Post on 27-Nov-2015
11
BAB II
LATIHAN GERAKAN SENAM OTAK ( BRAIN GYM) TREHADAP
KEMAMPUAN MENULIS PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN
A. Senam Otak (Brain Gym)
Manusia belajar dengan bergerak. Proses dan hasil belajar akan baik jika
stimulus yang diberikan juga baik dan tepat. Salah satu stimulus yang dapat
diberikan adalah pemberian dorongan atau rangsangan aktifitas diri dan gerakan
untuk menyelaraskan fungsi belahan otak kiri dan otak kanan, otak bagian depan
dan belakang, otak atas dan bawah, serta fungsi tubuh kiri dan kanan.
Beberapa hal tentang pentingnya gerak dalam the Pathway to Wellness-nya
Glenn Doman (2004:13) disebutkan sebagai berikut:
Gerakan adalah dasar kehidupan; anak cedera otak (ATG salah satunya) perlu bergerak sebanyak mungkin; gerakan dapat membantu pernafasan dan menambah jumlah oksigen yang masuk menuju otak dapat meningkatkan fungsi otak; gerakan mengurangi penyakit pernafasan; gerakan meningkatkan kecerdasan, kesehatan; gerakan mengembangkan kemampuan penglihatan; gerakan memperbaiki struktur tubuh, pencernaan, dan pembuangan.
Sejak tahun 1970 mulai ditemukan gerakan senam yang dapat mengoptimalkan
perkembangan dan potensi otak, yaitu BG. Dasar pemikiran BG adalah bahwa
belajar merupakan kegiatan alami dan menyenangkan yang dilakukan sepanjang
hidup. Kesulitan belajar biasanya berasal dari ketidakmampuan mengatasi stres
dan keraguan dalam menghadapi tugas baru. BG adalah serangkaian latihan gerak
sederhana untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan
12
sehari-hari. BG terangkai atas gerakan-gerakan tubuh yang dinamis dan
menyilang (Arn, 2008), yang fokus penggeraknya pada tangan dan kaki.
Metode ini dikembangkan oleh Paul E. Dennison bersama isterinya Gail E.
Dennison dan Dr. Phill yang merupakan pelopor pendidik di Amerika. Mereka
belajar Touch for Health dan menggunakannya untuk menangani anak-anak yang
berkesulitan belajar. Pelopor BG di Indonesia adalah Elisabeth Demuth (berasal
dari Switzerland, sudah lama bekerja di SLB Tomohon Sulawesi Utara).
1. Tujuan dan manfaat Brain Gym
Kartini Sapardjiman (2007) mengemukakan bahwa BG memiliki beberapa
tujuan, diantaranya adalah:
a. Mengurangi stres emosional (merasa lebih sehat), pikiran lebih jernih,
lebih bersemangat, lebih konsentrasi, lebih rileks, lebih kreatif dan
efisien, sehingga prestasi belajar dan bekerja meningkat.
b. Kemampuan berbahasa dan daya ingat meningkat
Sedangkan keuntungan Brain Gym (Kartini Sapardjiman, 2007) adalah:
1) Memungkinkan belajar dan bekerja tanpa stres. 2) Dapat dipakai dalam waktu singkat. 3) Tidak memerlukan bahan atau tempat khusus. 4) Dapat dipakai dalam semua situasi termasuk saat belajar atau bekerja. 5) Meningkatkan kepercayaan diri. 6) Menunjukkan hasil dengan segera. 7) Dapat dijelaskan secara neurofisiologi oleh Dr. Carla Hannaford. 8) Sangat efektif untuk penanganan hambatan dan stres belajar. 9) Memandirikan seseorang dalam hal belajar, dan mengaktifkan seluruh
potensi dan keterampilan yang dimiliki seseorang. 10) Diakui sebagai salah satu cara belajar terbaik oleh National
Learning Foundation USA, dan sudah tersebar luas di lebih dari 80 negara.
13
2. Dimensi Otak sesuai Edu-K
Serangkaian gerak sederhana dan menyenangkan berdasarkan pada Touch
for Health Kinesiology (sentuh agar sehat/ ilmu tentang gerakan tubuh) ini
dilakukan untuk meringankan dan sebagai rileksasi pada otak, menstimulasi/
merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateral), belakang otak dan bagian
depan otak (dimensi pemfokusan), merangsang sistem yang terkait dengan
perasaan/ emosi, yakni otak tengah (limbik), serta otak besar (dimensi
pemusatan).
Dengan BG, maka tiga dimensi otak akan diaktifkan secara keseluruhan.
Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan tentang tiga dimensi fungsi otak
menurut brain gym (Paul E. Dennison, 2003a:5-62):
a. Lateralisasi-Komunikasi (otak kanan-kiri)/ Gerakan dari sisi ke sisi
atau Menyebrang Garis Tengah (the Mid-line Movemets).
Sepeti kita ketahui, bahwa gerakan tubuh bagian kanan berhubungan
dengan aktifitas otak kiri, dan gerakan tubuh bagian kiri berhubungan
dengan aktifitas otak kanan. Kedua bagian otak yang bekerja sama akan
menghasilkan kemampuan belajar yang lebih optimal.
Dimensi ini dinamakan dimensi komunikasi karena gerakannya
mengaktifkan kerjasama otak yang berhubungan dengan pengolahan
informasi, termasuk ekspresi verbal dan non verbal (mendengar, melihat,
menulis, bergerak, dan lain-lain). Dimensi ini meliputi 11 gerakan
sederhana, yaitu:
1) Gerakan Silang (
Gerakan ini merupakan gerakan
yang dapat mengaktifkan hubungan kedua sisi otak. Gerakan ini melatih
daya penglihatan (kebersamaan penglihatan kedua mata/ binokular),
pendengaran, dan
Hal tersebut seper
bahwa gerakan ini memiliki hubungan perilaku dan sikap tubuh untuk
meningkatkan koordinasi kiri/ kanan, memperbaiki pernapasan dan
stamina, koordinasi dan kesadaran tentang ruang g
memperbaiki pendengaran dan penglihatan
Itu berarti, dengan gerakan ini, kemampuan akademik pada aspek
mengeja dan membaca dengan lancar, menulis dengan benar,
mendengarkan dan memahami/ mengerti/ berpikir pada saat yang sama
akan lebih meningkat.
Gerakan Silang (Cross Crawl)
Gambar 2.1 Gerakan silang
Gerakan ini merupakan gerakan active dalam pemanasan/ PACE
dapat mengaktifkan hubungan kedua sisi otak. Gerakan ini melatih
daya penglihatan (kebersamaan penglihatan kedua mata/ binokular),
pendengaran, dan perabaan.
Hal tersebut seperti tercantum pada buku Dennison
bahwa gerakan ini memiliki hubungan perilaku dan sikap tubuh untuk
meningkatkan koordinasi kiri/ kanan, memperbaiki pernapasan dan
stamina, koordinasi dan kesadaran tentang ruang g
memperbaiki pendengaran dan penglihatan.
Itu berarti, dengan gerakan ini, kemampuan akademik pada aspek
mengeja dan membaca dengan lancar, menulis dengan benar,
mendengarkan dan memahami/ mengerti/ berpikir pada saat yang sama
akan lebih meningkat.
14
pemanasan/ PACE
dapat mengaktifkan hubungan kedua sisi otak. Gerakan ini melatih
daya penglihatan (kebersamaan penglihatan kedua mata/ binokular),
ti tercantum pada buku Dennison (2003:8), yaitu
bahwa gerakan ini memiliki hubungan perilaku dan sikap tubuh untuk
meningkatkan koordinasi kiri/ kanan, memperbaiki pernapasan dan
stamina, koordinasi dan kesadaran tentang ruang gerak, serta
Itu berarti, dengan gerakan ini, kemampuan akademik pada aspek
mengeja dan membaca dengan lancar, menulis dengan benar,
mendengarkan dan memahami/ mengerti/ berpikir pada saat yang sama
2) 8 tidur/ Lazy 8s (
Dengan aktifitas menggambar 8 t
maka anak akan mampu membaca dari kiri ke kanan atau sebaliknya,
menyebrangi garis tengah visual/ ki
demikian gerakan ini mengaktifkan dan mengintegrasikan
mata kanan-
sesuai dengan hubungan perilaku dan sikap tubuh yang ter
Dennison (2003:10) adalah “
bahu pada waktu memusatkan perhatian
persepsi; Meningkatkan pemusatan, keseimbangan, dan koordinasi
3) Abjad 8/
Lazy 8s (Lazy eight's)
Gambar 2.2 Delapan Tidur
Dengan aktifitas menggambar 8 tidur atau simbol “tak terhingga
maka anak akan mampu membaca dari kiri ke kanan atau sebaliknya,
menyebrangi garis tengah visual/ kinestetik tanpa terputus. Dengan
demikian gerakan ini mengaktifkan dan mengintegrasikan
-kiri, serta meningkatkan koordinasi mata-
sesuai dengan hubungan perilaku dan sikap tubuh yang ter
Dennison (2003:10) adalah “Melepaskan ketegangan mata, tengkuk, dan
bahu pada waktu memusatkan perhatian meningkatkan kedalaman
Meningkatkan pemusatan, keseimbangan, dan koordinasi
Abjad 8/ Alphabet 8’s
Gambar 2.3 Abjad Delapan
15
idur atau simbol “tak terhingga” ini,
maka anak akan mampu membaca dari kiri ke kanan atau sebaliknya,
nestetik tanpa terputus. Dengan
demikian gerakan ini mengaktifkan dan mengintegrasikan penglihatan
-tangan. Hal ini
sesuai dengan hubungan perilaku dan sikap tubuh yang tercantum dalam
Melepaskan ketegangan mata, tengkuk, dan
ningkatkan kedalaman
Meningkatkan pemusatan, keseimbangan, dan koordinasi.
Abjad 8 mengadaptasi bentuk 8 tidur sebagai tempat meletakkan huruf
kecil. Aktifitas ini mengintegrasikan gerakan yang menyangkut
pembentukan huruf
tengah visual tanpa mengalami kebingungan. Setiap huruf secar
ditempatkan pada salah satu sisi, kiri atau kanan dari garis tengah.
Menurut hasil uji, kebanyakan anak, ketika penulisan huruf kecil
membaik maka tulisan tangan pun umumnya membaik. Gerakan ini
melatih persepsi anak tentang bentuk dan posisi huruf
Adapun hubungan perilaku dan sikap tubuh pada gerakan
(Dennison, 2003:14): “
pergelangan tangan lebih rileks
dan lebih terampil dalam kegiatan yang melib
tangan.”
4) Coretan ganda/
Kegiatan menggambar
tengah untuk menunjang kemampuan mudah mengetahui arah dan
Abjad 8 mengadaptasi bentuk 8 tidur sebagai tempat meletakkan huruf
kecil. Aktifitas ini mengintegrasikan gerakan yang menyangkut
pembentukan huruf-huruf, memampukan anak untuk menyebrangi garis
tengah visual tanpa mengalami kebingungan. Setiap huruf secar
ditempatkan pada salah satu sisi, kiri atau kanan dari garis tengah.
Menurut hasil uji, kebanyakan anak, ketika penulisan huruf kecil
membaik maka tulisan tangan pun umumnya membaik. Gerakan ini
melatih persepsi anak tentang bentuk dan posisi huruf yang tepat.
Adapun hubungan perilaku dan sikap tubuh pada gerakan
(Dennison, 2003:14): “Saat menulis, mata, tengkuk, bahu, dan
pergelangan tangan lebih rileks; meningkatkan konsentrasi saat menulis
terampil dalam kegiatan yang melibatkan koordinasi mata
Coretan ganda/ Double Doodle
Gambar 2.4 Coretan Ganda
Kegiatan menggambar di kedua sisi tubuh ini dilakukan pada bidang
tengah untuk menunjang kemampuan mudah mengetahui arah dan
16
Abjad 8 mengadaptasi bentuk 8 tidur sebagai tempat meletakkan huruf
kecil. Aktifitas ini mengintegrasikan gerakan yang menyangkut
huruf, memampukan anak untuk menyebrangi garis
tengah visual tanpa mengalami kebingungan. Setiap huruf secara jelas
ditempatkan pada salah satu sisi, kiri atau kanan dari garis tengah.
Menurut hasil uji, kebanyakan anak, ketika penulisan huruf kecil
membaik maka tulisan tangan pun umumnya membaik. Gerakan ini
yang tepat.
Adapun hubungan perilaku dan sikap tubuh pada gerakan ini adalah
Saat menulis, mata, tengkuk, bahu, dan
konsentrasi saat menulis;
atkan koordinasi mata-
di kedua sisi tubuh ini dilakukan pada bidang
tengah untuk menunjang kemampuan mudah mengetahui arah dan
17
orientasi yang berhubungan dengan tubuh. Ketika anak telah merasakan
perbedaan antara kiri dan kanan, maka saat menggambar dan menulis,
anak menempatkan dirinya di pusat, sehingga gerakan ke luar atau ke
dalam, ke atas atau ke bawah, selalu dihubungkan dengan pusat tersebut.
Hubungan penting perilaku dan sikap tubuh untuk menulis pada
gerakan ini adalah adanya kesadaran akan kiri dan kanan.
5) Telinga Gajah/ The Ear Elephant
Gambar 2.5 Telinga Gajah
Gerakan ini mengaktifkan bagian dalam telinga untuk keseimbangan
yang lebih baik, mengintegrasikan otak untuk mendengar dengan kedua
telinga, dan merilekskan otot tengkuk yang tegang karena terlalu banyak
membaca (Dennison, 2003:16).
Geraka
6) Pernapasan Perut/
8) Gerakan silang berbaring/
10) Membayangkan huruf X/
Sumber: Dennison (2003) dan
Gambar 2.6 Gerakan BG dimensi otak kanan-kiri lainnya
Pernapasan Perut/ Belly Breathing 7) Olengan pinggul/
Gerakan silang berbaring/ Cross crawl sit ups 9) Putaran leher/
Membayangkan huruf X/ Think of an X 11) Mengisi energi/
Sumber: Dennison (2003) dan Gunadi T. (2009)
18
Olengan pinggul/ The Rocker
Putaran leher/ Neck Rolls
Mengisi energi/ The Energizer
19
b. Pemfokusan-Pemahaman (dimensi otak depan–belakang)/ Gerakan
Meregangkan Otot/ Lengthening Activities
Gerakannya pada dimensi ini adalah gerakan meregangkan otot yang
menyangkut atensi/ perhatian dan pemahaman/ pengertian. Gerakan ini
menunjang kesiapan untuk menerima hal baru dan mengekspresikan apa
yang sudah diketahui. Saat sulit memahami inti pelajaran atau sulit
beratensi, gerakan ini baik dilakukan agar otot lega dan semangat belajar
meningkat.
1) Mengaktifkan tangan (arm activation)
Gambar 2.7 Mengaktifkan Tangan
Mengaktifkan tangan merupakan gerakan isometrik untuk menolong
diri dengan memperpanjang otot-otot dada atas dan bahu. Kontrol otot
untuk gerakan-gerakan motorik kasar dan motorik halus berasal dari area
ini. Saat otot-otot ini memendek karena ketegangan, maka gerakan yang
berhubungan dengan menulis dan penguasaan alat akan terhambat.
Ketika melakukan gerakan ini, berarti anak sedang mengaktifkan otak
untuk (Dennison, 2003:33): mampu berbicara ekspresif dan berbahasa;
merilekskan sekat rongga dada dan meningkatkan pernapasan; koordinasi
mata-tangan dan kemahiran menggunakan peralatan.
Hubungan perilak
(2003:34) adalah: “
tulis menulis
Pernapasan lebih lancar dan sikap lebih santai
mengungkapkan gagasan
pada tangan dan jari).
Gerakan BG Dimensi otak depan
2) Burung hantu/
4) Pompa betis/ The calf pump
Hubungan perilaku dan sikap tubuh yang terjadi dalam Dennison
3:34) adalah: “Durasi perhatian akan meningkat dalam pekerjaan
tulis menulis; Peningkatan fokus dan konsentrasi tanpa fokus berlebihan
Pernapasan lebih lancar dan sikap lebih santai;
mengungkapkan gagasan; dan Melepaskan kekakuan saat menulis
pada tangan dan jari). “
Gambar 2.8 Gerakan BG Dimensi otak depan-belakang lainnya
Burung hantu/ the owl 3) Lambaian kaki/ footlex
The calf pump 5) Luncuran gravitasi/ The Gravitational
6) Pasang kuda-kuda/ The Grounder
Sumber: Dennison (2003)
20
u dan sikap tubuh yang terjadi dalam Dennison
Durasi perhatian akan meningkat dalam pekerjaan
Peningkatan fokus dan konsentrasi tanpa fokus berlebihan;
; Lebih mampu
Melepaskan kekakuan saat menulis (energi
belakang lainnya
footlex
Gravitational Glide
21
c. Pemusatan-Pengaturan (dimensi atas-bawah)/
Gerakan Meningkatkan Energi dan Sikap Penguatan
(Energy Exercise and Deepening Attitudes)
Gerakan pada dimensi ini adalah untuk meningkatkan energi,
menyangkut gerakan mengorganisasi, mengatur, berjalan, dan sikap dalam
tes/ ujian. Hal ini bermanfaat untuk membantu seluruh potensi dan
keterampilan yang dimiliki serta mengontrol emosi, seperti menggerakkan
kepala ke atas ke bawah, mengangkat beban ringan atau benda lainnya,
kemudian digerakkan ke atas ke bawah. Dimensi ini terdiri atas sembilan
aktifitas, yaitu:
1) Air/ Water Gambar 2.9 Minum Air
Air berperan sebagai bagian dari PACE (persiapan), yaitu E-energetic.
Untuk bersikap enerjik diperlukan pendukung berupa air. Perihal yang
berkaitan dengan air:
a) ⅔ (± 70%) tubuh manusia terdiri atas air.
b) Minum adalah salah satu cara terbaik mengatasi stres (Gunadi T.,
2009:26).
c) Air sangat mudah diserap pada suhu ruang (Dennison, 2003a: 45).
22
d) Sebagai komponen utama dalam darah, fungsinya vital untuk
menyalurkan oksigen ke otak.
e) Kita ketahui bahwa air melarutkan garam dan mengoptimalkan
fungsi energi listrik dalam tubuh yang pada akhirnya akan
melancarkan proses transportasi informasi ke otak (pembawa
energi listrik). Semua aksi listrik dan kimia dari otak dan sistem
saraf pusat tergantung pada aliran arus listrik antara otak dan organ
sensorik.
f) Menyeimbangkan cairan-cairan penting dalam metabolisme tubuh.
g) Lebih banyak menerima zat asam yang diperlukan, dan air juga
membantu melepas protein yang diperlukan untuk belajar hal baru.
h) Mengaktifkan limpa yang berfungsi untuk mengangkut zat-zat gizi,
hormon, dan pembuangan.
Porsi latihan BG yang tepat adalah sekitar 10-15 menit, dan alangkah
lebih baik bila dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Latihan ini
diimbangi dengan minum air putih dalam jumlah cukup banyak, yaitu
0,3-0,4 liter/10 kg Berat Badan (BB) sehari (sedang belajar.) Misalnya,
BB 50 kg, berarti harus minum sekitar 1,5-2 liter/ hari. Saat sedang sakit
atau banyak berkeringat, jumlah air putih yang diminumnya harus
bertambah lagi, yakni menjadi 0,6 liter/ 10 kg BB. Jadi, ia harus minum
air sekitar 3 liter.
Dengan kecukupan air, kemampuan akademik akan meningkat dan
resiko stres akan lebih rendah. Hubungan perilaku dan sikap tubuh yang
23
terjadi saat melakukan gerakan ini adalah (Dennison, 2003:46)
“meningkatkan fokus perhatian (mengurangi kelelahan mental);
meningkatkan kemampuan bergerak dan berpartisipasi; koordinasi
mental dan fisik meningkat; melepaskan stres, meningkatkan komunikasi
dan keterampilan sosial”.
2) Sakelar Otak/ Brain Buttons
Gambar 2.10 Sakelar Otak
Termasuk dalam aktifitas PACE, C-Clear (gerakan untuk bersikap
jelas). Rangsangan pada sakelar otak akan meningkatkan peredaran
darah dan oksigen ke otak, dan gosokan pada daerah pusar menyebabkan
impuls yang berhubungan dengan telinga bagian dalam dan berpengaruh
pada kemampuan belajar.
Manfaat gerakan ini diantaranya adalah meningkatkan penerimaan
oksigen, menstimulasi arteri karotis untuk meningkatkan aliran darah ke
otak, dan meningkatkan aliran energi elektromagnetik.
24
3) Kait rileks/ Hook-Ups/ Penyatuan
Gambar 2.11 Kait Rileks
Merupakan bagian dari aktifitas PACE, P-Positive. Kait rileks
menghubungkan lingkungan elektris di tubuh, dalam kaitannya dengan
pemusatan perhatian dan kekacauan energi. Pikiran dan tubuh akan
rileks bila energi mengalir dengan baik di daerah yang semua mengalami
ketegangan. Sentuhan ujung jari berpasangan menyeimbangkan dan
menghubungkan kedua bagian otak. Tekanan lidah ke langit mulut
mengaktifkan sistem limbik untuk memproses emosi selaras dengan
pemikiran, sehingga meningkatkan koordinasi motorik halus dan
pemikiran logis.
Gerakan ini mengaktifkan otak untuk “pemusatan emosi, pasang
kuda-kuda, dan meningkatkan perhatian (mengaktifkan formation
reticularis) sehingga kemampuan berbicara dan mendengar lebih jelas,
serta lebih siap dalam menghadapi tes atau tantangan” (Dennison,
2003:59).
Adapun hubungan perilaku dan sikap tubuh yang terjadi
diantaranya adalah lebih mampu dalam pengendalian diri dan menyadari
batas-batas, keseimbangan dan koordinasi meningkat, serta perasaan
nyaman terhadap lingkungan sekit
4) Pasang Telinga/
Gerakan ini akan memusatkan perhatian pada pendengaran serta
melepaskan ketegangan pada tulang
gerakan ini, beberapa hubungan yang terjadi antara perilaku dan sikap
(Dennison, 2003:58) adalah ada
wajah, lidah, dan rahang atas rileks, fokus perhatian meningkat dan
jangkauan pendengaran lebih luas (lebih waspada terhadap stimulus
rangsang suara/ perintah).
Adapun hubungan perilaku dan sikap tubuh yang terjadi
diantaranya adalah lebih mampu dalam pengendalian diri dan menyadari
batas, keseimbangan dan koordinasi meningkat, serta perasaan
nyaman terhadap lingkungan sekitar (Dennison, 2003:60).
Pasang Telinga/ The Thinking Cap
Gambar 2.12 Pasang Telinga
Gerakan ini akan memusatkan perhatian pada pendengaran serta
melepaskan ketegangan pada tulang-tulang tengkorak kepala. Pada
gerakan ini, beberapa hubungan yang terjadi antara perilaku dan sikap
(Dennison, 2003:58) adalah adanya energi dan nafas yang memba
wajah, lidah, dan rahang atas rileks, fokus perhatian meningkat dan
jangkauan pendengaran lebih luas (lebih waspada terhadap stimulus
rangsang suara/ perintah).
25
Adapun hubungan perilaku dan sikap tubuh yang terjadi
diantaranya adalah lebih mampu dalam pengendalian diri dan menyadari
batas, keseimbangan dan koordinasi meningkat, serta perasaan
ar (Dennison, 2003:60).
Gerakan ini akan memusatkan perhatian pada pendengaran serta
tulang tengkorak kepala. Pada
gerakan ini, beberapa hubungan yang terjadi antara perilaku dan sikap
ya energi dan nafas yang membaik, otot
wajah, lidah, dan rahang atas rileks, fokus perhatian meningkat dan
jangkauan pendengaran lebih luas (lebih waspada terhadap stimulus
Gerakan BG dimensi atas
5) Tombol bumi/ Earth Buttons
7) Tombol Angkasa (Space buttons
Sumber: Dennison (2003) dan
Gambar 2.13 Gerakan BG dimensi atas-bawah lainnya
Earth Buttons 6) Tombol imbang/ Balance Buttons
Space buttons) 8) Menguap berenergi (the Energy Yawn)
9) Titik Positif ( Positive Points )
Sumber: Dennison (2003) dan Gunadi T. (2009)
26
Balance Buttons
the Energy Yawn)
27
B. Keterampilan Menulis
Seseorang akan melaksanakan tugasnya seperti kemampuan mendengar,
memahami, membaca, dan menulis dengan baik jika atensinya juga baik. Atensi
itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah kesadaran individu,
penginderaan yang berfungsi dengan baik, objek yang menarik, suasana yang
kondusif, dan minat seseorang. Atensi merupakan kemampuan fokus (pemusatan
perhatian) pada suatu objek atau tugas, dalam rentang waktu tertentu, dan pada
saat yang sama mengabaikan objek atau tugas yang lain.
Menulis merupakan bagian keterampilan akademik di pendidikan dasar yang
telah diperkenalkan pula sejak di tingkat pendidikan kanak-kanak (motorik halus).
Keterampilan ini sangat membutuhkan atensi yang baik agar hasil yang diperoleh
baik. Menurut Piaget dalam Thomas Murray (1979) yang dikutip dari blog Zaenal
Alimin (2008), “belajar adalah melakukan tindakan terhadap apa yang dipelajari.
Dalam proses pembelajaran bagi anak-anak, harus memfungsikan semua
sensoris”. Contoh sensoris dalam menulis disini adalah perabaan (tangan)/
motorik halus, penglihatan (mata), dan pendengaran (telinga).
“Belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku” (Sunanto et al., 2005:2).
Perilaku atau behavior itu sendiri adalah “semua tingkah laku atau tindakan
kelakuan seseorang yang dapat dilihat, didengar, atau dirasakan oleh orang lain
atau diri sendiri” (Handojo, 2006: 53). Dalam sumber lain dikatakan bahwa
belajar merupakan “perubahan perilaku karena adanya interaksi dengan
lingkungan”. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa stimulus/ rangsangan dari
orang lain, objek/ media, dapat pula stimulus yang diciptakan sendiri, seperti BG.
28
Belajar (studing dan learning) tidak selamanya mudah dilaksanakan dan
memperlihatkan hasil dengan cepat. Salah satu penghambat adalah rendahnya
konsentrasi/ fokus pada pelajaran, lemahnya motivasi akan hal yang terjadi, dan
kondisi lingkungan yang kurang kondusif. Hambatan dalam belajar pun demikian.
Pada saat belajar menulis, kondisi lingkungan dan kondisi anak harus siap dan
mampu untuk menyelesaikannya. Menulis itu sendiri menurut Yuyus Suherman
(2005:114) adalah “merupakan sarana komunikasi dan ekspresi diri. Dalam proses
penulisan yang baik itu, sudah pasti mengintegrasikan kemampuan visual motor
dan konseptual. Menulis cukup berkaitan dengan prestasi akademik”.
Para siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau
untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. “Dalam kehidupan di masyarakat,
kemampuan menulis diperlukan untuk berkirim surat, mengisi formulir, atau
membuat catatan” (Abdurrahman, 2003:223). Sedangkan menulis menurut
Soemarmo Markam (1989:7) dalam Mulyono Abdurrahman (2003:224) adalah
“suatu aktifitas yang kompleks, yang mencakup gerakan tangan, jari, dan mata
secara terintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman membaca dan
berbicara”. Menulis dapat dipelajari dan dilakukan oleh siapa saja, termasuk ATG.
Terdapat dua jenis keterampilan menulis, yaitu menulis permulaan (hand
writing) dan menulis lanjut (mengarang). Urutan menulis permulaan adalah
menjiplak, menebalkan kemudian meniru. Mengarang merupakan bagian dari
menulis lanjut, kegiatan mengarang dilakukan setelah anak membaca dan menulis
dengan baik. Pelajaran menulis lanjut/ mengarang merupakan pelajaran yang
cukup sulit karena anak dituntut untuk dapat menyatakan pikiran, gagasan,
29
kehendak dan perasaannya secara tertulis yang dapat dipahami orang
pembacanya. Prerequisit dari keterampilan mengarang biasanya harus sudah
banyak dilakukan latihan dikte sebelumnya. Dalam menulis, biasanya dituntut
untuk menerapkan peraturan menulis, seperti aturan menuliskan huruf besar pada
setiap awal kalimat, menggunakan titik dan koma, cara memotong suku kata, cara
menulis kata ulang, dan lain-lain. Latihan awal dalam menulis adalah dengan
selalu mengingatkan untuk memberi judul dan aturan lainya, serta agar anak
membuat tulisan yang menarik untuk mereka.
Menulis dikte memerlukan kemampuan untuk mengenal ukuran, bentuk, dan
orientasi huruf; kontrol motorik, memegang, dan menulis huruf, dan kata;
koordinasi mata-tangan-telinga yang baik; dan memori untuk dapat mempelajari
dan me-recall bentuk huruf yang akan ditulis.
Beberapa hambatan dalam menulis diantaranya adalah masalah motorik,
masalah emosional, kesalahan dalam persepsi huruf dan kata, lemah dalam
memori visual, lemah dalam belajar, dan kurang motivasi. Hal itu tercantum
dalam Mercer (1989:446). Penyebab permasalahan yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah kurangnya atensi dan motivasi belajar pada anak.
Pusat kesulitan belajar dan para ahli pendidikan usia dini di Amerika dalam
Latief Susanto (2009) memberikan beberapa petunjuk mengenali anak yang
mengalami masalah dalam belajar menulis atau tidak, yaitu:
Tampak tidak nyaman dalam menggenggam pensil atau pulpen; bermasalah untuk merencanakan atau memulai menulis, misalnya hanya duduk dan menatap kertas saja dalam waktu yang lama; mudah frustasi begitu disuruh duduk untuk menulis; tidak ada minat untuk mengekspresikan diri di atas kertas; gelisah secara ekstrim dan tidak dapat duduk diam untuk mencoba membuat sesuatu.
30
Permasalahan dalam menulis dapat terlihat dari hasil tulisannya, hal ini
menyangkut seperti yang diungkapkan oleh Mercer (1989:446-450), yaitu:
1. Kelambatan (tempo menulis). Kecepatan menulis anak kelas 1 SD adalah 1-25 huruf per menit (hpm), kelas 2 SD adalah 2-30 hpm, kelas 3 SD adalah 3-38 hpm, kelas 4 SD adalah 4-45 hpm, kelas 5 SD adalah 5-60 hpm, kelas 6 SD adalah 6-67 hpm, dan kelas 7 adalah 7-74 hpm.
2. Ketidaktepatan huruf dan angka-angka 3. Terlalu miring atau kurang kemiringan (slant) 4. Kesulitan mengatur jarak (spacing) antar huruf/ kata, bertumpuk/ tidak. 5. Berantakan (messiness). 6. Ketidakmampuan mempertahankan tulisan dalam garis horisontal 7. Huruf tidak terbaca. Hal ini berkaitan dengan bentuk dan ukuran huruf
yang tidak seragam ukurannya, proporsi, dan arah penulisan huruf 8. Terlalu menekan atau kurang tekanan 9. Menulis terbalik (miror writing)
Pada penelitian ini, sejalan juga dengan kriteria permasalahan tulisan anak
tersebut, keterampilan menulis baik apabila tulisan: Rapi (tulisan tidak
bertumpuk, margin kiri rata, spasi sama, dan ukuran besar atau kecilnya huruf
sama); terbaca (orang lain mudah membaca hasil tulisannya); dan sesuai dengan
kaidah penulisan (penempatan huruf besar-kecil dan tanda baca benar, cara
penulisan tidak campur aduk seperti menggunakan huruf balok semua atau huruf
sambung semua).
31
C. Anak Tunagrahita Ringan
1. Pengertian
Salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak tunagrahita.
Tunagrahita dalam B3PTKSM, p. 19 (Direktorat PLB, 2004) merupakan kata
lain dari Retardasi Mental/ mental retardation (tuna berarti merugi, grahita
berarti pikiran), dan sering disebut dengan terbelakang mental (mentally
retarded). Istilah lain dari tunagrahita diantaranya adalah defisit kognitif/
gangguan intelektual, cacat mental, dan lain-lain.
Dari berbagai istilah tentang anak tunagrahita (ATG), telah banyak pula
pengertian yang muncul tentangnya, dan telah mengalami beberapa redefinisi
oleh para pakarnya. Pengertian ATG di Indonesia pada hakikatnya merujuk
pada definisi dari AAMD (Ashman, 1994: 438 dalam Mumun Muhafilah,
2004) yang mendefinisikannya sebagai berikut:
Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga karakteristik, yaitu (1) fungsi kecerdasan yang jelas-jelas di bawah rata-rata (dua simpangan baku di bawah normal bagi kelompok usianya pada suatu tes intelegensi yang terstandar); (2) menunjukkan keterbatasan pada dua keterampilan perilaku adaptif atau lebih, yaitu komunikasi, merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan-keterampilan sosial, bermasyarakat, mengarahkan diri, kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, pemanfaatan waktu senggang dan bekerja; (3) kedua hal di atas dimanifestasikan sebelum usia 18 tahun.
Sejalan dengan itu, Greenspan (2006: 11), pakar pendidik ABK dengan teori
sensori integrasinya, mendiagnosa ATG sebagai anak yang memiliki
kelambatan/ keterbatasan kognitif yang lebih dari dua simpangan baku
(standart deviation) di bawah rata-rata, dengan kata lain nilai tes IQ baku 75 ke
32
bawah. Dari pernyataan tersebut, kategori ATG ringan berarti dimulai dengan
IQ 75 ke bawah.
Kecerdasan (IQ) ATG diklasifikasikan secara sosial-psikologis, yaitu
terbagi atas dua kriteria, yaitu: psikometrik dan perilaku adaptif. Ada empat
taraf tunagrahita berdasarkan psikometrik (skor IQ-nya), yaitu:
Tabel 2.1 Tingkat Kecerdasan (IQ) ATG
No. Klasifikasi
IQ MA
(tahun) Stanford
Binet (SB)
Skala Weschler (WISC)
1 Ringan (mild mental retardation) 68-52 69-55 8,3-10,9 2 Sedang (moderate mental retardation) 51-36 54-40 5,7-8,2 3 Berat (severe mental retardation) 35-20 39-25 3,2-5,6 4 Sangat berat (profound mental retardation) ≥ 19 ≥ 24 ≥ 3,1
Berkaitan dengan IQ pada ATG, AAMD (Heber: 1959, 1961) dalam Mental
Retardation (James S. Payne dan James R. Patton, 1981:38) anak low achiever
dibaginya menjadi: lambat belajar (slow learner), IQ = 85-90; Borderline
retardation, IQ 68-84 (Grossman tidak memasukkan borderline dalam kategori
tunagrahita). Menurut Binet dan WISC, borderline terdapat dalam IQ 70-80;
Mild retardation, IQ 52-67; Moderate retardation, IQ 36-51; Severe
retardation, IQ 20-35; Profound retardation, IQ < 20.
2. Dampak Ketunagrahitaan
Definisi ATG di atas dapat terlihat dalam keseharian mereka yang
menampilkan performance sedemikian rupa, diantaranya adalah (Brown et al,
1991; Wolery & Haring, 1994 dalam Direktorat PLB, 2004):
33
a. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru serta dalam mempelajari
pengetahuan abstrak, dan cepat lupa apa yang dipelajari tanpa latihan
terus menerus (daya ingat/ memori lemah).
b. Bagi ATG berat kemampuan bicaranya sangat kurang, baik verbal
maupun non verbal, hal ini meliputi rendahnya kosakata, diksi,
penggunaan kalimat, serta keterkaitan konteks pembicaraan dengan
lawan bicara.
c. Mengalami kelainan fisik/ jasmani yang khas dan hambatan
perkembangan gerak. Pada ATG berat, keterbatasan dalam gerak fisiknya
ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa
bantuan. Mereka juga lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang
sangat sederhana seperti mengambil dan memegang pensil, sulit
menjangkau sesuatu, dan sering mendongakkan kepala.
d. Kurang dalam kemampuan menolong dan merawat diri sendiri, seperti
berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri.
e. Acuh tak acuh terhadap lingkungan. Hal ini mungkin dikarenakan rendah
dan terbatasnya kemampuan sosial emosi mereka, yang biasanya hanya
mengenal perasaan takut, marah, senang, benci, dan terkejut.
f. Minat hanya mengarah pada hal-hal sederhana dan perhatiannya labil.
g. Memperlihatkan tingkah laku yang kurang wajar dan terus menerus.
ATG ringan cukup dapat bermain dengan anak pada umumnya, tetapi
ATG berat tidak. Hal itu dapat disebabkan karena mereka kesulitan
dalam memberikan perhatian terhadap lawan main. Banyak ATG berat
34
berperilaku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual,
misalnya memutar-mutar jari di depan wajah, melakukan hal-hal yang
membahayakan diri sendiri seperti menggigit diri sendiri, membentur-
benturkan kepala, dan lain-lain.
Hambatan-hambatan yang muncul tersebut mengakibatkan anak mengalami
kesulitan, termasuk dalam kemampuan akademik seperti membaca, menulis,
dan berhitung (calistung). Tetapi mereka masih memiliki kemungkinan untuk
memperoleh pendidikan dalam bidang calistung pada tingkat tertentu dan dapat
mempelajari keterampilan-keterampilan sederhana, serta bersifat lebih konkret
(nyata) dengan memaksimalkan penggunaan semua sensoris yang dimilikinya.
D. Kerangka Berpikir
Anak tunagrahita (ATG) ringan adalah anak yang fungsi kecerdasannya berada
di bawah rerata normal (dua simpangan baku), mengalami gangguan perilaku
adaptif, dan keduanya terjadi pada masa perkembangan. Dari ketiga hal tentang
ATG, yang akan dikaji/ diteliti dalam penelitian ini adalah salah satu perilaku non
adaptif yang berkaitan dengan fungsi akademiknya, yaitu keterampilan menulis.
Telah diketahui bahwa motivasi dan rentang perhatian ATG ringan adalah
cukup rendah. Menurut Cruickshank (1980) dalam Sunardi dan M Sugiarmin
(2002:19), “gangguan perhatian salah satunya dapat disebabkan karena
ketidakmampuan otak untuk mengintegrasikan dan mengorganisasikan masukan
dari satu atau lebih modalitas sensori”. Guru, selaku pendidik, harus tetap
mengupayakan berbagai metode, media, dan cara lainnya agar anak terkondisikan
dalam kegiatan belajar secara mandiri dan dapat tercapai hasil yang diinginkan.
35
Penelitian ini berangkat dari adanya peserta didik (9 tahun, kelas 2 SD),
tergolong ATG ringan, tetapi memiliki potensi fungsi akademik yang mendekati
perbatasan normal (borderline). Potensi awal anak adalah telah mampu menulis
huruf, kata, kalimat, bahkan cerita sederhana. Kemampuannya cukup baik dan
dapat mengikuti kaidah penulisan yang diajarkan dengan baik dan benar.
Masalahnya adalah anak seringkali mampu jika selalu didampingi. Dalam hal ini
pekerjaan anak harus selalu dilihat oleh pendamping. Kemampuan yang menarik
adalah, terkadang muncul atensi anak dalam belajar dan mengerjakan tugas
lainnya, yang hanya akan memerlukan pendampingan minimal (verbal saja)
dengan hasil yang cukup baik. Dalam hal menulis contohnya.
Menulis adalah suatu aktifitas kompleks, yang mengintegrasikan gerakan
tangan, jari, dan mata. Begitupun menulis dikte, bahkan memerlukan kemampuan
pendengaran, dan memori untuk me-recall huruf/ kata/ kalimat yang akan ditulis.
Pada saat menulis, atensi dan sensoris anak haruslah cukup baik, agar hasil
tulisan pun baik dan benar. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan
menulis yang akan dicobakan pada ATG ringan adalah latihan senam otak atau
brain gym (BG). BG adalah serangkaian latihan gerak tubuh yang sederhana, yang
dinamis dan menyilang, menggunakan tangan dan kaki.
Gerakan-gerakan ini dilakukan untuk mensinergiskan kerja otak kiri dan otak
kanan. Dengan kerjasama yang baik antara belahan otak kanan dan belahan otak
kiri, maka hasil kerja anak akan lebih optimal.
Penelitian dengan subjek tunggal ini merupakan salah satu modifikasi perilaku
yang didalamnya terdapat komponen antecendent, behavior, dan concequences.
36
Pada latihan gerakan BG ini pun ketiga komponen tersebut diterapkan. Gerakan,
sentuhan, dan kata-kata motivasi dalam belajar, berperan sebagai stimulus
(antecendent) mengenai indera yang bersangkutan (VAKT), melalui reseptor,
diproses di otak, kemudian merespon ke efektor. Respon baik yang diperlihatkan
melalui efektor dinamakan perilaku (kemampuan menulis). Setelah anak berhasil
menulis dengan baik, aka anak berhak mendapatkan konsekuensi berupa
reinforsmen ataupun punishment. Dalam hal ini anak akan mendapatkan stiker
dan snack jika menulis dengan sebaik-baiknya, dan mendapat lebih sedikit
penghargaan jika menulis tidak sungguh-sungguh.
BG berfungsi untuk memfokuskan anak dalam keterampilan menulis. Dalam
hal ini, keterampilan menulis berperan sebagai target behavior. Keterampilan ini
akan terlihat hasilnya dari tulisan anak.
Jadi, hubungan yang terjalin dalam penelitian ini adalah bahwa ATG ringan
memiliki atensi dan kemampuan sensoris/ motorik halus yang rendah. Hambatan
itu perlu ditangani untuk pengoptimalan potensinya. Brain gym dari Dennison ini
merupakan salah satu cara memaksimalkan kemampuan anak. Dengan gerakan-
gerakan tertentu, diharapkan ATG ringan akan lebih mampu beratensi pada tugas
menulisnya, sehingga hasilnya menjadi lebih maksimal.
Latihan BG dianggap sesuai untuk ATG ringan, hal ini berkaitan dengan
komponen yang terkandung pada proses pelaksanaan latihan, yaitu:
1. Adanya sugesti atau penjelasan tujuan yang harus anak ucapkan sendiri.
Pada saat melakukan pace goal, anak mejadi benar-benar mengetahui apa
yang akan dan harus dilakukan, yaitu menulis dengann sebaik-baiknya.
37
2. Gerakan, sentuhan dan aktifitas yang dilakukan memberikan kesadaran pada
anak bahwa anak memiliki organ-organ tertentu, seperti tangan, mata,
telinga, kaki, dan lainnya. Kesemua organ yang telah dirasakan tersebut
dilakukan untuk mematangkan kemampuan anak, baik dalam motorik halus,
visual, auditori, dan persepsi akan bentuk-bentuk huruf yang benar.
3. Aktifitas yang dilakukan pada umumnyadilakukan dalam ketenangan
maupun untuk menenangkan pikiran aak pada kondisi yang rileks. Setelah
melakukan PACE dan learning menu, sudah trekondisikan pada keadaan
siap menerima ataupun melakukan suatu tugas tertentu, menulis contohnya.
Saat kondisi anak dalam keadaan rileks dan siap bertugas, maka proses dan
hasil belajar pun akan lebih maksimal.
4. Selama pelatihan BG ini, anak selalu diberi penghargaan, baik berupa ujian,
ucapan selamat, sentuhan, dan imbalan seperti stiker dan snack. Perilaku ini
menampakkan perilaku senang pada anak, dan terlihat bahwa anak menjadi
belajar untuk selalu lebih baik lagi.
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Brain Gym dari Dennison ini
menunjukkan berbagai pengaruh/ manfaat, diantaranya membantu anak belajar
tanpa stres, meningkatkan kepercayaan diri, dan memandirikan anak. Manfaat
tersebut telah dicobakan oleh penciptanya sendiri (Dennison dkk, ahli pendidik di
Amerika) selama sekitar 20 tahun, dan telah berhasil meningkatkan kemampuan
belajar anak-anak berkesulitan belajar (Learning Disabilities/ LD), anak-anak
yang mengalami gangguan minat dan persepsi (Paul E. Dennison dan Gail E.
Dennison, 2003a:6), gangguan pemusatan perhatian atau Attention Dificulty
Disorder (ADD), anak hipersensitivitas, anak dengan gangguan emosional atau
Emotional Handicaps (EH), dan anak dengan sindrom bayi atau Fetal Alcohol
Syndrome (FAS). Hal itu tercantum dalam buku Dennison dan Tri Gunadi
(2009:24).