7_Pengaruh Tekanan Dan Ketinggian Terhadap Kerja Sistem Pernapasan_ MICHELLE
-
Upload
ineke-pania-mexi -
Category
Documents
-
view
252 -
download
0
description
Transcript of 7_Pengaruh Tekanan Dan Ketinggian Terhadap Kerja Sistem Pernapasan_ MICHELLE
Pengaruh Tekanan dan Ketinggian Terhadap Kerja Sistem
Pernapasan
Michelle Linardi
102012021
B7
2.1 Pendahuluan
Salah satu ciri makluk hidup adalah bernapas. Pernapasan terbagi menjadi 2
yaitu pernapasan internal dan pernapasan ekternal. Pernapasan internal merupakn
suatu metabolisme yang dalam prosesnya membutuhkan oksigen dan menghasilkan
karbondioksida. Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas antara alveol
dengan kapiler paru, kapiler dengan darah. Proses ini dapat berlangsung dengan baik
apabila faktor –faktor yang berpengaruh dalam pernapasan berfungsi dengan normal,
contohnya perbedaan tekanan , kondisi sistem pernapasan, dan kondisi lingkungan.
Apabila faktor-faktor tersebut terganggu, maka akan mengakibatkan gangguan pada
sistem pernapasan, salah satunya ialah gangguan keseimbangan asam basa.
2.2 Rumusan Masalah
Seorang laki-laki berusia 30 tahun merasa sesak diketinggian 30 meter.
1
2.3 Analisis Masalah
2.4
2.5 Hipotesis
Ketinggian mempengaruhi kinerja sistem pernafasan.
2.6 Sasaran Pembelajaran
a. Mahasiswa mengetahui organ-organ yang terkait dengan sistem pernafasan
b. Mahasiswa mengetahui mekanisme pernafasan
c. Mahasiswa mengetahui faktor yang mempenruhi kinerja sistem pernafasan
d. Mahasiswa mengetahui keseimbangan asam basa
e. Mahasiswa mengetahui pusat pernafasan
2.6 Pembahasan Masalah
2.6.1. Organ – organ Sistem Pernapasan
Secara Makroskopis
Sistem pernapsan melibatkan rongga hidung , nasofaring, orofaring, dan bagian atas
laryngo-pharynx, larynx, trachea, bronchi, dan cabang-cabang pulmonal bronchi.
a. Hidung
2
Sesak nafas pada ketinggian 3000m Organ yang terkait
Keseimbangan asam basa
makro
ekspirasi
Mikro
Mekanisme pernafasan
Luar Dalam
Pusat pernafasan
Faktor yang mempangaruhi
ketinggian
suhu
tekanan
Inspirasi
Pertukaran O2dan CO2
Hidung terdiri atas rangka hidung dan cuping hidung yang terdiri atas jaringan ikat.
Bagian rangka hidung terdiri atas bagian tulang (atas) dan bagian bawah berupa bagian
tulang rawan. Bagian tulang rawan ini tersusun atas os nasale, processus frontalis os
maxillaries, dan bagian nasal os frontalis. Sedangkan bagian tulang rawan tersusun atas
cartilage septil nasi, cartilage nasi lateral, san cartilage ala nasi major dan minor. Pada rangka
hidung terdapat muskulus nasalis dan muskulus depressor septi nasi. Perdarahan dihidung
terdiri atas, pembuluh arteri yang meliputi A. lateral nasi cabang A.faciales, A. dorsalis nasi
cabang A. opthalmica. Dan A. infra orbitalis cab A maxillaries interior. Sedangkan pembuluh
baliknya terdiri atas vena facials dan vena opthalmica. Persyarafan motorik pada rongga
hidung adalah nervi VII dan untuk persyarafan sensorik terdiri atas bagian sisi medial
punggung sampai bagian bagian ujung hidung oleh N. infra trochlearis dan N. nasalis
externus cabang N.V1, sisi lateral oleh N. infra orbitalis cabang N.V2. pada dinding rongga
hidung juga terdapat tiga elevasi yaitu choncha nasalis superior, choncha nasalis medius, dan
choncha nasalis inferior bagian ini dipisahkan oleh septum nasi. Bagian septum nasi ini
dibentuk oleh os vomer dan cartilage septi nasi. Pada rongga hidung terdapat sinus
paranasalis yang terdiri dari sinus frontalis, terletak pada os frotlis bermuara pada hiatus
semilunaris (melalui ductus fronto-nasalis). Sinus ethmoidalis tersusun sebagai Cellulae
ethmoidalis yang membentuk kelompok yaitu kelompok anterior bermuara ke dalam
infundibulum, kelompok medius terdiri atas sinus bullar, dan kelompok posterior bermuara
kedalam meatus nasi superior. Sinus sphenoidalis terletak di dalam corus ossis sphenoidalis
dan bermuara ke dalam recessus spheno ethmoidalis. Sinus maxillaries terletak pada os
maxillaries serta lantainya berproyeksi sesuai dengsn akar gigi geligi premolar 1,2, dan molar
3 dan caninus.1
b. Pharynx
Merupakan pipa Musculo Membranosa. Terbentang dari basis Cranii sampai setinggi
vertebra VI (tepi bawah cartilage cricoidea). Ke distal berjalan sebagai oesophagus dan ke
bagian ventral terbuka ke dalam rongga hiung, mulut dan larynx. Ke arah lateral
berhubungan dengan membrane tymphani melalui tuba auditiva. Bagian pada pharynx
tersusun atas bagian nasopharynx, oro pharynx, dan laryngo pharynx. Dan tersusun atas otot-
otot yaitu M. constrictor pharyngs superior, media, dan inferior. M. stylopharyngeud, M.
salpingopharyngeus, dan M palatopharyngeus.perdarahan pharynx terdiri atas A. Pharyngel
ascendens, A. Palatine ascendens, Rms. Tonsillaris cabang A. Faciales, A. Palatina major, A.
3
canalis ptrygoidei cab. A. Maxillaris Interna dan Rms. Dorsales lingual cab. A.
Lingualis.persyarafan pharyngx berasal dari plexsus pharingeus. Dengan unsure motorik
utama Pars. Canalis N.XI dan N. IX serta Rms. Ext. Laryngeus Sup. Dan N. Reccurens.
Unsur sensorik N. IX dan X, N. Maxillaris, dan Nn. Palatini Minores dan N.IX.1
c. Laryngx
Merupakan suatu saluran udara yang bersifat sphincter dan merupakan organ pembentuk
suara. Terbentang dari lidah sampai trachea, kea rah atas tebuka ke dalam laryngo pharynx,
ke bawah larynx sebagai trachea. Tulang rawan larynx terdiri atas cartilage thyroidea,
cartilage cricoidea, crtilago epiglottis, cartilage arytaenoidea, cartilage cuneiforme, cartilage
corniculatum. Epiglotis merupakantulang rawa yang berbentuk daun yang berfungi menutupi
Adiatus laryngis pada saat menelan. Persendian pada larynx yaitu Articulation
Cricothyroidea dan Articulation cricoarytenoidea. Pada laring terdapat komponen-komponen
yang teraba antara lain os. Hyoid setinggi C3, kartilago kiroid setinggi C4 dan C5, kartilago
krikoid setinggi C6. Otot – otot intrinsic pada laring antara lain M. krikotiroideus, M.
tiroaritenoideus, M. krikoaritenoideus posterior, M. krikoaritenoideus lateralis, M
interaritenoideus dan ariepiglotikus. Persarafan motorik oleh N. laringeus rekuren dan
persarafan sensorik oleh ramus internus N. laringeus superior.1
d. Esophagus
Esophagus beraal setinggi kartilago krikoid dan berjalan ke bawah dibelakang dan sedikit ke
sebelah kiri dari trakea. N. laringeus rekuren sinistra terletak dalam alur sempit antara
eofagus dan trakea serta duktus torakikus terletak disebelah kiri esophagus. Esophagus terdiri
dari empat lapisan yaitu, lapisan mukosa dalam berupa epitel gepeng berlapis. Lapisan
submukosa. Dua lapisan otot, lapisan otot longitudinal dan lapian dalam otot lurik, sedngkan
sepertiga bagian bawah berupa otot polos. Lapisn jaringan areolar di luar. 1
e. Trachea
Trakea berawal setinggi kartilago krikoid dan berakhir membagi menjadi bronki
sinistra dan dekstra setinggi artikulasio manubriosternalis. Trakea biasa teraba di garis tengah
tepat setinggi insisura suprasternalis dan bisa dilihat dalam foto rontgen berupa bayangan
gelap. Trakea, bronki, paru-paru berasal dari alur sempit paa dasar faring embrionik yang
biasanya terpisah, kecuali pada ujung atasnya. Otot-otot pada trakea antara lain M.
4
sternotiroideus, keluar dari bagian belakang manubrium dan berjalan ke atas kemudian
melekat ke permukaan luar kartilago tiroid. M. tirohioideus, merupakan sambungan dari M.
sternohioideus dan melekt ke os hyoid, M. sternohioideus, lebih supfisial dibanding dengan
otot lain dan berjalan dari manubrium menuju mrgo inferior os hyoid. M. omohioideus
venter superiorya melekat ke os hyoid dan berjalan kea rah bawah menuju tendo intermedia
kemudian menjadi venter inferior menuju region servikalis posterior dan melekat pada
scapula. 2
f. Bronki dan segmen bronkopulmonalis
Bronkus utaman kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertical letaknya dari pada yang
kiri. Oleh karena itu benda asing yang tertiup lebih cenderung masuk ke bronki kanan dan
terus ke lobus kanan tengah dan lobus bawh bronki. Bronkus utama kiri memasuki hilus dan
terbagi menjadi bronkus lobus superior dan inferior. Bronkus utama kanan bercabang
menjadi bronkus ke lobus atas sebelum memasuki hilus dan begitu msuk hilus terbagi
menjadi bronki lobus medial dan inferior. Tiap bronkus lobus bercabang menjadi bronki
segmental. Tiap bronkus segmental memauki sebuah segmen bronkopulmonalis. Tip
bronkopulmonalis berbentk pyramidal dengan apeks kearah hilus. Segmen merupakan unit
structural lobus yang memiliki bronkus segmental, arteri, dan sistem limfatikus sendiri. Jika
suatu segmen bronkioulmonlis terkena penyakit, bisa dilakukan reseksi segmen dengan
mempertahankan bagian lobus yang lain. Darah dari tiap segmen mengalir ke vv.
Intersegmental.2
g. Paru-paru
Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40m2 untuk
pertukaran udara. Tiap paru memiliki apeks yang mencapai ujung sterna costa ke-1,
permukaan kostovertebral yang melapisi dinding dada, basis yang berada di atas diafragma
dan permukaan media sinistra yang membentuk dan menempel struktur mediastinal
disebelahnya. Paru kanan terdiri dari lobus atas, tengah, dan bawah oleh fisura obikus dan
horizontal. Paru kiri hanya memiliki fisua oblikus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen
lingular merupakan sisi yang ekuivalen dengan lobus dengan lobus tengah kanan. Bronki dan
jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan arah dari a. bronkialis cabang-cabang dari
aorta torakalis desendens. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari dari cabang-cabang
terminal a. pulmonalis. Persarafan pada paru-paru, pleksus pulmonalis terletak dipangkal tiap
5
paru.pleksus ini terdiri dari serabut simpatis (dari trunkus simpatikus) dan serabut
parasimpatis (dari N. vagus). Serabut eferen dari pleksus mempersarafi otot-otot bronkus dan
serabut aferen diterima dari membrane mukosa bronkioli dan alveoli. Otot-otot dinding dada
yang murni meliputi ( M. Serratus posterior, Mm.Levator costarum, Mm. Intercostales, M.
Subcostalis dan M. Transversus thoracis serta diaphragma) yang berfungsi sebagai otot
pernapasan normal. Yang termasuk otot inspirasi tambahan adalah M.pectrocalis major et
minor, M. Sternocleidomastoideus, M. scalenus ( anterior, medius dan posterior), M. Serratus
anterior, M.latissimus dorsi dan M. Iliocostalis bagian bawah. Yang termasuk otot-otot
eksprisasi tambahan adalah M.iliocostalis bagian bawah, M.longissimus, M.rectus
abdominis, M.obliquus abdominis externus et internus. 2
h. Diafragma
Diafragma memisahkan rongga toraks dengan rongga abdomen. Strukturnya terdiri
dari bagian muskularis perifer yng berinsersi di aponeurosis anterior, tendo sternalis. Bagian
muskularisnya memuliki tiga asal komponen yaitu, bagian vertebralis terdiri dari ligamentum
krura dan arkuata. Kruris dekstra berasal dari bagian depan korpus vertebra kruris l1-3 dan
diskus intervertebralisnya. Sebagian serabut dari kruris dekstra melewati bagian bawah
esophagus. Kruris sinistra hanya keluar dari L1 dan L2. Ligamentum arkuata mediale terdiri
dari fasia yang menebal yang menutupi M. psoas mayor dan melekat dimedial ke korpus
vertebra L1 dan di lateral ke prosesus tranversus L1. Bagian kostalis melekat ke aspek
terdalam dari keenam kosta terbawah. Bagian sternalis terdiri dari dua lembaran kecil yang
keluar dari permukaan dalam prosesu xifoideus. Persarafan diafragma, saraf motoris seluruh
saraf motoris berasal dari n. frenikus (C3,4,5). Kontraksi diafragma adalah mekanisme utama
inspirasi. Saraf sensoris, bagian perifer diafragma mendpat serabut sensoris dari N.
interkostalis bawah. Saraf sensoris bagian sentral berasal dari N. frenikus. 2
Struktur mikroskopis Sistem Pernapasan
a. Hidung
Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, berbeda-beda pada
berbagai bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula
suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukoa pada ujung anterior konka dan septum sedikit
melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel
kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek
6
dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi
memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi.3
Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat
atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus,
sebanding dengan ketebalan lamina propria.Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung,
yakni kelenjar mukosa respiratori dan olfaktori. Mukosa respiratori berwarna merah muda
sedangkan mukosa olfaktori berwarna kuning kecoklatan.Silia, struktur mirip rambut,
panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara
cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat. 3
b. Pharyngx
Pharynx terbagi menjadi 3 yaitu nasofaring yang berhubungan dengan hdiung, orofaring
yang berhubungan dengan rongga mulut dan pabgkal lidah dan laringofaring yang
berhubungan dengan larynx. Nasofaring dilapisi oleh epitel bertingkat toraks bersilia bersel
goblet pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dan
laryngopharyng dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.3
c. Larynx
Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal sebagai epitel
respiratorius. Namun, bagian – bagian laring yang terpapar aliran udara yang terbesar,
misalnya permulaan lingua pada epiglottis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan
permukaan superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih
keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius Laring
menghubungkan faring dan trakea. Bentuk laring tidak beraturan / irreguler. stuktur
mikroskopis pada laring yaitu berupa Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali
ujung plika vokalis yang mempunyai epitel berlapis gepeng. Pada dinding laring stuktur
mikroskopisnya berupa Tulang Rawan Hialin dan Tulang Rawan elastis, mengandung
jaringan ikat dan kelenjar campur. Otot pada musculus vokalis berupa otot skelet. 3
Tulang rawan pada laring hialin dan tulang rawan elastin, yaitu tulang rawan Hialin
yang terdiri dari satu buah tulang rawan tiroid dan tulang rawan krikoid serta dua
buah tulang rawan aritenoid (pada ujung tulang rawan aritenoid merupakan tulang rawan
Elastis, sedangkan bagian lain dari tulang rawan ini merupakan tulang rawan Hialin).
7
Sedangkan tulang rawan Elastis yang terdiri dari satu buah tulang rawan epiglotis dan dua
buah tulang rawan masing-masing tulang rawan Kuneiformis dan Kornikulata.3
d. Epilgotis
Permukaan laryngeal dilapisi epitel silindris bertingkat bersilia dan bersel goblet.
Permukaan lingual dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk. Didalam lamina
propria kedua permukaan tersebut terdapat kenjar campur . kerangka epiglottis yang berupa
lempeng tulang rawan elastin terdapat ditengah orang ini.3
e. Trakea
Seperti permukaan laryngeal epiglottis, mukosa rakhea dilapisi epitel silindris
bertingkat bersilia dan bersel goblet. Didalam lamina propria terdapat kelenjar campur. Tulan
rawan yang menjadi kerangkanya adalah tulang rawan hialin yang berbentuk huruf “C”.
bagian tulang rawan yang mengandung tulang rawan ini disebut pars katilaginea. Celah pada
huruf “C” ini ditutup oleh jaringan ikat dengan kerangka jaringan otot polos. Bagian ini
disebut pars membranasea. Di dalam lamina proprianya juga terdapat kelnjar campur. Di
sekeliling trakea, meliputi bagian luar trakea baik pars kartilaginea maupun pars
membranasea, terdapat selubung jaringn ikat longgar yang disebt tunika adventisia.
Kerangka tulang rawan hialin disini terlihat hanya sebagai penggalan tulang rawan yang satu
sama dihubungkan oleh berkas jaringan ikat.3
f. Paru-paru
Pada paru-paru terdapat bagian-bagian antar lain:3
1. Bronkus intrapulmonal
Mukosa saluran napas ini biasanya tidak rata, berliku-liku, dan dilapisi epite
silindris bertingkat bersilia dan bersel goblet. Di dalam lamina proprianya terdapat
berkas otot polos yang tersusun melingkar. Di bawah lapisan otot dapat ditemukan
penggalan tulang rawan hialin. Diantara penggalan tulang rawan tadi, dibawah
berkas otot polos dapat dilihat kenjar campur. Permukaan luar dindingnya disebut
tunika adventisia yang merupakan jaringan ikat longgar
2. Bronkus atau bronchial
Mukosanya juga sering terlihat bergelombang. Pada bronki besar epitelnya
toraks selapis,bersilia, dan bersel piala (goblet). Pada bronkiol yang paling kecil
8
epitelnya lebih rendah, epitelnya kuboid selapis tak bersilia.perubahan jenis epitel
itu terjadi berangsur. Makin kearah distal, dari bronkioal besar ke bronkiol kecil,
sel epitel makin rendah, dapat ditemukan sel epitel tak bersilia dan jumlah sel
bersilia pun makin sedikit. Sel goblet juga makin jarang, sampai akhirnya tidak ada
lagi pada daerah yang seluruh epitelnya terdiri atas sel kuboid yang tak bersilia. Di
dalam lamina proprian tidak lagi terdapat kelenjar ataupun penggalan tulang
rawan. Berkas serat otot pun makin ke distal makin tipis sehingga sering sulit
dikenali.
3. Bronkiol yang paling kecil
Bronki ini yang akan menyalurkan udara ke dalam sebuah lobules disebut
bronchial praterminal. Bronkiolus ini selanjutnya bercabang menjadi 4 sampai 5
bronkiol terminal, yang memasok udara pada asinus, yaitu sebuah unit struktural
paru.
4. Bronkiol terminalis
Karena pendeknya bangunan ini hanya dapat dipelajari pada bronkiol yang
terpotong memanjang. Selain itu bagian ini haya dapat dikenali dengan tepat pada
tempat dicabangkannya. Bronchial terminalis tidak mempunyai cirri khas sehingga
sulit dikenali dengan tepat pada potongan melintang. Epitelnya serupa dengan
bronkiol tetapi sudah lebih rendah bahkan menjadi kubid selapis. Walaupun agak
sulit, serat otot polos masih dapat dilihat.
5. Bronkiol respiratori
Epitelnya torak rendah atau kuboid selapis, sel bersilia masih ada, tetapi sel piala
tak ada lagi. Lebih jauh sedikit, epitelnya sudah tidak bersilia lagi dan menjadi
epitel kuboid atau kuboid rendah selapis. Serat otot polos, kolagen, dan elastin
masih dapat dikenali. Pada dinding bronkiolus ini sudah terdapat alveolus, yang
merupakan ciri khas dari saluran ini.
6. Duktus alveolar
Saluran ini dicabangkan dari bronkiol respiratori, berupa saluran yang dindingnya
terdiri atas alveolus. Pada setiap pintu masuk ke alveoli terdapat epitel selapis
gepeng. Walaupun agak sukar, di dalam lamina proprianya masih dapat dilihat
serat otot polos yang biasanya terpotong melintas sehingga tampak sebagia titik-
titik kecil.
7. Sakus alveolar
9
Dari ujung duktus alveolar terbuka pintu menuju ke beberapa sakus alveolar.
Bangunan ini terdiri atas beberapa alveoli yang bermuara bersama membentuk satu
ruangan serupa rotunda yang disebut atrium.
8. Alveoli
Dari sakus alveolar terbuka pintu menuju ke setiap alveoli. Alveol paru ini berupa
kantung yang dibatasi oleh epitel gepeng selapis yang amat tipis. Selain itu
terdapat pula sel epitel yang bentuknya kuboid yang disebut sel septal. Di dalam
lumennya, dapat pula dikenali sel debu. Sel debu agak besar dan didalam
sitoplasma bisanya terdapat partikel debu.
2.6.2. Pusat pernapasan
Tidak seperti jantung, paru tidak mempunyai irama yang spontan. Ventilasi
tergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan dari pusat tersebut ke otot
pernapasan. Ada dua pusat pernapasan di medula oblongata, yaitu pusat yang merangsang
inspirasi dengan kontraksi diagfragma (dengan kerja saraf frenikus) dan pusat lain yang
mempersarafi mekanisme inspirasi dan ekspirasi interkostal serta otot aksesori.4
Diketahui bahwa saraf frenikus dan interkostal keluar dari medulla spinalis C6,
sedangkan saraf motorik yang menyuplai otot aksesoris keluar dan nomor saraf yang lebih
tinggi. Di dalam pons terdapat dua pusat yang disebut pusat pneumotaksik dan pusat
apneustik. Kedua pusat tersebut sangat dipengaruhi oleh pengaturan korteks serebral, sistem
limbik dan hipotalamus. Kontrol volunter dan kontrol involunter dilakukan oleh serat
desenden dari pusat otak lain. Pengaturan kontrol tersebut mempermudah perubahan dalam
mekanisme pernapasan yang terlihat seperti batuk, menelan, berteriak dan tindakan yang
dikehendaki.4
Neuron mempersarafi otot inspirasi dengan cara memberikan impuls ke otot ini
sehingga menimbulkan inspirasi. Selain itu, neuron juga merangsang pusat pneumotaksik.
Sebaliknya, pusat pneumotaksik menghambat impuls kembali ke neuron inspirasi, sehingga
menyebabkan penghentian inspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif. Setelah ekspirasi, neuron
inspirasi kembali terangsang secara otomatis. Selama olahraga atau aktivitas lainnya, kadang-
kadang bila ventilasi kuat terjadi, neuron ekspirasi medula oblongata secara teoritis akan
berpartisipasi dan menyebabkan ekshalasi aktif. 4
10
Ketika pusat insipirasi membangkitkan impuls sebagian dari impuls tersebut akan
menjalar di sepanjang saraf ke otot-otot pernapasan untuk menstimulasi kontraksi dan
sebagian impuls ini akan menekan pusat ekspirasi. Hasilnya inhalasi. Dengan
mengembangnya paru-paru, baroreseptor yang terdapat dalam jaringan paru mendeteksi
adanya regangan dan mencetuskan impuls sensori ke medulla, impuls ini mulai menekan
pusat inhalasi. Proses ini disebut inflasi Hering-Breuer yang membantu mencegah overinflasi
paru-paru.4
Dengan tertekannya pusat inspirasi, pusat ekspirasi menjadi lebih aktif, impulsnya
makin menekan pusat insipirasi. Hasilnya pusat insipirasi menjadi aktif kembali untuk
memulai siklus pernapasan berikutnya.4
Asih NGY. Keperawatan medikal bedah: klien dengan gangguan pernapasan. Jakarta: EGC;
2003.
Pusat pernapasan dimedula oblongata, pons, dan jaringan sensorik khusus dalam aorta
dan karotid, disebut badan aortik dan badan karotid. Kedua badan ini berfungsi mengatur
frekuensi dan volume pernafasan. Perubahan pada PO2 , PCO2 dan pH merangsang semua
aktivitas pernapasan. Penurunan tekanan parsial oksigen dalam arteri dapat merangsang
ventilasi. Kemoreseptor perifer yang terdapat dalam badan karotid dan badan aorta yang peka
terhadap penurunan PO2 berperan dalam proses homeostasis. Bila kadar karbondioksida
dalam darah meningkat (hiperkapnea), pH darah menurun menjadi asam karena karbon
dioksida berdifusi dengan cepat ke dalam cairan dan melewati cairan serebrospinal yang
pHnya juga menurun. Pusat kemoreseptor yang terletak di medula oblongata berespons
terhadap pH yang rendah dengan cara meningkatkan frekuensi dan volume pernapasan
melalui rangsang medula oblongata ke otot inspirasi. Vasodilatasi serebral juga terjadi selama
asidosis dengan cara meningkatkan suplai karbon dioksida ke cairan serebrospinal. Hipoksia
menrangsang badan karotid yang merupakan tanda terhadap saraf sinus karotid. Saraf ini
menyebabkan medula oblongata meningkatkan kecepatan dan kedalaman ventilasi. Badan
aortik merespons lebih lemah dan memerlukan waktu yang lebih lama daripda badan karotid.
Nilai PO2 yang rendah dapat merangsang badan aortik untuk mengaktifkan saraf vagus lalu
menyebabkan medula oblongata meningkatkan ventilasi.5
Muttaqin A. Buku ajar keperawatan dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Penerbit
Salemba Media; 2008.
11
2.6.3. Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam-basa merupakan homeostasis kadar ion Hidrogen pada cairan-cairan
tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme normal, sehingga nilai Ph tubuh
bervariasi pada masing-masing cairan tubuh, sedangkan Ph darah sangat bervariasi
ditentukan oleh konsentrasi ion H+. Suasana asam basa di dalam tubuh harus diatur agar
semua organ berfungsi dengan baik. Keasaman (pH) intraselular harus dijaga agar tetapt
disekitar 7.4 atau diantara 7.38 dan 7.42. Dalam kedaan seperti ini, semua metabolit berada
dalam kedaan terionisasi.6
Suatu bahan disebut asam jika bahan tersebut merupakan pendonor ion hidrogen
sedangkan disebut basa jika bahan tersebut merupakan penerima ion hidrogen. Jika nilai Ph
turun disebut asidemia, yaitu suasana kelebihan asam di dalam darah. Jika nilai pH naik
disebut alkalemia yaitu kekurangan asam di dalam darah. Adisemia maupun alkalemia dapat
bersifat respiratorik dan metabolik. Jika terdapat perubahan asam basa darah namun susana
telah terkompensasi sehingga Ph mendekati nilai 7.4, keadaan ini tidak lagi digolongkan
sebagai asidemia atau alkalemia tetapi disebut asidosis dan alkalosis. 6
a. Asidosis respiratorik
Adalah kedaan turunnya pH darah yang disebabkan oleh proses abnormal paru.
Keadaan ini dapat digolongkan menjadi asidosis akut dan kronik. Jika pengeluaran CO2 dari
paru ke atmosfer menurun, PCO2 akan meningkat (misalnya dari 40 mmHg menjadi 45
mmHg) akan terjadi asidosis respiratorik akut atau kronik. Pada asidosis respiratorik akut,
peningkatan konsentrasi HCO3- hanya sedikit, sedangkan pada yang kronik konsentrasi
HCO3- meningkat lebih banyak.
b. Asidosis metabloik
Asidosis metabolik disebabkan karena adanya akumulasi asam selain asam karbonat.
Penyebab asidosis metabolik antara lain adalah pemberian asam yang berlebihan, produksi
asam yang berlebihan (asidosis laktat ketika shock atau henti jantung), berkurangnya eksresi
asam oleh ginjal , dan hilangnya bikarbonat, baik melalui usus maupun ginjal. Asidosis
metabolik ditandai oleh turunnya kadar HCO3- . Penderita akan bernapas dengan cepat
(hiperventilasi) agar CO2 dapat cepat dikeluarkan.
c. Alkalosis respiratorik
12
Alkalosis respiratorik adalah suatu kelainan klinis yang menyebabkan peningkatan
keasaman darah (pH) karena hiperventilasi alveolar (hipokapnia). Hipokapnia terjadi karena
eliminasi CO2 melebihi produksi CO2 pada jairngan. Penyebab alkalosis respiratorik meliputi
pneumonia, penyakit paru intertisial, penyakit vaskular paru dan asma akut.
d. Alkalosis metabolik
Penyebab primer adalah peningkatan kosentrasi serum HCO3-. Kejasian ini
diakibatkan oleh hilangnya H+. Sebagai upaya kompensasi, paru akan berusaha menciptakan
keadaan hipoventilasi sehingga CO2 tertimbun dan PCO2 naik, dengan demikian Ph akan naik
kembali. PCO2 akan meningkat sebesar 0.5-0.7 mmHg setiap ada peningkatan HCO3-
sebanyak 1mEq/L. Peningkatan HCO3- lebih dari 35 mEq/L selalu disebabkan oleh alkalosis
metabolik.
Djojodibroto R D. Respirologi. Jakarta: EGC;2009.
2.6.4. Sistem kerja pernapasan
Sistem respirasi terbagi menjadi dua yaitu respirasi dalam meliputi proses
metabolisme intrasel yang terjadi di mitokondria termasuk konsumsi oksigen dan produksi
karbondioksida selama pengambilan energi dari molekul nurient. Respirasi luar meliputi
seluruh urutan langkah kejadian antara sel tubuh dengan lingkungan luarseperti pertukaran
antara udara luar dengan udara dalam alveol, pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
udara alveol dan darah kapiler paru, dan transport O2 dan CO2 dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru.
Muttaqin A. Buku ajar keperawatan dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Penerbit
Salemba Media; 2008.
Pernapasan Luar
Inspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal (intra-alveoli) lebih rendah dari tekanan
udara luar. Pada inspirasi biasa tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai -3 mmHg . Pada
inspirasi dalam tekanan intra-alveoli mencapai -30mmHg. Kontraksi otot diafargma dan
interkostalis menyebabkan volume thoraks membesar . Hal ini menyebabkan tekanan
intrapleura menurun kemudian peru mengembang sehingga udara masuk ke dalam paru.5
13
Ekspirasi berlangsung bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi dibandingkan tekanan
udara luar, sehingga udara bergerak ke luar paru. Meningkatnya tekanan dalam rongga paru
terjadi apabila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan
daya elastisitas jaringan paru. Penguncupan paru terjadi apabila otot inspirasi mulai
berelaksasi. Pada proses ekspresi biasa tekanan intra-alveoli sekitar +1 cm Hg sampai +3 cm
Hg. 5
Pernapasan Dalam
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat perisitiwa fungsional utama yaitu
ventilasi paru-Paru, difusi oksigen dan karbon dioksida dinatara alveolus dan darah, transpor
oksigen dan karbondioksida di dalam darah dan jaringan tubuh ke dan dari sel, serta
pengaturan (regulasi) pernapasan oleh mekanisme kontrol tubuh berkenaan dengan frekuensi,
irama , dan kedalaman pernapasan. 5
1. Ventilasi paru-paru
Ventilasi paru-paru merupakan peristiwa masuk dan keluarnya udara pernapasan
antara atmosfer dan paru-paru. Proses ventilasi ini melibatkan beberapa organ yang sangat
penting yaitu hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus, dan paru yang
telah dibahas di dalam organ –organ yang terkait dalam pernapasan.
Efektivitas mekanisme ventilasi paru-paru dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
konsentrasi oksgen atmosfer, konsidi jalan napas, kemampuan compliance dan recoil paru
serta pengaturan napas.
a. Konsentrasi oksigen atmosfer
Konsentrasi oksigen sangat menentukan terhadap fungsi pernapasan. Konsentrasi oksigen
atmosfer didataran tinggi lebih rendah dibandingkan konsentrasi oksigen di bawah
permukaan laut. Kurangnya konsentrasi oksigen di dalam tubuh seseorang akan
memunculkan tanda- tanda hipoksia.
b.Kondisi jalan napas.
Udara pernapasan keluar masuk tubuh melaui organ-organ respirasi. Kondisi jalan napas
ini sangat menentukan terhadap efektivitas ventilasi. Jalan napas yang tidak baik dapat
menyebabkan mekanisme ventilasi tidk berlangsung secara efektif.
14
c. Kemampuan compliance dan recoil paru
Kemampuan paru-paru untuk mengembang disebut compliance. Kembalinya paru-paru
ke posisi semula setelah compliance disebut recoil. Kemampuan compliance dan recoil
ini sangat berpengaruh dalam menentukan efektif tidaknya proses ventilasi. Kemampuan
ini bisa tidak sempurna karena disebabkan kerusakan jaringan paru seperti edema, tumor,
parase serta kifosis.
d.Pengaturan pernapasan
Banyak sedikitnya oksigen yang masuk dan karbondioksida yang keluar dari paru-paru
dalam proses ventulasi dipengaruhi oleh irama, kedlaman dan frekuensi pernapasan.
Irama, frekuensi dan pernapasan ini sangat bergantung pada kerja pusat pernapasan yang
terdapat di medula oblongata dan pons.
2. Difusi oksigen dan karbondioksida diantara alveolus dan darah
Setelah proses ventilasi maka langkah selanjutnya dalam proses respirasi adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah dan difusi karbondioksida dari pembuluh darah ke
alveolus. Kecepatan difusi tersebut ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya:5
a. Ketebalan membran
Semakin tebal membran alveolus, maka proses difusi semakin sulit. Tebalnya
membran alveolus misalnya oleh karena edema paru. Akibatnya gas-gas
pernpasan harus beredifusi tidak hanya melalui membran alveolus melainkan
cairan tersebut.
b. Luas permukaan membran alveolus
Penurunan luas permukaan paru-paru kan mengakibatkan kemampuan paru-paru
untuk berdifusi pun turun. Hal tersebut berati semakin luas permukaan membran
alveolus maka akan semakin banyak gas-gas pernapasan yang berdifusi.
c. Perbedaan tekanan anatara kedua sisi membran
Perbedaan tekanan antara kedua sisi membran merupakan perbedaan antara
tekanan parsial gas alveolus dan tekanan gas dalam darah. Bila tekanan gas dalam
alveolus lebih besar dari tekanan gas dalam darah, maka terjadi difusi dari
alveolus ke dalam darah dan begitu sebaliknya
15
3. Tranpor oksigen dan karbondioksida di dalam darah dan cairan tubuh menuju dan
dari sel
Apabila oksigen telah berdifusi dari alveolus ke dalam darah paru, maka oksigen
yang ditranspor dalam bentuk gabungan dengan oksi hemoglobin ke kapiler jaringan, dimana
oksigen dilepaskan untuk digunakan di sel. Dalam sel, oksigen berekasi dengan berbagai
bahan makanan dan menghasilkan karbondioksida dan ditranspor kembali ke paru-paru.
Selanjutnya dibuang melalui napas.Pengangkutan oksigen dilakukan dengan hemoglobin.
Daya afinitas Hb terhadap oksigen ini dapat tinggi dapat menurun pula. Faktor yang
mempengaruhi afinitas Hb dengan oksigen antara lain:5
a. Ph darah
Nilai pH darah menunjukkan tingkat keasaman darah dalam tubuh. Nilai
nomal pH darah adalah 7.35-7.45. Nilai pH darah ini berkaitan erat dengan
keseimbangan asam basa dalam tubuh.
b. Kadar CO2 darah
Kadar karbondioksida dalam darah erat kaitannya dengan keseimbangan asam
basa . Kondisi keseimbangan tersebut kemudian berhubungan dengan afinitas
Hb terhadap oksigen
c. Kadar 2,3 disfosfogliserat (2,3- DPG)
Kadar 2,3 disfosfogliserat merupakan zat yang hanya ditemukan di dalam sel
eritrosit . Kadar 2,3 DPG yang banyak dalam eritrosit menyebabkan afinitas
Hb terhadap oksigen menurun. Kondisi ini dapat terjadi pada seseorang yang
menderita anemia. Pada anemia, kadar 2,3 DPG meningkat.
d. Temperatur tubuh
Peningkatan temperatur tubuh menyebabkan pelepasan oksigen karena
peningktan kebutuhan oksigen untuk proses metabolisme. Sebaliknya,
penurunan temperatur tubuh (hipotermi) menyebabkan gangguan pelepasan
oksihen dari Hb. Namuan hal ini terkompensasi dengan penurunan kebutuhan
oksigen pada jaringan yang mengalami hipotermi serta peningkatan kelarutan
oksigen plasma darah.
4. Proses transport gas
16
Sebagian besar oksigen yang diangkut dalam darah berikatan dengan hemoglobin.
Hemoglobin adalah protein quartener yang berbentuk empat rantai polipeptida yang berbeda
yaitu dua rantai alfa dan dua rantau beta yang masing-masing berikatan dengan keolompok
heme yang mengandung zat besi.4
Ikatan oksigen hemoglobin dibentuk dalam paru-paru dimana PO2 tinggi. Ikatan ini
relatif takstabil, dan ketika darah melewati jaringan dengan PO2 rendah, ikatan tersebut
pecah, dan oksigen dilepaskan ke dalam jaringan. Makin rendah konsentrasi oksigen dalam
jaringan, makin banyak oksihemoglobin yang akan dilepaskan. Hal ini menjamin jaringan
aktif menerima oksigen sebanyak yang diperlukan untuk dapat melanjutkan pernapasan sel.
Faktor lain yang meningkatkan pelepasan oksigen dari hemoglobin ialah PCO2 yang tinggi
dan suhu yang tinggi.4
Transpor karbondioksida sedikit lebih rumit. Lebih dari dua pertiga CO2 yang ion
bikarbonat diangkut oleh darah terbawa dalam bentuk (HCO3-) . Ketika CO2 larut dalam air
(seperti dalam plasma darah) akan masuk ke dalam eritrosit dan berasosiasi dengan H20
membentuk asam karbonat (H2CO3) . Ketika terbentuk, sebagian dari molekul H2CO3
berdisosiasi membentuk ion-ion H+ dan bikarbonat (HCO3-) . Proses ini dikatalisis oleh enzim
karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel sel darah merah.4
Ketika ion-ion bikarbonat dibentuk, ion-ion tersebut berdifusi searah dengan gradien
konsentrasinya ke dalam plasma. Keluarnya ion-ion negatif ini (HCO3-) dari sel darah merah
diimbangi oleh masuknya ion negatif lain yaitu ion klorida. Transpor ion negatif yang saling
berlawanan disebut perpindahan klorida. Dengan demikian, reaksi yang mengubah asam
karbonat untuk membebaskan CO2 menjadi dominan. Setelah itu HCO3-yang terdapat pada
plasma akan diteruskan ke paru-paru menggunakan sirkulasi vena yang kemudian berikatan
lagi dengan H+ yang berasal dari disosiasi HHb menjadi HbO2 yang nantinya diteruskan ke
dalam jaringan melalui sirkulasi arteri. HCO3- yang bergabung dengan ion H+ akan
memebentuk asam karbonat lagi yang kemudian berdisosiasi menjadi H2O dan CO2 yang
akan dikeluarkan melalui alveol.4
Asih NGY. Keperawatan medikal bedah: klien dengan gangguan
pernapasan. Jakarta: EGC; 2003.
17
2.6.5. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap. Sewaktu-waktu tubuh memerlukan
osigen yang banyak oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu:7
a. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespons dengan terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah perifer, sehingga banyak darah yang mengalir kekulit. Hal
tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit. Respos demikian
menyebabkan curah jantung mrningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat.
Sebaliknya pada lingkungan yang dingin, pembuluh darah mengalami konstriksi
dan penurunan tekanan darah sehingga menurunkan kinerja jantung dan
kebutuhan oksigen.
Pengaruh lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh ketinggian
tempat. Pada tempat yang tinggi tekanan barometer menurun, sehingga tekanan
oksigen juga menurun. Implikasinya apabila seseorang berada pada tempat yang
tinggi misalnya pada ketinggian 3000 meter di atas permukaan laut, maka tekanan
oksigen alveoli berkurang. Ini mengindikasikan kandungan oksigen dalam paru-
paru sedikit.
b. Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut jantung dan
respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin tinggi.
c. Emosi
Takut, cemas dan marah akan mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan
oksigen meningkat.
d. Gaya hidup
Kebiasaan merokok akan mempengaruhi status oksigenasi sebab merokok dapat
memperburuk penyakut arteri koroner dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang
terkandung dalam rokok dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer dan pembuluh darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke jaringan
menurun.
e. Status kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi berfungsi dengan
baik sehingga dapat memnuhi kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat.
18
Sebaliknya apabila orang tersebut mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit
pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh.
2.6.6. Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan oksigen di jaringan. Istilah ini lebih tepat daripada anoksia.
Sebab, jarang terjadi tidak ada oksigen sama sekali dalam jaringan. Hipoksia dapat dibagi ke
dalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan
hipoksia histotoksik.7
1. Hipoksemia
Hiposekmia adalah kekurangan oksigen di darah arteri. Terbago atas dua
jenis yaitu hipoksemia hipotonik yang terjadi dimana oksigen normal
tetapi jumlah oksigen yang dapat diikat dalam hemoglobin sedikit. Hal ini
dapat terjadi pada kondisi anemia dan keracunan karbondioksida.
2. Hipoksia hipokinetik
Hipoksia yang terjadi akibat adanya bendungan atau sumbatan. Hipoksia
hipokinetik terbagi menjadi 2 jenis yaitu hipoksia hipokinetik ischemic dan
hipoksia kongestif. Hipoksia hipokinetik ischemic terjadi dimana
kekurangan oksigen pada jaringan yang disebabkan karena kurangnya
suplai darah ke jaringan akibat penyempitan arteri. Hipoksia hipokinetik
kongestif terjadi akibat penumpukan darah yang berlebihan atau abnormal
baik lokal maupun umum yang mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan
terganggu, sehingga jaringan kekuarangan oksigen.
3. Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia terjadi karena aktivitas yang berlebihan sehingga
kemammouan penyediaan oksigen lebih rendah dari penggunaanya.
4. Hipoksia histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan dimana dareah di kapiler jaringan
mencukupi tetapi jaringan tidak dapat menggunakan oksigen karena
pengaruh racun sianida. Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali ke
darah vena dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal.
19
Kesimpulan
Ketinggian, suhu dan tekanan berpengaruh terhadap kinerja pernpasan . Apabila seseorang
tidak dapat beradaptasi dengan kondisi tersebut maka akan menimbulkan gangguan pada
sistem pernapasan, salah satu contohnya adalah hipoksia (kekurangan oksigen dalam darah).
Kondisi ini akan mempengaruhi ketersediaan oksigen dan karbondioksida dalam tubuh. Oleh
karena itu, untuk menyeimbangkannya diperlukan kerja dari pusat pernapasan.
Daftar Pustaka
1. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta : Balai penerbit FK UI. h. 1-40.
2. Faiz O, Moffat D. At a glance series. Jakarta : Erlangga; 2002. h. 136-42.
3.Wonodirekso S. Penuntun histologi. Jakarta: Bagian histologi FK UI; 2003. h. 111-4.
4.Asih NGY. Keperawatan medikal bedah: klien dengan gangguan pernapasan. Jakarta:
EGC; 2003.
5.Muttaqin A. Buku ajar keperawatan dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta:
Penerbit Salemba Media; 2008.
6.Djojodibroto R D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.
7.Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika; 2008.
20