BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada...

12
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Seboroik 2.1.1. Definisi Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum terjadi di semua kalangan tanpa memandang status usia, jenis kelamin, dan sosial budaya. Mulai dari bayi baru lahir, anak anak, sampai orang dewasa, semuanya beresiko terkena dermatitis seboroik. (Barak-Shinar, Rio, & Green, 2017) Dermatitis seboroik digambarkan seperti bercak eritema dengan sisik berwarna putih-kuning pada kulit. Hal ini paling sering muncul di daerah wajah, kulit kepala, punggung, dan dada. (Borda & Wikramanayake, 2015) Meskipun penyakit ini bukanlah penyakit yang mengancam jiwa, tetapi dikatakan oleh Global Burden of Skin Disease Project bahwa penyakit kulit seperti dermatitis seboroik dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, kesehatan mental, serta kegiatan sosial penderitanya. Sebuah penelitian tentang kualitas hidup yang dilakukan di afrika selatan mengatakan bahwa kelompok yang menderita penyakit kulit seperti dermatitis seboroik mengalami penurunan kualitas hidup secara signifikan apabila dibandingkan dengan kelompok yang tidak menderita penyakit kulit. Hal ini akan membuat para penderitanya mengalami kecemasan, depresi, tidak percaya diri, hingga mempengaruhi kehidupan bekerja dan kehidupan sekolah para penderita. (Seth et al, 2017)

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Seboroik

2.1.1. Definisi

Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang paling

umum terjadi di semua kalangan tanpa memandang status usia, jenis kelamin,

dan sosial budaya. Mulai dari bayi baru lahir, anak – anak, sampai orang

dewasa, semuanya beresiko terkena dermatitis seboroik. (Barak-Shinar, Rio, &

Green, 2017)

Dermatitis seboroik digambarkan seperti bercak eritema dengan sisik

berwarna putih-kuning pada kulit. Hal ini paling sering muncul di daerah wajah,

kulit kepala, punggung, dan dada. (Borda & Wikramanayake, 2015)

Meskipun penyakit ini bukanlah penyakit yang mengancam jiwa, tetapi

dikatakan oleh Global Burden of Skin Disease Project bahwa penyakit kulit

seperti dermatitis seboroik dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang,

kesehatan mental, serta kegiatan sosial penderitanya. Sebuah penelitian tentang

kualitas hidup yang dilakukan di afrika selatan mengatakan bahwa kelompok

yang menderita penyakit kulit seperti dermatitis seboroik mengalami penurunan

kualitas hidup secara signifikan apabila dibandingkan dengan kelompok yang

tidak menderita penyakit kulit. Hal ini akan membuat para penderitanya

mengalami kecemasan, depresi, tidak percaya diri, hingga mempengaruhi

kehidupan bekerja dan kehidupan sekolah para penderita. (Seth et al, 2017)

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

6

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari

seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri, prevalensi dermatitis

seboroik memiliki rentang antara 2% - 30%. Di Korea, dermatitis seboroik

menduduki peringkat ketiga penyakit kulit yang paling mengganggu dengan

angka prevalensi 2,1%. Sedangkan di negara Asia lain yang memiliki iklim

tropis seperti Malaysia dan Indonesia, prevalensi pada kalangan dewasa yaitu

17,2% untuk Malaysia dan 26,5% untuk Indonesia. (Cheong, et al., 2016)

Dermatitis seboroik dapat menyerang berbagai kalangan usia dengan

angka kejadian tersering yakni pada bayi baru lahir dan remaja muda (30 – 60

tahun). Dikatakan juga bahwa pada laki – laki lebih rentan terkena dermatitis

seboroik dibanding kaum wanita karena pengaruh produksi hormon. Pada bayi

usia dibawah 3bulan, presentase kejadian dermatitis seboroik mencapai 42%.

(Borda & Wikramanayake, 2015)

2.1.3. Etiopatofisiologi

Belum diketahui secara pasti tentang etiologi dari dermatitis seboroik ini,

namun banyak yang berpendapat bahwa dermatitis seboroik disebabkan oleh 3

faktor utama yang saling berhubungan yaitu produksi sebum, jamur Malassezia

spp., dan kerentanan setiap individu. (Argirov & Bakardzhiev, 2017)

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

7

2.1.3.1 Produksi Sebum

Sebum merupakan bentuk kompleks dari lipid yang diproduksi oleh

kelenjar sebasea dalam tubuh. Komposisi sebum antara lain squalane,

wax esters, trigliserida, kolesterol, dan asam lemak. Sebum memiliki

peran yang cukup erat dengan kejadian dermatitis seboroik. Seperti yang

telah dijelaskan di poin sebelumnya bahwa dermatitis seboroik paling

sering menyerang area wajah, kulit kepala, dada, dan punggung, yang

mana area – area tersebut merupakan area tubuh dengan aktivitas kelenjar

sebasea yang tinggi. Fungsi dari sebum ini sendiri sangatlah penting bagi

tubuh, yaitu antara lain menjaga kondisi barrier epidermis dan mencegah

terjadinya evaporasi air berlebih sehingga kulit tidak menjadi kering.

(Tamer, 2018)

Proses produksi sebum dikontrol oleh hormon androgen. Aktivitas

produksi kelenjar sebasea ini paling tinggi yaitu disaat 3 bulan awal

setelah kelahiran, saat pubertas, dan akan stabil hingga sekitar umur 50

tahun, setelah itu aktivitasnya akan menurun. (Argirov & Bakardzhiev,

2017)

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

8

(Tsatsou & Zouboulis, 2014)

Gambar 2.1

Penampang melintang unit pilosebasea:

a) folikel rambut (HF) yang dikelilingi oleh b) kelenjar sebasea yang

multilobular (SG); c) otot arektor pili (AP); d) sebum dan keratin

(mikroskop cahaya, pembesaran lensa objektif 40x)

2.1.3.2 Malassezia spp.

Malassezia spp. merupakan salah satu normal flora yang ada di

permukaan kulit tubuh manusia yang dapat berubah menjadi patogen

pada kondisi tertentu. Terdapat 14 spesies dari jamur Malassezia spp.

ini, tetapi yang paling sering ditemukan pada pasien dermatitis seboroik

adalah M. restricta. (Argirov & Bakardzhiev, 2017)

Jamur Malassezia spp. bersifat lipofilik, maka dari itu sangat

mudah bagi jamur ini untuk tumbuh dan berkembang pada lingkungan

dengan kondisi yang lembab dan banyak mengandung lipid. (Tamer,

2018)

Jamur Malassezia spp. di permukaan kulit akan menghasilkan

enzim lipase yang akan digunakan untuk mendegradasi lipid yang juga

ada di permukaan kulit tersebut. Proses degradasi ini akan mengubah

trigliserida yang terkandung dalam sebum menjadi asam lemak bebas.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

9

Asam lemak bebas inilah yang nanti akan menginisiasi terjadinya respon

inflamasi serta iritasi pada kulit yang bersangkutan dan bisa

menyebabkan dermatitis seboroik. (Borda & Wikramanayake, 2015)

(Kim, et al., 2015)

Gambar 2.2

Koloni Malassezia Globosa berbentuk sferis dengan bentukan seperti

tunas kecil di bagian dasar (media leeming-notman, pewarnaan dengan

KOH-Parker Quink, mikroskop cahaya, pembesaran 1000x)

(Kim, et al., 2015)

Gambar 2.3

Koloni Malassezia Restricta berukuran kecil, berbentuk sferis atau oval

dengan bentukan seperti tunas kecil di bagian dasar (media leeming-

notman, pewarnaan dengan KOH-Parker Quink, mikroskop cahaya,

pembesaran 1000x)

Bentukan seperti

tunas kecil

Bentukan seperti

tunas kecil

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

10

2.1.3.3 Kerentanan Individu

Kerentanan atau ketahanan tubuh setiap individu berbeda – beda.

Banyak faktor yang mendasari perbedaan tersebut, antara lain respon

imun tubuh, kondisi barrier epidermis, stress, dan juga faktor nutrisi.

Faktor – faktor inilah yang didiuga ikut andil dalam patofisiologi dari

dermatitis seboroik. (Borda & Wikramanayake, 2015)

Barrier epidermis yang diperankan oleh stratum korneum terdiri

dari beberapa lapisan keratinosit yang sudah mati atau yang biasa

disebut korneosit. Stratum korneum yang merupakan lapisan terluar dari

kulit ini berfungsi melindungi kulit dengan mencegah masuknya

mikroorganisme dan agen berbahaya lainnya yang berasal dari luar

tubuh. Apabila kondisi dari barrier epidermis ini terganggu maka kulit

akan semakin rentan terinfeksi agen berbahaya, termasuk Malassezia

spp. (Borda & Wikramanayake, 2015)

Higienitas yang buruk juga menjadi salah satu faktor yang dapat

mendukung terjadinya kejadian dermatitis seboroik. Apabila individu

tersebut tidak menjaga higienitasnya dengan baik, maka akan banyak

sebum yang menumpuk di permukaan tubuh, sehingga memberi

kesempatan untuk Malassezia spp. tumbuh dengan baik. (Tamer, 2018)

Selain itu untuk faktor nutrisi belum ada pernyataan yang pasti

apakah terdapat hubungan antara faktor nutrisi yang dikonsumsi dengan

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

11

kejadian dermatitis seboroik. Pochi, et al (1970) melakukan penelitian

dengan mengevaluasi aktivitas kelenjar sebasea pada pasien yang

menderita obesitas. Pasien diminta untuk menghindari makanan

berkalori selama kurang lebih 4-8 minggu. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat penurunan produksi sebum pada pasien

obesitas tersebut. Sedangkan Tamer F (2018) pada penelitiannya tentang

hubungan antara diet dengan dermatitis seboroik menyimpulkan bahwa

tidak ada hubungan antara diet dengan resiko terjadinya kejadian

dermatitis seboroik. Meskipun demikian, hubungan antara nutrisi yang

dikonsumsi dengan dermatitis seboroik belum dapat diputuskan dengan

jelas karena kurangnya jumlah literatur yang adekuat. (Tamer, 2018)

2.1.4. Gejala Klinis

Dermatitis seboroik digambarkan seperti bercak eritema dengan sisik

berwarna putih-kuning pada kulit. Terutama pada daerah dengan produksi

sebum yang tinggi. Terdapat banyak bentuk dari dermatitis seboroik, mulai dari

yang paling sederhana hingga yang paling parah dan mengganggu. Bentuk yang

paling sederhana ini salah satunya adalah ketombe, yang biasanya bergejala

seperti kulit kepala kering hingga terkadang bisa sampai mengelupas dan

bersisik. (Borda & Wikramanayake, 2015)

Distribusi dari lesi dermatitis seboroik biasanya simetris, tersebar di

daerah-daerah yang banyak menghasilkan sebum antara lain wajah (87,7%),

kulit kepala (70,3%), tubuh bagian atas (26,8%), kaki (2,3%), serta kedua

tangan (1,3%). (Borda & Wikramanayake, 2015)

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

12

Tabel 2.1 Distribusi Lesi Dermatitis Seboroik

AREA DISTRIBUSI LESI

Area berambut dikepala Kulit kepala, alis, bulu mata

(blepharitis), kumis (follicular

orifices)

Wajah “Butterfly” area dikening (corona

seborrhoica), lipatan nasolabial,

alis, glabella, telinga

Badan Sering muncul didaerah dada

Lipatan tubuh Axilla, area anogenital, umbilikus,

dan diaper area pada bayi

(Wolff, Johnson, & Saavedra, 2013)

(Collins & Hivnor, 2012)

Gambar 2.4

Dermatitis seboroik di lipatan nasolabial

(kamera, tanpa pembesaran)

(Wolff, Johnson, & Saavedra, 2013)

Gambar 2.5

Dermatitis Seboroik dibagian wajah: eritema dan sisik berwarna kuning-

oranye disekitar dahi dan pipi.

(kamera, tanpa pembesaran)

Sisik kuning-

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

13

2.2 Inner Hijab

2.2.1 Definisi

Berdasarkan penjelasan pada buku “Yuk Berhijab” milik Ust. Felix Y.

Siauw, hijab merupakan penggabungan antara jilbab, kerudung (khimar), dan

memakai kaus kaki untuk menutup auratnya. Sedangkan jilbab itu sendiri

adalah sejenis pakaian longgar yang dapat menutupi seluruh tubuh wanita

muslimah. Sedangkan inner hijab masih merupakan bagian dari hijab yang

memiliki fungsi yang sama yaitu untuk menutupi aurat, hanya saja inner hijab

atau yang sering disebut sebagai dalaman ciput ini letaknya berada dibawah

atau didalam kerudung yang umum dipakai. (Siauw, 2015)

Dalam islam, menutup aurat merupakan sebuah kewajiban. Maka wajib

hukumnya bagi para perempuan muslim untuk menutupi rambut kepalanya

dengan menggunakan hijab, sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur’an

surat Al-Ahzab ayat 59. (Al-quran)

2.2.2 Inner Hijab di Era Modern

Inner hijab dan hijab di era modern dapat dikatakan cukup populer, tidak

hanya dikalangan ibu-ibu tetapi juga dikalangan anak muda jaman sekarang.

Disebutkan bahwa sejak tahun 1980 jumlah pengguna hijab terus bertambah di

kalangan pelajar, mahasiswa, serta para orang tua. (Ristinova, 2016)

Kini hijab merupakan sebuah trend fashion yang banyak digemari

khususnya anak-anak muda. Bahkan muslimah jaman sekarang ini tidak hanya

mencari referensi trend hijab yang ada di Indonesia saja, melainkan juga dari

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

14

negara-negara luar dan tidak menutup kemungkinan remaja kini suka

mempadupadankan trend fashion terkini dengan hijab sehingga menciptakan

trend hijab modern. Seiring berkembangnya zaman, saat ini berbagai macam

jenis dan model hijab ditawarkan, termasuk munculnya model inner hijab yang

lebih sering dikenal dengan sebutan dalaman ciput ninja. Tidak sedikit dari para

muslimah yang kini menggunakan inner hijab karena bentuknya yang lebih

“ketat” dibanding kain hijab biasa sehingga dapat lebih membantu dan menjaga

agar rambut kepala senantiasa tertutupi. (Ristinova, 2016)

2.2.3 Jenis-jenis Hijab dan Inner Hijab

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Latifah pada tahun

2016 tentang studi information sharing dan gaya hidup hijabers di komunitas

hijabers Surabaya, ditemukan 3 gaya berhijab para hijabers (sebutan komunitas

pengguna hijab) yakni hijab modis, hijab biasa, dan hijab syar’i. Hijab modis

diartikan sebagai sebuah gaya berhijab yang mengikuti perkembangan jaman,

tidak hanya dari cara berhijab melainkan juga dari cara berpakaian. Para

hijabers modis ini selalu mengikuti perkembangan fashion yang berlaku saat

itu. (Latifah, 2016)

Jenis yang kedua adalah gaya hijab biasa, dimana gaya hijab biasa ini

merupakan gaya berhijab sederhana yang sering kita temui di lingkungan kita.

Sedangkan gaya hijab syar’i adalah gaya berhijab yang identik dengan hijab

sampai menutupi dada hingga seluruh tubuh. Sedangkan untuk jenis inner hijab

ini sangat banyak sekali variasinya, seperti inner hijab yang hanya menutupi

kepala tanpa menutupi bagian leher, ada juga yang menutupi kepala hingga

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

15

leher, serta yang hanya berbentuk seperti bandana dan tidak menutupi rambut

dan kepala secara keseluruhan. (Latifah, 2016)

2.2.4 Inner Hijab dan Dermatitis Seboroik

Hijab dapat hanya berupa 1 lapis kain, dapat pula ditambahkan lagi

lapisan lain dibawahnya, atau yang dinamakan inner hijab. Pemakaian penutup

kepala yang berlapis – lapis ini apabila didukung oleh faktor lain seperti lama

penggunaan dan higienitas yang buruk serta cuaca yang panas seperti di

Indonesia diduga dapat memicu terjadinya dermatitis seboroik. Menutup kepala

terlalu lama, ditambah cuaca yang panas akan menciptakan kondisi kulit kepala

menjadi lembab dan berkeringat karena adanya kenaikan suhu. Keringat yang

seharusnya bisa menguap, terhambat prosesnya dikarenakan udara dari luar

kepala susah masuk, terhalang oleh kain yang menutupi kepala tersebut.

Akibatnya terjadi penumpukan sebum dan keringat di kulit kepala. Seperti yang

sudah dijelaskan sebelumnya, apabila terlalu banyak sebum yang dibiarkan

menumpuk di permukaan tubuh, Malassezia spp. akan tumbuh dan berkembang

biak dengan baik sehingga dapat memicu terjadinya kejadian dermatitis

seboroik. (Tamer, 2018)

Sebagai muslimah yang wajib menutup kulit kepala dan rambut dalam

kehidupan sehari – hari, tidak menutup kemungkinan untuk memiliki kulit

kepala yang sehat. Ada banyak cara yang bisa dilakukan agar terhindar dari

berbagai macam penyakit yang menyerang rambut dan kulit kepala. Salah

satunya adalah dengan rutin mencuci rambut menggunakan produk perawatan

rambut dan kulit kepala yang sesuai dengan kebutuhan, dan jangan lupa untuk

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58707/3/bab 2.pdf · Prevalensi dermatitis seboroik pada tahun 2016 mencapai 11,6% dari seluruh populasi secara umum. Sedangkan di Asia sendiri,

16

memastikan bahwa kondisi rambut harus sudah benar – benar kering sebelum

memakai penutup kepala (hijab, inner hijab, dll). Selain itu, memilih jenis kain

dan warna penutup kepala juga dapat membantu muslimah dalam menjaga

rambut dan kulit kepalanya. Penutup kepala dengan bahan dasar katun dan kaos

diduga memiliki pori – pori yang cukup lebar untuk melancarkan sirkulasi

udara. Selanjutnya, pilihlah penutup kepala dengan warna yang dominan cerah

seperti putih dan kuning. Dikatakan bahwa warna - warna gelap cenderung

lebih banyak menyerap radiasi cahaya dibandingkan warna – warna yang

terang. Selanjutnya energi cahaya tersbeut akan diubah menjadi energi panas.

Semakin banyak cahaya yang diserap, akan semakin panas dan lembab kondisi

dari kulit kepala. Maka dari itu, direkomendasikan bagi para muslimah untuk

memilih penutup kepala dengan warna – warna yang lebih cerah. (Griffiths, et

al., 2017)