Anatomi Uterus 1
-
Upload
joshua-steven -
Category
Documents
-
view
243 -
download
3
Transcript of Anatomi Uterus 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Uterus
4
Uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng kearah muka
belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,
lebar 5,25 cm dan tebal dinding 1,25 cm 2.
Universitas Sumatera Utara
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi. Uterus
terdiri dari fundus uteri, korpus dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian
proksimal dari uterus, disini kedua tuba falopii masuk ke uterus. Korpus uteri
adalah bagian uterus yang terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai
fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di
korpus uteri disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis
servisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat
pada serviks disebut kanalis servikalis.
Secara histologis uterus terdiri atas tiga lapisan 2
1) Endometrium atau selaput lendir yang melapisi bagian dalam
:
2) Miometrium, lapisan tebal otot polos
3) Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar.
Endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar-kelenjar dan jaringan
dengan banyak pembuluh darah yang berkelok.
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting
dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Dalam masa
haid endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam
masa proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik. Lapisan otot polos di
sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk longitudinal.
Diantara lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan
Universitas Sumatera Utara
ini paling penting pada persalinan karena sesudah plasenta lahir, kontraksi
kuat dan menjepit pembuluh darah. Uterus ini sebenarnya mengapung dalam
rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya
untuk terfiksasi dengan baik 2
2.2 Abortus
.
Abortus adalah ancaman akan keluarnya hasil konsepsi sebelum janin
mampu hidup di luar kandungan, atau menurut kriteria WHO yang
menyatakan berat janin atau embrio itu paling tidak telah mencapai 500 gram
atau kurang yang sesuai dengan usia kehamilan 20 minggu .
1,3,6,9,11
2.3 Abortus Berulang
Menurut Himpunan Fertilisasi Endokrin dan Fertilitas Indonesia
(HIFERI) mengatakan bahwa keguguran berulang paling tidak terjadi dua kali
atau lebih berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
14
Berdasarkan urutan kejadiannya, kejadian keguguran berulang dapat
dibagi :
1. Keguguran primer dimana terdapat kejadian keguguran sebanyak 2 kali
atau lebih secara berturut-turut.
Universitas Sumatera Utara
2. Kejadian keguguran sekunder yaitu keguguran sebanyak 2 kali
berturut-turut, setelah sebelumnya terdapat kehamilan yang
berlangsung dari usia kehamilan 20 minggu.
3. Keguguran tersier, terdapat keguguran sebelumnya yang diikuti dengan
kehamilan usia 20 minggu dan selanjutnya diikuti dengan kejadian
keguguran sebanyak 2 kali berturut-turut.
2.3.1 Klasifikasi abortus adalah 2
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa
disengaja
:
Abortus ini dibagai atas 5 kategori yaitu :
a. Abortus iminens yaitu perdarahan yang terjadi pada paruh
pertama kehamilan yang bisa mengacam ibu untuk
terjadinya keguguran.
b. Abortus insipien yaitu abortus yang tidak dapat
terhindarkan ditandai dengan pecahnya ketuban yang
nyata disertai pembukaan serviks.
c. Abortus inkomplit yaitu abortus yang terjadi dimana
kanalis servikalis membuka ,jadi tidak diperlukan untuk
dilakukan dilatasi serviks.
Universitas Sumatera Utara
d. Missed abortion yaitu retensi produk konsepsi sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang telah meninggal in utero selama ± 6
minggu. Pada kasus yang tipikal, kehamilan berlangsung normal,
dengan amenore, mual dan muntah, perubahan payudara dan
pertumbuhan uterus.
Abortus habitualis yaitu abortus spontan terjadi selama tiga kali
berturut-turut.
2. Abortus provokatus yaitu abortus yang disengaja yang terbagi atas
dua kategori yaitu :
a. Abortus provokatus medisinalis yaitu abortus yang
dilakukan atas indikasi medis
b. Abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang
dilakukan bukan atas indikasi medis
Gambar 2. Klasifikasi abortus dengan gambar
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Klasifikasi keguguran lain 14
Teknologi yang semakin canggih memungkinkan kita untuk mendeteksi
kehamilan dengan pemeriksaan hormon human chorionic gonadotropin (hCG)
dan ultrasonografi (USG) menyebabkan penentuan jenis keguguran menjadi
akurat berdasarkan usia kehamilan.
Tabel 1 . klasifikasi kejadian keguguran berdasarkan usia kehamilan. Hasil
temuan ultrasonografi dan evaluasi kadar hCG
Jenis keguguran
Usia kehamilan
Aktivitas DJJ USG Kadar beta hCG
Kegagalan/
preembrionik
< 6 Tidak pernah Kehamilan teridentifikasi
Rendah kemudian menurun
Kegagalan kehamilan dini/embrionik
6-8 Tidak pernah Kantung kehamilan yang kosong atau dengan struktur yang minimal tanpa aktifitas DJJ
Awalnya meningkat lalu menurun
Kegagalan kehamilan lanjut / late pregnancy loss
8-20 Hilang Tampak CRL dan tampak aktifitas DJJ sebelumnya
Meningkat, kemudian menetap atau menurun
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Kejadian keguguran berulang berdasarkan usia kehamilan dikaitkan
dengan kemungkinan penyebab dan investigasi
Jenis keguguran Kondisi yang mungkin berhubungan
Investigasi
Keguguran preembrionik dan embrionik
Kelainan kromosom
Kelainan hormon
Kelainan endometrium
Kelainan imunologis
Pemeriksaan kromosom
Pemeriksaan hormon
Pengambilan sampel
Endometrium
ACA dan LA Keguguran janin Antifosfolipid Syndrome
( APS)
Tromobofilia
ACA dan LA
Pemeriksaan hemostatis dan skrining trombofilia
Keguguran trimester kedua
Kelainan anatomi
Kelemahan servikc
Histeroskopi , USG
USG
2.4 Etiologi
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih
dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut
yaitu :
2,3,5,9,12,13,14
Universitas Sumatera Utara
1.4.1 Faktor Kromosom
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip
embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama yang
merupakan kelainan sitogenetik. Kelainan tertinggi kelainan sitogenetik
konsepsi terjadi awal kehamilan, kelainan sitogenetik embrio biasanya
berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis misalnya non
disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.
1.4.2 Kelainan Kongenital
Defek anatomi diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik,
seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden
kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada
perempuan dengan riwayat abortus ditemukan anomali uterus pada 27 %
pasien. Studi Oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan
malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan
sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 % mengalami persalinan
abnormal (premature, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena
kelainan anatomi uterus adalah septum uterus( 40-80%), kemudian uterus
bikornu atau uterus didelphi atau unikornu (10-30%). Mioma uteri bisa
menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang . Risiko kejadiannya
antara 10-30% pada perempuan usia reproduksi.
19
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Inkompeten Servik
Servik inkompeten adalah ketidakmampuan servik untuk
mempertahankan kehamilan sampai dengan aterm. Insiden ini terjadi
bervariasi pada semua wanita hamil, berkisar 8% s/d 15 %. Insiden ini
diperkuat dari riwayat sudah pernah mengalami abortus sebelumnya.
2.4.4 Autoimun
Penyebab imunologis abortus berulang kurang dipahami, jika secara
luas banyak antibodi ditemukan positif. Hubungan antara berbagai antibodi
ini masih menjadi persoalan. Lebih banyak kejadian berulang abortus
semakin tinggi kadar antibodi yang terdeteksi. Sekiranya ini adalah penyebab
atau akibat susah ditentukan, tetapi terdapat hubungan antara regimen
pengobatan yang menyebabkan pemeriksaan antibodi ini penting
25
5
Satu tipe yang harus diperiksa adalah antifosfolipd syndrome (APS)
yang terkait pada 15 % abortus berulang
.
9. Fosfolipid berperan dalam
membran sel dan berbagai fungsi seluler seperti sintesis prostasiklin dan
aktivitas protein C. Antibodi antifosfolip terkait dengan banyak penyakit
termasuk kelainan vaskuler endotel dan abortus dini. Secara klasik antibodi
ini terkait dengan kematian intrauterine, solusio, IUGR dan Preeklamsi.
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis awal terkait pada abnormalitas pada koagulasi, yang
dikenali sebagai antikoagulan ‘lupus’. Diagnosis ditegakkan dengan
menggunakan pemeriksaan koagulasi fosfolipid dependen, misalnya caolin
clotting time ,plasma clotting time, APTT. Masalah utama pada pemeriksaan
ini adalah kecilnya standarisasi antara pusat dan presentase rasio positif yang
berbeda-beda. Satu faktor lain adalah kadar antibodi yang berubah dengan
kehamilan. Beberapa wanita yang negative antibodinya sebelum hamil bisa
mempunyai level antibodi yang abnormal pada kehamilan, dan harus
diperiksa ulang pada trimester pertama. Abnormalitas dari respon imun
merupakan salah satu penyebab abortus. Sejauh ini, belum ada teori yang
terbukti diterima. Abnormalitas imun berperan dalam abortus berulang yang
menyebabkan dilakukannya suatu pemeriksaan yang bersifat mahal dan
berbahaya tanpa hasil yang bermanfaat secara umum.
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun, misalnya pada sistemik lupus eritematosus (SLE) dan
antiphospolipid antibodi (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Sebagian kematian janin
dihubungkan dengan adanya aPA2
The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan
klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi
.
19
Universitas Sumatera Utara
a. Trombosis vascular
- Satu atau lebih episode thrombosis arteri, vena atau kapiler
yang dibuktikan dengan gambaran, pencitraan, atau
histopatologi.
- Pada histopatologi, trombosis tanpa disertai gambaran
inflamasi.
b. Komplikasi kehamilan
- Tiga atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hormonal.
- Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi
secara sonografi normal
- Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin
normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau
isufisiensi plasenta yang berat.
c. Antibodi fosfolipid /antikoagulan
- Pemanjangan skrining koagulasi fosfolipid (aPTT, PT, dan
CT)
9
- Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang
dengan penambahan plasma platelet yang normal.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Infeksi
Teori peran infeksi mikroba terhadap kejadian abortus diduga sejak
1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian
abortus pada perempuan yang ternyata terpapar bruselosis.
4,9,10,24
Jenis-jenis bakteri :
• Listeria monositogenes
• Klamidia trakomatis
• Ureaplasma urealitikum
• Mikoplasma hominis
• Bacterial vaginosis
Jenis virus :
• Sitomegalovirus
• Rubella
• Herpes simples virus (HSV)
• Human immunodeficiency virus (HIV)
• Parpovirus
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis parasit
• Toksoplasmosis gondii
• Plasmodium palsiparum
d. Faktor lingkungan
Diperirakan 1-10 % malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia atau radiasi dan umunya berakhir dengan abortus
2.4.6. Kelainan Endokrin
Disfungsi endokrin dalam beberapa jalur hormon terkait dengan
abortus berulang. Tidak ada peningkatan resiko abortus pada wanita dengan
DM yang terkontrol, tetapi nilai HbA1C terkait kepada kadar glikogen pada
awal kehamilan yang berhubungan dengan abortus spontan dan kematian
janin dalam kehamilan. Penyakit tiroid tidak terkontrol juga berhubungan
dengan kegagalan reproduksi, walaupun infertilitas merupakan masalah
utama, beberapa penyelidikan telah melaporkan hubungan antara antibodi
tiroid dan abortus berulang. Jika dilakukan pemeriksaan antibodi tiroid
sebelum terjadinya abortus ditemukan positif, namun jika sudah terjadi
abortus, dan diperiksa antibodi tiroid ditemukan hasil yang negatif.
4,6,7,8 19
Universitas Sumatera Utara
2.4.7 Defek Fase Luteal
Sekresi progesteron menyebabkan perubahan endometrium yang
penting untuk implantasi dan melanjutkan kehamilan. Pada fase luteal siklus
menstruasi, progesteron dihasilkan dari korpus luteum. Jika terjadi
kehamilan, korpus luteum menghasilkan progesteron sehingga trofoblas bisa
menghasilkan progesteron sendiri (setelah 5 minggu kehamilan).
Penyelidikan awal membuat hipotesa bahwa defek fase luteal dapat
menyebabkan isufisiensi sintesis progesteron dan abortus berulang. Defek
fase luteal terjadi karena kurangnya perkembangan dari folikel dan sekresi
estrogen abnormal, yang membuat sekresi abnormal dari luteinizing hormone
(LH) dan hiperandrogen.
6
Diagnosis defek fase luteal ditegakkan dengan penemuan dari biopsi
endometrium yang dilakukan setelah dihitung 2 hari dari tanggal ovulasi dari
siklus menstruasi. Kadar progesteron bisa digunakan sebagai kriteria
diagnosis untuk defek fase luteal. Walaupun bukti klinis yang mendukung
defek fase luteal sebagai kondisi patologis belum ditemukan, agen
progestasional sering di berikan kepada wanita dengan riwayat abortus untuk
mengurangi keguguran pada trimester pertama. Pemberian suplemen
progesteron mempertahankan kehamilan sampai aterm.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 Faktor Lingkungan
Sebenarnya hanya dua etilogi yang dikenal sebagai penyebab
terjadinya abortus yaitu malformasi uterus dan kelainan kromosom dari orang
tua. Namun ada juga dari beberapa studi yang masih meneliti faktor risiko
atau etiologi penyebab abortus yang lain.
19,29,28
2.4.8.1 Kafein
kafein adalah satu substansial yang terkandung didalam makanan
sehari-hari, terutama dalam kopi, dengan konsentrasi rata-rata sebanyak 107
mg/cangkir, tapi terdapat dalam konsentrasi yang rendah dalam teh, minuman
bersoda, coklat dan obat-obatan.
Kafein mudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal dan didistribusi ke
semua jaringan organisme dan juga dapat melewati sawar darah plasenta.
Waktu paruh plasma pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 2.5-4.5
jam. Namun pada ibu hamil waktu paruh meningkat sampai 10.5 jam. Pada
bayi baru lahir sekitar 32-140 jam. Konsumsi tembakau dapat menurunkan
waktu paruh plasma kafein, namun dapat meningkatkan waktu paruh plasma
dari kafein sebanyak 20 % jika konsumsi merokok dihentikan. Konsumsi kopi
selama kehamilan pada beberapa studi berkaitan dengan terjadinya abortus.
Srisuphan dan Bracken menjumpai adanya resiko abortus lebih tinggi pada
ibu yang mengkonsumsi kafein dari kopi dibandingkan dari teh atau coklat.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, Mills dkk tidak menjumpai adanya kaitan yang
menyebabkan terjadinya abortus.
Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan hubungan antara kafein
dengan abortus. Kita tahu bahwa kafein meningkatkan siklus 3,5-adenosine
monophospat (AMP cyclic), mengganggu perkembangan fetus dan hormon
pada ibu dan janin. Kafein uga secara struktural mirip dengan adenin dan
guanin. Jadi bisa secara langsung berinteraksi dengan asam nukleat,
menyebabkan abrasi kromosom. Mekanisme penting lain bisa meningkatkan
katekolamin yang bisa menyebabkan vasokontriksi dan menurunkan sirkulasi
uteroplasenta, menyebabkan fetal hipoksia. Telah didemonstrasikan bahwa
dosis kafein 200 mg dapat menurunkan aliran darah ke uteroplasenta.
7
2.4.8.2 Tembakau
Beberapa studi menunjukkan kaitan antara kejadian abortus dengan
konsumsi tembakau dan sudah dibuktikan dari beberapa studi. Beberapa
komponen dari tembakau menunjukkan adanya racun yang bisa menyebab
kejadian abortus, yang paling penting nikotin. Hal ini dapat menyebabkan
vaskulitis sekunder menjadi vaskulitis spasme,menyebkan kelainan plasenta
Tapi tidak satupun mekanisme aksi yang terbukti. Kaitan yang mungkin
antara tembakau dapat menghasilkan kelainan trisomi, dari hipotesa belum di
demonstrasikan.
29
7
Universitas Sumatera Utara
2.4.8.3 Alkohol
Sudah kita ketahui bahwa alkohol bisa menyebabkan beberapa efek
pada perkembangan fetus. Hal ini dapat menyebabkan sindrom alkohol fetus
yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh Jones dkk. Tidak ada dosis yang
aman pada ibu hamil dalam mengkonsumsi alkohol. Abel dkk, mengatakan
alkohol dengan kadar dalam darah lebih dari 200 mg/ml dapat secara
langsung menyebabkan abortus.
Namun demikian kaitan antara konsumsi alkohol yang sedang dan
kaitannya dengan abortus spontan belum jelas. Dari beberapa studi yang
ditunjukkan Harlap dan Shiono bahwa resiko terjadi pada wanita yang
mengkonsumsi alkohol. Alkohol dapat melewati sawar plasenta janin,
mencapai level yang sama pada ibu. Mungkin, dapat menyebabkan
keracunan secara langsung, tapi satu dari produk metabolisme asetaldehid
dapat mejadi teratogen yang terakumulasi pada janin.
2.4.8.3 Narkotika
Tingkat konsumsi yang tinggi dari narkotika pada masyarakat memicu
beberapa studi untuk mencari penyebab efek samping terhadap ibu hamil.
Kokain adalah substansi yang berasal dari tanaman yang dijumpai di daerah
Amerika Selatan disebut Erytroxylon coca.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa studi menunjukkan kemungkinan resiko efek samping
dengan mengkonsumsi kokain selama kehamilan. Kokain memblok reuptake
dari katekolamin pada syaraf pusat, edapat meningkatkan konsentrasi efektor
terminal di dalam aliran darah. Jadi hal ini dapat menyebabkan vasokontriksi
plasenta, dan menurunkan aliran darah uterus, dan jika level norepinefrin
meningkat dapat meningkatkan kontraksi uterus. Pada binatang terjadi
penurunan oksigen pada janin, dan menyebabkan fetal takikardi setelah
mengkosumsi kokain telah didemonstrasikan.
Mengenai obat-obatan lain, faktor resiko yang berkaitan dengan
konsumsi marijuana belum pernah didemonstrasikan. Konsumsi heroin telah
menunjukkan pertumbuhan janin yang terganggu dan kematian janin dalam
kandungan.
2.4.9 Paritas
7
Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu usia kehamilan, dan
sekurangnya separuh disebabkan oleh kelainan kromosom. Resiko terjadinya
abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah paritas,
sama atau seiring dengan usia maternal dan paternal (Warburton and Fraser,
1964
menurut Elias senbeto juga melalukan penelitain pada jumlah paritas
yang > 2(1-3) pada 567 pasien dijumpai sekitar 48,4% mengalami abortus
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pada kelompok paritas 4-6 pada 413 pasien dijumpai kejadian
abortus sekitar 33,7%.
2.4.10 Trauma
Trauma pada ibu hamil merupakan kondisi emergensi yang menjadi
tantangan bagi setiap dokter. Perubahan fisik selama kehamilan menjadi
topeng terhadap gejala dan menimbulkan misinterpretasi. Keterlambatan
dalam mendiagnosa dan menerapi menyebabkan komplikasi dan kematian
bayi. Pada penelitian oleh Aditya Noor tentang hubungan riwayat trauma
terhadap kejadian abortus mengatakan resiko trauma berkorelasi dengan
abortus yaitu dijumpainya berkisar 49% lebih sering terjadi pada kecelakaan
kendaraan bermotor. Trauma maternal penyebab non obstetrik utama yang
meningkatkan proporsi kematian antara ibu dan janin
15,16,17,26
(15)
Cunningham mengatakan bahwa wanita hamil selamat dari abortus
berkisar 10-20 %. Dari study California 4,8 juta kehamilan oleh El Kady
(2004,2005) hampir 1 dalam 350 wanita dirawat karena kecelakaan. Audit dari
Parkland hospital, Hawkins dan rekan mengungkapkan kecelakan kedaraan
bermotor terjadi sekitar 85%.
.
Universitas Sumatera Utara
2.4.11 Usia
Usia mempengaruhi angka kejadian abortus yaitu pada usia di bawah
20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu reproduksi sehat adalah 20-30
tahun dan keguguran dapat terjadi pada usia muda, karena pada usia muda/
remaja, alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil.
1,2,18,20,24
Menurut Cunningham 2005 frekuensi abortus bertambah dari 12 %
pada wanita 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita diatas usia 40 tahun.
Penyebab keguguran yang lain adalah kelainan sitogenetik. Kelainan
sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh
kejadian sporadik, misalnya nondijunction meiosis atau poliploidi dari fertilisasi
abnormal.
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester
pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16 % kejadian
abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma
sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction
meiosis selama gametogensis. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia.
Universitas Sumatera Utara
2.4.12 Pendidikan
Umumnya ibu yang mengalami abortus terjadi pada pendidikan yang
rendah dibandingkan pendidikan yang tinggi. Menurut Prawirohardjo (2008),
bahwa kejadian abortus pada wanita terjadi pada pendidikan yang lebih
rendah. Menurut Elias Senbeto (2005) juga menyatakan bahwa pendidikan
yang lebih rendah lebih sering mengalami abortus yaitu tingkat 1-6, tingkat 7-
12 dan tingkat diatas 12, pada penelitian itu disebut bahwa tingkat 7-12 lebih
banyak terjadi abortus dibanding pada tingkat 1-6. Menurut penelitian
Saifuddin (2002) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah
tingkat kejadian abortus. Secara teoritis diharapkan wanita yang
berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan
keluarganya .
2,20,21,22
2.4.13 Pekerjaan
Kaitan antara pekerjaan dengan angka kejadian abortus berkaitan satu
dengan yang lain. Hal ini disebabkan wanita dengan pekerjaan dengan
pendapatan rendah berkaitan dengan tingkat abotus yang tinggi, dikarenakan
pengawasan selama kehamilan yang rendah karena terkendala biaya
perobatan. Tingkat sosioekonomi yang rendah berkaitan dengan tingkat stress
yang tinggi .
30
Universitas Sumatera Utara
Dua puluh tujuh persen kejadian abortus terjadi pada pasien di bawah
garis kemiskinan (Rachel McNair et al). Ketidakmampuan wanita dari sudut
ekonomi sebagai pemicu terjadi abortus kriminalis atau legal abortion. Hal ini
juga dikaitkan dengan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang
berujung pada terjadinya perceraian. Di Altanta Hospital dikatakan bahwa
banyaknya wanita yang mengalami abortus dikaitkan dengan masalah
finansial.
2.4.14 Riwayat Induksi Abortus
Masih ada kontroversi terhadap resiko terjadinya abortus setelah
riwayat induksi abortus sebelumnya. Levin dkk mengatakan resiko mencapai
2,3-3,3 kali lebih tinggi pada wanita dengan riwayat abortus dua kali dan 8,1
lebih tinggi lebih tinggi pada wanita dengan riwayat abortus tiga kali atau
lebih. Rivard dan Gauthier mengatakan odds ratio 1,41 pada penderita
abortus dengan riwayat induksi abortus, 4,43 setelah 2 kasus dan 1,35
setelah tiga kasus. Walau bagaimanapun, Hogue dkk tidak menemukan risiko
tinggi keguguran yang terkait abortus
20
2.4.15 Kehamilan Yang Tidak Diinginkan
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan masalah utama
bagi tiap pasangan. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan
23,29
Universitas Sumatera Utara
merupakan hal yang penting pada dibagian departemen kesehatan. Wanita
yang tidak mengingikan kehamilan berkaitan dari perilaku ibu yaitu ante natal
care yang inadekuat, merokok, peminum, kurang asupan gizi ibu dan
kesehatan mental ibu yang berpengaruh terhadap janin.
Efek dari kehamilan yang tidak diinginkan pada usia anah sekolah
berujung pada keluarnya anak tersebut dari sekolahnya. Keluarnya mereka
dari sekolah berdampak pada gangguan psikis dan dampak sosial
lingkungannya. Perempuan yang keluar sekolah cenderung merupakan
golongan pengangguran dikarenakan tingkat sumber daya manusia yang
rendah dan pendapatan yang rendah .
Presentase kehamilan yang tidak diiniginkan meningkat sedikit antara
tahun 2001 (48 %) tahun 2006 (49%). Presentase kehamilan yang tidak
diinginkan secara umum menurun dengan usia yaitu lebih dari 4 dari 5
kehamilan yang tidak diinginkan berada pada usia 19 tahun atau kurang .
Wanita dengan pendidikan dan pendapatan yang rendah memiliki
tingkat kehamilan yang tidak diinginkan lebih tinggi. Kehamilan yang tidak
diinginkan ini lebih tinggi pada ras kulit hitam. Tingkat kehamilan yang tidak
diinginkan itu meningkat pada status pernikahan yang tidak jelas, dan juga
Universitas Sumatera Utara
ada hubungan dengan faktor religi, dimana wanita yang tidak memiliki agama
juga menyebabkan terjadinya peningkatan kehamilan yang tidak diinginkan.
2.5 Penatalaksanaan Abortus
Panduan RCOG atas penatalaksanaan abortus meliputi tindakan
bedah, pengobatan dan manajemen ekspektatif. Pasien harus diberikan
pilihan dengan memberikan penjelasan lebih awal. Unit penanganan ibu
hamil trimester pertama secara esensial yaitu manajemen ekspektatif dan
pengobatan terhadap abortus.
5,9, 28
1. Tindakan pembedahan
Evakuasi tindakan pembedahan uterus masih merupakan pilihan
pertama jika terjadi perdarahan yang masif atau tanda-tanda vital yang tidak
stabil atau adanya jaringan yang terinfeksi di dalam rongga uterus. Namun
tindakan bedah sering menyebabkan komplikasi, perdarahan, perforasi uterus,
robekan servik, trauma intra abdominal, adhesi intrauterine dan juga
komplikasi dari anastesi. Panduan RCOG mengemukakan pada tindakan
evakuasi bedah harus menggunakan suction kuret, dimana tindakan ini
lebih aman dan mudah dibandingkan dengan menggunakan alat kuret yang
tajam. Pada semua kasus yang memerlukan tindakan pembedahan
diperlukan tindakan ripening pada servik.
Universitas Sumatera Utara
2. Manajemen pengobatan.
Keuntungan dari manajemen pengobatan adalah untuk
menghindari risiko dari tindakan pembedahan dan anastesi. Namun,
pasien bisa merasakan nyeri abdomen karena perdarahan yang
hebat. Berbagai cara metode medis telah diterangkan dengan
menggunakan prostaglandin analog (misoprostol) dengan
antiprogesteron lini pertama. Penting untuk pasien mempunyai akses
24 jam ke instalasi gawat darurat untuk mendapatkan rawat inap,
karena 1/3 dari pasien akan mengalami perdarahan ataupun abortus
pada fase primer tetap mengalami abortus walaupun sudah di obati
dengan anti-progesteron. Mifepriston dapat menyebakan nyeri
abdomen ,mual,muntah dan diare. Penting untuk memberitahu pasien
tentang efek samping dari obat ini.
3. Manejemen ekspektatif
Walapun manajemen ekspektatif dapat menghindari risiko
berkaitan dengan tindakan bedah dan anastesi, ia dapat memakan
waktu beberapa minggu sebelum terjadi abortus komplit. Pasien harus
diberi inform konsen yang paripurna jika tidak pasien akan meminta
dilakukan tindakan pembedahan selama periode observasi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Evakuasi konsepsi dengan sendok kuret
Gambar 4. Kuretase dengan 2 cara ,suction kuret dan sendok kuret
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Teori
FAKFAFA
FAKTOR MATERNAL
1. Faktor kromosom 2. Kelainan congenital 3. Autoimun 4. Serviks inkompeten 5. Infeksi 6. Kelainan endokrin 7. Defek fase luteal 8. Faktor lingkungan 9. Trauma 10. Usia 11. Pendidikan 12. Paritas 13. Kehamilan yang tidak diinginkan 14. Pekerjaan
Faktor fetal
1. Kelainan genetic 2. Kelainan perkembangan zigot
ABORTUS
Universitas Sumatera Utara