut. Perbedaan reaksi yang diperlihatkan oleh mencit
dipengaruhi juga oleh perbedaan tingkat kepekaan setiap hewan. Menurut Lu
(1995), efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun
mekanisme kerjanya. Semua efek toksik terjadi karena interaksi biokimiawi antara
toksikan (metabolit) dengan struktur reseptor tertentu dalam tubuh. Struktur itu
dapat bersifat nonspesifik, seperti jaringan yang berkontak langsung dengan bahan
korosif, ataupun bersifat spesifik, misalnya struktur subseluler tertentu. Beberapa
bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada tempat bahan itu bersentuhan
dengan tubuh. Efek lokal ini dapat disebabkan oleh senyawa kausatik, misalnya
pada saluran pencernaan, bahan korosif pada kulit, dan iritasi gas atau uap pada
saluran nafas. Efek lokal ini menggambarkan kerusakan umum pada sel-sel hidup.
Pengujian LD50 bukan satu-satunya pengujian yang digunakan untuk
menilai toksisitas suatu obat atau zat. Pengujian lain yang perlu dilakukan adalah
pengujian lanjutan untuk memperkuat analisa keracunan dan toksisitas suatu zat
atau obat. Nilai toksisitas yang rendah dari ekstrak etanol buah belimbing wuluh
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemanfaatan buah belimbing wuluh
sebagai bahan yang berkhasiat obat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah nilai LD50
ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada mencit yang diberikan secara per oral
adalah 11.72392 gr/kgBB. Nilai kisaran LD50 sebesar 7.84989 sampai dengan
20.50693 gr/kgBB. Berdasarkan klasifikasi toksisitas dan gejala klinis yang
ditunjukan, ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) termasuk
kategori toksik ringan (Slightly toxic).
Saran
Perlu dilakukan pengujian toksisitas akut secara perenteral dan dilakukan
pemeriksaan organ-organ yang diserang oleh efek tosik dari ekstrak etanol buah
belimbing wuluh. Perlu juga dilakukan pengujian toksisitas subkronik dan kronik,
untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pemberian ekstrak etanol
buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2006. Khasiat Buah – buahan dan Sayuran.“http//www.Bkuejackets/forum index/kesehatan” (4 Mei 2008).
Anonimus. 2004. National Heart, Lung, and Blood Institute.“http//www.Wikipedia.co.id.htm” ( 31 April 2008).
Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. Penerbit: (UI Press) UniversitasIndonesia. Jakarta.
Balls, M. James B. Jacqueline. 1995. Animals and Alternatives in Toxicology.Great Britain at the University Press. Cambridge.
Cheek, P R. 2005. Applied Animal Nutrition: Feeds and Feeding Thrid Edition.Upper Sadle River. United States of America.
Clarke, E.G.C. and Myra L. Clarke. 1975. Veterinary Toxicology. BailliereTindall. London.
Dalimartha, S. 2002. 36 Resep Tumbuhan Obat Untuk Menurunkan Kolesterol.Penebar Swadaya. Jakarta.
Darmansjah dan Iwan. 2001. Pengobatan Simptomatik.”http/www.sehatgroup.web.id/art” (11 Maret 2008)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. EdisiKetiga. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan DepartemenKesehatan R.I.
Djauhariya, Endjo dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. PenebarSwadaya. Jakarta.
Gan, S. Et al. 1980. Farmakologi dan Terapi ed.2. Bagian Farmakologi FakultasKedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan. Terbitan ke 2. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Imono, A.D. 2001. Toksikologi Dasar. Fakultas Farmasi. Universitas Gajah Mada.Yogyakarta.
Koeman, J.H. 1987. Pengantar Umum Toksikologi (terjemahan). Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
Loomis, T.A. 1978. Essential Of Toxicology. 3rd ed. Lea & Febiger, Philadelphia
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko.Edisi 2. UI Press. Jakarta.
Malole, M.B.M, Pramono CSU. 1989. Penggunaan hewan-hewan Percobaan dilaboraturium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.
Mamun, M.M., M.M. Billah, M.A. Ashek, M.M. Ahasan, M.J. Hossain and T.Sultana. 2003. Evaluation of Diuretic Activity of Ipomoea aquatica(Kalmisak) in Mice Model Study. Research Paper. J. Med. Sci., 3 (5-6):395 - 400.
Mursito, B. 2002. Ramuan Tradisional untuk Gangguan Ginjal. PenebarSwadaya. Jakarta.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi ke 5. Mathilda B, Widianto,Penerjemah. Bandung. Penerbit ITB. Terjemahan dari Arzneimittelwiirkungen 5 Vollig neurbear beitete und evwiterteauflage.
Plumlee, Konnie H. 2004. Clinical Veterinary Toxicology. Mosby. ArkansasSmith, John B. BV.SC. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan PenggunaanHewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta.
Sutisna, A., Mien R., M.Iskandar., Harnowo P., Pursani P., Huda D., Andriyamto,Aulia A.M. 2007. Paduan Praktikum Toksikologi Veteriner. FakultasKedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tuerner, A.R. 1962. Screening Methods in Pharmacology. Academic Press.London –New York.
[Wikipedia]. 2008. Belimbing Sayur."http://id.wikipedia.org/wiki/Belimbing_sayur”(11 Maret 2008)
[Wikipedia]. 2008. Mencit. "http://id.wikipedia.org/wiki/Mencit" (11 Maret 2008)
[Wikipedia]. 2008. Mouse. "http://en.wikipedia.org/wiki/Mouse" (11 Maret 2008)
Lampiran 1 Gambar Evaporator, Kandang Mencit, dan Perlakuan.
Gambar 6 Evaporator Gambar 7 Kandang Mencit
Gambar 8 Perlakuan
Lampiran 2 Probit
* * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * **
DATA Information
5 unweighted cases accepted.0 cases rejected because of missing data.0 cases are in the control group.
MODEL Information
ONLY Normal Sigmoid is requested.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - -
* * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * **
Parameter estimates converged after 11 iterations.Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept +BX):
Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
dosis .17375 .07150 2.43009
Intercept Standard Error Intercept/S.E.
-2.03702 .79878 -2.55017
Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = 1.111 DF = 3 P= .774
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, noheterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * ** * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expecteddosis Subjects Responses Responses Residual
Prob
1.00 5.0 .0 .156 -.156.03121
5.00 5.0 1.0 .607 .393.12135
10.00 5.0 2.0 1.911 .089.38227
12.50 5.0 2.0 2.768 -.768.55363
15.00 5.0 4.0 3.577 .423.71540
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * ** * * *
Confidence Limits for Effective dosis
95% Confidence LimitsProb dosis Lower Upper
.01 -1.66518 -52.53919 4.27106
.02 -.09626 -44.50864 5.21934
.03 .89917 -39.42662 5.83410
.04 1.64799 -35.61270 6.30564
.05 2.25710 -32.51766 6.69650
.06 2.77555 -29.88962 7.03550
.07 3.23013 -27.59108 7.33848
.08 3.63715 -25.53839 7.61514
.09 4.00732 -23.67672 7.87192
.10 4.34806 -21.96810 8.11333
.15 5.75881 -14.96490 9.18381
.20 6.88004 -9.53034 10.16595
.25 7.84195 -5.04080 11.18136
.30 8.70577 -1.25312 12.33730
.35 9.50624 1.90849 13.75670
.40 10.26580 4.44792 15.56419
.45 11.00068 6.39252 17.82529
.50 11.72392 7.84989 20.50693
.55 12.44715 8.96812 23.52772
.60 13.18203 9.87392 26.82762
.65 13.94159 10.65518 30.39328
.70 14.74206 11.37069 34.25878
.75 15.60588 12.06349 38.50959
.80 16.56779 12.77242 43.30562
.85 17.68902 13.54503 48.94971
.90 19.09977 14.46500 56.10342
.91 19.44051 14.68104 57.83741
.92 19.81068 14.91359 59.72331
.93 20.21770 15.16700 61.79925
.94 20.67228 15.44748 64.12028
.95 21.19073 15.76452 66.77029
.96 21.79984 16.13363 69.88708
.97 22.54866 16.58313 73.72304
.98 23.54409 17.17466 78.82829
.99 25.11301 18.09609 86.88570
16.0014.0012.0010.008.006.004.00
dosis
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Pro
bit
Probit Transformed Responses