Post on 12-Jan-2017
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPAMELALUI
METODE EKSPERIMEN
BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IV B
SD NEGERI PETORAN SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/ 2011
Skripsi
Oleh :
WINDA WATI
NIM K 5107044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA
MELALUI METODE EKSPERIMEN
BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IV B
SD NEGERI PETORAN SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/ 2011
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi
Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus
Oleh :
WINDA WATI
NIM K 5107044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Winda Wati. UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA
MELALUI METODE EKSPERIMEN BAGI ANAK BERKESULITAN
BELAJAR KELAS IV B SD NEGERI PETORAN SURAKARTA TAHUN
AJARAN 2010 / 2011. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar IPA
bagi anak berkesulitan belajar kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta melalui
metode eksperimen.
Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan
menggunakan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta tahun ajaran 2010 / 2011
yang terdiri dari 39 siswa, dimana terdapat 7 siswa yang terdeteksi sebagai anak
berkesulitan belajar yaitu 4 siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan. Teknik
pengumpulan data menggunakan dokumentasi dan tes. Validitas data penelitian
menggunakan validitas isi. Teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif
kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : metode
eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar IPA anak berkesulitan belajar
kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta tahun ajaran 2010 / 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Winda Wati. THE ATTEMPT OF IMPROVING SCIENCE LEARNING
ACHIEVEMENT USING EXPERIMENTAL METHOD FOR LEARNING
DISABILITY IV B CLASS OF SD NEGERI PETORAN SURAKARTA IN
THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Teacher Training and
Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, March 2010.
The objective of research is to improve the science learning achievement
for learning disability IV B class of SD Negeri Petoran Surakarta by using
experimental method.
This study belongs to a Classroom Action Research using two cycles.
Each cycle consisted of four stages: planning, acting, observing, and reflecting.
The subject of research was all IVB class of SD Negeri Petoran Surakarta in
school year of 2010/2011 consisting of 39 students, 7 of which were detected as
learning disability students 4 boys and 3 girls. Technique of collecting data used
was documentation and test. The data validation was tested using content validity.
Technique of analyzing data used was a quantitative descriptive technique.
Considering the result of the research conducted in two cycles, it can be
concluded that: experimental method can improve the science learning
achievement in the learning disability of IV B class of SD Negeri Petoran
Surakarta in the school year of 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Jika kau memberi tahu mereka
Mereka hanya akan melihat gerakan bibirmu
Jika kau menunjukkan kepada mereka
Mereka akan tergoda untuk melakukannya sendiri
Menurut Maria Montessori
Yang dikutip dari (http://smacepiring.wordpress.com/2009/07/07/kata-mutiara-pendidikan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
Allah SWT senantiasa memberikan rahmat serta hidayahNya.
Bapak dan Ibu tersayang yang telah memberikan semangat, doa dan kasih
sayang yang tidak terhingga nilainya.
Kakak-kakakku (Mbak Anjar dan Mas Bina) tercinta yang selalu memacuku
menyelesaikan skripsi ini.
Adik ku (Hilal) yang tercinta.
Mas Dodik Ardhiyanto yang selalu memberikan semangat dan dukungan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Teman-teman dan sahabatku tersayang yang selalu membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Seluruh keluarga besar SD Negeri Petoran Surakarta.
Almamater tercinta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT bahwa skripsi
dengan judul : “UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA
MELALUI METODE EKSPERIMEN BAGI ANAK BERKESULITAN
BELAJAR KELAS IV B SD NEGERI PETORAN SURAKARTA TAHUN
AJARAN 2010/ 2011”
Telah berhasil disusun dalam memenuhi syarat yang diwajibkan guna
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Didalam penyusunan skripsi, penulis telah berusaha dengan cara yang
sebaik mungkin, walaupun demikian tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan, untuk itu kritik dan saran untuk perbaikan akan saya terima dengan
senang hati.
Atas terwujudnya skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin penyusunan skripsi.
2. Drs. R. Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas
pemberian izin penyusunan skripsi.
3. Drs. A Salim Choiri, M.Kes selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar
Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pemberian izin penyusunan skripsi.
4. Maryadi, M.Ag selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa
Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
5. Drs. Gunarhadi, M. A, Ph. D selaku pembimbing I yang dengan sabar
mengarahkan dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
6. Sugini, M. Pd selaku pembimbing II yang dengan sabar mengarahkan dan
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Suwarno, S.Pd,MM selaku Kepala Sekolah SDN Petoran Surakarta yang
telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian guna
memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Joko Riyanto, A. Ma selaku guru kelas IV B SDN Petoran Jebres Surakarta
yang telah memberikan izin untuk penelitian.
9. Keluarga besar SD Negeri Petoran Surakarta yang telah memberikan bantuan
dan menjadi tempat penelitian.
10. Rekan-rekan mahasiswa S1 Progam Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu
Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret angkatan 2007 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu dan memberikan semangat selama menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal dan kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan
dari Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun disadari dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan, namun diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan juga dunia pendidikan.
Surakarta, April 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. i
HALAMAN PENGAJUAN …………………………………………….. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………….. iii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… iv
HALAMAN ABSTRAK ………………………………………………… v
HALAMAN ABSTRACT ……………………………………………….. vi
HALAMAN MOTTO …………………………………………………… vii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………. viii
KATA PENGANTAR …………………………………………………… ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xi
DAFTAR BAGAN………........………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL …………………………………………………….....
DAFTAR GRAFIK .........................................................................
xiv
xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………..
A. Latar Belakang ...............…………...…………………
B. Rumusan Masalah……...……………….......................
C. Tujuan Penelitian ………………...……………………
D. Manfaat Penelitian …………………………………….
1
1
4
4
4
BAB II LANDASAN TEORI …………………………….……...
A. Tinjauan Pustaka ……………..…………………….....
1. Tinjauan Tentang Anak Berkesulitan Belajar…......
2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ……………......
3. Tinjauan Tentang Ilmu Pengetahuan Alam …….....
4. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran…………..
B. Penelitian Yang Relevan ……...........…………………
C. Kerangka Berpikir …………………………………….
5
5
5
16
21
25
36
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
D. Hipotesis ……………………………………………… 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………….
A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………...…....
B. Subjek Penelitian ……………………………………...
C. Teknik Pengumpulan Data …………………………....
D. Tenik Analisis Data..........................…………………..
E. Validitas Data ……………………………….............
F. Indikator Kinerja ...........................................................
G. Prosedur Penelitian ........................................................
40
40
41
42
44
44
46
46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................
A. Pelaksanaan Tindakan ...................................................
1. Deskripsi Kondisi Awal (Pra – tindakan)...……….
2. Siklus I ........................……………………………
3. Siklus II ......... ……………………………………
B. Hasil Penelitian….…...…………......……....................
1. Siklus I ....................................................................
2. Siklus II ..................................................................
C. Pembahasan .....................................…………………..
1. Siswa AP .................................................................
2. Siswa SH .................................................................
3. Siswa LW ................................................................
4. Siswa WB ................................................................
5. Siswa IK ..................................................................
6. Siswa IS ...................................................................
7. Siswa IC ..................................................................
53
53
53
55
58
60
61
61
63
64
65
67
68
70
71
73
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN …………………
A. Kesimpulan ……………………………………………
B. Implikasi ………………………………………………
C. Saran …………………………………………………..
76
76
76
77
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 78
LAMPIRAN ……………………………………………………………... 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1. Kerangka Berfikir ............................................................................ 38
Bagan 3.2. Siklus Penelitian .............................................................................. 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................... 41
Tabel 3.2. Daftar Nama Siswa Berkesulitan Belajar ......................................... 42
Tabel 3.3. Jenis-jenis Dokumen ........................................................................ 43
Tabel 4.4. Daftar Nilai IPA Anak Berkesulitan Belajar Kondisi Awal ............ 54
Tabel 4.5. Daftar Nilai Siklus I ......................................................................... 61
Tabel 4.6. Daftar Nilai Siklus II ....................................................................... 61
Tabel 4.7. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Anak Berkesulitan Belajar ....... 62
Tabel 4.8. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa AP .................................. 64
Tabel 4.9. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa SH .................................. 65
Tabel 4.10. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa LW ............................... 67
Tabel 4.11. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa WB ............................... 68
Tabel 4.12. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IK ................................. 70
Tabel 4.13. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IS ................................. 71
Tabel 4.14. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IC ................................. 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1. Grafik Nilai IPA Anak Berkesulitan Belajar Kondisi Awal ............ 54
Grafik 4.2. Grafik Nilai Siklus I ........................................................................ 61
Grafik 4.3. Grafik Nilai Siklus II ...................................................................... 62
Grafik 4.4. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Anak Berkesulitan belajar .... 63
Grafik 4.5. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa AP ...................... 64
Grafik 4.6. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Sisiwa SH ..................... 66
Grafik 4.7. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa LW ..................... 67
Grafik 4.8. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa WB ..................... 69
Grafik 4.9. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IK ....................... 70
Grafik 4.10. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IS ...................... 72
Grafik 4.11. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IC ..................... 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Kelas IV B SD
Negeri Petoran Surakarta Tahun Ajaran 2010 / 2011 .................. 81
Lampiran 2. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) SD Negeri Petoran
Surakarta Tahun Ajaran 2010 / 2011 ........................................... 82
Lampiran 3. Silabus ........................................................................................... 83
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Pre-Test) ............................ 85
Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ................................ 92
Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ............................... 100
Lampiran 7. Materi Ajar ................................................................................... 108
Lampiran 8. Kisi-kisi Soal Romawi I ............................................................... 111
Lampiran 9. Kisi-kisi Soal Romawi II ............................................................. 112
Lampiran 10. Kisi-kisi Soal Romawi III .......................................................... 113
Lampiran 11. Soal ............................................................................................ 114
Lampiran 12. Kunci Jawaban Dan Pedoman Penskoran .................................. 117
Lampiran 13. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ................................. 119
Lampiran 14. Surat Permohonan Ijin Research / Tryout ................................. 121
Lampiran 15. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian ..................... 123
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik ke arah tingkat kedewasaan melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan / atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Maka
dari itu setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran, baik itu anak yang
tergolong normal (anak normal) maupun Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Mereka akan mengambil peran masing-masing di masa yang akan datang,
sehingga mereka memerlukan pendidikan. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran seoptimal mungkin sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan dari masing-masing anak.
Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau Anak Luar
Biasa (ALB) disebut Pendidikan Luar Biasa (PLB). Adapun jenis-jenis
Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang mungkin dapat membantu mencukupi
kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di dalam bidang pendidikan yaitu
1) Pendidikan khusus sepanjang hari, 2) Pendidikan segregrasi (Kelas khusus dan
Sekolah Luar Biasa), 3) Pendidikan Mainstreaming, dan 4) Pendidikan Inklusi.
Dari berbagai jenis pendidikan luar biasa tersebut, yang dapat mengikut sertakan
anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan anak normal lainnya dalam satu
sekolah adalah pendidikan inklusi.
Pendidikan inklusi menurut Shevin yang dikutip oleh Sunardi (1998 :
77) didefinisikan sebagai “sistem layanan PLB yang mempersyaratkan agar
semua anak luar biasa dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama
teman-teman seusianya”. Di dalam pendidikan inklusi atau sekolah inklusi
menekankan pada perlakuan kepada setiap anak secara individual tanpa harus
menggunakan istilah luar biasa atau pelabelan terhadap anak berkebutuhan
khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Salah satu contoh sekolah yang melaksanakan sistem pendidikan
inklusi adalah SD Negeri Petoran Surakarta. Di SD Negeri Petoran Surakarta
ditemukan banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar. Hal
tersebut sesuai dengan data yang peneliti peroleh selama melakukan kegiatan
program pengalaman lapangan (PPL) yaitu 54 siswa atau 11 % dari seluruh
jumah peserta didik mengalami mengalami kesulitan dan hambatan dalam belajar
yang biasa disebut anak berkesulitan belajar.
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan,
kegagalan, serta ketidaksanggupan untuk menangkap informasi melalui kegiatan
memperhatikan dan mengolah informasi. Kesulitan yang sering dialami oleh
anak berkesulitan belajar pada umumnya adalah di bidang akademiknya, yaitu
dalam berfikir, menerima serta memahami materi pelajaran pada bidang studi
tertentu selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Salah satu kesulitan yang dialami oleh anak berkesulitan belajar adalah
kesulitan di dalam menerima dan memahami mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA). Tidaklah mudah dalam mempelajari dan memahami mata pelajaran
IPA. Ketidakmampuan anak di dalam menerima dan memahami materi Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) tersebut dibuktikan dengan prestasi belajar IPA siswa
kelas IV B yang masih rendah di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
yang telah ditetapkan SD Negeri Petoran Surakarta yaitu 63. Dari data hasil
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA ketika ujian tengah semester (mid
semester) terbukti bahwa dari seluruh siswa yaitu 40 siswa, siswa yang nilainya
di bawah KKM berjumlah 23 siswa atau 57,5 % sedangkan 17 siswa atau 42,5 %
siswa memperoleh nilai di atas KKM. Sehingga rata-rata kelas menjadi rendah
yaitu 60,75 .
Sesuai hasil observasi yang dilakukan peneliti ketika melakukan
kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD Negeri Petoran Surakarta,
rendahnya prestasi belajar pada mata pelajaran IPA anak berkesulitan belajar
disebabkan oleh berbagai alasan diantaranya adalah banyaknya materi IPA yang
harus dihafalkan, kurangnya buku pegangan pelajaran IPA serta kurangnya
ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran IPA. Siswa tampak kurang berminat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kurang bergairah dan cenderung tidak aktif dalam proses belajar mengajar
berlangsung. Selain itu alasan yang paling utama yang menyebabkan prestasi
belajar IPA anak berkesulitan belajar rendah yaitu metode pembelajaran yang
diterapkan oleh guru. Guru cenderung menggunakan metode ceramah. Metode
ini dianggap metode yang paling praktis dan mudah untuk dilaksanakan dan
diterapkan tanpa adanya persiapan. Sehingga siswa tidak dapat menerima dan
memahami konsep IPA yang diajarkan guru. Seyogyanya dalam pembelajaran
IPA menuntut siswa, baik siswa dengan keadaan normal maupun siswa
berkebutuhan khusus, khususnya anak berkesulitan belajar untuk lebih aktif
membuktikan teori-teori yang telah dibaca sesuai dengan kenyataan.
Salah satu metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) bagi anak berkesulitan belajar adalah metode
eksperimen (praktikum). Metode eksperimen (praktikum) adalah bagian dari
pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan
melaksanakan di keadaan nyata apa yang diperoleh dari teori (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2005 : 892). Metode ini merupakan salah satu metode yang
dapat diterapkan di dalam pembelajaran IPA bagi anak berkesulitan belajar.
Anak berkesulitan belajar cenderung lebih mudah di dalam menerima dan
memahami konsep-konsep IPA dengan melakukan suatu percobaan. Dengan
metode ini, siswa dapat lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan
berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau teori
di dalam buku. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul :
“Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Metode Eksperimen Bagi
Anak Berkesulitan Belajar Kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta Tahun
Ajaran 2010 / 2011”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Rumusan Masalah
Sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian tindakan ini maka dapat
dirumuskan satu permasalahan sebagai berikut :
Apakah pengunaan metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar IPA
bagi anak berkesulitan belajar kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta tahun
ajaran 2010 / 2011?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk
meningkatkan prestasi belajar IPA bagi anak berkesulitan belajar kelas IV B SD
Negeri Petoran Surakarta melalui metode eksperimen.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Teoritis
Untuk menambah pengetahuan dan informasi bagi guru maupun calon guru
agar memperhatikan metode yang digunakan dalam pembelajaran IPA bagi
siswa berkesulitan belajar.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Bagi guru
Membantu guru mengatasi kesulitan siswa terutama bagi siswa berkesulitan
belajar dalam menerima dan memahami mata pelajaran IPA pokok bahasan
energi panas dan bunyi.
b. Bagi siswa
Membantu siswa untuk lebih mudah menerima dan memahami mata
pelajaran IPA pokok bahasan energi panas dan bunyi melalui metode
eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Anak Berkesulitan Belajar
a. Pengertian Anak Berkesulitan Belajar
Kesulitan belajar yaitu kesenjangan umum antara hasil belajar yang
diharapkan dengan kemampuan. Kesulitan belajar atau bisa disebut juga
gangguan dalam belajar (Learning Disorder/ LD) adalah kekurangan yang
tidak tampak secara lahiriah.
Anak-anak kesulitan belajar adalah anak-anak yang mengalami
kesulitan di dalam membaca, menulis dan mengeja. Mereka sering dianggap
sebagai anak yang malas, bodoh dan lamban. Hampir pada semua sekolah
terdapat anak-anak yang mempunyai ciri-ciri kesulitan belajar yang dapat
disebut sebagai anak berkesulitan belajar.
Pengertian anak berkesulitan belajar juga dikemukakan oleh
Krochack, A. Linda and Thomas G Ryan dalam jurnal Special of Education
Vol 22 No 3 2007 yang dikutip dari (http : //www. google. co.id.
International Journal of Special Education Children With Learning
Disability. International Journal of Special Education Vol 22 No 3 2007)
Definition of a learning disability is “refer to a number of disorders
which may affect the acquisition, organization, retention,
understanding or use of verbal or nonverbal information. These
disorders affect learning in individuals who otherwise demonstrate
at least average abilities essential for thinking and/or reasoning.
As such, learning disabilities are distinct from global intellectual
deficiency. Learning disabilities result from impairments in one or
more processes related to perceiving, thinking, remembering or
learning. These disorders are not due primarily to hearing and/or
vision problems, socio-economic factors, cultural or linguistic
differences, lack of motivation or ineffective teaching”.
Yang berarti “ Kesulitan belajar mengacu pada sejumlah gangguan
yang dapat mempengaruhi perolehan, organisasi, retensi, pemahaman atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
penggunaan informasi verbal atau nonverbal. Gangguan ini mempengaruhi
belajar pada individu yang dinyatakan dalam mendemonstrasikan
kemampuan rata-rata minimal penting untuk berpikir dan / atau penalaran.
Dengan demikian, ketidakmampuan belajar yang berbeda dari defisiensi
intelektual global. Kesulitan belajar merupakan hasil dari gangguan dari satu
atau lebih proses yang terkait dengan mengamati, berpikir, mengingat atau
belajar. Gangguan ini bukan karena terutama untuk mendengar dan perbedaan
/ atau visi masalah, faktor-faktor sosial-ekonomi, budaya atau bahasa,
kurangnya motivasi atau mengajar tidak efektif.
Variasi definisi kesulitan belajar juga dikemukakan oleh Hardman
yang dikutip oleh Anton Sukarno (2006 : 68) yaitu dalam dunia pendidikan
menggunakan istilah kesulitan belajar spesifik (specific learning disability).
Psikologi menggunakan istilah penyimpangan persepsi dan tingkah laku
hiperkinetik (perceptual disorder and hiperkinetic behaviour). Bahasa
(speech and language) menggunakan istilah aphasia dan disleksia (aphasia
and dyslexia). Kesehatan (medicine) menggunakan istilah rusak otak
(minimal brain elemage), disfungsi minimal otak (minimal brain
dysfunction), luka otak (brain injury) dan gangguan otak (brain impairment).
Istilah umum yang digunakan adalah luka otak, disfungsi minimal otak,
kesulitan belajar.
Specific learning disabilities means a disorder of one or more of
the basic psychological processes involved in understanding or in
using language, spoken or written, wich may manifest itself in an
imperfect ability to listen, think, speak, read, write, spel, or do
arithmaetic calculations. The term includes such conditions as
perceptual handicaps, brain injury, minimal brain damage,
dyslexia, and developmental aphasia. The term does not include
children who have learning problems which are primarily the
result of visual, hearing, or motor handicaps, of mental
retardation, or environmental, cultural, or economic disadvantage.
(Johnson et al, 1980 : 37).
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan satu atau lebih dari
proses psikologis dasar yang terlibat dalam pemahaman atau dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
menggunakan bahasa, lisan atau tertulis, yang dapat memanifestasikan
dirinya dalam kemampuan sempurna untuk mendengarkan, berpikir,
berbicara, membaca, menulis, spel, atau melakukan perhitungan dalam
aritmatika. Istilah ini mencakup kondisi seperti cacat persepsi, cedera otak,
kerusakan otak minimal, disleksia, dan afasia perkembangan. Istilah ini tidak
mencakup anak-anak yang memiliki masalah belajar yang terutama hasil
visual, pendengaran, atau cacat motor, keterbelakangan mental, atau
merugikan lingkungan, budaya, atau ekonomi.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkesulitan
belajar atau dalam dunia pendidikan biasa disebut specific learning disability
adalah seorang yang mempunyai hambatan, keterbelakangan atau gangguan
di dalam mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau
berhitung. Dimana gangguan tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam
menafsirkan apa yang mereka lihat dan dengar, serta ketidakmampuan dalam
menghubungkan informasi yang berasal dari bagian otak mereka. Tetapi
gangguan tersebut tidak disebabkan karena adanya gangguan dalam melihat,
mendengar, ataupun gangguan dalam emosional, melainkan adanya disfungsi
neurologist. Gangguan tersebut mengakibatkan anak mengalami kesulitan
dalam berbagai bidang. Kesulitan ini tampak ketika mereka mengikuti
kegiatan pembelajaran di sekolah dan menghambat proses belajar mereka
sehingga mereka mendapat prestasi belajar yang rendah atau di bawah rata-
rata.
b. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar
Anak berkesulitan belajar atau yang biasa disebut learning
disability memiliki beragam gejala atau karakteristik. Terdapat berbagai
karakteristik anak berkesulitan belajar. Masing-masing anak menampakkan
karekteristik yang berbeda-beda. Menurut Anton Sukarno (2006 : 75),
karakteristik kesulitan belajar tampak pada :
1) Gangguan dalam perhatian atau hiperaktif, pengalian perhatian,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2) Kegagalan untuk mengembangkan dan memobilisasi strategi
untuk belajar, mengorganisasi belajar, kerangka belajar aktif
dan fungsi-fungsi metakognitif,
3) Lemah dalam kemampuan gerak antara koordinasi gerakan
baik dan kasar, kegagalan umum dan canggung, persoalan-
persoalan spasial,
4) Permasalahan-permasalahan persepsi anatara lain, pembedaan
stimulus pendengaran, penglihatan, closure dan cequensi
pendengaran, dan penglihatan,
5) Kesulitan bahasa lisan, pendengaran berbicara daftar kata,
kemampuan linguistic,
6) Kesulitan membaca antara lain pengkodean, ketrampilan dasar
membaca, membaca komprehensif,
7) Kesulitan menulis bahasa, antara lain mengeja, tulisan tangan,
mengarang,
8) Kesulitan matematika, antara lain pemikiran kuantitatif,
berhitung, waktu, ruang dan menghitung fakta, dan
9) Tingkah laku sosial yang tidak pantas antara lain persepsi
sosial, tingkah laku emosi, penegakan saling hubungan.
Munawir Yusuf (2005 : 43) menyebutkan beberapa karakteristik
anak berkesulitan belajar dilihat dari gejala yang tampak, yaitu sebagai
berikut :
1) Tidak dapat mengikuti proses pembelajaran seperti teman yang
lain,
2) Sering terlambat bahkan tidak mau menyelesaikan tugas
3) Menghindari tugas- tugas yang agak berat
4) Ceroboh dan kurang teliti dalam menyelesaikan tugas khusus
5) Acuh tak acuh atau masa bodoh
6) Menampakkan semangat belajar rendah
7) Tidak mampu berkonsentrasi
8) Perhatian terhadap suatu obyek singkat
9) Suka menyendiri, sulit menyesuaikan diri
10) Murung
11) Suka memberontak, agresif
12) Hasil belajar rendah
Sedangkan menurut Taylor. Ronald. L,Smiley, Lyia. R., and
Richards, Stephen, B ( 2009 : 99-100) dalam bukunya yang berjudul
“Exceptional Students Preparing Teachers for the 21st Century”,
mengemukakan karakteristik umum anak berkesulitan belajar adalah sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
1) hyperactivity,
2) perceptual-motor imparments,
3) emotional lability,
4) general coordination deficits,
5) disorders of attention,
6) impulsive,
7) disorders of memory and thinking,
8) specific learning disabilities,
9) disorders of speech and hearing , and
10) equivocal neurological signs.
Menurut penjelasan di atas dapat simpulkan bahwa jenis
karakteristik anak berkesulitan belajar disesuaikan dengan penyebab serta
tingkat usia anak. Gangguan-gangguan di atas dapat diwujudkan dalam cara
yang berbeda-beda pada tingkat umur yang berbeda. Adapun kesimpulan
yang dapat diambil dari penjelasan diatas bahwa karakteristik umum dari
anak berkesulitan belajar adalah sebagai berikut :
1) Hiperaktif dan impulsif,
2) Gangguan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi,
3) Gangguan dalam berfikir, menganalisa dan memecahkan suatu masalah
dalam belajar sehingga hasil belajar rendah,
4) Ceroboh, acuh tak acuh dan kurang teliti dalam menyelesaikan tugas,
5) Agresif,
6) Mengalami kesulitan dalam menulis, membaca, dan berhitung sehingga
mempengaruhi pada hasil akademik lainnya,dll.
c. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Setiap anak berkesulitan belajar mempunyai gejala yang berbeda-
beda. Jadi tidaklah mudah dalam mengklasifikasikan kesulitan belajar.
Menurut Mulyono Abdurrahman (2003 : 169-251), bentuk-bentuk kesulitan
belajar , yaitu :
1) Kesulitan Belajar Kognitif
Kesulitan belajar kognitif adalah salah satu bentuk kesulitan belajar yang
bersifat perkembangan (developmental learning) atau kesulitan belajar
pra akademik (praacademic learning). Kesulitan belajar jenis ini perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
mendapat perhatian karena sebagian besar dari belajar akademik terkait
dengan ranah kognitif. Jika kesulitan belajar kognitif tidak segera diatasi
maka dapat menimbulkan kesulitan dalam berbagai bidang akademik.
2) Kesulitan Belajar Bahasa
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang terintegarsi, mencakup
bahasa ujaran, membaca dan menulis. Penyebab kesulitan belajar bahasa,
yaitu :
a) Kekurangan kognitif
Tujuh jenis kekurangan kognitif, yaitu (1) memahami dan
membedakan makna bunyi wicara, (2) pembentukan konsep dan
pengembangannya kedalam unit-unit semantik, (3)
mengkalisifikasikan kata, (4) mencari dan menetapkan kata yang ada
hubungannya dengan kata lain (hubungan semantik), (5) memahami
saling keterkaitan antara masalah, proses dan aplikasinya, (6)
perubahan makna atau transformasi semantik, (7) menangkap makna
secara penuh (implikasi semantik).
b) Kekurangan dalam memori
c) Kekurangan kemampuan melakukan evaluasi / menilai
Anak berkesulitan belajar sering memiliki kesulitan dalam menilai
kemantapan atau keajegan arti dari suatu kata baru terhadap
informasi yang telah mereka peroleh sebelumnya.
d) Kekurangan kemampuan memproduksi bahasa
Anak berkesulitan belajar umumnya memiliki taraf perkembangan
berbagai kemampuan yang kurang memadai, maka mereka banyak
yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa.
e) Kekurangan dalam bidang pragmatik atau penggunaan fungsional
bahasa.
Anak berkesulitan belajar umumnya memperlihatkan kekurangan
dalam mengajukan berbagai pertanyaan, memberikan reaksi yang
tepat terhadap berbagai pesan, menjaga atau mempertahankan
percakapan, dan mengajukan sanggahan berdasarkan argumentasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
yang kuat. Anak berkesulitan belajar umumnya juga kurang
persuasive dalam percakapan, lebih banyak mengalah dalam
percakapan dan kurang mampu mengatur cara berdialog dengan
orang lain.
3) Kesulitan Belajar Membaca
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia).
Istilah disleksia banyak digunakan dalam dunia kedokteran dan dikaitkan
dengan adanya gangguan fungsi neurologist.
Anak berkesulitan belajar membaca permulaan mengalami berbagai
kesalahan dalam membaca sebagai berikut :
a) penghilangan kata atau huruf,
b) penyelipan kata,
c) penggantian kata,
d) pengucapan kata salah dan makna berbeda,
e) pengucapan kata salah tetapi makna sama,
f) pengucapan kata salah dan tidak bermakna,
g) pengucapan kata dengan bantuan guru,
h) pengulangan,
i) pembalikan kata,
j) pembalikan huruf,
k) kurang memperhatikan tanda baca,
l) pembentulan sendiri,
m) ragu-ragu, dan
n) tersendat-sendat.
4) Kesulitan Belajar Menulis
Kesulitan belajar menulis sering disebut disgrafia (dysgraphia).
Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga agrafia. Disgarfia
menunjuk pada adanya ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf
atau symbol-simbol matematika. Disgrafia sering dikaitkan dengan
kesulitan belajar membaca atau disleksia (dysleksia) karena kedua jenis
kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
5) Kesulitan Belajar Matematika
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis)
Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya
kerkaitan dengan gangguan system saraf pusat. Ada beberapa
karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu (1) adanya
gangguan dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi visual,
(3) asosiasi visual-motor, (4) perseverasi, (5) kesulitan mengenal dan
memahami simbol, (6) gangguan pengahayatan tubuh, (7) kesulitan
dalam bahasa dan membaca, dan (8) Performance IQ jauh lebih rendah
daripada skor verbal IQ.
Sedangkan Munawir Yusuf (2005 : 60-65) menyebutkan secara
garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok,
yaitu :
1) Kesulitan Belajar Praakademik
Kesulitan belajar ini sering disebut kesulitan belajar developmental.
Yang terdiri atas beberapa macam, diantaranya yaitu :
a) Gangguan motorik dan persepsi
b) Kesulitan belajar kognitif
c) Gangguan perkembangan bahasa (disfasia)
d) Kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial
2) Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan belajar jenis ini sangat berkaitan dengan mata pelajaran yang di
dapat di bangku sekolah. Tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai
berikut :
a) Kesulitan belajar membaca (Disleksia)
b) Kesulitan belajar menulis (Disgrafia)
c) Kesulitan belajar menghitung (Diskalkulia)
Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa anak
berkesulitan belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Kesulitan Belajar Kognitif
2) Kesulitan Belajar Bahasa
3) Kesulitan Belajar Membaca (dyslexia)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
4) Kesulitan Belajar Menulis (dysgraphia)
5) Kesulitan Belajar Matematika (dyscalculis)
d. Faktor Penyebab Anak Berkesulitan Belajar
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab anak mengalami
kesulitan dalam belajar. Kesulitan dalam belajar menyebabkan prestasi anak
menjadi tidak optimal. Secara garis besar Muhibbin Syah (2009 : 184 – 187)
menjelaskan beberapa faktor yang menjadikan anak mengalami kesulitan
dalam belajar, yaitu :
1) Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang
muncul dari dalam diri siswa sendiri. Faktor intern siswa
meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa,
yakni :
a) yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti
rendahnya kapasitas intelektual / inteligensi siswa,
b) yang bersifat efektif (ranah rasa), antara lain seperti
lebihnya emosi dan sikap,
c) yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran
(mata dan telinga).
2) Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang
datang dari luar diri siswa.Faktor ekstern siswa meliputi semua
situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung
aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini melipti :
a) lingkungan keluarga, contohnya : ketidak harmonisan
hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya
kehidupan ekonomi keluarga,
b) lingkungan perkampungan / masyarakat, contohnya :
wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman
sepermainan (peer group) yang nakal,
c) lingkungan sekolah, contohnya : kondisi dan letak gedung
sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan
alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Penyebab lain dari kesulitan belajar yang dikemukakan oleh Anton
Sukarno (2006 : 85 – 87) yakni :
1) Penyebab neurologis
Dua faktor yang dapat menyebabkan kerusakan syaraf yang dapat
menimbulkan kesulitan belajar, yakni kekurangan oksigen saat bayi lahir
dan infeksi atau luka pada otak.
2) Keterlambatan Kematangan (Maturational Delay)
Anak berkesulitan belajar biasanya terhambat dalam kemasakan
keterampilan seperti perkembangan yang lebih lambat dari keterampilan
berbahasa dan permasalahan daerah motor visual dan beberapa daerah
akademik.
3) Penyebab genetik
Abnormalitas genetik yang diwariskan merupakan salah satu penyebab
atau menyumbangkan satu atau lebih dari permasalahan dalam kesulitan
belajar.
4) Penyebab lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan merupakan penyebab dari
kesulitan belajar seperti diet yang tidak tepat, penambahan makanan,
stress radiasi, sinar lampu pijar, tabung lelivasi yang tidak dilindungi,
perokok, peminum minuman keras, dan pengajaran sekolah yang tidak
tepat.
Menurut Lynch dan Lewis yang dikutip oleh Heri Setiyatna (2001:
24) mengemukakan bahwa penyebab kesulitan belajar dilihat dari :
1) Segi medis, meliputi disfungsi sistem saraf pusat, ketidaksesuaian Rh,
infeksi, radiasi, dan efek obat.
2) Segi genetika, meliputi adanya kesulitan membaca, menulis dan
berhitung yang turun menurun.
3) Segi lingkungan meliputi keadaan keluarga, kesulitan ekonomi, budaya,
bahasa, dan lingkungan sekolah.
Dari penjelasan di atas, penulis dapat disimpulkan bahwa faktor
penyebab utama dari kesulitan belajar yaitu dari faktor intern yang bersumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dari dalam diri anak baik dari segi medis atau genetika dan faktor eksternal
yang bersumber dari luar diri anak yaitu situasi dan kondisi lingkungan
sekitar anak.
e. Hambatan dan Layanan bagi Anak Berkesulitan Belajar
Anak berkesulitan belajar memiliki hambatan dalam proses
pembelajaran khususnya dalam menerima dan memahami materi yang
disampaikan sehingga prestasi belajar mereka rendah. Hambatan pada anak
berkesulitan belajar dapat ditunjukkan dan dilihat dari tingkah laku. Tingkah
laku yang dimaksud dalam proses pembelajaran baik langsung maupun tidak
langsung (Mulyadi, 2010 : 8). Ciri-ciri tingkah laku yang merupakan
pernyataan menifestasi hambatan anak berkesulitan belajar antara lain:
1) Menunjukkan hasil belajar rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai
oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimiliki.
2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
Mungkin ada murid yang sudah berusaha untuk belajar dengan giat,
tetapi nilai yang dicapainya selalu rendah.
3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Selalu tertinggal
dari teman-temannya dalam meyelesaikan tugas sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti: acuh tak acuh,
menentang, berpura-pura, dusta, dsb.
5) Menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar seperti: membolos, datang
terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam
maupun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak tertib dalam
kegiatan belajar-mengajar, mengasingkan diri, tidak mau bekerjasama,
dsb.
6) Menunjukkan gelaja emosional yang kurang wajar seperti: pemurung,
mudah tersinggung, pemarah, kurang gembira, tidak sedih dan menyesal
dalam menghadapi nilai rendah, dsb.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Untuk membantu anak yang mengalami kesulitan dalam belajar,
maka diperlukan program layanan secara terpadu, baik dari guru di sekolah,
maupun orang tua di rumah. Perlu adanya kerjasama dan komunikasai antara
guru dan orang tua.
2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi
Kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil jika dapat mencapai hasil
belajar yang optimal. Setiap bentuk kegiatan dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu, pada akhirnya selalu diketahui hasilnya. Hasil yang dicapai
tersebut disebut prestasi. Kata “prestasi” dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005 : 895) berarti hasil yeng telah dicapai (dilakukan, dikerjakan
dan lain sebagainya). Hasil yang telah dicapai tersebut tentunya dengan suatu
usaha didalam prosesnya, seseorang tidak akan mencapai suatu prestasi jika
orang tersebut tidak ada usaha untuk melakukan sesuatu. Jadi prestasi dapat
kita raih jika kita berusaha untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan
tujuan prestasi yang akan kita capai.
“Prestasi adalah hasil yang berupa angka, huruf serta tindakan
hasil belajar yang berupa angka atau hasil karya yang dicapai juga dapat
untuk memotivasi agar prestasinya lebih meningkat”( Buchori, 1997 : 85).
Prestasi juga dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh karena adanya
aktivitas belajar yang dilakukan. Seorang siswa yang memperoleh nilai yang
berupa angka dalam suatu evaluasi setelah mengikuti suatu pembelajaran,
maka hasil nilai yang berupa angka tersebut dapat kita sebut sebagai prestasi.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa prestasi adalah hasil yang
dicapai karena adanya aktifitas dan usaha yang sungguh-sungguh dalam
belajar yang dinyatakan dalam huruf dan angka. Jika nilainya tinggi maka
prestasinya baik, sedangkan jika nilainya rendah maka prestasinya kurang
baik. Jadi prestasi dalam dunia pendidikan dapat dilihat melalui tingkah laku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
yang baik, cara pemikiran yang lebih rasional serta perolehan nilai yang
tinggi.
b. Pengertian Belajar
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Belajar merupakan masalah bagi setiap orang. Dengan belajar
seseorang akan mengalami perubahan, baik itu perubahan pengetahuan, sikap
maupun tingkah laku. Perubahan tersebut diakibatkan dari pengalaman yang
didapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Untuk
memperoleh pengertian yang lebih jelas mengenai belajar, banyak para ahli
yang merumuskan mengenai definisi belajar.
“Belajar adalah suatu sadar individu untuk mencapai tujuan
peningkatan dari atau perubahan diri melalui latihan-latihan dan
pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena peristiwa
kebetulan” (Mulyati, 2005 : 2).
Thursan Hakim (2005 : 1) mendifinisikan belajar sebagai “Suatu
proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap,
kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan”.
Pendapat Skinner, seperti yang dikutip Muhibbin Syah (2009:64)
bahwa “belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang
berlangsung secara progresif ”.
Dari definisi diatas, penulis dapat disimpulkan bahwa belajar yaitu
suatu proses sadar yang dialami oleh setiap individu (pebelajar) yang
berlangsung progresif untuk mencapai suatu tujuan atau perubahan dari dalam
dirinya. Perubahan-perubahan yang bisa ditampakkan setelah mengalami
proses belajar yaitu dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
ketrampilan, daya pikir dan berbagai kemampuan-kemampuan yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Peristiwa tersebut tidak terjadi secara kebetulan melainkan suatu proses yang
dialami langsung oleh anak.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Dalam suatu kegiatan manusia untuk mencapai tujuan selalu diikuti
dengan pengukuran dan penilaian. Demikian halnya didalam proses belajar.
Nana Sudjana (1991:22) mengemukakan bahwa ”Prestasi belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya”.
Sustratinah Tirtonegoro (2001 : 43) mengemukakan bahwa
“prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode
tertentu.
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa prestasi belajar
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena
kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari
proses belajar. Prestasi belajar sebagai bukti keberhasilan di dalam belajar.
Prestasi belajar dapat dilihat dari tingkat keberhasilan seseorang dalam
mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport
setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi
belajar siswa dapat diketahui setelah diadakannya evaluasi. Tinggi rendahnya
hasil evaluasi mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa.
d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk mencapai prestasi belajar siswa sesuai dengan yang
diharapkan atau sesuai tujuan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Menurut Thursan Hakim (2005 : 6),
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1) Faktor internal, adalah faktor yang terdapat di dalam diri
inidividu itu sendiri, seperti kesehatan jasmani dan rohani,
kecerdasan (intelegensia), daya ingat, kemauan, dan bakat.
2) Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar diri
individu yang bersangkutan, seperti keadaan lingkungan
rumah, sekolah, masyarakat, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan semua lingkungan tersebut.
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2009 : 145) faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga macam, yakni :
1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yang meliputi dua aspek yakni :
a) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah)
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai
tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intesitas siswa dalam mengikuti
pelajaran di sekolah.
b) Aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)
Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa, yakni :
(1) Tingkat kecerdasan / inteligensi siswa
Tingkat kecerdasan siswa atau IQ menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi
kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah
inteligensi siswa maka semakin kecil kemungkinan untuk
memperoleh kesuksesan.
(2) Sikap siswa
Sikap adalah kecenderungan untuk mereaksi atau merespons
terhadap sesuatu objek (orang, barang dan sebagainya), baik
secara positif maupun negative. Sikap positif siswa terhadap
guru dan mata pelajaran yang disajikan merupakan pertanda
awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya
sikap negatif atau kebencian siswa terhadap guru dan mata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pelajaran yang disajikan dapat menimbulkan kesulitan belajar
siswa tersebut.
(3) Bakat siswa
Bakat adalah kepandaian, sifat atau kecakapan pembawaan yang
dibawa sejak lahir. Bakat memegang peran penting dalam
mecapai suatu hasil prestasi yang baik. Bakat akan dapat
mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar siswa di
bidang-bidang studi tertentu.
(4) Minat siswa
Minat adalah kecenderungan atau kegairahan hati yang menetap
dan tinggi untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu atau
beberapa kegiatan. Dengan minat yang tinggi dan ketertarikan
anak yang tinggi terhadap bidang studi tertentu akan
berpengaruh terhadap hasil prestasi belajar anak.
(5) Motivasi siswa
Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang
secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Motovasi dapat dibedakan menjadi dua macama, yakni : 1)
motivasi intrinsik ; 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang
dating dari luar individu bias berupa pujian, hadiah, peraturan /
tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, guru dan sebagainya.
Dengan motivasi yang tinggi akan berpengaruh pada hasil
prestasi belajar anak. Anak dengan motivasi rendah, memiliki
prestasi belajar yang rendah pula.
2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di
sekitar siswa yang terdiri atas dua macam, yakni :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
a) Faktor lingkungan sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan sosial seperti para guru,
para staf admnistrasi, teman-teman sekelas, masyarakat, tetangga,
serta teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa
tersebut. Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa.
b) Faktor lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan
letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang
digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep,
mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu
daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau
reproductive.
3. Tinjauan Tentang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Kata IPA merupakan singkatan tentang “Ilmu Pengetahuan Alam”
yang dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan “Natural Science”
secara singkat sering disebut “science”. Natural artinya alamiah, sedangkan
alam yang berkaitan dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi
ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut ilmu tentang alam
ini. IPA merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Menurut Slamet Soewandi (2005:96), sains adalah salah satu
bentuk kegiatan intelektual untuk memperoleh pengetahuan positif-empirik
tentang alam (natural sciences) maupun tentang masyarakat (social sciences).
Sri Sulistyorini (2007:39) menuliskan bahwa IPA berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengertian yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan
lebih lanjut dan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan menurut Hendro Darmodjo (1991:34), “Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif
tentang alam semesta dengan segala isinya”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun
ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang
pasti dan umum bersifat rasional dan obyektif berlaku kapan pun dan dimana
pun atau kumpulan dari peristiwa-peristiwa yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep atau prinsip-prinsip serta proses penemuan tentang gejala-gejala alam.
b. Ilmu Pengetahuan Alam untuk Anak SD
Sebelum mengajarkan materi IPA atau mata pelajaran yang lain
kepada anak usia sekolah dasar terlebih dahulu harus mengetahui
karakteristik masing-masing anak. Hal ini untuk mengetahui metode
pembelajaran apa yang paling tepat untuk mengajarkan IPA atau mata
pelajaran yang lain pada anak SD.
Sumantri Mulyani (2001:11) mengemukaan karakteristik anak usia
sekolah dasar secara umum, yaitu :
1) Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan
tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka
sendiri.
2) Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira atau riang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3) Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal,
mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha
yang baru.Mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong
untuk berprestasi sebagimana mereka tidak suka mengalami
ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan.
4) Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas
dengan situasi yang terjadi.
5) Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi,
berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya.
Ilmu Pengetahuan Alam untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo
dan Marten yang dikutip oleh Srini M Iskandar (2001 :16) sebagai berikut:
1) Mengamati apa yang terjadi.
2) Mencoba memahami apa yang diamati.
3) Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa
yang akan terjadi.
4) Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk
melihat apakan ramalan-ramalan itu benar.
Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengajaran
IPA yang paling cocok untuk anak SD adalah dengan cara melakukan
percobaan dan mengamati apa yang terjadi. Jadi metode pengajaran
disesuaikan dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yaitu memiliki rasa
ingin tahu dan ketertarikan yang tinggi, senang bermain, dan senang mencoba
hal-hal yang baru.
c. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Salah satu tujuan dari pembelajaran IPA yaitu agar siswa
memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-
hari. Terdapat berbagai tujuan dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) yang dikemukakan oleh para ahli.
Sri Sulistyorini (2007 : 40), mengemukakan tujuan pembelajaran
IPA yaitu :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan peradaban, keindahan dan keteraturan
ciptaanNya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam
memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan
segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA
sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP.
Menurut Yager yang dikutip oleh Parwoto (2007 : 215),
mengemukakan 4 tujuan pendidikan sains yaitu :
1) Sains untuk mempertemukan kebutuhan personal,
2) Sains untuk pemecahan masalah-masalah sosial,
3) Sains untuk kesadaran karir, dan
4) Sains untuk persiapan studi selanjutnya.
Sedangkan menurut Hadiat (1996:23), Tujuan pembelajaran IPA
di SD antara lain :
1) Agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya
dengan kehidupan sehari-hari.
2) Agar siswa memiliki ketrampilan proses untuk
mengembangkan pengetahuan, gagasan tentang alam sekitar.
3) Agar siswa mampu menggunakan teknologi sederhana yang
berguna untuk memecahkan suatu masalah yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari.
4) Agar siswa mengenal dan dapat memupuk rasa cinta terhadap
alam sekitar sehingga menyadari kebesaran dan keagungan
Tuhan Yang Maha Esa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan IPA adalah
untuk menguasai konsep, ketrampilan, dan memanfaatkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
d. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam
Untuk mencapai tujuan IPA dalam proses pembelajaran, guru
harus mengetahui ruang lingkup IPA. Menurut Maskoeri Jasin (2003 : 36-38)
ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terbagi atas :
1) Fisika (Physics), suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari benda tidak
hidup atau mati dari aspek wujud dengan perubahan-perubahan yang
bersifat sementara. Fisika secara klasik dibagi dalam mekanika, panas,
bunyi, cahaya, gelombang, listrik, magnet, dan teknik mekanik, teknik
sipil, teknik listrik (arus lemah dan kuat).
2) Kimia (Chemistry), suatu ilmu yang mempelajari benda hidup dan tidak
hidup dari aspek susunan materi dan perubahan-perubahan yang bersifat
tetap.
3) Biologi (Biological science), Ilmu Pengetahuan yang mempelajari
makhluk hidup dan gejala-gejalanya.
Sedangkan ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi
aspek-aspek sebagai berikut :
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan dan
hubungan serta interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan
2) Benda, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi padat, cair dan gas
3) Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan benda-
benda langit lainnya.
4. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran
a. Hakekat Metode Pembelajaran
1) Pengertian Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos” yang berarti
cara atau jalan yang ditempuh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI, 2005 : 741), “metode adalah cara teratur yang digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki”.
Menurut Oemar Hamalik (2008:26), “Metode adalah cara yang
digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencoba
tujuan kurikulum”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode adalah rencana atau cara
teratur yang menyeluruh untuk melakukan suatu kegiatan tertentu,misal
tentang penyajian atau penyampaian materi ajar secara sistematis dan
berdasarkan pendekatan atau tujuan yang ditentukan. Guru harus
menguasai dan memahami metode atau teknik penyajian dalam
pembelajaran agar pelajaran yang disampaikan kepada anak dapat
ditangkap, dipahami dan dipergunakan dengan baik.
2) Pengertian Metode pembelajaran
Sebagai pendidik sebaiknya kita harus menempatkan diri pada
situasi dan kondisi yang baik. Pendidik mempunyai peran tidak hanya
sebagai pembimbing, pembina dan pengarah terhadap peserta didik tetapi
juga menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik agar diterima dan
diserap dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan
demikian penggunaan metode pembelajaran merupakan hal yang paling
terpenting dalam proses pembelajaran untuk menyampaikan materi di
sekolah dari guru terhadap peserta didik. Guru harus mampu memilih dan
menggunakan metode yang paling tepat bagi siswa sesuai dengan
karakteristik serta keadaan anak agar dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain itu dalam memilih metode
pengajaran juga disesuaikan pokok bahasan yang telah ditetapkan.
Biasanya metode pengajaran banyak ditentukan dari tujuan yang
dirumuskan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Menurut Soemarsono (2007 :9) yang dimaksud dengan “metode
belajar mengajar adalah kapasiting yang digunakan oleh guru atau dosen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dalam menyajikan atau menyampaikan suatu kesatuan materi atau bahan
pelajaran yang berlangsung dalam proses belajar mengajar siswa”.
Syaiful Sagala (2009:169) mengemukakan bahwa, “metode
mengajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam
mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan
pelajaran pada khususnya”.
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mecapai tujuan
pembelajaran.
Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Metode
pembelajaran adalah metode yang digunakan oleh guru atau dosen dalam
proses belajar mengajar atau dalam menyampaikan/ menyajikan suatu
materi bahan ajar agar tercapai tujuan pembelajaran.
3) Macam-macam Metode pembelajaran
Salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru
adalah kemampuan dalam menyampaikan pengajaran kepada siswa.
Guru tidak cukup hanya menggunakan satu metode dalam
menyampaikan pengajaran kepada siswa. Penggunaan satu metode
mungkin dapat membosankan dan mungkin dapat mematahkan semangat
siswa dalam belajar. Di samping itu kadang-kadang terdapat satu pokok
bahasan yang kurang tepat untuk disampaikan melalui satu metode saja.
Oleh karena itu seorang guru harus menguasai berbagai jenis metode
mengajar. Berbagai metode mengajar tersebut antara lain:
a) Metode diskusi
Menurut Dwidjiastuti (2002 : 69) “Metode diskusi diartikan sebagai
siasat penyampaian bahan pengajaran yang melibatkan peserta didik
untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu
topik bahasan yang bersifat problematik”. Guru dan peserta didik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
memiliki perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan
dalam diskusi.
Menurut Nana Sudjana (2009:79) metode diskusi adalah tukar
menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara
teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang
lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk
mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama.
Sedangkan menurut Mulyadi (2010 : 79) dalam bukunya yang
berjudul Diagnosis Kesulitan Belajar Dan Bimbingan Terhadap
Kesulitan Belajar Khusus, “Metode diskusi adalah suatu proses
pendekatan dari murid dalam memecahkan masalah secara analitis
ditinjau dari berbagai titik pandangan”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode diskusi adalah
suatu cara penguasaan dan penyampaian bahan pengajaran melalui
wahana tukar menukar pendapat untuk membicarakan dan
menemukan alternatif pemecahan suatu masalah secara analitis,
memperjelas sesuatu bahan pelajaran dan mencapai kesepakatan
bersama. Di dalam kegiatan diskusi, terjadi interaksi antara dua atau
lebih individu. Melalui kegiatan diskusi ini berbagai keterampilan
dapat dilakukan yakni keterampilan bertanya, berkomunikasi,
menafsirkan dan menyimpulkan suatu masalah.
b) Metode tanya jawab
Menurut Dwidjiastuti (2002 : 67) metode tanya jawab adalah cara
penyajian pelajaran dalam proses belajar mengajar melalui interaksi
dua arah atau Two Way Traffic dari guru ke peserta didik atau dari
peserta didik kepada guru agar diperoleh jawaban kepastian materi
melalui jawaban lisan guru atau peserta didik.
Menurut Slamet Soewandi (2005 :42), “metode ceramah atau metode
kuliah mimbar adalah cara mengajar dimana guru memberi
informasi atau menjelaskan”
Sedangkan menurut Abdul Majid (2007 : 138), “metode tanya jawab
adalah mengajukan pertanyaan kepada peserta didik. Metode ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
dimaksudkan untuk merangsang untuk berfikir dan membimbingnya
dalam mencapai kebenaran”.
Penggunaan metode tanya jawab biasanya baik untuk maksud-
maksud yang diperlukan untuk menyimpulkan atau mengikhtisarkan
pelajaran atau apa yang dibaca. Tanya jawab dapat membantu
tumbuhnya perhatian peserta didik pada suatu materi pelajaran, serta
mengembangkan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan
dan pengalamannya. Pertanyaan yang digunakan tanya jawab
seharusnya pertanyaan yang membangkitkan motivasi yang dapat
merangsang peserta didik untuk berfikir. Hal tersebut mendorong
siswa untuk mencari dan menemukan jawaban yang tepat dan
memuaskan sehingga anak cenderung lebih aktif.
c) Metode demonstrasi
Menurut Dwidjiastuti (2002 : 75) mengatakan bahwa metode
demostrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan
meragakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses,
situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk
sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh
guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik
bahasan yang harus didemonstrasikan.
Menurut Nana Sudjana (2009:83) “Metode demonstrasi adalah suatu
metode mengajar yang memperlihatkan bagaimana proses terjadinya
sesuatu”.
Sedangkan menurut Syaiful Sagala (2009 : 210) “ metode
demonstrasi adalah pertunjukkan tentang proses terjadinya suatu
peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang
dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik
secara nyata atau tiruannya”.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi
adalah suatu metode mengajar dimana cara penyampaian materi
pelajaran dengan cara memperagakan atau mempertunjukkan kepada
peserta didik tentang suatu proses atau peristiwa. Di sini peserta
didik dapat melihat, mengamati, mendengar, meraba dan merasakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
serta meniru apa yang ditunjukkan oleh guru selama proses
pembelajaran berlangsung.
d) Metode eksperimen
Metode eksperimen digunakan untuk memberikan kesempatan
kepada siswa melakukan suatu proses baik secara sendiri maupun
kelompok. Adapun pengertian metode eksperimen menurut
Dwidjiastuti (2002 : 77) yaitu “Metode eksperimen atau percobaan
diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan peserta
didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil
percobaan”.
Menurut Nana Sudjana (2009 : 93), “Eksperimen adalah metode
yang siswanya mencoba mempraktekkan suatu proses tersebut,
stelah melihat atau mengamati apa yang telah didemonstrasikan oleh
seorang demonstrator”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen
adalah suatu metode mengajar yang melibatkan peserta didik. Di sini
peserta didik melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati proses dan menuliskan hasil percobaannya. Kemudian
hasil percobaan tersebut dikemukakan di depan kelas dan
didiskusikan bersama.
e) Metode inquiry
Menurut Dwidjiastuti (2002 : 81) “Metode inquiry bisa disebut
metode penemuan dan merupakan metode yang relative baru.
Metode penemuan adalah cara penyajian yang memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa
bantuan guru”.
Menurut Roestiyah (1991:75) “Metode inquiry merupakan suatu
teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan kelas,
guru membagi tugas meneliti suatu masalah di kelas. Siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode
inquiry merupakan suatu metode atau cara pemberian kesempatan
kepada siswa untuk melakukan proses penelitian untuk memecahkan
suatu masalah yang kemudian hasilnya didiskusikan bersama dan
dibuat laporan tertulis yang tersusun dengan baik.
f) Metode discovery
Menurut Nasution (2000 :173) menyatakan bahwa memecahkan
masalah adalah metode belajar yang mengharuskan pelajar untuk
menemukan jawabannya (discovery) tanpa bantuan khusus.
Sedangkan menurut Gagne dan Berliner (1984) yang dikutip oleh
Moedjiono dan Moh. Dimyati (1991:490), metode discovery adalah
metode dimaa para siswa memerlukan penemuan konsep, prinsip dan
pemecahan masalah untuk menjdai miliknya lebih dari pada sekedar
menerimanya atau mendapatkannya dari seseorang guru atau sebuah
buku.
Metode discovery sebagai metode belajar mengajar yang
memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan
belajar siswa, digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Hakekat Metode Eksperimen dalam Pembelajaran IPA Anak
Berkesulitan Belajar
1) Pengertian Metode Eksperimen
Istilah eksperimen mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita.
Istilah eksperimen adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Karena itu, dalam Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam tentu saja kedudukan eksperimen sangat penting.
Adapun berbagai pengertian mengenai metode eksperimen adalah
sebagai berikut :
Menurut Roestiyah (2001: 80) yang dikutip dari
(http://smacepiring.wordpress.com/2008/08/08/metode-dan pendekatan-
pembelajaran, “metode eksperimen (praktikum) adalah salah satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
metode yang digunakan untuk mengajar dimana siswa melakukan suatu
percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan
hasil percobaannya kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas
dan dievaluasi guru”.
Metode eksperimen menurut Syaiful Sagala (2009:2) sebagai
cara penyajian bahan pelajaran di mana siswa melakukan percobaan
dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau
hipotesis yang dipelajari.
Sedangkan menurut Abdul Majid ( 2007 : 153), “metode praktik
dimaksudkan supaya mendidik dengan memberikan materi pendidikan
baik mengunakan alat atau benda, sraya diperagakan dengan harapan
anak didik menjadi jelas dan gambling sekaligus dapat mempraktikan
materi yang dimaksud”. Metode praktikum dapat dilakukan kepada siswa
setelah guru memberikan arahan, aba-aba, petunjuk untuk
melaksanakannya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, metode
eksperimen adalah salah satu metode mengajar yang digunakan oleh guru
/ pendidik dimana siswa melakukan percobaan dengan menggunakan alat
atau benda kemudian mengamati prosesnya serta menuliskan hasil
percobaannya kemudian hasil pengamatan disampaikan didepan kelas
dan dikoreksi oleh guru. Metode ini bertujuan agar peserta didik lebih
jelas dan gamblang dalam mengenal sesuatu hal serta membandingkan
antara teori dengan kenyataan. Tujuan eksperimen hendaknya tidak
hanya membuktikan kebenaran suatu prinsip atau hukum yang telah
diajarkan, melainkan juga melihat apa yang terjadi dan baru kemudian
membandingkannya dengan teori. Bahkan mungkin eksperimentasi
diarahkan pada penemuan sesuatu yang baru. Selain itu, sebaiknya
eksperimen tidak dilakukan setelah segala dijelaskan, melainkan diskusi /
pembicaraan diberikan setelah eksperimen selesai. Dalam metode
eksperimen ini peran guru sangat penting, khususnya berkaitan dengan
ketelitian dan kecermatan sehingga tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dalam memaknai kegiatan eksperimen dalam kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Jadi disini guru menjadi faktor penentu berhasil atau
gagalnya metode eksperimen yang dilakukan oleh siswa.
2) Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen
Menurut Roestiyah (2001:81) yang diambil dari
(http://smacepiring.wordpress.com/2008/08/08/metode-dan pendekatan-
pembelajaran) terdapat berbagai kelebihan dan kekurangan didalam
penggunaan metode ekpserimen. Berbagai kelebihan dari metode
eksperimen yaitu :
a) Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya diri atas
kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri
daripada hanya menerima kata guru atau buku.
b) Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi
eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.
c) Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa
terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan
yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup
manusia.
Adapun kekurangan dari metode ini yaitu :
a) Tidak cukupya alat-alat mengakibatkan tidak stiap anak didik
berkesempatan mengadakan eksperimen.
b) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik
harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.
c) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan
teknologi.
Cara mengatasi kekurangan-kekurangan dari metode
eksperimen menurut Syaiful Sagala (2009:221), yaitu :
1) Hendaknya guru menerangkan sejelas-jelasnya tentang hasil yang
ingin dicapai sehingga ia mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang
perlu dijawab dengan eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2) Hendaknya guru membicarakan bersama-sama dengan siswa tentang
langkah yang dianggap baik untul memecahkan masalah dalam
eksperimen, serta bahan-bahan yang diperlukan, variabel yang perlu
dikontrol dan hal-hal yang perlu dicatat
3) Bila perlu, guru menolong siswa untuk memperoleh bahan-bahan
yang diperlukan
4) Guru perlu merangsang agar setelah eksperimen berakhir, ia
membanding-bandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen orang
lain dan mendiskusikannya bila ada perbedaan-perbedaan atau
kekeliruan-kekeliruan.
3) Prosedur dari Metode Eksperimen
Prosedur eksperimen menurut Roestiyah (2001:81) yang diambil
dari (http://smacepiring.wordpress.com/2008/08/08/metode-dan
pendekatan-pembelajaran) adalah :
a) Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, mereka
harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.
b) Memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-
bahan yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang
harus dikontrol dengan tepat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu
dicatat.
c) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan
siswa, bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang
kesempurnaan jalannya eksperimen.
d) Setelah eksperimen selesai, guru harus mengumpulkan hasil
penelitian siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan
tes atau tanya jawab.
4) Hakikat Metode Eksperimen dalam Pembelajaran IPA Anak
Berkesulitan Belajar
Mata pelajaran sains / IPA merupakan suatu mata pelajaran yang
tidak hanya dipelajari oleh sekelompok anak normal saja, melainkan juga
harus dipelajari oleh anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak
berkesulitan belajar. Mengingat mata pelajaran sains atau IPA adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
mata pelajaran yang berkenaan dengan kehidupan nyata yang terkait
dengan lingkungan sekitar anak, maka mata pelajran IPA harus
dikenalkan pada semua siswa, khususnya siswa berkebutuhan khusus
seperti anak berkesulitan belajar sebagai dasar untuk memiliki
ketrampilan hidup. Menurut Polloway dan Patton (1993) yang dikutip
oleh Parwoto (2007 : 212) ada banyak alasan mata pelajaran IPA penting
diajarkan kepada siswa anak berkebutuhan khusus seperti anak
berkesulitan belajar, yaitu :
a) Pengalaman langsung terutama sekali membantu siswa menjadi
akrab dengan kelompoknya.
b) Ketrampilan dasar dapat diterapkan dalam konteks yang bermakna.
c) Kaya latar belakang pengalaman yang dapat dikembangkan utuk
menenetapkan “kerangka kerja pengetahuan ke dalam ide-ide baru
pengintegrasian siswa pertemanan”.
d) Para siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan berfikir yang lebih tinggi dan strategi pemecahan
masalah.
Untuk memahami konsep-konsep IPA, maka di dalam
pembelajaran IPA dibutuhkan beberapa ketrampilan. Adapun
ketrampilan-ketrampilan tersebut menurut Rakes dan Choate yang
dikutip oleh Parwoto (2007 : 216) yaitu :
a) Ketrampilan memperoleh informasi melalui pengamatan,
mendengar, membaca, ketrampilan studi dan eksperimen langsung.
b) Ketrampilan memproses informasi melalui pengorganisasian,
analisis, hipotesis, pengukuran dan klasifikasi.
c) Ketrampilan terpadu yaitu sintesis, hipotesis, eksperimen mandiri,
generalisai dan evaluasi.
Sesuai penjelasan di atas mata pelajaran sains / IPA diperlukan
suatu bentuk kegiatan yang dapat mengarahkan siswa anak berkesulitan
belajar untuk dapat menemukan suatu konsep melalui pengujian atau
penemuan secara langsung. Metode eksperimen (praktikum) sangat cocok
apabila digunakan dalam pembelajaran IPA pada umumnya karena disitu
peserta didik baik yang normal maupun anak berkesulitan belajar dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
melakukan percobaan dengan benda nyata. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Ibrahim (2003 : 107) bahwa " ... metode
eksperimen langsung melibatkan para siswa melakukan percobaan untuk
mencari jawaban terhadap permasalahan yang diajukan”. Karena pada
dasarnya anak usia sekolah dasar baik anak normal maupun anak
berkesulitan belajar cenderung rasa ingin tahunya tinggi, jadi dengan
penerapan metode ini anak mampu bereksplor atau aktif dalam
pembelajaran. Dalam kegiatan ini peserta didik baik yang normal ataupun
anak berkebutuhan khusus seperti anak berkesulitan belajar mampu
mengamati, menganalisi, membuktikan kebenaran serta membandingkan
dari teori-teori yang telah mereka baca dengan hasil percobaannya.
B. Penelitian yang Relevan
Upaya untuk meningkatkan prestasi belajar pada siswa telah banyak
dilakukan. Hal ini terbukti dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh para ahli
peneliti atau para mahasiswa sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut belum
semuanya sempurna. Oleh karena itu penelitian tersebut perlu penelitian lanjutan
demi melengkapi dan menyempurnakan penelitian-penelitian sebelumnya.
Beberapa penelitian yang berhubungan tentang peningkatan prestasi belajar yang
akan dijadikan sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini yaitu penelitian yang
dilakukan oleh : April Lina Sri Windayani dengan penelitian yang berjudul “
Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA melalui Penerapan Metode
Demonstrasi-Eksperimen Siswa Kelas III SDN 3 Jenengan Sawit Boyolali Tahun
2009/ 2010” menyimpulkan bahwa dengan penerapan metode demonstrasi-
eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas III SDN 3
Jenengan Sawit Boyolali dibandingkan dengan penggunaan metode ceramah. Hal
ini terlihat dari prosentase kenaikan nilai IPA siswa kelas III dari siklus I sampai
siklus III. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 12 anak atau
46,15%, pada siklus II siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 14 anak atau
53,85% dari 26 siswa, dan siklus III siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
anak atau 88,46% dari 26 anak. Dari siklus I kemudian dilaksanakan siklus II
prestasi siswa mengalami prosentasi kenaikan 7,70 %, dari siklus II kemudian
dilaksanakan siklus III mengalami prosentasi kenaikan 34,62%.
Selain itu, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
Andayani yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA tentang Konsep
Gaya Melalui Metode Eksperimen Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tegalombo
Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010”,
menyimpulkan bahwa hasil belajar IPA tentang konsep gaya pada siswa kelas IV
SD Negeri Tegalombo I meningkat dengan menggunakan metode eksperimen.
Hal ini dapat dilihat dari nilai tes tertulis siswa yang meningkat. Pada kondisi
awal siswa yang memperoleh nilai sama dengan atau diatas KKM sebanyak 9
siswa atau 45% dari seluruh siswa kelas IV sedangkan siswa yang memperoleh
nilai dibawah KKM (60) sebanyak 11 siswa atau 55%. Pada siklus I siswa yang
memperoleh nilai dibawah KKM (60) sebanyak 6 siswa atau 30%, sedangkan
siswa yang memperoleh nilai sama dengan atau diatas KKM sebanyak 14 siswa
atau 70% siswa. Pada siklus II, siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM
sebanyak 3 siswa atau 15%, sedangkan siswa yang memperoleh nilai sama dengan
atau diatas KKM sebanyak 85% siswa. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
hasil belajar IPA sebanyak 40% dari kondisi awal dan 15% dari siklus I.
Perbedaan dari penelitian-penelitian terdahulu yaitu setiap penelitian
mempunyai ide – ide yang baru sehingga hasilnya pun juga berbeda-beda. Akan
tetapi, penelitian tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan
prestasi belajar IPA siswa. Para peneliti menggunakan teknik, metode dan media
maupun pendekatan yang bervariasi. Pada kesempatan ini, peneliti akan
melakukan penelitian tentang prestasi belajar anak berkesulitan belajar pada mata
pelajaran IPA, dengan metode dan teknik yang berbeda. Pada penelitian kali ini,
peneliti menggunakan metode eksperimen khususnya pada pokok bahasan
“Energi Panas dan Bunyi” pada anak berkesulitan belajar, dimana sebelum
melakukan percobaan anak diperlihatkan demonstrasi dan video mengenai
penjelasan materi dari kegiatan percobaan tersebut. Penelitian yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
difokuskan tentang bagaimana meningkatkan prestasi belajar IPA anak
berkesulitan belajar di SDN Petoran Surakarta.
C. Kerangka Berfikir
Untuk menerapkan pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) di
kelas IV memang sangat sulit. Siswa diharapkan dapat berfikir secara sistematis,
logis, kritis dan kreatif sesuai dengan perkembangan kemampuan dan lingkungan
anak berada. Dalam pelaksanaan, anak benar-benar ditekankan agar dapat
melaksanakan pemecahan masalah yang dihadapinya. Dengan metode
eksperimen konsep-konsep IPA menjadi lebih jelas sehingga siswa dapat lebih
percaya atas kebenaran berdasarkan percobaan yang telah dilakukan sendiri.
Dengan konsep yang jelas melalui percobaan, akan menumbuhkan
motivasi dan minat dalam pembelajaran sehingga hasil belajar akan meningkat.
Berdasarkan uraian di atas maka kerangka berfikir untuk penelitian ini dapat
digambarkan pada gambar sebagai berikut :
Bagan 2.1. Kerangka Berfikir
Kondisi
Awal
Kondisi
Akhir
Pembelajaran IPA
menggunakan
metode ceramah
Tindakan
Siklus I
Pembelajaran dengan metode
eksprimen
Siklus II
Pembelajaran dengan metode
eksperimen + bimbingan dan
pendampingan anak berkesulitan
belajar
Prestasi belajar
IPA anak
berkesulitan
belajar
meningkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir tersebut diatas dapat
dinyatakan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut pembelajaran
dengan metode eksperimen dalam pembelajaran IPA, dapat meningkatkan
prestasi belajar IPA pada anak berkesulitan belajar kelas IV B SD Negeri Petoran
Surakarta tahun ajaran 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan Di Sekolah Dasar Negeri Petoran Surakarta.
Adapun alasan pemilihan SD Negeri Petoran Surakarta sebagai tempat penelitian
didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Di sekolah tersebut belum pernah diadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan
menggunakan metode eksperimen atau percobaan untuk meningkatkan prestasi
IPA di kelas IV SD Negeri Petoran Surakarta.
b. Sesuai dengan hasil pengamatan peneliti ketika melakukan kegiatan Program
Pengalaman Lapangan (PPL) di SD Negeri Petoran Surakarta, ditemukan
banyak anak yang mengalami kesulitan didalam belajar yaitu 54 siswa atau
11% dari seluruh jumah peserta didik. Salah satu kesulitan yang dihadapi oleh
anak yaitu pada mata pelajaran IPA, dimana 75 % dari jumlah siswa kelas IV B
atau 30 siswa mengalami kesulitan di dalam menerima dan memahami materi
IPA yang disajikan oleh guru. Kesulitan dalam mata pelajaran IPA tidak hanya
dialami oleh anak normal tetapi juga dialami oleh anak yang berkesulitan
belajar. Sehingga perolehan nilai atau prestasi IPA yang rendah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, mulai bulan Desember
sampai dengan bulan Maret 2010. Adapun jadwal kegiatan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
No Uraian Kegiatan Des Jan Feb Mar
A. Persiapan
1. Observasi awal
2. Menyusun proposal
3. Menyusun instrumen
4. Perijinan
B. Pelaksanaan
1. Melaksanakan
tindakan dan
mengumpulkan data
a. Siklus I
b. Siklus II
C. Penyusunan laporan
1. Analisis data
2. Pembahasan
3. Menyusun laporan
hasil penelitian
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah siswa kelas IV B SD
Negeri Petoran Surakarta tahun ajaran 2010 /2011 yang terdiri dari 39 siswa,
dimana terdapat 7 siswa yang terdeteksi sebagai anak berkesulitan belajar yaitu 5
siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan. Dilihat dari data anak berkebutuhan
khusus (ABK) di kelas IV B dan nilai raport pada mata pelajaran IPA yang rendah
di bawah nilai KKM yaitu 63. Adapun data dari anak tersebut yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tabel 3.2. Daftar Nama Siswa Berkesulitan Belajar
No Inisial Siswa TTL
1. AP Surakarta, 12 Mar 2000
2. SH Surakarta, 28 Okt 2001
3. LW Surakarta, 5 Nop 2000
4. WB Surakarta, 5 Agust 2000
5. IK Surakarta, 15 Apr 2000
6. IS Surakarta, 10 Apr 2000
7. IC Surakarta, 11 Mar 2000
C. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian, maka teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Dokumentasi
Menurut Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani (2009 : 117), “dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang dapat berupa tulisan,
gambar atau karya-karya monumental dari seseorang”. Di dalam
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis
seperti buku-buku, majalah, peraturan-peraturan, catatan harian, dokumen dan
sebagainya.
Dalam penelitian ini, dokumen digunakan untuk mengetahui jumlah siswa
kelas IV B yang mengalami kesulitan belajar serta nilai hasil pretest sebelum
diadakan tindakan, sebagai dasar untuk membentuk kelompok-kelompok
dalam kegiatan pembelajaran IPA dengan metode eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 3.3. Jenis-Jenis Dokumen
No Jenis Dokumen Keterangan
1. Daftar nama siswa kelas IV B yang
mengalami kesulitan belajar
Untuk mengetahui siswa yang
mengalami kesulitan belajar
2. Nilai pretest sebelum tindakan Untuk mengetahui nilai siswa
sebelum tindakan sebagai dasar
pembentukan kelompok
3. Buku induk siswa Untuk mengetahui jumlah
siswa atau populasi di kelas IV
B SD N Petoran Surakarta
2. Tes
Selain dengan dokumentasi dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data
dengan teknik tes. Tes menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 150) adalah
serentetan pertanyaan / latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur
ketrampilan, pengetahuan inteligensi kemampuan atau bakat yang dimiliki
oleh individu atau kelompok.
Menurut Anas Sudijono (2008 : 67), tes adalah cara (yang dapat
dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka
pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk
pemberian tugas atau serangkaian tugas, baik pertanyaan-pertanyaan
(yang harus dijawab), atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan)
oleh testee, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil
pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan
tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan
nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan
nilai standar tertentu.
Sedangkan menurut Slameto (2001 : 30), yang dimaksud dengan “Tes
hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab
atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar
siswa”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa teknik tes adalah suatu
teknik/cara yang berisi serentetan pertanyaan, latihan yang berupa pemberian
tugas yang digunakan untuk mengukur kemajuan belajar, ketrampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok.
Teknik tes ini digunakan peneliti untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar IPA anak, khususnya penguasaan materi yang diajarkan sebelum
atau pada awal kegiatan dan sesudah tindakan dengan menggunakan metode
eksperimen atau pada akhir kegiatan (akhir siklus).
Adapun data yang dikumpulkan peneliti dalam penelitian ini yaitu :
1. Data ABK untuk mengetahui anak yang berkesulitan belajar
2. Nilai Pre-test
3. Nilai siklus I
4. Nilai siklus II
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data yang telah
berhasil dikumpulkan yaitu dengan teknik deskriptif kuantitatif yaitu dengan
membandingkan hasil nilai tes saat pre-test dan nilai antar siklus . Yang dianalisis
nilai tes setiap siswa sebelum mengalami tindakan (pre-test) dan nilai tes siswa
setelah mengalami tindakan tergantung berapa banyak siklusnya atau hasil akhir
setiap siklus. Selanjutnya, data yang berupa nilai antara siklus tersebut
dibandingkan sehingga hasilnya dapat mencapai batas ketercapaian yang telah
ditentukan.
E. Validitas Data
Di dalam penelitian diperlukan adanya validitas data, maksudnya
adalah semua data dan informasi yang dikumpulkan, nantinya akan dijadikan data
penelitian perlu diperiksa validitasnya sehingga data tersebut dapat dipertanggung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
jawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan.
Validitas (kesahihan) menurut Ngalim Purwanto (2006 :23) adalah kualitas yang
menunjukkan hubungan antara suatu pengukuran (diagnosis) dengan arti atau
tujuan kriteria belajar atau tingkah laku. Validitas berkenaan ketepatan terhadap
konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.
Menurut Slameto (2001 : 216), suatu tes dikatakan valid bila tes tersebut benar-
benar cocok untuk mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Suatu teknik
evaluasi atau tes dikatakan mempunyai validitas tinggi (disebut valid) jika teknik
evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang sebenarnya akan diukur. Nana
Sudjana (2005, 12-16), menyebutkan empat jenis validitas yang sering digunakan,
yakni :
1. Validitas isi (content validity)
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan alat penelitian dalam mengukur
isi yang seharusnya. Artinya, tes tersebut mampu mengungkapkan isi suatu
konsep atau variable yang hendak diukur. Isi tes tersebut merupakan sampel
materi dari bahan uji secara keseluruhan dan dapat dikembangkan melalui
tabel kisi-kisi. Bila syarat ini dipenuhi maka tes tersebut dapat juga dikatakan
memiliki validitas kurikuler.
2. Validitas bangun pengertian (construct validity)
Validitas bangun atau bangun pengertian (construct validity) berkenaan
dengan kesanggupan alat penilaian untuk mengukur pengertian-pengertian
yang terkandung dalam materi yang diukurnya. Pengertian-pengertian yang
terkandung dalam konsep kemampuan, minat, sikap dalam berbagai bidang
kajian harus jelas apa yang hendak diukurnya.
3. Validitas ramalan (predictive validity)
Dalam validitas ini diutamakan bukan isi tes, melainkan kriterianya, apakah
alat penilaian tersebut dapat digunakan untuk meramalkan suatu ciri, perilaku
tertentu, atau kriteria tertentu yang diinginkan. Suatu tes dikatakan memiliki
predictive validity jika hasil korelasi tes itu dapat meramalkan dengan tepat
keberhasilan seseorang pada masa mendatang di dalam lapangan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tepat tidaknya ramalan tersebut dapat dilihat dari korelasi koefisien antara
hasil tes itu dengan hasil alat ukur lain pada masa mendatang.
4. Validitas kesamaan (concurrent validity)
Validitas kesamaan suatu tes artinya membuat tes yang memiliki persamaan
dengan tes sejenis yang telah ada atau yang telah dibakukan. Validitas
kesamaan suatu tes adalah melalui indeks korelasi berdasarkan perhitungan
korelasi. Apabila menunjukkan indeks korelasi yang cukup tinggi, yakni
mendekati angka satu (korelasi sempurna), berarti tes yang disusun tersebut
memiliki validitas kesamaan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi. Dimana teknik
tes yang digunakan peneliti mempunyai kesejajaran (sesuai) dengan tujuan dan
deskripsi bahan pelajaran yang diajarkan. Isi dari tes ini telah dikonsultasikan
dengan guru kelas IV B dan dinyatakan valid yaitu sejajar atau sesuai dengan
tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diajarkan. Isi tes yang digunakan
peneliti dikembangkan melalui tabel kisi-kisi yang telah ditentukan oleh peneliti.
F. Indikator Kinerja
Untuk mengukur keberhasilan tindakan, peneliti perlu merumuskan
indikator-indikator ketercapaiannya yang digunakan sebagai tolok ukur dalam
menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil bila
prestasi belajar IPA pada masing-masing siswa atau ke-7 siswa yang berkesulitan
belajar mencapai atau sesuai dengan KKM yang telah ditentukan oleh sekolah
yaitu dengan perolehan nilai 63 pada setiap siklus.
G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan kerangka dasar berbentuk rangkaian siklus
yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan / tindakan,
observasi dan refleksi. Secara singkat prosedur penelitian tindakan kelas dapat
digambarkan pada gambar berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Bagan 3.2. Siklus Penelitian
Adapun pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Siklus I
a. Perencanaan
1) Peneliti mencari informasi mengenai prestasi belajar siswa terhadap
mata pelajaran IPA.
2) Penyusunan rencana pembelajaran IPA kelas IV materi Energi panas
dan bunyi .
3) Pembentukan kelompok dimana setiap kelompok terdapat salah satu
siswa yang mempunyai prestasi belajar rendah dan siswa yang
mempunyai prestasi tinggi.
4) Peneliti mengkoordinasi siswa untuk membawa alat dan bahan yang
akan digunakan untuk pelaksanaan percobaan. Peneliti juga
menyiapkan alat-alat percobaan sebagai penunjang pembelajaran.
Tindakan
Rencana
Tindakan
Refleksi
Observasi Rencana
Observasi
Refleksi
Siklus I
Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
5) Peneliti menyiapkan alat evaluasi yang digunakan peneliti untuk
mengukur sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran.
b. Pelaksanaan / Tindakan
Pada proses tindakan, peneliti berperan sebagai guru. Sehingga dalam
pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikut :
1) Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa,
mengkondisikan siswa untuk siap menerima pelajaran.
2) Guru membuka pelajaran dengan memberikan apersepsi seperti “anak-
anak coba apa yang dimaksud dengan energi dan maam-macam energi
itu?”. Guru mengulas materi pelajaran yang pernah dipelajari saat
duduk di kelas III atau pelajaran yang telah lalu mengenai energi.
3) Siswa menanggapi dengan menjawab pertanyaan sebagai respon dari
guru.
4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
5) Guru mengkoordinasikan siswa untuk berkelompok sesuai dengan
anggota kelompok yang telah dibentuk.
6) Guru mengkoordinasikan siswa untuk menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan dalam melakukan percobaan. Dan guru juga menyiapkan
alat sebagai penunjang proses pembelajaran.
7) Guru memberikan sedikit penjelasan bagi siswa tentang apa yang akan
mereka lakukan dalam melakukan percobaan.
8) Guru membagi selembar kertas yang berisi petunjuk cara melakukan
percobaan dan sedikit soal mengenai hasil percobaan yang telah
dilakukan.
9) Guru memperlihatkan demonstrasi dari langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam melakukan percobaan.
10) Masing-masing kelompok melakukan percobaan dan
mendiskusikannya dengan anggota masing-masing kelompok. Setiap
siswa diminta untuk aktif mengikuti percobaan.
11) Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, guru membimbing jalannya
eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
12) Siswa menjawab pertanyaan yang ada di dalam lembar kegiatan dan
mencatat hasil percobaan.
13) Siswa mendiskusikan hasil percobaan.
14) Perwakilan dari kelompok yang sudah selesai melakukan percobaan
diminta untuk tampil ke depan kelas menyampaikan jawaban dengan
disertai alasan, siswa lain memperhatikan.
15) Siswa bersama-sama dengan guru melakukan tanya jawab untuk
menarik suatu kesimpulan.
16) Guru mengadakan evaluasi untuk menyusun keberhasilan yang dicapai
siswa.
c. Observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan saat proses pembelajaran IPA
berlangsung. Kegiatan observasi difokuskan pada pelaksanaan
pembelajaran seperti berikut :
1) Guru mengamati jalannya pembelajaran.
2) Guru mengamati langkah-langkah kegiatan siswa selama proses
pembelajaran.
3) Guru mengamati keaktifan siswa saat melakukan percobaan.
4) Kesimpulan dari percobaan yang dilakukan siswa apakah sudah sesuai
dengan yang diharapkan.
d. Refleksi
Refleksi yang dilakukan guru adalah mendata hasil pembelajaran pada
siklus I dari pelaksanaan pembelajaran (dengan metode eksperimen),
kendala-kendala yang masih dijumpai, dari mulai mempersiapkan alat
hingga penyimpulan hasil eksperimen. Cara mengatasinya adalah guru
melakukan tanya jawab dengan siswa tentang kegiatan yang telah
dilakukan. Dari hasil tanya jawab tersebut dibuat kesimpulan bersama-
sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
2. Siklus II
Dari hasil refleksi pelaksanaan siklus I dilakukan dengan langkah-langkah
perbaikan sebagai berikut :
a. Perencanaan
1) Guru lebih memperhatikan dan mendekati kelompok yang
memerlukan bimbingan yaitu terutama pada kelompok dimana
terdapat siswa yang berkesulitan belajar/ prestasi rendah.
2) Guru memberikan bimbingan bagi siswa yang memerlukan.
3) Guru mengadakan tanya jawab di akhir percobaan untuk membuat
kesimpulan bersama.
4) Selain itu guru menyusun rencana pembelajaran ulang mata pelajaran
IPA kelas IV materi energi panas dan bunyi.
5) Guru juga mempersiapkan lembar kegiatan untuk pelaksanaan
kegiatan percobaan.
6) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa untuk menyimpulkan hasil
percobaan.
b. Pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pelaksanaan Siklus II ini
antara lain :
1) Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam , berdoa,
obsensi, serta pengkondisian kelas agar siswa siap untuk mengikuti
pembelajaran.
2) Guru mengulang materi yang telah diberikan pada saat siklus I dengan
mengaitkan materi yang akan disampaikan sekarang.
3) Guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan yang
berkaitan dengan materi.
4) Siswa menjawab sebagai respon dari pertanyaan guru.
5) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
6) Guru memperlihatkan video yang berisi langkah-langkah dalam
melakukan percobaan dan sedikit penjelasan agar anak lebih mengerti
dalam melakukan eksperimen.
7) Guru mengkoordinasikan siswa untuk berkelompok dan menempatkan
salah satu kelompok yang salah satu angggotanya ramai atau
mengalami hambatan dalam belajar di dekat guru agar guru lebih
mudah mengawasi dan mudah dalam memberi bimbingan.
8) Siswa menyiapkan peralatan untuk kegiatan percobaan (eksperimen)
9) Siswa diberi permasalahan dan kemudian melakukan percobaan
10) Siswa berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menemukan
jawaban.
11) Guru meminta salah satu siswa yang sudah selesai melakukan
percobaan untuk tampil ke depan kelas untuk mengutarakan hasil
jawabannnya/ hasil percobaannya, siswa lain memperhatikan.
12) Setelah hasil percobaaan dilaporkan siswa bersama guru melakukan
tanya jawab untuk menarik kesimpulan.
13) Guru mengadakan evaluasi untuk mengukur sejauh mana ketercapaian
tujuan proses pembelajaran.
c. Observasi
1) Dalam kegiatan observasi disini penulis mengobservasi siswa dalam
persiapan pembelajaran dalam menyiapkan alat-alat percobaan dan
mengamati siswa dalam melakukan kegiatan percobaan yaitu keaktifan
siswa.
2) Dalam siklus ini, guru telah memperlihatkan video sesuai materi yag
akan disampaikan dan memberikan bimbingan kepada salah satu
kelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan
percobaan.
3) Permasalahan atau kesulitan yang dihadapi siswa pada siklus I ternyata
telah dapat diperbaiki pada siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
d. Evaluasi
Pelaksanaan pada siklus II dapat mengatasi permasalahan pada siklus I.
Sehingga kendala-kendala yang ada pada siklus I dapat diatasi pada siklus
II. Pada siklus II ini target penelitian sudah tercapai sehingga penelitian
tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya, sehingga tidak perlu
mengadakan refleksi kembali. Pada siklus II prestasi belajar IPA
meningkat, hal ini menunjukan bahwa metode eksperimen dapat
meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas IV B SD Negeri
Petoran Surakarta tahun ajaran 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal (Pra-tindakan)
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada saat
Program Pengalaman Lapangan di kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta
diketahui bahwa dalam pembelajaran IPA, guru kelas masih menggunakan model
pembelajaran metode ceramah dimana proses pembelajaran didominasi oleh guru.
Sedangkan siswa lebih banyak diam atau terlihat pasif dan hanya mendengarkan
penjelasan guru. Hanya beberapa siswa yang terlihat aktif dan sebagian besar
lainnya diam (pasif) dan ada juga yang sama sekali tidak memperhatikan
penjelasan yang diberikan oleh guru. Hal tersebut disebabkan karena siswa
merasa bosan dengan metode yang digunakan guru dalam menyampaikan materi.
Sebelum melakukan penelitian, langkah awal yang dilakukan peneliti
yaitu mengumpulkan data-data anak yang mengalami kesulitan belajar di kelas IV
B SD Negeri Petoran Surakarta. Dimana sekolah tersebut merupakan salah satu
sekolah inklusi yang berada di kota Surakarta. Sebagian besar siswa di SD Negeri
Petoran Surakarta merupakan siswa normal dan hanya beberapa siswa yang
berkebutuhan khusus misalnya anak yang mengalami kesulitan belajar. Adapun
subyek penelitian yang peneliti gunakan berjumlah 7 siswa yang terdiri dari 5
siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan.
Langkah berikutnya, peneliti melakukan sebuah pre-test dimana sebelum
pre-test peneliti masuk di dalam kelas untuk melaksanakan pembelajaran dengan
metode ceramah atau konvensional pada mata pelajaran IPA materi energi panas
dan bunyi. Pre-test digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa
dalam pelajaran IPA materi energi panas dan energi bunyi dengan penggunaan
metode ceramah dalam proses pembelajarannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Adapun hasil prestasi belajar IPA dengan menggunakan metode ceramah
sebagai kondisi awal yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4. Daftar Nilai IPA Anak Berkesulitan Belajar Kondisi Awal
No Insial Siswa KKM Nilai Ket
1. AP 63 57 Tidak Tuntas
2. SH 63 54 Tidak tuntas
3. LW 63 48 Tidak tuntas
4. WB 63 53 Tidak tuntas
5. IK 63 50 Tidak tuntas
6. IS 63 52 Tidak tuntas
7. IC 63 49 Tidak tuntas
AP SH LW WB IK IS IC
KKM 63 63 63 63 63 63 63
NILAI KA 57 54 48 53 50 52 49
0
10
20
30
40
50
60
70
KKM
NILAI KA
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa siswa yang mengalami
kesulitan belajar nilainya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yang ditentukan oleh sekolah yaitu 63. Ketidaktuntasan nilai siswa dikarenakan
Nilai IPA Anak Berkesulitan Belajar Kondisi Awal
Grafik 4.1. Grafik Nilai IPA Anak Berkesulitan Belajar Kondisi Awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
siswa tidak mampu memahami materi IPA pada pokok bahasan energi panas dan
bunyi. Siswa berkesulitan belajar kurang mampu memahami materi secara
abstrak. Atas dasar pre-test tersebut, peneliti mengadakan koordinasi dengan guru
kelas tentang alternatif yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar IPA
materi energi panas dan bunyi siswa kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta.
Hasil diskusi didapatkan suatu kesepakatan bahwa akan diterapkan metode
eksperimen dalam pembelajaran IPA.
2. Siklus I
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan dilaksanakan pada hari Senin, 14 Februari
2011. Pada tahap ini peneliti merencanakan pelaksanaan siklus I yang telah
dilaksanakan selama 2 kali pertemuan yaitu pada hari Rabu dan Jumat, tanggal
16 dan 18 Februari 2011 di ruang kelas IV B SD N Petoran Surakarta. Masing-
masing berlangsung selama 2 x 35 menit yang dilaksanakan pada jadwal
terstruktur. Dalam tahap ini, guru mengkaji Standar Kompetensi (SK) ,
Kompetensi Dasar (KD), menyiapkan bahan ajar, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi IPA yaitu energi panas dan bunyi.
Seteleh membuat rencana pembelajaran, peneliti membagi kelas
menjadi 7 kelompok dimana setiap kelompok terdapat salah satu siswa yang
terdeteksi sebagai siswa berkesulitan belajar dan siswa yang unggul atau
berprestasi tinggi. Kemudian peneliti mengkoordinasikan siswa untuk
membawa alat dan bahan yang akan digunakan untuk pelaksanaan percobaan.
Peneliti juga menyiapkan alat evaluasi beserta kunci jawabannya,
evaluasi digunakan peneliti untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana
keberhasilan proses pembelajaran.
b. Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahap ini, peneliti berperan sebagai peneliti aktif dimana
peneliti masuk sebagai guru atau pengajar mata pelajaran IPA dengan materi
energi panas dan bunyi dengan penggunaan metode eksperimen. Seperti yang
telah direncanakan, tindakan siklus I terdiri dari 2 pertemuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
1) Pertemuan I
Pembelajaran dimulai dengan guru mengkondisikan siswa, berdoa
dan apersepsi. Dalam apersepsi, guru menanyakan materi yang telah
dipelajari saat duduk dikelas III yaitu macam-macam energi. Setelah itu
guru menjelaskan mengenai energi dan macam-macam energi. Guru
kemudian menyampaikan materi yang akan diujicobakan yaitu sumber
energi panas dan cara perpindahannya.
Guru mengkoordinir masing-masing kelompok untuk menyiapkan
alat dan bahan yang diperlukan. Guru membagikan lembar yang berisi
langkah kerja untuk melakukan percobaan dan memberikan penjelasan
serta demonstrasi mengenai cara kerja masing-masing percobaan. Siswa
melakukan percobaan sesuai dengan penjelasan dan demonstrasi dari guru
serta sesuai dengan lembar kegiatan. Guru mengarahkan ketujuh siswa
yang berkesulitan belajar untuk mencoba semua kegiatan yang
diujicobakan agar anak bisa merasakan, melihat, mempraktekkan serta
membandingkan dengan teori yang ada di buku. Masing-masing kelompok
mencatat hasil percobaan. Perwakilan anggota kelompok untuk melaporkan
hasil diskusi di depan kelas. Siswa dan guru menyimpulkan dari hasil
percobaan.
2) Pertemuan II
Pada pertemuan ini guru memulai pelajaran dengan
mengkondisikan siswa, berdoa, dan apersepsi. Dalam apersepsi guru
mengulang pelajaran yang lalu dengan menanyakan anak mengenai energi
dan macam-macam energi. Pada pertemuan kedua ini diadakan percobaan
tentang sumber energi bunyi dan cara perambatannya. Guru memberikan
penjelasan dan demonstrasi mengenai kegiatan yang akan diujicobakan.
Siswa menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Masing-masing
kelompok mempraktekkan mengenai sumber bunyi dan cara
perambatannya serta mencatat hasil percobaan. Siswa yang menjadi subjek
dalam penelitian diminta untuk mempraktekkan sendiri apa yang diuji
cobakan. Kemudian perwakilan dari masing-masing kelompok melaporkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
hasil diskusi di depan kelas. Siswa dan guru membuat kesimpulan dari hasil
percobaan tersebut.
Untuk mengakhiri siklus I, guru memberikan evaluasi untuk
mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan metode eksperimen
dalam pembelajaran IPA.
c. Observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan saat proses pembelajaran IPA
berlangsung. Kegiatan observasi difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran.
Dalam kegiatan ini difokuskan pada subjek penelitian, dimana peneliti
mengamati keaktifan siswa terutama ketujuh siswa yang berkesulitan belajar.
Hasil dari kegiatan observasi kemudian dianalisis, untuk menentukan
langkah berikutnya yang akan ditempuh.
d. Evaluasi dan Refleksi
Evaluasi dilakukan setelah diberlakukannya metode eksperimen dalam
pembelajaran IPA dengan materi energi panas dan bunyi yang dilakukan dalam
2 pertemuan. Evaluasi dilaksanakan sekitar 20 menit dengan mandiri. Jumlah
soal evaluasi 25 nomer yang terdiri dari 10 soal pilihan ganda, 10 soal esay dan
5 soal uraian. Karena evaluasi dilakukan untuk mata pelajaran IPA, maka di
dalam soal evaluasi tersebut terdapat tingkat pengetahuan, pemahaman dan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah pengadaan evaluasi, maka tahap terakhir yaitu refleksi.
Refleksi dilakukan oleh peneliti dan guru. Refleksi dilakukan menurut hasil
pengamatan yang telah dilaksanakan saat proses pembelajaran berlangsung.
Refleksi dilakukan peneliti untuk memperbaiki tindakan dengan cara
menghilangkan kendala atau hambatan-hambatan yang terjadi pada siklus I.
Adapun hambatan yang masih ditemui dalam siklus I yaitu sebagai berikut :
1) Masih terdapat siswa berkesulitan belajar yang bingung dalam mengikuti
langkah-langkah dalam melakukan percobaan.
2) Peneliti kurang memotivasi ketujuh siswa yang menjadi subjek penelitian
yaitu siswa yang mengalami kesulitan belajar untuk lebih aktif dalam
melakukan percobaan selama proses pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
3. Siklus II
a. Perencanaan
Perencanaan kegiatan siklus II ini dilaksanakan pada hari Sabtu,
tanggal 19 Februari 2011. Sama seperti pada siklus I, sesuai rencana siklus II
terdiri dari 2 kali pertemuan yaitu pada hari Senin dan Rabu tanggal 21 dan 23
Februari 2001. Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada siklus I, maka
peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ulang untuk
mengembangkan pembelajaran dengan materi yang sama. Dalam siklus II ini
guru atau peneliti sedikit memperlihatkan video yang berisi penjelasan dan cara
melakukan percobaan sesuai dengan materi.
Didalam siklus II ini guru atau peneliti lebih memperhatikan ketujuh
siswa yang berkesulitan belajar yang membutuhkan bimbingan. Guru atau
peneliti mendampingi ketujuh siswa dalam melakukan percobaan dan
memberikan penjelasan kepada siswa, agar lebih mengerti dan memahami
konsep-konsep IPA yang dipelajari.
b. Pelaksanaan Tindakan
Seperti pada siklus I, dalam siklus II ini terdiri dari 2 kali pertemuan.
Masing-masing pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit sesuai RPP yang
telah disiapkan. Dalam penelitian ini, peneliti berperan aktif selama proses
pembelajaran berlangsung.
1) Pertemuan I
Guru mengawali pembelajaran dengan berdoa, dan apersepsi.
Dalam apersepsi, guru memberikan tanya jawab untuk mengulang
pelajaran yang telah lalu.
Karena anggota dari masing-masing kelompok sama, jadi guru
tinggal mengkoordinir siswa sesuai kelompoknya. Masing-masing
kelompok menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Sebelum
melakukan percobaan anak diperlihatkan video yang berisi tentang
langkah-langkah dalam melakukan percobaan sesuai dengan materi yaitu
sumber energi panas dan cara perpindahannya serta sedikit penjelasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Kemudian masing-masing kelompok mempraktekkan percobaan dan
mencatat hasilnya.
Perbedaan pada sikus II ini, dalam proses pembelajaran atau ketika
melakukan percobaan peneliti memberikan bimbingan atau mendampingi
ketujuh siswa berkesulitan belajar. Setelah mendapatkan hasil, perwakilan
dari masing-masing anggota kelompok mempresentasikan hasil yang
diperoleh saat percobaan di depan kelas. Siswa yang lain dan guru atau
peneliti menyimpulkan hasil dari percobaan tersebut.
2) Pertemuan II
Pada pertemuan kedua dalam siklus II ini dilaksanakan pada hari
Rabu, tanggal 23 Februari 2011. Pada pertemuan ini guru memulai
pelajaran dengan berdoa dan apersepsi. Dalam apersepsi guru mengulang
pelajaran yang lalu dan melakukan tanya jawab mengenai energi bunyi dan
perambatannya. Siswa dan guru menyiapkan alat dan bahan yang
dibutuhkan untuk melakukan percobaan. Guru memberikan penjelasan dan
demontrasi dari percobaan yang akan dilakukan. Anak diperlihatkan video
yang berisi penjelasan sesuai materi. Di pertemuan kedua ini, siswa
mempraktekkan mengenai energi bunyi dan cara perambatannya. Dalam
melakukan percobaan, ketujuh siswa yang mengalami kesulitan diberikan
bimbingan dan didampingi selama proses pembelajaran. Setelah
mendapatkan hasil, perwakilan dari masing-masing anggota kelompok
mempresentasikan hasil yang diperoleh saat percobaan di depan kelas.
Siswa yang lain dan guru atau peneliti menyimpulkan hasil dari percobaan
tersebut.
Untuk mengakhiri siklus II, guru memberikan evaluasi untuk
mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan metode eksperimen
dalam pembelajaran IPA. Dimana dalam penggunaan metode eksperimen
dalam pembelajaran IPA di siklus II ini dikemas dan diberikan sentuhan
teknologi dan pemberian bimbingan untuk masing-masing anak yang
terdeteksi mengalami kesulitan dalam belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
c. Observasi
Kegiatan observasi atau pengamatan dilaksanakan saat proses
pembelajaran IPA berlangsung. Kegiatan observasi difokuskan pada
pelaksanaan pembelajaran. Dalam kegiatan ini difokuskan pada subjek
penelitian, dimana peneliti mengamati keaktifan siswa terutama ketujuh siswa
yang berkesulitan belajar. Karena dengan aktifnya siswa selama proses
pembelajaran akan membantu siswa di dalam memahami materi yang mereka
pelajari.
d. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberlakukannya metode eksperimen dalam
pembelajaran IPA dengan materi energi panas dan bunyi yang dilakukan dalam
2 pertemuan. Evaluasi dilaksanakan sekitar 20 menit dengan mandiri. Soal
yang digunakan pada evaluasi siklus II ini sama dengan soal evaluasi siklus I
yaitu dengan jumlah soal 25 nomer yang terdiri dari 10 soal pilihan ganda, 10
soal esay dan 5 soal uraian.
Setelah pengadaan evaluasi pada siklus II ini prestasi belajar IPA anak
berkesulitan belajar kelas IV B di SD Negeri Petoran Surakarta telah
meningkat dan mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Evaluasi
pada siklus II ini merupakan tahap terakhir, dimana tidak diadakan refleksi
kembali karena siklus II ini merupakan siklus terakhir dan dalam siklus ini
telah mampu mengatasi hambatan-hambatan yang dialami pada siklus I.
B. Hasil Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini mempunyai tujuan untuk mengetahui
penggunaan metode eksperimen terhadap peningkatan prestasi belajar IPA bagi
anak berkesulitan belajar kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta. Hasil
penelitian setiap siklus dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
pada mata pelajaran IPA yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu 63. Adapun
nilai atau prestasi belajar mata pelajaran IPA kelas IV B anak berkesulitan belajar
setiap siklus dengan materi energi panas dan bunyi adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
1. Siklus I
Tabel 4.5. Daftar Nilai Siklus I
No Insial Siswa KKM Nilai Ket
1. AP 63 63 Tuntas
2. SH 63 64 Tuntas
3. LW 63 60 Tidak tuntas
4. WB 63 58 Tidak tuntas
5. IK 63 60 Tidak tuntas
6. IS 63 66 Tuntas
7. IC 63 56 Tidak tuntas
Grafik 4.2 Grafik Nilai Siklus I
2. Siklus II
Tabel 4.6. Daftar Nilai Siklus II
No Insial Siswa KKM Nilai Ket
1. AP 63 75 Tuntas
2. SH 63 70 Tuntas
Nilai Siklus I
AP SH LW WB IK IS IC
KKM 63 63 63 63 63 63 63
NILAI SIKLUS I 63 64 60 58 60 66 56
50
52
54
56
58
60
62
64
66
68
KKM
NILAI SIKLUS I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
3. LW 63 65 Tuntas
4. WB 63 70 Tuntas
5. IK 63 75 Tuntas
6. IS 63 72 Tuntas
7. IC 63 65 Tuntas
Adapun peningkatan prestasi belajar IPA anak berkesulitan belajar dari
pre-test, siklus I hingga siklus II dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 4.7. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Anak Berkesulitan Belajar
No Inisial Siswa KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
1. AP 63 57 63 75
2. SH 63 54 64 70
3. LW 63 48 60 65
4. WB 63 53 58 70
5. IK 63 50 60 75
6. IS 63 52 66 72
7. IC 63 49 56 65
Grafik 4.3. Grafik Nilai Siklus II
Nilai Siklus II
AP SH LW WB IK IS IC
KKM 63 63 63 63 63 63 63
NILAI SIKLUS II 75 70 65 70 75 72 65
56
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
KKM
NILAI SIKLUS II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
C. Pembahasan
Dalam sub bab ini akan dijabarkan mengenai pembahasan dari
peningkatan prestasi belajar masing-masing anak berkesulitan belajar pada mata
pelajaran IPA dengan materi energi panas dan bunyi kelas IV B SD N Petoran
Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian akan disajikan oleh peneliti
dalam bentuk tabel dan grafik untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar mata
pelajaran IPA materi energi panas dan bunyi kelas IV B SD N Petoran Surakarta
mulai dari hasil pre-test, siklus I dan siklus II. Adapun pembahasan peningkatan
prestasi belajar pada masing-masing siswa adalah sebagai berikut :
AP SH LW WB IK IS IC
KKM 63 63 63 63 63 63 63
KA 57 54 48 53 50 52 49
SIKLUS I 63 64 60 58 60 66 56
SIKLUS II 75 70 65 70 75 72 65
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Peningkatan Prestasi Belajar IPA
Grafik 4.4. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Anak Berkesulitan Belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
1. Siswa AP
Tabel 4.8. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa AP
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
63 57 63 75
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
Pembahasan dari tabel 4.8 dan Grafik 4.5
Tabel 4.8 dan grafik 4.5 menyajikan peningkatan prestasi belajar IPA dari mulai
kondisi awal, siklus I, dan siklus II yang dibandingkan dengan nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Menurut tabel dan grafik diatas,
menunjukkan bahwa hasil pre-test yang merupakan kondisi awal siswa sebelum
diadakan tindakan, menunjukkan belum ada ketercapaian nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yaitu 57. Hal tersebut disebabkan karena dalam pembelajaran
dengan penggunaan metode ceramah pada mata pelajaran IPA, menjadikan siswa
(AP) merasa bosan, cenderung acuh tak acuh, dan tidak memperhatikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
penjelasan dari guru. Sehingga nilai siswa AP menjadi rendah. Ketidakmampuan
siswa dalam memahami materi disebabkan karena siswa mengalami kesulitan
belajar kognitif yaitu siswa kurang mampu menangkap makna informasi secara
penuh atau secara abstrak. Kemudian setelah penggunaan metode eksperimen
dalam pembelajaran IPA di sikus I ini nilai siswa AP telah meningkat dibanding
dengan nilai pada pre-test. Nilai siswa pada siklus I ini juga telah mencapai nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Karena dalam sikus I ini peneliti
telah menerapkan metode eksperimen dalam pembelajarannya. Siswa yang
awalnya kurang mampu menangkap informasi, setelah menggunakan metode
eksperimen siswa mampu memahami materi. Karena dalam pembelajaran siswa
melakukan percobaan serta mengetahui kenyataannya. Nilai siswa pada siklus II
lebih meningkat yaitu menjadi 75. Di dalam siklus II guru juga memberikan
bimbingan atau pendampingan khusus bagi anak yang mengalami kesulitan di
dalam melakukan percobaan terutama bagi anak yang berkesulitan belajar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai mata pelajaran IPA pada materi energi
panas dan bunyi yang dicapai oleh siswa AP telah mencapai KKM pada siklus II.
2. Siswa SH
Tabel 4.9. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa SH
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
63 54 64 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
Pembahasan dari tabel 4.9 dan grafik 4.6
Tabel 4.9 dan grafik 4.6 menyajikan peningkatan prestasi belajar IPA dari siswa
SH mulai kondisi awal, siklus I, dan siklus II yang dibandingkan dengan nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Menurut tabel dan grafik diatas,
menunjukkan bahwa hasil pre-test siswa yang merupakan kondisi awal siswa
sebelum diadakan tindakan, menunjukkan belum ada ketercapaian nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 54. Hal tersebut disebabkan karena ketika
pembelajaran dengan metode ceramah anak (SH) dan hanya bermain sendiri tanpa
memperhatikan penjelasan dari guru. Selain itu rendahnya nilai pada pre test juga
disebabkan karena siswa SH mengalami gangguan dalam mengingat. Ingatan
siswa SH sangat lemah/ kurang mampu mengingat informasi yang terlalu banyak/
mudah lupa. Kemudian setelah pelaksanaan pembelajaran IPA dengan metode
eksperimen pada sikus I, nilai SH dapat meningkat dibanding dengan nilai pada
pre-test. Nilai anak pada siklus I ini juga telah mencapai nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yaitu 64. Ketika pembelajaran berlangsung ketertarikan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
semangat SH dalam pembelajaran tinggi. SH cenderung lebih aktif dari
pembelajaran-pembelajaran sebelumnya. Pada siklus II nilai SH menjadi 70. Di
dalam siklus II ini selain menerapkan metode eksperimen dalam pembelajarannya,
guru juga memperlihatkan video yang berisi penjelasan dan langkah-langkah
dalam pembelajaran serta memberikan bimbingan atau pendampingan khusus bagi
anak yang mengalami kesulitan di dalam melakukan percobaan terutama bagi
anak yang berkesulitan belajar. Ternyata siswa lebih mudah mengingat materi jika
mereka melakukan percobaan atau mengetahui secara langsung. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai mata pelajaran IPA pada materi energi panas dan bunyi
yang dicapai oleh SH telah mencapai KKM pada siklus II.
3. Siswa LW
Tabel 4.10. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa LW
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
63 48 60 65
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
Prestasi Belajar IPA Siswa LW
Grafik 4.7. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa LW
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
LW 63 48 60 65
0
10
20
30
40
50
60
70
LW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Pembahasan dari tabel 4.10 dan grafik 4.7
Tabel 4.10 dan grafik 4.7 menyajikan peningkatan prestasi belajar IPA dari siswa
LW mulai kondisi awal, siklus I, dan siklus II yang dibandingkan dengan nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Tabel dan grafik diatas
menggambarkan peningkatan nilai dari siswa LW, dimana nilai pretest yang
dicapai oleh siswa LW menunjukkan belum ada ketercapaian nilai KKM yaitu 48.
Hal tersebut dikarenakan siswa LW merasa bosan ketika pembelajaran
berlangsung. Karena anak harus mendengarkan penjelasan dari guru tanpa
mengatahui keadaan nyata. Siswa LW juga tidak mampu berkonsentrasi terhadap
suatu masalah, sehingga siswa LW cenderung bermain sendiri tanpa
memperhatikan guru. Pada sikus I ini nilai siswa LW mengalami peningkatan
dibanding nilai pada pre-test, tetapi nilai yang dicapai oleh siswa LW belum
mencapai KKM yaitu 60. Pada siklus I ini minat belajar LW mulai meningkat
karena dalam pelaksanaan percobaan LW lebih aktif daripada pembelajaran-
pembelajaran yang lalu yang tidak pernah mengikutsertakan siswa. Pada siklus II
nilai LW lebih meningkat kembali yaitu menjadi 65. Karena sebelum pelaksanaan
siklus II ini, seluruh siswa diperlihatkan video yang berisi tentang penjelasan dan
langkah-langkah percobaan serta pemberian bimbingan dan pendampingan khusus
dalam melakukan percobaan selama proses pembelajaran berlangsung. Sehingga
siswa lebih mudah dalam menerima materi IPA pokok bahsan energi panas dan
bunyi.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai mata pelajaran IPA pada
materi energi panas dan bunyi yang dicapai oleh siswa LW telah mencapai KKM
pada siklus II.
4. Siswa WB
Tabel 4.11. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa WB
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
63 53 58 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
Pembahasan dari tabel 4.11 dan grafik 4.8
Tabel 4.11 dan grafik 4.8 menyajikan peningkatan prestasi belajar IPA dari WB
mulai kondisi awal, siklus I, dan siklus II yang dibandingkan dengan nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat
bahwa nilai pretest yang dicapai oleh siswa WB menunjukkan belum ada
ketercapaian nilai KKM yaitu 53. Pada sikus I ini nilai WB mengalami
peningkatan dibanding nilai pada pre-test, tetapi nilai yang dicapai oleh siswa WB
belum mencapai KKM yaitu 58. Hal tersebut disebabkan karena siswa WB
mengalami gangguan dalam pemusatan perhatian, konsentrasi dan berfikir serta
kurang teliti dalam menyelesaikan tugas. Jadi menurut pengamatan peneliti, siswa
WB masih merasa kebingungan dan belum paham betul mengenai penjelasan
dijelaskan oleh guru. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa AB, peneliti
memberikan bimbingan dan pendampingan khusus bagi siswa WB agar siswa
teliti dalam melakukan percobaan dan memahami materi yang diuji cobakan. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
siklus II nilai siswa WB lebih meningkat yaitu menjadi 70. Karena kelemahan
dalam siklus I dapat diatasi oleh guru. Dapat disimpulkan bahwa nilai mata
pelajaran IPA pada materi energi panas dan bunyi yang dicapai oleh WB telah
mencapai KKM pada siklus II.
5. Siswa IK
Tabel 4.12. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IK
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
63 50 60 75
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
Pembahasan dari tabel 4.12 dan grafik 4.9
Tabel 4.12 dan grafik 4.9 menyajikan peningkatan prestasi belajar IPA dari IK
mulai kondisi awal, siklus I, dan siklus II yang dibandingkan dengan nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Dari tabel dan grafik di atas menunjukkan
Prestasi Belajar IPA Siswa IK
Grafik 4.9. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IK
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
IK 63 50 60 75
0
10
20
30
40
50
60
70
80
IK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
bahwa nilai pre-test yang merupakan kondisi awal siswa sebelum diadakan
tindakan, yang dicapai oleh siswa IK menunjukkan belum ada ketercapaian nilai
KKM yaitu 50. Hal tersebut disebabkan karena sikap IK yang acuh dalam
pembelajaran IPA, IK kurang aktif dalam pembelajaran. Sehingga nilai IPA IK
rendah. Selain itu siswa IK juga mengalami kesulitan dalam menulis, membaca
dan berhitung sehingga mempengaruhi hasil akademik lainnya misalnya pada
mata pelajaran IPA. Pada sikus I ini nilai siswa IK mengalami peningkatan
dibanding nilai pada pre-test, tetapi nilai yang dicapai oleh IK belum mencapai
KKM yaitu 60. Seperti halnya pembelajaran yang lalu, siswa IK masih saja
cenderung kurang memperhatikan saat pembelajaran dengan metode eksperimen
sehingga nilai IK belum mampu mencapai KKM. Kemudian pada siklus II nilai
lebih meningkat yaitu menjadi 75. Karena peneliti memberikan sentuhan
teknologi yang berupa video berisi mengenai penjelasan mengenai materi yang
disampaikan serta pemberian bimbingan dan pendampingan khusus dalam
melakukan percobaan dalam siklus II, sehingga nilai IK dapat meningkat. Dapat
disimpulkan bahwa nilai mata pelajaran IPA pada materi energi panas dan bunyi
yang dicapai oleh IK telah mencapai KKM pada siklus II.
6. Siswa IS
Tabel 4.13. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IS
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
63 52 66 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
IS 63 52 66 72
0
10
20
30
40
50
60
70
80
IS
Grafik 4.10. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IS
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
Pembahasan dari tabel 4.13 dan grafik 4.10
Tabel 4.13 dan grafik 4.10 menyajikan peningkatan prestasi belajar IPA dari
mulai kondisi awal, siklus I, dan siklus II yang dibandingkan dengan nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Dari tabel dan grafik dapat dilihat hasil
nilai pre-test siswa IS yang merupakan kondisi awal siswa sebelum diadakan
tindakan, menunjukkan belum ada ketercapaian nilai KKM yaitu 52. Karena IS
saat pembelajaran berlangsung, IS cenderung diam tidak memperlihatkan minat
untuk belajar karena IS merasa bosan dan jenuh. Siswa IS merupakan siswa yang
mengalami kesulitan dalam membaca, sehingga siswa IS kurang mampu
memahami suatu kalimat. Jadi untuk siswa IS butuh perhatian khusus. Pada sikus
I ini nilai IS telah meningkat dibanding dengan nilai pada pre-test. Nilai siswa
pada siklus I ini juga telah mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yaitu 66. Karena dalam sikus I ini peneliti telah menerapkan metode eksperimen
dalam pembelajarannya. Minat dan ketertarikan siswa IS terhadap IPA telah
Prestasi Belajar IPA Siswa IS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
muncul. IS merasa senang belajar IPA melalui percobaan, karena disitu IS bisa
bermain sambil belajar, IS lebih aktif saat pembelajaran berlangsung. IS telah
mampu memahami materi IPA melalui percobaan. Karena dalam pembelajaran
berlangsung siswa IS tidak perlu membaca materi terlalu banyak. Pada siklus II
nilai siswa IS lebih meningkat yaitu menjadi 72. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai mata pelajaran IPA pada materi energi panas dan bunyi yang dicapai
oleh IS telah mencapai KKM pada siklus II.
7. Siswa IC
Tabel 4.14. Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IC
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
63 49 56 65
Keterangan :
Nilai KA : Nilai Kondisi Awal
KKM : Kriteria Ketuntasan Minimal
Prestasi Belajar IPA Siswa IC
Grafik 4.11. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa IC
KKM KA SIKLUS I SIKLUS II
IC 63 49 56 65
0
10
20
30
40
50
60
70
IC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Pembahasan dari tabel 14 dan grafik 13
Tabel 14 dan grafik 13 menyajikan peningkatan prestasi belajar IPA dari IC mulai
kondisi awal, siklus I, dan siklus II yang dibandingkan dengan nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat
bahwa nilai pre-test yang merupakan kondisi awal siswa sebelum diadakan
tindakan yang dicapai oleh IC menunjukkan belum ada ketercapaian nilai KKM
yaitu 49. Rendahnya prestasi belajar siswa IC dikarenakan siswa IC menunjukkan
perilaku yang kurang baik yaitu hiperaktif. Selain itu siswa IC juga mengalami
kesulitan dalam berfikir sehingga mempengaruhi hasil prestasi siswa di berbagai
akademik. Pada sikus I ini nilai siswa IC mengalami peningkatan dibanding nilai
pada pre-test, tetapi nilai yang dicapai oleh IC belum mencapai KKM yaitu 56.
Hal tersebut disebabkan karena IC belum memahami betul prosedur didalam
melakukan percobaan ini. Kemudian saat percobaan pada siklus II, IC diberikan
pendampingan dan bimbingan khusus saat melakukan percobaan agar IC lebih
memahami materi dan konsep-konsep IPA. Pada siklus II nilai IC lebih meningkat
yaitu menjadi 65. Dapat disimpulkan bahwa nilai mata pelajaran IPA pada materi
energi panas dan bunyi yang dicapai oleh IC telah mencapai KKM pada siklus II.
Dari pemahasan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa prestasi
belajar IPA tentang energi panas dan bunyi dapat meningkat dengan adanya
pembelajaran melalui metode eksperimen bagi anak berkesulitan belajar kelas IV
B SD N Petoran Surakarta tahun ajaran 2010 / 2011. Peningkatan prestasi belajar
IPA melalui metode eksprimen juga dibuktikan oleh April Lina Sri Windayani
dengan penelitiannya yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA
melalui Penerapan Metode Demonstrasi-Eksperimen Siswa Kelas III SDN 3
Jenengan Sawit Boyolali Tahun 2009/ 2010”. Pada siklus I siswa yang mendapat
nilai minimal 60 ada 12 anak atau 46,15%, pada siklus II siswa yang mendapat
nilai minimal 60 ada 14 anak atau 53,85% dari 26 siswa, dan siklus III siswa yang
mendapat nilai minimal 60 ada 23 anak atau 88,46% dari 26 anak. Dari siklus I
kemudian dilaksanakan siklus II prestasi siswa mengalami prosentasi kenaikan
7,70 %, dari siklus II kemudian dilaksanakan siklus III mengalami prosentasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
kenaikan 34,62%. Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa metode
eksperimen dapat mengatasi kesulitan siswa di dalam memahami konsep-konsep
IPA sehingga prestasi siswa berkesulitan belajar dapat meningkat di siklus II.
Dalam melakukan penelitian ini peneliti menemui berbagai kesulitan
dalam penggunaan metode eksperimen selama proses pembelajaran berlangsung.
Kesulitan yang dialami oleh peneliti yaitu mengkondisikan siswa, siswa kurang
mampu berkonsentrasi dan pemberian penjelasan siswa mengenai langkah-
langkah dalam melakukan percobaan. Siswa cenderung acuh tak acuh selama
proses pembelajaran. Untuk mengatasi berbagai kesulitan diatas, siswa
dikelompokkan menjadi 7 kelompok untuk mempermudah guru dalam
memberikan bimbingan atau pendampingan bagi siswa yang mengalami kesulitan.
Selama proses pembelajaran berlangsung tidak hanya kesulitan atau kendala yang
diahapai oleh guru tetapi juga terdapat kelebihan dalam penggunaan metode
eksperimen. Adapun kelebihan dari metode eksperimen yang diterapkan selama
proses pembelajaran IPA berlangsung yaitu siswa lebih mudah memahami materi
dan membuktikan teori-teori yang telah mereka baca di buku. Anak berkesulitan
belajar lebih mudah memahami materi jika mereka melihat, mendengar, dan
melakukan / mencoba sendiri. Dalam metode eksperimen ini komponen tersebut
sangat diperlukan. Dengan melakukan percobaan, guru mempu mengatasi
kesulitan siswa dalam memahami materi IPA sehingga prestasi belajar anak
berkesulitan belajar meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : metode
eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar IPA anak berkesulitan belajar
kelas IV B SD Negeri Petoran Surakarta tahun ajaran 2010 / 2011.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas ini bahwa penerapan
metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar IPA anak berkesulitan
belajar siswa kelas IV B SD N Petoran Surakarta tahun ajaran 2010/ 2011. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil nilai siswa dalam setiap siklus mengalami
kenaikan. Jadi metode eksperimen dapat diterapkan sebagai metode pembelajaran
pokok bahasan energi panas dan bunyi dengan situasi siswa yang sama.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan, antara lain :
1. Bagi guru
Hendaknya guru menggunakan metode yang tepat untuk pembelajaran IPA
diantaranya menggunakan metode eksperimen dalam pembelajaran IPA
khususnya pokok bahasan energi panas dan bunyi.
2. Bagi siswa
Hendaknya anak berkesulitan belajar berusaha untuk berperan lebih aktif
selama proses pembelajaran dengan menggunakan metode eksprimen karena
dengan melihat, mendengar dan melakukan percobaan anak akan lebih mudah
menyerap dan memahami konsep-konsep IPA.