Post on 23-Dec-2015
description
LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS PADI (Oryza sativa)
Disusun oleh :
Yogo Setiawan 135040200111012Abid Fadhillah M.I 135040201111109Vresty Vikiani 135040201111311Jouhan Fajar M 135040201111089
Kelas: BPAsisten Kelas : Isa Apriadi
Asisten Lapang: Fajar Setyawan
PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2014
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan komoditas yang strategis di
Indonesia karena pada umumnya penggunaan beras sebagai bahan konsumsi
makanan pokok bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan pertumbuhan penduduk di
Indonesia yang terus pesat dengan cepat, maka akan berdampak pada kebutuhan
masyarakat terhadap pangan semakin besar juga salah satunya pada padi. Karena
masyarakat Indonesia sering mengonsumsi beras yang mengandung sumber
karbohidrat sangat besar yang dibutuhkan oleh tubuh manusia . Menanam padi
sawah sudah menjadi kebiasaan bagi petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini
banyak diusahakan di pulau Jawa. Namun, saat ini hampir seluruh daerah di
Indonesia juga menanam padi di sawah. Sistem penanaman padi di sawah
biasanya didahului oleh pengolahan tanah bersamaan dengan persemaian.
Biasanya yang sering di gunakan oleh para petani sistem konvensional, dan dalam
dunia pertanian sistem tanam komoditas padi yang biasa dikenal ada beberapa
macam yaitu Konvensional, SRI, Jajar Legowo.
Tanaman padi dapat bertahan hidup dengan kondisi air yang tergenang,
tetapi tidak tumbuh dengan subur dibawah kondisi hypoxia (kekurangan oksigen).
Penggunaan varietas unggul padi sawah berumur genjah juga sangat penting
kaitannya dengan efisiensi air. Semakin genjah umur padi semakin sedikit
penggunaan air dibandingkan dengan padi berumur panjang. Kebiasaan petani
menanam padi dengan sistem tegel, jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan
sehingga berpengaruh terhadap jumlah anakan perumpun dan produksi gabah per
hektar. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena
berhubungan dengan persaingan sistem perakaran tanaman dalam konteks
pemanfaatan pupuk. Untuk memecahkan masalah tersebut, perlu adanya
perbaikan teknologi dalam budidaya padi sawah di tingkat petani untuk
meningkatkan produktivitas padi yang efisien dalam penggunaan air antara lain
dengan sistem pengelolaan air, pemakaian benih unggul spesifik lokasi dan sistem
pengaturan jarak tanam.
Oleh karena itu, untuk mengetahui sistem tanam yang dapat menghasilkan
produktivitas paling tinggi, praktikum budidaya tanaman padi dengan berbagai
perlakuan sistem tanam perlu dilaksanakan.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui Perkembangan produksi dan Teknologi produksi tanaman
padi
Untuk mengetahui Klasisikasi, Morfologi, Syarat tumbuh, Fase pertumbuhan
tanaman padi, dan Teknik bududaya tanaman padi
Untuk mengetahui sistem tanam padi konvensional Jajar Legowo pada
produksi tanaman padi
1.3 Manfaat
Dapat mengetahui Perkembangan produksi dan Teknologi produksi tanaman
padi
Dapat mengetahui Klasisikasi, Morfologi, Syarat tumbuh, Fase pertumbuhan
tanaman padi, dan Teknik bududaya tanaman padi
Dapat mengetahui sistem tanam padi Konvensional Jajar Legowo pada
produksi tanaman padi
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Produksi dan Teknologi Produksi
Tanaman Padi
Dalam usaha meningkatkan produktivitas padi nasional, peran inovasi
teknologi varietas unggul sangat besar. BALITPA terus meningkatkan potensi
genetik varietas yang dilepas dan menyiapkan teknologi agar varietas unggul baru
(VUB) dapat mengaktualisasikan potensi gentetik yang ada, terutama dalam
peningkatan produktivitas dan mutu. Pengembangan VUB ke depan akan
memanfaatkan sumberdaya yang ada. Sumberdaya genetik dari plasmanutfah
domestik akan terus dikarakterisasi dan diperbaiki pengelolaannya agar mudah
pemanfaatannya oleh pemulia dalam kegiatan perbaikan potensi genetik VUB.
Varietas unggul yang dilepas diharapkan telah dilengkapi dengan teknologi
budidaya dan teknologi panen/pascapanen agar VUB dapat mengaktualisasikan
potensi genetik (produktivitas dan mutu unggul) yang dimiliki. Oleh sebab itu,
kegiatan penelitian perbaikan komponen pengelolaan lahan, air, tanaman dan
organisme (LATO) serta panen dan pascapanen menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari program pengembangan varietas unggul baru (VUB) spesifik
(VUBS), varietas unggul hibrida (VUH), dan varietas unggul tipe baru (VUTB)
(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2005).
2.2 Deskripsi Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan rumput berumpun
(Marlina,2012). Tanaman padi merupakan tanaman semusim. Untuk jenis padi di
bedakan menjadi yaitu padi sawah dan padi gogo (Purnomo,2007). Pada padi
sawah biasanya tanpa olah tanah yang merupakan salah satu alternatif yang patut
dikaji. Batang pada tanaman padi beruas-ruas yang di dalamnya berongga
(kosong) biasanya tinggi 1-1,5 meter. Pada tiap-tiap buku
batang padi terdapat daun disekitar, yang berbentuk pita dan berpelepah.
Pelepah pada padi membalut sekeliling seluruh bagian batang. Pada waktu
memungkinkan untuk berbunga pada tiap-tiap batang keluar bunga.
Bunga tanaman padi yaitu bunga majemuk dan terdapat 2 helai sekam kelopak
dan 2 helai sekam mahkota. Sebutir padi berisi biji sebutir buah yang
mana bisaanya disebut beras(Prasetiyo,2002).
2.3 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi
Tanaman padi menurut Heywood (2001:86) diklasifikasikan pada divis
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, bangsa poales
(Glumiflorae), suku Gramineae, Marga Oryzae, jenis Oryza sativa L.
Secara keseluruhan terdapat sekitar 32.000-55.000 gen dalam genom
tanaman padi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya
yaitu identifikasi fungsi gen-gen padi Berdasarkan hasil pengamatan pada fase
prometafase, diketahui bahwa jumlah kromosom tanaman padi (24n) . (Greco,
dkk. 2003 : 10-11)
Morfologi
A. Akar
Akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap
air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman.
Akar tanaman padi dapat dibedakan atas:
1. Radikula: akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah.
Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar dan
batang. Calon akar mengalami pertumbuhan ke arah bawah
sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon batang
akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun.
2. Akar serabut (akar adventif): setelah 5-6 hari terbentuk akar
tunggang, akar serabut akan tumbuh.
3. Akar rambut : merupakan bagian akar yang keluar dari akar
tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada
kulit akar yang berada diluar, dan ini penting dalam
pengisapan air maupun zat-zat makanan. Akar rambut
biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan panjangnya
sama dengan akar serabut.
4. Akar tajuk (crown roots) : adalah akar yang tumbuh dari ruas
batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan
letak kedalaman akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan
akar yang dalam. Apabila kandungan udara di dalam tanah
rendah, maka akar-akar dangkal mudah berkembang.Bagian
akar yang telah dewasa (lebih tua) dan telah mengalami
perkembangan akan berwarna coklat, sedangkan akar yang
baru atau bagian akar yang masih muda berwarna putih
(Aak,1992).
B. Batang
Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun
dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung
bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama.
Ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang
ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang dari pada ruas yang didahuluinya.
Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas
sampai buku bagian atas.Tepat pada buku bagian atas ujumg dari daun pelepah
memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligula
(lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang
memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang
terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daun bendera.
Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah
timbul ruas yang menjadi bulir padi.
Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat
satu batang tunggal atau batang utama yang mempunyai 6 mata atau sukma, yaitu
sukma 1, 3, 5 sebelah kanan dan sukma 2, 4, 6 sebelah kiri . Dari tiap-tiap sukma
ini timbul tunas yang disebut tunas orde pertama.
Tunas orde pertama tumbuhnya didahului oleh tunas yang tumbuh dari
sukma pertama, kemudian diikuti oleh sukma kedua, disusul oleh tunas yang
timbul dari sukma ketiga dan seterusnya sampai kepad a pembentukan tunas
terakhir yang keenam pada batang tunggal. Tunas-tunas yang timbul dari tunas
orde pertama disebut tunas orde kedua. Biasanya dari tunas-tunas orde pertama ini
yang menghasilkan tunas-tunas orde kedua ialah tunas orde pertama yang
terbawah sekali pada batang tunggal atau utama. Pembentukan tunas dari orde
ketiga pada umunya tidak terjadi, oleh karena tunas-tunas dari orde ketiga tidak
mempunyai ruang hidup dalam kesesakan dengan tunas-tunas dari orde pertama
dan kedua (Departemen Pertanian, 1983).
C. Daun
Padi termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang
berbeda-beda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi
adalah adanya sisik dan telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi
dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Adapun bagian-bagian daun padi
adalah :
1. Helaian daun : terletak pada batang padi dan selalu ada.
Bentuknya memanjang seperti pita. Panjang dan lebar helaian
daun tergantung varietas padi yang bersangkutan.
2. Pelepah daun (upih) : merupakan bagian daun yang
menyelubungi batang, pelepah daun ini berfungsi memberi
dukungan pada bagian ruas yang jaringannya lunak, dan hal ini
selalu terjadi.
3. Lidah daun : lidah daun terletak pada perbatasan antara helai
daun dan upih. Panjang lidah daun berbeda-beda, tergantung
pada varietas padi. Lidah daun duduknya melekat pada batang.
Fungsi lidah daun adalah mencegah masuknya air hujan diantara
batang dan pelepah daun (upih). Disamping itu lidah daun juga
mencegah infeksi penyakit, sebab media air memudahkan
penyebaran penyakit.
4. Daun yang muncul pada saat terjadi perkecambahan dinamakan
coleoptile. Koleoptil keluar dari benih yang disebar dan akan
memanjang terus sampai permukaan air. koleoptil baru
membuka, kemudian diikuti keluarnya daun pertama, daun
kedua dan seterusnya hingga mencapai puncak yang disebut
daun bendera, sedangkan daun terpanjang biasanya pada daun
ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek
daripada daun-daun di bawahnya, namun lebih lebar dari pada
daun sebelumnya. Daun bendera ini terletak di
bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa tunas yang
kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada
batang keluar bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun)
berikutnya. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun
berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari, dan 7
hari berikutnya akan muncul daun baru lainnya.
D. Bunga
Sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas
dinamakan malai. Bulir-bulir padi terletak pada cabang pertama dan cabang
kedua, sedangkan sumbu utama malai adalah ruas buku yang terakhir pada batang.
Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dancara bercocok
tanam. Dari sumbu utama pada ruas buku148 yang terakhir inilah biasanya
panjang malai (rangkaian bunga) diukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi
3 ukuran yaitu malai pendek (kurang dari 20 cm), malai sedang (antara 20-30 cm),
dan malai panjang (lebih dari 30cm). Jumlah cabang pada setiap malai berkisar
antara 15-20 buah, yang paling rendah 7 buah cabang, dan yang terbanyak dapat
mencapai 30 buah cabang. Jumlah cabang ini akan mempengaruhi besarnya
rendemen tanaman padi varietas baru, setiap malai bisa mencapai 100-120 bunga
(Aak, 1992). Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan
bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari
ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai
dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala
putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu.
(Departemen Pertanian, 1983).
Komponen-komponen (bagian) bunga padi adalah kepala sari, tangkai sari,
palea (belahan yang besar), lemma (belahan yang kecil), kepala putik, tangkai
bunga.
E. Buah
Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir atau gabah,
sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea.
Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea
serta bagian lain yang membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian,
1983).
Jika bunga padi telah dewasa, kedua belahan kembang mahkota (palea dan
lemmanya) yang semula bersatu akan membuka dengan sendirinya sedemikian
rupa sehingga antara lemma dan palea terjadi siku atau sudut sebesar 30-600.
Membukanya kedua belahan kembang mahkota itu terjadi pada umumnya pada
hari-hari cerah antara jam 10-12, dimana suhu kira-kira 30-320C. Di dalam dua
daun mahkota palea dan lemma itu terdapat bagian dalam dari bunga padi yang
terdiri dari bakal buah (biasa disebut karyiopsis).
Jika buah padi telah masak, kedua belahan daun mahkota bunga itulah
yang menjadi pembungkus berasnya (sekam). Diatas karyiopsis terdapat dua
kepala putik yang dipikul oleh masing-masing tangkainya. Lodicula yang
berjumlah dua buah, sebenarnya merupakan daun mahkota yang telah berubah
bentuk. Pada waktu padi hendak berbunga, lodicula menjad imengembang karena
menghisap cairan dari bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan
palea terpisah dan terbuka. Hal ini memungkinkan benang sari yang memanjang
keluar dari bagian atas atau dari samping bunga yang terbuka tadi. Terbukanya
bunga diikuti dengan pecahnya kandung serbuk, yang kemudian menumpahkan
tepung sarinya. Sesudah tepung sarinya ditumpahkan dari kandung serbuk maka
lemma dan palea menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari dari kepala
putik maka selesailah sudah proses penyerbukkan. Kemudian terjadilah
pembulaian yang menghasilkan lembaga dan endosperm. Endosperm adalah
penting sebagai sumber cadangan makanan bagi tanaman yang baru tumbuh
(Departemen Pertanian, 1983).
2.4 Syarat Tumbuh
Tanaman padi dapat tumbuh baik di daerah yang mempunyai suhu panas dan
banyak mengandung uap air, yaitu daerah yang mempuyai iklim panas dan
lembab serta curah hujan 1500 - 2000 mm atau tahun dengan suhu udara lebih
dari 23C . tanaman padi dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran
tinggi tempat 1500 meter dpl. tanaman padi dapat tumbuh di berbagai jenis tanah,
tetapi untuk padi yang ditanam dilahan persawahan memerlukan syarat – syarat
tertentu , karena tidak semua jenis tanah dapat dijadikan lahan tergenang air.
sistim tanah sawah, lahan harus tetap tergenang air agar kebutuhan air tanaman
padi tercukupi sepanjang musim tanam. oleh karena itu jenis tanah yang sulit
menahan air kurang cocok dijadikan lahan persawahan. Sebaiknya tanah yang
sulit dilewati air sangat cocok dibuat lahan persawahan. ketebalan lapisan oleh
tanah berkisar antara 18-22 dengan dengan derajat keasaman.
Padi dapat tumbuh dan memberikan hasil tinggi bila persyaratan
iklimdan tanah sesuai selama pertumbuhannya dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a) Iklim
Temperatur 15-30º C
Kelembaban 60%
Curah hujan 600-1200 ml selama pase pertumbuhan
Kebutuhan sinar matahari antara 10-11 jam per hari
Tinggi tempat antara 0-1300 m diatas permukaan laut (dpl).
b) Tanah
Derajat kemasaman (pH) tanah antara 5-7
Jenis tanah Grumosol, Latosol, Andosol, dan Podsolik Merah
Kuning
Tanah subur, gembur, dan tidak ternaungi (Manurung, S.O. dan
Ismunadji. 1988).
2.5 Fase Pertumbuhan Tanaman
Sejak berkecambah hingga panen tanaman padi membutuhkan waktu 3-6
bulan (tergantung jenis dan varietas) yang terbagi dalam tiga fase: 1) vegetatif
(awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/promordia), 2) reproduktif
(primordia sampai pembuangaan), dan pematangan (pembungaan sampai gabah
matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ- organ vegetatif,
seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas daun. Lama
fase ini beragam, yang menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman (De Datta,
1981; Yoshida, 1981).
Fase reproduktif ditandai dengan : 1) memanjangnya beberapa ruas teratas
batang tanaman, 2) berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak
produktif), 3) munculnya daun bendera, 4) bunting dan 5) pembungaan. Inisiasi
primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir
bersamaan dengan pemanjangan ruas- ruas batang, yang terus berlanjut sampai
berbunga. Oleh sebab itu, stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi secara umum terbagi atas
dua macam faktor yaitu faktor luar (eksternal) yang berupa faktor lingkungan dan
faktor dalam (internal) berupa faktor genetik dan hormonal. Faktor luar atau
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi antara lain intensitas
cahaya matahari, suhu, air dan unsur hara atau nutrisi. Sedangkan faktor dalam
yang mempengaruhi tanaman padi yaitu hormon pertumbuhan seperti auksin,
giberilin, sitokoinin, asam absisat dan lain-lain. Selain hormon pertumbuhan,
faktor dalam lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi adalah
faktor genetik atau faktor keturunan (Gardner et.al., 1991).
2.6 Teknik Budidaya
Padi (oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi rakyat
Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi sebagian besar
petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini banyak diusahakan di pulau Jawa.
Namun, saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan
kegiatan menanam padi di sawah.
Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah
secara sempurna seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak,
pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan
oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di
beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya tanah
dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau bahkan ketiga
kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan
cara pengolahan sawah seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah
sempurna, intensif atau konvensional) banyak kelemahan yang timbul
penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air semakin
terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh
petani ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara
terbawa air irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan. Padi
merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak untuk hidupnya.
Memang tanaman ini tergolong semi aquatis yang cocok ditanam di lokasi
tergenang. Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air
cukup untuk pertumbuhannya. Meskipun demikian, padi juga dapat diusahakan di
lahan kering atau ladang. Istilahnya adalah padi gogo. Namun kebutuhan airnya
harus terpenuhi. Oleh karena itu ada beberapa sistem budidaya yang dikenal di
Indonesia, di antaranya :
1. Bertanam padi di sawah tadah hujan
Dalam mengusahakan padi di sawah, soal yang terpenting adalah
bidang tanah yang ditanami harus dapat:
- Menanam air sehingga tanah itu dapat digenangi air.
- Mudah memperoleh dan melepaskan air.
Pematang atau galengan memegang peranan yang sangat penting,
karena dalam sistem bertanam padi di sawah tadah hujan ini, pematang
atau galengan ini harus kuat dan dirawat, karena bertanam padi di sawah
tadah hujan memerlukan air, sehingga dengan galengan-galengan sawah
ini air dapat bertanam di petakan sawah. Dan padi dengan sistem
penanaman tadah hujan ini tidak dapat ditanam pada tanah yang
datar. Penggarapan bertanam padi di sawah tadah hujan ini digarap secara
“basahan” yaitu menunggu sampai musim hujan tiba dan dalam proses
penanaman padi ini memakai bibit persemaian. Tetapi seringkali bibit
sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena jatuhnya hujan terlambat.
Dalam penanaman padi sawah tadah hujan ini untuk menanam dan selama
hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini membawa resiko yang
besar sekali karena musim hujan kadang datang terlambat, sementara padi
sawah tadah hujan membutuhkan air hujan yang cukup. Maka seringkali
terjadi puluhan ribu hektar tidak menghasilkan sama sekali atau hasilnya
rendah akibat air hujan yang tidak mencukupi.
2. Bertanam Padi Gogo Rancah (lahan kering)
Dalam mengusahakan padi di lahan kering atau ladang atau biasa
disebut padi gogo ini, relatif lebih mudah dibandingkan dengan padi
sawah tadah hujan. Dalam sistem penggarapan padi di lahan kering atau
ladang ini biasa dikerjakan sebelum musim penghujan tiba. Sementara
dalam proses pembibitan atau penanamannya, padi gogo rancah ini tidak
memerlukan persemaian, sehingga benih dapat langsung ditanam di sawah
sebelum atau pada permulaan musim hujan sehingga tidak ada resiko bibit
menjadi terlalu tua.
Padi gogo rancah ini tidak banyak memerlukan air hujan, pada
permulaan selama 30 atau 40 hari. Hidup padi ini keringan bahkan bila
kebanyakan air hujan, maka air tersebut harus dibuang. Sesudah itu
bilamana air hujan cukup, maka padi gogo rancah ini dapat dijadikan padi
sawah biasa. Tetapi kalau tidak ada hujan, dapat hidup kekeringan, maka
resiko mati sangat kecil.
3. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah (TOT)
Meskipun disebut bertanam padi sawah ini tanpa olah tanah tetapi
tidak berarti bahwa tak ada persiapan sama sekali. Sistem ini masih
merupakan bagian pengolahan tanah konservasi yang melibatkan
perbedaan mendasar dengan penanaman padi biasa. Pembajakan dan
pencangkulan di dalam sistem TOT ini tidak ada dan dalam sistem TOT
ini dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman padi
(singgang) atau gulma yang tumbuh.
Secara umum kegiatan bertanam padi sawah tanpa olah tanah ini
dapat diartikan sebagai penanaman padi di lahan sawah yang persiapan
lahannya tanpa pengolahan tanah dan pelumpuran, tetapi cukup dengan
bantuan herbisida dalam mengendalikan gulma dan singgangnya.
Tanaman padi ini dapat tumbuh seperti pada lahan yang diolah biasa. Hal
ini disebabkan karena singgang dan gulma yang membusuk akan
melonggarkan tanah sehingga akar padi dapat berkembang dengan mudah
dan tanaman padi dapat tumbuh seperti biasa. Bibit padi dari persemaian
dapat langsung ditanam pada tanah tanpa olah yang sudah lunak karena
digenang terlebih dahulu. Dapat juga benih ditebarkan langsung (tabela)
atau ditabur dalam air yang sudah disediakan.
Keuntungan menanam padi dengan sistem Tanpa Olah Tanam
(TOT) adalah kualitas pertumbuhan tanaman dan hasil panen tidak
berbeda dengan penanaman padi biasa, menghemat biaya persiapan lahan
40% yang juga mengurangi biaya produksi, menghemat waktu musim
tanam sampai 1 bulan, artinya jumlah penanaman dalam satu tahun air
ditingkatkan, mengurangi pemakaian air lebih dari 20%, mempermudah
kemungkinan penanaman secara serempak sehingga konsep pengendalian
hama terpadu (PHT) padi sawah dapat diterapkan dan baik, melestarikan
kesuburan tanah, mengurani pencucian unsur hara dan jumlah sendimen
terangkut, mengurangi pencemaran perairan dan pendangkalan saluran air
atau sungai, mengurangi emisi metan sampai 40%, memungkinkan
peningkatan luas sawah garapan, memberikan keuntungan bagi petani
yang berarti membantu meningkatkan kualitas hidupnya (Gardner et al.,
1991).
Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Bertanam Padi
1. Air
Air diperlukan untuk pengolahan dan dalam penanaman padi di
sawah adakalanya perlu pengaturan air secara baik. Saat tertentu air
dimasukkan, tetapi saat lainnya air justru perlu ditambah. Pengaliran
air secara terus menerus dari satu petakan ke petakan lain atau
penggenangan dalam petakan sawah secara terus-menerus selain boros
air juga berakibat kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Tetapi
sebaliknya itu pengairan terlalu sedikit biasanya gulma akan tumbuh
pesat dan produksi padi akan berkurang dan pemasukan air sangat
penting pada masa-masa berikut:
a. Awal tanam
Seperti yang sudah dilakukan pada saat penanaman, air diberikan
setinggi 2-5cm dan permukaan tanah.
b. Pembentukan anakan (pertunasan)
Dalam masa ini air dipertahankan setinggi 3-5 cm pemberian air
lebih dari 5cm dapat menghambat pembenihan anakan (tunas).
c. Pembentukan tunas bulir (primordia) atau tanaman padi bunling
Air sangat dibutuhkan pada pembentukan calon. Calon bulir ini air
dimasukkan setinggi 10 cm. Kekurangan air pada saat
pembentukan akan mengakibatkan pembentukan anak (tunas)
karena kekurangan air dapat menghambat pembentukan malai,
pembuahan dan pembuangan yang dapat berakibat fatal yakni bulir
padi yang dihasilkan hampa.
d. Pembungaan
Pada masa ini kebutuhan air mencapai puncaknya. Muka air dijaga
setinggi 5-10 cm akibat kekurangan air juga dapat menyebabkan
hampanya bulir padi tetapi bila tanaman padi telah mengeluarkan
bunga, petakan untuk beberapa saat perlu dikeringkan agar terjadi
pembungaan yang serempak. Air yang diberikan dalam jumlah
cukup sebenarnya bermanfaat juga untuk mencegah pertumbuhan
gulma, menghalau wereng yang bersembunyi di batang padi
sehingga lebih mudah disemprot dengan pestisida, serta
mengurangi serangan tikus-tikus (Kasim, 2004).
2. Pengeluaran air
Ada saat-saat tanaman padi tak perlu diberikan air, untuk itu
petakan sawah dikeringkan pada waktu-waktu berikut:
a. Sebelum tanaman bunting
Gunanya untuk mencegah anakan tanaman tidak mengeluarkan
bulir.
b. Awal pembungaan
Gunanya untuk membuat tanaman berbunga serempak.
c. Awal pemasakan biji
Air perlu dikeringkan saat ini untuk menyeragamkan dan
mempercepat pematangan padi. Tindakan pengeringan ini juga
bermanfaat untuk memperbaiki aerosi tanah, memacu
pertumbuhan anakan merangsang pembuangan dan mengurangi
terjadinya serangan busuk akar (Kasim, 2004).
3. Pemupukan
Pada penanaman padi di sawah, dosis pemupukan pada sawah
tergantung pada jenis tanah, sejarah pemupukan dan varietas padi
yang ditanam pada lokasi tersebut. Tetapi kendala pemupukan
biasanya dialami petani karena petani biasanya pupuk diberikan pada
dosis yang tidak sesuai. Pupuk diberikan 2 atau 3 kali selama musim
tanam. Pupuk adalah bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman dan unsur yang paling penting dan harus
tersedia adalah unsur N.P.K. Dosis pemupukan urea biasanya
diberikan sepertiga bagian pada pemupukan pertama dan kedua
pertiga bagian pada pemupukan kedua. Pupuk TSP dab KC biasanya
diberikan sekaligus bersamaan dengan pemupukan urea pertama.
Sewaktu melakukan pemupukan sebaiknya saluran pemasukan
dan pembuangan air ditutup terlebih dahulu. Petakan sawah berada
dalam kondisi berair, pupuk disebar merata pada permukaan tahan.
Hati-hati sewaktu menyebar pupuk agar tidak mengenai daun tanaman
karena dapat mengakibatkan daun terbakar (Kasim, 2004).
4. Pengendalian hama dan penyakit
Hama penyakit padi sawah biasanya rentan terhadap serangan
hama dan penyakit di dalam tanaman padi sawah ada beberapa hama
dan penyakit yang sering menyerang tanaman padi dan hama yang
cukup mengganggu antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi,
wereng, tikus dan burung. Adapun penyakit yang sering menyerang
tanaman padi adalah hawar daun, bercak bakteri, hawar pelepah,
busuk batang, bercak cokelat, blasi, tungro, kerdil hampa dan kerdil
rumput.
Dahulu petani sering melakukan tindakan gampang untuk
memberantas hama dan penyakit yaitu dengan penyemprotan
pestisida. Namun cara ini tidak dianjurkan karena pestisida dapat
mencemari air irigasi atau sumber air di sekitarnya dan banyak jensi
hama dan penyakit yang rentan atau tak mempan lagi disemprot.
Pengendalian hama dan penyakit (PHT) merupakan sistem
pengelolaan populasi hama dengan menggunakan seluruh teknik yang
cocok dalam suatu cara yang terpadu untuk mengurangi populasi
hama dan penyakit serta mempertahankannya pada tingkat di bawah
jumlah yang dapat menimbulkan kerugian (Sadjad dkk, 2001).
5. Panen
Bagi petani panen padi merupakan soal yang paling dinanti-nanti.
Panen merupakan saat petani merasakan keberhasilan dari jerih payah
menanam dan merawat tanaman.
a. Saat panen
Padi perlu dipanen pada saat yang tepat untuk mencegah
kemungkinan mendapatkan gabah berkualitas rendah yang masih
banyak mengandung butir hijau dan butir kapur. Padi yang
dipanen mudah jika digiling akan menghasilkan beras pecah. Saat
panen padi dapat dipengaruhi oleh musim tanam. Pemeliharaan
tanaman dan pertumbuhan, serta tergantung pula pada jenisnya.
Secara umum padi dipanen saat berumur 80-110 hari apabila
tanaman padi menunjukkan ciri-ciri berikut berarti tanaman sudah
siap dipanen adalah bulir-bulir padi dan daun bendera sudah
menguning, tangkai menunduk karena sarat menanggung butir-
butir padi atau gabah yang bertambah berat, butir padi bila
ditekan terasa keras dan berisi, jiak dikupas tidak berwarna
kehijauan atau putih agak lembek seperti kapur.
b. Cara panen
Alat panen yang tepat penting agar panen menjadi mudah
dilakukan biasanya padi dipanen dengan ani-ani atau sabit. Ani-
ani umumnya digunakan untuk memanen jenis padi yang sulit
rontok sehingga dipanen beserta tangkainya, contohnya jenis padi
bulu. Namun, alat ini tidak cocok digunakan untuk penanaman
padi sawah.
Sabit digunakan untuk memanen padi yang mudah rontok,
misalnya padi coreh. Namun, karena alat ini dapat memungut
hasil lebih cepat serta lebih gampang memotong batang padi
maka alat ini kini lebih banyak digunakan untuk panen.
c. Perontokan
Perontokan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin
perintih tresher, atau menggunakan perontok kaki pedal tresher.
Selain itu perontokkan secara sederhana dapat dilakukan dengan
memukulkan batangan padi ke kayu atau “kotak gebuk” dimana
sebelumnya dihamparkan plastik untuk menampung butir padi
yang berhamburan.
d. Pengeringan
Tujuan utama pengeringan ialah untuk menurunkan kadar
air gabah dapat tahan lama disimpan. Selain itu gabah yang masih
basah sulit diproses menjadi beras dengan baik. Bulir- bulir gabah
daapt dijemur dengan cara dihamparkan di atas lantai semen yang
bersih dapat pula dihamparkan di atas plastik. Dalam cuaca panas,
sinar matahari mampu mengeringkan gabah dalam waktu 2-3
hari.
e. Pemisahan kulit gabah
Tahap terakhir usaha bertanam padi ialah menghasilkan
beras yang dapat ditanak menjadi nasi sebagai makanan pokok.
Mula-mula gabah yang sudah dikeringkan perlu dipisahkan
dengan gabah hampa atau kotoran yang mungkin terbawa selama
perontokan atau pengeringan, caranya dapat dengan ditampi.
Pemisahan kulit gabah dapat dilakukan dengan huller atau mesin,
cara ini praktis dan cepat. Namun untuk daerah yang tidak
memiliki huller, pemisahan dapat dilakukan dengan penumbuhan
padi menggunakan alu dan lumpang.
6. Sentra Produksi
Pada tanaman padi sawah ini sangat luas daerah sentra
produksinya diantaranya di daerah Jawa dan Sumatera. Hal ini karena
padi adalah bahan dasar untuk beras dan nasi yang merupakan bahan
makanan utama masyarakat Indonesia yang mengandung karbohidrat
tinggi walaupun tidak semua daerah makanan pokoknya berupa beras
atau nasi (Darwis, 1979).
2.7 Pengaruh system tanam konvensional Jajar Legowo
pada produksi tanaman padi
Sistem tanam jajar legowo atau sering disebut Si Jarwo merupakan
inovasi pola bertanam dengan berselangseling antara dua atau lebih baris tanaman
padi dan diselingi satu baris kosong. Legowo diambil dari bahasa jawa yang
berasal dari kata lego berarti luas dan dowo bermakna memanjang. Inti dari sistem
tanam ini adalah memperbanyak tanaman pinggir dengan harapan
pertumbuhannya lebih bagus dan hasilnya lebih tinggi. Ini artinya, jika rumpun-
rumpun yang ada di pinggir semakin banyak maka hasilnya juga akan lebih
banyak.
Maksud dan tujuan penerapan sistem Jarwo, di antaranya (1)
Memanfaatkan radiasi matahari pada tanaman yang terletak di pinggir petakan,
sehingga diharapkan seluruh pertanaman memperoleh efek pinggir (border effect),
(2) Memanfaatkan efek turbulensi udara yang bila dikombinasikan dengan sistem
pengairan basah-kering berselang maka dapat mengangkat asam-asam organik
tanah yang berbahaya bagi tanaman dari bagian bawah ke bagian atas (menguap),
(3) Meningkatkan kandungan karbon dioksida (CO2) dan hasil fotosintesis
tanaman, (4) Memudahkan dalam pemupukan dan pengendalian tikus, dan (5)
Meningkatkan populasi tanaman per satuan luas.
Penelitian jajar legowo dilakukan sejak tahun 2000. Dari hasil penelitian
membuktikan, salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah
jarak tanam. Jarak tanam yang rapat mengakibatkan persaingan antar individu
tanaman. Persaingan terjadi karena sinar matahari yang diterima sedikit.
Akibatnya, varietas pada umumnya tidak tumbuh optimal. Pertumbuhan yang
kurang optimal ditunjukkan dari jumlah anakan dan malai yang lebih sedikit.
Selain itu, panjang malai lebih pendek, dan jumlah gabah per malai berkurang.
Hal tersebut diperkuat dengan fakta di lapangan bahwa penampilan individu
tanaman padi pada jarak tanam lebar lebih bagus dibandingkan jarak tanam rapat.
Satu unit legowo adalah baris tanaman yang terdiri (dua atau lebih) dan
satu baris kosong. Jika terdapat dua baris tanam per unit legowo disebut legowo
2:1. Dan jika terdapat empat baris tanam per unit legowo maka disebut legowo
4:1, dan seterusnya. Dengan menggunakan jajar legowo 2:1, populasinya
meningkat sekitar 33%. Jika pola konvensional hanya menghasilkan populasi
tanam 160.000 rumpun/ha, maka untuk sistem tanam legowo 2:1 mampu
menghasilkan populasi tanaman 213.300 rumpun per ha.
Untuk jajar legowo 4:1, tergantung tipenya (tipe 1 dan tipe 2). Sistem
tanam legowo 4:1 tipe 1, seluruh baris mendapat tanaman sisipan. Kalau
disisipkan semua, kenaikan populasinya sebesar 60% dibanding pola
konvensional (25 x 25 cm). Sedangkan legowo 4:1 tipe 2 yang disisipi hanya
tanaman pinggirnya. Yang tengah dua tidak disisipkan. Kenaikan populasinya
sebesar 20,44% dibanding pola konvensional.
Sistem Tanam Jajar Legowo (Si Jarwo) sebagai salah satu komponen
teknologi dari Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah yang
dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas hasil padi.
Pengaturan populasi tanaman dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan petani dengan pertimbangan tingkat kesuburan tanah dan ketinggian
tempat, sebagai berikut :
Sistem Jajar Legowo 2:1 dengan jarak tanam 25 x 12,5 x 50 cm, maka
jumlah populasi tanaman adalah 21 rumpun per m2 atau sekitar
210.000 rumpun per ha.
Sistem Jajar Legowo 2:1 dengan jarak tanam 30 x 15 x 40 cm, maka
jumlah populasi tanaman adalah 30 rumpun per m2 atau 300.000
rumpun per ha.
Sistem Jajar Legowo 2:1 dengan jarak tanam 20 x 10 x 40 cm, maka
jumlah populasi tanaman adalah 33 rumpun per m2 atau 330.000
rumpun per ha.
Dan seterusnya.
Berikut di bawah ini memberikan ilustrasi perbedaan sistem tanam jarwo
dengan sistem tanam konvensional.
Adapun keuntungan menggunakan sistem jajar legowo adalah Pertama,
adanya ruang terbuka yang lebih lebar di antara dua kelompok barisan tanaman
akan memperbanyak cahaya matahari yang masuk ke setiap rumpun tanaman
padi. Kondisi ini akan meningkatkan aktivitas fotosintesis dan berdampak
meningkatkan produktivitas tanaman. Kedua, sistem jajar legowo memudahkan
petani dalam pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan pengendalian hama
dan penyakit, serta lebih mudah dalam mengendalikan hama tikus. Ketiga,
peningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set legowo,
berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman akibat peningkatan
produksi. Keempat, petani dapat mengembangkan sistem produksi padi-ikan
(mina padi) atau kombinasi padi, ikan, dan bebek. Kelima, mampu meningkatkan
produktivitas padi hingga 10-15%.
3. BAHAN DAN METODE
Gambar 1. Sistem tanam Jajar legowo 2:1 Gambar 2. Sistem tanam konvensional
Gambar 3. Pola tanam Jajar legowo Gambar 4. Pola tanam konvensional
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman mulai dilaksanakan pada tanggal
20 September 2014 hingga 1 Desember 2014. Tempat praktikum teknologi
produksi tanaman dilakukan di Kebun Praktikum Universitas Brawijaya di Desa
Kepuharjo Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang.
3.2 Alat dan bahan
Alat yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
Caplak Jarwo :Untuk membuat alur dan jarak tanam
Meteran :Untuk mengukur tinggi tanaman padi
Alat tulis :Untuk mencatat hasil pengamatan
Timbangan digital :Untuk menimbang pupuk
Plastik :Sebagai tempat meletakan pupuk
Camera :Untuk mendokumentasikan tanaman padi
Bahan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
Pupuk Urea ,KCl : Sebagai bahan penambah unsur hara dalam
tanah
Bibit tanaman padi : Sebagai bahan pengamatan
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembibitan
Pada pembibitan Sebelum benih ditaburkan pada bedengan persemaian,
benih terlebih dahulu diberi perlakuan, yaitu : (1) Benih dijemur di bawah sinar
matahari sekitar 2-3 jam agar benih klebih mudah meneyrap air yang pada
akhirnya benih tersebut mudah tumbuh; (2) Benih direndam dalam air bersih
sehari semalam; dan (3) Benih yang sudah direndam, dianginkan dan
dihamparkan pada karung goni.
Karung goni yang digunakan untuk menghamparkan benih tersebut
dibasahi dengan air sampai benar-benar basah. Karung goni yang sudah dibuka
dan ditaburi benih ini dilipat ujungnya sehingga benih terbungkus. Simpan
bungkusan karung goni di tempat yang teduh untuk diperam.
Pemeraman dilakukan antara 36-48 jam. Untuk menjaga agar karung goni
tetap lembab, sewaktu-waktu dapat diperciki arir air bersih. Setelah benih itu
diperam selama 36-48 jam, benih sudah siap ditabur pada bedeng persemaian.
Benih yang akan disemaikan dipilih benih yang baik. Untuk memilih
benih yang baik, caranya benih direndam dalam larutan 20 g ZA/liter air atau
larutan 20 g garam/liter air.Kemudian benih yang mengambang atau mengapung
dibuang,sedang benih yang tenggelam ini dipisahkan yang nantinya akan
disemaikan untuk bibit. Sebelum disebarkan di pembibitan benih atau
dihamparkan pada karung goni, benih dibilas dengan air bersih agar benih tidak
mengandung alrutan pupuk atau garam .
Kemudian benih ditaburkan pada bedengan. Jarak penaburan dari tepi
bedengan lebih kurang 10 cm dengan kerapatan penaburan 25 g benih per 10 m 2.
Untuk Perawatannya, air yang ada pada bedengan diatur yang disesuaikan dengan
pertumbuhan benih. Setelah 5 (lima) hari penaburan benih, bedengan diairi
dengan ketinggian 5 cm yang dilakukan secara terus-menerus. Penggenangan air
ini dilakukan selain untuk mencukupi kecukupan air bagi benih juga berfungsi
untuk menahan benturan langsung dengan air hujan (jika terjadi hujan) dan untuk
menghindari pesemaian dari gangguan serangan hama, terutama serangan burung
atau yang lainnya.
Selanjutnya, penggunaan air disesuaikan dengan ketinggian bibit. Bibit
padi ini sudah dapat dipindahkan ke areal penanaman apabila umurnya lebih
kurang 21 hari sejak benih ditabur.
3.3.2 Persiapan Lahan
Pada persiapan lahan dilakukan terlebih dahulu Pembersihan Pematang
sawah dari rerumputan, diperbaiki, dan dibuat agak tinggi. Pembersihan sisa–sisa
tanaman dikerjakan dengan tangan dan cangkul, kemudian dilakukan
Penggenangan tanah sawah sampai tanah jenuh air. selanjutnya dilakukan
pembajakan sebagai awal pemecahan bongkah dan membalik tanah lalu tanah
digaru untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah sampai air tidak lagi
banyak merembes ke dalam tanah dan Permukaan tanah rata serta bersih dari sisa
gulma dan tanaman.
3.3.3 Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman dilakukan persiapan alat dan bahan,
kemudian dilakukan pembuatan alur dan jarak tanam dengan system tanam Jajar
Legowo 2:1 menggunakan alat Caplak Jarwo dengan jarak tanam 20x20 cm dan
jarak antar alur berukuran 40 cm. kemudian mencabut bibit padi di lahan
pembibitan yang telah siap untuk di tanam. Selanjutnya penanaman dilakukan
dengan cara manual dengan menggunakan tangan,yaitu dengan cara jari
membentuk sudut L untuk menanam atau menancapkan bibit padi ke dalam
lubang tanam,dan setiap lubang tanam ditanam 3 bibit tanaman padi.
3.3.4 Perawatan Tanaman
3.3.4.1 Pemupukan
Sebelum dilakukan pemupukan dilakukan persiapan alat dan
bahan, kemudian pemupukan diberikan sebanyak kali pada tanaman padi
selama fase vegetatif yaitu dengan menggunakan pupuk Urea dan KCL
dengan jumlah pupuk per lubang tanam/per rumpun tanaman sebanyak 0,5
gr. pemupukan dilakukan dengan cara disebar.
3.3.4.2 Pengairan
Pengairan pada komuditas padi dilakukan dengan menggunakan
system irigasi permukaan.
3.3.4.3 Pembumbunan
Pada komoditas padi, tidak dilakukan pembumbunan.
3.3.4.4 Penyiangan gulma
Penyiangan gulma dilakukan 2 minggu setelah bibit padi di tanam,
dengan mencabut rumput yang tumbuh di sekitar rumpun.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan dilakukan dengan menggunanakan 3 aspek yaitu
aspek Budidya tanaman, aspek HPT, dan aspek Tanah. Pengamatan dilakukan
dengan 10 sampel rumpun tanaman padi secara acak. Untuk aspek BP, dilakukan
pengukuran tinggi tanaman,jumlah anakan setiap rumpun, jumlah daun tiap
rumpun dan umur awal terbentuknya malai. untuk pengukuran tinggi tanaman
diukur dengan menggunakan meteran, yaitu dengan memilih tanaman yang paling
tinggi setiap rumpun setiap sampelnya. Kemudian untuk menghitung jumlah
anakan dilakukan dengan cara menghitung jumlah seluruh tanaman per rumpun,
kemudian dikurangi 3 untuk mengetahui jumlah anakan.karena saat pemanaman
setiap lubang tanam ditanam 3 bibit tanaman padi.Untuk perhitungan jumlah daun
setiap rumpun dengan menghitung jumlah daun yang telah terbuka sempurna, dan
tidak menghitung daun padi yang masih kuncup.
Kemudian untuk aspek HPT, dilakukan pengamatan intensitas serangan
hama dan penyakit dengan mengambil sampel tanaman dengan jumlah yaitu 10
% dari populasi dan memilih secara acak. Kemudian mengamati intensitas
serangan hama dan penyakit dengan menggunakan skala serangan 1-4 .kemudian
dilakukan perhitungan intensitas serangan tanaman padi dalam populasi tersebut.
Untuk aspek tanah dilakukan dengan mengamati sifat Fisik, sifat
Kimia,dan Biologi tanah.dengan mengambil sampel tanah dalam satu petak lahan
di ambil sampel tanah di setiap bagian sudut petak lahan dan di tengah petak
lahan.
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS PADI (Oryza sativa)
BAB 1-BAB 3
Disetujui Oleh:
Asisten Kelas, Asisten Lapang,
Isa Apriadi Fajar Setyawan
NIM.105040200111053 NIM.10504020111174
DAFTAR PUSTAKA
Aak Anwari, M. 1992. Pemuliaan tanaman padi. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Malang. dalam Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I.
Perhimpunan Pemulia Tanaman Indonesia. Komisaris Daerah Jawa
Timur. Hal. 1-16.
Darwis, S.N. 1979. Agronomi tanaman padi I. Teori pertumbuhan dan
meningkatkan hasil padi. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Perwakilan
Padang. 68 hal.
Departemen Pertanian 1983. Laporan Tahunan 1983. Padang. [DPTPH] 412 hal.
Gardner, F.P, R.B.Pearce, dan R.L.Mitchell. 1991. Fisiologi tanaman budidaya.
Penerbit Universitas Indonesia. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. 428
hal.
IRRI. 1979. Chemical aspects of rice grain quality. Proceedings of the workshop.
IRRI. Los Banos. Laguna Manila. Philippines. 390 p.
Kasim, M. 2004. Manajemen Penggunaan Air : Meminimalkan Penggunaan Air
untuk meningkatkan Produksi Padi Sawah Melalui Sistem Intensifikasi
Padi (The system of Rice Intensification-SRI). Padang. 42 hal..
Manurung, S.O. dan Ismunadji. 1988. Morfologi dan fisiologi padi. Dalam Padi
Buku I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal 55 – 102.
Marlina, N. dkk.2012. Respons Tanaman Padi (Oryza sativa L.) terhadap Takaran
PupukOrganik Plus dan Jenis Pestisida Organik dengan System of Rice
Intensification(SRI) di Lahan Pasang Surut. Lahan Suboptimal, 1(2): 138-
148.
Purnomo. H. P. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Prasetyo. Y. T. 2002. Budi Daya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah.
Yogyakarta:Kanisisus.
Sadjad, S, F.C. Suwarno, dan S. Hadi. 2001. Tiga dekade berindustri benih di
Indonesia. Penerbit PT. Grasindo. Jakarta. 220 hal.
http://pertanianuntungs.blogspot.com/2012/02/perbedaan-antara-budidaya-padi-
sistem.html
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Ciherang, Varietas Yang
Mendominasi Pertanaman Padi Saat Ini.(http://pustaka-deptan.go.id, diakses
tanggal 6 Desember 2012).
Azmir dan Ridwan. 2009. Peningkatan produktivitas padi sawah dengan
perbaikan teknologi budidaya. Akta agrosia vol. 12 No. 2 hlm 212-218.
Purba, Rosmadelina. 2009. Produksi tanaman padi (Oryza sativa L.) dengan
metode penanaman dan perlakuan berbagai varietas. Habonaron Do Bona edisi 2
juli 2009.
Azwir. 2008. Sistem tanam legowo dan pemberian P-stater pada padi sawah
dataran tinggi. Jurnal akta agrosia vo’. 11 No. 2 hlm 102-107.