ARAHAN ZONASI KAWASAN JEMBATAN RUMPIANG DI …
Transcript of ARAHAN ZONASI KAWASAN JEMBATAN RUMPIANG DI …
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 13
ARAHAN ZONASI KAWASAN JEMBATAN RUMPIANG DI KABUPATEN BARITO KUALA
Nidya Octanazizah1, Jenny Ernawati
2, Agus Dwi Wicaksono
3
1. Mahasiswa PPS Perencanaan Wilayah dan Kota, Teknik Sipil, FT UB
email:[email protected]
2. Staf Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur, FT UB Malang
3. Staf Pengajar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, FT UB Malang
Abstrak
Arahan zonasi Kawasan Jembatan Rumpiang berawal dari keinginan dan motivasi yang besar untuk
memberikan ide atau pemikiran bagi cepatnya pertumbuhan dan perkembangan wilayah. Pengembangan potensi
wilayah harus mempertimbangkan terpenuhinya kebutuhan sosial yang selaras dengan keinginan serta harapan
masyarakat, maka dari itu penelitian ini didasarkan atas preferensi masyarakat dalam memilih alternatif fungsi
primer kawasan yang akan dikembangkan pada Kawasan Jembatan Rumpiang menggunakan skala pengukuran
likert yang kemudian para ahli terkait akan memilih kembali beberapa fungsi sekunder yang menjadi prioritas dan
disatukan sehingga membentuk sistem fungsional kawasan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya
dengan menggunakan metode Analisis Hirarki Proses (AHP). Setelah itu, dilakukan overlay beberapa variabel
terkait dengan fungsi sekunder terpilih dengan menggunakan metode VAC (Visual Absortion Capability) untuk
menghasilkan kelas lahan kemampuan lahan untuk dilakukan pengembangan kawasan. Selain itu dilakukan pula
analisis tapak kawasan, dimana hasil metode VAC dan tapak dapat menghasilkan arahan zonasi kawasan termasuk
fasilitas pendukung dan kegiatan yang dikembangkan pada kawasan tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa
masyarakat mendukung dikembangkannya Kawasan Jembatan Rumpiang dengan fungsi kawasan sebagai zona
wisata pertanian, wisata budaya, arena bermain, usaha sarana tempat pertemuan, taman kota dan hutan kota. Selain
itu, didukung dengan arahan pengembangan zona sungai dan kawasan konservasi atau hutan yang dilindungi pada
kelas lahan konservasi. Pada masing- masing zona tersebut diarahkan pula fasilitas pendukung dan kegiatan
masyarakat, terutama pengunjung yang mendatangi kawasan tersebut. Arahan zonasi pada Kawasan jembatan
Rumpiang ini diharapkan dapat menguntungkan semua pihak, mensejahterakan masyarakat pada kawasan,
memberikan hiburan pada pengunjung dan meningkatkan pendapatan daerah Kab. Barito Kuala.
Kata-kata kunci : Arahan, Zonasi, Kawasan.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan adalah proses peningkatan nilai tambah dari sumber daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan. Pembangunan erat kaitannya dengan perekonomian wilayah tersebut,
di mana Struktur perekonomian suatu wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan suatu wilayah
dengan wilayah lainnya. Potensi yang dimiliki masing-masing wilayah tersebut adalah suatu modal untuk
tumbuh berkembang.
Kabupaten Barito Kuala di Kalimantan Selatan memiliki suatu objek yang menjadi daya tarik
masyarakat untuk mengunjunginya. Objek tersebut adalah Jembatan Rumpiang yang memiliki panjang
753 (tujuh ratus lima puluh tiga) meter dengan bentang utama sepanjang 200 (dua ratus) meter dan
memiliki lebar sekitar 9 (sembilan) meter dan konstruksi pelengkung rangka baja. Akan tetapi, sejauh ini
belum ada penataan kawasan serta pembangunan fasilitas untuk mendukung pelaksanaan kegiatan-
kegiatan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana preferensi masyarakat terhadap Kawasan Jembatan Rumpiang.
2. Bagaimana arahan sistem fungsional Kawasan Jembatan Rumpiang.
3. Bagaimana arahan zonasi Kawasan Jembatan Rumpiang.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 14
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan :
1. Mengetahui preferensi masyarakat terhadap Kawasan Jembatan Rumpiang sebagai titik tolak untuk
membuat arahan zonasi Kawasan Jembatan Rumpiang di Kabupaten Barito Kuala.
2. Teridentifikasinya preferensi masyarakat terhadap Kawasan Jembatan Rumpiang,
3. Tersusunnya arahan sistem fungsional Kawasan Jembatan Rumpiang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan agar dapat dijadikan acuan dari penelitian adalah:
1. Bagi mahasiswa yaitu memperluas wawasan keilmuan mahasiswa dalam pengembangan kawasan
tertentu dan sebagai bahan pendukung dan perbandingan bagi penelitian dengan topik yang hampir
sama maupun penelitian lain yang selaras
2. Bagi pemerintah yaitu memberikan masukan dan arahan bagi Pemerintah Daerah dalam perwujudan
pengembangan Kawasan Jembatan Rumpiang di masa yang akan datang dan dalam jangka panjang
akan meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan daerah
3. Bagi masyarakat yaitu melibatkan langsung masyarakat sehingga arahan pengembangan sesuai dengan
harapan dan keinginan masyarakat dan dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di sekitar
Kawasan Jembatan Rumpiang.
1.5 Batasan Masalah
1. Lokasi penelitian ini dilakukan pada Kawasan Jembatan Rumpiang yaitu Desa Bagus dan Desa
Bantuil yang masuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Marabahan Kabupaten Barito Kuala
(Kal-Sel).
2. Melakukan pengumpulan data baik secara survey primer maupun sekunder
3. Melakukan identifikasi preferensi masyarakat terhadap Kawasan Jembatan Rumpiang melalui
pembagian kuisioner kepada masyarakat, di mana masyarakat yang dimaksud Terbagi atas Masyarakat
di Kawasan Jembatan Rumpiang dan Pengunjung Kawasan Jembatan Rumpiang. Kemudian kuisioner
tersebut diukur dengan menggunakan skala likert dan akan dihasilkan pilihan fungsi kawasan yang
diinginkan oleh masyarakat.
4. Menganilisis pilihan fungsi kawasan yang diinginkan masyarakat dengan Analisis Hirarki Proses
(AHP) untuk menghasilkan arahan sistem fungsional kawasan sebagai dasar membuat arahan zonasi
Kawasan, artinya adalah arahan fungsi Kawasan Jembatan Rumpiang berdasarkan tanggung jawab dan
tugas tertentu yang ditetapkan berdasarkan hasil analisa.
5. Membuat arahan zonasi kawasan Pada Kawasan Jembatan Rumpiang hasil dari analisis VAC dan
analisis tapak, di mana arahan zonasi kawasan tersebut dibatasi pada jenis-jenis prasarana-sarana atau
fasilitas penunjang Kawasan Jembatan Rumpiang serta kegiatan yang dapat dilakukan pada zona
tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kawasan
Berdasarkan kamus tata ruang Dirjen Cipta Karya Departemen PU, kawasan merupakan wilayah
dengan fungsi utama lindung atau budidaya [UPR 92]; ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta
memiliki ciri tertentu/ spesifik/ khusus. Fungsi utama kawasan adalah lindung dan budidaya, di mana
kawasan budidaya antara lain meliputi: kawasan peruntukan pariwisata, perdagangan dan jasa,
perumahan, pelabuhan laut/sungai dan ruang terbuka hijau (RTH).
2.2 Perancangan Kawasan Kota
Ruang lingkup perancangan kota adalah mulai dari eksterior bangunan pribadi (individual building)
sampai ke ruang terbuka kota (Shirvani, 1985 dalam Wikantiyoso, 2002). Secara substansial, perancangan
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 15
kota akan mencakup aspek-aspek fisik penataan ruang maupun aspek non-fisik yang melatar
belakanginya. Ada delapan elemen dalam perancangan kota yakni; tata guna lahan, massa dan bentuk
bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalur pejalan kaki, aktifitas penunjang, tanda-tanda dan
preservasi.
2.3 Waterfront/ Kawasan Muka Air/ Tepian Air
Waterfront adalah suatu lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air, terutama merupakan
bagian kota yang menghadap ke laut, sungai, danau atau sejenisnya (Hendropranoto dan Ichsan, 1993
dalam Tjahja, 2000). Prinsip alamiah yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam area waterfront
adalah masalah iklim, arah angin, arah arus sungai, tingkah laku air, perbedaan pasang surut, peil banjir,
banjir tahunan, penggenangan, topografi, geografi, fisiografi, hidrologi, struktur tanah, vegetasi, lansekap,
sosio teknik dan lain-lain. Elemen-elemen waterfront yang akan menjadi fasilitas yang memberikan
nuansa ciri kegiatan yang memanfaatkan air sebagai kola, vegetasi, tugu/schulture, jembatan, retail,
parkir, street furniture, pedestrian, open space, plaza, dermaga, shelter, lampu dan tower informasi.
2.4 Kawasan Fungsional
Kawasan Fungsional disebut pula dengan kawasan khusus (Imazu, 2008). Yang dimaksud dengan
kawasan khusus yaitu suatu lingkungan kota yang memiliki suatu aktifitas fungsional perkotaan tertentu
dengan karakteristik dan tampilan yang khusus. Pada lingkungan khusus ini yang perlu dijaga
kelestariannya, dipertahankan dan dikembangkan adalah karakteristik serta aktifitas fungsionalnya.
Contoh wilayah dengan sistem fungsional kawasan yang konsisten dan dikelola secara sangat baik adalah
Venisia (Italia) dan Sydney (Australia).
2.5 Preferensi
Berdasarkan Wikipedia Indonesia, Preferensi adalah hak untuk didahulukan dan diutamakan
daripada yang lain atau prioritas pilihan dan kecenderungan yang disukai. Sudibyo (2002) menyatakan
bahwa preferensi konsumen merupakan nilai-nilai yang dianut konsumen dalam menghadapi berbagai
bentuk konflik dalam lingkungannya. Konflik ini tidak harus dalam bentuk fisik, namun pengertian
konflik yang dimaksudkan konflik dalam arti perbedaan antara harapan dengan realisasi yang dirasakan
dari permasalahan yang dihadapi.
2.6 Zoning
Menurut Zubir (2007) Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
lingkungan yang spesifik. Zoning adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan
fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Sedangkan zoning
regulation dapat didefinisikan sebagai ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi
zona-zona dasar, peraturan penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan
pembangunan.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Instrumen dan Variabel Penelitian
Instrumen penelitian ini menggunakan Skala Likert berupa kuisioner untuk mengukur sikap,
pendapat, dan preferensi seseorang yang telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti dalam variabel
penelitian. Variabel tersebut meliputi:
Faktor internal dan eksternal kawasan peruntukan pariwisata, perdagangan dan jasa, perumahan,
pelabuhan, RTH dan waterfront
Alternatif pilihan fungsi sekunder masing-masing kawasan
Fisik dasar, tata guna lahan, penduduk dan budaya, prasarana/utilitas dan aksesibilitas/transportasi.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 16
3.2 Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Survey Primer Survey primer dilakukan dengan cara mencari data di lapangan, baik data fisik maupun data
nonfisik meliputi:
a. Observasi Lapangan
Cara ini dilakukan untuk memperoleh gambaran aktual pada wilayah studi berupa informasi dan data
primer yang berkaitan dengan karakteristik. Informasi yang terkumpul berupa catatan dan
dokumentasi yang akan ditabulasi pada tahap analisis dalam penelitian.
b. Kuisioner
Kuisioner dibuat untuk mencari informasi yang tidak didapatkan secara survey sekunder. Penyebaran
kuisioner dilakukan secara langsung ke masyarakat di Kawasan Jembatan Rumpiang (Masyarakat di
Desa Bagus dan Desa Bantuil) dan pengunjung yang datang ke Kawasan Jembatan Rumpiang.
Pengambilan data ini tidak tergantung waktu, hari aktif atau hari libur, maupun di saat pagi, siang,
sore atau malam hari.
Dari hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin, sampel yang akan dibagikan kepada masyarakat
sekitar Kawasan Jembatan Rumpiang adalah sebanyak 97 sampel. Sedangkan dari hasil perhitungan
menggunakan Sample Linear Time Function, besarnya sampel pengunjung yang diestimasi pada
Kawasan Jembatan Rumpiang adalah sebanyak 84 orang.
3.2.2 Survey Sekunder Survey sekunder dalam penelitian ini meliputi :
a. Pencarian data-data pada dinas terkait dalam penelitian yaitu : Bappeda Kabupaten Barito Kuala,
Dinas Pekerjaan Umum Bidang Tata Ruang Kabupaten Barito Kuala, Kantor Kecamatan dan Desa
terkait serta instansi terkait lainnya yang kemudian dilakukan tabulasi data untuk metode analisa.
b. Studi literatur untuk menelaah, menguatkan dan menunjang isi laporan terutama dalam tinjauan
pustaka dan metode analisa yang digunakan. Literatur yang digunakan dalam proses ini adalah studi-
studi dan kepustakaan yang memiliki relevansi dengan judul penelitian.
c. Laporan hasil penelitian dan makalah yang berkaitan dengan studi.
d. Situs internet yang berkaitan dengan studi.
4. PEMBAHASAN UMUM
4.1 Pengukuran Skala Likert
Untuk mengetahui preferensi masyarakat (masyarakat setempat dan pengunjung) terhadap
Kawasan Jembatan Rumpiang, dilakukan pengukuran dengan menggunakan skala likert. Pertanyaan pada
skala likert ini memberikan 6 (enam) macam alternatif pilihan kawasan yang dipilih oleh masyarakat
tersebut untuk dikembangkan pada Kawasan Jembatan Rumpiang, di mana hasil dari pengukuran ini akan
menghasilkan beberapa variabel yang di setujui masyarakat untuk dikembangkan sebagai alternatif
pilihan fungsi kawasan (Fungsi Primer) dan dianalisis menggunakan analisis selanjutnya. 6 (enam)
alternatif tersebut adalah kawasan pariwisata, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perumahan,
kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), kawasan pelabuhan dan kawasan muka air/ waterfront.
Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan Skala Likert dalam penelitian, preferensi atau
pilihan masyarakat terhadap fungsi primer yang akan dikembangkan pada Kawasan Jembatan Rumpiang
adalah Kawasan Pariwisata, Kawasan Perdagangan dan Jasa serta Kawasan Ruang Terbuka
Hijau.
4.2 Analisa Hirarki Proses (AHP)
Setelah didapatkan beberapa fungsi primer berdasarkan pilihan masyarakat pada skala likert, maka
akan dipilih fungsi sekunder dari fungsi primer kawasan tersebut oleh ahli yang berkompeten di
bidangnya dengan menggunakan Analisa Hirarki Proses (AHP) sehingga beberapa fungsi sekunder
tersebut akan membentuk sistem fungsional kawasan yang saling berkaitan antara fungsi satu dengan
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 17
fungsi lainnya. Fungsi sekunder dari fungsi pariwisata adalah wisata budaya, wisata kesehatan, wisata
olahraga, wisata komersial, wisata industri, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata
maritim, wisata bulan madu dan wisata petualangan. Fungsi sekunder dari fungsi perdagangan dan jasa
adalah pasar/pertokoan, usaha bangunan penginapan, usaha bangunan penyimpanan, usaha sarana tempat
pertemuan dan arena bermain. Fungsi sekunder dari fungsi ruang terbuka hijau adalah taman, lapangan
olahraga dan hutan kota.
Ahli-ahli yang dipilih sebagai responden AHP tersebut adalah:
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Kuala sebagai ahli aspek lingkungan,
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Barito
Kuala sebagai ahli aspek budaya,
Staf Ahli Ekonomi Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Kuala sebagai ahli aspek ekonomi, dan
Kepala Bidang Kewilayahan Bappeda Kabupaten Barito Kuala sebagai ahli aspek tata ruang.
Ahli utama yang dianggap menguasai keempat aspek tersebut adalah Sekretaris Daerah Kabupaten
Barito Kuala.
Prioritas fungsi sekunder pada masing-masing kawasan tersebut diambil masing-masing 2 (dua)
jenis fungsi sekunder, di mana fungsi-fungsi sekunder yang terpilih tersebut bersama-sama dikembangkan
pada Kawasan Jembatan Rumpiang sehingga membentuk suatu sistem fungsional yang saling
berhubungan dan mempengaruhi antara satu fungsi dengan fungsi lainnya. Sistem fungsional tersebut
terdiri atas Wisata Pertanian, Wisata Budaya, Arena Bermain, Usaha Sarana Tempat Pertemuan,
Taman Kota dan Hutan Kota. Dari fungsi sekunder hasil preferensi masyarakat dan sistem fungsional kawasan, maka mulai
diidentifikasi ketentuan dan persyaratan masing-masing fungsi sekunder tersebut guna mempermudah
melakukan proses zonasi kawasan setelah dihasilkan kelas lahan berdasarkan hasil analisa VAC.
Hubungan masing-masing fungsi sekunder tersebut adalah wisata pertanian memiliki hubungan yang erat
dengan wisata budaya, wisata pertanian dengan arena bermain memiliki hubungan sedang, wisata
pertanian dengan usaha sarana tempat pertemuan tidak memiliki hubungan dan berjauhan, wisata budaya
dan arena bermain tidak memiliki hubungan yang erat, wisata budaya memiliki hubungan sedang dengan
usaha sarana tempat pertemuan, arena bermain dan usaha sarana tempat pertemuan memiliki hubungan
yang sedang, taman kota memiliki hubungan yang selalu erat dengan fungsi sekunder lainnya serta hutan
kota juga memiliki hubungan yang erat dengan fungsi sekunder kawasan, kecuali dengan usaha tempat
pertemuan yaitu sedang karena tidak berhubungan langsung.
4.3 Analisa VAC (Visual Absortion Capability)
Terdapat 5 (lima) faktor yang digunakan sebagai variabel-variabel dalam analisa VAC pada
penelitian ini. Kelima variabel tersebut adalah intensitas penggunaan lahan untuk kegiatan masyarakat,
topografi, vegetasi, jenis tanah dan zona pandang. Masing-masing variabel tersebut diuraikan pula ke
dalam peta analisa untuk menganalisa lahan dengan membuat grid atau petak pengamatan. Ukuran
masing-masing grid atau petak pengamatan adalah 867 m². Alasan pengambilan ukuran grid ata petak
pengamatan tersebut adalah menyesuaikan dengan ukuran lahan yang digarap masyarakat untuk kebun
yaitu seluas 3 borongan (1 borongan = 289 m²). Masing-masing variabel diberi skor dengan interval 1-3
untuk masing-masing kondisi dalam variabel penelitian tersebut. Di bawah ini diuraikan penilaian
masing-masing variabel dalam analisa VAC.
a. Intensitas penggunaan lahan untuk kegiatan masyarakat
Penggunaan lahan untuk permukiman dianggap sebagai penggunaan lahan dengan kegiatan
masyarakat intensitas tinggi diberikan skor 1
Penggunaan lahan untuk sawah, kebun, tegalan dianggap sebagai penggunaan lahan dengan
kegiatan masyarakat intensitas rendah diberikan skor 2
Penggunaan lahan untuk semak belukar, rawa dan hutan galam dianggap sebagai penggunaan lahan
dengan tidak ada kegiatan masyarakat diberikan skor 3.
b. Topografi
Berdasarkan data yang didapatkan pada gambaran umum lokasi penelitian, topografi atau kemiringan
lahan pada Kawasan Jembatan Rumpiang secara keseluruhan datar dengan tingkat kelerengan dari 0-3
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 18
% dengan elevansi 0-600 meter di atas permukaan laut, sehingga topografi atau kemiringan lahan
diberikan skor 1.
c. Vegetasi
Vegetasi dengan jenis semak belukar, sawah, kebun, tegalan dan tanpa vegetasi dianggap tidak
terdapat tanaman penutup dan vegetasi dominan diberikan skor 1
Vegetasi dengan jenis rawa atau hutan galam dianggap vegetasi dominan berupa pohon berkayu
sejenis dengan kerapatan tanaman sedang diberikan skor 2.
Gambar 1. Peta analisa intensitas penggunaan lahan, topografi dan vegetasi
d. Jenis tanah
Berdasarkan data yang didapatkan pada gambaran umum lokasi penelitian, jenis tanah pada Kawasan
Jembatan Rumpiang secara keseluruhan adalah alluvial yang peka atau memiliki kemampuan tinggi
untuk menahan erosi, sehingga diberikan skor 1.
e. Zona pandang
Zona pandang terbuka atau bebas terhadap Jembatan Rumpiang hingga radius 1,5 km sehingga
diberikan skor 1
Zona Pandang terbatas terhadap Jembatan Rumpiang dengan radius lebih dari 1,5 km hingga ke
batas luar desa sehingga diberikan skor 2.
Gambar 2. Peta Analisa Jenis Tanah dan Zona Pandang
Penilaian VAC dilakukan dengan menganalisis masing-masing petak pengamatan dan kemudian
dilakukan perhitungan total VAC dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:
Total VAC = IPL (V+JT+ T) Dimana :
IPL : Intensitas Penggunaan Lahan
T : Topografi/Kemiringan Lahan
V : Vegetasi/Tumbuhan
JT : Jenis Tanah
ZP : Zona Pandang
Pembagian klasifikasi lahan dan penilaian lahan yang dilakukan pada Kawasan Jembatan
Rumpiang akan menilai kondisi lahan yan perlu dikonservasi dan yang dapat dikembangkan untuk
kegiatan tertentu. Penilaian kelayakan lahan berdasarkan hasil penilaian VAC digunakan untuk
pertimbangan pembagian zona kawasan yang berupa zona pemanfaatan dan zona perlindungan.
Gabungan dari masing-masing variabel VAC dapat dilihat di bawah ini:
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 19
Gambar 3. Peta hasil analisa VAC
Hasil analisa VAC menunjukkan sebagian besar lahan pada Kawasan Jembatan Rumpiang berada
pada kelas yang hampir seimbang antara kelas lahan konservasi tinggi dan kelas lahan konservasi sedang,
di mana banyak lahan yang harus dilindungi dan dalam arahan pengembangan kegiatan tetap harus
mempertimbangkan beberapa hal seperti melindungi pepohonan sebagai penyerap air dan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan tidak merubah bentang alam.
Analisa VAC tersebut menghasilkan tiga kelas kemampuan lahan pada Kawasan Jembatan
Rumpiang.
Tabel 1. Luas kelas lahan berdasarkan analisa VAC
No Kelas Lahan
Luas Lahan (m²) /
Prosentase (%) Total
(m²) Desa
Bagus
Desa
Bantuil
1 Kelas I
Kelas lahan konservasi rendah,
Lahan ini mempunyai kemampuan tinggi untuk menerima
kegiatan (wisata pertanian, wisata budaya, arena bermain,
sarana tempat pertemuan, taman kota dan hutan kota), sehingga
tidak memerlukan perlakuan khusus (tanpa syarat) bila
digunakan untuk kegiatan tersebut.
14.005,50
(13.34%)
25.018,33
(14,17%)
39.023,83
(13,87%)
2 Kelas II
Kelas lahan konservasi sedang,
Lahan ini termasuk dalam kelas lahan ini masih mempunyai
kemampuan dalam menerima kegiatan wisata pertanian, wisata
budaya, arena bermain, sarana tempat pertemuan, taman kota
dan hutan kota), namun juga memerlukan beberapa syarat
untuk dapat dipergunakan agar tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan. Berdasarkan pertimbangan ini, maka lahan perlu
dihindari penggunaannya secara intensif dengan mengadakan
pembatasan-pembatasan jenis kegiatan tersebut.
15.046,50
(14,33%)
31.399,35
(17,79%)
46.445,85
(16,49%)
3 Kelas III
Kelas lahan konservasi tinggi,
Lahan dengan kelas lahan tinggi ini merupakan lahan yang
harus dilindungi dari kegiatan manusia dan diusahakan untuk
tidak dikembangkan mengingat apabila lahan ini dimanfaatkan
akan berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan bahkan
bencana alam.
75.948,00
(72,33%)
120.082,32
(68,03%)
196.030,32
(69,64%)
Total 105.000,00 176.500,00 281.500,00
Sumber: Hasil Analisa
Selanjutnya akan dihitung luas ketersediaan lahan yang tersisa pada Kawasan Jembatan Rumpiang
berdasarkan masing-masing kelas lahan yang akan dikurangi dengan luas lahan terbangun pada masing-
masing kelas tersebut.
Selanjutnya dilakukan proses zonasi fungsi sekunder kawasan yaitu dihubungkan antara kelas lahan hasil
analisa VAC dengan hubungan ruang masing-masing fungsi sekunder tersebut, pembagian zona tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 20
Gambar 4. Peta pembagian zona kawasan jembatan Rumpiang
Zonasi tersebut meliputi zona wisata pertanian dengan luas 16.821,32m², zona wisata budaya
dengan luas 14.005,05 m², zona arena bermain dengan usaha sarana tempat pertanian dengan luas
25.018,33 m², zona taman kota dengan luas 15.046,50 m², zona hutan kota dengan luas 14.578,03 m²,
zona konservasi atau hutan yang dilindungi dengan luas 196.030,32 m² dan zona sungai sebagai
pendukung zona-zona yang tersebut di atas.
4.4 Analisa Tapak Kawasan
Selain analisa VAC juga dilakukan analisa tapak untuk menilai faktor-faktor yang berpengaruh
dilakukan terhadap kondisi eksisting, permasalahan yang muncul, potensi yang dimiliki, dan juga prospek
jangka panjangnya.
4.4.1 Analisa Fisik dasar Topografi
Topografi pada tapak memiliki topografi yang baik untuk dikembangkannya kegiatan wisata
pertanian, wisata budaya, arena bermain, sarana tempat pertemuan, taman kota dan hutan kota tanpa
ada persyaratan khusus.
Vegetasi
Pada tapak hampir semua lahan ditutupi oleh vegetasi, di mana jenis vegetasi seperti sawah, kebun dan
hutan dapat dipertahankan untuk pengembangan wisata pertanian dan Ruang terbuka hijau, khususnya
hutan kota. Selain itu dapat juga dikembangkan vegetasi khas yang akan menonjolkan citra kawasan.
Jenis Tanah
Jenis tanah yang seragam ini dapat memberikan suatu nilai lebih pada tapak, di mana jenis tanah ini
adalah tidak peka dengan kemampuan tinggi untuk menahan erosi sehingga dapat dikembangkan
untuk kegiatan wisata pertanian, wisata budaya, arena bermain, sarana tempat pertemuan, taman kota
dan hutan kota
Intensitas penggunaan lahan
Intensitas penggunaan lahan untuk kegiatan masyarakat pada tapak masih sangat rendah namun jika
dikelompokkan menjadi tiga kelompok intensitas penggunaan lahan, maka guna lahan permukiman
merupakan kegiatan masyarakat dengan intensitas tinggi, sawah dan kebun berarti ada kegiatan
masyarakat dengan intensitas rendah, sedangkan hutan galam dan rawa yang paling dominan diartikan
tidak ada kegiatan masyarakat, pada Desa Bagus, permukiman penduduk dipertahankan sebagai Zona
Kawasan Wisata Budaya.
Angin
Arah dan kecepatan angin akan sangat mempengaruhi arahan zonasi kawasan pada tapak. Selain itu,
asap dan debu dari jalan atau sungai berpotensi masuk ke dalam tapak melalui hembusan angin
sehingga dipertahankan buffer berupa vegetasi dan mrngolah massa bangunan yang dapat mengalirkan
pergerakan angin.
Matahari dan Keteduhan
Sisi barat merupakan sisi terpendek dan terkena sinar matahari sore yang cukup panas, penghawaan
sisi barat bangunan harus mendapatkan perhatian khusus, sisi bangunan sebelah barat diolah
sedemikian rupa agar dapat menetralisir panas matahari
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 21
Dalam perencanaan hendaknya lebih memprioritaskan penanaman vegetasi atau kegiatan yang lebih
menonjolkan unsur alamiah.
Zona Pandang
Lokasi Jembatan Rumpiang yang strategis sehingga Zona Pandang dari manapun ke dalam tapak atau
ke Jembatan Rumpiang dapat terlihat, view/ Zona pandang positif untuk semua arah, di mana
berpengaruh terhadap bukaan pada bangunan, perlu perhatian khusus untuk peletakan peralatan utilitas
dan ketinggian bangunan. Selain itu, bangunan diolah agar sesuai dengan tema pengembangan
kawasan (wisata pertanian, wisata budaya, arena bermain, usaha sarana tempat pertemuan, taman kota
dan hutan kota).
4.4.2 Analisa Infrastruktur/ Utilitas Jaringan Listrik
Jaringan listrik yang terdapat pada tapak terbilang cukup memadai, selanjutnya hanya tinggal
menyesuaikan dengan kebutuhan jika dilakukan pengembangan kegiatan kawasan (wisata pertanian,
wisata budaya, arena bermain, usaha sarana tempat pertemuan, taman kota dan hutan kota) dari segi
kapasitas dan dimensi.
Jaringan Air Bersih
Jaringan air bersih yang terdapat pada tapak terbilang cukup memadai, selanjutnya hanya tinggal
menyesuaikan dengan kebutuhan jika dilakukan pengembangan kegiatan kawasan (wisata pertanian,
wisata budaya, arena bermain, usaha sarana tempat pertemuan, taman kota dan hutan kota) dari segi
kapasitas dan dimensi.
Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi yang terdapat pada tapak terbilang cukup memadai, selanjutnya hanya tinggal
menyesuaikan dengan kebutuhan jika dilakukan pengembangan kegiatan kawasan (wisata pertanian,
wisata budaya, arena bermain, usaha sarana tempat pertemuan, taman kota dan hutan kota) dari segi
kapasitas dan dimensi.
Jaringan Persampahan
Jaringan persampahan yang terdapat pada tapak terbilang cukup baik, namun Perlu adanya ketentuan
atau peraturan untuk aktifitas membuang sampah dan perlakuan khusus (pemadatan, pelapisan)
terhadap sampah yang dibuang ke dalam TPA dan jika dilakukan pengembangan kegiatan kawasan
(wisata pertanian, wisata budaya, arena bermain, usaha sarana tempat pertemuan, taman kota dan
hutan kota), harus dilakukan rancangan dan pengelolaan khusus dari segi kapasitas dan dimensi
jaringan persampahan.
Jaringan Drainase
Jaringan drainase yang terdapat pada tapak adalah baik, namun Perlu adanya ketentuan atau peraturan
untuk aktifitas yang dapat menyebabkan menyempitnya jaringan ini dan jika dilakukan pengembangan
kegiatan kawasan (wisata pertanian, wisata budaya, arena bermain, usaha sarana tempat pertemuan,
taman kota dan hutan kota), harus dilakukan rancangan dan pengelolaan khusus dari segi kapasitas dan
dimensi drainase.
4.4.3 Analisa Tata Guna lahan Tapak merupakan lahan yang strategis dan cukup luas
Tapak tidak berada pada kawasan yang padat penduduk sehingga dalam pengembangan kawasan tidak
akan mengalamai kesulitan dalam zonasi dan desain kawasan
Desain bangunan harus dibuat semenarik mungkin, namun potensi-potensi budaya seperti rumah
tradisional harus tetap dipertahankan karena memiliki nilai jual yang tingi
Lokasi Jembatan Rumpiang pada tapak memiliki pencapaian yang sangat baik bisa dijangkau dari
segala arah baik jalur darat maupun sungai.
4.4.4 Analisa Penduduk dan Budaya Secara tidak langsung lokasi tapak saat ini merupakan lokasi tujuan wisata masyarakat baik dalam
tapak maupun luar tapak yang dapat dijadikan modal unuk pengembangan tapak
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 22
Kegiatan masyarakat di dalam tapak terutama yang khas seperti perahu naga dan kerajinan rakyat
harus tetap dipertahankan dan diarahkan untuk dikembangkan secara lebih luas agar masyarakat di
dalam tapak bisa terbuka
Berdasarkan preferensi masyarakat, kawasan yang akan dikembangkan adalah kawasan pariwisata
dengan fungsi wisata pertanian dan wisata budaya, kawasan perdagangan dan jasa dengan fungsi arena
bermain dan usaha sarana pertemuan, serta kawasan ruang terbuka hijau dengan fungsi taman kota dan
hutan kota
Desain bangunan untuk fasilitas umum disesuaikan dengan tema kawasan yang akan dikembangkan
sehingga lebih selaras dan kelihatan menarik
4.4.5 Analisa Aksesibilitas/ Transportasi Jaringan Jalan dan Sirkulasi
Jalan sebagai akses yang tersedia di dalam tapak dan sekitar tapak sudah cukup memadai dari segi
ukuran dan kondisi. Intensitas kendaraan diperkirakan meningkat seiring pengembangan tapak yang
berpeluang mengakibatkan kemacetan, sehingga perlu dilakukan perluasan area sirkulasi kendaraan di
dalam tapak agar tidak terjadi kemacetan. Perbedaan sirkulasi antara yang berkendaraan dan yeng
berjalan kaki dalam pengembangan kawasan harus benar-benar diperhatikan.
Kebisingan
Sirkulasi dalam tapak berpotensi sebagai penghasil kebisingan tertinggi dan jika terjadi kebisingan
yang semakin tinggi, harus diberikan buffer berupa vegetasi yang sesuai agar dapat menyerap dan
mengurangi kebisingan. Selain itu, peletakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada lokasi yang memiliki
tingkat kebisingan tertinggi.
Kepadatan Lalu Lintas
Kepadatan lalu lintas pada jalan utama relatif tidak terlalu padat, namun terdapat pada waktu tertentu
kepadatan lalu lintas tersebut bertambah, sehingga pola sirkulasi diarahkan pada beberapa titik penting
dan berpengaruh. Rambu lalu lintas sangat diperlukan dalam berlalu lintas, agar masyarakat dapat
mengetahui apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan untuk dilakukan di dalam tapak, artinya
perlu peletakan marka sesuai kebutuhan.
Dari hasil analisis VAC dan analisis tapak yang bersumber dari preferensi masyarakat, maka dibuatlah
arahan zonasi kawasan tersebut yang dibatasi pada jenis-jenis prasarana-sarana atau fasilitas penunjang
Kawasan Jembatan Rumpiang serta kegiatan yang dapat dilakukan pada zona tersebut berdasarkan pula
pertimbangan ketentuan serta referensi-referensi yang berkaitan dengan pengembangan masing-masing
zona.
Zona wisata pertanian, diletakkan pada Desa Bantuil yang berada pada kelas lahan II yaitu konservasi
sedang karena wisata pertanian ini lebih banyak memanfaatkan lahan untuk budidaya dan vegetasi
(aset pertanian dan perkebunan), sehingga tidak memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Wisata
pertanian ini dikembangkan untuk mendukung budidaya pertanian daerah di mana pengembangannya
meliputi atraksi wisata hamparan kebun/lahan pertanian, keindahan alam terutama terhadap ikon
kawasan yaitu sambil memandang kemegahan Jembatan Rumpiang, budaya petani tersebut serta
segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas pertanian tersebut. Untuk mendukung atraksi wisata
tersebut dikembangkan pula fasilitas pendukung berupa pintu gerbang, parkir di dalam zona, pos
keamanan, tempat sampah, masjid/musholla, toilet umum, rumah makan/restorant organik, toko oleh-
oleh, pusat informasi bagi pengnjung, kendaraan warawiri, petunjuk arah, museum botani, pelayanan
kesehatan, kantor pengelola dan rumah bibit. Selain fasilitas, juga harus didukung infrastruktur yang
memadai sesuai kebutuhan serta pelayanan yang baik dari masyarakat.
Zona wisata budaya, diletakkan pada Desa Bagus yang berada pada kelas lahan I yaitu konservasi
rendah yang sesuai untuk wisata budaya, karena pada guna lahan terbangun terdapat beberapa elemen
budaya. Pengembangan wisata budaya ini meliputi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM),
program kemitraan dan kerjasama, kegiatan pemerintah di dalam zona, promosi, festival/pertandingan
serta infrastruktur yang memadai serta fasilitas pendukung seperti pintu gerbang, guest house,
pelabuhan wisata, home industry kerajinan purun dan makanan khas daerah, kentor pengelola,
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 23
perpustakaan dan museum budaya, rumah khas daerah, panggung seni, pusat informasi pengunjung,
pos keamanan, pos kesehatan dan masjid/ musholla.
Gambar 5. Zona wisata pertanian dan wisata budaya
Zona arena bermain dan usaha sarana tempat pertemuan yang berdekatan dan disatukan karena berada
pada kelas lahan I yaitu konservasi rendah pada Desa Bantuil, sehingga tidak memerlukan perlakuan
khusus pada lahan karena aman dibangun pada lahan tersebut. Beragam wahana yang ada di pada zona arena bermain pada Kawasan Wisata Jembatan Barito, diarahkan antara lain taman sebagai area foto,
wahana colombus, wahana komedi putar, wahana jet coaster, wahana gondola, arena gocart, rental
jetski dan water boom. Sedangkan beberapa fasilitas yang terdapat pada zona usaha sarana gedung
pertemuan dapat digambarkan seperti aula, restorant, café dan bar, guest house dan warpostel.
Gambar 6. Zona arena bermain
Zona taman kota, diletakkan pada Desa Bagus yang berada pada kelas lahan II yaitu konservasi sedang
karena taman kota ini lebih banyak menonjolkan vegetasi dan lahan juga potensial untuk Ruang
Terbuka Hijau (RTH), sehingga tidak memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Elemen-elemen
taman kota meliputi pohon, kumpulan bunga, rumput, bundaran taman, kolam, tebing buatan, batuan,
gazebo, jalan setapak, perkerasan, tempat santai dan lampu taman. Selain itu Selain itu zona taman kota dilengkapi dengan areal parkir, kios makanan dan minuman ringan, tempat sampah, pos keamanan dan
sebagainya.
Zona Hutan kota, diletakkan pada Desa Bagus yang berada pada kelas lahan II yaitu konservasi sedang
karena hutan kota ini lebih banyak menonjolkan vegetasi dan lahan juga potensial untuk Ruang Terbuka
Hijau (RTH), sehingga tidak memiliki dampak negatif bagi lingkungan. konsep yang dibuat adalah
hutan kota yang dapat difungsikan sebagai Ruang Terbuka Hijau dan menonjolkan identitas daerah,
Konsep yang diarahkan di dalam lokasi hutan kota dilengkapi fasilitas seperti kantor pengelola, danau,
area pemancingan, gazebo, pedestrian, area parkir, bundaran taman dan pot-pot tanaman. Tanaman
yang dipilih dan masuk ke dalam konsep rencana hutan kota antara lain galam, akasia, jambu monyet,
rambai, ulin, pohon kecapi, purun, karamunting, terantai dan rumput taman.
Gambar 7. Zona taman kota dan hutan kota
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 24
Zona konservasi yang berada pada kelas lahan III yang terbagi pada Desa Bagus dan Desa Bantuil,
sehingga lahan dengan konservasi tinggi artinya tidak boleh ada kegiatan manusia pada kawasan
tersebut. Zona konservasi/hutan lindung ini tidak ada kegiatan masyarakat, sehingga guna lahan
terbangun eksisting diarahkan untuk tidak berada pada zona ini. Jenis tanaman yang dipilih dan masuk
ke dalam konsep rencana hutan konservasi/hutan lindung antara lain jati, karet, nipah, jingah, meranti,
kamper dan balangiran.
Zona sungai yaitu sebagai zona pendukung kegiatan wisata pertanian, wisata budaya, arena bermain,
usaha sarana gedung pertanian, taman kota dan hutan kota dengan memanfaatkan Sungai Barito
sebagai medianya. Beberapa fasilitas yang termasuk dalam konsep zona sungai ini adalah jukung
hias, kelotok pesiar, restorant/café terapung dan tim SAR. Pada zona sungai ini, pengunjung dengan
menggunakan perahu wisata yang disediakan seperti jukung hias dan kelotok pesiar diajak
mengelilingi Kawasan Jembatan Rumpiang atau menyusuri tepian Sungai Barito yang masuk dalam
batas Kawasan Jembatan Rumpiang (Desa Bagus dan Desa Bantuil).
Gambar 8. Zona kawasan konservasi dan zona sungai
Semua zona yang telah diuraikan diatas diharapkan mampu menarik minat pengunjung untuk
datang ke zona-zona tersebut. Maka dalam pengembangannya didukung peran aktif masyarakat,
pemerintah, pembangunan utilitas yang memadai dan aksesibilitas terutama jaringan jalan utama
diarahkan untuk dibangun pada batas zona sehingga kegiatan masyarakat pada satu zona tidak akan
mengganggu kegiatan masyarakat pada zona lainnya.
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Preferensi atau pilihan masyarakat terhadap fungsi utama kawasan yang dikembangkan pada
Kawasan Jembatan Rumpiang berdasarkan pengukuran menggunakan skala likert adalah Kawasan
Pariwisata, Kawasan Perdagangan dan Jasa serta Kawasan Ruang Terbuka Hijau.
Berdasarkan hasil Analisa Hirarki Proses (AHP) dihasilkan beberapa fungsi sekunder kawasan, di
mana membentuk sistem fungsional kawasan yang saling berkaitan antara fungsi satu dengan fungsi
lainnya. Sistem fungsional tersebut terdiri atas Wisata Pertanian, Wisata Budaya, Arena Bermain, Usaha
Sarana Tempat Pertemuan, Taman Kota dan Hutan Kota.
Dari fungsi sekunder hasil preferensi masyarakat dan sistem fungsional kawasan, maka mulai
diidentifikasi ketentuan dan persyaratan masing-masing fungsi sekunder tersebut guna mempermudah
melakukan proses zonasi kawasan setelah dihasilkan kelas lahan berdasarkan hasil analisa VAC.
Selanjutnya dilakukan proses zonasi fungsi sekunder kawasan yaitu dihubungkan antara kelas lahan hasil
analisa VAC dengan hubungan ruang masing-masing fungsi sekunder tersebut untuk menghasilkan
pembagian zona. Pada masing-masing zona tersebut diarahkan pula sarana dan prasarana pendukung,
fasilitas serta kegiatan yang boleh dilakukan pada zona tersebut, di mana arahan ini dihasilkan pula oleh
analisa tapak dan referensi penulis akan masing-masing zona. Zona Kawasan Jembatan Rumpiang terdiri
atas zona wisata pertanian, zona wisata budaya dan permukiman, zona area bermain dan usaha sarana
tempat pertemuan, zona taman kota, zona hutan kota, zona konservasi dan zona sungai.
JURNAL TEKNIK SIPIL
Jurnal PROKONS Politeknik Negeri Malang 25
Dalam proses penelitian yang dilakukan, peneliti tentunya menghadapi beberapa kemudahan dan
kesulitan. Beberapa kemudahan dalam penelitian yang diterima peneliti antara lain seperti dukungan yang
sangat tinggi oleh responden yang mengisi kuisioner untuk pengembangan Kawasan Jembatan Rumpiang
di masa yang akan datang, sehingga peneliti tidak mengalami kesulitan dalam menyebarkan kuisioner
baik kepada masyarakat yang tinggal di kawasan, pengunjung maupun beberapa pejebat daerah yang
berperan sebagai responden metode AHP. Sedangkan untuk beberapa kesulitan yang dihadapai peneliti
dalam mengerjakan penelitian meliputi data dan analisa data tersebut.
5.2 Rekomendasi
Rekomendasi dalam penelitian ini meliputi: perlunya pengendalian kepemilikan tanah di daerah
tepian sungai dengan dilandasi oleh peraturan-peraturan tanah yang berlaku saat ini, Adanya pemetaan
(mapping) daya dukung, perlunya pengembangan peraturan perundang-undangan pembangunan lahan di
tepian sungai, perlu dilakukan penelitian selanjutnya terkait dengan site plan atau peletakan fasilitas di
dalam masing-masing zona yang sudah diarahkan dalam penelitian ini serta mengefektifkan aparat
pemerintah daerah yang bersangkutan sebagai koordinator perencanaan dan pembangunan daerah secara
terpadu dan menyeluruh.
6. DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. 2007. Fungsi Sungai, www.google.com. 10 Maret 2011.
Alfanita. 2011. Perumahan dan Permukiman Ideal Berkonsep Hunian Berimbang. 25 April 2011.
Ansori, Nasarudin. 2009. Secercah Harapan Di Jembatan Rumpiang, www.google.com. 7 Pebruari 2011.
Ariyoso. 2009. Metode IPA, www.google.com. 15 Maret 2011.
Asy‟ari, S.I. 1993. Sosiologi Kota Dan Desa, Usaha Nasional, Surabaya.
Azwaruddin. 2008. Pengertian Jembatan, www.google.com. 23 Pebruari 2008.
Hari, Aditya. 2009. Tapak Lanskap: Pengertian Tapak Besar, www.google.com. 20 Maret 2011.
Jembatan Rumpiang Jadi Obyek Wisata. Kantor Berita Antara, www.google.com. 7 Pebruari 2011.
Kamus Tata Ruang. Dirjen Cipta Karya Departemen PU.
Kumumur, Veronica. 2010. Taman Kota: Meningkatkan Kualitas Lingkungan Kota, 10 Maret 2010.
Kurniwan, Andri. 2009. Jembatan Sydney Harbour Tak Kalah Menarik, www.google.com. 30 Pebruari
2011.
Musers, Arnas. 2009. Definisi Sistem, www.google.com. 15 Maret 2011.
Pembangunan Jembatan Rumpiang (Nusantara). Harian Umum Pelita, www.google.com. 10 Maret 2011.
Pendit, N.S. 1986. Ilmu Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Setiabudi, ayi. 2010. Definisi Persepsi, www.google.com. 15 Maret 2011.
Soedarso, Budiyono. 2003. Diktat Prasarana Wilayah Dan Kota, Jakarta.
Suharso, T.W. 2009. Perencanaan Obyek Wisata Dan Kawasan Pariwisata, PPSUB, Malang.