4. Peralatan Bawah Permukaan.doc

download 4. Peralatan Bawah Permukaan.doc

of 107

description

peralatan bawah permukaan (subsurfaca) dalam teknik perminyakan

Transcript of 4. Peralatan Bawah Permukaan.doc

1. Tubular Product

Drill Pipe 1.

Casing

Tubing

2. Packer

Retrievable

Permanent Packer

Inflatable Packer

3. Circulating Device

Sliding Sleeve

Partial Nipple

4. Seating Nipple

Pump Seating Nipple

Selective Landing Nipple

NO-GO Landing Nipple

5. Blast Joint dan Flow Coupling

Polished Nipple

6. Telescopic Swivel Joint

7. Safety Joint

8. Artificial Lift Instrument

Electric Submersible Pump

Gas Lift Equipment

Hydraulic Pump Equipment

Sucker Rod Pump Equipment

1.Pendahuluan

Peralatan bawah permukaan adalah semua peralatan yang harus dipasang di bagian bawah dari Well Head sampai ke dasar sumur. Alat-alat tersebut sangat penting keberadaannya untuk mengalirkan fluida dari dasar sumur ke permukaan dengan kondisi yang efisien dan benar.

2.Tubular Product

Tubular product dalam industri perminyakan mewakili setiap pipa baja yang diturunkan ke lubang sumur minyak atau gas. Terdapat dua jenis tubular product yang umum dipergunakan (lihat Gambar 1) :

Drill pipe

Casing

Tubing

Gambar 1

Tubular Product2.1Drill Pipe

Drill pipe digunakan untuk melakukan pemboran. Drill pipe berupa tubing tanpa las (heavy seambless tubing) berfungsi untuk mentransmisikan putaran meja putar ke bit dan juga sebagai bagian peralatan sirkulasi lumpur. Setiap sambungan pipa panjangnya sekitar 30 ft.

2.2Casing

Casing berupa kelongsong baja dengan panjang berkisar antara 16 sampai 34 ft, dengan diameter bervariasi dari 4,5 inci sampai 30 inci. Fungsi utama casing adalah menyekat lubang pemboran sehingga tidak terjadi hubungan antar formasi yang berdekatan, mempertahankan kestabilan lubang bor sehingga tidak gugur serta melindungi lingkungan dari pengaruh filtrat lumpur pemboran yang lolos di sekitar lubang. Umumnya dalam pemboran minyak/gas memerlukan beberpa tipe casing, yaitu :

Conductor Casing

Surface Casing

Intermediate Casing

Production Casing

2.3Tubing

Tubing berupa tabung baja dengan panjang sekitar 20 34 ft dengan diameter bervariasi dari 1,5 4,5 inci. Tubing merupakan pipa terakhir yang diturunkan ke dalam sumur yang berada di dalam production casing. Fluida formasi diproduksikan ke permukaan melalui tubing yang sering disebut sebagai production string.

3.Packer

Packer dapat didefinisikan sebagai peralatan bawah permukaan yang digunakan untuk menyekat antara tubing dengan casing, untuk mencegah aliran vertikal di sepanjang annulus casing-tubing. Packer digunakan untuk :

a. memperbaiki keamanan dengan menyediakan penghalang aliran di sepanjang annulus

b. mempertahankan fluida reservoir dan tekanan terisolasi dari casing

c. untuk memperbaiki kondisi aliran dan memperkecil munculnya heading.

d. untuk memisahkan zone-zone pada lubang bor

e. tempat penempatan killing fluid atau treating fluid pada annulus casing

f. membungkus lubang perforasi selama squeeze cementing

g. mempertahankan gaslift dan fluida injeksi terisolasi dari fluida formasi

h. tempat penambatan tubing

i. tempat pemasangan casing pump

j. memperkecil kehilangan panas dengan memasang thermas insulator pada annulus casing

k. mengisolasi casing/liner yang bocor

l. sebagai fasilitas well service operation (stimulasi, squeeze)

Secara umum packer dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Retrievable

Permanent

Permanent retrievable

Inflatable

3.1Retrievable Packer

Type ini diturunkan bersamaan dengan tubing. Seteah diset, packer ini dapat dilepas atau diambil dari sumur bersamaan dengan tubing. Hal ini disebabkan, packer ini merupakan bagian yang integral dengan tubing string, tubing tidak dapat dicabut dari sumur tanpa menarik pecker ke luar, kecuali dipasang packer head yang dapat dilepas.

Packer jenis ini, pemasangannya didesain berdasarkan mekanik atau hydraulik. Pemasangan mekanik termasuk rotasi dan reciprocating, atau penerapan beban tension dan set down weight. Mekanikal packer biasanya dipasang secara kompresi. Hydraulik packer dipasang berdasarkan tekanan hydraulik melalui tubing, dan biasanya tubing berada pada posisi tension.

Retrievable packer biasanya digunakan untuk multistring complerion. Pembatas utama adalah kemampuan untuk menghadapi perubahan stress pada tubing tanpa pengetan ulang; masalah ini dapat diatasi dengan adanya slip joint dan packer head yang dapat dilepas. Kelemahan lainnya ialah jika gagal diambil dengan prosedur normal, maka harus melakukan operasi milling tanpa merusak casing. Hal ini sangat sulit dilaksanakan.

Production packer merupakan peralatan yang menyekat annulus tubing dengan production casing. Production retrievable packer dibedakan menjadi dua jenis, (lihat Gambar 2) yaitu :

Mechanical Set Packer

Hydraulic Set Packer

Gambar 2

Production Packer3.1.1Mechanical Set Packer

Mechanical set packer diset dengan menggunakan gerakan tubing dan sering disebut sebagai Hook Wall Packer. Mechanical Set Packer dibedakan menjadi ti sub tipe :

Weight Set Packer

Tension Set Packer

Packer with oppsing slips

Weigth Set Packer

Weigth set pavker dipasang dengan membuka slip dari posisi running dan memberikan beban berat tubing pada packer. Gaya ini menyebabkan gigi packer mencengkram casing sehingga dapat menahan packer bergerak ke bawah lebih jauh. Penambahan beban akan menekan slip pada casing lebih kuat pada priction blok. Packer bila ingin dilepas, adalah dengan cara menaikkan ke atas.

Tension Set Packer

Tension Set Packer dipasang dengan cara melepas slip dan memberikan tarikan (tension) pada tubing. Tarikan ini menyebabkan slip mekar dan mencengkram dinding casing dan menahan tubing untuk tidak bergerak lebih jauh ke atas. Penambahan gaya tarikan akan menekan komponen penyekat ke dinding casing.

Packer With Opposing Slips

Packer with opposing slips dipasang dengan memutar ke arah kanan (searah jarum jam). Pada saat pemutaran slips dan elemen penyekat akan terkunci secara mekanik pada casing.

3.1.2Hydraulic Set Packer

Hydraulic set packer dipasang dengan menurunkan tekanan hydraulik untuk mendorong cove di belakang slip dan menset packing elemen. Pemasangan packer dilakukan dengan cara menjebat suatu tekanan atau penguncian secara mekanik (mechanical locking). Tetapi mechanical loking lebih sering digunakan seperti terlihat pada Gambar 3.

Terdapat dua type hydraulic packer, salah satu mempunyai rangkaian slips dan hydraulic hold-down buttons, sementara yang lain mempunyai opposing slips.

Hydraulic set packer sering dipakai pada lubang sumur yang tidak mulus (bengkok) di mana tubing tidak dapat bergerak dengan sempurna atau tidak dapat digerakan sama sekali. Type hydraulic packer yang lain adalah inflatable element packer, seperti pada Gambar 4. Ini didesain untuk menyekat pada open atau cased hole. Type ini sangat baik digunakan pada casing yang mengalami collapse pada bagian tertentu, di mana packer konvensional lainnya dapat merusak casing. Meskipun demikian, inflatable packer tidak dapat menahan beda tekanan yang tinggi dan hanya disarankan hanya untuk hal-hal yang bersifat khusus.

3.2Permanent Packer

Permanent packer independent terhadap tubing dan dipasang dapat dengan bantuan tubing arau wireline. Tubing dapat dilepas dan ditarik dari packer dan meninggalkan packer di casing. Tubing dapat diturunkan kembali dan bersatu dengan packer. Packer ini sering disebut dengan production packer atau retainer-production packer (lihat Gambar 5).

Permanent Packer dapat dipasang dan diset dengan electric wireline, drillpipe, atau tubing. Oppsing slips dipasang di atas dan di bawah packing elemen untuk dapat menempatkan packer pada posisi yang tepat. Pada saat pemasangan, packer ini sangat resistan terhadap pergerakan ke arah yang lainnya.

Permanent packer tidak dapat diambil kembali, tetapi harus dihancurkan dengan operasi milling. Jika packer termasuk tailpipe harus diambil kembali maka diperlukan millout extension pada packer sebagai penangkap packer atau catch sleeve.

Gambar 4

Hydraulic Set Packer

Gambar 5

Permanent Packer

3.3Permanent Retrievable Packer

Packer ini mempunyai karakeristik sama dengan permanent packer, tapi packer ini dapat dicabut dengan peralatan pencabut khusus.

3.4Inflatable Packer

Packer ini menggunakan elemen penyekat yang fleksible dan dapat diperbesar secara hydraulik dengan menggunakan fluida komplesi atau semen. Biasanya digunakan sebagai openhole packer atau casing melengkung/collapse. Inflatable packer tidak tahan pada kondisi beda tekanan yang sangat tinggi, biasanya digunakan pada hal-hal yang khusus seperti Dril Srem Test (lihat Gambar 6).

Gambar 6

Inflatable Packer

4.Circulating Device

Circulating device berupa peralatan yang dipergunakan untuk mengontrol jalan masuk ke annulus tubing casing. Pada dasarnya terbagi ke dalam dua type, yaitu :

Sliding Sleeve

Ported Nipple atau Collar (side door nipples)

4.1Sliding Sleeve

Sliding sleeve consentris OD colar dan pada dasarnya dengan ID yang lebar dan memiliki inner sleeve yang dapat digerakkan ke atas dan ke bawah untuk menutup maupun membuka bagian untuk pengaliran (lihat Gambar 7).

Bagian dalam dari Sleeding Sleeve selain dapat digerakkan (dibuka dan ditutup) dengan menggunakan wire line unit, dalam kurun saat ini ada juga yang dicabut dan dipasang ke permukaan. Biasanya Nipple yang dipergunakan menggunakan Type B (B Nipple).

4.2Ported Nipple

Ported Nipple adalah peralatan sirkulasi yang mempunyai nipple portfile dan Honed Packing pada bagian atas port serta packing nipple di bawah port. Pengoperasiannya dilakukan dengan menggunakan wireline untuk menutup bagian atas atau bagian bawah port untuk mengontrol pengaliran fluida. Terdapat dua jenis peralatan yang dapat berfungsi sebagai ported nipple (lihat Gambar 8).

Side Door Choke : merupakan port tetapi terdapat pengeliran ke tubing.

Separation Tool : menutup aliran ke tubing tetapi terdapat alitan dari/ke annulus Casing Tubing.

Circulating device harus dipasang pada setiap titik pada tubing string di mana akan mengantisipasi komunikasi annulus tubing yang akan diuperlukan selama penyelesaian sumur (completion) atau selama perawatan sumur (well service). Biasanya juga ditempatkan diantara packer pada multiple completion.

Gambar 7

Sliding Sleeve

Gambar 8

Ported Nipple5.Seating Nipple

Terdapat tiga jenis seating nipple yang digunakan sebagai bagian yang integral dengan tubing string :

a. Pump Seating Nipple

b. Selective Landing Nipple

c. Non Selective atau No Go Landing Nipple

Seating nipple digunakan untuk mendukung peletakan pompa, plug, hanger atau peralatan flow control; yang terdiri dari polished bore dengan internal diameter lebih kecil dari tubing drift diameter. Biasanya peralatan pengunci diperlukan, khususnya untuk landing nipple. Tubing khusus (heavy duty tubing section), yang disebut derngan flow coupling dipasang pada bagian akhir seating nipple untuk memperkecil efek turbulensi aliran fluida.

Seating nipple dan perlengkapannya yang terpasang di dalamnya digunakan untuk keperluan berikut ini :

a. sebagai fasilitas test tekanan dari bottomhole assembly dan tubing coupling, serta tempat peletakkan hydraulik packer.

b. sebagai landasan dan penyekat pompa (pump seating pump)

c. untuk mengisolasi tubing jika digunakan sebagai high drowdown perforation.

d. sebagai landasan wireline retrievable flow control, seperti plug, tubing safety valve, bottomhole choke dan regulator

e. untuk menyumbat sumur bila tubing string dicabut

f. sebagai landasan bottomhole pressure bomb

g. untuk membungkus blast joint

h. untuk memasang standing valve untuk intermiten gas lift

i. untuk menyumbat tailpipe di bawah packer pada saat menarik tubing tanpa mematikan sumur

j. sebagai penyumbat sumur secara berkala pada saat rig dipindahkan atau dipasang di wellhead

5.1Pump Seating Nipple

Pump Seating Nipple sesuai dengan namanya berfungsi untuk menempatkan peralatan pompa, sehingga dapat dipakai dan berfungsi dengan baik. Dudukan ini biasanya sudah harus dipasang dengan rangkaian tubing pada saat awal komplesi walaupun mungkin pada saat itu pompanya sendiri belum terpasang (lihat Gambat 9).

Gambar 9

Seating Nipple

5.2Selective Landing Nipple

Selective landing nipple adalah nipple dengan internal diameter yang umum. Nipple ini digunakan apabila lebih dari satu nipple diperlukan pada single tubing string, dan pendisain menginginkan untuk mempertahankan secara maksimum profile suatu sumur. Penempatannya tidak boleh dekat dari 30 ft (10 m) dari profile yang sama dan paling sedikit 10 ft 10 ft (3 m) dari setiap perubahan diameter (lihat Gambar 10).

5.3No Go Landing Nipple

No go landing nipple didesain dengan ID yang terbatas untuk menyediakan tempat yang baik untuk : locking mandrel. ID dari nipple ini harus disesuaikan dengan dimensi tubing dan peralatan yang akan digunakan. Type nipple ini sering ditempatkan pada bagian bawah tubing string atau tailpipe dan paling tidak 5 ft di bawah setiap perubahan profile drill string (lihat Gambar 11).

6.Blast Joint dan Flow Coupling

Blast join dan flow coupling memiliki ID dan OD tubing yang khusus. Umumnya dibuat dengan sistem pemanasan baja yang khusus, sehingga diperoleh performasi yang baik, terutama dalam hal kekerasan.

6.1Blast Joint

Blast joint (Gambar 12) digunakan untuk mengatasi masalah abrasi tubing akibat benturan/jet action dari fluida formasi. Blast joint harus dipasang pada tubing string yang berhadapan langsung dengan lubang perforasi. Blast joint juga harus dipasang di daerah well head di mana abrasive fluida fracturing yang dipompakan dari permukaan. Polished nipple juga kadang-kadang disertakan pada tubing string setelah blast joint, untuk menyekat permukaan apabila blast joint gagal menjalankan fungsinya.

Profile blast joint adalah satu potong pipa yang lebih tebal dan lebih keras dari tubing, serta bagian luarnya yang berhadapan langsung dengan arah aliran fluida (lubang perforasi) di polished.

Gambar 10

Selective Landing Nipple

Gambar 11

No Go Landing Nipple

Gambar 12

Blast Joint6.2Flow Coupling

Flow coupling (Gambar 13) dipasang bersamaan di atas selective atao no-go landing nipple pada tubing string yang digunakan sebagai tempat flow control device. Pada laju produksi yang sangat besar atau sumur gas yang korosif, flow coupling digunakan di atas atau di bawah pada setiap perubahan profile pipa untuk menurunkan pengaruh erosi, khususnya jika fluida yang turbulen alirannya mengandung partikel yang bersifat abrasif. Karena hampir semua flow control dibatasi oleh ID tubing, tubing di atas atau di bawah flow control harus dilindungi dengan menggunakan flow coupling.

Karena flow coupling diharapkan dapat mengurangi erosi di lapisan dalam, maka selain ketebalan dan kekerasannya lebih dibanding tubing, maka bagian dalam dari flow coupling ini di polished.

Gambar 13 Flow Coupling

7.Polishe Nipple

Polished nipple merupakan nipple yang khusus dengan bagian dalam yang diasah/polished. Internal diameter polished nipple identik dengan selective landing nipple pada tubing string.

Polished nipple biasanya dipasang di bawah landing nipple dan pump joint, untuk menyediakan bagian yang dipolished dengan maksud untuk memisahkannya. Type V biasanya digunakan untuk kondisi temperature dan perbedaan tekanan yang tinggi.

8.Telescopic Swivel Joint

Relescopic swivel joint dipasang pada dual string completion. Joint ini akan memberikan jarak antara packer pada sumur berarah untuk meyakinkan bahwa packer dipasang pada tempat dan cara yang benar (lihat Gambar 1.14).

9.Safety Joint

Safety joint adalah peralatan penyambung khsus yang dipasang pada salah satu dual string completion pada directional well. Safety joint dipasang di bawah setiap packer, bagian atas dari string yang digunakan untuk memasang dan melepaskan packer dapat dimundurkan jika packer mengalami stucked pada saat pencabutan (lihat Gambar 15).

10.Artificial Lift Equipment

Peralatan bawah permukaan dari Artificial Lift akan dibahas hanya 3 peralatan produksi pembantu, yang terdiri dari :

Electric Submersible Pump (ESP) Equipment

Gas Lift Equipment

Hydraulic Pump Equipment

Gambar 14 Travel Joint

Gambar 14 Drill Olug Safety Joints

10.1Electric Submersible Pump (ESP) Equipment

ESP yang biasa disebut Reda pump, karena pembuat pompa yang paling terkenal adalah dari Reda ini menggunakan prinsip sentrifugal, di mana rotor nelenparkan fluida ke samping, kemudian ditangkap oleh sudu-sudu stator yang diarahkan kembali ke bagian tengah yang diterima oleh rotor berikutnya di sebelah atas. Demikian seterusnya, sehingga fluida tersebut mempunyai energi untuk mengalir ke permukaan (lihat Gambar 16 dan 17).

Semakin banyak tingkatan stator-stator, maka semakin tinggi head pompanya dan semakin banyak laju yang dapat diperoleh.

Akan tetapi untuk suatu susunan pompa tertentu kemampuan laju produksi dan head akan dibatasi oleh besarnya daya motor yang terpasang, sehingga makin besar laju produksi yang dipakai, maka akan menurunkan head-nya, begitu pula sebaliknya (lihat Gambar 18).

Besarnya head yang dibutuhkan mertupakan fungsi dari kedalaman pompa dan densitas fluida, semakin dalam dan semakin berat fluidanya maka head yang diperlukan pin akan semakin besar (lihat Gambar 1.19).

Besarnya laju yang direncanakan harus sesuai dengan kemampuan reservoir untuk memproduksi (PI) sehingga tidak terjadi downthrust di mana laju terlalu kecil dengan head terlalu besar atau terjadi upthrust karena laju yang telah didesain, (lihat Gambar 20).

Konfigurasi dari ESP seperti terlihat pada Gambar 21 terdiri dari motor, seal protector, intake, pump, well head, junction box, switchboard, transformers.

Gambar 16

Electrical Submersible Pump (ESP)

Gambar 17

Electrical Submersible Pump (ESP)

Motor sebagai penggerak utama diletakkan di bawah dan terendam oleh fluida agar terdinginkan, begitu pila panasnya motor akan membuat fluida menjadi lebih panas dan menurunkan viskositasnya. Bentuk motor listrik yang umum dipakai terlihat pada Gambar 22.

Seal protector (Gambar 23) adalah bagian penghubung pitaran motor ke pompa serta berfungsi memisahkan motor dari fluida agar motor tetap dalam keadaan kering.

Lubang intake adalah tempat masuknya fluida untuk diisap pompa. Kadang-kadang dipasang juga gas separator agar gas yang terkandung terlepaskan ke annulus lubang dan hanya fluida yang dapat diisap pompa (Gambar 24).

Gambar 18

Kurva Kelakuan ESP

Gambar 19

Head Fungsi dari Kedalaman Pompa dan Densitas FluidaBentuk dari pompa yang merupakan serangkaian susunan sudu-sudu stator dan rotor yang disebut sebagai diffuser dan impeller (lihat Gambar 25)

Hal sangat penting dalam ESP adalah kabel, di mana selain mampu mengalirkan arus sebesar yang diperlukan oleh motor, kabel tersebut harus dijaga dan dilindungi agar tidak rusak akibat benturan dan pekerjaan-pekerjaan mekanik lainnya. Bentuk kabel terlihat pada Gambar 26 dan protectornya pada Gambar 27.

Peralatan pendukung lainnya seperti amp-meter, junction box dan transfotmer bank memiliki bentuk yang umum.

Gambar 20

Efisiensi Fungsi dari Laju

Gambar 21

Konfigurasi dari Electrical Submersible Pump (ESP)

Gambar 22

Bentuk Motor Listrik yang Umum Dipakai

Gambar 23

Seal Protector

Gambar 24

Lubang Intake

Gambar 25 Diffuser dan Impeller

Gambar 26

Bentuk Kabel Pompa ESP

Gambar 27

Protector pada Pompa ESP

10.1.1Pendesainan ESP

Dalam mendesain suatu ESP dapat dilakukan dengan urutan-urutan sederhana sebagai berikut :

1. Tentukan Pwf lebih besar 100 psi dari Pb

2. Berdasarkan Pwf dan PI tentukan laju alir fluida total (BPD)

Q = (Ps Pwf)

dimana :

Ps= Tekanan static sumur, psi

Pwf= Tekanan alir dasar sumur, psi

PI= Productivity Index, bbl/psi

3. Pilih pompa yang sesuai dengan laju produksi (Q), carar : type pompa, Head/stage, HP/stage, Efisiensi.

4. Tentukan Sdrata-rata fluida

SGrata-rata = Wc * SGW + (1 Wc) SGO

5. Menentukan gradient tekanan sepanjang tubing

Gradient = SGrata-rata x 0.433

6. Berdasarkan setting depth pump, tentukan pump intake pressure (PIP) atau rekanan disuction

PIP = Pwf Gradient (D Dsetting)

Dimana :

PIP

= pump intake pressure, psi

Gradient = gradient tekanan sepanjang tubing, psi/ft

D

= kedalamam lubang perforasi

Dsetting= letak kedalaman pompa, ft (dari permukaan)

(Gambar 28)

7. Rentukan harga Total Dynamik Head (TDH)

atau

Pt= tekanan kepala tubing

Zf= friction loss sepanjang pipa, psi (lihat Gambar 29)

8. Tentukan jumlah tingkat pompa (N) :

9. Tentukan Horse Power Fluida,

10. Dari Tabel 1 diambil satu jenis motor yang mewakili syarat-syarat di atas.

11. Check pendinginan

Vs = kecepatan lebeh besar dari 1 ft/detik

12. Check Travo

Kehilangan tegangan di kabel dipilih sekitar 30 volt/1000 ft atau kurang (lihat Gambar 30).

(penambahan 100 ft untuk di permukaan)

13. Maka berdasarkan Tabel 2 untuk pemilihan travo dan Tabel 3 untuk pemilihan switchboard.

14. Untuk bisa distar motor membutuhkan 35 % voltage rating, tetapi delivery-nya (Ampere) tiga kali nameplate voltage sehingga lossnya tiga kali pula.

35 % nameplate voltage = 0,35 x nameplate voltage

loss 3x = 3 (tegangan total nameplate voltage

Gambar 28

Reda Pump Performance Curve

Gambar 29

Friction Loss

Jadi sisa tegangan di motor = tegangan total loss 3x

Bila saja tegangan di mototr lebij besar 35 % nameplate voltage, maka motor bisa distart.

Gambar 30

Pemilihan Tegangan Kabel10.2Gas Lift Equipment

Gas lift pada prinsipnya mencampurkan gas ke dalam sistem fluida agar didapat densitas sistem yang lebih ringan sehingga memberikan Pwf yang kecil agar didapat drawdown yang benar.

Cara memasukkannya ke dalam sistem bagian bawah lubang produksi bisa melalui tubing atau melalui annulus seperti terlihat pada Gambar 31.

Keterangan gas yang tersebar di dalam fluida adalah cara menurunkan densitas yang terbaik, maka di bagian pelepasan gas diperlukan alat khusus yang diesbut port atau operating valves. Beberapa prinsip yang dikenal adalah :

Brear Oil Ejector, Gambar 32a

Frizell Method, Gambar 32b

Pohle Process of Elevating Liquids, Gambar 32c

Fertig Ejector, Gambar 33a

Harris air, Gambar 33b

Office Inserts, Gambar 33c

Gambaran sederhana bagaimana gas lift akan merubah static fluid level menjadi working fluid level yang diakibatkan oleh adanya drawdown, di mana drawdown tersebut merupakan perbedaan antara static submergence dengan working submergence (lihat Gambar 35).

Karena diperlukan kompresor yang cukup besar pada saat unloading, sedangkan pada saat operating diperlukan tenaga yang tidak terlalu besar, maka kita dapat memasang kompresor kecil saja tetapi dilengkapi unloading valve 4 5 buah di atas operating valve yang dapat mengalirkan gas dan menutup secara otomatis bila gas di tubing sudah cukup bercampur. Valve ini disebut kick off valve atau unloading valve.

Beberapa unloading valves yang dikenal adalah :

Kick off Valves, Gambar 36a

Teather Kick off Valve, Gambar 36b

Taylor Kick off Valve, Gambar 36c

Dalam pemakaian unloading valve sekarang, dikenal istilah Tubing Operated dan Casing Operated.

Tabel 2

Pemilihan Travo

Gambar 31

Jenis Gas Lift

Gambar 32

Jenis Injeksi Gas

Gambar 33

Jenis Injector Gas

Gambar 34

Konfigurasi Gas Lift

Gambar 35

Working dan Static Submergence Fluid Level

Gambar 36

Jenis Valve

Tubing operated valve (Gambar 37 & 38) adalah valve yang akan membuka pada saat dipompakan gas annulus, kemudian akan tertutup bila tekanan di casing telah mengecil.

Gambar 37

Tubing Operated Valve

Kedua-duanya berfungsi sama, hanya berbeda dalam mendesain dome pressure dan kedalaman pemasangan valvenya.

Dalam memasang gas lift valve, pada saat ini sudah bisa pada rangkaian tubing telah disediakan gas lift Mandreal yang berfungsi sebagai rumah gas lift valve.

Gambar 38

Tubing Operated Valve

Gas Lift Mandrel

Bentuknya adalah tubing yang mempunyai perut dimana berdiameter sebesar tubing ditambah diameter gas lift valve. Perut tersebut harus diisi gas lift Dummy agar lubang yang tersedia tertutup pada saat sumur belum memerlukan gas lift.

Gambar 39 dan 40 menunjukkan gas lift Mandreal.

Gambar 41 menunjukkan gas lift Dummy.

Gambar 39

Gas Lift Mandreal

Gambar 40

Gas Lift Mandreal

Gambar 41

Gas Lift Dummy

10.2.1Cara Mendesdain Gas Lift

Gas injeksi pada sumur sembur buatan kontinyu mempunyai dua fungsi, yaitu pertama, gas yang tercampur dengan fluida formasi dapat meringankan beban di atas titik injeksi, kedua, sebagai akibatnya mempunyai densitas fluida sehingga memungkinkan tekanan reservoir maupun mendotong fluida produksi ke permukaan.

Ke dalam penempatan katup operasi tergantung pada banyak faktor yang terpenting adalah bersama tekanan gas injeksi yang tersedia serta jumlah gas yang diinjeksikan. Faktor-faktor yang membatasi atau membatasi ketepatgunaan sembur buatan adalah adanya minyak dengan viskositas tinggi.

Hal-hal yang perlu ditentukan dalam perencanaan sembur buatan kontinyu adalah :

1. Kedalaman titik injeksi optimum

2. GLR injeksi optimum

3. Tekanan gas injeksi yang diperlukan, dan

4. Pemilihan ukuran port katup sembur buatan yang tepat

Sembur buatan kontinyu diterapkan pada sumur-sumur dengan tekanan static dasar sumur (Ps) cukup tinggi dan Indek produktivitas (J) kurang lebih 0.50 bbl cairan (juga dapat diterapkan untuk J sekitar 0.20 jika tekanan gas injeksi yang tersedia cukup tinggi).

Sebelum perencanaan instalasi sembur buatan kontinyu, informasi berikut perlu disediakan :

1. Kedalaman sumur

2. Ukuran tubing dan casing

3. kondisi produksi, seperti adanya pasir, paraffin, dan sebagainya.

4. Ukuran dan panjang flow line di permukaan

5. Tekanan kepala sumur

6. Laju produksi yang diinginkan

7. Kadar air

8. Spesifik gravity gas injeksi

9. Tekanan dan volume gas injeksi

10. Karakteristik sumur (inflowe performance)

11. Temperatur dasar sumur dan gradient georhermal

12. Temperatur alir permukaan

13. API gravity minyak

14. Berat jenis air

15. Berat jenis dan jumlah gas

16. Tekanan static

17. Faktor volume formasi minyak

18. Viscositas, tegangan permukaan minyak

10.2.2Penentuan Kedalaman Titik Injeksi

Perencanaan kedalaman titik injeksi dengan meroda grafis didasarkan pada kurva pressure traverse dan gradient tekanan gas dalam annulus. Untuk itu harus tersedia kurva pressure traverse dan gradient tekanan gas yang sesuai dengan kondisi lapangan setempat. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, untuk keperluan praktis dapat digunakan kurva pressure traverse dari pustaka atau dengan menganggap gradient tekanan aliran sebesar 0.075 psi/ft bila laju produksi lebih kecil dari 1000 bbl/hari atau 0.15 psi/ft bila laju produksi lebih besar dari 1000 bbl/cairan untuk segala ukuran tubing. Sedangkan gradient tekanan gas ditentukan dengan menggunakan grafik yang tersedia.

Peosedur penentuan kedalaman titik injeksi adalah sebagai berikut :

1. Siapkan kertasd transparan. Buat sumbu kartesian yang berskala sesuai dengan skala kurva pressure traverse, gambarkan tekanan pada sumbu datar dan kedalaman pada sumbu vertikal dengan titik asal di sudut kiri atas.

2. Berdasarkan laju aliran yang diinginkan (ql) hitung tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan menggunakan persamaan berikut :

Untuk aliran satu fasa :

Untuk aliran dua fasa dapat digunakan persamaan kurva IPR yang sesuai.

3. Plot titik (PwfD)

4. Berdasarkan qL, kadar air, dan diameter tubing yang digunakan, pilih kurva pressure traverse yang sesuai (lihar Gambar 42).

5. Pilih garis gradient alir yang sesuai dengan GLRf apabila kurva GLRf tidak terdapat pada pressure traverse, maka perlu dilakukan interpolasi.

6. Tentukan kedalaman eqivalen Pwf pada kurva langkah 5

7. Letakkan kertas transparan di atas kertas pressure traverse yang dipilih dengan titik (Pwf, D) tepat di atas Pwf langkah 6.

8. Jiplak kurva pilihan di langkah 5 pada kertas transparan

9. Tentukan gradient tekanan gas (Ggi) berdasarkan spesifik gas injeksi (gi) dan tekanan injeksi gas (Pso), 46

10. Plot Pso dikedalaman 0 pada kertas transparan

11. Hitung tekanan gas pada kedalaman X ft, (Px) menurut persamaan :

Px = Pso + X Ggi12. Plot titik (Px, X)

13. Hubungkan titik (Pso, 0) dengan ririk (Px, X) sampai memotong kurva langkah 8

14. Titik injeksi ditentukan dengan menelusuri kurva langkah 8 ke atas dimulai dari titik perpotongan langkah 13 sejarak 50 100 psi. Titik injeksi berkoordinat pada (Pi, Di).

10.2.3Penentuan Kedalamam Katup Unloading Sembur Buatan Kontinyu

Prosedur penentuan kedalaman katup-katup ini adalah sebagai berikut :

1. Siapkan dara dan grafik penunjang

Kertas transparan hasil perhitungan titik injeksi

Tekanan diferensial

Tekanan Kick off (Pko)

Gradien static fluida dalam sumur

2. Hitung jarak katup maksimum di sekitar titik injeksi menurut persamaan :

3. Gambarkan garis perencanaan tekanan tubing (design tubing line), yaitu sebagai berikut

a.Hitung P1 = Pwh + 0.20 Pso

P2 = Pwh + 200

b.Pilih harga terbesar dari P1 dan P2 (misalkan P1). Plot (P1,0) pada kertas transparan. Hubungkan titik (P1,0) dengan titik injeksi (P1, D1). Garis ini disebut garis perencanaan tubing.

4. Berdasarkan harga Pko dan spedifik gravity gas injeksi tentukan gradien tekanan gas

5. Plot titik (Pko,0) pada kertas transparan dan buat garis gradien tekanan gas yang diperoleh dari langkah 4

6. Plot titik (Pso,0) pada kertas transparan. Mulai dari (Pso,0) buat garis gradien tekanan yang sejajar dengan garis gradien tekanan pada langkah 5

7. Dari titik (Pwh,0) buat garis gradien static dalam sumur berdasarkan harga gradien static yang diketahui

8. Penentuan letak katup sembur buatan pertama

a. Perpanjangan garis gradien static dalam sumur memotong garis gradien tekanan gas yang melewati titik (Pko,0) pada langkah 5

b. Letakkan katup injeksi pertama ditentukan dengan menelusuri garis gradien static di atas tekanan dan titik potong langkah 8a sejauh 50 psi. Titik katup injeksi pertama berkoordinat (P1, D1)

9. Penentuan letak katup sembur buatan berikutnya

a. Buat garis horizontal ke kiri dari titik (P1, D1) sampai memotong garis perencanaan tekanan tubing di langkah 3.

b. Dari perpotongan tersebut buat garis gradien tekanan static yaitu garis yang sejajar dengan garis gradien static langkah 7

c. Perpanjangan garis di langkah 9b sampai memotong garis gradien tekanan gas dibuat titik (Pso,0)

d. Titik potong tersebut adalah letak katup dengan koordinat (P2, D2)

e. Kembali ke langkah 9a dan ulangi langkah kerja sampai 9d untuk memperoleh letak katup berikutnya. Pengurangan kerja ini dihentikan setelah diperoleh letak katup yang lebih dalam dari titik injeksi (Pi, Di)

10. Penentuan letak katup di daerah bracketing envelope :

a. Plot titik [(Pso Pd), 0]

b. Dari titik tersebut buat garis yang sejajar dengan garis gradien tekanan gas yang melalui (Pso,0) dari langkah 6

c. Perpanjangan garis tersebut sampai memotong kurva yang dipilih pada langkah 3 pada titik (Pbe, Y)

d. Hitung Pss = (1 + BE) Pbe

Pbb = (1 BE) Pbe

BE = % Bracketing Envelope = 10 20 %

e. Berdasarkan harga Pwh hitung :

Pa = (1 + BE) Pwh

Pb = (1 BE) Pwh

f. Hubungkan titik (Paa, Y) dengan titik (Ps, 0). Titik potong antara garis ini dengan gradien gas langkah 10b adalah batas atas dari bracketing envelope.

g. Hubungkan titik (Pbb, Y) dengan titik (Pb, 0). Perpanjangan garis ini sampai memotong garis gradien gas langkah 10b. Titik potong ini adalah batas bawah dari bracketing envelope.

h. Dari langkah 2 telah dihitung jarak maksimum antar katup gas lift (Dv). Berdasarkan harga ini, mulai dari bata atas bracketing envelope, katup-katup gas lift dapat dipasang sejarak Dv sampai batas bawah bracketing envelope.

Gambar 42

Kurva Pressure Traverse

Gambar 43

Traverse Pressure

Gambar 44

Kurva Tekanan vs. Kedalaman

Gambar 45

Weight of Gas Column

Gambar 46

Tekanan Gas vs. Kedalaman

10.2.4Penentuan Jumlah Gas Injeksi

Prosedur penentuan jumlah gas injeksi yang diperlukan adlah sebagai berikut :

1. Plat titik (Pwh,0)

2. Letakkan kertas transparan di atas grafik pressure traverse terpilih sehingga ordinat berimpit. Geser sumbu datar pada kertas transparan ke atas atau ke bawah sampai diperoleh kurva pada pressure traverse yang melalui (Pwh,0) dan titik injeksi (Pi, Di). Bila perlu lakukan interpolasi kurva.

3. Jiplat kurva terpilih di langkah 2 dan catat GLR-nya (GLRt)

4. Hitung jumlah gas injeksi, yaitu :

Qgi = qL (GLRt GLRf)

5. Koreksi harga qgi pada temperatur titik injeksi adalah :

a. Tentukan temperatur di titik injeksi :

Tpoi = [Ts + (GtDi)] + 460

b. Hitung factor koreksi menurut :

Corr = 0.0544 (gi Tpoi)0.5c. Volume gas injeksi terkoreksi sebesar :

Qgi Corr = qgi x Corr

6. Penentuan GLR optimum

a. Menyediakan kurva IPR untuk aliran dua fasa

b. Memplot Pwf vs q pada kurva IPR untuk masing-masing GLR dan ditentukan perpotongannya dengan kurva IPR yaitu suatu titik (GLR, q)

c. Memplot GLR vs q

d. Menentukan q max (q yang maksimum) untuk memperoleh GLR optimum pada kurva GLR vs q

10.3Hydraulic Pump Equipment

Yang disebut dengan hydraulic pumping adalah usaha pengangkatan fluida dengan bantuan fluida lain yang disebut sebagai power fluid.

Prinsipnya adalah power fluid dengan bantuan fluida tersebut dapat menggerakkan piston dan piston menggerakkan pompa, sistem ini disebut juga Hydraulic Pinton Pump. Sedangkan bila power fluid tersebut dipakai untuk mempercepat production fluid dengan sistem nozzle, maka disebut sebagai jet pumping. Bentuk sederhana dari hydraulic pump terlihat pada Gambar 47.

Cara kerja dari hydraulic pump ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu : engine dan pump yang kedua-duanya menggunakan piston, Gambar 48.

Engine berfungsi untuk mengubah aliran power fluid menjadi gerakan naik turun seperti diperlihatkan Gambar 49, sedangkan pump mengubah piston yang bergerak untuk memompa production fluid, Gambar 50.

Sedangkan penggunakan power fluid dapat secara tertutup yang artinya power fluid tidak bercampur dengan production fluid (close power fluid, Gambar 52) atau secara terbuka yaitu power fluid bercampur dengan production fluid (open power fluid, Gambar 53).

Cara pemasangan hydraulic pump dapat bervariasi, yaitu sbb. :

Fixed Insert Tubing (OPF), Gambar 54

Fixed Casing Tubing, Gambar 54

Fixed Casing with Das Vent (OPF), Gambar 54

Paralel FreeTubing, Gambar 55

Casing Free Tubing, Gambar 56

Reverse Circulating Tubing, Gambar 57

Dual Well Tubing, Gambar 58

Tandem Pump, Gambar 58

Gambar 47

Subsurface Hydraulic Pump Piston Type

Gambar 48

Cara Kerja Hydraulic Pump

Gambar 49

Aliran Power Fluid

Gambar 50

Production Fluid

Gambar 51

Cara Memasang Dan Melepas Rangkaian Hydraulic Pump

Gambar 52

Close Power Fluid

Gambar 53

Open Power Fluid

Gambar 54

Fixed Tubing

Gambar 55

Paralel Free Tubing

Gambar 56

Casing Free Tubing

Gambar 57

Circulating Tubing

Gambar 58

Dual Well Tubing, Tandem Pump

Untuk menjelaskan jep pump, dapat dilihat skematik Gambar 59 yang menunjukkan Nozzle sebagai penyemprot pada throat kemudian mengalir pada diffuser.

Gambar 59

Skematic Jet Pump

Cara kerjas Jet Pump ini ada tiga jenis, yaitu :

Type A Jet Free Pump, Casing Type, Gambar 60

Type B Jet Free Pump, Casing Type, Gambar 60

Fluid Packed Pump Oilmaster Jet Pump, Gambar 61

Gambar 60

Type A Jet Free Pump, Casing Type (

Gambar 61

Fluid Packed Pump Oil Master Jet Pump (10.3.1Langkah Perhitungan Jet Pump

Persamaan-persamaan yang digunakan berikut ini diperlukan dalam program desain jet pump dengan menggunakan Hand Held Program Computer. Sebenarnya persamaan-persamaan ini merupakan fundamental saja, tapi sangat bermanfaat untuk evaluasi operasi jet pump.

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Hitung Gradien suction pompa (GS)

SG rata-rata = (SGW x WC) + (1 WC) SGO

GS = 0,433 * SG rata-rata

2. Data dari sumur Q (production rate), PIP (pump intake pressure) dan GOR (Gas Oil Ratio), hitung luas annulus minimum dengan menggunakan persamaan SG rata-rata

3. Pilih kombinasi nozzle dan throat yang annulus areanya lebih besar dari ASM (lihat table di bawah ini

Table 1.4

Throat annulus areas (sq in). for National pump

NozzleXABCDE

10.00400.00570.00800.01080.0144

20.00330.00500.00730.01010.01370.0183

30.00420.00650.00930.01290.01750.0233

40.00520.00820.01180.01640.02220.0296

50.00680.01040.01500.02080.02820.0377

60.00870.01330.01910.02650.03600.0481

70.01110.01690.02430.03380.04590.0612

80.01410.02150.03100.04310.05840.0779

90.01790.02740.03950.05480.07430.0992

100.02290.03500.05030.06980.09470.1264

110.02910.04440.06390.08880.12050.1608

120.03690.05640.08130.11300.15330.2046

130.04690.07180.10350.14380.19510.2605

140.05970.09140.13170.18300.24840.3316

150.07610.11640.16770.23310.31630.4223

160.09690.14820.21360.29680.40280.5377

170.12340.18880.27200.37790.5128

180.15710.24030.34630.4812

190.20000.30600.4409

200.25460.3896

4. Ambil tekanan operasi (PT) antara 2000 4000 psi. Tekanan tinggi diperlukan untuk sumur dalam dan R (perbandingan luas nozzle dan throat). Dengan diketahui batas-batas PT akan bermanfaat dalam memilih harga PT tertentu.

5. Hitung tekanan di nozzle (PN)

PN = PT + (GN x D) PF

PF = Pressure loss di annulus, Gambar 62

Di mana :

D1=Casing ID untuk annular flow atau tubing ID untuk tubing flow

D2=Tubing OD untuk annular flow atau O untuk tubing flow

6. Hitung laju alir di nozzle (QN)

7. Hitung laju pompa discharge (QD)

QD = QN + Q

8. Hitung gradien fluida discharge (GD)

9. Hitung water cut discharge (WCD)

10. Hitung gas liquid ratio discharge (GLR)

11. Jika GLR > 10, disarankan untuk menggunakan vertikal multiphase flow pressure gradien correlation untuk menentukan pump discharge pressure dengan menggunakan harga-harga persamaan no. 5 sampai dengan no. 10.

12. Jika GLR > 10, hitung

13. Hitung tekanan discharge (PD)

PD = (GD x D) + PFD + PWH

14. Hitung M

15. Hitung N dari persamaan :

Dengan R yang dipilih, dengan menggunakan harga M dari langkah 14. Dimana KN untuk Guiberson = 0,03; National KN = 0,06, dan Kobe KN = 0,07. KTD = 0,2.

16. Langkah ini merupakan langkah kunci dalam perhitungan ulang (iteration). Harga N dibunakan untuk menghitung kembali PN atau PS. Ini akan menghasilkan harga N baru dalam langkah 15 pada iteration berikutnya. Harga N baru dibandingkan dengan N lama. Jika keduanya berada pada perbedaan 1 %, iteration selesai, teruskan ke langkah 19. Persoalan akan timbul jika terdapat gas dan pump intake pressyre yang rendah. Suatu kompromi yang paling baik untuk mengatasi hal itu dan untuk mengurangi iteration adalah merata-ratakan harga N.

N rata-rata ini akan mengganti N lama dengan storage, dan pada iteration berikutnya N baru dibandingkan dengan N lama (yang sudah dfiganti dengan N rata-rata itu), hingga mencapai perbedaan 1 %.

17. Hitung tekanan suction (PS)

PS = PD N (PN PD)

18. Hitung tekanan pompa triplex (PT)

PT = PN (GN x D) + PFN

19. Hitung Laju Alir Kritis (QSC)

20. Hitung daya pompa

21. Tampilkan : PT, QN, HP, QSC, QS, PS dan PD

Gambar 62

Pressure Loss In Pipes and Annuli

10.4Sucker Rod Pump Equipment

Sumur dengan laju produksi dari yang sangat rendah sampai menengah (moderate) (lebih rendah dari 2000 bpd, 320 m3/d) sangat cocok menggunakan pompa SRP dalam pengangkatan fluida produksi ke permukaan. Hal ini disebabkan pompa jenis ini mampu membentuk drawdown yang sangat tinggi di sekitar lubang bor.

Gambar 63 memperlihatkan skematik dari komplesi dengan menggunakan pompa sucker rod. Dapat dilihat bahwa terdapat tiga hal pokok dalam elemen pompa sucker rod, yaitu :

Bottomhole Pump

Rod String

Pumping Unit

Sucker rod mentransmisikan beban tensional dari plunger ke unit pompa. Maka criteria desain utama adalah efek dinamik termasuk kelelahan (fatigue), stretch dan rod fall.

Panjang dari sucker rod pada umumnya 25 ft dengan diameter dari 5/8 inch sampai 1-1/8 inch. Kombinasi dari ukuran-ukuran string ini sering digunakan.

Terdapat 2 (dua) jenis grade steel sucker rod yaitu :

Grade C dengan tensile strength 90 000 (0.6 GPa), digunakan untuk sumur-sumur yang dangkal

Grade D dengan tensile strength 115 000 (0.8 GPa), yang digunakan untuk sumur-sumur dalam, fiber glass rod juga sering digunakan untuk sumur-sumur dalam atau lingkungan yang sangat korosif.

Gambar 64, 65, 66 memperlihatkan gambar dari unit permukaan ketiga macam SRP, yaitu :

1. Conventional Unit

2. Air Balance

3. Mark II

Gambar 63

Pompa Angguk (SRP)

Gambar 64

Pompa Angguk Konvensional

Gambar 65

Konfigurasi Pompa Angguk Air Balance

Gambar 66

Pompa Angguk Jenis Mark II

10.4.1Komponen Alat Sucker Rod Pump

Komponen dari SRP adalah :

Mesin

Alat-alat di permukaan

Alat-alat di bawah permukaan

Sucker Rod (Stang)

10.4.1.1Mesin

Penggerak mula pada SRP dapat mesin gas (langsung dari casing annulus), diesel, motor bakar, dan listrik. Penggerak mula ini disesuaikan dengan tempat dan tersedianya sumber tenaga tersebut. Mesin dalam hal ini hanya digunakan untuk mendapatkan energi langsung. Dalam hal mesin listrik, analisa dapat dilakukan untuk keperluan energi yang efisien dan perhitungan-perhitungan lain.

10.4.2Alat-alat di Permukaan

Gambar 67 memperlihatkan alat-alat di permukaan. Alat ini meneruskan energi dari mesin ke alat bawah permukaan. Dalam melakukan hal ini, maka gerak putar harus diubah ke turun naik di rod-nya, dan kecepatan rpm mesin harus dikurangi supaya sesuai dengan kecepatan pompa tertentu dengan menggunakan gear reducer. Antara rod dengan alat permukaan terdapat polished rod yang dapat melaluinya tetapi ke luar di polished rod. Di bagian atas polished rod, polished rod diklem pada carrier bar, yang mana dihubungkan dengan horsehead melalui wireline hanger yang fleksibel.

Desain di atas diperlukan agas polished rod tetap bergerak naik turun secara vertikal supaya tak ada friksi besar stuffing box.

Walking beam ditunjang dekat titik beratnya oleh Sampson Post. Gear diteruskan ke walking beam melalui pitman, gerak mana diberikan oleh crank. Panjang langkah polished rod ditentukan oleh jarak dari pitman bearing ke crank shaft. Umumnya ada 3 posisi atau lebih untuk mengatur panjang langkah polished rod tersebut

Hal lain yang penting adalah mendesain counterbalance. Semua geak menaikkan fluida ke atas dilakukan oleh gerakan ke atas dengan berat fluida dan rod ditanggung oleh unit pompa. Pada saat ke bawah, tidak ada beban, tetapi rod malah bergerak dipercepat ke bawah. Bila beban ke atas dan ke bawah ini tidak diimbangi, maka unit pompa akan mudah rusak dan keseimbangan pada mesin tidak ada, yaitu besar kecil besar dan seterusnya. Untuk ini dipasang counterbalance untuk memberikan distribusi merata pada pembebanan. Efek counterbalance tergantung dari beratnya, posisinya, dan geometri alat-alatnya. API membuat standardisasi mengenai tipe pompa, misalnya :

C 160D 173 64, yang artinya :

C:Convensional (A = air balance, B : beam counterbalance, M = mark II)

160:Peak torque eating ribuan in-lb

d: Double reduction gear reducer

173:Polished Rod Load rating, ratusan lb

64:Panjang langkah stroke maksimum, in

Gambar 67

Komponen SRP10.4.3Alat-alat di Bawah Permukaan

Gambar 68 memperlihatkan gerakan ke atas dan ke bawah pompa. Pada gerak plunger ke bawah, standing valve tertutup, traveling terbuka, fluida masuk dari barrel ke plunger. Pada gerak ke atas valve terbuka karena pengisapan, dan traveling tertutup karena beban fluida di atasnya. Working barrel digunakan untuk tempat naik turunnya plunger dan sebagai tempat pengumpul cairan.

Ada 2 macam pompa, tubing pimp dan rod pump. Gambar 69 memperlihatkan perbedaan antara keduanya. Pada tubing pimp working barrel melekat di tubing dan harus dipasang dengan tubing. Pada Rod Pump Working barrel dan plunger dapat diangkat dari rodnya saja tanpa mengangkat tubing.

Rubing pump lebih luas tabungnya dari rod. API telah membuat standardisasi dari pompa sucker rod ini. Gambar 70 memperlihatkan bermacam-macam alat pompa ini. Gambar 71 adalah kode huruf menurut API untuk pompa-pompa tersebut.

Pada Gambar 71 tersebut sebagai contoh

20 150 RWBC 20 4 2 aerinya pompa untuk tubing 2 3/8 in dengan diameter plunger 1,5 in. Pompa tipe rod (insert), dengan barrel berdinding tipis, bottom hole down (dipegang dibawah dan menggunakan tipe mangkok/cup) untuk kedudukannya. Panjang pompa 20, dengan plunger 4 ft dan extension 2 ft.

Diagram pompa di atas (Gambar 68) digunakan sebagai berikut :

a. Travelling barrel : pump-barrel yang bergerak naik turun dengan traveling valve pada bagian atas barrel.

Keuntungan :

1. Reav barrel menyebabkan fluida terus bergerak dan bergerak sampai dekat searing

2. Pompa secara berkala (intermitten) tidak menyebabkan pasir menurup di barrel.

3. Bottom hole down (melekat di bawah) menghindarkan kemungkinan barrel pecah akibat tekanan hidrostatik.

Kerugian :

1. Karena tabung yang panjang dan jarak tempuh fluida dalam barrel yang panjang, maka pompa ini tak cocok untuk level static yang rendah.

2. Pada sumur-sumur dalam, tabung bisa bengkok karena tekanan differensial.

3. Lubang bengkok sangat merusak barrel

b. Stationary Barrel Bottom Anchor

Barrel dipasang pada seating nipple plunger dihubungkan dengan rod dan fluida dikeluarkan di atas barrel.

Keuntungan :

1. Baik untuk static level rendah. Karena pompa dipasang di dasar, maka standing valve dapat diletakan dengan dasar sumur.

2. Gerak fluida di barrel terbatas dan standing valve besar.

3. Botton anchor (dipegang di bawah) baik untuk sumur dalam dan sumur dengan fluid pound (pompa menembus fluida).

Kerugian :

1. Pasir bisa mengendap di sekitar barrel

2. Pasir bisa mengendap pada pemompaan berkala.

c. Stationery Barrel Top Anchor

Sama seperti (b) tetapi dipegang pada top (atas) dari barrelnya.

Keuntungan :

1. Baik untuk sumur berpasir, karena discharge menyebabkan pasir tersapu 3 inchi di atas seating nipple.

Kerugian :

1. Kemungkinan pecah. Top hol down terbatas 5000 ft untuk thin wall dan 7500 untuk dinding tebal.

d. Tubing Pump

Keuntungan :

1. Produksi fluida plunger lebih besar

2. Lubang standing valve lebih besar

Kerugian

1. Harus menarik tubing untuk mengganti barrel

Gambar 68

Gerakan Pemompaan

Gambar 69

Tubing Pump and Rod Pump

Gambar 70

Klasifikasi Pompa dari API

Gambar 71

Pump Designation

PAGE 85Peralatan Bawah Permukaan

_985760907.unknown

_1080719671.unknown

_1080720185.unknown

_1080720595.unknown

_1080721251.unknown

_1080721606.unknown

_1080721673.unknown

_1080720733.unknown

_1080720386.unknown

_1080719939.unknown

_1080720008.unknown

_1080719814.unknown

_1080469743.unknown

_1080717648.unknown

_1080468827.unknown

_985760385.unknown

_985760616.unknown

_985760764.unknown

_985760453.unknown

_985760149.unknown

_985760258.unknown

_985759614.unknown