Post on 29-Dec-2014
description
TALASEMIA
I. Latar Belakang
Talasemia adalah penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi gen yang disebabkan oleh
mutasi gen alpha atau beta, yang dihasilkan oleh keabnormalan sintesis hemoglobin.
Patofisiologi penyakit ini dapat dikelompokkan kedalam penurunan produksi hemoglobin
(talasemia) dan produksi struktur abnormal tipe hemoglobin (hemoglobinopathy). Mekanisme
tersebut menunjukan tidak hanya morfologi eritrosit yang abnormal tetapi juga paruh waktu
eritrosit dikarenakan peningkatan fragility dan destruksi sel darah merah hemolysis dengan
eritropoiesis (keabnormalan produksi sumsum tulang). Gen talasemia merupakan autosomal
inheritance, terdapat pengaruh dari kedua orang tua yang berefek terhadap anaknya yang dapat
memberikan efek secara asimtomatik.
Talasemia dikelompokkan berdasarkan diagnosis genotipe yang dimasukan kedalam 2 grup :
thallasemia alpha, talasemia beta, diagnosis fenotipe berbagai macam manifestasi anemia
hemolitik dari sangat parah hingga sangat ringan. Sehingga penyakit ini dikelompokan
berdasarkan derajat klinis talasemia mayor, intermedia, dan minor.
Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan 250 juta
penduduk dunia (4,5%) membawa genetik Talasemia. Dari 250 juta, 80-90 juta di antaranya
membawa genetik Talasemia Beta.1
Sementara itu di Indonesia jumlah penderita Talasemia hingga tahun 2009 naik menjadi 8, 3
persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90% para penderita penyakit
genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan masyarakat miskin.
1
Kejadian talasemia sampai saat ini tidak bisa terkontrol terkait faktor genetik sebagai batu
sandungan dan belum maksimalnya tindakan skrining untuk talasemia khususnya di Indonesia.
Talasemia pertama kali ditemukan pada tahun 1925 ketika Dr. Thomas B. Cooley
mendeskripsikan anak-anak dengan anemia berat, splenomegali, dan biasanya ditemukan
abnormal pada tulang yang disebut kelainan eritroblastik atau anemia Mediterania karena
sirkulasi sel darah merah dan nukleasi. Pada tahun 1932 Whipple dan Bradford menciptakan
istilah talasemia dari bahasa yunani yaitu thalassa, yang artinya laut (laut tengah) untuk
mendeskripsikan ini. Beberapa waktu kemudian, anemia mikrositik ringan dideskripsikan pada
keluarga pasien anemia Cooley, dan segera menyadari bahwa kelainan ini disebabkan oleh gen
abnormal heterozigot. Ketika homozigot, dihasilkan anemia Cooley yang berat.
Talasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada penderita talasemia, hemoglobin
mengalami penghancuran (hemolisis). Penghancuran terjadi karena adanya gangguan sintesis
rantai hemoglobin atau rantai globin. Hemoglobin orang dewasa terdiri dari HbA yang
merupakan 98% dari seluruh hemoglobinya. HbA2 tidak lebih dari 2% dan HbF 3%. Pada bayi
baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobin (95%). Pada penderita talasemia
kelainan genetik terdapat pada pembentukan rantai globin yang salah sehingga eritrosit lebih
cepat lisis. Akibatnya penderita harus menjalani tranfusi darah seumur hidup. Selain transfusi
darah rutin, juga dibutuhkan agent pengikat besi (Iron Chelating Agent) yang harganya cukup
mahal untuk membuang kelebihan besi dalam tubuh. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka besi
akan menumpuk pada berbagai jaringan dan organ vital seperti jantung, otak, hati dan ginjal
yang merupakan komplikasi kematian dini.
2
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Talasemia adalah penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi gen yang disebabkan oleh
mutasi gen alpha atau beta, yang dihasilkan oleh keabnormalan sintesis hemoglobin. Merupakan
kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurangnya sintesis salah satu rantai
globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak
terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida α dan
β, dan yang paling penting talasemia dapat ditetapkan sebagai α - atau β -talasemia. Talasemia
ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah
normal (120 hari). Akibatnya penderita talasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi
berulang. Talasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang
dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan
protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai
energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun
terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Talasemia adalah
sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan
salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.
3
2.2 Epidemiologi
Kelainan Hemoglobin pada awalnya endemik sebesar 60% dari 229 negara, berpotensi
mempengaruhi 75% kelahiran. Namun sekarang cukup umum dengan angka 71% pada Negara di
antara 89% kelahiran. Setidaknya 5,2% dari populasi dunia (dan lebih dari 7% wanita hamil)
membawa varian yang signifikan. S Hemoglobin membawa 40% gen pembawa namun lebih dari
80% kelainan dikarenakan prevalensi pembawa lokal sangat tinggi. Sekitar 85% dari gangguan
sel sabit (sickle-cell disorders), dan lebih dari 70% seluruh kelahiran terjadi di afrika. Selain itu,
setidaknya 20% dari populasi dunia membawa Talasemia α +.
Diantara 1.1% pasangan suami istri mempunya resiko memiliki anak dengan kelainan
hemoglobin dan 2.7 per 1000 konsepsi terganggu. Pencegahan hanya memberikan pengaruh
yang kecil, pengaruh prevalensi kelahiran dikalkulasikan antara 2.55 per 1000. Di indonesia
talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab
intrakorpuskuler.
2.3 Klasifikasi
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Talasemia-α (gangguan pembentuakan rantai α)
2. Talasemia-β (gangguan pembentukan rantai β)
3. Talasemia- β-δ (gangguan pembentukan rantai β dan δ yang letak gen nya diduga berdekatan)
4. Talasemia –δ (gangguan pembentukan rantai δ)
4
Secara Klinis talasemia dibedakan atas :
2.4 Penyebab
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita
penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala
dari penyakit ini. Talasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis
yang utama adalah :
1. Alfa – Talasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Talasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1
gen).
2. Beta – Talasemia (melibatkan rantai beta)
Beta – Talasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis talasemia yaitu :
1. Talasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan. Talasemia mayor merupakan penyakit yang
ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan
5
darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi
cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita talasemia mayor akan tampak normal saat
lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa
muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Facies cooley
adalah ciri khas talasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol
akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita talasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,
penderita talasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita talasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.
Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, sering pula si penderita harus menjalani
transfusi darah.
2. Talasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit talasemia, namun individu hidup
normal, tanda-tanda penyakit talasemia tidak muncul. Pada talasemia minor tak bermasalah,
namun bila ia menikah dengan talasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25%
anak mereka menerita talasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
talasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan
sering mengalami pendarahan. Talasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di
sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
6
2.5 Gejala
Semua talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-talasemia
mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan
pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan
mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai
masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi
meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. Oleh
karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami talasemia atau tidak, dilakukan dengan
pemeriksaan darah. Gejala talasemia dapat dilihat pada anak usia 3 bulan hingga 18 bulan. Bila
7
tidak dirawat dengan baik, anak-anak penderita talasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja.
Satu-satunya perawatan dengan tranfusi darah seumur hidup. Jika tidak diberikan tranfusi darah,
penderita akan lemas, lalu meninggal.
2.6 Patofisiologi
Mutasi pada β-Talasemia meliputi delesi gen globin, mutasi daerah promotor, penghentian
mutasi dan mutasi lainnya. Terdapat relatif sedikit mutasi pada α-Talasemia. Penyebab utama
adalah terdapatnya ketidakseimbangan rantai globin. Pada sumsum tulang mutasi talasemia
mengganggu pematangan sel darah merah, sehingga tidak efektifnya eritropoiesis akibat
hiperaktif sumsum tulang, terdapat pula sedikit Retikulosit dan anemia berat. Pada β-talasemia
terdapat kelebihan rantai globin α-yang relatif terhadap β- dan γ-globin; tetramers-globin α (α4)
terbentuk, dan ini berinteraksi dengan membran eritrosit sehingga memperpendek hidup eritrosit,
yang mengarah ke anemia dan meningkatkan produksi erythroid. Rantai globin γ-diproduksi
dalam jumlah yang normal, sehingga menyebabkan peningkatan Hb F (γ2 α2). Rantai δ-globin
juga diproduksi dalam jumlah normal, Hb A2 meningkat (α2 δ2) di β-Talasemia. Pada α-
talasemia terdapat lebih sedikit-globin rantai α dan β-berlebihan dan rantai γ-globin. Kelebihan
rantai ini membentuk hb Bart (γ4) dalam kehidupan janin dan Hb H (β4) setelah lahir. Tetramers
abnormal ini tidak mematikan tetapi mengakibatkan hemolisis extravascular.
Talasemia –α
Seperti telah disebutkan diatas terdapat 2 gen α pada tiap haploid kromosom, sehingga dapat
di duga terjadi 4 macam kelainan pada talasemia- α. Kelainan dapat terjadi pada 1 atau 2 gen
pada satu kromosom atau beberapa gen pada seorang individu sehat. Penelitian akhir akhir ini
menunjukkan bahwa pada kelainan α- talasemia-1 tidak terbentuk rantai- α sama sekali,
8
sedangkan α – talasemia- 2 masih ada sedikit pembentukan rantai- α tersebut. Atas dasar
tersebut, α-talasemia-1 dan α-talasemia-2 sekarang disebut α0- dan α-+- talasemia.
Disamping kelainan pada pembentukan rantai α ini terdapat pula kelainan struktural pada
rantai α. Yang paling banyak di temukan ialah Hb konstan spring. Pada Hb konstan spring
terdapat rantai α dengan 172 asam amino, berarti 31 asam amino lebih panjang daripada rantai α
biasa. Kombinasi heterozigot antara α0- talasemia dengan α-+- talasemia atau α0- talasemia
dengan Hb konstan spring akan menimbulkan penyakit HbH. Pada talasemia α akan terjadi
gejala klinis bila terdapat kombinasi gen α0- talasemia dengan gen- - lainnya.
9
Homozigot α_+_ talasemia hanya menimbulkan anemia yang sangan ringan dengan
hipokromia eritrosit. Bentuk homozigot Hb konstan spring juga tidak menimbulkan gejala yang
nyata, hanya anemia ringan dengan kadang kadang disertai splenomegali ringan.
Pada fetus kekurangan rantai –α menyebabkan rantai-δ yang berlebihan sehingga akan
terbentuk tetramer δ 4 (Hb Bart’s) sedangkan pada anak besar atau dewasa, kekurangan rantai- α
ini menyebabkan rantai– β yang berlebihan hingga akan terbentuk tetramer β 4 (HbH). Jadi
adanya Hb bart’s dan HbH pada elektroforesis merupakan petunjuk terhadap adanya talasemia α.
Yang sulit ialah mengenal bentuk heterozigot α- talasemia. Bentuk heterozigot α0- talasemia
memberikan gambaran darah tepi serupa dengan bentuk heterozigot talasemia seperti
mikrositosis dan peninggian resistensi osmotik.
Pada Hidrops fetalis, biasanya bayi telah mati pada usia kehamilan 28-40 minggu atau lahir
hidup untuk beberapa jam kemudian meninggal. Bayi akan tampak anemia dengan kadar Hb 6-8
g%, sediaan apusan darah tepi memperlihatkan hipokromia dengan tanda-tanda anisositosis,
poikilositosis, banyak normoblas dan retikulositosis. Pada pemeriksaan eritroporesis darah, akan
ditemukan Hb bart’s sebanyak kira kira 80%. Tidak ditemukan HbF Maupun HbA.
Pada penyakit HbH, biasanya ditemukan anemia dengan pembesaran limpa. Anemia biasa
nya tidak membutuhkan tranfusi darah. Mudah terjadi serangan hemolisis akut pada serangan
infeksi berat. Kadar Hb biasanya 7-10 g%. Sediaan darah tepi biasanya menunjukkan tanda
tanda hipokromia. Terdapat pula retikulositosis (5-10%) dan ditemukan badan inklusi, pada
sediaan apus darah tepi yang di inkubasi dengan biru brilian kresil. Pada elektroforesis
ditemukan adanya HbA, H, A2 dan sedikit Hb Bart’s. HbH jumlanya sekitar 5-40%, kadang
kadang kurang atau lebih dari variasi itu. Pada pemeriksaan sintesis rantai globulin ( in vitro)
dari retikulosis terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan rantai- α / β yaitu antara 0,5
10
sampai 0,25. Dalam keadaan normal rasio α / β ialah 1.
Talasemia- β (Talasemia major, cooley anemia)
Bentuk ini lebih heterogen dibandingkan talasemia α, tetapi untuk kepentingan klinis
umumnya dibedakan antara talasemia β0 dan talasemia β+. Pada β0 talasemia tidak dibentuk
rantai globin sama skali, sedangkan β+ talasemia terdapat pengurangan (10-50%) daripada
produksi rantai globin β tersebut. Pembagian selanjutnya adalah kadar HbA2 yang normal baik
pada β0 maupun β+- talasemia dalam bentuk heterozigotnya. Bentuk homozigot dari β0 atau
campuran antara β0 dengan β+ -talasemia yang berat akan menimbulkan gejala klinis yang berat
yang memerlukan tranfusi darah sejak permulaan kehidupannya. Tapi kadang kadang bentuk
campuran ini memberi gejala klinis ringan dan disebut talasemia intermedia.
Bentuk β-Talasemia sindrom lainnya
Sindrom talasemia β- digolongkan menjadi enam kelompok: β-talasemia, δβ- talasemia, γ-
talasemia, δ- talasemia, εγδβ- talasemia, dan sindrom HPFH. Sebagian besar talasemia relatif
langka, hanya beberapa yang ditemukan dalam kelompok keluarga. β- talasemia juga dapat
diklasifikasikan secara klinis sebagai sifat talasemia, minimum, ringan, menengah, dan besar dari
tingkat anemia. Klasifikasi genetik tidak selalu menentukan fenotipe, dan derajat anemia tidak
selalu memprediksi klasifikasi genetik.
Talasemia intermedia dapat berupa kombinasi dari mutasi β- talasemia (β0 / β, β0 / βvariant,
E/β0), yang akan menyebabkan fenotipe anemia mikrositik dengan Hb sekitar 7 g / dL. Terdapat
kontroversi mengenai apakah dilakukan tranfusi pada anak-anak ini. Mereka pasti akan
mengembangkan derajat hiperplasia meduler, hemosiderosis gizi mungkin membutuhkan
11
chelation, splenomegali, dan komplikasi lain talasemia dengan kelebihan zat besi. Hematopoiesis
Extramedullary dapat terjadi dalam kanalis vertebralis, penekanan saraf oleh tulang belakang dan
menyebabkan gejala neurologis, kedua adalah darurat medis yang membutuhkan terapi radiasi
langsung lokal untuk menghentikan eritropoiesis. Transfusi akan meringankan manifestasi
talasemia dan mempercepat kebutuhan chelation. Splenektomi menempatkan anak berisiko
terinfeksi dan hipertensi paru.
12
Talasemia diklasifikasikan sebagai minimum dan ringan biasanya heterozigot (β0 / β, β / β)
yang memiliki fenotipe yang lebih parah dari sifat tetapi tidak separah intermedia. Anak-anak ini
harus diselidiki untuk genotipe dan dimonitor untuk akumulasi besi. β- talasemia. Dipengaruhi
oleh keberadaan-Talasemia α: α-talasemia menyebabkan anemia dengan sifat kurang parah dan
digandakan gen α (ααα / αα (menyebabkan talasemia yang lebih berat. Orang yang berada dalam
kelompok-kelompok ini memerlukan transfusi pada masa remaja atau dewasa, Beberapa
mungkin menjadi kandidat untuk kemoterapi seperti hydroxyurea.
Sifat talasemia sering misdiagnosis sebagai kekurangan zat besi pada anak-anak. Sebuah
kursus singkat dari besi dan re-evaluasi, semua yang diperlukan untuk memisahkan anak-anak
yang perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Anak anak yang memiliki sifat β- Talasemia akan
memiliki lebar sel darah merah terdistribusi dan pada elektroforesis Hb memiliki HbF tinggi dan
diagnosa di tinggikan HbA2. Terdapat istilah "silent" bentuk sifat talasemia dan jika sejarah
keluarga adalah sugestif, studi lebih lanjut dapat diindikasikan.
13
14
2.7 Diagnosa
Talasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Hitung jenis
darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume).
Elektroforesis bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfatalasemia. Karena itu
diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus.
Pasien biasanya menunjukan gejala anemia, penyakit kuning, dan pembesaran hati dan limpa,
Eritrosit (sel darah merah) dari pasien talasemia sebagian besar mengungkapkan mikroskopis
sebagai hipokromia, microcytes, anisocytosis, poikilocytes, dan polychromasia. Dalam hal yang
abnormal indeks sel darah merah, eritrosit talasemia menunjukkan karakteristik serendah MCV,
rendah MCH, MCHC rendah, tetapi RDW tinggi. Selain itu, untuk diagnosis penyakit
hemoglobin H, inklusi uji tubuh bisa menemukan hasil yang positif.
Dalam rangka untuk membuat diagnosis yang jelas, tes darah laboratorium penting untuk
analisis hemoglobin untuk dilakukan, termasuk elektroforesis hemoglobin atau saat ini
diperbarui high performance liquid chromatography (HPLC). Dianjurkan untuk anak anemia,
tes darah dilakukan sebelum menerima transfusi pertama mereka, atau setidaknya 3 bulan setelah
terakhir kali transfusi darah. Dalam beberapa kasus genotipe perlu diidentifikasi, tes darah untuk
penilaian molekuler di gen globin tertentu dapat dilakukan sewaktu-waktu.
2.8 Pengobatan
Pada talasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam
folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan
bisa menyebabkan keracunan.
15
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksanaan :
Guidelines manajemen untuk setiap kelompok talasemia.
1. Severe beta-thalassemia disease ; dengan nilai hemoglobin 7 gram per desiliter atau
hematokrit kurang lebih 20%, dapat menerima pengobatan :
- Allogeneic hematopoietic stem cell transplantation
- Hipertransfusi dengan iron chelation therapy
- Low transfusion
2. Moderately severe thalassemias disease ; dengan nilai hemoglobin 7-9 gram per desiluter
atau hematokrit 2-17%
- High transfusion
- Low transfusion
3. Mild thalassemia disease ; hb lebih dari 9 gram per desiliter atau Ht lebih dari 27%, menerima
transfuse jika terjadi krisis hemolisis akut. Pengobatan dasar terdiri dari asupan asam folat
harian.
4. Asymptomatic or thalassemia trait or carrier ; tidak membutuhkan pemantauan regular
ataupun pengobatan. Hanya dibutuhkan konseling genetik.
Iron chelation therapy
Setiap packed red cell mengandung sejumlah iron. Ketika transfusi darah diberikan secara rutin
kepada pasien, iron akan terdeposit di jaringan tubuh. Setiap orang memiliki keterbatasan untuk
16
mengekskresikan peningkatan iron. Pada orang yang ditrasnfusi, toxic iron berkembang dan
dapat merusak organ vital seperti hati, jantung, pancreas, dan kelenjar endokrin.
Chleation therapy diberikan mulai 12-15 jam
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu
8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah
II. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita talasemia dengan lebih
dari seribu penderita talasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya
akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah
15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara
kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
17
III. Suportif
Tranfusi Darah
Terapi transfusi untuk meregulasi jumlah hemoglobin 9-10 gram per desiliter untuk memperbaiki
pertumbuhan dan perkembangan dan juga mengurangi hepatosplenomegaly dikarenakan
extramedullary hematopoiesis yang menyebabkan deformitas tulang.
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan keadaan ini akan memberikan
supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk
PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
Pemantauan :
I. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai
akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar
bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan Jantung, Hepar, dan Endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal
jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur
patologis.
18
2.9 Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar
mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang talasemia disertai tanda hiperspleenisme
seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal
jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih
dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
19
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin.
2.10 Pencegahan
Konseling genetik
Pada keluarga dengan riwayat talasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk
menentukan resiko memiliki anak yang menderita talasemia. Pengidap talasemia yang mendapat
pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat.
Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan bantuan obat,
melalui urine.
Penyakit talasemia dapat dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri
merupakan pembawa sifat (carrier) talasemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan sebesar
25 persen untuk menderita talasemia. Karena itu, ketika sang istri mengandung, disarankan untuk
melakukan tes darah di laboratorium untuk memastikan apakah janinnya mengidap talasemia
atau tidak.
Talasemia dapat diturunkan dari orang tua yang tidak bergejala. Diagnosis yang tepat
merupakan kunci untuk konseling pada orang tua atau pasangan. Untuk ibu hamil dapat
dilakukan prenatal diagnosis (PND). Indikasi untuk pasangan yang membutuhkan PND adalah ;
1. keduanya pembawa gen alpha-talasemia
2. keduanya pembawa gen beta-talasemia
3. salah satunya merupakan gen pembawa
Prosedur PND dilakukan menggunakan sinar ultrasonogram pada trimester pertama dengan
chorionic vili sampling. Pada trimester kedua bisa dilakukan melalui amniosentesis
20