Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

34
Aspek Aplikasi dengan Pendekatan Taksonomi Numerik Disusun oleh : Arum Asri T. M0410007 Irviana Chalifatul ‘Azmi M0410035 Ahmad Faisal Musthofa M0411002 Diagal Wisnu Pamungkas M0411013 Inayah M0411026 M. Arif Romadhon M0411043 Syarafina Hanifah M0411073 JURUSAN BIOLOGI

Transcript of Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Page 1: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Aspek Aplikasi dengan Pendekatan Taksonomi Numerik

Disusun oleh :

Arum Asri T. M0410007

Irviana Chalifatul ‘Azmi M0410035

Ahmad Faisal Musthofa M0411002

Diagal Wisnu Pamungkas M0411013

Inayah M0411026

M. Arif Romadhon M0411043

Syarafina Hanifah M0411073

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Identifikasi dan klasifikasi suatu jenis tumbuhan, hewan, ataupun mikroorganisme

yang belum dikenal dari suatu spesimen merupakan hal utama yang harus dilakukan dalam

ilmu taksonomi. Taksonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang

penyusunan dan pengelompokkan suatu organisme dalam satu golongan yang disebut taxa

berdasarkan kriteria-kriteria tertentu sebagai pembeda yang digunakan dalam penggolongan

organisme. Ilmu taksonomi memiliki beberapa cabang ilmu, salah satunya adalah taksonomi

numerik yang berdasarkan pada konsep fenetik. Praktek taksonomi numerik-fenetik

merupakan proses penataan organisme ke dalam suatu kelompok (takson) berdasarkan

hubungan kemiripan (nilai similaritas) secara kuantitatif. Aplikasi bidang ini memegang

peran penting sebagai suatu dasar dalam menyusun sistem identifikasi makhluk hidup. Oleh

karena itu, kita perlu mengetahui aplikasi-aplikasi tersebut agar dapat menggunakannya

secara jelas dan pasti dalam pengembangan ilmu taksonomi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja aplikasi yang dapat dilakukan dengan pendekatan taksonomi numerik?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui aplikasi-aplikasi yang dapat dilakukan dengan pendekatan taksonomi

numerik.

D. Manfaat Penulisan

1. Memberikan informasi terkait aplikasi yang dapat dilakukan dengan pendekatan

taksonomi numerik agar kita dapat menggunakannya secara jelas dan pasti dalam

pengembangan ilmu taksonomi.

Page 3: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

BAB II

ISI

Taksonomi merupakan ilmu yang mempelajari tentang penyusunan dan pengelompokkan

suatu organisme dalam satu golongan yang disebut taxa berdasarkan kriteria-kriteria tertentu

sebagai pembeda yang digunakan dalam penggolongan organisme. Praktek taksonomi numerik-

fenetik merupakan proses penataan organisme ke dalam suatu kelompok (takson) berdasarkan

hubungan kemiripan (nilai similaritas) secara kuantitatif. Aplikasi bidang ini memegang peran

penting sebagai suatu dasar dalam menyusun sistem identifikasi. Sneath dan Sokal (1973)

mendefinisikan taksonomi numerik sebagai pengelompokkan dengan menggunakan metode

numerik dari unit taksonomik ke dalam suatu taksa berdasarkan karakteristik-karakteristik yang

dimiliki. Prinsip dasar dalam taksonomi numerik adalah taksonomi yang menggunakan

sebanyak-banyaknya karakter biologis suatu organisme yang disebut Operational Taxonomic

Units (OTU). Semakin banyak informasi (karakter) yang ada maka akan dihasilkan

pengelompokkan yang bersifat teliti, reprodusibel serta padat informasi (Utami, 2012).

Studi kekerabatan merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam taksonomi atau

pengelompokan makhluk hidup yang menggambarkan hubungan organisme satu dengan yang

lain. Kekerabatan mencakup dua pengertian yaitu kekerabatan filogenetik dan kekerabatan

fenetik. Kekerabatan filogenetik adalah kekerabatan yang didasarkan pada hubungan filogeni

antara takson yang satu dan takson yang lain, sedangkan kekerabatan fenetik adalah kekerabatan

yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang tampak pada takson (Utami,2012).

Kemudian dalam studi kekerabatan fenetik yang menggunakan taksonomi numerik ini,

didapatkan hasil perbandingan antara ciri-ciri yang mirip dengan semua ciri-ciri yang digunakan

berupa nilai rata-rata kemiripan ciri. Hal ini sekaligus menunjukkan tingkat hubungan

kekerabatan antara taksa yang dibandingkan. Nilai rata-rata kemiripan ciri selanjutnya digunakan

untuk menggambar fenogram. Agar didapatkan nilai untuk membuat fenogram maka sebaiknya

data bersifat kuantitatif yang ditulis dalam bentuk angka atau numerik dengan menggunakan

skala tertentu sesuai dengan ciri yang diamati (Utami, 2012).

Contoh aplikasi dari taksonomi numerik adalah:

1. Mengamati Hubungan Kekerabatan pada Strain-strain Mikroba

Page 4: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Database yang berisi informasi mikroba ini berfungsi memberikan informasi yang tepat sehingga

bila penelitian tersebut diulangi oleh peneliti lain akan menunjukkan hasil yang sama. Untuk

menyusun database ini diperlukan hadirnya ilmu taksonomi. Dalam sistematika mikrobia, unit

taksonomi terkecil adalah spesies. Pada sistem taksonomi numerik ini digunakan sebanyak-

banyaknya sifat dari organisme-organisme yang akan dikelompokkan kemudian dicari index

similaritas (IS) dari satu organisme terhadap organisme lain dalam daftar organisme yang akan

dikelompokkan (disebut OTUs). Ada dua macam Koefisien Asosiasi yaitu Simple Matching

Coefisient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ). Pada SJ tidak memperhatikan sifat-sifat yang sama

dan sifat yang tidak dimiliki (negatif). Sedangkan pada SSM semua sifat yang ada dilihat dan

digunakan. Adapun dalam pengklasifikasian suatu khamir misalnya, kriteria yang dipakai antara

lain karakter morfologi yang meliputi ukuran, bentuk, sifat pengecatan dan lain-lain. Karakter

kultur dan karakter koloni, meliputi bentuk koloni, elevasi, translucency dan warna. Karakteristik

biokimia, meliputi fermentasi, hidrolisis, produksi indol, reduksi dan produksi enzym spesifik.

Karakter fisiologi meliputi range suhu, pH dan lain-lain (Sembiring, 2003).

Setelah IS dari masing-masing OTU diketahui, disusun matriks IS antar OTUs dengan

menyusun IS dari yang terbesar hingga yang terkecil. Kemudian dari matriks IS tersebut, akan

diperoleh dendogram. Metode yang umum dalam pembuatan dendogram adalah average linkage

clustering (UPGMA : Unwieghted Pair-Group Method using Arithmetic Averages) yaitu suatu

cluster akan menggabung ke cluster tertentu pada suatu nilai yang dihitung tersendiri, yaitu rerata

nilai-nilai IS anggota cluster tersebut. Dari hasil yang diperoleh ini dapat dilihat kedekatan antar

khamir. Namun hubungan kekerabatan ini bersifat fenetis, sehingga khamir-khamir yang

memiliki tingkat similaritas tinggi belum tentu memiliki hubungan filogenetis yang dekat

(Sembiring, 2003).

Contoh penelitian yang pernah dilakukan adalah :

1. Menentukan keanekaragaman bakteri secara fenotipik

Dalam penelitian yang berjudul “Keanekaragaman Spesies Bakteri Pada Kultur Darah

Widal Positif Asal Kota Semarang Berdasarkan Karakter Fenotipik” dengan tujuan penelitian

menentukan keanekaragaman spesies bakteri pada kultur darah Widal positif Asal kota

Semarang berdasrkan karakter fenotipik. Sampel darah yang dikultur sebanyak 136 sampel

berasal dari pasien rawat inap dan rawat jalan di 4 rumah sakit serta 2 puskesmas di kota

Semarang (RSUD Kota Semarang, RSUD Tugurejo, RS. Islam Sultan Agung, dan 2 Puskesmas

Page 5: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

yaitu Kedungmundu dan Bangetayu. Kultur darah digunakan medium BacT/Alert FAN blood

culture bottles (Biomerieux), subkultur digunakan medium Blood Agar Plate (BAP, OXOID)

dan Mac Conkey (MC, OXOID), dilanjutkan uji biokimia digunakan medium API 20E dan API

50CHB/E untuk identifikasi strain anggota familia Enterobacteriaceae serta APIStap

(Biomerieux) untuk identifikasi spesies anggota Staphylococcus. Kultur darah positif sebanyak

59 sampel (43.4%) terdiri dari 44 sampel (32,4%) positif Staphylococcus sp. (S. aureus, S.

saprophyticus, S. xylosus, S. warnei, S. hominis, S. cohnii) dan 15 sampel (11%) positif bakteri

batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae yaitu Enterobacter cloacae, S. typhi,

Serratia marcescens, Escherichia coli, Salmonella ssp., Klebsiella pneumoniae ssp. Ozanae.

Berdasarkan karakter fenotipik bakteri batang gram negatif dapat dikelompokkan menjadi 4

kluster, kluster pertama beranggotakan S. typhi , kluster kedua beranggotakan E. coli dan

Salmonella ssp., kluster ketiga beranggotakan Ser. Marcescens dan kluster keempat

beranggotakan Enterobacter cloacae dan Kleb. pneumoniae ssp. Ozaenae. Bakteri kokus gram

positif berdasarkan karakter fenotipiknya dapat dikelompokkan menjadi 6 kluster yang tampak

sangat bervariasi. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi bakteri yaitu suatu proses

penentuan apakah strain bakteri yang diteliti identik dengan strain bakteri yang telah ditemukan

sebelumnya. Proses identifikasi bakteri dilakukan dengan pendekatan sistematika numeric

fenetik berdasarkan karakter fenotipik

Klasifikasi Numerik

Koleksi Data

Ditentukan Operational Taxonomical Units (OTU) yaitu 14 strain bakteri

batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae dengan 1 strain acuan S. typhi

NCTC 786 (n=15) dan 14 strain Staphylococcus sp. dengan 1 strain acuan

Staphylococcus xylosus BLKS. (n=15), kemudian ditentukan 76 unit karakter (t=76)

untuk batang gram negatif, dan 30 unit karakter (t=30) untuk kokus gram positif. Data

tersebut selanjutnya disusun dalam matriks n x t dengan menggunakan program MS

Excell 2007.

Pengkodean Data

Pengkodean unit karakter dilakukan dengan cara diberi skor, unit karakter

yang positif (+) diberi skor 1, sedangkan unit karakter yang negatif (-) diberi skor 0.

Pemberian skor unit karakter menggunakan program PFE (Programmer’s File Editor).

Page 6: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Analisis Data

Data yang telah diolah menggunakan program PFE kemudian dianalisis

dengan program MVSP (Multi Variate Statistical Package). Untuk mengetahui hubungan

similaritas antara strain satu dan strain yang lainnya digunakan SSM (Simple Matching

Coefficients) versi 3,1. Kemudian pengklusteran dilakukan dengan menggunakan

algoritma UPGMA (unweighted pair group methode with averages). Setelah itu hasil

analisisnya dipresentasikan dalam bentuk dendogram menggunakan program Paint Shop

Pro dan diedit dengan program Adhop photo Shop (Sembiring, 2002 dan Suharjono et al.,

2007).

Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi bakteri pada kultur darah Widal

positif asal kota Semarang menunjukkan adanya keanekaragaman spesies bakteri baik

batang gram negatif maupun kokus gram positif (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Strain bakteri batang gram negatif hasil isolasi dari sampel darah Widal positif pada

pasien gejala klinis demam tifoid asal Kota semarang

No. Kode Strain Nama Strain Asal

1. NCTC 786 Salmonella typhi Strain Acuan

2. BA 07.4 Salmonella typhi Pusk. Bangetayu

3. BA 30.1 Escherichia coli Pusk. Bangetayu

4. BA 30.2 Escherichia coli Pusk. Bangetayu

5. BA 30.5 Salmonella ssp. Pusk. Bangetayu

6. BA 45.4.1 Enterobacter cloacae Pusk. Bangetayu

7. KD 30.3 Salmonella typhi Pusk. Kedungmundu

8. KD 30.4 Salmonella typhi Pusk. Kedungmundu

9. KD 08.4 Serratia marcescens Pusk. Kedungmundu

10. KD 08.5 Serratia marcescens Pusk. Kedungmundu

11. KD 58.4 K. pneumoniae ssp. Ozaenae Pusk. Kedungmundu

12. SA 02.1 Enterobacter cloacae RSI. Sultan Agung

13. SA 02.2 Salmonella typhi RSI. Sultan Agung

14. TG 03.5 Enterobacter cloacae RSUD. Tugurejo

15. KT 16 Enterobacter cloacae RSUD. Kota Semarang

Page 7: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Tabel 2. Strain bakteri kokus gram positif hasil isolasi dari sampel darah Widal positif pada

pasien gejala klinis demam tifoid asal Kota semarang

No. Kode Strain Nama Strain Asal

1. Aur BLK Staphylococcus xylosus Strain Acuan

2. KT 29.2 Staphylococcus hominis RSUD Kota Semarang

3. KT 30.5 Staphylococcus capitis RSUD Kota Semarang

4. TG 04.1 Staphylococcus cohnii RSUD Tugurejo

5. TG 06.1 Staphylococcus warnei RSUD Tugurejo

6. TG 01.3 Staphylococcus warnei RSUD Tugurejo

7. TG 09.1 Staphylococcus xylosus RSUD Tugurejo

8. BA 19.2 Staphylococcus saprophyticus Pusk. Bangetayu

9. BA 22.4 Staphylococcus aureus Pusk. Bangetayu

10. BA 47.4 Staphylococcus warnei Pusk. Bangetayu

11. BA 15.5 Staphylococcus saprophyticus Pusk. Bangetayu

12. KD 19.5 Staphylococcus xylosus Pusk. Kedungmundu

13. KD 61.5 Staphylococcus hominis Pusk. Kedungmundu

14. KD 29.5 Staphylococcus saprophyticus Pusk. Kedungmundu

15. KD 35.1 Staphylococcus hominis Pusk. Kedungmundu

Selain itu, pada penentuan hubungan kekerabatan pada 5 strain jamur, data yang

diperoleh dari karakterisasi tersebut dianalisis lebih lanjut untuk mencari Indeks Similaritas (IS)

antara kelima strain jamur tersebut. Digunakan dua macam koefisien indeks similaritas yaitu

Simple Matching Coeficient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ). Pada SSM semua sifat baik

bernilai double positif, berbeda, maupun double negative digunakan. Sedangkan pada SJ nilai

double negative pada kedua strain yang dibandingkan tidak digunakan. Pada SJ tidak

memperhatikan sifat-sifat yang sama dan sifat yang tidak dimiliki (negatif). Sedangkan pada

SSM semua sifat yang ada dilihat dan digunakan.

Hasil perhitungan SSM dan SJ hanya mendekati kebenaran, hal ini karena terdapat

kemungkinan bahwa pada saat melakukan pengamatan karakter diperoleh data yang tidak akurat

dikarenakan adanya ketidaktelitian atau ketidakakuratan dalam pengamatan ataupun memang

karena batasan untuk memberikan nilai positif atau negative pada suatu karakter untuk suatu

Page 8: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

strain bakteri sangatlah tipis dan hanya mengandalkan pengamatan visual saja, sehingga

kemungkinan terdapat kekeliruan dalam memutuskan sifat positif atau negative dari karakter

yang diamati. Perbedaan perhitungan SSM dan SJ dari awal hingga akhir ini menunjukkan

bahwa sifat double negative, memberikan efek besar pada keseluruhan metode taksonomi

numerik fenetik. Hal ini karena sifat double negative tersebut dianggap membingungkan karena

karakter menjadi tidak pasti hasilnya, yang kemudian dapat mengacaukan hasil klasifikasi bila

digunakan untuk perhitungan indeks similaritas. Percobaan menggunakan taksonomi numerik

fenetik maka kekerabatan tidak dapat disimpulkan dari nilai indeks similaritas. Nilai indeks

similaritas yang tinggi belum tentu strain-strain tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang

dekat. Metode Jaccard Coefficient (SJ) dianggap lebih cocok digunakan karena mayoritas

karakter yang digunakan dalam klasifikasi jamur dengan metode taksonomi numerik fenetik

adalah sifat double negative.

Indeks similaritas SSM dan SJ memiliki perbedaan dalam penggunaan sifat, sehingga

dapat mempengaruhi keakuratan hasil klasifikasi yang diperoleh serta keduanya memiliki

kelebihan dan kekurangan masing-masing. Indeks similaritas SSM memiliki kelebihan yaitu

kemudahan menghitung nilai pembagi dalam pecahan karena nilai pembaginya adalah sebanyak

karakter yang digunakan sehingga lebih praktis jika dilakukan perhitungan secara manual.

Namun kekurangannya adalah kurang akurat, sebab sifat yang double negative juga dihitung.

Sedangkan sifat tersebut adalah sifat yang ‘sama-sama tidak dimiliki oleh kedua strain yang

dibandingkan’, sehingga hubungan antara keduanya menjadi tidak jelas. Berbeda dengan indeks

similaritas SJ, yang memiliki kekurangan dalam menentukan nilai pembaginya kerena dihitung

dari karakter yang double positive, positif-negatif, dan negatif-positif. Tiap dua strain yang

diperbandingkan akan menghasilkan nilai pembagi yang berbeda, dan untuk penghitungan secara

manual akan menyulitkan prosesnya. Kelebihan dari indeks similaritas SJ adalah lebih akurat

karena hubungan sifat double negative tidak digunakan sehingga menghindari sifat yang ‘sama-

sama tidak dimiliki oleh kedua strain yang dibandingkan’, sehingga hubungan strain jamur yang

dibandingkan menjadi lebih jelas.

2. Mengetahui Hubungan Kekerabatan Tumbuhan

Hubungan kekerabatan tumbuhan dapat dicari dengan menggunakan taksonomi numerik

dimana semua bentuk fakta-fakta secara bersama-sama dari semua karakter baik morfologi,

anatomi atau biokimia mempunyai ukuran yang sama dalam proses pembuatan kepastian.

Page 9: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Pendekatan ini bertumpu pada sejumlah metode-metode statistik yang multivariasi. Kesamaan

atau kemiripan sifat antar golongan tumbuhan yang akan dicari kekerabatannya, dilakukan

penataan ke dalam golongan-golongan itu melalui suatu analisis yang dikenal sebagai “analisis

kelompok” (cluster analysis) ke dalam kategori takson yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-

kesamaan tadi.

Analisis taksonomi numerik harus diputuskan dari unit-unit taksonomi tingkat terendah

yang dikaji dalam OTU’s (Opertional Taxonomic Unit). OTU’s dapat merupakan tumbuhan

individual, pemisahan populasi dari jenis yang sama, pemisahan jenis dalam satu genus,

pemisahan genus dan sebagainya. Selain hal tersebut, karakteristik yang tepat harus diseleksi

untuk menunjukkan perbandingan OTU’s. Karakter-karakter tersebut diperoleh dari berbagai alat

morfologis yang ada.

Contoh penelitian yang pernah dilakukan adalah :

1. Menentukan Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium;

Familia Amaryllidaceae)

Dalam penelitian yang berjudul “Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang

Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae)” yang bertujuan untuk: (1) mengetahui

jumlah, bentuk dan ukuran kromosom anggota-anggota genus Allium, (2) mengetahui rumus

dan peta karyotipe anggota- anggota genus Allium dan (3) mengetahui hubungan

kekerabatan antar anggota-anggota genus Allium.

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: penanaman sediaan (Radford dkk.,

1974), pembuatan kemikalia (Berlyn dan Miksche, 1976; Mc Lean dan Cook, 1965), studi

pendahuluan, pembuatan preparat (Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan Short, 1979;

Soerodikoesoemo, 1989), pembuatan karyotipe (Robert dan Short, 1979; Ahmad dkk., 1993;

Levan dkk., 1964) dan penyusunan dendrogram (Sokal dan Sneath, 1963; Pielou, 1984).

Objek penelitian berupa enam spesies Allium yang dibudidayakan di Indonesia:

bawang merah (Allium ascalonicum L.), bawang bombay (Allium cepa L.), bawang merah

besar (Allium sp.), bawang putih (Allium sativum L.), bawang luncang (Allium fistulosum L.)

dan bawang prei (Allium porrum L.). Sedangkan bawang kucai (Allium odorum L) dan

bawang langkio (Allium schaenoprasum L.), keduanya tidak ditemukan di Surakarta dan

sekitarnya. Menurut Rismunandar (1989), keduanya jarang dibudidayakan dalam jumlah

Page 10: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

besar. Sebelum diteliti, setiap spesies diidentifikasi kembali dengan pustaka Backer dan

Bakhuizen van den Brink (1968).

Analisa Hasil

Pembuatan karyotipe

Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase

dengan fokus berbeda-beda. Kedua foto tersebut dijiplak (diblat) pada plastik

transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya. Kemudian jumlah

kromosom dan panjang kedua lengannya diukur (Ruas dkk., 1995; Davina dan

Vernandes, 1989; Robert dan Short, 1979), setelah itu dipasang-pasangkan sesuai

homolognya (Ahmad dkk., 1993). Data morfometri diperoleh dari 10 kromosom

prometafase. Sifat yang diamati meliputi; panjang absolut (μm), indeks sentromer relatif

(centromeric index = Ci), panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome

length = HCL), indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%), perbandingan pasangan

kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R), serta perbandingan lengan panjang dan

pendek (L/S).

a. Panjang absolut (μm), Ukuran absolut kromosom ditentukan secara langsung (Ruas

dkk., 1995).

b. Indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci), Bentuk kromosom ditentukan

berdasarkan posisi relatif sentromer (Levan dkk., 1964).

panjang lengan pendek kromosom

Ci = ---------------------------------------------- X 100

total panjang lengan kromosom

c. Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).

kromosom terpanjang

Nilai L/S = ----------------------------------

kromosom terpendek

d. Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL). Nilai

HCL dihitung dengan menjumlahkan seluruh panjang pasangan kromosom.

e. Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%) (Ruas dkk., 1995):

Page 11: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Total lengan panjang kromosom set

AsI % = ------------------------------------------- X 100

total panjang kromosom set

f. Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R) (Ruas dkk.,

1995):

pasangan kromosom terpanjang

R = -------------------------------------------------

pasangan kromosom terpendek

Pembuatan dendrogram filogeni

a. Hubungan kekerabatan fenetik ditentukan dengan metoda pengelompokan koefisien

asosiasi. Indek similaritas ditentukan dengan rumus (Sokal dan Sneath, 1963):

sifat berpasangan (++/--)

Indeks similaritas = ----------------------------- X 100

seluruh sifat (++/--/+-/-+)

b. Tingkatan persamaan harga-harga koefisien assosiasi ditentukan dengan analisis

klaster (Pielou, 1984).

Hasil dan Pembahasan

Analisis Karyotipe

Indeks sentromer (Ci)

Dalam penelitian ini keenam spesies yang diamati memiliki jumlah kromosom sama,

2n = 16. Hampir semua pasangan kromosom berbentuk metasentris, kecuali pasangan

kromosom pertama Allium sp. Pasangan ini berbentuk submetasentris (Sm), dengan indeks

sentromer 34,0, sehingga rumus karyotipe 2n = 14m + 2 sm, sedang kelima spesies lain

rumus karyotipenya 2n = 16 m. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat kesamaan genetik

pada keluarga Allium.

Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S)

Nilai L/S ini memiliki kegunaan sama dengan indeks sentromer dari Levan dkk.

(1964). Indeks sentromer tersebut dapat dikonversi menjadi nilai L/S sebagai berikut:

• Bentuk kromosom metasentris: nilai CI = 50-37,5 atau nilai L/S = 1,00-1,67

• Bentuk kromosom sub-metasentris: nilai CI = 37,5- 25 atau nilai L/S = 1,67-3,00

• Bentuk kromosom sub-telosentris: nilai CI = 25- 12,5 atau nilai L/S = 3,00-7,00

Page 12: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Dalam penelitian ini, keenam spesies yang masing- masing memiliki 8 pasangan

kromosom hampir semuanya memiliki nilai L/S antara 1,00-1,67, sehingga kromosom

berbentuk metasentris. Kecuali pasangan pertama kromosom Allium sp., dimana nilai

L/S-nya adalah 1,92, sehingga kromosomnya berbentuk submetasentris.

Panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL)

Nilai HCL tertinggi diperoleh A.sativum, yaitu 196,34, disusul A.porrum 137,27

μm, Allium sp. 132,69 μm, A.ascalonicum 124,71 μm, A.cepa 116,8 μm dan A.fistulosum

113,6 μm. HCL dapat digunakan untuk menduga perbedaan fenotip, perbedaan panjang

HCL mengindikasikan perbedaan jumlah gen yang mengontrol sifat fenotip tersebut. Dari

nilai HCL di atas terlihat bahwa A.sativum memiliki HCL yang jauh berbeda dengan

kelima spesies lain. Hal ini berkaitan dengan hubungan kekerabatannya yang jauh

berbeda dengan kelima spesies lainnya.

Indeks asimetri relatif (AsI%)

Indeks ini menunjukkan simetri rata-rata antara lengan panjang dan pendek dalam

kromosom set. Dalam penelitian ini, nilai AsI% keenam spesies sedikit di atas 50,

sehingga cenderung berbentuk simetris (metasentris). Secara berturut-turut nilai AsI%

keenam spesies adalah A.cepa 53,79, A.porrum 54,88, A.sativum 55,45, Allium sp. 56,26,

A.ascalonicum 57,30 dan A.fistulosum 57,70. Tingkat simetri kromosom A.cepa paling

tinggi sedang tingkat simetri A.fistulosum palilng rendah. Perbandingan pasangan

kromosom terpanjang dan terpendek (R). Nilai R digunakan untuk mendeteksi

keseragaman panjang kromosom dalam satu spesies (satu kromosom set).

Dalam penelitian ini panjang kromosom A.ascalonicum dan A.sativum relatif

sama dalam kromosom set-nya, masing-masing dengan nilai R 1,6 untuk A.ascalonicum

dan 1,7 untuk A.sativum. Sedang keempat spesies lainnya memiliki nilai R lebih

bervariasi. Allium sp. dengan nilai R 2,71, A.porrum 2,67, A.fistulosum 2,28 dan A.cepa

2,25.

Hubungan Kekerabatan Allium

Dalam penelitian ini hubungan kekerabatan ditentukan berdasarkan 19 sifat

sitologi dan satu sifat morfologi yang sangat khas untuk tumbuhan bawang. Ke-19 sifat

sitologi tersebut meliputi ukuran absolut pasangan kromosom sebanyak 8 buah,

perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S) sebanyak 8 buah, serta panjang

Page 13: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

keseluruhan kromosom haploid (HCL), indeks asimetri relatif (AsI%), perbandingan

pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R), masing-masing satu buah. Sifat khas

morfologi yang ditambahkan adalah terbentuk-tidaknya umbi lapis. Dendrogram filogeni

yang disajikan pada gambar 8 menunjukkan bahwa spesies-spesies yang memiliki

kekerabatan paling dekat adalah A.ascalonicum dan A.fistulosum , dengan indek

similaritas mencapai 80. Hal ini agak mengherankan apabila ditinjau dari terbentuk

tidaknya umbi, mengingat umbi lapis A.fistulosum sangat kecil, hanya berupa tonjolan,

sehingga sering dianggap tidak membentuk umbi. Namun hal ini juga mengindikasikan

bahwa umbi lapis A.fistulosum yang kecil tersebut pada dasarnya memiliki struktur sama

dengan umbi lapis A.ascalonicum, yakni terdiri dari pelepah-pelepah daun yang tersusun

berseling. Secara morfologi keduanya cenderung memiliki kesamaan bentuk daun, bunga

dan bau minyak atsiri. Varitas A.fistulosum tertentu juga mampu hidup di daratan rendah

sebagaimana A.ascalonicum. Kedekatan hubungan kekerabatan kedua spesies di atas

disusul oleh A.cepa dan Allium sp., dimana indeks similaritas di antara keduanya

mencapai 75. Selama ini di pasaran, Allium sp. sering diasosiasikan dengan

A.ascalonicum biasa, karena teksturnya menyerupai A.ascalonicum biasa, meskipun

ukuran, karakter daun, bunga dan tempat tumbuhnya lebih cenderung serupa dengan

A.cepa.

Berdasarkan dendrogram anggapan ini dapat dibantah, Allium sp. lebih dekat

hubungan kekerabatannya dengan A.cepa. Allium sp. kemungkinan merupakan salah satu

kultivar A.cepa yang telah mengalami mutasi, sehingga berbeda dengan induknya atau

mungkin pula merupakan hasil persilangan antara A.cepa dengan A.ascalonicum biasa,

karena dalam praktek di lapangan persilangan kedua spesies ini dapat menghasilkan

anakan yang fertil. Persilangan ini dapat terjadi secara alamiah dengan bantuan serangga

atau disengaja. Data morfometri menunjukkan pasangan pertama kromosom Allium sp.

berbentuk sub-metasentris, berbeda dengan kromosom lain yang berbentuk metasentris,

sehingga dapat diduga perbedaan-perbedaan yang terjadi dikontrol oleh gen-gen di dalam

pasangan kromosom ini. Gabungan A.ascalonicum dan A.fistulosum dengan gabungan

A.cepa dan Allium sp. bertemu pada indeks similaritas 65, bersamaan dengan A.porrum.

Hal ini sesuai dengan struktur umbi lapis kelimanya yang pada dasarnya sama, terdiri dari

pelepah-pelepah daun yang tumpuk menumpuk secara berseling dan bagian panggalnya

Page 14: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

menonjol, meskipun pada A.fistulosum dan A.porrum ukuran tonjolan ini sangat kecil,

sehingga sering dikatakan tidak memiliki umbi. A.sativum merupakan spesies terakhir

yang bergabung dalam rumpun Allium ini. A.sativum bergabung pada indeks similaritas

35. Dalam pengamatan morfologi, struktur umbi A.sativum sangat berbeda dengan

kelima bawang lainnya. Umbi lapis A.sativum berupa segmensegmen siung (clove) yang

diselubungi dan disatukan oleh sisik-sisik pelepah daun sangat tipis, sehingga

membentuk rumpun umbi lapis agak pipih. Siung berfungsi untuk menyimpan cadangan

makanan dan setiap siung mengandung satu buah mata tunas. Dalam satu rumpun dapat

dijumpai 3-13 buah siung, sedang umbi lapis kelima spesies lainnya berupa pangkal

pelepah daun menebal, tersusun berseling dan berfungsi sebagai organ cadangan

makanan. Di dalamnya terdapat 1-3 mata tunas yang menyisip di antara sela-sela pelepah.

Di samping itu umbi lapis A.sativum berbau sangat tajam, berbeda dengan kelima spesies

lainnya yang baunya antara moderat hingga netral.

2. Menentukan Hubungan Kekerabatan antara Anggrek Spesies berdasarkan Sifat Morfologi

Tanaman dan Bunga

Salah satu bentuk aplikasi Taksonomi Numerik adalah menentukan hubungan

kekerabatan antara anggrek spesies berdasarkan sifat morfologi tanaman dan bunga yang

dilakukan oleh Aziz Purwantoro, Erlina Ambarwati dan Fitria Setyaningsih tahun 2005.

Kekerabatan diantara anggrek spesies perlu diketahui untuk melakukan persilangan dalam

program pemuliaan. Persilangan antara anggrek-anggrek spesies yang berkerabat dekat akan

meningkatkan peluang keberhasilan persilangan. Tujuan penelitiannya adalah untuk

mengetahui hubungan kekerabatan enam belas jenis anggrek spesies berdasarkan karakter

morfologinya. Karakter morfologi tanaman anggrek yang diamati meliputi tinggi tanaman

(cm), panjang daun (cm), lebar daun (cm), perbandingan panjang dengan lebar daun, jumlah

Page 15: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

kuntum bunga, panjang tangkai bunga (cm), diameter bunga (cm), panjang kelopak bunga

(sepala) (cm), warna daun, tipe pertumbuhan batang dan aroma bunga. Data yang bersifat

deskriptif seperti tingkat kehijauan warna daun, aroma bunga dan tipe pertumbuhan batang

(pseudobulb) dinilai secara numerik dengan memberikan skoring yang menggambarkan

perbedaan. Hubungan kekerabatan keenam belas anggrek spesies dianalisis dengan

menggunakan Analisis Cluster metode Agglomerative (Everitt, 1993).

Hasil analisis cluster menunjukkan bahwa Phalaenopsis membentuk satu cluster,

berdasarkan kesamaan tipe pertumbuhan batang, keragaan tanaman, daun, jumlah kuntum

bunga, panjang tangkai bunga, diameter bunga dan panjang kelopak bunga.. Dendrobium

membentuk empat cluster, hal ini disebakan oleh perbedaan karakteristik bunganya,

sedangkan B. Lobii, A. Miniatum, Vanda tricolor dan G. Scriptum masing-masing

membentuk cluster tersendiri dan terpisah dari Phalaenopsis dan Dendrobium.

Bahan yang digunakan berupa 16 anggrek spesies hutan yang sedang berbunga, yaitu

Dendrobium anosmum, D. bracteosum, D.capra, D. johannis, D. macrophyllum, D.

phalaenopsis, D. scundum, D. stratiotes, D. undulatum, D. veratrifolium, Phalaenopsis

amboinensis, P. violaceae, Vanda tricolor, Ascocentrum miniatum (Vanda mini),

Bulnophyllum lobii dan Grammatophyllum scriptum, milik beberapa pengusaha anggrek di

Kabupaten Sleman dan Kotamadya Yogyakarta. Setiap jenis anggrek spesies yang digunakan

terdiri atas 4 ulangan dengan setiap ulangan terdiri atas satu unit tanaman.

Pengamatan dilakukan terhadap sifat morfologi tanaman yang meliputi tinggi

tanaman (cm), panjang dan lebar daun (cm), jumlah kuntum bunga dalam setiap tangkai

bunga, panjang tangkai bunga (cm), diameter bunga (cm), panjang kelopak bunga (sepala)

(cm), tingkat kehijauan warna daun (berdasarkan buku Munshell colour chart), aroma bunga

dan tipe pertumbuhan batang (pseudobulb).

Data yang bersifat kuantitatif, seperti tinggi tanaman, panjang dan lebar daun, jumlah

kuntum bunga dalam setiap tangkai bunga, garis tengah bunga, serta panjang sepala

diperoleh dari pengukuran secara langsung. Analisis data kuantitatif yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah analisis varian menurut model rancangan acak lengkap dengan

empat ulangan pada tingkat signifikansi 5%. Apabila pada sumber ragam genotipe terdapat

perbedaan pengaruh yang nyata dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan pada

tingkat signifikansi 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Data yang bersifat deskriptif seperti

Page 16: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

tingkat kehijauan warna daun, aroma bunga dan tipe pertumbuhan batang (pseudobulb)

dinilai secara numerik dengan memberikan skoring yang menggambarkan perbedaan, seperti

tercantum dalam tabel 1.

Analisis data awal digunakan cluster data yang bersifat kuantitatif maupun deskriptif

dengan metode Agglomerative untuk mengidentifikasi sekelompok obyek yang mempunyai

kemiripan karakteristik tertentu yang dapat dilihat dengan jelas. Selanjutnya, klasifikasi

bertingkat hasil analisis awal dapat disajikan dalam diagram dua dimensi, yang dikenal

dengan dendrogram, yang menggambarkan penggabungan yang dibuat bertahap.

Dari keenambelas anggrek spesies yang dipergunakan dalam penelitian ini, masing-

masing jenis memperlihatkan karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan

tersebut dikarenakan perbedaan habitat asal diambilnya tanaman anggrek yang bersangkutan.

Habitat asal tanaman anggrek memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan anggrek melalui

pengaruh sinar matahari, cuaca atau keadaan iklim, suhu udara, kelembaban udara serta

tersedianya unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman anggrek untuk mendukung

pertumbuhan tanaman anggrek, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas dan

kuantitas bunga yang dihasilkannya. Meskipun terdapat keragaman karakter dari masing-

masing jenis anggrek yang diuji, terdapat pula kesamaan karakter seperti terlihat pada tabel

berikutnya (tabel 2).

Page 17: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Hasil P engamatan

Kesamaan karakter yang dimiliki oleh beberapa anggrek spesies yang diuji dapat

menunjukkan kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh anggrek-anggrek

tersebut. Oleh karena itu dilakukan pengujian kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang

dimiliki oleh keenam belas anggrek yang diuji dengan menggunakan dendrogram, seperti terlihat

dalam Gambar 1.

Dendrogram hubungan kekerabatan yang terlihat dalam gambar 1. merupakan gambaran

kedekatan kekerabatan pada 16 jenis anggrek spesies. Hasil analisis cluster dengan metode

Agglomerative memperlihatkan bahwa anggrek yang berasal dari satu genus yang sama belum

tentu memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Hubungan kekerabatan yang dekat dapat

pula terdapat di antara anggrek-anggrek yang berbeda genusnya. Hal ini dapat saja terjadi karena

yang dijadikan dasar pengamatan adalah karakter fenotipe sehinga faktor lingkungan ikut

berperan.

Page 18: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

Kesimpulan dari pengamatan dilakukan oleh Aziz Purwantoro, Erlina Ambarwati dan

Fitria Setyaningsih tahun 2005, hHubungan kekerabatan berdasarkan sifat morfologi enam

belas anggrek spesies memberikan hasil bahwa Phalaenopsis membentuk satu cluster,

berdasarkan atas kesamaan tipe pertumbuhan batang, karakteristik tanaman dan daun, jumlah

kuntum bunga, panjang tangkai bunga, diameter bunga dan panjang kelopak bunga.

Dendrobium membentuk empat cluster yang berbeda, hal ini dikarenakan banyaknya

perbedaan karakter bunga yang terlihat pada diameter bunga, panjang kelopak bunga, aroma

bunga dan ada tidaknya sifat nobel. B.lobii, A. miniatum, Vanda tricolor, dan G. scriptum

masing-masing membentuk cluster tersendiri dan terpisah dari cluster Phalaenopsis dan

Dendrobium.

Intinya dalam setiap pengklasifikasian organisme dan mencari hubungan

kekerabatannya digunakan prinsip-prinsip kerja taksonomi numerik yang didasarkan pada

prinsip Adansonian, prinsip-prinsip tersebut yaitu :

a. Semakin banyak informasi yang terdapat dalam taksa dan semakin banyak karakter yang

mendasarinya, maka semakin baik klasifikasi yang dihasilkan

b. Bersifat apriori, artinya setiap karakter memiliki nilai atau bobot yang sama dalam

membentuk taksa alami

c. Semua persamaan antar dua taksa merupakan fungsi dari persamaan individual pada

semua karakter di mana keduanya dibandingkan

d. Taksa yang berbeda dapat terjadi karena korelasi karakter yang berbeda-beda dalam

kelompok yang dipelajari

e. Taksonomi merupakan ilmu empiris

f. Klasifikasi didasarkan pada persamaan fenetik

Indonesia yang memiliki aneka ragam tanaman yang cukup banyak, dengan penelitian-

penelitian mengenali berbagai macam kultivar tanaman tertentu menggunakan taksonomi

numerik yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia akan membantu memberikan

pemahaman pada penelitian selanjutnya mengenai eksplorasi dan pemanfaatannya serta

konservasinya.

3. Logika Fuzzy

Dalam kehidupan sehari-hari adakalanya suatu proses hanya dapat berjalan dengan baik

dan menghasilkan output yang diharapkan jika beroperasi pada range suhu yang sempit. Maka

Page 19: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

usaha untuk mempertahankan suhu proses menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Salah satu

metode penunjang taksonomi numeris dalam proses klasifikasi adalah dengan adanya pendekatan

logika fuzzy. Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan ruang input kedalam

suatu ruang output (Kusumadewi, 2003). Konsep ini diperkenalkan dan dipublikasikan pertama

kali oleh Lotfi A. Zadeh, seorang profesor dari University of California di Berkeley pada tahun

1965. Logika fuzzy menggunakan ungkapan bahasa untuk menggambarkan nilai variabel.

Logika fuzzy bekerja dengan menggunakan derajat keanggotaan dari sebuah nilai yang

kemudian digunakan untuk menentukan hasil yang diinginkan berdasarkan atas spesifikasi yang

telah ditentukan.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa logika fuzzy memetakan ruang input ke ruang

output. Antara input dan output ada suatu kotak hitam yang harus memetakan input ke output

yang sesuai. Dimana akhir-akhir ini logika fuzzy tersebut digunakan dalam aplikasi metode

numerik terhadap pengklasifikasian. Sebuah jurnal teknologi menyatakan bahwa, “logika fuzzy

pada masa-masa mendatang akan memainkan peranan penting dalam sistem kendali digital“

(Bartos, 1992). Oleh karena itu, perlu adanya logika fuzzy sebagai penunjang metode numeris

agar memudahkan dalam objek studi klasifikasi mikroba di masa depan, dan dapat memberikan

gagasan bagi penelitian selanjutnya.

Beberapa aplikasi logika fuzzy, antara lain:

1. Pada tahun 1990 pertama kali dibuat mesin cuci dengan logika fuzzy di Jepang

(Matsushita Electric Industrial Company). Sistem fuzzy digunakan untuk menentukan

putaran yang tepat secara otomatis berdasarkan jenis dan banyaknya kotoran serta jumlah

yang akan dicuci. Input yang digunakan adalah: seberapa kotor, jenis kotoran, dan

banyaknya yang dicuci. Mesin ini menggunakan sensor optik , mengeluarkan cahaya ke

air dan mengukur bagaimana cahaya tersebut sampai ke ujung lainnya. Makin kotor,

maka sinar yang sampai makin redup. Disamping itu, sistem juga dapat menentukan jenis

kotoran (daki atau minyak).

2. Transmisi otomatis pada mobil. Mobil Nissan telah menggunakan sistem fuzzy pada

transmisi otomatis, dan mampu menghemat bensin 12 – 17%.

3. Kereta bawah tanah Sendai mengontrol pemberhentian otomatis pada area tertentu.

4. Ilmu kedokteran dan biologi, seperti sistem diagnosis yang didasarkan pada logika fuzzy,

penelitian kanker, manipulasi peralatan prostetik yang didasarkan pada logika fuzzy, dll.

Page 20: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

5. Manajemen dan pengambilan keputusan, seperti manajemen basisdata yang didasarkan

pada logika fuzzy, tata letak pabrik yang didasarkan pada logika fuzzy, sistem pembuat

keputusan di militer yang didasarkan pada logika fuzzy, pembuatan games yang

didasarkan pada logika fuzzy, dll.

6. Ekonomi, seperti pemodelan fuzzy pada sistem pemasaran yang kompleks,dll.

7. Klasifikasi dan pencocokan pola.

8. Psikologi, seperti logika fuzzy untuk menganalisis kelakuan masyarakat, pencegahan dan

investigasi kriminal, dll.

9. Ilmu-ilmu sosial, terutam untuk pemodelan informasi yang tidak pasti.

10. Ilmu lingkungan, seperti kendali kualitas air, prediksi cuaca, dll.

11. Teknik, seperti perancangan jaringan komputer, prediksi adanya gempa bumi,dll.

12. Riset operasi, seperti penjadwalan dan pemodelan, pengalokasian, dll.

13. Peningkatan kepercayaan, seperti kegagalan diagnosis, inspeksi dan monitoring produksi.

Di bawah ini salah satu contoh grafik yang akan ditunjukkan oleh logika fuzzy pada

temperature :

Sedangkan alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy, yaitu :

1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran

fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.

2. Logika fuzzy sangat fleksibel.

3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.

4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinier yang sangat kompleks.

5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para

pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.

7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami (Kusumadewi, 2003).

Page 21: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Taksonomi numerik merupakan proses penataan organisme ke dalam suatu

kelompok (takson) berdasarkan hubungan kemiripan (nilai similaritas) secara kuantitatif.

Taksonomi numerik dapat diaplikasikan dalam hal mengamati hubungan kekerabatan

pada strain-strain mikroba, mengetahui hubungan kekerabatan tumbuhan, dan penerapan

metode logika fuzzy sebagai kendali digital. Intinya dalam setiap pengklasifikasian

organisme dan mencari hubungan kekerabatannya digunakan prinsip-prinsip kerja

taksonomi numerik yang didasarkan pada prinsip Adansonian.

B. Saran

Perlu dilakukan pembelajaran lebih lanjut agar dapat mengaplikasikan ilmu

taksonomi numerik dalam kehidupan sehari-hari, tidak terbatas pada aplikasi hubungan

kekerabatan saja.

Page 22: Aspek Aplikasi Dengan Pendekatan Taksonomi Numerik-Revisi Fix

DAFTAR PUSTAKA

Anggarwulan, E., N. Etikawati, A.D. Setyawan. 1999. Karyotipe Kromosom pada Tanaman

Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae). B i o SMART 1 (2) : 13-19

Bartos, F.J. 1992. Fuzzy Logic is Clearly Here to Stay. McGraw-Hill Pub : Control Engineering

Darmawati, S., L. Sembiring, W. Asmara, T. Wayan, Artama. 2001. Keanekaragaman Spesies

Bakteri Pada Kultur Darah Widal Positif Asal Kota Semarang Berdasarkan Karakter

Fenotipik. Surakarta : Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS

Everitt, B.S. 1993. Cluster Analysis. Third Edition. Halsted Press an Imprint of John Wiley and

Sons Inc. New York.

Kusumadewi, S. 2003.  Artificial Intelligence: Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta : Graha Ilmu

Purwantoro, Aziz; Erlina Ambarwati; dan Fitria Setyaningsih. 2005. Kekerabatan Antar Anggrek

Spesies Berdasarkan Sifat Morfologi Tanaman Dan Bunga (Phylogenetic Of Orchids

Based On Morphological Characters). Ilmu Pertanian 12 (1) : 1 – 11.

Rolliawati. 2012. Logika Fuzzy. Surabaya : Universitas Narotama

Sembiring, L. 2003. Petunjuk Praktikum Sistematik Mikrobia. Yogyakarta : Laboratorium

Mikrobiologi UGM

Utami, N.S. 2012. Variasi Morfologi dan Hubungan Fenetik Populasi Sukun (Artocarpus altilis

(Parkinson) Fosberg) di Hutan Penelitian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan

Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Playen, Gunung Kidul. Yogyakarta : Universitas

Negeri Yogyakarta