Ali Pethas-Bab II Revisi Paling...
Transcript of Ali Pethas-Bab II Revisi Paling...
BAB II
PUASA DALAIL AL KHAIRAT DAN KECERDASAN EMOSI
A. Puasa Dalail Al Khairat
1. Pengertian puasa dalail al khairat
Dalail al khairat berasal dari kata ( دال) yang berarti petunjuk.1 dan
yang berarti kebajikan.2 Nama sebuah buku petunjuk kesalehan, ia (خري)
merupakan kumpulan do’a-do’a dan pujian keagamaan yang didasarkan
pada sembilan puluh sembilan nama Allah.3 Adapun yang dimaksud puasa
dalail al khairat adalah puasa yang disertai amalan-amalan (wirid) dalail al
khairat.
2. Kandungan puasa dalail al khairat
Yang paling esensial dari puasa dalail al khairat adalah
mengamalkan wirid, adapun kandungan wirid tersebut terangkum
sebagaimana berikut:
a. Muqaddimah, berisi tentang bacaan al-Fatikhah yang di tujukan
(khadrah) kepada para sanad pemberi ijazah.
b. Membaca asmaul husna yang terdiri dari sembilan puluh sembilan nama
Allah SWT.
c. Membaca asma Nabi yang terdiri dari dua ratus nama nabi.
d. Do’a niat
e. Membaca wirid dala al khairat (shalawat dalail)
f. Do’a dalail al khairat
1 Ahmad Warson Al Munawir, Kamus Arab Indonesia Almunawir, (Surabaya: Pustaka
Progessif, 2002), Cet.25. hlm.417. 2 Ibid, hlm. 378 3 Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Ringkas), Terj. Ghufron A. Masadi, The Concise
Encyclopedia; ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.69.
16
Kaifiyah (tata cara) pengamalan bacaan-bacaan tersebut sesuai yang
telah diijazahkan dari mujiz (pemberi ijazah), yang semuanya sudah tertulis
dalam kitab dalail.4
3. Tujuan dan Manfaat Menjalani Dala al Khairat
a. Tujuan
1. Taqarrub
Puasa Dalail al khairat adalah jenis puasa yang sering
dilakukan oleh kalangan santri salafiyyah. Jenis puasa ini lebih
menekankan pada amalan-amalan (wirid) yang mensyaratkan terlebih
dahulu diijazahkan (digurukan) pada shahibul ijazah (kyai).
Adapun yang menjadi tujuan utama para pelaku puasa dalail al
khairat adalah Taqarrub yakni, usaha-usaha atau kegiatan
menghampirkan diri kepada Allah SWT sehingga dapat menduduki
tempat yang terhormat dan mulia dengan jalan mematuhi perintah-
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.5
Puasa adalah salah satu bentuk puasa yang paling ideal sebagai
pengekangan diri dari berbagai hawa nafsu. Taqwa yang menjadi
tujuan utama dalam ibadah puasa, artinya adalah penghayatan bahwa
Tuhan hadir dalam kehidupan sehari-hari kita. Tujuan puasa adalah
mendorong kita mengalami kesadaran Ketuhanan Yang Maha Hadir
itu.6
2. Tabaruk
Di antara tujuan yang lain melakukan puasa dalail al khairat
adalah mencari atau untuk mendapatkan barokah.
4 Lihat Ahmad Basir Nailu Al- Masyaraat fi Tashih Dalai al- Khairat ( Kudus: An-
Nasr, 1412 H). 5 Hamzah Yakub, Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin Tasawuf dan
Taqorrub, (Jakarta: CV. Asia, 1993), hlm. 55. 6 Nur Ahmad dan Muhammad, Puasa dan Kejujuran, (Jakarta : Kompas, 2000), hlm. 19.
17
Ada beberapa perkataan dan perbuatan yang mengandung
barokah dan di antara perkataan itu ialah : berdzikir, membaca al
Qur’an. Keduanya akan memberi keberkahan yang banyak kepada
seseorang.7
Pelaku puasa dalail al khairat di samping mengamalkan kedua
tersebut di atas, pelaku ibadah ini diharuskan mengamalkan beberapa
amalan wirid yang di dalam wirid tersebut sarat akan bacaan-bacaan
dzikir, shalawat do’a dan sebagainya. Mereka mengharapkan berkah
dari apa yang telah diwiridnya.
b. Manfaat
Melakukan puasa dalail al khairat adalah bagian dari jenis puasa
yang di dalamnya terdapat beragam manfaat, dan di antara manfaat
tersebut adalah sehat jasmani dan rohani.
… نرفيسالم حبال ي ها إنرفوسال تا ووبراشا وكلو31: األعراف ( .و ( “… Dan makanlah dan minumlah kamu sekalian tetapi janganlah kamu berlebih lebihan, sebab sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada orang- orang yang berlebihan.” (Q.S. al-A’raaf : 31)
Menyedikitkan makan akan melembutkan hati, menguatkan
pemahaman, meredam nafsu dan amarah. Sedang terlalu banyak makan
akan menyebabkan hal-hal yang sebaliknya.8
Secara mudah puasa itu mengosongkan perut pada siang hari
tentunya terasa lapar. Dengan lapar bisa memperbaiki tubuh dan otak.
Atau puasa dalam Bulan Ramadlan itu demi mensucikan diri yakni suci
badan dan jiwanya. Kesucian badan dan jiwa akan membawa kesucian
7 Ali bin Nafayyi al Alyani, Mencari Berkah antara yang Disyari’atkan dan yang
Dilarang, terj. Abu Himam J, Zainudin, At Tabaruk al Masyru’ wat Tabarruk al Mamnu’, (Jakarta : Qalam, 2002), hlm. 29.
8 Ahmad Farid, Bagaimana Mensucikan Jiwa, (Solo: Media Insani Press, 2002), hlm. 39.
18
berpikir, atau pikiran, perasaan dan kelakuan dalam segala ruang dan
bidang dan kesucian itu adalah mendekatkan kepada Allah.9
Puasa untuk melatih kita hidup dalam kesadaran ketuhanan, maka
dalam keseluruhan kerangka iman, puasa sebenarnya adalah bagian dari
latihan untuk “berani berada” artinya dengan pengalaman rohani yang
melingkupi puasa kita, kita berani menerima kecemasan eksistensial yang
paling mendalam kita, khususnya menyangkut kecemasan-kecemasan
akan kematian penghukuman dan akan ketiadaan arti. Dengan keberanian
hidup kita sandarkan pada Tuhan. Kita membebaskan seluruh
kecemasan itu.
Puasa seperti istilahnya dalam bahasa arab shiyam ” menahan
diri”, makna simboliknya adalah kita menahan diri, dengan berkata
“tidak” kepada dunia, tetapi sekaligus berkata “ya” kepada hidup, dalam
arti subtansial: kehidupan kerohanian yang menjadi fitrah kita. Karena
itulah hakikat puasa dari sudut keagamaan sebenarnya proses purgatorio
(penyucian). Dengan menahan hawa nafsunya lewat memberi perhatian
sepenuhnya kepada Tuhan.10
Imam al Ghazali dalam hal ini dalam kitab Ihya’-nya menjelaskan
begitu besarnya faedah lapar tehadap jiwa seseorang, di antara faidah
lapar adalah sebagai berikut :
1) Bersihnya hati, bersinar kepintaran dan tembusnya mata hati.
2) Halus dan besihnya mata hati.
3) Pecah (tawar) dan hinanya nafsu.
4) Faidah yang terbesar dari lapar adalah menghancurkan seluruh nafsu
yang menyuruh pada perbuatan jahat, karena sumber seluruh
perbuatan maksiat adalah nafsu dan syahwat tenaga.11
9 Ashadi Falih dan Cahyo Yusuf, Akhlak Membentuk Pribadi Muslim, (Semarang: Aneka
Ilmu, 1998), hlm. 70-75. 10 Nur Ahmad dan Muhammad, op. cit., hlm. 24-25. 11 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, terj, Ismail Yakub (Singapura: Pustaka Nasional
PTELTD, t.t.), hlm. 1012-1015.
19
Semua faedah tersebut tertuang dalam hadist rasulullah saw
sebagaimana berikut:
حدثنا عبد اهللا ابن مسلمة عن مالك عن أبى الزنادى عن األعرج عن أبى ضية رريرة فال هنج امقال الصي لمسه وليلى اهللا عل اهللا صوسأن ر هناهللا ع
هماتش أو لهقات ؤرإن امل وهجال يفث ور12 )رواه خبارى ... (ي
Dari Abu Hurairah r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAW berkata: Puasa adalah benteng dari pembicaraan buruk, dan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang bodoh ”membunuh, marah-marah”...( HR. Bukhari)
حدثنا عبدان عن أبى حمزة عن األعمش عن إبراهيم عن علقمة قال بينا ليلى اهللا عص بيالن عا مفقال كن هناهللا ع ضيد اهللا ربع عشى مأم لمسه و
لم نمج وللفر نصأحر وصللب أغض هفإن جوزتاءة فليالب طاعتن اسفقال م 13 )رواه خبارى (يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
Dari Alqomah berkata saya berjalan bersama Abdillah r.a. beliau berkata, sedangkan kami bersama rasulullah SAW, beliau berkata: Barang siapa yang mampu untuk menikah maka menikahlah, karena menikah itu lebih bisa menahan penglihatan, dan hawa nafsu. Dan barang siapa yang tidak mampu menikah maka puasalah (HR. Bukhari Muslim)
Dalail al khairat ibadah yang lengkap bermuatan aturan
sebagaimana puasa Ramadlan dari sudut perkara yang membatalkan
maupun yang menghilangkan faidah puasa, yang mana pelaku ibadah ini
harus mengamalkan beberapa auwrad (wirid) yang telah ditentukan oleh
pemberi ijazah (mujiz). Suatu kondisi ini akan memberikan arti yang
penting untuk pelaku pelaku ibadah puasa yang akan bermuara kepada
tujuan utama, yaitu meningkatkan seorang mukmin menjadi muttaqin.
12 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al Mughirah bin
Bardudzibah al Bukhari al Ja’fiy, Shahih Bukhari, (Beirut-Libanon, Darul Arabiyah, t.th), hlm. 226.
13 Ibid., hlm. 228-229.
20
Taqwa sebagai suatu usaha penguasaan dan pengendalian diri, di
mana usaha ini terlihat pula di dalam ibadah puasa berisi dua aspek,
pencegahan dan penghilangan perilaku buruk dan penumbuhan sifat,
sikap dan perilaku baik.
Dengan demikian taqwa berkaitan erat dengan sikap dan keadaan
jiwa serta pembinaan dan pengembangannya.14
Orang-orang yang bertaqwa (bertanggung jawab) adalah tipe
manusia yang selalu cenderung kepada kebaikan dan kebenaran (hanif),
mereka cenderung memiliki sifat empati dan berjiwa besar.15
Dan menurut konsep tafiyat al-nafs al Ghazali yang dikutip oleh
Abdullah Hadziq bahwa tasfiyatul al nafs memiliki relevansi yang jelas
dengan pengembangan tingkah laku psikologis yang terpuji, baik dalam
keterkaitannya dengan dataran horisontal sesama manusia dan
lingkungannya, maupun dalam dataran transendental dengan Tuhan.16
B. Kecerdasan Emosi
1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi memiliki bermacam-macam definisi, adapun
definisi tersebut adalah sebagai berikut :
Reuven-Bar-on menyebutkanya bahwa : “Kemampuan kompetensi
dan kecakapan non kognitif, yang mempengarui kemampuan seseorang
untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.”
Peter Salove dan Jack Mayer, pencipta istilah kecerdasan emosi
menjelaskan sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan
membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan
14 Syahrudin Siregar, dkk., Nasihat Para Ulama Hikmah Puasa, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000), hlm. 212-213. 15 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 33-35. 16 Abdullah Hadziq, Kajian Psikologis Terhadap Tasfiyat al Nafs dalam Mizan al Amal
Karya al Ghazali, Jurnal Ilmu Ushuludin, Vol. 15, no. 2 Juli 2003, hlm. 235.
21
dan maknanya dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga
membantu perkembangan emosi dan intelektual. Dengan kata lain
kecerdasan emosi adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita
melapangkan jalan di dunia yang rumit – aspek, pribadi sosial dan
ketahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan
kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari.17
Sementara itu Daniel Goleman dalam bukunya Emotional
Intelligence mengatakan :18
“Emotional intellegence : abilities such as being able to motivate oneself and persists in the face of frustation : to control impulse and delay gratification; to regulate one’s mood and keep distress from swamping the ability to think; to empathize and to hope” .
Kecerdasan emosi adalah kemampuan-kemampuan seperti
kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi
frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan;
mengatur suasana hati dan menjaga agar tetap berpikir jernih; berempati
dan optimis.
2. Unsur-unsur Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi dirangkum kedalam lima ranah yang
menyeluruh dan 15 sub bagian atau skala. Kelima unsur tersebut adalah
sebagai berikut:19
a. Ranah intra pribadi
b. Ranah antar pribadi
c. Pengendalian stres
d. Penyesuaian diri
e. Suasana hati umum
17 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., Ledakan EQ 15 Prinsip Dasar Meraih
Kecerdasan Emosionnal Meraih Sukses, Alih Bahasa, Trinanda Rainy Januarasari dan Yudhi Murtanto, The EQ Edge : Emotional Intelligence and Your Succes (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 30.
18 Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (New York: Bantam Bok, 1996), hlm. 36 19 Ibid., hlm. 39.
22
1) Ranah intra pribadi
Kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif,
tetapi terarah kedalam diri. Kemampuan tersebut membentuk suatu
model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan
untuk menggunakan model tadi sebagai alat untuk kehidupan secara
efektif.20
Kecerdasan intra pribadi meliputi hal mengenali diri anda dalam
berbagai cara: kesadaran diri emosional, keaksertifan, penghargaan diri,
kemandirian, aktualisasi diri.21
a. Kesadaran diri
Kesadaran diri ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengenal dan memilah-milah perasaan memahami hal yang sedang
dirasakan dan mengapa hal ini kita rasakan, dan mengetahui sebab
munculnya perasaan tersebut.22
Kecakapan pribadi ini memberi anda kebebasan untuk
mengenali diri anda, kemampuan untuk berbagi, dan mengungkap
kesadaran tersebut, ini berarti anda tidak terkurung dalam diri anda
sendiri di dalam emosionil tertentu. Kesadaran diri –mengenali suatu
perasaan saat ia muncul adalah kunci dari kecerdasan emosi.
Kemampuan untuk memantau perasaan-perasaan dari waktu ke
waktu adalah hal yang penting bagi pemahaman kejiwaan secara
mendalam dan pemahaman diri.
Sadar diri peka akan suasana hati mereka ketika
mengalaminya dapat dimengerti bila orang-orang ini memiliki
kepintaran tersendiri dalam kehidupan emosional mereka.
Kejernihan pikiran mereka tentang emosi boleh jadi melandasi ciri-
20 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, Alih Bahasa : T. Haryana, Emosional
Intelegensi, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), hlm. 52. 21 Harry Alder, Pacu EQ dan IQ Anda, Alih Bahasa, Cristina Prianinggsih, Boost Your
Intellegence (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 80.
23
ciri kepribadian lain: mereka mandiri dan yakin akan batas-batas
yang mereka bangun, kesehatan jiwanya bagus, dan cenderung
berpendapat positif akan kehidupan. Bila suasana hatinya sedang
jelek mereka tidak risau dan larut kedalamnya, dan mereka mampu
melepaskan diri dari suasana hati itu dengan lebih cepat. Pendek
kata, ketajaman pola pikir mereka menjadi penolong untuk mengatur
emosi.23
Orang yang tidak memiliki kesadaran diri seperti ini sering
meledak, secara emosionil jika berada di bawah tekanan. Mereka
tidak tahu apa yang terjadi pada mereka atau bagaimana menangani
perasaan-perasaan mereka.24
Mengenal diri sendiri itu penting dan banyak manfaatnya,
dengan mengenal diri sendiri maka akan terus terkontrol tindak dan
amal kita. Terkontrol dan terpelihara juga dari laku maksiat.
Pada dasarnya orang yang tidak mengenal diri sendiri, akan
mudah diombang-ambingkan oleh hawa nafsunya sendiri.25
Berikut panduan sederhana untuk memperoleh pengenalan
diri :
- Beri perhatian dan penghargaan khusus pada diri anda.
- Beri waktu untuk diri anda
- Pikirkan, renungkan perasaan anda
- Cobalah gambarkan perasaan anda.
- Ingat kembali kenangan-kesenangan yang positif dan membangun
dan perhatikan bagaimana anda sekarang merasa lebih baik.26
22 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 73. 23 Daniel Goleman, op. cit., hlm. 65. 24 Harry Alder, op. cit., hlm. 80-81. 25 Hafid Sulaiman , Mutiara Kaum Sufi, (Surabaya: Putra Pelajar, 2002), Cet. 1, hlm. 177. 26 Harry Alder, op. cit., hlm. 82.
24
b. Bersikap asertif
Sikap asertif ini didefinisikan sebagai ketegasan,
keberanian yang meliputi tiga komponen dasar yaitu: kemampuan
mengungkapkan perasaan, kemampuan mengungkapkan keyakinan
dan pemikiran terbuka, kemampuan mempertahankan hak-hak
pribadi.27
Sikap asertif sering disalahartikan dengan sikap agresif.
Keaksertifan adalah keterampilan emosionil itu secara bebas, tepat
mengungkapkan pikiran perasaan, pendapat dan keyakinan.28
Asertif berarti kemampuan untuk berkomunikasi dengan
jelas, spesifik, dan tidak taksa (multi tafsir), sambil sekaligus peka
terhadap kebutuhan orang lain dan reaksi mereka pada peristiwa
tertentu.29
Sementara itu sikap asertif memiliki banyak manfaat. Sikap
asertif membuka kemungkinan baru dan memang bisa membuat
anda memperoleh banyak teman dan mempengaruhi orang lain
sehingga dapat membina hubungan yang lebih akrab dan lebih
jujur dengan orang lain. Pada saat anda bersikap asertif, bahkan
dalam situasi yang sulit dan tidak menyenangkan, orang lain akan
merasa dihargai dan terima bukan diremehkan, jika anda bersikap
agresif orang akan bersikap defensif dan marah menjauhi, anda
sambil memendam perasaan yang tidak menyenangkan pada
anda.30
c. Kemandirian
27 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 87. 28 Harry Alder, op. ccit., hlm. 83. 29 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 89.
25
Didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri, berfikir dan bertindak serta tidak merasa
bergantung kepada orang lain secara emosional.
Sebagai ciri dari kecerdasan emosi ini dapat digambarken
secara lengkap sebagai berikut :
1. Orang yang mampu mengendalikan dan mengarahkan diri
sendiri.
2. Memiliki inisiatif.
3. Tampak bebas dan tidak bergantung secara emosional.
4. Bersikap dewasa.
5. Tahu bagaimana mengurus diri.
6. Percaya diri dalam membuat rencana, dapat membuat
keputusan-keputusan penting untuk diri mereka sendiri.
7. Integritas.
8. Menikmati hubungan-hubungan yang ditandai dengan
penghargaan dan tanggung jawab.
9. Tidak terpaku dengan bantuan orang lain.
10. Tidak hidup berdasarkan pendapat psikologis orang lain.31
Kemampuan untuk bisa mandiri, bisa mengarahkan diri
dalam bertindak – adalah unsur penting untuk meraih sukses. Pada
intinya, kemandirian mencerminkan keinginan yang mengakar untuk
mengatur diri sendiri.
Orang yang kurang mandiri cenderung selalu bergantung
kepada orang lain dan selalu butuh bantuan orang lain.32
d. Penghargaan diri
30 Ibid., hlm. 100. 31 Harry Alder, op. cit., hlm. 87. 32 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 110-111.
26
Didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghormati dan
menerima diri sendiri sebagai pribadi yang pada dasarnya baik.
Menghormati diri sendiri intinya adalah menyukai diri sendiri apa
adanya. Dan penghargaan diri adalah kemampuan mensyukuri
berbagai aspek dan kemungkinan positif yang kita serap dan juga
menerima aspek negatif dan keterbatasan yang ada pada diri kita dan
tetap menyukai diri kita apa adanya.33
Penghargaan atau citra diri adalah karakteristik kecerdasan
emosi yang menunjukkan penilaian diri yang tinggi dan merupakan
sumber penting bagi rasa percaya diri.34
Semakin kita mengenal dan memanfaatkan kekuatan diri
sendiri, semakin bertambah pula rasa percaya diri kita dalam
melakukan antaraksi jangka panjang. Kekuatan ini akan berkembang
jika kita mampu mengendalikannya. Dengan keterampilan emosional
menyadari kelebihan kita dan berusaha untuk mengembangkannya
untuk berprestasi.
Sebaliknya kita sering melihat orang mengalami kegagalan
karena mereka mengira bisa melakukan apa saja, mereka lebih tinggi
dari sebenarnya. Orang yang benar-benar sukses mengetahui batas
kemampuan mereka. Mereka bisa menentukan apakah bisa
meningkatklan kemampuan mereka dalam bidang tertentu atau lebih
baik mempekerjakan orang lain yang dapat menutupi kelemahan
mereka.35
e. Aktualisasi diri
33 Ibid., hlm. 115. 34 Harry Alder, op. cit., hlm. 115. 35Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 121.
27
Diartikan sebagai kemampuan untuk mengejawantahkan
kemampuan yang potensial.36 Orang-orang yang dengan kecerdasan
emosi rendah biasanya tidak tahu apa yang ingin mereka lakukan
dalam hidup ini dan tidak begitu peduli masalah peningkatan
mereka. Aktualisasi diri melebihi pemikiran rasional yang sering
menganggap rendah dan membatasi diri sendiri. Banyak orang
berbakat dan pandai yang gagal menemukan tujuan hidup mereka,
sampai segalanya terlambat. Aktualisasi diri lebih dekat daripada
kepandaian saja.37
2) Ranah antar pribadi
Adalah kemampuan untuk memahami orang lain : apa yang
memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bahu membahu
dengan mereka. Kecerdasan ini mencakup : “Kemampuan untuk
membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen,
motivasi, dan hasrat orang lain.”
Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju
pengetahuan diri, ia mencantumkan “Akses menuju perasaan-perasaan
diri seorang tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah
laku.38
Ranah kecerdasan emosional ini berhubungan dengan apa yang
dikenal dengan keterampilan berinteraksi. Adapun pada ranah ini
memiliki tiga skala, yaitu :
a. Empati
Kemampuan untuk menyadari, memahami dan menghargai
perasaan dan fikiran orang lain. Empati adalah menyelaraskan diri
(peka) terhadap apa dan bagaimana latar belakang perasaan dan
36 Ibid., hlm. 124. 37 Harry Alder, op. cit., hlm. 88. 38Daniel Goleman, op. cit., hlm. 52-53.
28
fikiran orang lain, sebagaimana orang tersebut merasakannya dan
memikirkannya.39
Empati sebuah batu penjuru kecerdasan emosional, istilah ini
yang banyak disalahpahami, kalau orang berfikir mengenai kata
empati, mereka biasanya mula-mula berfikir mengenai simpati dan
cinta kasih. Akan tetapi, konsep mengenai empati jauh lebih luas
cakupannya ketimbang sekedar perasaan untuk atau dengan
seseorang. Empati adalah mengenai memahami apa yang diinginkan
orang dan memahami situasi orang lain. Empati adalah mengenai
mampu menerima sinyal yang dikirimkan orang lain dalam proses
diskusi.40
Memposisikan diri pada tempat orang lain memang tidak
mudah, namun perlu jika anda memerlukan kasih sayang kepada
orang lain. memahami orang lain, memperhatikan mereka, itu berarti
kita membutuhkan waktu untuk mendengarkan sebagai hal yang
dapat mempererat ikatan persahabatan dan kesediaan untuk
membantu.41
Konsekuensi yang berkaitan dengan empati adalah membuka
mata kita terhadap penderitaan orang lain setelah kita mampu
menyesuaikan diri dengan perasaan mereka, sulit rasanya untuk
tidak mengindahkan seseorang gelandangan yang menggigil, orang
tua yang kehilangan putranya dalam peperangan atau orang yang
sekarat karena aids.
Ikatan antara empati dan kasih sayang adalah jelas. Ketika
kita mengalami penderitaan orang lain, kita peduli dan ingin
mengambil tindakan. Jean Segal mengutip pendapat dari Daniel
39Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 139. 40Mich Antoni, Menjual dengan Kecerdasan Emosional, Alih Bahasa Alexander Sindoro
dalam Helling With Emotional Intelegence, Mitch Anthony, (Batam Centre: Interaksara, 2004), hlm. 24.
29
Goleman yang dikutip dari peneliti Martin Hoffman yang
mengatakan bahwa akar dari moralitas ditemukan dalam empati,
karena dalam berbagai kesusahan seseorang, kita merasa tergerak
untuk membantu. Empati tidak hanya membuat kita lebih
memahami, mencintai, dan menyayangi orang tua, teman kekasih,
anggota keluarga, dan rekan kerja, tapi menjadikan manusia yang
lebih baik. Orang-orang yang tidak kita kenal sama sekali asing
menjadi penting karena kita melihat atau mendengar penderitaan
mereka, kita merasa ingin menanggapi dengan berbagai cara.42
Empati akan sangat bermanfaat jika kita bisa menangkap apa
yang dirasakan dan dipikirkan orang lain walaupun berbeda dengan
sudut pandang kita dan diucapkan secara lisan, sehingga orang lain
merasa dirinya dirinya dimengerti. Ini bisa meredakan ketegangan
yang terjadi antara kedua belah pihak dan menciptakan kerjasama
yang erat sehingga memudahkan kita mencapai sasaran, yaitu
menyelesaikan permasalahan dan menciptakan hubungan antara
pribadi yang sukses.43
b. Tanggung jawab sosial
Kemampuan untuk menunjukkan bahwa kita adalah anggota
kelompok masyarakat yang dapat berkerjasama, berperan,dan
konstruktif. Unsur dalam kecerdasan emosional ini meliputi :
bertindak secara bertanggung jawab, meskipun tidak mendapatkan
keuntungan apapun secara pribadi, melakukan sesuatu untuk dan
bersama orang lain, bertindak sesuasi dengan hati nurani, dan
menjunjung tinggi norma yang berlaku dalam masyarakat.
41Patricia Patton, Kecerdasan Emosional Pengembangan Sukses Lebih Bermakna,
terj.Hermes, EQ Development for Success Significance,(Jakarta: Mitra Media, 2002), hlm. 159. 42Jeane Segal, Meningkatkan Kecerdasan Emosional, Alih Bahasa Dian Paramestibahar
dalam Raising Your Emotional Intelegence, (Jakarta: Citra Aksara, 2001), hlm. 167. 43Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 149.
30
Orang yang mempunyai rasa tanggung jawab sosial memiliki
kesadaran sosial yang sangat peduli pada orang lain. kesadaran sosial
tampak dalam kemampuannya memikul tanggung jawab hidup
bermasyarakat. Orang yang mempunyai tanggung jawab sosial
memiliki kepekaan antar pribadi dan dapat menerima orang lain,
serta dapat menggunakan bakatnya demi kebaikan bersama, tidak
hanya demi dirinya sendiri. Orang yang tidak mempunyai tanggung
jawab sosial akan menunjukkan sikap anti sosial bertindak
sewenang-wenang pada orang lain, dan memanfaatkan orang lain.44
c. Hubungan antar pribadi
Kemampuan membina dan memelihara hubungan yang saling
memuaskan yang ditandai dengan keakraban dan saling memberi
serta menerima kasih sayang. Keterampilan membina hubungan
antar pribadi yuang positif dicirikan oleh kepekaan sosial pada
sesama. Unsur kecerdasan emosional ini tidak hanya berkaitan
dengan keinginan untuk membina persahabatan dengan orang lain,
tetapi juga kemampuan merasa tenang dan nyaman berada dalam
jalinan hubungan tersebut, serta kemampuan memiliki harapan
positif yang menyangkut antaraksi sosial 45
Salah satu ciri penting dalam dalam pergaulan antar pribadi
adalah kemampuan untuk menemukan individu utama dalam sebuah
kelompok yang mampu menolongnya mencapai sasaran.
Keterampilan lain yang dianggap penting dalam mengelola
orang lain adalah “obyektivitas” yang memungkinkan anda melihat
dengan jelas perasaan orang lain tanpa terganggu oleh perasaan anda
sendiri.
44Ibid., hlm. 154-155. 45Ibid., hlm. 165.
31
Komunikasi antar pribadi ini dapat dibagi menjadi empat
area: keterampilan mendengarkan, menegaskan, menyelesaikan
konflik, dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah.
Beberapa hal pokok yang dapat mengantarkan atau menuntun
menuju efektivitas antar pribadi yang lebih besar adalah sebagai
berikut:
- Jangan mengritik, menghakimi, atau mengeluh.
- Beri penghargaan yang jujur dan tulus.
- Tunjukkan minat yang tulus terhadap orang lain.
- Tersenyumlah.
- Buat orang lain merasa penting.
- Ajukan pertanyaan, jangan memberi perintah langsung.46
Membangun dan mempertahankan dalam kecerdasan
emosional ini sangat penting karena kecerdasan emosi dalam hal ini
dapat :
- Memberi penerangan pada orang-orang mengenai dirinya sendiri,
dan orang lain dengan mengetahui keutuhan emosionalnya.
- Menjaga agar kemarahan dan luka hati kita jangan sampai
merusak perkembangan suatu hubungan.
- Memperdalam kualitas hubungan.
- Berfungsi sebagai katalis bagi pertumbuhan pribadi.
- Meperkokoh hubungan dengan menangani konflik, kesengsaraan,
dan penderitaan secara efektif.
- Memungkinkan timbulnya rasa kasih sayang.
- Menghindari trauma yang bisa menyebabkan rasa tidak hormat,
tidak percaya, kekanak-kanakan, dan kurang tanggung jawab.47
46 Thomas Armstrong, Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan
Teori Multipel Intelligence, Alih Bahasa T. Harmaya, 7 Kinds of Smart, (Jakarta: PT. Gramedia Utama, 2002), hlm. 105-107.
32
3) Pengendalian stres
Ranah dalam kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan
menanggung stress tanpa harus ambruk, hancur, kehilangan kendali
atau terpuruk. Keberhasilan dalam ranah ini kita biasanya dapat tetap
tenang, jarang bersikap impulsif, dan mampu mengatasi tekanan.
Dalam ranah ini memiliki dua skala: ketahanan menanggung stress,
pengedalian impuls.48
Stress adalah penyakit kehidupan modern yang banyak
dibicarakan dalam pekerjaan, rumah tangga, dan kehidupan sosial.
Kecepatan teknologi, tingkatan dan dampak emosionil dari
pengurangan karyawan, rasa tidak aman dalam pekerjaan,
restrukturisasi dan perubahan di mana-mana semuanya berperan.
Toleransi terhadap stress adalah kemampuan untuk bertahan
terhadap peristiwa-peristiwa buruk dan situasi penuh tekanan tanpa
menjadi hancur. Ini berarti mengelola stress dengan positif dan
mengubahnya menjadi pengaruh yang baik.49
a. Ketahanan menanggung stress
Kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang tidak
menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi
berantakan, dengan secara aktif dan positif mengatasi stress.
Kemampuan ini didasarkan pada :
- Kemampuan menghadapi stress (banyak akal dan efektif, dapat
menemukan cara yang pas, tahu apa yang dilakukan dan
bagaimana melakukannya).
47 Patria Patton, op. cit., hlm. 82. 48 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 208. 49 Harry Alder, op. cit., hlm. 119.
33
- Sikap optimis menghadapi pengalaman baru dan perubahan
pada umumnya dan optimis pada kemampuan diri sendiri untuk
mengatasi masalah yang dihadapi.
- Perasaan bahwa kita dapat mengendalikan atau berperan dalam
menangani stress dengan tetap tenang dan memegang kendali.
Ketahanan menanggung stress berarti memiliki segudang
tanggapan yang sesuai untuk menghadapi situasi yang menekan.
Ketahanan dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk
tetap tenang dan sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan
dengan kepala dingin tanpa terbawa emosi.50
Di antara indikator dari stress pada anggota tubuh maupun
mental, yaitu merasakan cemas, gelisah merasa terjebak atau
kewalahan, sakit di punggung, leher, bahu atau sakit kepala, pusing
dan nafas pendek dan suasana hati cenderung tidak enak.
Adapun indikator pada perilaku stress dapat dikenali, baik
oleh orang yang mengalaminya maupun orang lain yang tajam
penglihatannya atau awam. Ketika mengalami stress, mungkin kita
tidak dapat duduk dengan tenang, berjalan mondar-mandir,
mengepal-ngepal tangan dan mengacak-acak rambut. Hanya bisa
melepaskan pandangan menerawang, tidur lebih awal dan menatap
kosong ke langit-langit.51
b. Pengendalian impuls
Kemampuan menolak atau menunda impuls, dorongan,
godaan untuk bertindak. Pengendalian impuls ini mencuatkan
kemampuan menampung impuls agresif, tetap sabar, dan
mengendalikan sikap agresif, permusuhan serta perilaku yang tidak
bertanggung jawab. Masalah dalam pengendalian impuls ini akan
muncul dalam bentuk sering merasa frustasi, impulsif sulit
50 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 209.
34
mengendalikan amarah, bertindak kasar, kehilangan kendali diri,
menunjukan perilaku yang meledak-ledak dan tak terduga.52
Orang yang mampu mengendalikan impuls akan melihat
kiri kanan dahulu sebelum melangkah, berfikir dahulu sebelum
bertindak, dan dapat menahan serta menunda dorongan untuk
bertindak secara rileks. Sebaliknya orang yang sulit
menghendalikan dan menunda impuls akan terbebani oleh
mudahnya dia menjadi frustasi dan rentan pada stress, serta
bertindak secara kompulsif, tanpa berfikir panjang dan semaunya
sendiri, mereka cenderung kasar, membabi buta dan bertindak
eksplosif.53
4) Penyesuaian diri
Ranah kecerdasan emosional ini berkaitan dengan kemampuan
kita untuk menilai dan menanggapi situasi yang sulit. Keberhasilan
dalam ranah ini mengandung arti bahwa kita dapat memahami
masalah dan merencanakan pemecahan yang ampuh, dapat
menghadapi dan memecahkan masalah keluarga serta dapat
menghadapi konflik baik di lingkungan masyarakat maupun di
lingkungan kerja.54
a. Pemecahan masalah
Kemampuan untuk mengenali dan merumuskan masalah
serta menemukan dan menerapkan pemecahan yang ampuh.
Memecahakan masalah bersifat multifase, dan mensyaratkan
kemampuan menjalani proses sebagai berikut:
- Memahami masalah dan percaya pada diri sendiri
- Menentukan dan merumuskan masalah sejelas mungkin.
51 Ibid., hlm. 212. 52 Ibid., hlm. 223. 53 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 231. 54Ibid., hlm. 178.
35
- Menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan .
- Mengambil keputusan untuk menerapkan salah satu alternatif
pemecahan
- Menilai hasil penerapan alternatif pemecahan yang
digunakan.55
b. Uji realitas
Kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang terjadi
yang dialami dan apa yang secara obyektif terjadi. Uji realitas
adalah “menyimak” situasi yang ada di depan kita. Uji realitas
adalah kemampuan melihat secara obyektif, sebagaimana adanya,
bukan sebagaimana yang kita inginkan atau takutkan. Memahami
lingkungan dengan jelas dan menyeluruh dapat mengantarkan kita
ke arah sukses karena pemahaman ini menghasilkan kemampuan
untuk mengenali dan menangani masalah serta menyadari dn
memanfaatkan peluang. Kemampuan ini melengkapi kesadaran
diri, yang memungkinkan kita mengukur “suhu internal” sementara
uji realitas memungkinkan kita mengukur “suhu eksternal”.56
c. Sikap fleksibel
Kemampuan menyesuaikan emosi fikiran dan perilaku
dengan perubahan situasi dan kondisi.
Unsur kecerdasan emosi ini mencakup seluruh kemampuan
kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak biasa,
tidak terduga, dan dinamis. Orang yang fleksibel adalah orang yang
tangkas, mampu bekerja sama yang menghasilkan sinergi, dan
dapat menanggapi perubahan secara luwes.
Orang yang fleksibel mempunyai kemampuan untuk
mengatasi dengan baik tuntutan yang bertubi-tubi, skala prioritas
55Ibid., hlm. 179.
36
yang berubah, dan perubahan yang cepat. Kemampuan ini sangat
penting untuk meraih sukses karena membuat kita mampu
memanfaatkan informasi baru, menyesuaikan diri dengan
perubahan, dan menanggapi perubahan skala prioritas.
Orang yang tidak fleksibel akan tetap berprilaku sama
dalam situasi yang baru, meskipun perilaku tersebut sudah tidak
lagi efektif dan efisien. Mereka tidak mau menerima perubahan
gagasan baru dan tidak dapat menyesuaikan diri serta tidak siap
ketika situasi menntut cara yang baru dan berbeda.57
5) Suasana hati umum
Kemampuan emosional ini meliputi kecakapan untuk tenang,
menghilangkan kegelisahan, kesedihan atau sesuatu yang
menjengkelkan. Ini berarti tidak merasa di bawah keluasaan emosi.
Orang-orang yang kurang dalam kemampuan emosional ini terus
menerus melawan perasaan-perasaan gelisah dan penyesalan. Mereka
yang memiliki kelebihan dalam hal ini dapat kembali bersemangat
jauh lebih cepat dari rintangan-rintangan hidup. Mengatasai perasaan-
perasaan adalah sebuah kemampuan secara alami mengikuti
kemampuan menjadi perasaan kita sementara kesadaran diri adalah
sifat kunci dari intelegensi emosi.58
Ranah kecerdasan emosional ini berkaitan dengan pandangan
kita tentang kehidupan, kemampuan kita bergembira sendirian dan
dengan orang lain serta keseluruhan rasa puas dan kecewa yang kita
rasakan. Pada ranah ini memiliki dua skala :
a. Kebahagiaan
56Ibid., hlm. 190-194. 57 Ibid., hlm. 109-203. 58 Harry Alder, op. cit., hlm. 125.
37
Kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupan kita,
bergembira sendirian dan dengan orang lain, serta bersenang-
senang. Kebahagiaan adalah gabungan dari kepuasaan diri,
kemampuan secara umum, dan kemampuan menikmati hidup.
Kebahagiaan adalah produk sampingan dan atau barometer yang
menunjukkan derajat kecerdasan dan kinerja emosional kita.59
Faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang adalah
rasio antara harapan dan keberhasilan memenuhinya, mematok
sasaran memang baik, tetapi apabila kita mematoknya secara
tidak realistis, kita mungkin gagal dan merasa tidak bahagia.
Persepsi dan kemampuan orang untuk menentukan
kerangka acuan yang realistis adalah faktor kunci untuk mencapai
kebahagiaan. Jelas bahwa kebahagiaan berkaitan erat dengan uji
realitas. Orang yang bahagia dapat menikmati apa yang telah dan
dapat mereka lakukan tidak terobsesi oleh apa yang harus dan
seharusnya dilakukan. Mereka tidak menilai rendah atau
mengabaikan prestasi mereka.60
b. Optimis
Kemampuan melihat sisi terang kehidupan dan
memelihara sikap positif, sekalipun ketika berada dalam
kesulitan. Optimisme mengasumsikan adanya harapan dalam cara
orang menghadapi kehidupan. Optimisme adalah lawan
pesimisme, yang merupakan gejala umum depresi.61
Sikap optimis sangat diperlukan dalam usaha membangun
kecerdasan emosi. Sikap optimis memberi kita semangat yang
akhirnya menghasilkan stamina untuk mencapai kecerdasan
emosional. Sikap optimisme melahirkan kepercayaan diri yang
59 Steven J. Stein, dan Howard E. Book, M.D., op. cit., hlm. 237. 60 Ibid., hlm. 244-245. 61 Ibid., hlm. 252.
38
dapat kita gunakan untuk meraih tujuan dalam mengatur diri.
Tanpa adanya harapan, kita akan tetap merasa tak mampu berbuat
apa-apa dan cepat frustasi. Orang yang tidak memiliki sikap
optimis akan melihat mengapa sesuatu tidak dapat dilakukan, dan
tidak melihat kemungkinan dapatnya sesuatu untuk dilakukan.
Orang yang ragu-ragu terhadap sesuatu perubahan, biasanya
merendahkan suatu nilai usahanya sendiri. Sikap merupakan
unsur penting dalam usaha perbaikan diri. Seberapapun besarnya
keinginan untuk menjadi lebih kuat dan efektif, kita tetap tidak
dapat meraihnya tanpa memiliki kecenderungan sikap yang
akhirnya memancarkan keyakinan. Optimisme itu hebat
pengaruhnya. Manusia menyukai orang yang pandangan terang
dan dapat melampaui batu sandungan yang ada di hadapan
matanya.62
Berikut di bawah ini ringkasan unsur-unsur kecerdasan
emosi yang oleh Syamsu Yusuf di rangkum dalam tabel sebagai
berikut63 :
Tabel 1
Unsur-unsur Kecerdasan Emosi
Aspek Karakteristik perilaku
1. Kesadaran diri.
2. Mengelola emosi.
a. Mengenal dan merasakan emosi sendiri. b. Memahami penyebab perasaan yang timbul. c. Mengenal pengaruh perasaan terhadap
tindakan.
a. Bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara lebih baik.
b. Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi.
c. Dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain.
d. Memiliki perasaan yang positif tentang diri
62 Patricia Patton, op. cit., hlm. 160. 63 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Dewasa, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2002), cet.4, hlm.113-114
39
3. Memanfaatkan
emosi secara produktif.
4. Empati
5. Membina
hubungan
sendiri, sekolah dan keluarga. e. Memiliki kemampuan untuk mengatasi
ketegangan jiwa (stress). f. Dapat mengurangi perasaan kesepian dan
cemas dalam pergaulan. a. Memiliki rasa tanggung jawab. b. mampu memusatkan perhatian pada tugas
yaang dikerjakan. c. mampu mengendalikan diri dan tidak
bersifat impulsif. a. Mampu menerima sudut pandang orang lain. b. Memiliki sifat empati atau kepekaan
terhadap perasaan orang lain. c. Mampu mendengarkan orang lain.
a. Memiliki pemahaman dan untuk menganalisis hubungan dengan orang lain.
b. Dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain.
c. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
d. Memiliki sifat bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya.
e. Memiliki sifat tenggang rasa dan perhatian terhadap oraang lain.
f. Memperhatikan kepentingan sosial g. Bersikap senang berbagi rasa dan
bekerjasama h. Bersikap demokratis dalam bergaul dengan
orang lain.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Apa yang menjadikan seseorang memiliki kecerdasan emosi tinggi,
mereka adalah orang-orang yang tahu siapa dirinya, peduli kepada orang
lain, dan telah belajar rahasia menyeimbangkan emosi-emosi dengan
inteleknya untuk menghasilkan rasa keselarasan. Pernyataan ini tidak
berarti bahwa orang-orang seperti itu selalu bahagia. Mereka damai dalam
hatinya dan tahu cara mengelola kekuatan-kekuatan batin untuk mengatasi
tantangan yang muncul dalam kehidupan.
40
Kecerdasan emosional bukan berarti anda tidak memerlukan orang
lain atau agama sebagai pedoman hidup. Anda harus bersikap cukup
terbuka dan jujur dengan diri sendiri untuk membereskan masalah-
masalah yang anda hadapi serta membangun hubungan dengan orang lain
yang menyenangkan dan mau diajak kerja sama.64
Faktor-faktor yang paling berperan sesorang memiliki tingkat
kecerdasan emosi tinggi adalah mereka tahu bagaimana cara :
- Memperdayakan diri sendiri dan orang lain untuk mengatasi rasa sedih
dan menderita yang melekat dalam kehidupan di dunia yang penuh
tuntutan dan tantangan.
- Menciptakan situasi menang atau menang dan membangun hubungan-
hubungan dalam proses itu.
- Mengelola emosi-emosinya sehingga mereka sungguh-sungguh bisa
mengungkapkan apa yang dirasakan.
- Mendisiplinkan diri untuk mencapai sasaran sementara masih tetap
termotivasi dalam proses itu.
- Bersikap tabah selama menghadapi konfrontasi dan kekecewaan.
- Memiliki empati dan rasa kasihan terhadap orang lain.
- Bersikap konsisten dan seimbang dalam kehidupan emosionalnya.
- Menciptakan kehidupan yang penuh gairah dan secara profesional
memuaskan.65
Di samping itu dalam jajak pendapat yang diadakan dengan
melibatkan 733 multimillioner. Ketika diminta mengurutkan beberapa
faktor yang dianggap paling berperan dalam keberhasilan seseorang, ia
menyebutkan lima faktor yaitu :
- Jujur kepada semua orang
64Ibid., hlm. 69. 65Ibid., hlm. 72.
41
- Menerapkan disiplin
- Bergaul baik dengan orang lain
- Memiliki suami atau istri yang mendukung
- Bekerja lebih giat daripada kebanyakan orang.66
C. Pengaruh Puasa Dalail Al Khairat Terhadap Kecerdasan Emosi
SDM yang memiliki Kecerdasan Emosional (EQ) yang tinggi adalah
SDM yang mampu mengendalikan diri, sabar, tekun, tidak emosional, tidak
reaktif serta positif tinking. Seseorang dikatakan sehat jiwanya apabila ia
mampu mengendalikan dirinya. Pada hakekatnya pengendalian diri ini
terhadap dorongan-dorongan hawa nafsu dirinya sendiri, agar yang
bersangkutan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan diri
sendiri atau orang lain.
Latihan untuk meningkatkan EQ antara lain dengan cara menjalankan
ibadah puasa dalam bulan Ramadhan.67
Puasa dalail al khairat adalah sebuah amalan ibadah yang memiliki
dua dimensi ibadah yaitu puasa dan amalan-amalan wirid, do’a, dzikir.
Adapun hubungannya dapat dilihat dari pengaruh amalan tersebut terhadap
kecerdasan emosi adapun pengaruhnya adalah sbagai berikut adalah sebagai
berikut :
1. Pengaruh dari puasa
a . Menumbuhkan kepekaan sosial
Puasa dalail al khairat memiliki pengaruh terhadap kecerdasan
emosi, signifikansi pengaruhnya sebagai berikut :
Puasa merupakan latihan bagi manusia dalam menanggung
kondisi prihatin dan berupaya bersabar atasnya. Dengan puasa ia
66 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga,
2004), hlm. 51. 67 H. Dadang Hawari, IQ, EQ, CQ & SQ Kriteria Sumber Daya Manusia (Pemimpin)
Berkualitas), (Jakarta: FKUI, 2003), hlm. 20.
42
bersiap diri menaggung beragam kondisi prihatin yang mungkin
terjadi dalam hidupnya. Kondisi prihatin yang dirasakannya membuat
dapat berempati terhadap penderitaan orang-orang fakir dan miskin,
mendorongnya untuk mengasihi mereka, mengulurkan bantuan dan
berbuat baik kepada mereka serta membantu orang-orang yang
membutuhkan di antara mereka. Dengan begitu, hubungannya dengan
manusia semakin kuat, loyalitasnya kepada jama’ah semakin kokoh.
Rasa solidaritas sosial dan kecenderungan membantu manusia juga
bertambah. Semua itu pada gilirannya membuat manusia merasakan
bahwa ia adalah anggota masyarakat yang berguna, serta
menimbulkan prasaan rela dan bahagia dalam dirinya.68
Menjalani puasa dalail al khairat adalah bagian dari
bertasawuf, karena dalam puasa ini mengajarkan pada pelaku untuk
bersikap wara’ dan zuhud.
Pada hakikatnya tasawuf adalah tashfiyat al qalbi an shifati al
madzmumah, yang berarti membersihkan hati dari sifat-sifat tercela.
Oleh karena itu yang menjadi sasaran tasawuw adalah hati, jiwa,
rohani, atau batin yang menjadi sumber segala sikap dan tingkah laku
manusia untuk menuju kebersihan hati agar memperoleh keridlaan
Allah SWT.69
Amin Syukur, dalam suatu hasil penelitianya menyebutkan
bahwa tasawuf adalah kesadaran adanya komunikasi dan dialog
langsung antara seorang Muslim dengan Tuhan. Tasawuf juga
merupakan suatu sistem latihan dengan penuh kesungguhan untuk
membersihkan, mempertinggi dan memperdalam kerohanian dalam
68 M. Utsman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi, (Jakarta: Hikmah, 2004), Cet.
7, hlm. 110-111. 69Nidlomun Ni’am, Tasawuf Sebagai Subkultural Pondok Pesantren, dalam Simuh, et. al,
(ed) Tasawuf dan Krisis, (Semarang: Pustaka Pelajar Bekerjasama dengan IAIN Walisonggo Press, 2001), hlm. 170
43
rangka mendekatkan diri kepada Allah. sehingga dengan itu, maka
segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.70
Sikap wara’ yang secara terminologis berarti menahan diri dari
perbuatan maksiat dan perkara subhat merupakan maqam yang harus
dijalani seorang sufi untuk mengekang dan menahan diri dari
perbuatan yang belum jelas kehalalannya. Maqam al wara’ bertujuan
untuk menjaga kebersihan dan kesucian jiwa dari berbagai dosa yang
dapat menyelimuti (hijab).
Sikap zuhud yang secara etimologis berarti ( عدم اإلهتمام ) tidak
adanya perhatian bertujuan memalingkan jiwa dari segala inklinasi
terhadap hal-hal yang berorentasai pada kekinian (dunya) menuju hal-
hal yang berorentasi besok abadi (akhirat). Zuhud bukanlah perpaling
dari dunia dalam arti materi, tapi berpaling dari keinginan yang
berorentasi kekinian. Sebab menurut al-Tsauri, Shibli, dan al-Makki
obyek zuhud adalah syahwat dan bukan berpaling dari materi.71
Tidak dikatakan zuhud apabila seseorang meninggalkan amal
perbuatan baik, sebab orang yang zuhud juga di tuntut untuk bekerja
untuk memenuhu kebutuhan, membantu orang yang tidak mampu dan
bersedekah pada orang fakir.72
Sikap zuhud akan melahirkan sikap menahan diri dan
memanfatkan harta untuk hal-hal yang produktif. Zuhud juga akan
mendorong si pelakunya untuk mengubah harta dari semula yang
hanya sebagai aset ekonomi menjadi aset sosial (dalam arti menolong
mereka yang berada dalam kesempitan).
Beberapa penelitian ilmiah menyatakan bahwa berbagai sikap
yang tercermin dalam zuhud mampu membebaskan orang dari
70Amin Syukur, op. cit., hlm. 19. 71Abdul Muhaya , op. cit., hlm. 27. 72 Muhmmad Syakir, Waashoyaa , (Semarang: Toha Putra,1987), hlm, 41.
44
berbagai problema kehidupan. R. Pieris dalam Studies in The
Sosiologi of Development, misalnya menyebutkan bahwa di India
orang Sikh berhasil merebut posisi ekonomis yang menguntungkan,
karena ajaran Sikh menggabungkan kerja keras dan kesederhanaan.
Di Jawa misalnya, menurut hasil penelitian Geetz menyebutkan
bahwa kelompok Santri relatif lebih kaya daripada kelompok
abangan. Hal ini dikarenakan oleh sikap kelompok Santri yang gemi :
berpakain sederhana, menghindari upacara mewah, dan bekerja
keras.73
Dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Amin
Syukur, menjelaskan, secara esensial ajaran tasawuf mempunyai
ajaran sosial. Dalam tasawuf dikenal dengan futuwwa dan itsar. Yang
termasuk dalam futuwwa ialah sikap berusaha menghapus rasa
keangkuhan, sabar dan tabah terhadap cobaan, dan meringankan
kesulitan orang lain, pantang menyerah terhadap kedzaliman, ikhlas
karena Allah SWT.
Sejalan dengan futuwwa ialah al-itsar, yaitu mementingkan
orang lain dari pada diri sendiri. Sifat ini di puji oleh Allah.74
والذين تبوؤ الدار واإليمان من قبلهم يحبون من هاجر إليهم وال يجدون م حاجة مما أوتوا ويؤثرون على أنفسهم ولوكان بهم ىف صدوره
) . 9: احلشر . ( ومن يوق شح نفسه فألئك هم المفلحونقلىخصاصة “Dan orang-oarang yang menempati Kota Madinah dan telah beriman
(Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari
73Amin Syukur, Masa Depan Tasawuf, op. cit., hlm. 44-45. 74Amin Syukur, “Tasawuf dan Tanggung Jawab Sosial”, dalam Puslit IAIN WS, Laporan
Penelitian 1996/1997, op. cit, hlm 97-99.
45
kekikiran dirinya, merekaitulah orang-orang yang beruntung.”75 (Q.S al-Hasyr : 9)
Setiap manusia pada dasarnya diberikan kecintaan terhadap
harta benda sebagai bagian dari naluri mempertahankan diri.
Kecintaan ini memicu sifat bakhil serta individualis, mementingkan
diri sendiri dan engggan berbagi.
Di antara salah satu pengaruh puasa adalah dapat memupuk
solidaritas, kepeduliaan sesama, persamaan derajat, kasih sayang
kepedulian sesama dan kesetiakawanan sosial. Dengan hikmah dan
rahasia puasa ini manusia dilatih agar dapat meminimalisir sifat
bakhil dan individualis dalam dirinya sehingga ia mau berbagi dengan
orang lain, walaupun kesukaan tehadap harta benda sifatnya naluri.76
b. Membangun kepercayaan diri
Puasa dalail al khairat sarat dengan amalan wirid, do’a, dan
dzikir. Do’a merupakan hal yang esensial dalam Islam. Sekian banyak
ayat al Qur’an dan Hadist yang menyerukan untuk berdo’a.
Secara psikis, do’a memiliki pengaruh terhadap rohani. Senjata
orang beriman ini menjadikan jiwa yang tenang dan tabah. Do’a
memperkuat semangat juang dan mendatangkan optimisme. Dengan
do’a manusia memiliki kepercayaan diri sehingga tidak minder. Do’a
adalah terapi psikomotorik seperti takut, cemas, ragu, dan sebagainya.
Ia stabilisator jiwa terutama saat jiwa mengalami guncangan dan
tekanan berat seperti stres dan depresi.77
Dua unsur yang menciptakan pikiran harmonis adalah
optimisme dan pandangan positif terhadap hidup dan orang lain.
optimis dan prasangka positif terhadap orang sekitar merupakan
75Soenarjo, et. al.,Al Qura’n dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Al Waah, 1989), hlm. 917. 76Ahmad Syarifudin, Puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis, (Jakarta: Gema Insani Press,
2003), hlm.197-198.
46
jaminan kesenangan bagi orang-orang yang hidup di lapangan
kemanusiaan.
Optimisme dapat digambarkan sebaik-baiknya sebagai cahaya
dalam kegelapan, yang semakin meluas dengan semakin meluasnya
cakrawala pemikiran. Bersama itu tumbuhlah kecintaan terhadap
keramahan dalam diri manusia, sehingga membangun suatu
perkembangan baru dalam pandangannya tentang hidup. Optimisme
memungkinkan manusia melihat warna kehidupan dengan lebih indah,
sehingga memampukannya melihat semua orang dalam cahaya dan
kekuatan baru. Dengan optimis penderitaan seseorang lenyap dan
harapannya bertambah.
Juga di antara buah-buah sosial yang menonjol dari sikap
optimisme adalah keserasian, kerjasama, dan saling percaya. Lagi
pula, kedamaian dalam setiap kehidupan sosial hanya dapat dinikmati
apabila hubungan di antara anggota kehidupan itu dibangun atas dasar
cinta kasih, saling percaya, dan prasangka baik terhadap orang lain.78
c. Pengendalian diri
Puasa dalam hal ini melatih manusia mengendalikan diri selain
meningkatkan keimanan. Makan dan minum sementara dikendalikan,
diubah waktunya agar manusia terlatih untuk tidak makan dan minum
barang haram, memakan barang riba, korupsi, mencuri, dan
sebagainya.
Latihan pengendalian diri ini akan tercapai dan berhasil dengan
baik manakala puasa sampai pada tingakatan ihsan dan itqon. Lebih
dari sekedar menahan makan dan minum dan seks.79
d. Melatih kesabaran
77Ibid., hlm. 214. 78Lari, Mujtaba Musawi Sayyid, Menumpas Penyakit Hati, Terj. M. Hashem, Youth and
Moral, (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1998), Cet. 4, hlm 28-29. 79Ahmad Syarifuddin, op. cit., hlm. 224-225.
47
Sabar dibagi menjadi tiga macam, pertama, sabar dalam
ketaatan yakni, menahan kesusahan dan kesukaran dalam
mengerjakan amal ibadah, kedua, sabar dari kemaksiatan, yaitu
menahan diri dari mengerjakan kemaksiatan dan ketiga, yaitu sabar
dalam menghadapi ujian dan cobaan yaitu tabah tidak mengeluh, serta
tidak berputus asa atas musibah dan berbagai penderitaan yang
menimpanya.
Ketiga sabar ini tampak dalam terkandung dalam aktivitas
ibadah puasa. Puasa melatih tahan derita, kuat kemauan teguh dan
tahan uji.80
e. Puasa membangun kejujuran
Puasa akan bermakna sebagai sebuah ibadah manakala
melahirkan pencerahan perilaku. Banyak orang yang berpuasa,
hasilnya hanyalah lapar dan dahaga.
Logika yang terkandung dari pesan nabi itu ialah puasa yang
ditunaikan sekedar memenuhi rukun fisik dan biologis sama sekali
tidak memberikan garansi apapun, jika tanpa secara reflektif dibarengi
dengan pemaknaan rohaniah yang melahirkan perubahan kontruktif
dalam perilaku keseharian.
Puasa itu bukan sekedar menahan diri dari makan, minum,
dan pemenuhan hasrat biologis. Puasa dalam makna yang paling
hakiki adalah menahan diri dari gelora nafsu-nafsu buruk.
Dalam konteks yang lebih luas, proses perubahan dan
pencerahan perilaku individual si shaim (orang yang berpuasa) mesti
berbanding lurus dengan transformasi horizontal pada perubahan dan
pencerahan kehidupan sosial kolektif. Pada arah horisontal ini. Puasa
menjadi hampa makna jika tidak melahirkan kesalihan sosial.
80Ibid., hlm. 230.
48
Puasa pada salah satu dimensinya yang penting memang
mengajarkan makna kejujuran.puasa merupakan ibadah batin yang
paling massive, tidak sebagaimana ibadah-ibadah lainya dalam Islam.
Batas antara orang yang berpuasa sama yang tidak berpusa menjadi
sedemikian tipis, bahkan tidak mudah untuk dideteksi. Orang yang
berpuasa dapat dengan leluasa berkumur sambil menelan setetes air
segar kedalam kerongkongan tanpa diketahui sedikitpun oleh orang
lain. ‘Doping’ ringan seperti itu hanya di sadari dan diketahui oleh
orang yang bersangkutan, selain allah yang maha mengetahui dan diri
si shaim yang benar-benar mengetahui kejujuran atau kecurangan
dalam menjalankan ibadah puasa.
Pesan untuk memelihara roh kerjujuran sungguh menjadi
sangat bermakna secara subtansial dalam kehidupan keberagaman
untuk pencerahan kehidupan saat ini.
Pada saat ini, kesadaran untuk menumbuhkan roh kejujuran
sebagai dimensi reflektif dari ibadah puasa, kiranya perlu di
kembangkan sebagai bagian dari relegius kehidupan. Mula-mula pada
tataran individual. Kemudian diperluas kewilayah pemaknaan puasa
dan ibadah-ibadah lain untuk membangun mozaik kejujuran dalam
kehidupan yang lebih luas.81
f. Kesehatan emosional
Puasa erat kaitanya dengan kemampuan menahan diri (imsak).
Puasa merupakan wahana penempaan mental hingga seseoerang
mampu bertahan menghadapi ujian dan cobaan serta siap menghadapi
perjuangan pengorbanan yang lebih berat. Puasa melatih kedisiplinan
dalam mengendalikan diri. Mengendalikan diri ini luas cakupanya,
temasuk di dalamnya adalah mengendalikan dari sifat emosional.
81 Nur Ahmad dan Muhammad Ridwan, Puasa dan Kejujuran, (Jakarta: Kompas, 2000),
hlm. 57-59.
49
Aktivitas puasa sangat efektif dalam upaya melatih sikap
meredam marah. Orang yang berpuasa di tuntut untuk memelihara
emosinya. Emosi tidak boleh dibiarkan lepas kontrol. Puasa itu mulia,
kemuliaan puasa tidak boleh dirusak oleh perilaku tidak beradab.
Puasa jangan membiarkan emosi tidak terkontrol jangan-jangan
menjadikan nilai puasa lenyap.82
2. Pengaruh dari Dzikir atau Wirid
Puasa dalail al khairat, yang paling esensial dalam ibadah ini
adalah amalan-amalan wirid, do’a, dan dzikirnya.
Bagi orang yang menempuh jalan spiritual antara dzikir dan doa
selalu menyatudan tidak dapat terpisahkan . membuka komunikasi
dengan sang pencipta dan memelihara komunikasi itu. Berdo’a adalah
untuk mengorientasikan diri kepada Allah, asal dan tujuan hidup
manusia.83
Dzikir dalam Islam ditegaskan dalam al Qur’an :
…ئنطمأال بذكر اهللا تب28: الرعد . ( القلو ( “. . . . Ketahuilah, dengan berdzikir kehadirat Allah hati kalian
akan menjadi tenang.” (Q.S ar-Ra’d : 28).84 Maka dzikir merupakan salah satu metode kecerdasan spiritual
untuk mendidik hati menjadi tenang dan damai. Sudah banyak dibuktikan
bahwa dzikir berkorelasi positif dengan ketenangan jiwa kematangan dan
sinar kearifan yang memancar dalam hidup kita hari-hari. Tanpa disadari
bahwa manusia spiritual adalah buah produk kecerdasan spiritual yang
sukses hati manusia menjadi benar dan bercahaya, sehingga mewujudkan
dalam perilaku yang arif dan bijak dalam kehidupan sehari-hari.
82 Ibid., hlm. 227-228. 83 Sudirman Tebba, Orientasi Sufistik Cak Nur, (Jakarta: Paramadina, 2004), hlm. 42-43. 84 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 373.
50
Implikasi secara horisontal kecerdasan spiritual mendidik hati kita
kedalam budi pekerti yang baik dan moral yang beradab. Di tengah
tengah arus demoralisasi perilaku manusia akhir-akhir ini seperti sikap
destruktif dan masifikasi kekerasan kolektif, kecerdasan spiritual tidak
saja efektif untuk mengobati perilaku manusia yang destruktif seperti itu,
tetapi juga menjadi guidance manusia untuk menapaki hidup secara
sopan dan beradab.85
Amalan yang terkandung dalam puasa dalail al kairat yang sarat
dengan nilai-nilai spiritualnya, yang mana spiritualisme mampu
menghasilkan lima hal :
- Integritas dan kejujuran
- Energi dan semangat.
- Inspirasi atau ide dan inovatif
- Wisdom atau bijaksana
- Keberanian untuk mengambil resiko.86
Kesemua pengaruh baik yang ditimbukan dari puasa maupun
amalan wirid do’a dan dzikir dalam berpuasa dalail al khairat tersebut di
atas merupakan indikator dari kecerdasan emosi.
Oleh sebab itu dapat digarisbawahi bahwa puasa dalail al khairat
berhubungan positif bagi pelaku ibadah tersebut, dan dapat meningkatkan
kecerdasan emosional.
85 Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ Lebih
Penting daripada IQ Dan EQ, (Jakarta: PT. Paramadina Pustaka Utama, 2002), hlm. 28-29. 86 Ginanjar Ari Agustian, op. cit., hlm. 5.