b a b I-daftar Pustaka

download b a b I-daftar Pustaka

of 45

description

text

Transcript of b a b I-daftar Pustaka

45

B A B IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakangSindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifesatasi klinis yang ditandai dengan proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik paling banyak disebabkan oleh kelainan primer pada glomerulus ginjal.1,2 Sindrom nefrotik lebih sering ditemukan pada anak dibandingkan pada dewasa.2 Insidensi SN pada anak di Amerika Serikat dan Inggris yaitu 2-4 kasus baru per 100.000 anak tiap tahun sedangkan di Indonesia insidensinya lebih tinggi diperkirakan 6 kasus baru per 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun. Puncak kejadian SN yaitu pada usia 2-3 tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan yaitu 2:1.3,4Sesuai rekomendasi International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) terapi inisial sindrom nefrotik adalah prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam 4 minggu dan dilanjutkan dengan prednison 40 mg/m2LPB/hari (maksimal 60 mg/hari) selang sehari selama 4 minggu.1 Apabila terjadi remisi dengan terapi prednison dosis penuh dalam 4 minggu disebut sensitif steroid (SNSS) dan apabila tidak terjadi remisi maka disebut resisten steroid (SNRS).1-4 Walaupun kortikosteroid berhasil menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas SN yang tinggi, kortikosteroid dapat menimbulkan efek samping karena dosis terapinya yang tinggi dan digunakan dalam jangka waktu yang lama. Salah satu efek samping yang ditimbulkan yaitu hipertensi.3,5 Kortikosteroid dapat menyebabkan hipertensi melalui efek mineralokortikoid yaitu dengan meningkatkan retensi natrium dan air di ginjal, ekspansi volume plasma, dan akhirnya meningkatkan tekanan darah.6 Hipertensi sebagai efek samping terapi kortikosteroid dosis tinggi yaitu sebesar 20%.7 Penelitian yang dilakukan di RS Dr. Sardjito yang menyebutkan bahwa SN dengan terapi kortikosteroid sebesar 21% merupakan penyebab hipertensi pada anak.8 Dosis minimal yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu 7,5 mg prednison dengan lama terapi selama 2 minggu.Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal kronik yang cenderung mengalami relaps yang berulang.2 Semakin sering anak mengalami relaps, maka semakin sering anak diberikan terapi kortikosteroid sehingga risiko memperoleh efek samping semakin meningkat. Dosis dan lama terapi kortikosteroid yang digunakan pada anak dengan SN relaps jarang, relaps sering, dan resisten steroid pun berbeda dalam penatalaksanaannya. Anak dengan SN relaps sering mendapatkan terapi kortikosteroid dosis tinggi sehingga berisiko lebih besar menderita hipertensi daripada SN resisten steroid dan SN relaps jarang. Beberapa penelitian mengusulkan agar terapi inisial diperpanjang untuk mengurangi risiko terjadinya relaps.1,4,9,10Pemeriksaan tekanan darah secara rutin merupakan upaya untuk mendeteksi adanya hipertensi sejak dini. Tekanan darah anak dengan SN umumnya normal atau rendah, namun 21% pasien mengalami hipertensi yang bersifat sementara.2 Hipertensi berat pada anak dengan SN merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal.1,2 Hipertensi berat akan mengakibatkan komplikasi yang berat terutama pada organ kardiovaskular, otak, ginjal, dan mata.11 Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

1.2 Permasalahan penelitianApakah terdapat hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik?

1.3 Tujuan penelitianMengetahui hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik.

1.4 Manfaat penelitian1. Segi keilmuan: dapat menginformasikan hubungan antara terapi kortikosteroid pada anak dengan sindrom nefrotik relaps jarang, relaps sering, dan resisten steroid dengan kejadian hipertensi.2. Segi pelayanan kesehatan: sebagai deteksi dini hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik. 3. Segi penelitian: hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya.

1.5 Keaslian penelitianPenelitiJudulDesainSubyekHasil

Kontchou dkk.Di Italia(2009)

Wisata L, Dwi P, Dany H.Di Bandung(2010)

Blood pressure in children with minimal change nephrotic syndrome during oedema and after steroid therapy: the influence of familial essential hypertension.

Perbedaan aspek klinis sindrom nefrotik resisten steroid dan sensitif steroid pada anak

Deskriptif dengan mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah terapi.

Retrospektif dengan menggunakan catatan medik.

49 anak SN usia pra remaja dibagi 2 kelompok:Kelompok I mempunyai riwayat keluarga hipertensi,Kelompok II tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi.

Penderita SNRS dan SNSS di RS Hasan Sadikin mulai Januari 2008-September 2009.

Fase edema SN:Kel I 88% TD di atas persentil 90Kel II 53% TD di atas persentil 90Setelah terapi standar steroid 4 minggu:Kel I 52% TD di atas persentil 90Kel II 34% TD di atas persentil 90Riwayat keluarga hipertensi berpengaruh pada fase edema sindrom nefrotik pada anak

Dari 76 subyek, tidak adanya perbedaan bermakna kadar protein nonalbumin (p=0,139), kejadian hipertensi (p=0,247), dan kejadian hematuria (p=0,054) antara 2 kelompok. Kadar kolesterol SNRS lebih rendah dari SNSS.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal: Variabel yang akan diteliti dibedakan menjadi terapi kortikosteroid pada anak dengan sindrom nefrotik relaps jarang, relaps sering, dan resisten steroid.Metode penelitian yaitu penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional dengan mengukur tekanan darah setelah mendapatkan terapi kortikosteroid.B A B IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Sindrom Nefrotik2.1.1DefinisiSindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis yang ditandai dengan proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik > 2+), hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), edema, dan hiperkolesterolemia.1

2.1.2EpidemiologiSindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal kronik yang sering ditemukan pada anak.2 Insidensi SN pada anak di Amerika Serikat dan Inggris yaitu 2-4 kasus baru per 100.000 anak tiap tahun sedangkan di Indonesia insidensinya lebih tinggi diperkirakan 6 kasus baru per 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun.4 Puncak kejadian SN yaitu pada usia 2-3 tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan yaitu 2:1.3,4

2.1.3EtiologiEtiologi sindrom nefrotik pada anak yang paling banyak adalah lesi/kelainan primer pada glomerulus ginjal yang diduga disebabkan oleh kelainan imunologis. Kelainan glomerulus ini berdasarkan gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM) sekitar 80-90%, glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferasi difus (MPD) 1,9-2,3%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 6,2%, dan nefropati membranosa (GNM) sekitar 1,3 %.1 2.1.4PatofisiologiProteinuria merupakan kelainan utama SN, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proses awal terjadinya sindrom nefrotik adalah kerusakan dinding kapiler glomerulus yang berfungsi sebagai sawar filtrasi sehingga terjadi peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma yang mengakibatkan proteinuria masif. Pada SNKM mempunyai kelainan utama pada hilangnya sawar muatan negatif selektif sehingga protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas albumin. Sedangkan pada SN dengan kelainan glomerulus lain, keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein dengan berat molekul yang besar.3Pada proteinuria yang berlangsung lama atau berat menyebabkan hipoalbuminemia dan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik plasma sehingga terjadi pergeseran cairan plasma ke ruang interstisial dan menyebabkan terbentuknya edema. Penurunan volume intravaskuler menstimulasi mekanisme kompensasi dengan mengaktifkan sistem renin angiotensin dan aldosteron. Sistem ini meningkatkan retensi natrium dan air oleh ginjal sehingga edema menjadi semakin berat. Hiperlipidemia disebabkan hipoalbuminemia yang memacu peningkatan sintesis lipoprotein dalam hati atau degradasi lipid yang menurun.3

2.1.5Tata LaksanaSesuai rekomendasi International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) terapi inisial sindrom nefrotik adalah prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari atau 60 mg/m2/hari (maksimal 80 mg/hari) dibagi tiga dosis selama 4 minggu. Setelah pemberian kortikosteroid dua minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus dan remisi lengkap mencapai 94% setelah terapi kortikosteroid 4 minggu. Remisi dinyatakan dengan proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. Kemudian terapi kortikosteroid dilanjutkan dengan diberikan prednison 1,5 mg/kgBB/hari atau 40 mg/m2LPB/hari (maksimal 60 mg/hari) selang sehari selama 4 minggu.1-4 Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan karena akan menambah beban glomerulus. Diberikan diet protein normal yaitu 2 g/kgBB/hari dan jika terdapat proteinuria persisten diberikan 2-2,5 g/kgBB protein setiap hari. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. Terapi diuretik diberikan dengan indikasi edema berat. Penggunaan diuretik yang tersering adalah furosemid. Biasanya furosemid diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton.4

2.1.6KlasifikasiBerdasarkan respon SN terhadap terapi kortikosteroid terdapat istilah yang sering digunakan yaitu: 1-4(1) SN relaps jarang: relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respon awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.(2) SN relaps sering: relaps terjadi lebih dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respon awal atau > 4 kali dalam periode 1 tahun.(3) SN dependen steroid: relaps terjadi pada saat dosis kortikosteroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.(4) SN resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

2.1.7Komplikasi dan prognosisKomplikasi sindrom nefrotik yaitu infeksi, trombosis, syok hipovolemia, kelainan ginjal akut, hipertensi, malnutrisi, hiperlipidemia, dan edema refraktori.5,10 Meskipun lebih dari 70% anak dengan SNSS mengalami relaps dan hampir 50% mengalami relaps sering atau dependen steroid, namun anak dalam kelompok ini mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik minimal. Sebagian besar anak dengan SNRS mempunyai risiko untuk mendapat komplikasi, penyakit ginjal progresif, dan gagal ginjal terminal.2

2.2KortikosteroidSejak tahun 1950 kortikosteroid digunakan untuk terapi sindrom nefrotik sebagai imunosupresif dan antiinflamasi. Kortikosteroid dijadikan sebagai terapi inisial sindrom nefrotik karena berhasil menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi.3,4 Secara fisiologis kortikosteroid merupakan hormon yang disintesis dari kolesterol dan disekresi oleh kelenjar korteks adrenal. Sekresi hormon korteks adrenal dirangsang oleh adrenocorticotropin hormone (ACTH) yang disekresi oleh hipofisis. Hormon korteks adrenal terdiri dari hormon kortisol dan aldosteron. Setiap hari kortisol disekresi sebanyak 20 mg/hari dan aldosteron sebanyak 0,125 mg/hari. Sekresi aldosteron terutama dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin dalam darah. Pengeluaran renin ini diatur oleh tekanan perfusi ginjal dan sistem saraf sedangkan penghambatan renin dipengaruhi oleh volume darah.122.2.1FarmakokinetikKortikosteroid oral yang digunakan untuk terapi sindrom nefrotik adalah prednison. Bentuk sediaan prednison yang umumnya digunakan adalah tablet dengan dosis 5 mg yang ekivalen dengan dosis 20 mg kortisol.12,13 Prednison pada pemberian oral diabsorbsi cukup baik. Dalam sirkulasi darah sebagian besar berikatan dengan protein plasma yaitu transcortin dan albumin. Prednison dimetabolisme dalam hepar menjadi bentuk aktif yaitu prednisolon dengan mengubah 11-keto menjadi 11-hidroksil. Prednisolon dimetabolisme lebih lambat daripada kortisol sehingga memperpanjang waktu paruh eliminasi.122.2.2FarmakodinamikDalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortioid adalah sebagai antiinflamasi sedangkan mineralokortikoid pengaruh utamanya pada pengaturan keseimbangan air dan elektrolit. Adanya ikatan rangkap pada atom C1-2 akan meningkatkan potensi efek glukokortikoid pada prednison. Prednison mempunyai efek glukokortioid empat kali lebih besar dari kortisol dan efek mineralokortikoid yang minimal.12,132.2.3Efek SampingEfek samping yang timbul akibat terapi kortikosteroid dosis tinggi dan jangka waktu yang lama antara lain hipertensi, kelainan psikiatris, osteoporosis, obesitas, diabetes, muka cusingoid, infeksi, retardasi pertumbuhan, dislipidemia.3,12 Obesitas, hirsutisme, hipertensi, dan kelainan psikiatris umumnya reversibel setelah penghentian terapi kortikosteroid. Namun, striae dan katarak tidak reversibel.52.3 Hipertensi2.3.1 DefinisiHipertensi jarang ditemukan pada anak yaitu sekitar 1-3%.14 Dilaporkan insidensi hipertensi pada anak yang dirawat di RS Dr. Sardjito selama periode 1995-2005 adalah 1,30 %.8 Tekanan darah normal anak-anak bervariasi karena banyak faktor mempengaruhinya antara lain usia, jenis kelamin, tinggi, dan berat badan.11Berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working Group on High Blood Pressure in Children and Adolescents, hipertensi anak didefinisikan sebagai rata-rata tekanan darah (TD) sistolik dan atau tekanan darah diastolik di atas 95 persentil berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan dalam tiga kali pengukuran.15 Tabel 1. Klasifikasi hipertensi anak dan remaja15IstilahBatasan

TD normal

TD normal-meninggiHipertensi

Hipertensi stage 1

Hipertensi stage 2Rata-rata TD sistolik dan diastolik di bawah 90 persentil berdasarkan jenis kelamin, usia dan tinggi badan.Rata-rata TD sistolik dan diastolik di antara 90 dan 95 persentil Rata-rata TD sistolik dan diastolik di atas 95 persentil Rata-rata TD sistolik dan diastolik di antara 95 dan 99 persentil + 5 mmHg Rata-rata TD sistolik dan diastolik di atas 99 persentil + 5 mmHg

2.3.2EtiologiHipertensi sekunder lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding pada orang dewasa. Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit kardiovaskular, kelainan endokrin, dan iatrogenik. Hampir 80% penyebab hipertensi sekunder pada anak adalah penyakit ginjal. Hipertensi primer pada anak berhubungan dengan faktor keturunan, obesitas, asupan natrium, dan kadar kolesterol.11,14

2.3.3Patofisiologi hipertensi pada Sindrom NefrotikHipertensi ditemukan sekitar 10-20% kasus sindrom nefrotik pada saat diagnosis awal ditegakkan.2 Pada penelitian di Iran ditemukan kejadian hipertensi sebesar 11,2% pada pasien SN.16 Sedangkan penelitian di India, kejadian hipertensi ditemukan 26,8% pada pasien SN.17 Penyebab hipertensi pada SN merupakan multifaktorial.18Tekanan darah anak dengan SN terutama SNSS umumnya normal atau rendah. Namun, hipertensi pada anak SNSS harus dievaluasi dengan hati-hati karena sekitar 21% pasien mengalami hipertensi yang bersifat sementara terutama pada pasien yang mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh hipervolemia atau vasokonstriksi berlebihan sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia dimediasi melalui sistem renin angiotensin aldosteron.2,5,18 Pada dasarnya peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya curah jantung dan atau tahanan perifer total.19 Sekresi renin oleh sel aparat juksta glomerular karena pengaruh peradangan atau inflamasi menyebabkan aliran darah intra renal berkurang dan laju filtrasi glomerulus turun. Renin bekerja pada angiotensinogen yang disintesis di dalam hepar kemudian angiotensinogen diubah menjadi angiotensin I dan angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh enzim konvertase yang dibentuk didalam sel endotel pembuluh darah terutama di paru-paru.11Angiotensin II merupakan zat vasopresor poten yang menimbulkan efek vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi pembuluh darah akan meningkatkan tahanan perifer total. Selain itu Angiotensin II memegang peranan dalam meningkatkan sekresi aldosteron di korteks adrenal yang menyebabkan reabsorbsi natrium dan air meningkat di tubulus distal disertai meninggkatnya ekskresi kalium melalui urin sehingga menyebabkan hipervolemia dan meningkatkan curah jantung. Peningkatan tahanan perifer total dan curah jantung dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.11,19Hasil penelitian Kontchou dkk. dilaporkan bahwa tekanan darah anak usia pra remaja dengan SN kelainan minimal saat onset edema sebesar 53% di atas normal ( > 90 persentil ). Setelah mendapat terapi kortikosteroid sesuai rekomendasi ISKDC selama 4 minggu, 34% tekanan darah anak tersebut di atas normal. Kejadian hipertensi selama fase edema dipengaruhi oleh riwayat keluarga. Anak dengan riwayat keluarga hipertensi selama fase edema sindrom nefrotik menunjukkan 88% tekanan darahnya lebih dari 90 persentil dan sisanya tidak ada tekanan darahnya yang kurang dari 75 persentil.20 Pada SN dengan laju filtrasi glomerulus yang buruk dapat menyebabkan retensi natrium dan air meningkat sehingga meningkatkan volume ekstraseluler dan volume intravaskuler sehingga terjadi hipervolemia. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan mengakibatkan timbulnya hipertensi. Pada keadaan ini terjadi inhibisi terhadap sistem renin angiotensin aldosteon dan kegagalan kontrol retensi primer ginjal terhadap natrium dan air. 3,4,19Hal tersebut di atas sesuai dengan patofisiologi SN tipe nefritik yang diungkapkan oleh Meltzer dkk. SN dengan tipe nefritik ditandai dengan volume plasma tinggi, tekanan darah tinggi, dan kadar renin plasma dan aldosteron rendah. Pada umumnya tipe nefritik ini gambaran histopatologinya bukan merupakan SNKM dan tidak responsif steroid.3Gambaran histopatologi glomerulus pada SN berhubungan dengan kejadian hipertensi. Pada SNKM umumnya mempunyai fungsi ginjal yang masih normal dan jarang ditemukan hipertensi. Dalam laporan ISKDC pada SNKM 15-20% disertai hipertensi. Hipertensi lebih sering ditemukan pada SN bukan kelainan minimal.1,18 Kumar dkk di India yang melaporkan bahwa kejadian hipertensi ditemukan pada SNKM sebesar 14%, GSFS 35%, MPD 14%, GNMP 32%, dan GNM 1%. Terdapat perbedaan bermakna kejadian hipertensi pada SNKM dengan non SNKM. Jadi kejadian hipertensi lebih sering ditemukan pada SN dengan gambaran histopatologis non SNKM terutama GSFS. Usia saat onset sindrom nefrotik dapat membantu memperkirakan gambaran histopatologi glomerulus penyebab sindrom nefrotik. GSFS paling banyak ditemukan pada onset usia di atas 8 tahun sedangkan pada SNKM paling banyak ditemukan dengan usia onset dibawah 8 tahun.17 Pada penelitian di Cina membuktikan bahwa frekuensi kejadian hipertensi dan hematuria mikroskopik lebih tinggi pada usia awitan di atas 8 tahun dan memiliki risiko lebih tinggi menjadi penyakit ginjal kronik dibandingkan dengan usia di bawah 8 tahun. Jadi, kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada onset usia diatas 8 tahun.21Gambaran histopatologis pada sindrom nefrotik juga dapat memperkirakan responsivitas terhadap terapi kortikosteroid dan prognosis jangka panjang. Pada umumnya SNKM merupakan SNSS sedangkan GSFS umumnya merupakan SNRS. Pada SNRS mempunyai risiko lebih tinggi menjadi penyakit ginjal progresif dan gagal ginjal terminal.2,17

2.4 Hipertensi akibat kortikosteroidHipertensi sebagai akibat efek samping terapi kortikosteroid dengan dosis tinggi sebesar 20%.7 Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan di RS Dr. Sardjito yang menyebutkan bahwa SN dengan terapi kortikosteroid sebesar 21% merupakan penyebab hipertensi pada anak.8

2.4.1Mekanisme kortikosteroid menyebabkan hipertensiKortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit melalui efek mineralokortikoid. Mineralokortikoid dapat menyebabkan retensi cairan, gangguan elektrolit (hipokalemia, alkalosis metabolik, hipernatremia, dan hipokalsemia), edema dan hipertensi. 12Pengaruh langsung kortikosteroid terhadap sistem kardiovaskular antara lain pada kapiler, arteriol, dan otot jantung melalui efek glukokortikoid. Glukokortikoid menyebabkan peningkatan kontraktilitas otot jantung dan meningkatkan sensitivitas otot jantung terhadap katekolamin sehingga meningkatkan curah jantung.12,13Mekanisme prinsip glukokortikoid menyebabkan hipertensi adalah stimulasi berlebihan reseptor mineralokortikoid non selektif menyebabkan retensi natrium, ekspansi volume plasma, dan akhirnya meningkatkan tekanan darah.6 Pada organ target mineralokortikoid seperti ginjal, reseptor mineralokortikoid dilindungi dari pendudukan glukokortikoid oleh enzim 11-hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2 (11HSD2). Enzim ini mengubah kortisol menjadi bentuk yang tidak aktif yaitu kortison dan mengizinkan aldosteron menjadi agonis fisiologis reseptor mineralokortikoid walaupun secara signifikan kadar kortisol dalam darah lebih tinggi.6 Saturasi enzim 11HSD2 ini dapat dicapai jika kadar kortisol plasma di atas kadar fisiologis sehingga kortisol dapat menstimulasi reseptor mineralokortikoid kemudian meningkatkan transkripsi gen yang mengkode protein spesifik subunit kanal natrium epitel apikal. Hiperaktivitas dari kanal natrium tersebut menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium dan air serta ekskresi kalium dan menghambat reabsorbsi kalsium di tubulus distal.6,22 Keadaan ini menyebabkan hipervolemia sehingga curah jantung meningkat dan mengakibatkan hipertensi.11,19Efek kortikosteroid sebagian besar berhubungan dengan besarnya dosis. Makin besar dosis terapi maka makin besar efek yang didapat.12 Kortisol oral dapat meningkatkan tekanan darah pada dosis 80-200 mg/hari atau setara dengan pemberian prednison 20-50 mg/ hari.23 Dosis minimal yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu 7,5 mg prednison dengan lama terapi selama 2 minggu dengan prevalensi 4-25%.13

2.4.2 Terapi kortikosteroid pada SN relaps jarang dengan kejadian hipertensiPada anak sindrom nefrotik sebagian besar responsif terhadap terapi kortikosteroid, tetapi sekitar 60-70% mengalami relaps. Relaps dinyatakan dengan proteinuria > 2+ (proteinuria > 40 mg/m2LPB/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. Apabila relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respon awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan disebut SN relaps jarang.1Terapi untuk SN relaps jarang diberikan pengulangan terapi inisial kembali yaitu prednison dosis penuh (60 mg/m2) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison dosis alternating (40 mg/m2 selang sehari) selama 4 minggu untuk mempertahankan remisi.1-4Untuk mengurangi risiko relaps pada anak sindrom nefrotik maka durasi terapi prednison diperpanjang menjadi 3-7 bulan (prednison 60 mg/m2/hari diberikan tiap hari selama 4-8 minggu dilanjutkan dengan dosis alternating) dapat menurunkan jumlah relaps sampai 41% dalam 6 bulan dan 27% dalam 12-24 bulan dibandingkan dengan terapi prednison selama 2 bulan tanpa meningkatkan efek samping. Terdapat hubungan linier terbalik antara risiko relaps dengan lama dan total steroid yang diberikan selama terapi inisial. Risiko relaps turun 11% per bulan untuk setiap 1 bulan penambahan lama terapi di atas 2 bulan.2,9

2.4.3 Terapi kortikosteroid pada SN relaps sering dengan kejadian hipertensiSekitar 50% anak yang relaps di antaranya merupakan relaps sering atau dependen steroid. SN relaps sering terjadi apabila relaps lebih dari 2 kali dalam 6 bulan pertama atau > 4 kali dalam periode 1 tahun.1 Faktor-faktor yang merupakan prediktor terjadinya relaps sering antara lain usia awitan kurang dari 3 tahun, lambat remisi (setelah 7-9 hari), relaps dini (relaps terjadi dalam 6 bulan setelah terapi inisial), dan hematuria.2 Anak dengan sindrom nefrotik relaps sering dan dependen steroid merupakan kasus sulit karena anak dalam kelompok ini mendapatkan prednison dosis tinggi sehingga mempunyai risiko besar memperoleh efek samping steroid antara lain muka chusingoid, hipertensi, striae, dan lain-lain.1,2 Pada anak SN relaps sering terdapat 4 opsi terapi yaitu pemberian steroid jangka panjang, pemberian levamisol, pengobatan dengan sitostatika (siklofosfamid atau klorambusil), dan pengobatan dengan siklosporin sebagai opsi terakhir.1 Setelah SN relaps sering mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan prednison dosis alternating yang diturunkan perlahan / bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu 0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB secara alternating.1 Apabila terjadi relaps pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgBB alternating tetapi < 1 mg/kgBB alternating tanpa efek samping yang berat maka dapat dikombinasikan dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB selang sehari selama 4-12 bulan atau langsung diberikan siklofosfamid dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 8-12 minggu atau klorambusil dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.1 Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai 67-93% pada tahun pertama, dan 36-66% selama 5 tahun. Pemberian siklofosfamid dalam mempertahankan remisi lebih baik pada SN relaps sering (70%) daripada SN dependen steroid (30%). Efek samping siklofosfamid antara lain depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan.1 Sindrom nefrotik relaps sering dan dependen steroid yang persisten setelah pubertas adalah > 20% pasien. Henriette dkk meneliti efek samping dari sindrom nefrotik persisten dan terapi imunosupresif yang digunakan terhadap fungsi ginjal, pertumbuhan, obesitas, osteoporosis, hipertensi, komplikasi pada mata, dan fertilitas pada 15 pasien dewasa dengan hasil biopsi SNKM dengan onset pada masa anak-anak. Didapatkan hasil bahwa semua pasien mempunyai laju filtrasi ginjal normal, komplikasi terbanyak adalah hipertensi 47%, osteoporosis 33%, katarak 20% dan abnormalitas sperma dengan oligospermia dan teratozoospermia.24

2.4.4 Terapi kortikosteroid pada SN resisten steroid dengan kejadian hipertensiSekitar 10-20% anak dengan sindrom nefrotik primer adalah resisten steroid.25 SN resisten steroid adalah tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu disebut.1-4 Insidensi SNRS lebih tinggi pada ras Afrika Amerika dan pada anak yang lebih tua usianya. Risiko SNRS primer tergantung pada gambaran histopatologi awal. Pada penelitian ISKDC menunjukkan bahwa 70% GSFS, 44% GNMP, dan 7% SNKM adalah SNRS primer.25Faktor-faktor yang merupakan prediktor resistensi dini terhadap terapi inisial adalah usia awitan yang lebih tua, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Relaps pertama yang lebih cepat merupakan faktor predisposisi resistensi steroid lambat.26Walaupun resisten steroid, terapi kortikosteroid tetap diberikan dan dikombinasi dengan siklofosfamid, siklosporin, dan metil prednisolon plus. Sebelum terapi SNRS selanjutnya dimulai sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal karena gambaran patologi anatomi tersebut mempengaruhi prognosis.1 Indikasi biopsi ginjal pada sindrom nefrotik anak yaitu: sindrom nefrotik dengan hematuria makroskopik, hipertensi berat, kadar kreatinin dan ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun, sindrom nefrotik resisten steroid, sindrom nefrotik dependen steroid, dan anak dengan onset usia kurang dari 1 tahun.1,2Prednison dosis 40 mg/m2LPB/hari alternating selama pemberian siklofosfamid oral (2-3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal selama 3-6 bulan atau siklofosfamid plus (500-750 mg/m2LPB/bulan selama 6 bulan kemudian diturunkan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan. Bila terjadi relaps kembali dapat dicoba lagi dengan terapi relaps dengan prednison karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif lagi. Tetapi bila terjadi resisten steroid kembali dapat diberikan siklosporin bila pasien mampu karena harga obat ini mahal.1Pemberian siklosporin dianjurkan pada SNRS dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% dan remisi parsial sebanyak 13%. Efek samping siklosporin antara lain hipertensi, hiperkalemia, hipertrofi ginggiva, dan juga bersifat nefrotoksik.1Pada pasien SN yang telah resisten terhadap obat kortikosteroid, sitostatik, dan siklosporin dapat diberikan diuretik (bila edema) dikombinasi dengan inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme) untuk mengurangi proteinuria. Jenis obat ini yang biasa dipakai adalah kaptopril 0,3 mg/kgBB sehari 3x atau enalapril 0,5mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Tujuan pemberian inhibitor ACE juga untuk menghambat terjadinya gagal ginjal terminal.1Menurut hasil penelitian Wisata dkk. kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada SNRS dibandingkan pada SNSS. Namun, hubungan ini tidak bermakna secara statistik.27 Hal ini dikonfirmasi dengan penelitian yang dilakukan Kim dkk. yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kejadian hipertensi dengan SNRS. Kejadian hipertensi pada SNRS sebanyak 40% sedangkan pada SNSS sebanyak 14%.26

2.5 Faktor risiko hipertensi pada anak2.5.1UsiaTekanan darah anak meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan hemodinamik pada masa remaja dengan hipertensi primer dimulai dengan curah jantung meningkat, tahanan perifer total normal, kemudian pada bentuk dewasa diikuti tahanan perifer total yang meningkat sedang curah jantung normal. Oleh karena itu tekanan darah yang tinggi pada masa anak-anak merupakan faktor risiko hipertensi pada masa dewasa muda.11,28

2.5.2Jenis kelaminAnak laki-laki mempunyai rerata tekanan darah yang lebih tinggi dibanding anak perempuan setelah mulai remaja. Perbedaan ini lebih nyata pada dewasa muda sampai umur sekitar 45 tahun. Pada umur selanjutnya perbedaan mengurang, bahkan dapat menjadi terbalik.28 Hal ini disebabkan pada perempuan risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular dipengaruhi oleh hormon estrogen. Setelah menopause prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat.29

2.5.3 RasPenelitian membuktikan bahwa bangsa kulit hitam memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada bangsa lainnya.25 Di Amerika Serikat, hipertensi terjadi lebih sering pada bangsa Amerika kulit hitam daripada Amerika kulit putih. Orang dewasa Afrika Amerika lebih berisiko daripada Kaukasian atau Hispanik Amerika. Komplikasi serius seperti stroke dan serangan jantung juga ditemukan lebih sering pada ras kulit hitam.28-30

2.5.4 KeturunanHipertensi karena faktor genetik bersifat poligenik yaitu polimorfisme gen angiotensin II converting enzyme dan angiotensinogen. TD diatur oleh beberapa lokus genetik dan faktor lingkungan yang terbukti pada penelitian keluarga dan anak kembar. Perubahan TD sekitar 30% disebabkan faktor genetik dan 50% faktor lingkungan.28Pengaruh keluarga pada tekanan darah dapat diidentifikasi sejak dini. Anak dari keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi.31 Pada sindrom nefrotik riwayat keluarga hipertesi berpengaruh pada fase edema.20

2.5.5 ObesitasHipertensi pada anak umumnya dihubungkan dengan faktor risiko kardiovaskular lain yaitu obesitas. Obesitas dapat menyebabkan hipertensi melalui aktivasi saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron.32 Obesitas menyebabkan peningkatan risiko hipertensi sebesar dua sampai enam kali.28 Pada panelitian M. Fauziar yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan indeks massa tubuh (IMT) dengan hipertensi pada anak. Pada anak obesitas mempunyai risiko 6,3 kali lebih besar terjadinya hipertensi dibandingkan dengan anak dengan gizi normal.33 Hampir sepertiga anak berusia 2-19 tahun di Amerika Serikat menderita berat badan berlebih atau obesitas. Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan faktor risiko terjadinya aterosklerosis yaitu meningkatnya kadar kolesterol dan trigliserida darah, serta menurunnya kadar high density lipoproteins (HDL) darah.32,34,35

2.5.6 Asupan NatriumGaram merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi. Masyarakat yang tinggal di pulau utara Jepang makan garam per kapita lebih banyak di dunia dan mempunyai insidensi hipertensi primer tertinggi. Sedangkan masyarakat yang tidak menambahkan garam pada makanannya tidak menunjukkan adanya hipertensi primer.36 Natrium menyebabkan retensi cairan yang dapat meningkatkan tekanan darah. Penelitian pada anak dengan asupan tinggi natrium berisiko 6 kali lebih besar terjadi hipertensi.37

B A B IIIKERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori

Sindrom NefrotikTerapi KortikokosteroidVolume plasmaCurah JantungTekanan darahKejadian HipertensiSN relaps jarangSN relaps seringSN resisten steroidFaktor risiko:UsiaJenis kelaminRasKeturunanObesitasAsupan natriumKadar Natrium dan Kalium

3.2 Kerangka KonsepPada penelitian ini tidak semua variabel diteliti. Variabel ras tidak diteliti karena ras anak yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi sama. Variabel obesitas tidak diteliti karena terdapat bias bila anak mengalami edema. Variabel asupan natrium tidak diteliti karena pada anak sindrom nefrotik dianjurkan untuk diet rendah garam.

Kejadian HipertensiTerapi kortikosteroid pada SN relaps jarang, relaps sering, dan resisten steroid

3.3 HipotesisTerdapat hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik.

B A B IVMETODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak.

4.2 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di poli rawat jalan dan rawat inap Sub Bagian Nefrologi Anak RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan April-Juni 2012.

4.3 Jenis dan Rancangan PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian belah lintang (cross sectional) karena variabel bebas dan variabel terikat diukur dalam satu waktu.

4.4 Populasi dan Sampel4.4.1Populasi TargetPopulasi target penelitian ini adalah anak dengan sindrom nefrotik.4.4.2Populasi TerjangkauPopulasi terjangkau penelitian ini adalah anak dengan sindrom nefrotik yang dirawat inap maupun rawat jalan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. 4.4.3Sampel PenelitianSampel penelitian ini adalah anak dengan sindrom nefrotik yang dirawat inap maupun rawat jalan di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan April - Juni 2012.

4.4.3.1Kriteria Inklusi Anak dengan sindrom nefrotik. Berusia 2-14 tahun. Telah mendapat terapi kortikosteroid.4.4.3.2Kriteria Eksklusi Terdapat gagal ginjal kronik Mendapat terapi siklosporin4.4.4Cara SamplingPemilihan subyek penelitian yaitu dengan menggunakan teknik consecutive sampling.

4.4.5Besar SampelSubyek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan respon SN terhadap terapi kortikosteroid yaitu kelompok SN relaps jarang, SN relaps sering, dan SN resisten steroid. Besar sampel minimal untuk masing-masing kelompok yaitu:N1= N2= N3= {Z + Z (P1Q1)+(P2Q2)}2 (P1-P2)2

= {1,96 + 0,84+(0,05x0,95)}2(0,41-0,05)2

= 19 anak

Kesalahan tipe I = 5 % maka Z = 1,96Kesalahan tipe II= 20% maka Z = 0,84

4.5 Variabel Penelitian4.5.1Variabel bebas: Terapi kortikosteroid pada SN relaps jarang, relaps sering, dan resisten steroid.4.5.2Variabel terikat: Kejadian Hipertensi

4.6 Definisi OperasionalNoVariabelUnitSkala

1.

Kejadian hipertensiRata-rata tiga kali hasil pengukuran tekanan darah sistolik dan atau diastolik anak >95 persentil yang diklasifikasikan menurut NHBPEP berdasarkan usia, jenis kelamin dan tinggi badan anak.

Tidak hipertensi,Hipertensi Nominal

2.

Terapi KortikosteroidTerapi kortikosteroid yang diberikan pada anak dengan SN berdasarkan respon terhadap pengobatan sebelumnya.

Terapi SN relaps jarang : prednison dosis penuh (60 mg/m2) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison dosis alternating (40 mg/m2 selang sehari) selama 4 minggu.

Terapi SN relaps sering: prednison dosis penuh (60 mg/m2) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating yang diturunkan perlahan / bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu 0,1-0,5 mg/kgBB alternating selama 6-12 bulan.

Terapi SN resisten steroid: Prednison dosis 40 mg/m2LPB/hari alternating selama pemberian siklofosfamid plus (500-750 mg/m2LPB/bulan selama 6 bulan kemudian diturunkan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan.Terapi SN relaps jarang, relaps sering, dan resisten steroidNominal

4.7 Cara Pengumpulan Data4.7.1Alat: Spigmomanometer air raksaStetoskopPengukur tinggi badan / stadiometerAlat tulis

4.7.2Jenis data: Data penelitian merupakan data primer. Data yang diambil antara lain tekanan darah, usia, jenis kelamin, dan tinggi badan anak.

4.7.4Cara Kerja:Mengukur tekanan darah anak dengan teknik auskultasi yaitu menggunakan spigmomanometer air raksa dengan ukuran manset yang telah disesuaikan dengan usia anak serta stetoskop. Manset dipompa kemudian tekanan di dalam manset diturunkan perlahan-lahan. Tekanan darah sistolik anak ditentukan saat terdengarnya bunyi korotkoff pertama sedangkan tekanan darah diastolik sesungguhnya terletak antara mulai mengecil sampai menghilangnya bunyi korotkoff. Pengukuran tekanan darah pada anak dilakukan tiga kali dan hasilnya dirata-rata. Kemudian rata-rata hasil pengukuran tekanan darah tersebut diklasifikasikan sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan anak tersebut.

4.8 Alur Penelitian

Anak dengan Sindrom Nefrotik di RSUP dr. Kariadi SemarangMemenuhi kriteria inklusiMengukur tekanan darahMencatat, mengolah dan menganalisis dataKriteria Eksklusi

4.9 Analisis DataPengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program SPSS for windows versi 15. Data dianalisis secara deskriptif dan analitik. Data kategorik ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sedangkan data numerik ditampilkan dalam bentuk rata-rata dan simpang baku setelah dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk. Untuk uji hipotesis menggunakan uji chi square dengan tabel 3x2 jika memenuhi syarat yaitu sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Apabila syarat uji chi square tidak terpenuhi maka akan dilakukan penggabungan sel menjadi tabel 2x2 dan dilakukan uji chi square kembali. Jika masih tidak memenuhi syarat maka akan menggunakan uji alternatif yaitu uji Fishers Exact. Untuk mengetahui kekuatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan rasio prevalensi.38

4.10Etika PenelitianEthical clearance diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran UNDIP / RS. Dr. Kariadi Semarang. Pada penelitian ini menggunakan manusia khususnya anak sebagai subyek penelitiaan. Peneliti meminta orang tua/wali untuk menandatangani informed consent sebagai bentuk kesediaan anaknya menjadi subyek penelitian setelah mendapat penjelasan tentang maksud, tujuan, manfaat, protokol penelitian dan efek samping yang mungkin terjadi. Subyek berhak menolak untuk diikutsertakan tanpa ada konsekuensi apapun dan tetap mendapat pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Protap untuk penyakit yang dideritanya. Subyek berhak untuk keluar dari penelitian sesuai dengan keinginannya Hasil dari penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti serta semua biaya penelitian ditanggung oleh peneliti.

B A B VHASIL PENELITIAN

Pada bulan April hingga Juni 2012 dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik. Pengambilan data menggunakan consecutive sampling yang berarti seluruh anak dengan sindrom nefrotik yang berobat di poli rawat jalan maupun rawat inap di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang pada bulan April hingga Juni 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil sebagai sampel. Data yang terkumpul dan memenuhi kriteria penelitian ini sebanyak 33 responden dari 57 responden berdasarkan perhitungan besar sampel minimal karena peneliti dibatasi oleh waktu penelitian. Selama tiga bulan waktu penelitian, pasien yang datang ke poli rawat jalan dan rawat inap RSUP dr. Kariadi Semarang sebagian besar merupakan pasien yang sedang menjalani pengobatan sedangkan pasien yang sudah mendapat remisi lama jarang melakukan kontrol kembali. Jumlah responden yang diperoleh dalam penelitian yaitu 10 responden SN relaps jarang, 14 responden SN relaps sering, dan 9 responden SN resisten steroid. Karakteristik responden masing-masing kelompok ditampilkan dalam tabel berikut ini dengan data kategorik disajikan dalam bentuk persentase sedangkan data numerik disajikan dalam bentuk nilai rata-rata dan simpang baku setelah dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk .

Tabel 2. Karakteristik responden masing-masing kelompokSN Relaps Sering(n=14)SN Resisten Steroid(n=9)SN Relaps Jarang(n=10)Nilai p

Jenis Kelamin:Laki-lakiPerempuan11 (78,6%)3 (21,4%)5 (55,6%)4 (44,4%)6 (60%)4 (40%)0,843*

Usia (bulan)76,71 + 45,02119,00 + 39,4395,20 + 39,040,760**

Tinggi Badan (cm)107,57+ 21,57124,67 + 15,37121,80 + 19,820,090**

Berat Badan (kg)21,54 + 11,7829,52 + 13,2327,06 + 11,070,273**

TDS (mmHg)104,29+ 10,89107,78+12,02105,00+12,690,779**

TDD (mmHg)69,29 + 8,2973,33+13,2368,00+7,880,649***

Usia onset (bulan)54,00+ 40,6383,22 + 53,7658,20+34,180,339***

Lama menderita SN (bulan)22,71+17,8335,78+30,8937,00+26,180,359***

Lama terapi KS (minggu)7,21+2,6916,22+6,126,80+0,920,001***

*)Uji Kolmogorof Smirnov, **)Uji one way Anova, ***)Uji Kruskal WallisBerdasarkan tabel karakteristik di atas, data jenis kelamin (p=0,843), usia (p=760), tinggi badan (p=0,090), berat badan (p=0,273), tekanan darah sistolik (p=0,779), tekanan darah diastolik (p=0,649), usia onset (p=0,339), dan lama menderita SN (p=0,359) mempunyai nilai p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk datadata tersebut antara kelompok SN relaps sering, SN resisten steoid, dan SN relaps jarang . Sedangkan data lama terapi kortikosteroid (p=0,001) terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok SN relaps sering, SN resisten steroid, dan SN relaps jarang dengan nilai p0,05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna antara terapi kortikosteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik. Berdasarkan nilai rasio prevalensi dan interval kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terapi kortikosteroid bukan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik.

BAB VIPEMBAHASAN

ISKDC merekomendasikan kortikosteroid sebagai terapi untuk anak dengan sindrom nefrotik. Terapi inisial sindrom nefrotik adalah prednison dosis penuh selama 4 minggu dan dilanjutkan dengan diberikan prednison dosis alternating selang sehari selama 4 minggu.1,2,6,7 Anak dengan SNSS responsif terhadap terapi prednison tetapi sebagian besar akan mengalami relaps sering kortikosteroid dosis tinggi dan dan mendapatkan terapi kortikosteroid dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama sehingga berisiko menimbulkan efek samping. Salah satu efek samping tersebut adalah hipertensi.Beberapa referensi menyebutkan kortikosteroid dapat menyebabkan hipertensi secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit melalui efek mineralokortikoid. Sedangkan pengaruh langsung kortikosteroid terhadap sistem kardiovaskular antara lain pada kapiler, arteriol, dan otot jantung melalui efek glukokortikoid.6,12,13Pada penelitian ini responden dikelompokkan berdasarkan respon klinik terhadap terapi kortikosteroid menjadi SN relaps sering, SN resisten steroid, dan SN relaps jarang. Kejadian hipertensi paling banyak ditemukan pada kelompok SN relaps sering dan resisten steroid daripada kelompok SN relaps jarang. Hal ini disebabkan kelompok SN relaps sering sedang mendapatkan terapi prednison dosis penuh dan pada kelompok SNRS beberapa responden mendapatkan terapi metilprednisolon intravena dan terapi prednison dosis alternating sedangkan pada kelompok SN relaps jarang sebagian besar responden sedang mendapatkan terapi prednison dosis alternating.Hipertensi yang disebabkan kortikosteroid dipengaruhi oleh dosis terapi yang diberikan. Terapi prednison dosis penuh mempunyai dosis yang lebih tinggi daripada dosis alternating yaitu 2 mg/kgBB/hari atau 60 mg/m2/hari (maksimal 80 mg/hari) sedangkan dosis alternating diberikan 1,5 mg/kg BB/hari atau 40 mg/m2/hari (maksimal 60 mg/hari).1 Makin besar dosis terapi kortikosteroid maka makin besar efek samping yang didapat.12 Terdapat korelasi positif antara efek samping dengan dosis kumulatif kortikosteroid.5 Selain itu, hipertensi merupakan salah satu efek samping yang dihubungkan dengan pemberian terapi metilprednisolon dosis tinggi intravena.39 Pada penelitian sebelumnya, Wisata mengelompokkan responden menjadi kelompok SNSS dan SNRS berdasarkan respon klinik terhadap terapi kortikosteroid. Wisata melaporkan kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada kelompok SNRS daripada kelompok SNSS.27 Selain dipengaruhi oleh dosis, lama terapi kortikosteroid juga mempengaruhi terjadinya hipertensi. Lande dkk melaporkan bahwa terdapat peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok yang mendapat terapi prednison jangka panjang daripada kelompok yang mendapat terapi standar.40 Pada penelitian ini, kelompok SN relaps sering dan SNRS mendapatkan terapi kortikosteroid dalam jangka waktu lama sehingga berisiko menderita hipertensi daripada kelompok SN relaps jarang.Secara analitik pada penelitian ini didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara terapi kortiksteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik (p=0,245). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wisata yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna kejadian hipertensi pada anak dengan SNRS dan SNSS.27 Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan karena keterbatasan waktu penelitian sehingga jumlah sampel yang diperoleh kurang dari besar sampel yang seharusnya. Selain itu, penggunaan inhibitor ACE sebagai anti proteinuria dapat menurunkan tekanan darah sehingga dapat menjadi bias pada penelitian ini.41Kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik disebabkan oleh multifaktorial. Pada SN dengan laju filtrasi glomerulus yang buruk dapat menyebabkan retensi natrium dan air meningkat sehingga meningkatkan volume ekstraseluler dan volume intravaskuler sehingga terjadi hipervolemia. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan mengakibatkan timbulnya hipertensi. Pada keadaan ini terjadi inhibisi terhadap sistem renin angiotensin aldosteon dan kegagalan kontrol retensi primer ginjal terhadap natrium dan air. 3,4,19Gambaran histopatologi glomerulus pada SN berhubungan dengan kejadian hipertensi. Pada SNKM umumnya mempunyai fungsi ginjal yang masih normal dan jarang ditemukan hipertensi. ISKDC melaporkan bahwa pada SNKM sebesar 15-20% disertai hipertensi.1 Hal ini diperkuat dengan penelitian Kumar yang melaporkan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak pada SN bukan kelainan minimal.18Gambaran histopatologis glomerulus pada sindrom nefrotik juga dapat memperkirakan responsivitas terhadap terapi kortikosteroid dan prognosis jangka panjang. Pada umumnya SNKM merupakan SNSS sedangkan GSFS umumnya merupakan SNRS. Pada SNRS mempunyai risiko lebih tinggi menjadi penyakit ginjal progresif dan gagal ginjal terminal.2,17 Usia onset sindrom nefrotik dapat membantu memperkirakan gambaran histopatologi glomerulus penyebab sindrom nefrotik. GSFS paling banyak ditemukan pada onset usia di atas 8 tahun sedangkan pada SNKM paling banyak ditemukan dengan usia onset dibawah 8 tahun.17 Pada penelitian di Cina membuktikan bahwa frekuensi kejadian hipertensi dan hematuria mikroskopik lebih tinggi pada usia onset di atas 8 tahun dan memiliki risiko lebih tinggi menjadi penyakit ginjal kronik dibandingkan dengan usia di bawah 8 tahun.21Kejadian hipertensi pada anak sindrom nefrotik dipengaruhi oleh riwayat keluarga menderita hipertensi. Kontchou dkk melaporkan bahwa anak dengan riwayat keluarga hipertensi selama fase edema sindrom nefrotik menunjukkan tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi.20Dilihat dari karakteristik responden tiap kelompok SN yaitu jenis kelamin terlihat bahwa jenis kelamin anak laki-laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Andersen melaporkan bahwa jenis kelamin laki-laki dan usia onset muda berhubungan dengan risiko tinggi terjadinya relaps sering atau dependen steroid pada anak dengan SNSS.42Hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik dihubungkan dengan faktor risiko kardiovaskuler yaitu meningkatnya kadar kolesterol dan trigliserida darah.35 Hiperlipidemia pada sindrom nefrotik disebabkan oleh hipoalbuminemia yang memacu peningkatan sintesis lipoprotein dalam hati atau degradasi lipid yang menurun.3 Pada SNSS terjadi hiperkolesterolemia yang berat tetapi dapat kembali normal setelah remisi. Sedangkan pada SNRS umumnya terjadi hiperkolesterolemia dan hipertrigliserida yang persisten.41Faktor-faktor tersebut diatas tidak dapat peneliti kendalikan sehingga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini hanya mengukur tekanan darah dalam satu waktu sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah mendapat terapi kortikosteroid sehingga dapat diperoleh dosis dan lama terapi yang dapat menyebabkan hipertensi.

BAB VIIKESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna antara terapi kortikosteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik.

7.2 SaranPerlunya penelitian yang lebih lanjut untuk mencari hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian hipertensi pada anak dengan sindrom nefrotik dengan desain penelitian yang lebih baik yaitu kohort untuk mendapatkan data yang lebih lengkap tentang lama terapi dan dosis kortikosteroid yang dapat menyebabkan hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI; 2005:1-172. Trihono PP. Sindrom nefrotik pada anak. Dalam: Rauf S, Albar H, Taufiq MA, Pelupessy NM, penyunting. Simposium kegawatan pada penyakit ginjal anak. Makasar: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Sulawesi Selatan; 2006.3. Wirya IW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2002. h. 381-423.4. Sekarwana N. Tata laksana terkini sindrom nefrotik dan angka harapan hidupnya. Dalam: Hartoyo E, Muhyi R, penyunting. Simposium meningkatkan kualitas hidup anak melalui pendekatan peningkatan fungsi jantung, paru dan ginjal. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.5. Abeyagunawardena AS. Treatment of steroid sensitive Nephrotic Syndrome. Indian Journal of Pediatrics. 2005; 72 (9):763-69. 6. Ferrari P. Cortisol and the renal handling of electrolytes: role in glucocorticoid-induced hypertension and bone disease. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism. 2003; 17(4): 575-89.7. Goodwin JE, Geller DS. Glucocorticoid induced hypertension. Pediatr Nephrol. 2011.8. Pungky AK, Damanik MP. Hipertensi pada anak di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat. 2006; 22(3): 124-27.9. Hodson EM, Craig JC, Willis NS. Evidence-based management of steroid sensitive nephritic syndrome. Pediatr Nephrol. 2005; 20: 1523-30.10. Bagga A. Revised guidelines for management of steroid-sensitive nephritic syndrome. Indian Journal of Nephrology. 2008; 18(1): 31-39.11. Bahrun D. Hipertensi sistemik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2002. h. 242-290.12. Suherman SK, Ascobat P. Adrenokortikotropin, adrenokortikosteroid, analog-sintetik, dan antagonisnya. Dalam: Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth, penyunting. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 496-516.13. Davis PJ, Tornatore KM, Brownie AC. Adrenal cortex. In: Wonsiewicz, editor. Text book of pharmacology Smith and Reynard. Philadelphia: WB Saunders. 1992. p. 717-40.14. Gulati S. Hypertension in Children. Indian Journal of Pediatrics. 2002; 69: 1077-81.15. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Children and Adolescents: the fourth report on the diagnosis, evaluation and treatment of high blood pressure in children and adolescents. Pediatrics. 2004;114:555-76 16. Safaei A, Maleknejad S. Spectrum of childhood nephritic syndrome in Iran: A single center study. Indian Journal of Nephrology. 2009; 19(3): 87-90.17. Kumar J, Gulati S, Sharma AP, Sharma RK, Gupta RK. Histopathological spectrum of childhood nephrotic syndrome in Indian children. Pediatr Nephrol. 2003; 18: 65760.18. Widajat HRR, Muryawan MH, Mellyana O. Sindrom nefrotik sensitive steroid. Dalam: Dadiyanto DW, Muryawan MH, Soetadji A, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi pertama. Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro; 2011. h. 252-259.19. Hadtstein C, Schaefer F. Hypertension in children with chronic kidney disease: pathophysiology and management. Pediatr Nephrol. 2008; 23: 363-71.20. Kontchou LM, Liccioli G, Pela I. Blood pressure in children with minimal change nephrotic syndrome during oedema and after steroid therapy: The influence of familial essential hypertension. Abstrak. Kidney Blood Press Res 2009;32:258-262.21. Chang JW, Tsai HL, Wang HH, Yang LY. Clinicopathological features and prognosis of Chinese children with idiopathic nephrotic syndrome between different age groups. Europe Journal of Pediatrics. 2009; 168:1189-94.22. Walker BR. Glucocorticoids and cardiovascular disease. European Journal of Endocrinology. 2007; 157: 545-59.23. Grossman E, Messerli FH. Iatrogenic and drug-induced hypertension. In: Mansoor GA, editor. Secondary hypertension: clinical presentation, diagnosis, and treatment. Totowa NJ: Humana Press Inc. 2004. p. 21-35.24. Kyrieleis HAC, Lowik MM, Pronk I, Cruysberg HRM, Kremer JAM, Oyen WJG, et al. Long-term outcome of biopsy-proven, frequently relapsing minimal change nephrotic syndrome in children. Clin J Am Soc Nephrol. 2009; 4: 1593-1600.25. Hodson EM, Craig JC. Therapies for steroid resistant nephritic syndrome. Pediatr Nephrol. 2008; 23: 1391-94.26. Kim SJ, et.al. High incidence of initial and late steroid resistance in childhood nephritic syndrome. Kidney International. 2005; 68: 1275-81.27. Wisata L, Prasetyo D, Hilmanto D. Perbedaan aspek klinis sindrom nefrotik resisten steroid dan sensitive steroid pada anak. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60(12): 559-63.28. Hartono LK. Mencegah Hipertensi Anak Dalam Menyongsong Hidup Lebih Cerah. Semarang: 1998.29. National Heart Lung Blood Institute. Who Is at Risk for High Blood Pressure?[internet]. c 2011[update 2011 April 1; cited 2012 Jan 23]. Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/health/healthtopics/topics/hbp/ atrisk.html. 30. Mayo Clinic Staff. High Blood pressure: risk factors [Internet]. c 2011 [update 2011 March 22; cited 2012 Jan 23]. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/high-bloodpressure/DS00100/DSECTION = risk-factors.31. Sinaiko AR. Hypertension In Children. The New England Journal of Medicine. 1996; 335(26); 1968-73.32. Kotsis V, Stabouli S, Papakatsika S, Rizos Z, Parati G. Mechanisms of obesity-induced hypertension. Hypertension Research. 2010; 33: 386393.33. Achnaf MF. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Hipertensi pada Anak. Semarang: 2007.34. American Heart Assosiation. Understand Your Risk for High Blood Pressure [Internet]. c 2011 [update 2011 Nov 21; cited 2012 Jan 23]. Available from: http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/UnderstandYourRiskforHighBloodPressure/Understand-Your-Risk-for-High-Blood-Pressure_UCM_002052_Article.jsp#.Tx0WOIGdMrg35. Nakamura A, Niimi R, Kurosaki K, Yanigawa Y. Factor Influencing cardiovascular risk following termination of glucocorticoid therapy for nephrotic syndrome. Clin Exp Nephrology. 2010; 14: 457-62.36. Bryg RJ. Causes of high blood pressure [Internet]. c 2009 [update 2009 Mar 6; cited 2012 Jan 23]. Available from: http://www.webmd.com/hypertension-high-blood-pressure/guide/blood-pressure-causes.37. Diestiana H. Asupan Natrium Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Pada Anak Sekolah Dasar. Semarang: 2009.38. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2011.39. Shenoy M, Nicholas DP, Malcolm AL, Mark GB, Rachel L, Nicholas JAW. Intravenous methylprednisolone in idiopathic childhood nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2010; 25: 899-904.40. Lande BM, et al. Long versus standard initial steroid therapy for children with the nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2003; 18: 342-346.41. Hogg RJ, Ronald JP, Dawn M, Kevin VL, Allison E, Julie I. Evaluation and management of proteinuria and nephrotic syndrome in children: recommendations from a pediatric nephrology panel established at the national kidney foundation conference on proteinuria, albuminuria, risk, assessment, detection, and elimination. PEDIATRICS. 2000;105:1242-1249.42. Andersen RF, Nana T, Karen N, Lene R, Bente J, Soren R. Early age at debut is a predictor of steroid-dependent and frequent relapsing nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2010; 25: 1299-1304.

1