131642448 Gn Pendengaran Pada Bayi Dan Anak

download 131642448 Gn Pendengaran Pada Bayi Dan Anak

of 23

description

hgjhg hgjhg ghg ghg hghg hg jhghgh hg ghg hg hghg hghf dfg fgd gf gfhgf hfhgf ghf gfg fghf gf gf gf gfhgf gf gf gf gfhhg jghjg hjg ghjg ghhj

Transcript of 131642448 Gn Pendengaran Pada Bayi Dan Anak

DAFTAR ISIKata Pengantar...........................................................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................................................1

BAB I Pendahuluan..............................................................................................................................2BAB II

Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak...................................................................3BAB IIIPemeriksaan Fungsi pendengaran pada Bayi dan Anak...................................................10BAB IV

Kesimpulan..............................................................................................................................20Daftar Pustaka..........................................................................................................................21BAB IPENDAHULUANProses belajar mendengar bagi bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi dan audiologi. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan. Gangguan pendengaran pada masa bayi dan anak akan menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah social dan emotional sehingga pemeriksaan diharapkan dapat mendeteksi gangguan pendengaran pada kelompok usia ini sedini mungkin. Umumnya seorang bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran, lebih dahulu diketahui keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara (delayed speech).1 Di berbagai negara dilaporkan angka kejadian gangguan pendengaran yang bervariasi, menurut WHO ketulian derajat ringan sampai berat dimasyarakat mencapai 10% dan diperkirakan 25-30% gangguan pendengaran sejak lahir tidak diketahui penyebabnya serta kemungkinan factor genetik sebagai penyebab belum dapat disingkirkan. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran neonates di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) 10-20 kali lebih besar dari prevalensi gangguan pendengaran pada populasi neonates normal.1,2 Menurut data WHO tahun 2007, prevalensi gangguan pendengaran bayi dan anak pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 4,2%. Di inggris, berdasarkan penelitian terhadap anak yang lahir tahun 1995 sampai 2005 prevalensi gangguan pendengaran permanen pada anak meningkat sampai usia 9 tahun. Insiden berkisar 1 dari 1000 kelahiran hidup sebanyak 50-90% didiagnosis mengalami gangguan pendengaran.pnyebab gangguan pendengaran dapat berasl genetic maupun didapat. untuk itu gangguan pendengara pada bayi dan anak perlu dideteksi sedini mungkin mengingat pentingnya pentingnya peranan fungus pendengaran.1,2,3BAB IIGANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK2.1 Definisi

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga yang terjadi pada bayi dan anak. Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-30dB0, gangguan pendengaran sedang (40-69dB) dan gangguan pendengaran berat (70-89 dB).1,4,7Menurut WHO pengertian gangguan pendengaran dan ketulian dibedakan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: Gangguan Pendengaran (hearing impaired) yaitu berkurangnya kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya, pada salah satu atau kedua kedua telinga, baik derajat ringan atau lebih berat dengan ambang pendengaran rata lebih dari 26 dB pada frekuensi 500, 1000,2000, atau 4000 Hz. Sedangkan ketulian (deaf) adalah hilangnya kemampuan mendengar pada salah satu atau kedua sisi telinga, merupakan gangguan pendengaran sangat berat dengan ambang pendengaran rata-rata lebih dari 81dB pada frekuensi 500, 1000,2000 atau 4000 Hz.8,92.2 Klasifikasi gangguan PendengaranMetode klasifikasi gangguan pendengaran adalah dibedakan dari sisi onset, sisi genetika, progresifitas penyakit.5,91.Jenis gangguan : tipe konduktif, sensorineural, campuran.

2.Waktu berlangsung : menetap, sementara, memberat.

3.Derajat gangguan pendengaran : rigan, sedang, berat, sangat berat.

4.Onset gangguan pendengaran : congenital, periode prelingual, atau postlingual, lanjut usia (presbiakusis)

5.Faktor penyebab : ototoksis, akibat bising (GPAB).

a. Gangguan pendengaran/tuli konduktif (Conductive Hearing Loss)Menunjukkan adanya masalah di telinga luar atau tengah yang menyebabkan tidak terhantarnya bunyi dengan tepat ke telinga dalam. Penyebab tersering gangguan pendengaran konduktif pada anak adalah otitis media dan disfungsi tuba eustachius yang disebabkan oleh otitis media sekretori. Kedua kelainan tersebut jarang menyebabkan kelainan gangguan pendengaran melebihi 40dB. Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran jenis ini biasanya bersifat sementara. Pengobatan atau bedah, alat bantu dengar maupun implan telinga tengah dapat membantu mengatasi gangguan pendengaran jenis ini tergantung pada penyebab khusus masalah pendengaran tersebut.5,11b. Gangguan Pendengaran Sensorineural (Sensori Neural Hearing Loss).

Tuli sensorineural atau disebut juga tuli perseptif (tuli saraf) merupakan jenis gangguan pendengaran yang disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya sel saraf (sel rambut) di dalam koklea atau rumah siput, kerusakan atau malfungsi koklea serta kerusakan batang otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Gangguan pendengaran jenis ini biasanya bersifat permanen, bila kerusakan terbatas pada sel rambut di koklea, maka sel ganglion dapat bertahan atau mengalami degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak, maka n. VIII akan mengalami degenerasi wallerian. Penyebab utama gangguan pendengaran ini adalah disebabkan genetik atau infeksi sedangkan penyebab yang lain seperti pemakaian obat jarang terjadi. Untuk gangguan pendengaran ringan hingga berat dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan, untuk gangguan pendengaran berat atau parah sering di atasi dengan implan koklea 12,13c. Gangguan Pendengaran/tuli campuran (Mixed Hearing loss)

Gangguan pendengaran campuran merupakan campuran gangguan pendengaran sensorineural dan konduktif. Pada tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor n.VII yang merupak tuli sensorineural dengan radang telinga tengah yang merupakan tuli konduktif. 11,132.3 Etiologi Gangguan Pendengaran pada Bayi/AnakPenyebab gangguan pendengaran pada anak biasanya dibedakan menjadi 3 berdasarkan saat terjadinya gangguan pendengaran yaitu :1,141. Pada saat kehamilan atau dalam kandungan (PRENATAL)

Genetik herediter

Yaitu yang berkatin dengan faktor genetik

Non genetik

Yaitu yang tidak berkaitan dengan keturunan seperti Infeksi pada kehamilan terutama pada awal kehamilan/trimester pertama (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis), kekurangan zat gizi misalnya defisiensi jodium, kelainan struktur anatomi serta pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan yang berpotensi menggangu proses pembentukan organ dan merusak sel-sel rambut koklea seperti salisilat, kina, neomycin, streptomisin, gentamisin, thalidomide, barbiturate dll. Selain itu malformasi struktur anatomi telinga seperti atresia liang telinga dan aplasia koklea juga akan menyebabkan ketulian.1,5,152. Pada saat Kelahiran atau Persalinan (PERINATAL)

Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti tindakan dengan alat pada saat proses kelahiran (ekstraksi vakum, forsep), bayi lahir premature (< 37 mgg), berat badan lahir rendah (< 2500 gr), lahir tidak menangis (asfiksia), lahir kuning (hiperbilirubinemia). Biasanya jenis gangguan pendengaran yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal ini adalah tipe saraf / sensori neural dengan derajat yang umumnya berat atau sangat berat dan sering terjadi bilateral.1,53. Pada saat setelah Persalinan (POSTNATAL)

Pada saat pertumbuhan seorang bayi dapat terkena infeksi bakteri maupun virus seperti Rubella (campak german), Morbili (campak), Parotitis, meningitis (radang selaput otak), otitis media (radang telinga tengah) dan Trauma kepala.Bayi yang mempunyai faktor resiko diatas mempunyai kecenderungan menderita gangguan pendengaran lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor resiko tersebut. Seorang anak harus diperiksa fungsi pendengarannya segera setelah dicurigai terdapat faktor-faktor resiko diatas atau anak tidak bereaksi terhadap bunyi-bunyian disekitarnya (tepukan tangan, suara mainan, terompet, sendok yang dipukulkan ke gelas/piring dll) dan terdapat keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa.3,16MenurutAcademyAmerican Joint Committee on Infant Hearing Statement(1994) pada bayi usia 0-28 hari bila ditemukan beberapa faktor berikut ini harus dicurigai karena merupakan kemungkinan penyebab terjadinya gangguan pendengaran.1,3,111.Riwayat keluarga dengan tuli sejak lahir

2.Infeksi prenatal; TORSCH

3.Kelainan anatomi pada kepala dan leher

4.Sindrom yang berhubungan dengan tuli kongenital

5.Berat badan lahir rendah (BBLR < 1500 gram)

6.Meningitis Bakterialis

7.Hiperbillirubinemia (bayi kuning) yang memerlukan transfusi tukar

8.Asfisia berat

9.Pemberian obat ototoksik

10.Menggunakan alat bantu pernafasan / ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU)

2.4 Faktor resiko terjadinya gangguan pendengaran pada bayi/anak111. Riwayat keluarga ditemukan ketulian

2. Infeksi intrauterin

3. Abnormalitas pada kraniofasial

4. Hiperbilirubinemia yang memerlukan tranfusi tukar

5. Penggunaan obat ototoksik aminoglikosida lebih dari 5 hari atau penggunaan antibiotik tersebut dengan obat golongan loop diuretic

6. Meningitis bakteri

7. Apgar skor < 4 pada saat menit pertama setelah dilahirkan, atau apgar skor < 6 pada menit kelima.

8. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanik lebih dari 5 hari.

9. Berat lahir < 1500 gram

10. Manifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan ketulian. Meskipun faktor risiko yang telah disebutkan merupakan suatu indikasi untuk dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya suatu gangguan pendengaran, akan tetapi dilapangan ditemukan bahwa 50% neonatus dengan gangguan pendengaran tidak mempunyai faktor risiko. Oleh karena itu direkomendasikan suatu pemeriksaan gangguan pendengaran pada seluruh neonatus setelah lahir atau setidaknya usia tiga bulan.1,152.5 Faktor faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran pada bayi/anak Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran dapat berasal

dari genetik maupun didapat:13,161. Faktor genetik Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungin bersifat statis maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X (contoh: Hunters syndrome, Alport syndrome, Norries disease) kelainan mitokondria (contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa organ telinga (contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal serind dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli konduktif).132. Faktor didapat (aquired)

Dapat disebabkan oleh :

a. Infeksi

Gangguan yang terjadi biasanya bersifat tuli sensorineural. Infeksi yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran seperti Rubela kongenital,Cytomegalovirus, Toksoplasmosis, virus herpes simpleks, meningitis bakteri, otitis media kronik purulenta, mastoiditis, endolabirintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma, Rubela, Cytomgalovirus, menyebabkan gangguan pendengaran pada 18% dari seluruh kasus gangguan pendengaran dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi Cytomegalovirus sebesar 50%, infeksi Rubela kongenital 50%, dan Toksoplasma kongenital 10%-15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Penelitian oleh Rivera menunjukan bahwa 70% anak yang mengalami infeksi sitomegalovirus konegenital mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa neonatus. Pada meningitis bakteri melalui laporan post-mortem dan beberapa studi klinis menunjukan adanya kerusakan di koklea atau saraf pendengaran, sayangnya proses patologis yang terjadi sehingga menyebabkan gangguan pendengaran masih belum dapat dipastikan. 16

b. Obat ototoksik

Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran adalah: Golongan antibiotika: Erythromycin, Gentamicin, Streptomycin, Netilmicin, Amikacin, Neomycin (pada pemakaian tetes telinga), Kanamycin, Etiomycin, Vancomycin, golongan diuretika: furosemide.1,3,9 Kadar bilirubin indirek ditentukan juga oleh beberapa faktor seperti: kecepatan produksi bilirubin, kadar albumin, dan obat-obatan (sulfonamid, diuretikum, salisilat). (Huang et all, 2004)173. Trauma

Fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tengah atau koklea, dislokasi osikular, trauma suara.,1,94. Neoplasma

Tumor yang sering terjadi seperti

- Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromato),

- Cerebellopontine tumor, tumor pada telinga tengah (contoh: rhabdomyosarcoma, glomus tumor. (Mishra MJ et all 2009) 2.6 Gejala Gangguan PendengaranBeberapa hal berikut dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan pendengaraan pada bayi/anak:5Untuk bayi berusia kurang dari 12 bulan :

1. Tidak terkejut bila mendengar suara keras

2. Mulai usia 3 bulan bayi belum dapat mengenali suara orang tuanya

3. Sekitar usia 6 bulan bayi belum dapat mencari asal/ lokasi bunyi berasal, dengan cara menolehkan kepala atau mata ke arah sumber bunyi

4. Pada usia 12 bulan bayi belum mahir meniru suara di sekitarnya dan memproduksi beberapa kata.

Setelah usia 12 bulan gejala-gejala gangguan pendengaran dapat dikenali dengan

1. Kemampuan wicara terbatas atau tidak ada sama sekali

2. Perhatian kurang ( inattentive)

3. Sulit mempelajari sesuatu

4. Seringkali meminta suara diperkeras (misalnya volume TV)

5. Tidak memberi respons terhadap ucapan dengan kekerasan yang normal

6. Salah memberikan jawabanTable 1 Perkiraan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak1UsiaKemampuan bicara

12 bulanBelum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi

18 bulanTidak dapat menyebutkan 1 kata yang mempunyai arti

24 bulanPerbendaharaan kata kurang dari 10 kata

30 bulanBelum dapat merangkai 2 kata

2.7 Dampak Gangguan Pendengaran pada Bayi/anakMenurut WHO masalah gangguan pendengaran dan ketulian perlu ditangani lebih serius mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan. Dampak negatif tersebut antara lain berupa:91. Gangguan atau hambatan perkembangan bicara, berbahasa dan kognitif pada anak, terutama bila terjadi sejak lahir atau pada bayi.

2. Kesulitan mengikuti pelajaran disekolah sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi akademik.

3. Kesulitan memperoleh lapangan kerja atau mengganggu tugas dalam bekerja.

4. Terisolir dari kehidupan sosial

5. Efek yang merugikan baik secara sosial maupun ekonomi didalam lingkungan masyarakat dan Negara.

BAB III PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAKPada prinsipnya gangguan pendenggaran pada bayi harus diketahui sedini mungkin. Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi / anak hanya bersifat ringan, namun dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa. Dalam keadaan normal, seorang bayi telah memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebutmerupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. 1,2Dibandingkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran bayi dan anak jauh lebih sulit dan memerlukan ketelitian serta kesabaran. Selain itu pemeriksa harus memiliki pengetahuan tentang hubungan antara usia bayi / anak dengan taraf perkembangan motorikdan auditorik. Berdasarkan pertimbangan tersebut adakalanya perlu dilakukan pemeriksaan ulangan atau pemeriksaan tambahan untuk melakukan konfirmasi hasil pemeriksaan sebelumnya.2,43.1 Deteksi dini gangguan pendengaran pada BayiUntuk dapat melakukan deteksi dini pada seluruh bayi dan anak relatif sulit, karena akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Program skrining diprioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran.Untuk maksud tersebut Joint Commitee on Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman registrasi risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran sebagai berikut:1,4,5Untuk bayi 0-28 hari:1. Kondisi atau penyakit yang memerlukan perawatan NICU (Neonatal ICU) selama 48 jam atau lebih2. Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui mempunyai hubungan dengan gangguan pendengaran sensorineural atau konduktif.3. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sensorineural yang menetap sejakmasa anak-anak.4. Anomali kraniofasial termasuk kelainan morfologi pinna atau liang telinga.5. Infeksi intrauterin seperti Toksoplasma, Rubella, Virus Cytomegalo, Herpes, dan Sifilis.

Untuk bayi 29 hari - 2 tahun:1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan bicara, berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan.2. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak masa anak-anak.3. Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui mempunyai hubungan dengan gangguan pendengaran sensorineural atau konduktif.4. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural termasukmeningitis bakterialis.5. Infeksi intrauterin seperti Toksoplasma, Rubella, Virus Cytomegalo, Herpes, dan Sifilis.6. Adanya faktor risiko tertentu pada masa neonatus, terutama hiperbilirubinemia yangmemerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmoral yang membutuhkan ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresifseperti Usher syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis.8. Adanya kelainan neurodegeneratif seperti Hunter syndome, dan kelainan neuropatisensomotorik misalnya Friederich's ataxia, Charrot-Marie Tooth Syndrome.9. Trauma kapitis10. Otitis media yang berulang atau menetap disertai efusi telinga tengah minimal 3 bulan.

Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan mengalami gangguan pendengaran 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki faktor risiko. Bila terdapat 3 buah faktor risiko kecenderungan menderita gangguan pendengaran diperkirakan 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor risiko tersebut. Pada bayi baru lahir yang dirawat di ruangan intensif (ICU) risiko untuk mengalami gangguan pendengaran 10 kali lipat dibandingkan dengan bayi normal.1,2,6Namun indikator risiko gangguan pendengaran tersebut hanya dapat mendeteksi sekitar 50% gangguan pendengaran karena banyaknya bayi yang mengalami gangguan pendengaran tanpa memiliki faktor risiko yang dimaksud. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka saat ini upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi ditetapkan melalui program Newborn Hearing Screening (NHS).6,8Upaya deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi ditetapkan melalui program Newborn Hearing Screening (NHS). Dikenal 2 macam program NHS, yaitu: 11. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS)UNHS bertujuan melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada semua bayi baru lahir. Upaya skrining pendengaran ini sudah dimulai pada saat usia 2 hari atau sebelum meninggalkan rumah sakit. Untuk bayi yang lahir pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki program UNHS paling lambat pada usia 1 bulan sudah melakukan skrining pendengaran.2. Targeted Newborn Hearing Screening. Di negara berkembang program UNHS masih sulit dilakukan karena memerlukan biaya dan SDM yang cukup besar dan harus didukung oleh suatu peraturan dari pemerintah setempat. Atas pertimbangan tersebut kita dapat melakukan pogram skrining pendengaran yang lebih selektif, dan terbatas pada bayi yang memiliki faktor resiko terhadap gangguan pendengaran. Program ini dikenal sebagai Targeted Newborn Hearing Screening.3.2 Pemeriksaan Fungsi PendengaranPemeriksaan fungsi pendengaran menurut American Academy of Pediatrics selayaknya dilakukan pada semua anak, terutama pada anak yang termasuk berisiko mengalami gangguan pendengaran yaitu: 13,14 Bayi dari ibu hamil 3 bulan pertama menggunakan obat Kina, salisilat atau antibiotic tertentu Mempunyai riwayat keluarga tuli sejak lahir; Prematur Berat badan lahir rendah (f1) dan dua level intensitas (L1, L2).

Tujuan Pemeriksaan Emisi Otoakustik

Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah untuk menilai keadaan koklea terutama sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk antara lain:

a. Skrining pendengaran awal khususnya pada neonatus infan atau individu dengan gangguan perkembangan

b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu

c. Membedakan gangguan sensori dan neural; pada gangguan pendengaran sensorineural

d. Dapat memeriksa gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura) dan juga dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur bahkan pada keadaan koma. 22,23Syarat untuk Menghasilkan Emisi Otoakustik yang tepata. Liang telinga luar tidak obstruksi

b. Menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe

c. Posisi yang optimal dari probe

d. Tidak ada penyakit telinga tengah

e. Sel rambut luar masih berfungsi

f. Pasien kooperatif

g. Lingkungan sekitar tenangFaktor-faktor yang mempengaruhi kerja OAE

Nonpatologi

a. Kesalahan dalam memasang probe

b. Serumen yang menghalangi probe

c. Debris atau benda asing dalam telinga

d. Vernix caseosa pada neonatus

e. Pasien yang tidak kooperatif

. Patologi

a. Telinga luar seperti:

- stenosis

- otitis eksterna

- kista

b. Membran timpani seperti : adanya perforasi c. Telinga tengah seperti :

- Tekanan telinga tengah yang abnormal

- Otosklerosis

- Disartikulasi telinga tengah

- Kista

- Otitis media d. Koklea

- Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan suara bising.c. Timpanometri Timpanometri merupakan pemeriksaan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di teinga tengah ) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif. Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali ke arah keluar oleh gendang telinga.26,28 Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes OAE, dan bila terdapat gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus ditunda sampai telinga tengah normal.27 Reflex akustik pada bayi juga berbeda dengan orang dewasa. Dengan menggunakan probe tone frekuensi tinggi, reflex akustik bayi usia 4 bulan atau lebih sudah mirip dengan dewasa.

BAB IVKESIMPULANProses mendengar bagi bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi dan audiologi. Sehingga jika terjadi gangguan pada pendengaran akan menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah social dan emosional. Kesehatan Indera pendengaran merupakan syarat penting bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia karena sebagian besar infomasi diserap mulalui proses mendengar yang baik bagi anak. Oleh karena itu gangguan pendengaran pada anak perlu dideteksi seawal mungkin mengingat pentingnya peranan fungsi pendengaran terutama dalam proses perkembangan bicara. Saat ini sudah banyak metode untuk menilai fungsi pendengaran anak baik secara subyektif maupun obyektif. Gangguan pendengaran sendiri adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga yang terjadi pada bayi dan anak yang bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor mulai dari masa perinatal,prenatal maupun post natal.

.BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta:FKUI;2007.h.31-42.2. Suwento R. Diagnosis Dini Ketulian pada bayi dan anak. Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (KPPIK) FKUI.Evidence Based Medicine in Daily Practice. Jakarta, Februari 2005.3. Joint Commite on infant Hearing. Years 2007 Position Statement: Priciple and Guidelines for Early Hearing Detection and Intervention Programs. Pediatrics 2007; 120 (4): 527 30.4. Mason JA, Herman KR. Universal Infant Hearing Screening by Automated Brainstem Response Measurement. Pediatrics 2001; 101 (2): 221 8.5. Thompson DC, Mc Philips H, Davis RL, Lieu TL, Homer CJ, Helfand M. Universal Newborn Hearing Screaning. JAMA 2001 ; 286:2000-10.6. Runjan L, Amir I, Suwento R. Skrining gangguan pendengaran pada neonates resiko tinggi. Sari Pediatri 2005 Maret;6 (4):149-54.7. Suwento R. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Dalam seminar sehari penatalaksanaan gangguan pendengaran dan ketulian ; Semarang 2007 Februari h. 1-12

8. Adams GL. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Dalam : Adam GL, Boeis LR, Highler PA. BOEIS, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa : Wijaya C. BOEIS fundamental of otolaryngology. Jakarta : Penerbit EGC; 1997. 446

9. World Health Organization, situation review and update on deafness, hearing loss and intervention programs : proposed plans of action for prevention and alleviation of hearing impairment in countries of the south-east asia region. 2007.10. Fortnum H M, Summerfield A Q, Marshall DH, Davis AC, Bamford JM. Prevalence of permanent childhood hearing impairment in the United Kingdom and Implication for universal neonatal hearing screaning questionnaire basedascertainment study. BMJ 2001; 323:1-611. Soetirto, I.,Hendarmin, H., BashiruddinJ, 2007Gangguan Pendengaran danKelainan Telinga dalam Buku AjarIlmu Kesehatan Telinga, Hidung,Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi VIJakarta : Balai Penerbit FKUI.12. Jerger,J F and Hayes ,D: The cross check principle in pediatric Audiometry. Arch otolaryngology.1976. 102: 614-620.13. American Academy of Pediatrics. Task Force on newborne and infant screening, newborne and infant hearing loss : detection and intervention. Pediatrics 2000; 103: 527-30

14. Cunningham M, Cox EO. Hearing Assestment in infants and children ; Recommendation beyond neonatal screening. Pediatrics 2003; 111; 436-4015. Stearn N, Swanepel DW. Identifying hearing loss by means of iridology. African journal of Traditional, Complimentary and alternative Medicines. 2007 ;4 (2);205-1416. Kiliic I, Karahanh, Kurt T, Ergin H, Sahiner T. Brainstem Evoked Response Audiometry and risk factor in premature infants. Marmara Medical J. 2007;20 (1); 21-817. Liston SI, Duval AJ. Dasar-dasar otolaringologi. Dalam : Effendi H, penyunting. Buku Ajar THT. Edisi 6. Jakarta: EGC;2007.h.27-3818. Madden C, Rutter M, Hilbert L, Greinwald JH, Choo DI. Clinical and audiological features in auditoryneuropathy, Arch Otolaryngol Head Neck Surgery.2002;128:1026-30.19. Holster IR, Hoeve LJ, Wieringa MH, Willis-Lorrier RMS, Gier HHW. Evaluation of hearing loss after failed neonatal hearing screening. J Pediatr 2009;155:646-50.20. Boo NY, Rohani AJ, Asma A. detection of sensorineural hearing loss using automated auditory brainstem-evoked response and transient-evoked otoacustic emission in term neonates with severe hyperbilirubinemia.Singapore Med J 2008; 49:209-14.21. Mason JA, Herrmann KR. Universal infant hearing screening by automated auditory brainstem response measurement. Pediatrics 1998;101:221- 8.22. Rapin I. Hearing impairment. Dalam: Swaiman K.F, Ashwal S, penyunting. Pediatric Neurology Principles and Practice. Edisi ke-3. New York: Mosby Inc;1999.h.77- 95.23. Zang Z, Wilkinson AR, Jiang ZD. Distorsion product otoacustic emission at 6 months in term infants after perinatal hypoxia ischaemi or with a low apgar score. Eur J Pediatrr 2008;167:575-578

24. Lasky RE, William AL. The development of the auditory system from conception to term. Neo review 2005;6(3):141-52

25. Gifford KA, Holmes MG, Bernstein HH. Hearing loss in children. Pediatrics in review.2009;30:207-16

26. Deka RC, Sarin D. Congenital TORCH infection and hearing loss. Dalam : Deka D, penyunting. Congenital intrauterine TORCH Infecion. Edisi ke 1. New Delhi: Jaypee brothers, 2004.h.112-2027. Zamani A, Daneshjou K, Ameni A, Takand J. Estimating the incidence of neonatal hearing loss in high risk neonates. Acta Medica Iranica 2004;42 (3):176-80

28. Abiratno SF. Auditory brainstem response (ABR) prinsip dasar, teknik pemeriksaandan penggunaanya dalam klinik. Dalam :abiratno SF, penyunting.2003 23