Gn Pendengaran pada bayi dan anak

34
DAFTAR ISI Kata Pengantar..................................................... .............................................................. ........i Daftar Isi........................................................... .............................................................. ...........1 BAB I Pendahuluan................................................... .............................................................. .............2 BAB II Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak……........................................................ ...........3 BAB III Pemeriksaan Fungsi pendengaran pada Bayi dan Anak……...................................................10 BAB IV Kesimpulan.................................................... .............................................................. ............20 1

description

gangguan pendengaran

Transcript of Gn Pendengaran pada bayi dan anak

Page 1: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................................................1

BAB I

Pendahuluan..............................................................................................................................2

BAB II

Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak……...................................................................3

BAB III

Pemeriksaan Fungsi pendengaran pada Bayi dan Anak……...................................................10

BAB IV

Kesimpulan..............................................................................................................................20

Daftar Pustaka..........................................................................................................................21

1

Page 2: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

BAB I

PENDAHULUAN

Proses belajar mendengar bagi bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena

menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi

dan audiologi. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang disertai

keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan. Gangguan

pendengaran pada masa bayi dan anak akan menyebabkan gangguan bicara, berbahasa,

kognitif, masalah social dan emotional sehingga pemeriksaan diharapkan dapat mendeteksi

gangguan pendengaran pada kelompok usia ini sedini mungkin. Umumnya seorang bayi atau

anak yang mengalami gangguan pendengaran, lebih dahulu diketahui keluarganya sebagai

pasien yang terlambat bicara (delayed speech).1

Di berbagai negara dilaporkan angka kejadian gangguan pendengaran yang bervariasi,

menurut WHO ketulian derajat ringan sampai berat dimasyarakat mencapai 10% dan

diperkirakan 25-30% gangguan pendengaran sejak lahir tidak diketahui penyebabnya serta

kemungkinan factor genetik sebagai penyebab belum dapat disingkirkan. US Preventive

Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran neonates di

Neonatal Intensive Care Unit (NICU) 10-20 kali lebih besar dari prevalensi gangguan

pendengaran pada populasi neonates normal.1,2 Menurut data WHO tahun 2007, prevalensi

gangguan pendengaran bayi dan anak pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan

sebesar 4,2%. Di inggris, berdasarkan penelitian terhadap anak yang lahir tahun 1995 sampai

2005 prevalensi gangguan pendengaran permanen pada anak meningkat sampai usia 9 tahun.

Insiden berkisar 1 dari 1000 kelahiran hidup sebanyak 50-90% didiagnosis mengalami

gangguan pendengaran.pnyebab gangguan pendengaran dapat berasl genetic maupun didapat.

untuk itu gangguan pendengara pada bayi dan anak perlu dideteksi sedini mungkin mengingat

pentingnya pentingnya peranan fungus pendengaran.1,2,3

2

Page 3: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

BAB II

GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK

2.1 Definisi

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk

mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga yang terjadi pada bayi dan anak.

Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan pendengaran,

yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-30dB0, gangguan pendengaran sedang

(40-69dB) dan gangguan pendengaran berat (70-89 dB).1,4,7

Menurut WHO pengertian gangguan pendengaran dan ketulian dibedakan

berdasarkanketentuan sebagai berikut: Gangguan Pendengaran (hearing impaired) yaitu

berkurangnya kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya, pada salah satu atau

kedua kedua telinga, baik derajat ringan atau lebih berat dengan ambang pendengaran rata

lebih dari 26 dB pada frekuensi 500, 1000,2000, atau 4000 Hz. Sedangkan ketulian (deaf)

adalah hilangnya kemampuan mendengar pada salah satu atau kedua sisi telinga, merupakan

gangguan pendengaran sangat berat dengan ambang pendengaran rata-rata lebih dari 81dB

pada frekuensi 500, 1000,2000 atau 4000 Hz.8,9

  2.2 Klasifikasi gangguan Pendengaran

Metode klasifikasi gangguan pendengaran adalah dibedakan dari sisi onset, sisi

genetika, progresifitas penyakit.5,9

1.   Jenis gangguan : tipe konduktif, sensorineural, campuran.

2.   Waktu berlangsung : menetap, sementara, memberat.

3.   Derajat gangguan pendengaran : rigan, sedang, berat, sangat berat.

4.   Onset gangguan pendengaran : congenital, periode prelingual, atau postlingual, lanjut usia

(presbiakusis)

5.   Faktor penyebab : ototoksis, akibat bising (GPAB).

a. Gangguan pendengaran/tuli konduktif (Conductive Hearing Loss)

Menunjukkan adanya masalah di telinga luar atau tengah yang menyebabkan tidak

terhantarnya bunyi dengan tepat ke telinga dalam. Penyebab tersering gangguan pendengaran

konduktif pada anak adalah otitis media dan disfungsi tuba eustachius yang disebabkan oleh

otitis media sekretori.kedua kelainan tersebut jarang menyebabkan kelainan gangguan

pendengaran melebihi 40dB.Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran jenis ini

3

Page 4: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

biasanya bersifat sementara. Pengobatan atau bedah, alat bantu dengar maupun implan

telinga tengah dapat membantu mengatasi gangguan pendengaran jenis ini tergantung pada

penyebab khusus masalah pendengaran tersebut.5,11

b. Gangguan Pendengaran Sensorineural (Sensori Neural Hearing Loss ).

Tuli sensorineural atau disebut juga tuli perseptif (tuli saraf) merupakan jenis

gangguan pendengaran yang disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya sel saraf (sel rambut)

di dalam koklea atau rumah siput, kerusakan atau malfungsi koklea serta kerusakan batang

otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Gangguan pendengaran

jenis ini biasanya bersifat permanen.bila kerusakan terbatas pada sel rambut di koklea, maka

sel ganglion dapat bertahan atau mngalami degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak,

maka n. VIII akan mengalami degenerasi wallerian. Penyebab utama gangguan pendengaran

ini adalah disebabkan genetik atau infeksi sedangkan penyebab yang lain seperti pemakaian

obat jarang terjadi. Untuk gangguan pendengaran ringan hingga berat dapat diatasi dengan

alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan, untuk gangguan pendengaran berat

atau parah sering di atasi dengan implan koklea 12,13

c. Gangguan Pendengaran/tuli campuran ( Mixed Hearing loss)

 Gangguan pendengaran campuran merupakan campuran gangguan pendengaran

sensorineural dan konduktif. Pada tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya

radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang

berlainan, misalnya tumor n.VII yang merupak tuli sensorineural dengan radang telinga

tengah yang merupakan tuli konduktif. 11,13

2.3 Etiologi Gangguan Pendengaran pada Bayi/Anak

Penyebab gangguan pendengaran pada anak biasanya dibedakan menjadi 3

berdasarkan saat terjadinya gangguan pendengaran yaitu :1,14

1. Pada saat kehamilan atau dalam kandungan (PRENATAL)

- Genetik herediter

Yaitu yang berkatin dengan faktor genetik

4

Page 5: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

- Non genetik

Yaitu yang tidak berkaitan dengan keturunan seperti Infeksi pada kehamilan

terutama pada awal kehamilan/trimester pertama (Toxoplasmosis, Rubella,

Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis), kekurangan zat gizi misalnya defisiensi jodium,

kelainan struktur anatomi serta pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi selama

kehamilan yang berpotensi menggangu proses pembentukan organ dan merusak

sel-sel rambut koklea seperti salisilat, kina, neomycin, streptomisin, gentamisin,

thalidomide, barbiturate dll. Selain itu malformasi struktur anatomi telinga seperti

atresia liang telinga dan aplasia koklea juga akan menyebabkan ketulian.1,5,15

2. Pada saat Kelahiran atau Persalinan (PERINATAL)

Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko

untuk terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti tindakan dengan alat pada saat

proses kelahiran (ekstraksi vakum, forsep), bayi lahir premature (< 37 mgg), berat badan

lahir rendah (< 2500 gr), lahir tidak menangis (asfiksia), lahir kuning

(hiperbilirubinemia). Biasanya jenis gangguan pendengaran yang terjadi akibat faktor

prenatal dan perinatal ini adalah tipe saraf / sensori neural dengan derajat yang umumnya

berat atau sangat berat dan sering terjadi bilateral.1,5

3. Pada saat setelah Persalinan (POSTNATAL)

Pada saat pertumbuhan seorang bayi dapat terkena infeksi bakteri maupun virus

seperti Rubella (campak german), Morbili (campak), Parotitis, meningitis (radang

selaput otak), otitis media (radang telinga tengah) dan Trauma kepala.

Bayi yang mempunyai faktor resiko diatas mempunyai kecenderungan menderita

gangguan pendengaran lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor

resiko tersebut. Seorang anak harus diperiksa fungsi pendengarannya segera setelah

dicurigai terdapat faktor-faktor resiko diatas atau anak tidak bereaksi terhadap bunyi-

bunyian disekitarnya (tepukan tangan, suara mainan, terompet, sendok yang dipukulkan

ke gelas/piring dll) dan terdapat keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa.3,16

5

Page 6: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

Menurut Academy American Joint Committee on Infant Hearing Statement (1994)

pada bayi usia 0-28 hari bila ditemukan beberapa faktor berikut ini harus dicurigai karena

merupakan kemungkinan penyebab terjadinya gangguan pendengaran.1,3,11

1.  Riwayat keluarga dengan tuli sejak lahir

2.   Infeksi prenatal; TORSCH

3.   Kelainan anatomi pada kepala dan leher

4.   Sindrom yang berhubungan dengan tuli kongenital

5.   Berat badan lahir rendah (BBLR < 1500 gram)

6.    Meningitis Bakterialis

7.    Hiperbillirubinemia (bayi kuning) yang memerlukan transfusi tukar

8.    Asfisia berat

9.    Pemberian obat ototoksik

10.  Menggunakan alat bantu pernafasan / ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU)

2.4 Faktor resiko terjadinya gangguan pendengaran pada bayi/anak11

1. Riwayat keluarga ditemukan ketulian

2. Infeksi intrauterin

3. Abnormalitas pada kraniofasial

4. Hiperbilirubinemia yang memerlukan tranfusi tukar

5. Penggunaan obat ototoksik aminoglikosida lebih dari 5 hari atau

penggunaan antibiotik tersebut dengan obat golongan loop diuretic

6. Meningitis bakteri

7. Apgar skor < 4 pada saat menit pertama setelah dilahirkan, atau

apgar skor < 6 pada menit kelima.

8. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanik lebih dari 5 hari.

9. Berat lahir < 1500 gram

10. Manifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan ketulian.

Meskipun faktor risiko yang telah disebutkan merupakan suatu indikasi untuk dilakukan

pemeriksaan untuk menentukan adanya suatu gangguan pendengaran, akan tetapi dilapangan

ditemukan bahwa 50% neonatus dengan gangguan pendengaran tidak mempunyai faktor

risiko. Oleh karena itu direkomendasikan suatu pemeriksaan gangguan pendengaran pada

seluruh neonatus setelah lahir atau setidaknya usia tiga bulan.1,15

6

Page 7: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

2.5 Faktor –faktor penyabab terjadinya gangguan pendengaran pada bayi/anak

Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran dapat berasal

dari genetik maupun didapat:13,16

1. Faktor genetik

Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa gangguan

pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungin bersifat statis maupun

progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X

(contoh: Hunter’s syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease) kelainan mitokondria

(contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau

beberapa organ telinga (contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal serind

dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli

konduktif).13

2. Faktor didapat (aquired)

Dapat disebabkan oleh :

a. Infeksi

Gangguan yang terjadi biasanya bersifat tuli sensorineural. Infeksi yang dapat

menyebabkan gangguan pendengaran seperti Rubela kongenital,Cytomegalovirus,

Toksoplasmosis, virus herpes simpleks, meningitis bakteri, otitis media kronik

purulenta, mastoiditis, endolabirintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma, Rubela,

Cytomgalovirus, menyebabkan gangguan pendengaran pada 18% dari seluruh kasus

gangguan pendengaran dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi

Cytomegalovirus sebesar 50%, infeksi Rubela kongenital 50%, dan Toksoplasma

kongenital 10%-15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%.

Penelitian oleh Rivera menunjukan bahwa 70% anak yang mengalami infeksi

sitomegalovirus konegenital mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama

masa neonatus. Pada meningitis bakteri melalui laporan post-mortem dan beberapa

studi klinis menunjukan adanya kerusakan di koklea atau saraf pendengaran,

sayangnya proses patologis yang terjadi sehingga menyebabkan gangguan

pendengaran masih belum dapat dipastikan. 16

7

Page 8: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

2. Obat ototoksik

Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran adalah: Golongan

antibiotika: Erythromycin, Gentamicin, Streptomycin, Netilmicin, Amikacin,

Neomycin (pada pemakaian tetes telinga), Kanamycin, Etiomycin, Vancomycin,

golongan diuretika: furosemide.1,3,9

Kadar bilirubin indirek ditentukan juga oleh beberapa faktor seperti: kecepatan

produksi bilirubin, kadar albumin, dan obat-obatan (sulfonamid, diuretikum, salisilat).

(Huang et all, 2004)17

3. Trauma

Fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tengah atau koklea, dislokasi

osikular, trauma suara.,1,9

4. Neoplasma

Tumor yang sering terjadi seperti

- Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromato),

- Cerebellopontine tumor, tumor pada telinga tengah (contoh: rhabdomyosarcoma,

glomus tumor. (Mishra MJ et all 2009)

2.6 Gejala Gangguan Pendengaran

Beberapa hal berikut dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mengetahui apakah

terdapat gangguan pendengaraan pada bayi/anak:5

Untuk bayi berusia kurang dari 12 bulan :

1. Tidak terkejut bila mendengar suara keras

2. Mulai usia 3 bulan bayi belum dapat mengenali suara orang tuanya

3. Sekitar usia 6 bulan bayi belum dapat mencari asal/ lokasi bunyi berasal, dengan cara

menolehkan kepala atau mata ke arah sumber bunyi

4. Pada usia 12 bulan bayi belum mahir meniru suara di sekitarnya dan memproduksi

beberapa kata.

Setelah usia 12 bulan gejala-gejala gangguan pendengaran dapat dikenali dengan

1. Kemampuan wicara terbatas atau tidak ada sama sekali

2. Perhatian kurang ( inattentive)

3. Sulit mempelajari sesuatu

4. Seringkali meminta suara diperkeras (misalnya volume TV)

5. Tidak memberi respons terhadap ucapan dengan kekerasan yang normal

6. Salah memberikan jawaban

8

Page 9: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

Table 1 Perkiraan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak1

Usia Kemampuan bicara

12 bulan Beum dapat mengoceh (babbling) atau

meniru bunyi

18 bulan Tidak dapat menyebutkan 1 kata yang

mempunyai arti

24 bulan Perbendaharaan kata kurang dari 10 kata

30 bulan Belum dapat merangkai 2 kata

2.7 Dampak Gangguan Pendengaran pada Bayi/anak

Menurut WHO masalah gangguan pendengaran dan ketulian perlu ditangani lebih serius mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan. Dampak negatif tersebut antara lain berupa:9

1. Gangguan atau hambatan perkembangan bicara, berbahasa dan kognitif pada anak, terutama bila terjadi sejak lahir atau pada bayi.

2. Kesulitan mengikuti pelajaran disekolah sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi akademik.

3. Kesulitan memperoleh lapangan kerja atau mengganggu tugas dalam bekerja.4. Terisolir dari kehidupan sosial5. Efek yang merugikan baik secara sosial maupun ekonomi didalam lingkungan masyarakat

dan Negara.

9

Page 10: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

BAB III

PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK

Pada prinsipnya gangguan pendenggaran pada bayi harus diketahui sedini mungkin.

Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi / anak hanya bersifat ringan, namun

dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa.

Dalam keadaan normal, seorang bayi telah memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif

pada usia 18 bulan, berarti saat tersebutmerupakan periode kritis untuk mengetahui adanya

gangguan pendengaran. 1,2

Dibandingkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran bayi dan anak jauh

lebih sulit dan memerlukan ketelitian serta kesabaran. Selain itu pemeriksa harus memiliki

pengetahuan tentang hubungan antara usia bayi / anak dengan taraf perkembangan

motorikdan auditorik. Berdasarkan pertimbangan tersebut adakalanya perlu dilakukan

pemeriksaan ulangan atau pemeriksaan tambahan untuk melakukan konfirmasi hasil

pemeriksaan sebelumnya.2,4

3.1 Deteksi dini gangguan pendengaran pada Bayi

Untuk dapat melakukan deteksi dini pada seluruh bayi dan anak relatif sulit, karena

akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Program skrining diprioritaskan

pada bayi dan anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran. 

Untuk maksud tersebut Joint Commitee on Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman

registrasi risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran sebagai berikut:1,4,5

Untuk bayi 0-28 hari

1. Kondisi atau penyakit yang memerlukan perawatan NICU (Neonatal ICU) selama 48 jam

atau lebih

2. Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui mempunyai

hubungan dengan gangguan pendengaran sensorineural atau konduktif.

3. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sensorineural yang menetap sejak masa

anak-anak.

4. Anomali kraniofasial termasuk kelainan morfologi pinna atau liang telinga.

5. Infeksi intrauterin seperti Toksoplasma, Rubella, Virus Cytomegalo, Herpes, dan Sifilis.

10

Page 11: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

Untuk bayi 29 hari - 2 tahun

1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan 

bicara, berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan.

2. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak masa anak-anak.

3. Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui mempunyai

hubungan dengan gangguan pendengaran sensorineural atau konduktif.

4. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural

termasuk meningitis bakterialis.

5. Infeksi intrauterin seperti Toksoplasma, Rubella, Virus Cytomegalo, Herpes, dan Sifilis.

6. Adanya faktor risiko tertentu pada masa neonatus, terutama hiperbilirubinemia

yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmoral yang membutuhkan ventilator serta

kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).

7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang

progresif seperti Usher syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis.

8. Adanya kelainan neurodegeneratif seperti Hunter syndome, dan kelainan

neuropati sensomotorik misalnya Friederich's ataxia, Charrot-Marie Tooth Syndrome.

9. Trauma kapitis

10. Otitis media yang berulang atau menetap disertai efusi telinga tengah minimal 3 bulan.

Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan

mengalami gangguan pendengaran 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang

tidak memiliki faktor risiko. Bila terdapat 3 buah faktor risiko kecenderungan menderita

gangguan pendengaran diperkirakan 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak

mempunyai faktor risiko tersebut. Pada bayi baru lahir yang dirawat di ruangan intensif

(ICU) risiko untuk mengalami gangguan pendengaran 10 kali lipat dibandingkan dengan

bayi normal.1,2,6

Namun indikator risiko gangguan pendengaran tersebut hanya dapat mendeteksi

sekitar 50% gangguan pendengaran karena banyaknya bayi yang mengalami gangguan

pendengaran tanpa memiliki faktor risiko yang dimaksud. Berdasarkan pertimbangan

tersebut maka saat ini upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi

ditetapkan melalui program Newborn Hearing Screening (NHS). 6,8

11

Page 12: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

Upaya deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi ditetapkan melalui program

Newborn Hearing Screening (NHS). Dikenal 2 macam program NHS, yaitu: 1

1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS)

UNHS bertujuan melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada semua bayi

baru lahir. Upaya skrining pendengaran ini sudah dimulai pada saat usia 2 hari atau

sebelum meninggalkan rumah sakit. Untuk bayi yang lahir pada fasilitas kesehatan yang

tidak memiliki program UNHS paling lambat pada usia 1 bulan sudah melakukan

skrining pendengaran.

2. Targeted Newborn Hearing Screening.

Di negara berkembang program UNHS masih sulit dilakukan karena memerlukan

biaya dan SDM yang cukup besar dan harus didukung oleh suatu peraturan dari

pemerintah setempat. Atas pertimbangan tersebut kita dapat melakukan pogram skrining

pendengaran yang lebih selektif, dan terbatas pada bayi yang memiliki faktor resiko

terhadap gangguan pendengaran. Program ini dikenal sebagai Targeted Newborn

Hearing Screening.

3.2 Pemeriksaan Fungsi Pendengaran

Pemeriksaan fungsi pendengaran menurut American Academy of Pediatrics

selayaknya dilakukan pada semua anak, terutama pada anak yang termasuk berisiko

mengalami gangguan pendengaran yaitu: 13,14

- Bayi dari ibu hamil 3 bulan pertama menggunakan obat Kina, salisilat atau antibiotic

tertentu

- Mempunyai riwayat keluarga tuli sejak lahir;

- Prematur

- Berat badan lahir rendah (<1500 gr)

- Kadar bilirubin tinggi atau bayi kuning

- Apgar score rendah atau tidak langsung menangis pada saat lahir

- Proses kelahiran melalui operasi

- Lahir dengan bantuan alat (forcep)

- Infeksi Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis (TORCHS)

- Terdapat kelainan pada kepala & leher saat lahir

- Memakai alat bantu nafas lebih dari 5 hari

- Bayi yang mendapat obat bersifat ototoksik (seperti gentamicin) selama lebih 5 hari

atau kombinasi dengan "loop diuretics":

- Bayi/anak demam disertai kejang;

12

Page 13: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

- Anak yang mengalami infeksi yang berhubungan dengan "sensoryneural hearing

loss" (SNHL) (misalnya meningitis , mumps, measles);

- Kelainan neurodegeneratif (seperti sindrom Hunter) atau penyakit-penyakit

demielinisasi (seperti Friedreich ataxia, sindrom Charcot-Marie-Tooth).

       Deteksi dini gangguan pendengarn bisa dilakukan dengan cara pemeriksaan

Subyektif dan Obyektif. Namun saat ini yang menjadi baku emas skrining gangguan

pendengaran pada bayi adalah pemeriksaan Otoacustic Emission (OAE) dan Automated

ABR (AABR).20

1. Pemeriksaan Subyektif antara lain dengan menggunakan rangsangan akustik atau

bunyi-bunyian yang mempunyai intensitas tertentu dan nilai responnya, yaitu dengan

gerakan reflek auropalpebral seperti:21

- Behavioral Observation Audiometry (BOA)

- Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

- Play Audiometry

a.  Behavioral Observation Audiometry   (BOA)

Pemeriksaan yang penting dilakukan yaitu dengan melihat perilaku anak

terhadap stimulus suara yang diberikan.tes ini berdasarkan respon aktif pasien

terhadap stimulus bunyi dan merupakan respon yang disadari (voluntary

response). Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan ini antara lain usia, kondisi

mental, kemauan melakukan tes, rasa takut, kondisi neurologik yang berhubungan

dengan perkembangan motorik dan persepsi . pemerikasaan dilakukan pada

ruangan yang cukup tenang ( bising lingkungan tidak lebih dari 60dB, idealnya

pada ruang kedap suara. Sebagai sumber bunyi dapat digunakan tepukan tangan,

tambur, bola plastic berisi pasir, remasan kertas minyak, bel, terompet karet,

mainan yang mempunyai bunyi frekuensi tinggi (squaker toy).21,23

b. Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana control neuromotor

berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang. Pada masa ini

respon unconditioned beralih menjadi respon conditioned. Pemeriksaan

pendengaran berdasarkan respon conditioned diperkuat dengan stimulus visual

dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi diberikan bersamaan dengan stimulus

visual, bayi akan member respon orientasi atau melokalisir bunyi dengan cara

13

Page 14: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

menoleh ke.arah sumber bunyi. Hal yang penting untuk diperhatikan sebelum

melakukan pemeriksaan ini adalah liang telinga harus bersih dan tidak ada

kelainan pada telinga tengah.

                Penggunaan BOA dan VRA (Visual Reinforcement Audiometry) pada bayi

dan anak mempunyai keterbatasan untuk menentukan ambang batas pendengaran

yang sahih.21,22

c. Play Audiometry

Pemeriksaan Play Audiometry (conditioned play audiometry) meliputi teknik

melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respon

motorik spesifik dalam suatu aktivitas permainan. Misalnya sebelum pemeriksaan

anak dilatih (conditioned) untuk memasukan benda tertentu ke dalam kotak segera

setelah mendengar bunyi. Stimulus biasanya diberikan melalui headphone.

Dengan mengatur frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil

yang dapat menimbulkan respon dapat ditentukan ambang pendengaran pada

frekuensi tertentu (spesifik).1,21

2. Pemeriksaan Obyektif dilakukan dengan alat tes elektrofisiologik yaitu

- Brainstem Evoked Reponses Audiometry (BERA)

- Otoacoustic Emission (OAE)

- Timpanometri

a. Brainstem Evoked Reponses Audiometry (BERA)

Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) atau istilah lain Auditory

Brainstem Response (ABR) adalah pemeriksaan elektrofisiologik yang objektif,

non invasif, untuk menilai integritas sistem auditorik termasuk batang otak,

terhadap bunyi yang kita dengar, sehingga kita dapat mengetahui ambang

pendengaran maupun letak lesi pada sistem auditorik tersebut. BERA merupakan

cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan n.VIII, pusat-

pusat neural dan traktus didalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus

auditorik. BERA dapat dipakai untuk memeriksa bayi, anak, dewasa dan

penderita yang koma. Pemeriksaan BERA sebaiknya dilakukan pada ruang kedap

suara. Pada bayi diperlukan sedatif untuk mencegah internal noise. Bila

digunakan BERA otomatis, karena waktunya singkat dapat dilakukan tanpa

sedatif.21

14

Page 15: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

Tes BERA dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak

kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Berbeda

dengan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun

non-kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang

mengalami koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban atau respons dari

pasien seperti pada audiometry karena pasien harus menekan tombol jika

mendengar stimulus suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara

khusus.13,25

Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain : bayi

baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa

Prinsip Pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan BERA adalah untuk menilai potensial listrik di otak

setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi.

Mekanisme Kerja Pemeriksaan BERA

BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara

singkat atau nada khusus yang ditransmisikan oleh transduser akustik dengan

menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang

ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan

yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobu

15

Page 16: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

Evaluasi Pemeriksaan BERA

Gelombang I, yang ditimbulkan oleh ujung koklear CN VIII, memberikan

informasi yang berharga mengenai aliran darah ke koklea, gelombang I di monitor

secara seksama untuk melihat adanya perubahan pada latensi atau penurunan

amplitudo.

Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal

dan proksimal selama pembedahan CN VIII. Gelombang V dan latensi interval

puncak gelombang I-V di monitor untuk melihat adanya perubahan pada latensi dan

amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan informasi mengenai integritas CN

VIII terhadap batang otak auditori. Dalam hal patologi retrokoklear, banyak faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat

kehilangan pendengaran sensorineural, kehilangan pendengaran asimetris, batasan

pengujian, dan faktor-faktor pasien lainnya.

Gambar 2.Jalur pendengaran dan lokasi anatomi yang berkaitan dengan

gelombang yang ditimbulkan oleh BERA.

16

Page 17: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

b. Otoacoustic Emission (OAE) 23

Uji emisi otoacoustik mengukur integritas telinga bagian dalam.

Dikenal 2 jenis pemeriksaan OAE, yaitu spontaneus dan evoked OAE.

Spontaneus.OAE dapat timbul tanpa adanya stimulus bunyi, namum tidak semua

manusia memiliki spontaneus OAE sehingga manfaat klinisnya tidak diketahui.

Evoked OAE adalah OAE yang terjadi pasca pemberian stimulus, dibedakan menjadi

(1) Transient Evoked OAE (TEOAE)merupakan emisi suara yang dihasilka oleh

rangsangan bunyi dengan menggunakan durasi yang sangat pendek, biasanya

bunyi click, tetapi dapat juga tone burst

(2) Distortion Product OAE (DPOAE) merupakan emisi sebagian respon dari

dua rangsangan yang berbeda frekuensi. Stimulus terdiri dari dua bunyi murni

pada dua frekuensi (f1, f2; f2>f1) dan dua level intensitas (L1, L2).

17

Page 18: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

Tujuan Pemeriksaan Emisi Otoakustik

Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah untuk menilai keadaan koklea

terutama sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk antara lain:

a. Skrining pendengaran awal khususnya pada neonatus infan atau individu dengan

gangguan perkembangan

b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu

c. Membedakan gangguan sensori dan neural; pada gangguan pendengaran

sensorineural

d. Dapat memeriksa gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura) dan juga dapat

dilakukan pada pasien yang sedang tidur bahkan pada keadaan koma. 22,23

Syarat untuk Menghasilkan Emisi Otoakustik yang tepat

a. Liang telinga luar tidak obstruksi

b. Menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe

c. Posisi yang optimal dari probe

d. Tidak ada penyakit telinga tengah

e. Sel rambut luar masih berfungsi

f. Pasien kooperatif

g. Lingkungan sekitar tenang

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja OAE

Nonpatologi

a. Kesalahan dalam memasang probe

b. Serumen yang menghalangi probe

c. Debris atau benda asing dalam telinga

d. Vernix caseosa pada neonatus

e. Pasien yang tidak kooperatif

. Patologi

a. Telinga luar seperti:

- stenosis

- otitis eksterna

- kista

b. Membran timpani seperti : adanya perforasi

18

Page 19: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

c. Telinga tengah seperti :

- Tekanan telinga tengah yang abnormal

- Otosklerosis

- Disartikulasi telinga tengah

- Kista

- Otitis media

d. Koklea

- Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan suara bising.

c. Timpanometri

Timpanometri merupakan pemeriksaan untuk menilai kondisi telinga tengah.

Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di teinga

tengah ) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif. Melalui probe

tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat diketahui besarnya

tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali ke arah keluar

oleh gendang telinga.26,28 Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes

OAE, dan bila terdapat gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus

ditunda sampai telinga tengah normal.27 Reflex akustik pada bayi juga berbeda dengan

orang dewasa. Dengan menggunakan probe tone frekuensi tinggi, reflex akustik bayi usia

4 bulan atau lebih sudah mirip dengan dewasa.

19

Page 20: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

BAB IV

KESIMPULAN

Proses mendengar bagi bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut

aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi dan

audiologi. Sehingga jika terjadi gangguan pada pendengaran akan menyebabkan gangguan

bicara, berbahasa, kognitif, masalah social dan emosional. Kesehatan Indera pendengaran

merupakan syarat penting bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia karena

sebagian besar infomasi diserap mulalui proses mendengar yang baik bagi anak. Oleh karena

itu gangguan pendengaran pada anak perlu dideteksi seawal mungkin mengingat pentingnya

peranan fungsi pendengaran terutama dalam proses perkembangan bicara. Saat ini sudah

banyak metode untuk menilai fungsi pendengaran anak baik secara subyektif maupun

obyektif. Gangguan pendengaran sendiri adalah ketidakmampuan secara parsial atau total

untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga yang terjadi pada bayi dan anak

yang bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor mulai dari masa perinatal,prenatal maupun

post natal.

.

20

Page 21: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak. Dalam:

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta:FKUI;2007.h.31-

42.

2. Suwento R. Diagnosis Dini Ketulian pada bayi dan anak. Kursus Penyegar dan Penambah

Ilmu Kedokteran (KPPIK) FKUI. Evidence Based Medicine in Daily Practice. Jakarta,

Februari 2005.

3. Joint Commite on infant Hearing. Years 2007 Position Statement: Priciple and Guidelines for Early Hearing Detection and Intervention Programs. Pediatrics 2007; 120 (4): 527– 30.

4. Mason JA, Herman KR. Universal Infant Hearing Screening by Automated Brainstem Response Measurement. Pediatrics 2001; 101 (2): 221 – 8.

5. Thompson DC, Mc Philips H, Davis RL, Lieu TL, Homer CJ, Helfand M. Universal

Newborn Hearing Screaning. JAMA 2001 ; 286:2000-10.

6. Runjan L, Amir I, Suwento R. Skrining gangguan pendengaran pada neonates resiko tinggi.

Sari Pediatri 2005 Maret;6 (4):149-54.

7. Suwento R. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Dalam seminar sehari

penatalaksanaan gangguan pendengaran dan ketulian ; Semarang 2007 Februari h. 1-12

8. Adams GL. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Dalam : Adam GL, Boeis LR,

Highler PA. BOEIS, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa : Wijaya C. BOEIS

fundamental of otolaryngology. Jakarta : Penerbit EGC; 1997. 446

9. World Health Organization, situation review and update on deafness, hearing loss and

intervention programs : proposed plans of action for prevention and alleviation of hearing

impairment in countries of the south-east asia region. 2007.

10. Fortnum H M, Summerfield A Q, Marshall DH, Davis AC, Bamford JM. Prevalence of

permanent childhood hearing impairment in the United Kingdom and Implication for

21

Page 22: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

universal neonatal hearing screaning questionnaire basedascertainment study. BMJ 2001;

323:1-6

11. Soetirto, I.,Hendarmin, H., BashiruddinJ, 2007Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga

dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi  VI Jakarta

: Balai Penerbit FKUI.

12. Jerger,J F and Hayes ,D: The cross check principle in pediatric Audiometry. Arch

otolaryngology.1976. 102: 614-620.

13. American Academy of Pediatrics. Task Force on newborne and infant screening, newborne

and infant hearing loss : detection and intervention. Pediatrics 2000; 103: 527-30

14. Cunningham M, Cox EO. Hearing Assestment in infants and children ; Recommendation

beyond neonatal screening. Pediatrics 2003; 111; 436-40

15. Stearn N, Swanepel DW. Identifying hearing loss by means of iridology. African journal of

Traditional, Complimentary and alternative Medicines. 2007 ;4 (2);205-14

16. Kiliic I, Karahanh, Kurt T, Ergin H, Sahiner T. Brainstem Evoked Response Audiometry

and risk factor in premature infants. Marmara Medical J. 2007;20 (1); 21-8

17. Liston SI, Duval AJ. Dasar-dasar otolaringologi. Dalam : Effendi H, penyunting. Buku Ajar

THT. Edisi 6. Jakarta: EGC;2007.h.27-38

18. Madden C, Rutter M, Hilbert L, Greinwald JH, Choo DI. Clinical and audiological features

in auditoryneuropathy, Arch Otolaryngol Head Neck Surgery.2002;128:1026-30.

19. Holster IR, Hoeve LJ, Wieringa MH, Willis-Lorrier RMS, Gier HHW. Evaluation of hearing

loss after failed neonatal hearing screening. J Pediatr 2009;155:646-50.

20. Boo NY, Rohani AJ, Asma A. detection of sensorineural hearing loss using automated

auditory brainstem-evoked response and transient-evoked otoacustic emission in term

neonates with severe hyperbilirubinemia.Singapore Med J 2008; 49:209-14.

21. Mason JA, Herrmann KR. Universal infant hearing screening by automated auditory

brainstem response measurement. Pediatrics 1998;101:221- 8.

22

Page 23: Gn Pendengaran pada bayi dan anak

22. Rapin I. Hearing impairment. Dalam: Swaiman K.F, Ashwal S, penyunting. Pediatric

Neurology Principles and Practice. Edisi ke-3. New York: Mosby Inc;1999.h.77- 95.

23. Zang Z, Wilkinson AR, Jiang ZD. Distorsion product otoacustic emission at 6 months in

term infants after perinatal hypoxia ischaemi or with a low apgar score. Eur J Pediatrr

2008;167:575-578

24. Lasky RE, William AL. The development of the auditory system from conception to term.

Neo review 2005;6(3):141-52

25. Gifford KA, Holmes MG, Bernstein HH. Hearing loss in children. Pediatrics in

review.2009;30:207-16

26. Deka RC, Sarin D. Congenital TORCH infection and hearing loss. Dalam : Deka D,

penyunting. Congenital intrauterine TORCH Infecion. Edisi ke 1. New Delhi: Jaypee

brothers, 2004.h.112-20

27. Zamani A, Daneshjou K, Ameni A, Takand J. Estimating the incidence of neonatal hearing

loss in high risk neonates. Acta Medica Iranica 2004;42 (3):176-80

28. Abiratno SF. Auditory brainstem response (ABR) prinsip dasar, teknik pemeriksaandan

penggunaanya dalam klinik. Dalam :abiratno SF, penyunting.2003

23