Askep peritonitis.doc
Transcript of Askep peritonitis.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peritonitis adalah inflamasi peritonium,biasanya akibat dari inflamasi
bakteri ; organisme yang berasal dari penyakit gastrointestinal atau pada
wanita dari organ reproduktif internal. (Smeltzer & Bare, 2002)
Berdasarkan sumber dan terjadinya kontaminasi mikrobial,
peritonitis diklasifikasikan menjadi: primer, sekunder, dan tersier. Peritonitis
primer disebabkan oleh infeksi monomikrobial. Sumber infeksi umumnya
ekstraperitonial yang menyebar secara hematogen. Ditemukan pada
penderita serosis hepatis yang disertai asites, sindrom nefrotik, metastasis
keganasan, dan pasien dengan peritoneal dialisis. Kejadian peritonitis primer
kurang dari 5% kasus bedah. Peritonitis sekunder merupakan infeksi yang
berasal dari intraabdomen yang umumnya berasal dari perforasi organ
berongga. Peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling
umum, lebih dari 90% kasus bedah. Peritonitis tersier terjadi akibat
kegagalan respon inflamasi tubuh atau superinfeksi. Peritonitis tersier dapat
terjadi akibat peritonitis sekunder yang telah delakukan interfensi
pembedahan ataupun medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier kurang
dari 1% kasus bedah.
Sebagaimana dalam penelitian Tarigan pada tahun 2012, peritonitis
didefenisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi
rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis
dapat bersifat lokal maupun generalisata, bakterial ataupun kimiawi.
Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan
kimia iritan, dan benda asing. Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis
merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah
dengan mortalitas sebesar 10-40%. Peritonitis difus sekunder yang
merupakan 90% penderita peritonitis dalam praktek bedah dan biasanya
disebabkan oleh suatu perforasi gastrointestinal ataupun kebocoran.
(Tarigan, M.H, 2012)
Suatu perforasi dapat terjadi akibat trauma dan non trauma. Non
trauma misalnya akibat volvulus, spontan pada bayi baru lahir, ingesti obat-
obatan, tukak, malignansi, dn benda asing. Sedangkan trauma dapat berupa
trauma tajam maupun trauma tumpul, misalnya iatrogenik akibat
pemasangan pipa nasogastrik. Sementara itu beberapa contoh lokasi
kebocoran atau perforasi gastrointestinal yang menyebabkan peritonitis
sekunder adalah kebocoran pada lambung maupunkebocoran pada usus
(duodenum, jejenum, ileum, colon, maupun appendik). Kebocoran lambung
dapat disebabkan oleh ulkus gaster atau yang biasanya disebut tukak
lambung. Tukak lambung umumnya terjadi pada pria, orang tua,dan
kelompok dengan tingkat sosioekonomi rendah. Sementara itu tukak
duodenum lebih sering terjadi dua kali dari pada tukak lambung. (NMS
Surgery5th Edition, 2008)
Walaupun tukak duodenum lebih sering terjadi dari pada tukak
lambung, tetapi tukak lambung yang perforasi mempunyai mortalitas lebih
tinggi daripada tukak duodenum yang perforasi. Pada kebanyakan kasus
tingkat kematiannya mencapai 15-20% dan kebanyakan perforasi lambung
tersebut terjadi pada daerah antrum atau prepilorik. (Maingot 11th Edition,
2007) Tukak lambung adalah penyakit yang umum ditemukan,
mempengaruhi sekitar lebih dari 6 juta penduduk di Amerika Serikat,
menjadikannya suatu penyakit yang dipertimbangkan dan menjadi salah satu
penyakit dengan pengeluaran besar. Walaupun jumlah pasien yang dirawat
di rumah sakit berangsur turun pada tahun 1980 dan 1990, laju ini masih
dapat dikatakan tinggi.(Feinstein, L.B., 2010).
Di Amerika Serikat angka kematian tukak lambung adalah sekitar 1
kasus per 1.000.000 orang. Angka kematian lebih tinggi pada pasien yang
lebih tua, yang dapat disebabkan oleh tingginya tingkat penggunaan NSAID
(non steroid anti inflammation drugs) dalam kelompok usia ini.Kelompok
berisiko tinggi lainnya termasuk orang dengan diabetes. Tukak lambung
juga terkait dengan morbiditas yang cukup berhubungan dengan nyeri
epigastrium kronis, mual, muntah, dan anemia. (Shrestha, 2009)
Di Indonesia tukak lambung ditemukan antara 6-15% pada usia 20-
50 tahun. Terutama pada lesi yang hilang timbul dan paling sering
didiagnosis pada yang terjadi pada orang dewasa usia pertengahan sampai
usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul sejak usia muda. (Nasif et
al, 2008)
Studi seroepidemiologik populasi umum di Indonesia menunjukkan
bahwa prevalensi tukak lambung yang disebabkan oleh Helicobacter pylori
pada anak-anak berumur 0-14 tahun sekitar 7,2-28%, sedangkan pada umur
diatas 15 tahun antara 36.54,3%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
meningkamur, maka prevalensinya pun semakin tinggi. Sebuah survei di
Jakarta menunjukkan bahwa penderita tukak lambung karena H. pylori lebih
banyak ditemukan pada etnik Batak dan Cina dari pada etnik lainnya.
(Silitonga, 2007)
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami proses terjadinya peritonitis serta
asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami
peritonitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP MEDIS PERITONITIS
2.1 Definisi
Inflamasi peritoneum (Lapisan merman serosa rongga abdomen dan
meliputi visera). Biasanya akibat infeksi bakteri: organisme yang berasal
dari penyakit saluran gastrointestinal atau jika terjadi pada wanita biasanya
dari organ reproduksi iternal. (Smeltzer & Bare, Buku ajar keperawatan
medikal bedah edisi 8 vol. 2, 2002)
Bersarkan buku Peritonitis Harrison Textbook 2011 yang dkutip dari
Karya ilmiah S. Caronila Mahasiswa Universitas Sunatra Utara Peritonitinis
adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan dengan
kondisi bakteremia dan sindroma sepsis.
Klasifikasi peritonitis:
1. Peritonitis primer
Paling sering terjdi pada anak anak dengan sidrom nefritis atau
serosis hati terutama pada anak perempuan. Peritonitis ini biasanya
terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum, kuman masuk
ke rngga peritoneum melalui aliran darah atau pada pasien perempuan
melalui saluran alat genitalia.
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis yang terjadi jika ada kuman yang cukup banyak masuk
ke rongga peritoneum, biasanya dari lumen saluran cerna, dan bisa juga
terjadi jika ada trauma yang meyebabkan rupture pada saluran cerna atau
perporasi setelah endoskopi kateterisasi, biopsy atau polipektomi
endoscopic, dan tidak jarang pula setelah perporasi spontan pada tukak
peptic atau keganasan saluran cerna, tertelannya benda asing yang tajam
juga dapat menyebabkan perporasi dan peritonitis.
3. Peritonitis karena pemasangan benda asing dalam peritoneum
Biasanya prosedur infasi yang bisa menimbulkan peritonitis antara lain
sebagai berikut:
a. Kateter pentrikulo – peritoneal yang dipasang pada pengobataan
hidrosefalus
b. Kateter peritoneal – jugular untuk mengurangi asites
c. Continous ambulatoru peritoneal dialysis (Soeparman S,)
2.2 Etiologi
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Apendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak eptik (lambung / duodenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukak dsentri ambula / colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Diverkulitis
Kuman yang paling hemolitik adalah stapilokokus aureus dan bakteri
tersering adalah bakteri E.coli,streptokokus enterokokus , yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lyocopodium, sulfonamide
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupture limpa,rupture hati.
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing anterobius vermikularis.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, ma stoiditis,
glomerulonefritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
4. Infeksi pada abdomen dan abses abdomen (local infeksi peritonitis
relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya).Penyebab yang paling utama adalah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP).
2.3 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran dari isi organ abdomen
biasanya sebagai akibat dari inflamasi infeksi iskemia atau perforasi tumor.
Terjadi poliferasi bacterial terjadi edema jaringan dan dalam waktu singkat
terjadi eksudasi cairan; cairain dalam rongg peritoneal menjadi keruh
dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah.
Respon segera dari saluran usus adalah hupermotilitas diikuti oleh ileus
paralitik disetai akumulasi udarah dan cairan didalam usus.
2.4 Manifestasi Klinis
Gelaja tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Pada awalnya nyeri
menyebar dan sangat terasa nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi,
lebih terasa didekat sisi inflamasi cdan biasanya diperberat oleh pergerakan.
Area yang sakit dari abdoen menjadi sangat nyeri apabila ditekan dan otot
menjadi kaku. Nyeri tekan lepas dan ileus paralitik dapat terjadi.
Selain manifestasi di atas gejala lain yang dapat muncul dari peritonitis
adalah:
a. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septic)
b. Demam
c. Distensi abdomen
d. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang local , atropi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
e. Bising usus tak terdengar, pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
f. Nausea
g. Vomiting
h. Penurunan peristaltic
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
1. Leukosit meningkat
2. Hb (Hemoglobin) dan hematokrit rendah
3. Elektrolit serum: dapat mnunjukkan kadar kalium natrium dan klorida
4. Foto rongen sinar-X, menunjukkan udara dan kadar cairan serta
lengkung usus yang terdistensi
5. CT abdomen menunjukkan pembentukkan abses
6. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kulturserta sensifitas cairan
teraspirasi dapat menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organism
penyebab
2.6 Penalaksanaan
1. Penggantian cairan kolid dan elektrolit adalah focus utama dari
penatalasanaan medis
2. Analgesic diberikan untuk mengatasi nyeri
3. Antiemetic dapat diberikan sebagai terapi mual dan muntah
4. Inkubasi usus dan penyisapan membantu dalam menghilangkan distensi
abdomen dalam meningkatkan fungsi usus
5. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker akan meningkatkn
oksigenasi secara adekuat tetapi kadang-kadang intubasi jalan nafas dan
bantuan ventilasi juga diperlukan
6. Terapi antibiotic massif biasanya dimulai di awal pegobatan peritonitis
7. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan
memperbaiki penyebab.
2.7 Komplikasi
Seringkali inflamasi tidak local dan seluru rongga abdomen menjadi
terkena pada sepsis umum, sepsis adalah peyebab umum kematian pada
kasus peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septic kimia atau hipolemi,
proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus terutama yang
berhubungan dengan terjadinya perlengketan usus. Komplikasi pascaoperatif
paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan akses. Luka yang tiba-
tiba mengeluarkan drainase serosainguinosa menunjukkan adanya dehisens
luka
KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34725/4/Chapter%20II.pdf.