2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm...

15
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Teri Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut Saanin (1968) klasifikasi Stolephorus indicus (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopteygii Famili : Clupeidae Subfamili : Engraulidae Genus : Stolephorus Spesies : Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) Nama umum : Indian Anchovy Nama lokal : Teri putih Gambar 2. Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) Sumber : dokumen pribadi Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa ikan teri memiliki tanda-tanda khas yang membedakannya dari anggota famili Engraulidae yang lain yaitu sirip caudalnya bercagak dan tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominalnya hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan, samping tubuhnya memiliki selempang putih keperak-perakan yang memanjang dari kepala sampai ekor dan bentuk tubuhnya yang bulat memanjang (fusiform) atau termampat

Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm...

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

4  

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Teri Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983)

2.1.1. Klasifikasi dan morfologi

Menurut Saanin (1968) klasifikasi Stolephorus indicus (Gambar 2) adalah

sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Malacopteygii

Famili : Clupeidae

Subfamili : Engraulidae

Genus : Stolephorus

Spesies : Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983)

Nama umum : Indian Anchovy

Nama lokal : Teri putih

Gambar 2. Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983)

Sumber : dokumen pribadi

Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa ikan teri memiliki tanda-tanda khas

yang membedakannya dari anggota famili Engraulidae yang lain yaitu sirip

caudalnya bercagak dan tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominalnya

hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7

buah, umumnya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan, samping tubuhnya

memiliki selempang putih keperak-perakan yang memanjang dari kepala sampai

ekor dan bentuk tubuhnya yang bulat memanjang (fusiform) atau termampat

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

5  

samping (compressed). Sisiknya kecil dan tipis sangat mudah lepas. Sirip dorsal

umumnya tanpa duri pradorsal. Sebagian atau seluruhnya dibelakang anus, pendek

dengan jari- jari lemah sekitar 16 – 23 buah. Jari- jari lemah teratas dari sirip

pektoral tidak memanjang. Tulang rahang atas mungkin memanjang mencapai celah

insang. Gigi-giginya terdapat pada rahang, langit- langit, palatin, pterigoid, dan

lidah.

Stolephorus indicus memiliki ciri - ciri tubuh memanjang dan berbentuk

silindris dengan panjang baku 5.4 – 5.8 kali tinggi tubuh, 4.1 – 4.4 kali panjang

kepala. Moncong sama dengan diameter mata atau kadang-kadang lebih pendek.

Maksila mencapai batas anterior dari praoperkulum dan meruncing pada ujungnya.

Jari- jari lemah 16 – 17 buah dan tidak mempunyai duri pradorsal; sirip anal 20 – 21

buah; sirip pectoral 14 – 16 buah; dan sirip ventral 7 buah. Sisik pada garis lateral

berjumlah 40 buah. jumlah saringan insang pada lengkung insang pertama bagian

bawah berjumlah 20 – 25 buah. Sisik abdominal meruncing berjumlah 3 – 5 buah.

Sebuah bintik hitam pada kepala (occiput). Punggung dan ekor berbintik-bintik

dengan sirip lain bening. Stolephorus indicus sangat mirip dengan Stolephorus

commersonnii, tetapi Stolephorus indicus tidak memiliki garis-garis pigmen pada

punggungnya dan maksilanya pendek. Hidupnya soliter dan dapat ditemukan

sepanjang tahun dalam jumlah kecil di sepanjang pantai Jawa, terutama bulan Juli-

Agustus. Kadang-kadang spesies ini memasuki sungai-sungai di Sumatera dan

Kalimantan (Hutomo et al. 1987).

2.1.2. Jenis - jenis ikan teri

Menurut Hutomo et al. (1987) ada lima jenis ikan teri yang dikemukan oleh

Weber dan de Beaufort (1913) dalam bukunya yang berjudul ”Fishes og the Indo-

Australian Archipelago”, sedangkan berdasarkan penelitian Delsman (1931) in

Hutomo et al. (1987) tentang telur dan larva ikan di Laut Jawa ditemukan jenis telur

Stolephorus yang lebih banyak dari spesies yang dikemukakan oleh Weber dan de

Beaufort. Hasil penelitian Hardenberg (1933 a & b; 1934) in Hutomo et al. (1987)

telah membuktikan dugaan Delsman (1931) in Hutomo et al. (1987) tersebut dimana

Ia mendapatkan 9 jenis Stolephorus dari perairan Indonesia.

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

6  

Dari perkembangan identifikasi jenis-jenis ikan teri, ditemukan ada 9 jenis

ikan teri yang pasti ada di perairan Indonesia. Delapan jenis termasuk kelompok

ikan yang mempunyai sebaran distribusi yang luas, baik di Samudera Pasifik

maupun di Samudera Hindia (S. devisi, S. heterolobus, S. commersonnii, S. indicus,

S. insularis, S. baganensis, S. buccaneeri, dan S. tri) serta satu jenis lagi termasuk

kelompok yang tidak terdapat di Samudera Pasifik (S. dubiosus) (Hutomo et al.

1987).

Sembilan jenis ikan teri yang terdapat di Indonesia dan umumnya mempunyai

ukuran tubuh sekitar 6 – 9 cm, misalnya Stolephorus heterolobus, Stolephorus

insularis, dan Stolephorus zollingeri. Tetapi ada pula yang berukuran besar misalnya

Stolephorus commersonni dan Stolephorus indicus yang dikenal sebagai teri kasar

atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005).

Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi spesies ikan

teri di perairan Selat Madura menunjukkan adanya empat jenis ikan teri berdasarkan

morfologi, morfometri, dan penamaan secara lokal oleh nelayan Madura, yaitu teri

nasi (Stolephorus spp.), teri putih (Stolephorus devisi), teri merah (Stolephorus

heterolobus), dan teri hitam (Stolephorus buccaneri). Teri nasi sangat mudah

dibedakan dengan jenis teri lainnya, karena memiliki warna putih transparan dan

ukurannya lebih kecil. Selanjutnya, untuk teri putih memiliki warna putih

transparan, ukurannya lebih besar dari teri nasi, warna abdomen keperakan (silvery

colour), kepala lebih pendek dibandingkan teri merah, dengan selempang lateral

relatif lebih kecil. Ikan teri merah mempunyai ukuran lebih besar dari teri nasi,

kepala lebih pendek dibandingkan teri putih, warna daging agak kemerahan,

selempang perak lateral lebih tebal, bagian abdomen berwarna keperakan.

Pemberian nama teri hitam oleh nelayan dan pengepul adalah karena warnanya yang

lebih kotor dibandingkan teri lainnya yang biasanya memiliki ciri warna daging

lebih kotor dibandingkan teri merah, kepala panjang menyerupai teri merah, serta

ukurannya lebih besar dibanding teri nasi (Setyohadi et al. 2001 in Supriyadi 2008).

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

7  

2.1.3. Waktu dan tempat pemijahan

Ikan teri melakukan pemijahan sepanjang tahun, meskipun ikan teri dewasa

banyak dijumpai di perairan payau namun telurnya tak dapat ditemukan pada

salinitas yang kurang 17 ‰ (Nontji 2005). Salinitas pada Teluk Banten bervariasi

karena input aliran sungai. Variasi salinitas akan mempengaruhi distribusi dan

kelimpahan ikan karena ikan bertoleransi pada salinitas tertentu. Pengaruh salinitas

juga berkaitan dengan orientasi migrasi ikan sebagai respon terhadap gradien

salinitas, serta pengaruhnya terhadap reproduksi (Haumahu 1995).

Ikan teri di Laut Jawa memijah pada malam hari dan malam hari berikutnya

telur menetas menjadi larva. Puncak-puncak pemijahan ikan teri bersamaan dengan

perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara antara bulan April dan

Mei dan sebaliknya dari musim tenggara ke musim barat laut antara Desember dan

Januari (Delsman 1931 in Hutomo et al. 1987). Ikan teri nasi memijah beberapa kali

serta memiliki musim pemijahan yang panjang, bahkan sepanjang tahun.

Fekunditasnya bervariasi dan berkisar antara 921 – 2 287 butir untuk ukuran panjang

ikan 64 – 81 mm dan 2 325 – 9 402 butir telur untuk ukuran panjang ikan 63 – 97

mm (Hutomo et al. 1987).

2.1.4. Makanan dan kebiasaan makan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hardenberg (1934) in Hutomo et

al. (1987) disimpulkan bahwa makanan Stolephorus umumnya terdiri dari

organisme pelagis berukuran kecil meskipun komposisinya berbeda untuk masing -

masing spesies. Jenis - jenis ikan yang berukuran kecil memakan crustacea kecil

seperti Copepoda, Ostracoda, individu-individu kecil seperti Mysis, Sergetes, dan

Euphasia serta larva Crustacea tingkat nauplius dan zoea. Selain itu, di dalam isi

perutnya didapatkan larva Bivalvia, Gastropoda, Anelida, Pteropoda, dan Diatomae.

Sedangkan jenis-jenis Stolephorus berukuran besar seperti Stolephorus indicus dan

Stolephorus commersonii memangsa sebagian besar larva ikan bersama dengan

Mysis dan Sergetes (Hutomo et al. 1987).

Stolephorus heterolobus di Selat Singapura terutama pada ukuran sampai 40

mm memangsa fitoplankton dan copepoda dan setelah dewasa mulai memangsa

calanoida yang lebih besar, Leptochela, polychaeta, Mysis, larva Squilla, Lucifer,

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

8  

dan branchyura serta larva decapoda yang lain. Kadang-kadang larva Stolephorus

terdapat di lambungnya (Hutomo et al. 1987).

Makanan Stolephorus devisi sebagian besar terdiri dari zooplankton, meskipun

demikian fitoplankton seperti Coscinodiscus dan dinoflagelata ditemukan juga di

dalam isi lambungnya. Zooplankton yang dominan adalah fragmen krustasea dan

copepod, sedangkan makanan Stolephorus heterolobus mirip dengan makanan

Stolephorus devisi yang didominasi oleh fragmen krustasea dan copepod (Hutomo et

al. 1987).

2.1.5. Tingkah laku dan hubungannya dengan lingkungan

Menurut Hardenberg (1934) in Hutomo et al. (1987) ikan teri (Stolephorus

spp.) bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan estuari, tetapi beberapa

jenis berada pada salinitas rendah antara 10 – 15‰. Kebanyakan ikan teri hidup

bergerombol, tetapi ada pula yang hidup soliter setidaknya untuk jangka waktu

tertentu. Teri yang berukuran kecil seperti Stolephorus heterolobus, Stolephorus

insularis, dan Stolephorus zollingeri, biasanya bergerombol sampai ratusan atau

ribuan individu. Jenis-jenis ikan teri yang berukuran besar (Stolephorus indicus,

Stolephorus commersonnii) cenderung untuk hidup soliter, karenanya tertangkap

nelayan dalam jumlah kecil dan hanya pada bulan-bulan tertentu bisa tertangkap

dalam gerombolan-gerombolan kecil sekitar 100 – 200 ekor seperti pada bulan Juli-

Agustus (Hutomo et al.1987). Ikan teri yang umumnya berkelompok (schooling)

memiliki respon yang positif terhadap cahaya namun ikan teri memiliki kepekaan

yang tinggi terhadap reaksi yang berupa gerakan yang berasal dari luar (Hutomo et

al. 1987).

Ikan teri merah, teri putih, dan teri hitam mempunyai sifat phototaxis positive,

sedangkan ikan teri nasi diduga mempunyai sifat phototaxis negative. Hal ini terlihat

dari komposisi hasil tangkapan alat angkap bagan yang sedikit terdapat ikan teri nasi

yakni hanya 0.60% saja, sementara ikan teri putih (42 %), teri hitam (39.70 %), dan

teri merah (17.80%). Diduga ikan teri nasi sangat sensitif terhadap sinar lampu yang

digunakan alat tangkap bagan sebagai pengumpul ikan (FAD = Fish Agregating

Device) dan menghindar dari predator yang terkonsentrasi di sekitar lampu bagan

(Setyohadi et al. 2001 in Supriyadi 2008).

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

9  

Ikan – ikan pada umumnya sangat peka terhadap cahaya yang datang dari arah

atas (dorsal). Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap keberhasilan

penangkapan ikan dengan cahaya lampu adalah musim, fase bulan, kecerahan, dan

ada atau tidaknya predator (Laevastu dan Hayes 1984 in Effendy 2005).

Pengoperasian bagan menggunakan bantuan cahaya (light fishing) sehingga

alat ini tidak efisien apabila digunakan pada saat bulan purnama karena pada saat ini

ikan akan menyebar rata di kolom perairan. Oleh karena itu, pada bulan purnama

nelayan bagan tidak melakukan operasi penangkapan. Cahaya bulan dapat menjadi

tandingan bagi cahaya lampu. Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) in Effendy

(2005) penangkapan ikan dengan cahaya tidak efektif pada bulan purnama karena

nilai luminositas cahaya lampu dan cahaya bulan pada kedalaman 20 meter hampir

sama yaitu masing - masing 0.033 lux dan 0.032 lux. Musim sangat berpengaruh

terhadap pemantulan cahaya lampu. Pada saat musim barat, lampu banyak

kehilangan efektifitas dan efisiensinya, karena cahaya banyak dipantulkan oleh

partikel – partikel yang terlarut dalam air laut.

Pemikatan oleh suatu sumber pencahayaan tidak hanya tergantung kepada sifat

fototaksis positif dari ikan tersebut, tetapi juga oleh faktor ekologis yang

berpengaruh terhadap makhluk hidup lainnya. Pada mulanya yang tertarik adalah

jenis zooplankton, kemudian diikuti oleh ikan ikan kecil dan akhirnya ikan besar.

Adanya cahaya di laut membuat organisme pemangsa (predator) sehingga pada

lapisan air tersebut terdapat suatu komunitas dengan rantai makanan yang kompleks

(Maeda vide Ben Yami (1987) in Effendy (2005).

Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah sumber cahaya, dibedakan atas dua

kelompok. Kelompok pertama adalah ikan yang memiliki sifat fototaksis positif.

Ikan tertarik secara langsung terhadap sumber cahaya atau yang dikenal sebagai

peristiwa langsung. Kelompok yang kedua adalah ikan yang mempunyai maksud

mencari makan (feeding). Ikan tertarik karena di sekitar cahaya banyak terdapat

plankton dan ikan kecil untuk dimangsa, karena hal ini dikenal sebagai peristiwa

tidak langsung (Ayodhyoa 1981 in Effendy 2005).

Alasan dari beberapa jenis ikan termasuk ikan teri tertarik pada cahaya

disebabkan antara lain oleh untuk mencari intensitas cahaya yang optimum,

investigatory reflex, mencari makan, dan bergerombol yang merupakan reflex

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

10  

defensif dari ikan terhadap predator. Pada umumnya pembentukan schooling

beberapa jenis ikan termasuk ikan teri dikaitkan dengan penglihatan ikan tersebut.

Ikan akan membentuk schooling pada saat terang dan menyebar pada saat gelap.

Ikan ini akan lebih mudah dimangsa oleh predator dalam keadaan terpencar – pencar

dibandingkan saat mereka berkelompok. Adanya rangsangan cahaya pada malam

hari, menyebabkan ikan tertarik ke daerah yang diterangi cahaya sehingga ikan –

ikan membentuk schooling dan lebih aman dari incaran predator (Kristjonsson 1968

in Effendy 2005).

2.1.6. Migrasi dan penyebaran

Ikan teri berdasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi memiliki

penyebaran yang dipengaruhi oleh perubahan musim pada suatu daerah. Pola musim

ikan teri terjadi secara periodik setiap tahunnya (Hutomo et al. 1987). Ikan teri

menyebar pada daerah yang sangat luas. Daerah penangkapan terdapat di Samudera

Hindia sebelah timur sampai daerah Pasififik Tengah bagian barat (Fischer dan

Whitehead 1974 in Humahu 1995).

Ikan teri pada siang hari membentuk gerombolan di dasar perairan dan

bermigrasi menuju permukaan pada malam hari dimana tebalnya gerombolan adalah

6-15 meter. Kedalaman renang dari gerombolan ikan teri bervariasi selama siang

hari dan bermigrasi ke daerah dangkal pada waktu pagi dan sore hari, hal ini

berkaitan dengan cahaya. Menurut Was (1994) in Humahu (1995) pada pagi hari

kelompok ikan teri akan bergerak ke lapisan permukaan, kemudian dengan seiring

bertambahnya intensitas cahaya dan pemanasan lapisan permukaan air laut.

Kelompok ikan akan terpecah menjadi kelompok yang lebih kecil. Setelah intensitas

cahaya mencapai maksimum, kelompok ikan turun menyebar ke lapisan yang lebih

dalam dengan membentuk kelompok yang lebih besar tetapi dalam jumlah yang

lebih sedikit dari lapisan permukaan.

Menurut Hardenberg (1933) in Nontji (2005), yang banyak mempelajari

biologi ikan teri di Indonesia menduga bahwa jenis tertentu seperti Stolephorus

pseudoheterolobus mengadakan ruaya (migrasi) secara periodik. Ini didasarkan pada

kenyataan yang dapat diamati di Perairan Bangka sampai Riau. Di Kepulauan

Lingga yang terletak di sebelah utara Bangka, ikan ini dapat ditangkap hanya pada

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

11  

bulan Februari hingga Agustus dengan tangkapan maksimum pada bulan Juli –

Agustus. Lebih ke utara dari Kepulauan Riau jenis ini baru bisa ditangkap pada

bulan April hingga Oktober dimana dapat dilihat munculya dan habisnya pun dua

bulan lebih cepat dibandingkan di Kepulauan Lingga. Jadi, tampaknya ada

kemungkinan migrasi menuju ke utara.

Nontji (2005) juga mengatakan bahwa teri juga memiliki daerah sebaran yang

luas di daerah Indo-Pasifik, Tahiti, dan Madagaskar. Stolephorus zollingeri dan

Stolephorus celebicus banyak terdapat di perairan Indonesia bagian timur,

sedangkan Stolephorus tri ditemukan dalam jumlah banyak dekat muara-muara

sungai besar di Sumatera dan Kalimantan. Stolephorus baganensis bahkan dapat

masuk sampai jauh ke perairan payau.

2.2. Pertumbuhan

2.2.1. Hubungan panjang bobot

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu

waktu (Effendie 1997). Analisa hubungan panjang berat dapat digunakan untuk

mempelajari pertumbuhan. Berdasarkan Effendie (1997) terdapat dua faktor yang

berpengaruh dalam pertumbuhan yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam antara

lain keturunan, jenis kelamin, penyakit, hormon, dan kemampuan memanfaatkan

makanan. Sedangkan faktor luar diantaranya ketersediaan makanan, kompetisi

dalam memanfaatkan ruang dan suhu perairan.

Pola pertumbuhan dapat dipelajari melalui analisa hubungan panjang bobot.

Persamaan hubungan panjang bobot ikan dimanfaatkan untuk berat ikan melalui

panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Bobot dapat dianggap suatu

fungsi dari panjang. Hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu

bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini

dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot melalui panjang (Effendie 1997).

Hasil analisis hubungan panjang bobot akan menghasilkan suatu nilai

konstanta (b) yaitu harga pangkat yang mmenunjukkan pola pertunbuhan ikan.

Menurut Effendie (1997) ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3),

pertambahan panjangnya seimbang dengan pertumbuhan bobot. Sebaliknya pada

ikan dengan pola pertumbuhan allometrik (b≠3), pertambahan panjang tidak

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

12  

seimbang dengan pertambahan bobot. Pertumbuhan dinyatakan allometrik positif

apabila b>3, yang menandakan bahwa pertambahan bobot lebih cepat dibandingkan

pertambahan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan allometrik negatif

apabila b<3, yang berarti bahwa pertambahan panjang lebih cepat dbandingkan

pertambahan bobot (Ricker 1970 in Effendie 1997).

2.2.2. Parameter pertumbuhan (L∞, K, dan t0)

Beverton & Holt (1957) menyebutkan bahwa persamaan pertumbuhan Von

Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan populasi ikan yang memuaskan.

Hal ini dikarenakan pesamaan pertumbuhan Von Bartalanffy berdasarkan konsep

fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti

variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan.

Metode Ford Walford merupakan metode sederhana dalam menduga

parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bartalanffy dengan interval

waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre dan Venema 1999). Metode ini

memerlukan masukan panjang rata-rata ikan dari beberapa kelompok ukuran.

Kelompok ukuran dipisahkan dengan menggunakan metode Battacharya (Sparre dan

Venema 1999).

Parameter - parameter yang digunakan dalam menduga pertumbuhan populasi

yaitu panjang infinitif (L∞) yang merupakan panjang maksimum secara teoritis,

koefisien pertumbuhan (K), dan t0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang

sama dengan nol (Sparre & Venema 1999). Panjang infinitif (L∞) pada ikan teri nasi

hanya mencapai 52 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) 0.016/hari, sedangkan

untuk ikan teri putih (Stolephorus devisi), nilai panjang infinitif (L∞) mencapai 110

mm. Sementara dari penelitian di Teluk Jakarta diperoleh panjang infinitif (L∞)

Stolephorus devisi mencapai 97 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) mencapai

0.0066/hari dan untuk ikan teri merah (Stolephorus heterolobus) mencapai L∞

sebesar 88 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.0092/hari. Nilai faktor

kondisi untuk semua jenis ikan teri menunjukkan kondisi allometris (Setyohadi et.al

2001 in Supriyadi 2008).

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

13  

2.3. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas

akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) adalah

penjumlahan laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F).

Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain

penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan, dan usia tua

(Sparre & Venema 1999).

Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von

Bartalanffy yaitu K dan L∞. Ikan yang pertumbuhan cepat (nilai K tinggi)

mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L∞ karena

pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil, sedangkan mortalitas penangkapan

adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan (Sparre &

Venema 1999).

Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang

akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Dengan kata lain laju eksploitasi adalah

jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati

karena semua faktor baik alami maupun penangkapan (Pauly 1984). Menurut Pauly

(1984) menduga bahwa dalam stok yang dieksploitasi optimum, maka laju

mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0.5.

2.4. Alat Tangkap

Alat tangkap ikan teri yang digunakan di perairan Teluk Banten adalah bagan

perahu dan bagan tancap yang didominasi oleh bagan perahu. Bagan perahu

merupakan perahu dengan empat persegi panjang berukuran kira-kira 8.0 - 10.0 x

8.0 - 8.0 m, terbuat dari bambu. Dengan alat bantu jaring bermata halus dengan

ukuran lebih kecil sekitar 0.3 cm. Lampu petromaks bersifat phototaxis. Alat ini

sangat sederhana sehingga tidak diperlukan keahlian khusus untuk menjalankan

operasinya. Dalam satu bulan operasi bagan kira-kira 20 hari pada karena waktu

gelap bulan, pada waktu bulan terang nelayan tidak mengoperasiannya (Mayrita

2010).

Bagan tancap adalah bangunan dengan jaring angkat yang dipasang pada

waktu malam hari pada waktu bulan gelap dengan bantuan lampu tekan (petromaks).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

14  

Alat ini di perkenalkan oleh orang-orang bugis (Makasar) ke seluruh wilayah

perairan Indonesia. Umumnya bagan dipasag tidak jauh dari pantai. Alat ini dapat

diusahakan sepanjang tahun tanpa ada pengaruh dari musim. Namun, umumnya

pada musim barat nelayan jarang menggunakan alat ini karena dapat mudah roboh

dan rusak disebabkan oleh pengaruh angin dan ombak (Hutomo et al. 1987).

Menurut Subani (1972) in Hutomo et al. (1987) berdasarkan bentuk, macam,

dan cara penggunaannya, bagan dibagi ke dalam dua golongan yaitu :

a. Bagan tetap (tancap), alat ini tidak dapat dipindah-pindahkan. Alat ini terdiri dari

anjang-anjang yang berfungsi sebagai rumah bagan, daun bagan yang berbentuk

bujur sangkar. Jaring diberi bingkai dari bambu berukuran 7,5 x 7,5 m. Penggunaan

tenaga cukup dua orang karena alat ini mudah dioperasikan. Alat ini biasanya

dipasang pada kedalaman sekitar 8-15 meter, dan masih dekat dengan

pantai/daratan.

b. Bagan gerak (perahu), adalah suatu bentuk bagan yang dapat dipindah-

pindahkan di tempat- tempat yang di anggap baik serta tidak mengganggu alur

kapal-kapal besar. Perbedaan alat ini dengan bagan tetap adalah pada rumah bagan.

Bagan gerak dapat beranjang- anjang atau tanpa anjang. Bagan gerak memiliki

beberapa jenis yaitu bagan rakit, bagan perahu beranjang, bagan perahu, dan bagan

morotai (Gambar 3).

Gambar 3. Bagan Perahu Sumber : Dokumetasi Pribadi

Bagan perahu merupakan salah satu alat tangkap yang pengoperasiannya

hanya dilakukan satu hari atau one day fishing. Nelayan bagan perahu biasanya

menurunkan waring sekitar 3 – 7 kali dalam satu malam, hal ini bergantung pada

banyaknya ikan yang tertangkap. Apabila ikan yang tertangkap cukup banyak, maka

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

15  

waring akan terus diturunkan, namun apabila ikan yang tertangkap hanya sedikit,

waring hanya diturunkan 3 – 4 kali (Mayrita 2010).

2.5. Pengkajian Stok Ikan

Pengkajian stok meliputi penggunaan berbagai perhitungan statistik dan

matematik untuk membuat prediksi kuantitatif mengenai reaksi dari berbagai

populasi ikan terhadap sejumlah pilihan atau alternatif pengelolaan (Widodo &

Suadi 2006). Pengkajian stok mencakup suatu estimasi tentang jumlah dan

kelimpahan dari sumberdaya. Selain itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju

penurunan sumberdaya yang diakibatkan oleh penangkapan, dan mengenai berbagai

tingkat laju penangkapan atau tingkat kelimpahan stok yang dapat menjaga dirinya

dalam jangka panjang (Widodo & Suadi 2006).

Menurut Widodo et al. (1998), ukuran dari suatu stok ikan dalam suatu

perairan dapat dinyatakan dalam jumlah atau berat total individu. Baik jumlah

maupun berat (biomassa) suatu stok ikan di laut sulit diukur secara langsung. Oleh

sebab itu dalam menduga ukuran ukuran stok ikan seringkali digunakan jumlah atau

berat relatif yang dinyatakan sebagai densitas atau kelimpahan (abundance). Dengan

densitas atau kelimpahan, umumnya diartikan sebagai jumlah atau berat individu per

satuan area atau satuan upaya penangkapan. Sering dengan itu digunakan hasil

tangkapan per unit upaya penangkapan (catch per unit effort /CPUE) dari suatu alat

tangkap atau alat sampling tertentu.

Proses penipisan stok sering diikuti dengan lima kombinasi yaitu penurunan

produktivitas perikanan atau hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE),

penurunan hasil tangkapan total yang didaratkan, penurunan berat rata-rata ikan,

perubahan dalam struktur umur populasi ikan (ukuran, umur), dan perubahan

komposisi spesies ikan (ekologi perairan). Dalam menganalisis sumberdaya ikan,

penentuan ukuran stok merupakan langkah penting dalam mempelajari berbagai stok

terutama yang telah diusahakan. Hasil analisis akan sangat berguna bagi

perencanaan pemanfaatan, pengembangan, dan perumusan strategi pengelolaan

(Widodo et al. 1998).

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

16  

2.6. Model Bioekonomi Stok

Istilah bioekonomi diperkenalkan oleh seorang ekonom dari Kanada yaitu

Scott Gordon. Gordon pertama kali menggunakan pendekatan ekonomi untuk

menganalisis pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal yang sebelumnya

diperkenalkan Schaefer, seorang biolog, sehingga kemudian dikenal dengan istilah

pendekatan bioekonomi atau model bioekonomi Gordon-Schaefer (GS) (Fauzi

2006). Pendekatan bioekonomi GS merupakan pendekatan sederhana dalam

pengelolaan sumberdaya ikan yang bertujuan untuk melihat aspek ekonomi dengan

kendala aspek biologi sumberdaya ikan, yaitu berapa tingkatan input (jumlah kapal,

trip, GT) yang harus dikendalikan untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang

maksimum (Fauzi 2006). Pemikiran dengan memasukkan unsur ekonomi dalam

pengelolaan sumberdaya ikan, telah menghasilkan pendekatan baru yang dikenal

dengan Maximum Economic Yield (MEY). Konsep MEY ini kemudian ditetapkan

sebagai salah satu target reference point pengelolaan sumberdaya (Gambar 4).

Gambar 4. Grafik MEY Sumber : Fauzi (2006)

Keterangan : MEY : Maximum Economic Yield E MEY : Effort maksimum MSY : Maximum Sustainable Yield E MSY : Effort optimum secara ekonomi E OA : Effort Open Access π : rente (keuntungan) ekonomi TR : Total Revenue TC : Total Cost

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

17  

Pendekatan MEY menggunakan beberapa asumsi (Fauzi 2004 in Randika

2008) yaitu :

(1) Harga per satuan output adalah konstan.

(2) Biaya per satuan upaya dianggap konstan.

(3) Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal.

(4) Strukutur pasar bersifat kompetitif.

(5) Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor

pascapanen dan lain sebagainya).

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva penerimaan total (Total Revenue

/TR) adalah sama dengan kurva produksi lestari, karena harga ikan diasumsikan

konstan dan penerimaan total akan ditentukan langsung oleh hasil tangkapan ikan.

Kurva biaya total (Total Cost/TC) berbentuk garis lurus, yang mengindikasikan

bahwa besarnya biaya meningkat secara proporsional dengan meningkatnya effort

(Fauzi 2004 in Randika 2008).

Fenomena yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah

kelebihan kapasitas yang berujung pada kondisi tangkap lebih (overfishing).

Overfishing diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah yang

dibutuhkan untuk mempetahankan stok ikan dalam wilayah perairan tertentu.

Economic overfishing adalah upaya tangkap lebih secara ekonomi dan terjadi ketika

ratio biaya terhadap harga terlalu besar (Fauzi 2006).

Jumlah orang yang memiliki minat (interest) untuk memaksimumkan

keuntungan sangat jarang bila dibandingkan dengan mereka yang ingin

meningkatkan hasil tangkapan. Kenyataannya orang akan lebih mudah diajak untuk

menangkap lebih banyak ikan dibandingkan mengejar nilai-nilai ekonomi yang

abstrak. Beberapa keuntungan penggunaan model MEY yakni model ini sangat

fleksibel dan dapat diadaptasikan untuk analisis costs and benefits bagi nelayan

komersial, rekreasional, para pengolah (processors), konsumen, dan lainnya yang

kegiatan usahanya berkaitan dengan perikanan.

Selain itu, konsep ini dapat diaplikasikan terhadap setiap model biologi dan

berbeda dengan konsep MSY karena MEY tidak berdasarkan konsep ekuilibrium.

Kelemahan yang paling menonjol dari penggunaan net economic yield sebagai

tujuan pengelolaan yaitu model ini bergantung pada harga ikan yang tertangkap serta

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · atau teri gelagah dan dapat mencapai panjang 17.50 cm (Nontji 2005). Menurut Setyohadi et al. (2001) in Supriyadi (2008), identifikasi

18  

satuan biaya penangkapan yang bervariasi dari tahun ke tahun dan dari negara ke

negara (Widodo & Suadi 2006).

2.7. Pengelolaan Perikanan

Menurut FAO (1997) in Widodo & Suadi (2006), pengelolaan perikanan

adalah proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,

perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan

implementasi dari aturan-aturan main dibidang ikan dalam rangka menjamin

kelangsungan produktivitas sumber, dan pencapaian tujuan perikanan lainnya.

Pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini menuntut perhatian penuh dikarenakan

oleh semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan

(Widodo & Suadi 2006).

Secara umum tujuan pengelolaan perikanan dapat dibagi ke dalam empat

kelompok yaitu biologi, ekologi, ekonomi dan sosial, yang mana tujuan sosial

mencakup tujuan politik dan budaya. Menurut Boer & Azis (2007) bahwa

pengelolaan sumberdaya perikanan bertujuan demi tercapainya kesejahteraan para

nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa serta

mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan. Selain itu,

para pengelola perikanan memiliki tugas untuk menentukan jumlah tangkapan yang

diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari.

Pendekatan yang umum digunakan dalam studi pengelolaan sumberdaya

perikanan adalah pendekatan struktural atau analitik yaitu pendekatan dengan cara

menjelaskan sistem sumberdaya perikanan melalui komponen - komponen yang

membentuk sistem tersebut. Komponen - komponen tersebut adalah penambahan

pertumbuhan dan mortalitas. Selain itu, mengingat tujuan pembangunan perikanan,

maka diperlukan pendekatan bioekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Hal

ini dikarenakan pendekatan bioekonomi merupakan perpaduan dua disiplin ilmu

yaitu biologi dan ekonomi yang menghasilkan solusi tentang bagaimana

memaksimalkan manfaat ekonomi dari pengelolaan sumberdaya ikan dengan

kendala faktor biologinya (Hassanudin 2005) .