BAB 2 TINJAUAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46418/4/Chapter II.pdf · TINJAUAN...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46418/4/Chapter II.pdf · TINJAUAN...
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Tinjauan teori dihubungkan dan ditelaah untuk menjamin mutu keperawatan
berupa audit dokumentasi keperawatan. Pokok bahasan dalam tinjauan teori ini
meliputi: penjaminan mutu atau quality assurance (QA), audit dokumentasi
keperawatan, teori manajemen Deming, teori proses keperawatan Orlando, action
research, dan kerangka teori.
2.1. Penjaminan Mutu atau Quality Assurance (QA)
QA merupakan sebuah proses pembentukan pencapaian mutu intervensi
keperawatan dan pengambilan tindakan untuk menjamin bahwa setiap pasien
menerima tingkat perawatan yang diinginkan (Gillies, 2004). Jaminan mutu lebih
menekankan kepada tanggung jawab tenaga kerja dibandingkan dengan supervisi,
karena sebenarnya supervisi tersebut mempunyai peranan dalam jaminan mutu.
Feo dan Barnard (2004) menyatakan bahwa QA memastikan suatu kontrol
sedang dipertahankan. Mereka menyatakan bahwa QA merupakan kontrol dari
quality control. Hal ini mendorong manajemen untuk memastikan yang terbaik
dan orang lain harus mengetahui kontrol yang dilaksanakan dalam tindakan. Feo
dan Barnard juga menyatakan bahwa hasil evaluasi ditinjau dan dijelaskan kepada
perawat dan orang lain yang terlibat didalamnya. Salah satu contoh dari QA
adalah ISO 9000.
Deming dalam Gitlow, Oppenheim A.J., Oppenheim R, dan Levine (2005)
menyatakan bahwa istilah QA dan mempertahankan mutu adalah bagian dari
tanggung jawab manajemen. Pendekatan ini mengakui bahwa mutu yang baik
Universita Sumatera Utara
tidak dengan tiba-tiba atau suatu kebetulan dan bukan hasil dari angan-angan
belaka. Melainkan melalui kerjasama tim yang baik sesuai dengan standar yang
telah ditentukan. Deming dalam Gitlow et al. juga menyatakan bahwa mutu
merupakan kesesuaian dengan kebutuhan konsumen.
A
da sepuluh indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, yaitu:
angka infeksi nosokomial, angka kejadian klien jatuh/kecelakaan, tingkat
kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan, tingkat kepuasan klien terhadap
pengelolaan nyeri dan kenyamanan, tingkat kepuasan klien terhadap
informasi/pendidikan kesehatan, tingkat kepuasan klien terhadap asuhan
keprawatan, upaya mempertahankan integritas kulit, tingkat kepuasan perawat,
kombinasi kerja antara perawat profesional dan non profesional, dan total jam
asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis & Huston, 1998).
2.1.1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam QA
Storesund dan Mc Murray (2009), Koch, Webb, dan Williams (1995),
Harvey (1991), serta Robb, Mackie, dan Elcock (2007) menemukan lima faktor
yang mempengaruhi mutu keperawatan yaitu: kohesivitas team work dalam
lingkungan kerja yang kompleks dengan tingkat stres yang tinggi, Komunikasi
yang cepat, efektif dan saling menghormati, pengetahuan dan ketrampilan khusus
yang diperoleh melalui pendidikan formal ataupun informal/pengalaman,
manajemen organisasi termasuk pendekatan kepemimpinan yang dipakai, dan
lingkungan fisik.
Universita Sumatera Utara
Storesund dan McMurray (2009) menemukan bahwa kohesivitas team
work dalam lingkungan kerja yang kompleks dan tingkat stres yang tinggi dapat
mempengaruhi mutu pelayanan. Mereka mengatakan dukungan dan kerja sama
dalam tim merupakan faktor penting yang mempengaruhi mutu pekerjaan mereka
di ICU. Pola budaya organisasi di ICU menunjukkan bahwa dukungan dapat
berkontribusi dalam meningkatkan atau menurunkan mutu pelayanan. Mutu kerja
meningkat dan semangat semakin kuat pada saat hubungan baik perawat dengan
rekan sejawat terbina. Bekerja sama sebagai sebuah tim, meskipun ada nilai staf
yang berbeda, untuk menemukan sudut pandang bersama, memiliki efek positif
tidak hanya QA tetapi untuk pasien saat mereka mendapatkan pelayanan di rumah
sakit.
Komunikasi yang cepat, efektif dan saling menghormati dapat
mempengaruhi mutu pelayanan (Storesund & Mc Murray, 2009). Mereka
mengatakan penting bagi perawat untuk menekankan komunikasi dalam menjaga
mutu pelayanan. Keluarga dan penyedia layanan kesehatan, termasuk perawat,
dokter dan staf kesehatan lainnya bergantung pada komunikasi yang tepat untuk
mencapai yang terbaik bagi pasien. Storesund dan Mc Murray juga
mengemukakan bahwa saling menghormati antar profesi adalah faktor mutu yang
paling penting. Mereka menyatakan bahwa komunikasi yang tidak sopan dari
dokter ke perawat paling sering mengakibatkan ketidakpuasan antara perawat
Dilihat dari sisi pengetahuan perawat, Storesund dan McMurray (2009)
mengemukakan bahwa s
.
emua informan menganggap pengetahuan sebagai dasar
untuk memberikan mutu perawatan yang baik. Karena ICU sebagai tempat
Universita Sumatera Utara
merawat dan mengelola pasien dengan penyakit kritis, maka dengan kondisi yang
berubah secara cepat, perawat ICU perlu pengetahuan dan keterampilan khusus
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, dan merespon secara tepat dan cepat
terhadap fluktuasi status kesehatan pasien. Storesund dan McMurray menyatakan
bahwa perlu bagi perawat untuk meningkatkan pengetahuan mereka secara
individual dan pentingnya meningkatkan pengetahuan dari pengalaman yang
sudah didapatkan
Keberhasilan program penjaminan mutu juga dipengaruhi oleh manajemen
organisasi yang dipakai termasuk karakteristik organisasi (Koch et al. 1995 dan
Harvey, 1991). Organisasi yang mempunyai komitmen posisif akan berdampak
pada mutu pelayanan yang baik. Harvey juga menyatakan bahwa karakter perawat
juga menentukan mutu pelayanan. Pemimpin yang menggunakan pendekatan
Bottom-up memiliki efek yang paling positif dibandingkan dengan pendekatan
top-down.
. Koch et al. (1995) sependapat dengan pernyataan tersebut,
bahwa perawat terlatih akan memberikan mutu pelayanan yang baik didukung
dengan pendidikan yang berkelanjutan. Staf terlatih dan pendidikan berkelanjutan
yang kurang memadai akan menyebabkan mutu pelayanan jauh dari yang
diinginkan.
Koch et al. (1995) menambahkan selain faktor tersebut, lingkungan fisik
juga berpengaruh pada mutu pelayanan. Pernyataan tersebut didukung oleh Robb
et al. (2007) bahwa ketersediaan alat atau fasilitas akan meningkatkan tindakan
perawat mematuhi standar yang sudah ditetapkan. Robb et al. meneliti tentang
survey audit kualitas perawat di London Utara. Hasil audit menunjukkan bahwa
Universita Sumatera Utara
perbaikan tindakan perawat terjadi seiring dengan peningkatan ketersediaan
fasilitas.
Sebenarnya faktor kunci yang sangat berpengaruh terhadap tercapainya
QA adalah perawat dan lingkungan fisik. Dalam melaksanakan pekerjaannya
perawat diharapkan saling mendukung dan bekerja sama dalam tim
Hal tersebut didukung oleh Stavropoulou dan Stroubouki (2009), yang
menyatakan bahwa melalui pendidikan formal, siswa perawat belajar tentang
esensi jaminan mutu secara umum dan bagaimana program jaminan mutu dapat
berkontribusi pada perbaikan sistem perawatan kesehatan secara umum. Program
penjaminan mutu yang ditanamkan sejak dini melalui pendidikan formal akan
meningkatkan mutu pelayanan kepada siswa perawat, maka saat menjadi perawat
diharapkan mereka bisa memberikan mutu pelayanan yang optimal.
. Mutu kinerja
perawat akan terbukti secara nyata pada saat berkomunikasi dengan cepat, efektif
dan menghormati orang lain (termasuk dalam melakukan kolaborasi dengan
rekan-rekan dari profesi kesehatan lain). Selain itu, perawat dikatakan profesional
apabila memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan di bidangnya. Sehingga
seorang perawat diharapkan terus meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan
formal ataupun non formal.
2.1.2. Tujuan QA dalam pelayanan keperawatan di Rumah Sakit
Tujuan QA adalah untuk meningkatkan mutu perawatan dan untuk menuju
tingkat caring yang lebih tinggi (Patel, 2010 dan Lunqvist & Axelsson, 2007).
Penjaminan mutu dilaksanakan untuk membantu memastikan bahwa pasien dapat
diberikan perawatan yang aman, handal dan bermartabat, dan untuk mendorong
Universita Sumatera Utara
pemulihan pasien. Apabila pasien cepat pulih maka akan menurunkan beban biaya
yang harus pasien keluarkan.
Patel (2010) menyatakan bahwa audit adalah komponen dasar QA. Patel
menemukan bahwa audit membantu memastikan bahwa pasien mendapatkan
perawatan yang aman, handal dan bermartabat, dan mendorong pemulihan bagi
pasien. Patel menyatakan pelaksanaan QA di sebuah rumah sakit dilakukan untuk
membantu mengurangi hari rawat pasien di rumah sakit sehingga akan
meningkatkan pasien (Bed Occupation Rate/BOR) dan peningkatan kelancaran
dalam pembayaran. Dampak QA tidak hanya dapat dinikmati oleh rumah sakit
saja, akan tetapi akan berdampak pada pemberian perawatan yang maksimal yang
akan meningkatkan kepuasan klien terhadap perawatan rumah sakit. Hal ini
didukung oleh pendapat Coddington dan Sands (2008), bahwa perawat berperan
dalam menganalisa biaya dan potensi penghematan biaya perawatan kesehatan
yang dikelola
Lunqvist dan Axelsson (2007) berpendapat perawat dapat merasakan QA
sebagai jalan menuju tingkat caring yang lebih tinggi. Menjaga tingkat caring
memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri secara profesional serta
kemungkinan untuk mendapatkan insentif. Menjaga tingkat caring dalam
melaksanakan tindakan keperawatan berupa perawat harus berdasarkan prosedur
perawatan dan menjadikan caring sebagai karakter dalam dirinya. Apabila caring
sudah menjadi karakter maka perawat akan mudah untuk bersikap empati,
merasakan penderitaan pasien dan akan memberikan perawatan yang paling baik
untuk pasien. Lutz dan Root (2007) menekankan bahwa saat ini m
.
utu perawatan
Universita Sumatera Utara
adalah perawat memberikan yang terbaik kepada pasien.
2.1.3. Hambatan QA
Hal ini menunjukkan
bahwa QA sangat penting untuk memberikan perawatan terbaik untuk pasien.
Teng, Hsiao, dan Chou (2010) didukung oleh Einy dan Scher (2008)
mengemukakan beberapa hambatan yang dihadapi oleh seorang perawat dalam
mempertahankan QA adalah Perawat menerima tekanan waktu. Teng et al.
menyatakan bahwa tekanan waktu yang diterima perawat akan mengurangi
kehandalan/ akuntabilitas, responsiveness dan jaminan mutu bagi pasien. Einy dan
Scher (2008) menyatakan bahwa hambatan QA adalah perawat tidak konsisten
melaksanakan suatu program. Mereka menemukan perawat Neonatal Intensive
Care Unit (NICU) di Israel tidak konsisten mengikuti bentuk terintegrasi dari
perkembangan perawatan seperti yang sudah disediakan.
Tekanan waktu atau kelebihan beban kerja akan mengganggu pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien. Menurut Gillies (2004) mengatakan apabila
terjadi tekanan waktu pada perawat maka seorang perawat administrator
sebaiknya menyesuaikan jadwal dan tugas perawat. Selain itu, perawat seharusnya
memiliki komitmen bahwa dalam merawat pasien akan menggunakan tindakan
keperawatan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Prosedur
keperawatan dapat berupa standar asuhan keperawatan atau standar prosedur
operasional. Perawat yang tidak konsisten dalam melaksanakan prosedur
perawatan akan mengurangi kehandalan/ akuntabilitas, tanggung jawab dan
jaminan mutu yang pasien yang rasakan.
Universita Sumatera Utara
2.1.4. Peran dan Tantangan Perawat Administrator dalam QA
QA tidak terlepas dari peran seorang perawat administrator. Harvey (1991)
mengemukakan peran perawat administrator untuk mencapai mutu pelayanan
keperawatan dalam sebuah rumah sakit adalah ketrampilan perawat administrator.
Tiga tantangan yang dihadapi oleh perawat administrator dalam melaksanakan
program QA adalah perawat kurang memiliki rasa persaudaraan (Price, Fitzgerald,
& Kinsman, 2007), lingkungan kerja yang berhubungan dengan tim multidisiplin
(Einy & Scher, 2008), dan harus meningkatkan pengetahuan tentang mutu
pelayanan keperawatan (Harvey & Kitson, 1996).
Harvey (1991) menyatakan perawat administrator diharapkan mampu
melakukan pendekatan yang tepat dalam mencapai mutu keperawatan dan dia
menyarankan menggunakan pendekatan bottom-up untuk pengukuran mutu. Hal
ini menunjukkan bahwa pendekatan bottom-up untuk implementasi terlihat
mengakibatkan respon staf yang lebih menguntungkan dan hasil program yang
positif. Harvey juga menunjukkan bahwa proses pelaksanaan program jaminan
mutu adalah lebih penting daripada instrumen itu sendiri. Proses pelaksanaan
program inilah yang memerlukan keahlian dan ketrampilan perawat administator
dalam mengelola perawat pelaksana.
Price et al. (2007) menemukan bahwa perawat saling menyalahkan satu
sama lain untuk manfaat tidak disadari. Hal ini merupakan tantangan bagi perawat
administrator untuk memperbaiki komitmen organisasi. Einy dan Scher (2008)
menyatakan bahwa keberadaan tim multidisiplin yang lain dalam bekerjasama
dengan perawat menjadi salah satu tantangan bagi perawat untuk bisa
Universita Sumatera Utara
mengembangkan diri dan terbuka terhadap tim multidisiplin. Peningkatan mutu
dapat bermanfaat bagi praktik keperawatan, tapi perawat mempunyai tantangan
dalam bekerjasama yaitu adanya sikap menyalahkan satu sama lain untuk potensi
manfaat tidak disadari. Hal ini merupakan tantangan bagi perawat administrator
untuk menghilangkan masalah intern dalam profesi keperawatan itu sendiri.
Harvey dan Kitson (1996) dan Price et al. (2007) menemukan bahwa
seorang perawat harus terus mengembangkan pengetahuan tentang mutu dalam
pelayanan keperawatan. Mereka menyatakan bahwa perawat manajer dan klinis
harus memahami konsep peningkatan mutu dan bagaimana hal itu berlaku untuk
praktek keperawatan di departemen yang berbeda. Kemampuan dan pengetahuan
seorang perawat manajer tentang konsep peningkatan mutu dan bagaimana hal itu
berlaku untuk praktek keperawatan di departemen yang berbeda memegang
peranan penting untuk mencapai keberhasilan suatu program QA. Keberhasilan
suatu penjaminan mutu terletak pada proses pelaksanaan itu sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa pendekatan bottom-up untuk implementasi mengakibatkan
respon staf yang menguntungkan dan hasil program yang positif.
Mutu dalam pelayanan kesehatan terus dikembangkan dari tahun ke tahun.
Prinsip-prinsip dasar seperti team work, dukungan fasilitas dan komitmen
organisasi sangat penting untuk peningkatan mutu. Hal ini sangat penting untuk
memastikan bahwa proses lmplementasi dikelola secara efisien dan seefektif
mungkin. Hasil yang diinginkan selalu didukung dengan fasilitas dan alat yang
memenuhi persayaratan jaminan mutu. Perawat administrator dapat memberikan
dukungan dengan menyediakan alat dan fasilitas yang dibutuhkan untuk
Universita Sumatera Utara
menunjukkan mutu pelayanan yang disampaikan. Perawat pelaksana akan
melakukan pekerjaannya dengan baik apabila didukung oleh alat dan fasilitas
yang memadai.
2.1.5. Instrumen QA
Mutu pelayanan keperawatan bisa diukur dari sisi perawat dan pasien.
Harvey (1991) menyatakan ada empat cara untuk mengukur mutu pelayanan,
yaitu pemantauan (monitoring), instrumen Qualpacs (Quality Patient Care Scale),
audit keperawatan, dan kuesioner kepuasan pasien. Koch et al. (1995) mendukung
pernyataan tersebut bahwa mendengarkan suara pasien, akan menunjukkan
keberhasilan mutu pelayanan dan memberikan petunjuk untuk mengembangkan
proses penjaminan mutu lebih sabar sensitif.
Larsson, Sahlsten, Segesten, dan Plos (2011) mengemukakan bahwa
partisipasi pasien sangat berarti untuk mencapai mutu pelayanan yang optimal.
Mereka menyatakan bahwa pasien yang cenderung kurang berpartisipasi adalah
pasien yang mempunyai masalah dalam menghadapi ketidakmampuan sendiri,
kurang empati, bersikap paternalistik dan pasien yang merasakan hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
2.1.6. Cara mempertahankan QA
Cara untuk mempertahankan QA menurut Harvey dan Kitson (1996), Cooper
dan Hewison (2002), Koch et al. (1995), serta Robb et al. (2007) adalah tim kerja
dan komitmen pada tingkat organisasi, kepemimpinan yang berkelanjutan,
dukungan fasilitas dan memastikan aksi untuk perbaikan secara terus menerus.
Universita Sumatera Utara
Tim kerja dan komitmen pada tingkat organisasi akan meningkatkan mutu
keperawatan (Harvey & Kitson, 1996). Didukung oleh pernyataan Cooper dan
Hewison (2002) bahwa Kerja tim yang efektif termasuk masukan dari fasilitator
luar, baik hubungan dengan manajemen dan umpan balik yang cepat dan relevan
untuk kemajuan atau peningkatan mutu. Kerja tim yang efektif sangat tergantung
pada komitmen organisasi atau perawat yang bekerja dalam satu team work.
Masukan dari fasilitator luar, hubungan dengan manajemen dan umpan balik yang
cepat dan relevan sangat mendukung untuk mewujudkan QA. Bekerja dalam
sebuah tim membutuhkan pendekatan kepemimpinan yang tepat dan
berkelanjutan. Dukungan untuk mempertahankan profil mutu dan memastikan
aksi untuk perbaikan secara terus menerus merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan suatu mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit.
Kepemimpinan yang berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan
mutu keperawatan (Harvey & Kitson, 1996). Pernyataan tersebut didukung oleh
Koch et al (1995) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu bisa dengan
cara memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi pada manajemen yang
sebelumnya. Memastikan aksi untuk perbaikan secara terus menerus menurut
Robb et al. (2007) serta Cooper dan Hewison (2002) mengandung arti bahwa
pemantauan mutu atau audit akan menunjukkan perbaikan. Robb et al.
menemukan bahwa dengan dilaksanakannya audit maka terjadi peningkatan
tingkah laku positif perawat dalam usaha pencegahan dan kontrol terhadap
infeksi.
Universita Sumatera Utara
Perbaikan atas kesalahan dan kelalaian tindakan keperawatan yang
dilakukan perawat dilakukan penilaian mutu. Gillies (2004) menyatakan bahwa
kurangnya pengetahuan dan ketrampilan perawat memiliki kontribusi terhadap
pencapaian mutu perawatan yang optimal. Sehingga dasar untuk meningkatkan
QA adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan perawat. Peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan perawat bisa diperoleh melalui pendidikan baik
secara formal dan non formal.
Harvey dan Kitson (1996) menyatakan untuk mempertahankan profil mutu
yang baik harus didukung fasilitas fisik dari institusi tersebut. Robb et al (2007)
juga mendukung pernyataan tersebut bahwa dengan mutu akan meningkat apabila
institusi atau rumah sakit menyediakan fasilitas fisik yang menunjang
terwujudnya mutu yang baik.
Cooper dan Hewison, (2002) menyatakan bahwa audit dan kerja tim yang
efektif adalah salah satu cara untuk mempertahankan QA. Mereka menyatakan
Kerja tim yang efektif termasuk masukan dari fasilitator luar, baik hubungan
dengan manajemen dan umpan balik yang cepat dan relevan untuk kemajuan. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Harvey dan Kitson (1996), bahwa untuk
meningkatkan mutu hal yang terpenting yang harus dimiliki adalah tim kerja dan
komitmen pada tingkat organisasi, kepemimpinan yang berkelanjutan, dukungan
untuk mempertahankan profil mutu termasuk dukungan fasilitas dan memastikan
aksi untuk perbaikan secara terus menerus. Hal ini didukung oleh Robb et al.
(2007), bahwa dengan pemantauan mutu menunjukkan perbaikan tingkah laku
perawat dalam usaha pencegahan dan kontrol terhadap infeksi.
Universita Sumatera Utara
Menurut Joint Commission On The Accreditation Of Healthcare
Organizations (JCAHO) dalam Potter dan Perry (2005), ada sepuluh langkah
untuk memperbaiki kualitas, yaitu menetapkan tanggung jawab dan tanggung
gugat untuk program, menentukan jangkauan layanan klinik, menentukan aspek-
aspek penting layanan klinik, mengembangkan indikator untuk memantau hasil
dan menyesuaikan asuhan yang diberikan, menetapkan ukuran untuk evaluasi
indikator, mengumpulkan dan menganalisis data dari aktivitas pemantauan,
mengevaluasi hasil aktivitas pemantauan untuk menentukan kebutuhan terhadap
perubahan dalam praktik, menyelesaikan masalah melalui pengembangan rencana
tindakan, mengevaluasi keberhasilan rencana, dan mengkomunikasikan hasil yang
telah dicapai kepada organisasi.
2.2. Audit Dokumentasi Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif
Pendekatan audit dalam keperawatan terutama ditujukan pada tiga dimensi
dokumentasi keperawatan: struktur atau format, proses dan konten, yang
merupakan profil lengkap dokumentasi keperawatan (Wang et al. 2011). Mereka
menyatakan bahwa kualitas struktur dan format dokumentasi keperawatan sangat
penting dalam memastikan bahwa data pasien disajikan dalam cara yang mudah
untuk memfasilitasi perawat atau profesional kesehatan lainnya dan
mempermudah akses informasi penting untuk pengambilan keputusan klinis.
Sebuah proses yang tepat dari data diharapkan memungkinkan dokumentasi yang
sah dan handal informasi tentang pasien dan perawatan. Isi dokumentasi
keperawatan harus menjadi fokus utama dari audit karena implikasinya terhadap
praktek asuhan keperawatan. Wang et al. juga menyatakan bahwa Asuhan
Universita Sumatera Utara
keperawatan harus sepenuhnya diungkapkan dalam isi dokumentasi keperawatan,
struktur kualitas dan format serta melalui proses dokumentasi yang tepat.
Pokok bahasan tentang audit dokumentasi keperawatan akan menjelaskan
tentang jenis dan tujuan audit, pengelolaan program audit, pelaksanaan audit,
dokumentasi keperawatan dan Ruang Perawatan Intensif.
2.2.1. Jenis dan Tujuan Audit
ISO 9000: 2000 menyatakan bahwa audit merupakan suatu proses yang
sistematis, mandiri dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti-bukti secara
akurat dan menilai secara obyektif untuk membandingkannya dengan standar
yang sudah ditentukan (Suardi, 2004). Menurut Suardi, ada tiga jenis audit
berdasarkan pihak yang melakukan audit, yaitu audit internal, audit eksternal dan
audit eksternal & independen. Audit internal dilakukan oleh suatu rumah sakit
secara intern yang bertujuan untuk memantau keefektifan penerapan suatu sistem
mutu yang dipakai dan digunakan untuk perbaikan selanjutnya. Audit eksternal
dilakukan oleh organisasi atau perusahaan diluar rumah sakit yang bertujuan
untuk menjadi mediator dan merangsang rumah sakit untuk melakukan
pemecahan masalah mutu. Audit eksternal dan independen dilakukan oleh suatu
perusahaan atau organisasi yang mempunyai sertifikasi atau badan registrasi
mandiri dan sudah diakui oleh masyarakat. Audit tersebut bertujuan untuk
mengevaluasi kesesuaian pelayanan rumah sakit terhadap keinginan yang
dipersyaratkan pelanggan.
Sesuai dengan kedalamannya, audit dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
audit sistem, audit kesesuaian dan audit produk (Suardi, 2004). Audit sistem
Universita Sumatera Utara
bertujuan untuk mengevaluasi apakah suatu perusahaan sudah menggunakan
standar yang sudah ditetapkan. Audit sistem digunakan untuk memeriksa
kelengkapan dokumentasi yang sudah dilakukan dengan standar prosedur yang
sudah ditetapkan oleh suatu institusi. Audit kesesuaian digunakan untuk melihat
apakah suatu prosedur, instruksi kerja dan rencana diaksanakan. Audit kesesuaian
lebih banyak digunakan untuk mengaudit rumah sakit secara internal. Contoh dari
audit kesesuaian adalah supervisi kepala ruang kepada perawat pelaksanan,
apabila kepala ruang mendapatkan kesalahan perawat pelaksana dalam
melaksanakan tindakan keperawatan, maka segera dilakukan perbaikan untuk
meminimalkan efek pada pasien. Audit produk digunakan untuk melihat apakah
hasil sesuai dengan permintaan pelanggan atau sudah memenuhi kepuasan
pelanggan (Suardi, 2004). Audit produk dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit dapat berupa penyebaran kuesioner kepuasan pasien atas pelayanan
keperawatan pada saat pasien keluar dari rumah sakit.
Audit sistem penjaminan mutu memiliki tujuan secara internal dan
eksternal (Suardi, 2004). Tujuan internal adalah untuk melihat dan mengevaluasi
kekurangan yang ditemukan, menilai kesiapan audit oleh pihak kedua dan ketiga
serta mendorong pemeliharaan dan perbaikan secara terus menerus. Tujuan
eksternal adalah untuk memenuhi persyaratan sesuai standar mutu yang sudah
ditetapkan oleh suatu badan yang bersertifikasi, pelanggan maupun pemerintah.
Strategi untuk mencapai tujuan program penjaminan mutu memerlukan
suatu metode untuk mengetahui sejauh mana tujuan telah dicapai. Menurut Gillies
(2004), metode yang paling sering dilakukan adalah audit perawatan concurrent
Universita Sumatera Utara
dan retropektif. Audit concurrent adalah salah satu audit yang meneliti dan
mengevaluasi perawatan pasien apa adanya. Audit retrospektif mengevaluasi
perawatan pasien yang dilakukan setelah pasien keluar dari rumah sakit. Audit
retrospektif memakai catatan kesehatan pasien sebagai satu-satunya sumber
informasi yang diberikan selama pengobatan. Gillies juga mengemukakan bahwa
analisa profil perawatan pasien, tinjauan rekan sekerja, dan perkumpulan mutu
juga merupakan metode penjaminan mutu.
2.2.2. Pengelolaan Program Audit
Suardi (2004) mengemukakan bahwa penerapan suatu program untuk
mengaudit mutu pelayanan seharusnya memiliki persiapan program yang matang.
Program audit berbeda-beda tergantung pada sasaran, ukuran, sifat dan
kompleksitas organisasi yang akan diaudit. Program audit seharusnya mencakup
sasaran dan harapan program audit, tanggung jawab, sumber daya dan prosedur,
pemastian program audit yang diterapkan, pemantauan dan penjaminan program
audit, pemastian dokumen audit yang sesuai (Suardi, 2004).
Sasaran dapat mempertimbangkan prioritas manajemen, tujuan,
persyaratan sistem manajemen mutu, persyaratan legal, evaluasi pelanggan,
persyaratan pelanggan dan potensi resiko (Suardi, 2004). Suardi juga menyatakan
bahwa sifat, ukuran dan kompleksitas program audit berbeda-beda tergantung
pada lingkup, sasaran, tujuan dan frekuensi program audit yang dipakai,
persyaratan standar, kebijakan, keputusan untuk sertifikasi, hasil audit yang lalu,
persoalan bahasa, kultur dan sosial.
Universita Sumatera Utara
Tanggung jawab pengelola program audit diberikan kepada staf yang
sudah mendapatkan pelatihan tentang audit dan mampu menggunakan
perlengkapan audit (Suardi, 2004). Penanggung jawab akan mendefinisikan,
menerapkan, memelihara, dan meningkatkan program audit, serta menyediakan
sumber daya program audit (keuangan, peralatan, metode, auditor, teknisi,waktu
dan keperluan lainnya).
Menurut ISO 9000: 2000 dalam Suardi (2004), prosedur dalam program
audit adalah merencanakan dan menjadwalkan audit, jaminan kemampuan
auditor, seleksi tim audit, memimpin audit, menindaklanjuti kinerja audit. Seleksi
tim audit harus memperhatikan bahwa calon tim audit memiliki pemahaman
tentang sistem penjaminan mutu ISO 9001: 2000, memahami masalah sektor
pelayanan yang akan diaudit, memahami teknik audit, berpengalaman dalam
mengaudit sistem manajemen mutu.
Pengelolaan program audit berdasarkan konsep PDCA ditunjukkan pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1. Pengelolaan Program Audit (Suardi, 2004)
Penanggung jawab Program
Mendefinisikan Program
Menerapkan Program
Memantau & Meninjau Program
Tindakan Peningkatan
Kemampuan Auditor
Aktivitas audit
p
D
C
A
Universita Sumatera Utara
2.2.3. Pelaksanaan Audit
Sesuai dengan ISO 9000: 2000 dalam Suardi (2004), pelaksanaan audit
berupa rapat pembukaan, penggunaan daftar periksa, mengaudit sistem
manajemen mutu, mengumpulkan dan memverifikasi informasi, temuan audit,
pertemuan tim audit, rapat penutupan, dan pelaporan audit.
Rapat pembukaan. Rapat pembukaan merupakan pertemuan yang
dilakukan sebelum audit dilaksanakan yang dihadiri oleh tim auditor dan semua
pihak terkait dalam pelaksanaan audit termasuk kepala departemen yang akan
diaudit. Rapat pembukaan bertujuan memberikan penjelasan tentang tujuan dari
pelaksanaan audit dan metode yang digunakan dalam pelaksanaan audit. Lead
auditor memberikan penjelasan tentang tim audit dan tanggung jawab setiap
anggota tim, tujuan pertemuan, ruang lingkup audit, tujuan audit, metode audit,
jadwal audit, jawaban atas pertanyaan yang muncul dari pihak auditee. Lead
auditor maupun auditor harus berbicara dengan penuh percaya diri,
mendengarkan auditee dengan penuh perhatian, menjaga sikap yang baik, dan
dapat mengendalikan situasi yang ada.
Penggunaan daftar periksa. Tim audit mempersiapkan checklist untuk
membantu pelaksanaan audit sesuai dengan rencana yang sudah dibuat. Checklist
yang baik akan memberikan panduan yang jelas dalam pelaksanaan audit yang
sangat berguna untuk mengatur dan mengendalikan waktu pelaksanaan audit,
ruang lingkup audit, panduan dalam menelusuri dokumen, dan sebagai alat bantu
dalam penyusunan hasil audit yang dilakukan.
Universita Sumatera Utara
Mengaudit sistem penjaminan mutu. Auditor pelaksanaan audit sistem
manajemen mutu harus meninjau kebijakan mutu, mengevaluasi sasaran mutu,
berfokus pada rencana pencapaian sasaran, menganalisis proses kritis,
mengidentifikasi proses-proses pendukung, mempertimbangan keefektifan dan
efisiensi proses, dan memahami masalah pokok. Suardi juga mengemukakan
bahwa ISO 9000: 2000 memberikan solusi untuk mempermudah kegiatan tersebut
dengan cara membuat peta proses, mengembangkan flow charts, checklists yang
mengacu ISO 9001: 2000 dan mengembangkan checklist yang didasari dokumen
atau prosedur.
Mengumpulkan dan memverifikasi informasi. Mengumpulkan dan
memverifikasi informasi sangat penting dilakukan oleh auditor untuk
mendapatkan data yang akurat dan tidak bias. Informasi bisa diperoleh dengan
melakukan klarifikasi, wawancara, observasi, verifikasi, pengambilan contoh
secara acak, dan dokumen. Bukti-bukti audit tersebut harus diidentifikasi,
dokumentasikan dan direkam.
Temuan audit. Temuan audit harus dievaluasi dan hasilnya bisa sesuai
dan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil temuan dicatat pada
kolom “hasil audit” dan akan dilampirkan pada laporan yang akan diserahkan
kepada auditee.
Pertemuan tim audit. Pertemuan tim audit dilaksanakan setelah proses
audit selesai dilaksanakan. Pertemuan ini membicarakan semua hasil observasi
dan menentukan ada tidaknya ketidaksesuaian. Lead auditor memeriksa semua
Universita Sumatera Utara
ketidaksesuaian yang ditemukan dan bukti yang mendukung. Pertemuan diakhiri
dengan membuat laporan hasil temuan yang tidak sesuai.
Rapat penutupan. Rapat penutupan dipimpin oleh lead auditor yang akan
menyampaikan ucapan terima kasih atas fasilitas yang telah diberikan dan
kesediaan auditee untuk berpartisipasi dalam program audit yang dilaksanakan.
Menjelaskan dan mengkonfirmasi hasil temuan, menyimpulkan hasil audit,
membuka forum tanya jawab, dan menutup pertemuan.
Pelaporan audit. Pelaporan audit dilaksanakan pada akhir tahap audit.
Laporan ini mencakup, ruang lingkup audit, jadwal audit, anggota tim audit,
auditee, identifikasi dokumen rujukan, ketidaksesuaian, dan kesimpulan.
2.2.4. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat
diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (Potter &
Perry, 2005). Potter dan Perry juga menjelaskan tentang tujuan dalam
pendokumentasian yaitu komunikasi, pembayaran pasien, edukasi, pengkajian,
riset, audit dan pemantauan, serta dokumentasi legal. Dokumentasi keperawatan
mengacu pada standar asuhan keperawatan (SAK) dan pelaksanaan tindakan
keperawatan mengacu pada standar prosedur operasional (SPO).
Standar Operating Procedure (SOP) istilah ini lazim digunakan namun
bukan merupakan istilah baku di Indonesia (Nefro, 2012). Standar prosedur
operasional (SPO) ini digunakan di UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran, prosedur tetap (Protap) yang lazim digunakan di RS, berapa istilah
lainnya diantaranya adalah prosedur kerja, prosedur tindakan, prosedur
Universita Sumatera Utara
penatalaksanaan, petunjuk tekhnis. Pengertian SPO adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang berurutan yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja rutin tertentu, atau urutan langkah-langkah yang benar
berdasarkan konsesus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan, dan atau urutan langkah-langkah yang sudah diuji dan disetujui dalam
melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga membantu mengurangi kesalahan dan
pelayanan sub standar.
Nefro (2012) memberikan cara penyusunan SPO yang sistematis, yaitu
secara umum bertujuan agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien,
efektif, konsisten dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui
pemenuhan standar yang berlaku. Tujuan khusus SPO sebagai acuan (check list)
dalam melaksanakan kegiatan tertentu bagi tenaga administrasi dan tenaga profesi
di RS, untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas
terkait, untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu
dan menjaga keamanan petugas dan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaan,
untuk menghindari kesalahan, keraguan, duplikasi atau pemborosan dalam
pelaksanaan kegiatan, untuk menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya lain
secara efiseien. SPO Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai
pelaksanaan proses kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan malpraktek dan
kesalahan administratif lainnya, sehingga sifatnya melindungi rumah sakit dan
petugas, merupakan parameter untuk menilai mutu pelayanan, dan sebagai
dokumen yang digunakan untuk pelatihan atau orientasi pegawai.
Universita Sumatera Utara
SAK merupakan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh Depkes
dan dijadikan pedoman di rumah sakit (Nefro, 2012). Sedangkan SAK Khusus
adalah Standar Asuhan yang dibuat oleh rumah sakit untuk 10 kasus terbanyak
untuk masing-masing unit pelayanan.
Dokumentasi penting untuk audit dan pemantauan karena berisi tentang
tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberi dasar untuk evaluasi
tentang kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan dalam suatu institusi.
Dokumentasi legal memerlukan pencatatan yang akurat adalah salah satu
pertahanan diri terbaik terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan
keperawatan (Potter & Perry, 2005). Keakuratan konten dokumentasi dalam
kaitannya dengan kondisi aktual pasien dan perawatan yang diberikan adalah
penting untuk proses kualitas dokumentasi (Wang et al., 2011). Jika tidak ada
jaminan dokumentasi keperawatan sah dan data yang dapat diandalkan, tidak akan
ada nilai untuk membahas kualitasnya.
Kesesuaian antara isi dokumentasi dan penilaian pasien atau wawancara
dengan perawat dan pasien dapat mencerminkan akurasi data. Namun,
pembuktian ini bukti dari sumber yang berbeda daripada pengamatan yang
merupakan metode tidak langsung untuk menyetujui akurasi dokumentasi
keperawatan dan memiliki potensi bias. Isi dokumentasi keperawatan, yang berisi
bukti tentang perawatan, terkait erat dengan keahlian profesional perawat.
Urquhart et al. (2009) dalam Wang et al. (2011) menyatakan bahwa dokumentasi
keperawatan telah digunakan untuk mendukung berbagai praktik keperawatan.
Secara teoritis pengetahuan dan konsep perawat dapat diwujudkan dalam teks
Universita Sumatera Utara
tertulis, evaluasi dokumentasi keperawatan harus memiliki implikasi untuk
kemajuan profesi keperawatan. Dua elemen dasar yang berkualitas, kelengkapan
dan kesesuaian dokumen keperawatan, menentukan seberapa baik isi dokumentasi
keperawatan harus untuk setiap langkah dari proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang
menekankan pada pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat yang
dibutuhkan oleh pasien (Potter & Perry, 2005). Mereka juga menyatakan bahwa
dokumentasi dan pelaporan mutu penting untuk meningkatkan efisiensi dalam
merawat pasien. Potter dan Perry mengemukakan bahwa tahap proses
keperawatan dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Pengkajian. Pengkajian merupakan upaya mengumpulkan data secara
lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual
dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
analisis data, dan penentuan masalah keperawatan Pengumpulan data akan
memperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada
pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi
masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual serta
faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Jenis data antara lain data objektif,
yaitu data yang diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan
pengamatan. Data subjektif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang
dirasakan pasien, atau dari keluarga pasien/ saksi lain.
Universita Sumatera Utara
Analisa data menuntut kemampuan perawat dalam mengembangkan
kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan.
Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan asuhan
keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih
memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan sesuai
dengan prioritas. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan
segera serta berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu: Keadaan
yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi
tentang kesehatan dan keperawatan.
Diagnosa keperawatan. Merumuskan diagnosa keperawatan merupakan
suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. Perumusan
diagnosa keperawatan, meliputi: aktual (menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai
dengan data klinik yang ditemukan), resiko (menjelaskan masalah kesehatan nyata
akan terjadi jika tidak di lakukan intervensi), kemungkinan (menjelaskan bahwa
perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan
kemungkinan), wellness (keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang
lebih tinggi), dan syndrom (diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa
Universita Sumatera Utara
keperawatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena
suatu kejadian atau situasi tertentu).
Rencana keperawatan. Tahap ini mencakup semua tindakan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat
ini ke status kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan. Merupakan
pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi
sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan
yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat
memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya.
Semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang
berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana asuhan keperawatan tertulis berisi
informasi tentang perencanaan tindakan keperawatan yang seharusnya
dilaksanakan oleh perawat untuk shift dinas berikutnya. Rencana perawatan
tertulis juga mencakup rencana penyelesaian terhadap masalah klien dalam jangka
panjang.
Implementasi keperawatan. Implementasi merupakan inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada tindakan
keperawatan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tahapan
dalam tindakan keperawatan meliputi tahap persiapan, intervensi, dan
dokumentasi. Tahap persiapan merupakan tahap awal tindakan keperawatan.
Tahap ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap
perencanaan. Tahap intervensi berfokus pada pelaksanaan tindakan perawatan
Universita Sumatera Utara
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan
keperawatan meliputi tindakan independen, dependen, dan interdependen. Tahap
dokumentasi merupakan pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu
kejadian dalam proses keperawatan.
Evaluasi. Evaluasi adalah membandingkan kriteria keberhasilan proses
dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan
jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/ rencana proses tersebut.
Keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat
kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. Sasaran evaluasi adalah
proses asuhan keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Kemungkinan hasil
evaluasi dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian
dan tujuan tidak tercapai.
Tujuan tercapai apabila pasien telah menunjukan perbaikan/kemajuan
sesuai dengan criteria yang telah di tetapkan. Tujuan tercapai sebagian apabila
tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan
cara mengatasinya. Tujuan tidak tercapai apabila pasien tidak menunjukkan
perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru. Perawat perlu
untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa,
tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses
keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh
Universita Sumatera Utara
tindakannya harus didokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi
keperawatan.
2.2.4. Ruang Perawatan Intensif
Ruang Perawatan Intensif merupakan tempat atau unit tersendiri di dalam
rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma atau
komplikasi penyakit lain. Ruang Perawatan Intensif merupakan cabang ilmu
kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support
pada pasien-pasien sakit kritis yang kerap membutuhkan monitoring intensif
(Potter & Perry, 2005). Ruang Perawatan Intensif merupakan tempat yang
membutuhkan pengambilan keputusan dan tindakan yang tepat dan cepat untuk
membantu klien mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Program
audit yang dilaksanakan di ruang perawatan intensif akan membantu perawat
untuk bersikap dan bertindak hati-hati dalam melakukan asuhan keperawatan
kepada klien untuk meminimalkan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya.
Karena ruang intensif sebagai tempat merawat dan mengelola pasien dengan
penyakit kritis, maka dengan kondisi yang berubah secara cepat, perawat ruang
intensif perlu pengetahuan dan keterampilan khusus untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut, dan merespon secara tepat dan cepat terhadap fluktuasi status
kesehatan pasien (
Storesund & McMurray, 2009).
2.3. Teori proses keperawatan menurut Orlando
2.3.1. Paradigma Keperawatan Teori Proses Keperawatan Orlando
Asumsi Orlando terhadap metaparadigma keperawatan hampir seluruhnya
terkandung dalam teorinya. Sama dengan teori-teori keperawatan pendahulunya
Universita Sumatera Utara
asumsinya tidak spesifik, namun demikian Orlando (1972) dalam Schmieding
(2006) mengungkapkan empat area yang ditekuninya, yaitu perawat, manusia,
sehat dan lingkungan.
Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang
didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu
membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat segera. Itu
merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien dan
membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses keperawatan
mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan tindakan
perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien.
Manusia bertindak atau berperilaku secara verbal dan nonverbal, kadang-
kadang dalam situasi tertentu manusia dalam memenuhi kebutuhannya
membutuhkan pertolongan, dan akan mengalami distress jika mereka tidak dapat
melakukannya. Hal ini dijadikan dasar pernyataan bahwa perawat profesional
harus berhubungan dengan seseorang yang tidak dapat menolong dirinya dalam
memenuhi kebutuhannya.
Sehat tidak didefinisikan secara rinci, tetapi Orlando berasumsi bahwa
bebas dari ketidaknyamanan fisik dan mental dan merasa adekuat dan sejahtera
berkontribusi terhadap sehat.
Lingkungan merupakan situasi keperawatan yang terjadi ketika perawat
dan pasien berinteraksi, dan keduanya mempersepsikan, berfikir, dan merasakan
dan bertindak dalam situasi yang bersifat segera. Pasien dapat mengalami distress
Universita Sumatera Utara
terhadap lingkungan therapeutik dalam mencapai tujuannya, perawat perlu
mengobservasi perilaku pasien untuk mengetahui tanda-tanda distress.
2.3.2. Gambaran Teori Proses Keperawatan menurut Orlando
Proses aktual interaksi perawat-pasien sama halnya dengan interaksi antara
dua orang. Ketika perawat menggunakan proses ini untuk mengkomunikasikan
reaksinya dalam merawat pasien, Orlando (1972) dalam Schmieding (2006)
menyebutnya sebagai ”nursing procces discipline”. Teori proses keperawatan
Orlando mengatur fenomena dan mengidentifikasi bagian penting yang mampu
memandu penggunanya. Schmieding menyatakan bahwa teori Orlando tersebut
merupakan teori praktek reflektif yang berdasarkan adanya masalah dan untuk
menyelesaikan situasi yang bermasalah. Masalah yang tidak ditemukan tidak akan
dapat diselesaikan sehingga ketika menggunakan teori Orlando maka sentralitas
pasien selalu diutamakan
2.3.3. Kerangka Teori Proses Keperawatan Orlando
.
Orlando (1972) dalam Schmieding (2006), mengemukakan teori
keperawatan Orlando menekankan ada hubungan timbal balik antara pasien dan
perawat, apa yang mereka katakan dan kerjakan akan saling mempengaruhi dan
mengandung konsep-konsep yang saling terkait, tetapi dijelaskan secara terpisah.
Orlando juga menggambarkan model teorinya dengan lima konsep utama, yaitu
fungsi keperawatan profesional–prinsip yang mengatur, pasien menampilkan
perilaku-situasi yang bermasalah, reaksi segera–respon internal, penasihat dalam
proses keperawatan–refleksi permintaan, perbaikan–penyelesaian.
Universita Sumatera Utara
Fungsi keperawatan profesional menunjukkan tanggung jawab perawat
yaitu membantu apapun yang pasien butuhkan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut (misalnya kenyamanan fisik dan rasa aman ketika mendapatkan
pengobatan atau dalam pemantauan). Perawat harus mengetahui kebutuhan
pasien untuk membantu memenuhinya. Perawat harus mengetahui peran
profesional dengan benar, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang
dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna mencapai tujuan
dalam membantu pasien. Ada beberapa aktivitas spontan dan rutin yang bukan
aktivitas profesional perawat yang dapat dilakukan oleh perawat, sebaiknya hal ini
dikurangi agar perawat lebih terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar
menjadi kewenangannya (Orlando, 1972 dalam Schmieding, 2006).
Pasien menampilkan perilaku-situasi yang bermasalah
Orlando (1961) dalam Schmieding (2006) menyatakan reaksi segera
merupakan respon internal perawat meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat
dan pasien. Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari perawat
. Perawat
mempunyai tanggung jawab untuk mengenal perilaku pasien. Observasi pasien
secara verbal ataupun perilaku nonverbal yang ditunjukan pasien dapat membantu
perawat mengidentifikasi masalah pasien. Orlando menjelaskan lebih spesifik
bahwa partisipasi antara perawat dan pasien dalam mengeksplorasi proses
keperawatan untuk mengidentifikasi masalah adalah solusi yang terbaik. Situasi
tersebut utuh dan dinamis, masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain.
Interaksi adalah unik dalam suatu situasi. Perilaku pasien menstimulasi dengan
segera reaksi perawat dan memulai titik pemeriksaan (Schmieding, 2006).
Universita Sumatera Utara
dan persepsi individu pasien, berpikir dan merasakan. Perawat dituntut untuk
lebih peka dalam menghadapi pasien, sehingga masalah keperawatan yang
diderita oleh pasien dapat segera dilakukan tindakan penyelesaian.
Orlando mengganti istilah ”deliberative nursing process” menjadi
”disciplined nursing process” pada Tahun 1972. Konsep ini memperlihatkan
situasi perawat-pasien sebagai keutuhan yang dinamis. Perilaku perawat
mempengaruhi pasien dan perawat dipengaruhi oleh perilaku pasien. Memahami
perilaku pasien adalah proses yang kompleks melalui observasi dan pemikiran
dengan menggunakannya secara responsif untuk mendapatkan fakta suatu kasus.
Keberhasilan proses keperawatan harus berfokus pada pasien dibandingkan
asumsi pengetahuan perawat atas masalah pasien dan pengambilan keputusan
sewenang-wenang (Orlando, 1961 dalam Schmieding, 2006).
Orlando (1961) menggunakan proses deliberative yang dikehendaki
adalah pada saat proses komunikasi anta perawat pasien untuk menentukan arti
dari perilaku pasien, membantu pasien sesuai dengan keinginannya, dan apakah
pasien tertolong dengan tindakan perawat. Proses tersebut digambarkan Orlando
sebagai komponen proses tindakan saat antar manusia saling bertemu dan masing-
masing memiliki pengalaman reaksi segera. Hal ini meliputi persepsi individu
terhadap perilaku individu lain, pemikiran tentang persepsi tersebut dan hubungan
antara perasaan dan pemikiran (Schmieding, 2006).
Perbaikan–penyelesaian. Ketika situasi atau masalah pasien menjadi jelas,
hal ini menghilangkan masalah dan membangun keseimbangan baru. Ketika
pasien memerlukan tindakan segera dan mereka mendapatkannya disebut
Universita Sumatera Utara
improvement atau perbaikan. Perubahan ini diobservasi dari respon verbal dan
perilaku non verbal pasien. Hal ini memungkinkan perawat untuk menyimpulkan
reaksi pasien atas tindakan yang sudah diberikan apakah sudah berhasil, perlu
pencegahan dan mengurangi resiko. Perilaku pasien yang tidak dapat diubah
menuntut perawat untuk melanjutkan proses keperawatan dan memeriksa ulang
sampai pasien menunjukkan suatu kemajuan atau perbaikan (Orlando, 1972 dalam
Schmieding, 2006). Hal ini dilaksanakan secara terus menerus menyerupai sebuah
siklus sampai dapat menyelesaikan masalah pasien. Perawat dituntut untuk lebih
kreatif, cepat dan tepat dalam mengambil suatu keputusan.
2.4. Teori Manajemen menurut W. Edwards Deming
Deming dalam Gitlow et al. (2005) mengungkapkan bahwa suatu institusi
dikatakan bermutu apabila berhasil menguasai pangsa pasar dan memenuhi
kebutuhan pelanggan yang akan mengakibatkan kepuasan pelanggan atas produk
institusi tersebut. Apabila dikaitkan dengan rumah sakit bisa disimpulkan bahwa
kepuasan pasien dan keluarga merupakan suatu indikator bahwa rumah sakit
tersebut memiliki mutu yang baik.
2.4.1. Paradigma Teori Manajemen Deming
Teori manajemen Deming terdiri dari empat paradigma atau kepercayaan
individu atau kelompok untuk menginterpretasi data sesuai kondisi dan keadaan
(Gitlow et al. 2005). Mereka menyatakan bahwa paradigma Deming merupakan
pergeseran asumsi dalam praktek manajemen dan dirancang untuk menciptakan
Universita Sumatera Utara
lingkungan yang diperlukan untuk mempromosikan kegembiraan dalam bekerja
dan meningkatkan kekuatan yang terkandung dalam motivasi intrinsik
Paradigma pertama: orang terinspirasi paling baik oleh motivasi intrinsik
dan ekstrinsik, tidak hanya motivasi ekstrinsik.motivasi intrinsik timbul dari
kegembiraan dalam melakukan tindakan. Motivasi intrinsik dapat melepaskan
energi yang bisa meningkatkan dan memberikan inovasi untuk sistem.
Manajemen bertanggung jawab untuk menciptakan suasana dan memelihara
motivasi intrinsik. Suasana tersebut adalah elemen dasar dari teori manajemen
Deming. Motivasi ekstrinsik berasal dari keinginan mendapatkan penghargaan
dan adanya hukuman. Hal ini akan membatasi motivasi intrinsik dengan menilai,
menetapkan kebijakan, dan menghancurkan individu. Manajemen yang berdasar
atas motivasi ekstrinsik akan “
.
memeras dari seseorang di masa hidupnya”,
motivasi intrinsik, harga diri, martabat, dan membangun ketakutannya, dan
pertahanan diri.
Paradigma kedua:
mengelola menggunakan proses dan orientasi hasil,
bukan hanya orientasi hasil saja
Paradigma ketiga: fungsi manajemen adalah untuk mengoptimalkan
komponen sistem yang memungkinkan setiap orang mencapai keberhasilan.
. Hal ini mengandung makna bahwa proses
merupakan faktor pendukung keberhasilan suatu produk. Proses menuntut
pengelola untuk meningkatkan dan berinovasi dalam kegiatan yang akan
menciptakan produk tidak hanya sekedar mengelola hasil. Apabila dikaitkan
dengan rumah sakit perawat memiliki peran yang penting dalam melaksanakan
proses keperawatan.
Universita Sumatera Utara
Seorang manajer harus memahami anggota, organisasi dan sistem organisasi serta
keterkaitan diantaranya. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen memerlukan
kerjasama dan optimalisasi seluruh komponen.
Paradigma keempat: kerjasama dalam bekerja lebih baik daripada
bersaing. Lingkungan yang kooperatif akan membuat seluruh komponen
didalamnya berhasil. Pelanggan akan memenangkan produk dan pelayanan yang
mereka inginkan sedangkan institusi akan menerima modal mereka kembali.
Suplier akan menerima pelanggan tetap untuk produk mereka sehingga komunitas
akan menciptakan kerjasama yang baik antar warga negara.
Psikologi akan menolong individu memahami orang lain dengan interaksi
antar manusia, interaksi manusia dan bagian dari sistem. Manajemen harus
memahami perbedaan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Manusia adalah
unik dan berbeda-beda sehingga seorang manajer perlu menggunakan perbedaan
tersebut untuk mengoptimalkan sistem.
2.4.2. Model Umpan Balik Deming
Ada banyak cara untuk memberikan umpan balik bagi pelaksanaan
tindakan yang telah dilakukan. Feo dan Barnard (2004) menyatakan bahwa salah
satu contoh model umpan balik adalah teori Deming yang populer disebut PDCA
cycle. Model Deming mangacu pada Shewhart cycle, yang terdiri dari empat
langkah yaitu Plan-Do-Check-Act. Plan meliputi pemilihan masalah yang akan
dilakukan kontrol/evaluasi beserta tujuannya. Do meliputi pelaksanaan tindakan
untuk menyelesaikan masalah yang telah ditetapkan. Check meliputi kegiatan
memonitor dan menilai apakah tindakan yang dilaksanakan sudah mencapai
Universita Sumatera Utara
tujuan yang diinginkan. Act merangsang pelaku untuk memodifikasi atau
memperbaiki proses pelaksanaan tindakan yang telah dilaksanakan. Siklus PDCA
menurut Feo dan Barnard digambarka dalam gambar 2.2.
Gambar 2.2. Siklus PDCA
Seperti yang dikemukakan oleh Keil (1994) dalam Potter dan Perry
(2005), model untuk proses perbaikan mutu adalah model FOKUS-PDCA.
Adapun istilah FOKUS-PDCA tersebut adalah Find (temukan proses untuk
perbaikan), Organisasikan tim yang mengetahui proses, Clarify (klarifikasi
pengetahuan terbaru tentang proses), Understand (memahami penyebab variasi
proses), Select (memilih proses perbaikan), Plan, Do, Check, Act.
2.5. Teori Action Research (AR)
Pokok bahasan tori AR ini menjelaskan: (1) Definisi AR, (2) Siklus AR, (3)
Proses AR, dan (4) tingkat keabsahan data.
2.5.1. Definisi AR
Kemmis dan McTaggart (1988) dalam Denzin dan Lincoln (2009)
menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif diri
1. PLAN
2. DO
3. CHECK
4. ACT
Universita Sumatera Utara
secara kolektif dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan
penalaran dan keadilan pratek pendidikan sosial mereka, serta pemahaman mereka
mengenai praktek dan terhadap situasi tempat dilakukan praktek-praktek tersebut.
Menurut Polit dan Beck (2008), metode penelitian action research
berlangsung bersamaan kolaborasi dan dialog yang dapat memotivasi,
meningkatkan harga diri dan menghasilkan solidaritas yang kuat antar partisipan
dan peneliti. Mereka juga menjelaskan bahwa Strategi pengumpulan data yang
digunakan tidak hanya metode tradisional seperti wawancara dan observasi, tetapi
bisa juga dilakukan bercerita, drama komedi, menggambar dan melukis, bermain
peran dan kegiatan lain yang mendorong partisipan mengenali kekuatan sendiri
dan menemukan cara-cara kreatif untuk mengeksplorasi kehidupan mereka.
2.5.2. Siklus AR
Denzin dan Lincoln (2009), menyatakan bahwa secara umum AR
mencakup sebuah spiral siklus reflektif-diri berupa merencanakan sebuah
perubahan, mempelajari dan mengamati proses dan konsekuensi perubahan,
mengkaji proses dan konsekuensi tersebut, merencanakan ulang, mempelajari dan
mengamati, mengkaji lagi dan seterusnya. Menurut Kemmis dan McTaggart
(1988) siklus AR terdiri dari planning, action, observation dan reflection.
Planning direncanakan tindakan positif dan berorientasi ke masa depan
yang bersifat fleksibel. Segala faktor resiko dianalisa dalam fase ini dan
dipersiapkan untuk evaluasi sebelum dipilih tindakan yang akan dilakukan. Pada
fase ini diperlukan kolaborasi antara peneliti dan partisipan untuk memahami teori
dan praktik.
Universita Sumatera Utara
Action merupakan tindakan yang disengaja dan dikontrol secara hati-hati
dan teliti serta memberikan informasi penting. Action dipandu oleh rencana yang
telah dibuat, tetapi tidak seluruhnya berpedoman pada planning karena hal ini
sangat beresiko. Rencana untuk action harus fleksibel, memiliki sifat sementara
dan terbuka terhadap perubahan. Implementasi dari action mengasumsikan
material, sosial, dan politik untuk ditingkatkan lebih baik lagi. Salah satu cara di
dalam action adalah observasi dengan tujuan mengumpulkan data supaya bisa
dievaluasi.
Observation berfungsi sebagai dokumentasi efek yang penting dari
tindakan. Observasi harus direncanakan dengan baik dan akan menjadi dokumen
yang penting untuk melakukan refleksi. Rencana observasi harus fleksibel dan
terbuka tehadap pencatatan yang mungkin tidak diprediksi sebelumnya.
Reflection disebut juga action yang sudah dicatat dalam observation.
Refleksi memperlihatkan bagaimana proses berlangsung, masalah, issue dan
manifestasi dalam tindakan strategis. Refleksi dibantu dengan cara berdiskusi
dengan partisipan. Refleksi memiliki aspek evaluasi yang merupakan pertanyaan
peneliti dalam menilai pengalaman mereka, menetapkan efek yang diinginkan dan
menyarankan apa yang akan dilakukan kemudian. Tahap refleksi berusaha
mendapatkan kekurangan yang terjadi supaya bisa dibuat suatu usulan pemecahan
masalah
.
Universita Sumatera Utara
2.5.3. Proses AR
Kemmis dan McTaggart (1988) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan
AR memerlukan beberapa langkah tindakan yaitu reconnaisance, planning, action
dan observation, reflection.
Langkah pertama: Reconnaisance merupakan tahap awal dalam mencari
permasalahan yang ada. Tahap ini bisa disebut juga tahap preliminary study, yaitu
mempelajari masalah yang ada dan menentukan tema yang penting. Tahap ini
menggambarkan apa yang terjadi sekarang dan apa yang kita lakukan sekarang.
Pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang ditemukan di lahan penelitian mulai
dimunculkan pada tahap ini.
Langkah kedua: Planning merupakan perencanaan yang bersifat untuk
perbaikan. Tahap ini berorientasi pada peneliti tentang bagaimana kolaborasi
dengan partisipan. Perencanaan meliputi rencana untuk berubah dengan
menggunakan bahasa, aktivitas dan praktik, hubungan antar manusia dan
organisasi, dan merencanakan hasil yang diinginkan.
Langkah ketiga: action dan observation adalah mengimplementasikan
rencana dan mengobservasi pekerjaan yang dilakukan. Tahap ini adalah
melaksanakan rencana yang sudah ditetapkan, meliputi melaksanakan rencana
untuk berubah dengan menggunakan bahasa, aktivitas dan praktik, hubungan antar
manusia dan organisasi, dan mengobservasi hasil dari implementasi yang telah
dilakukan.
Langkah keempat: Reflection merupakan waktu untuk memberikan
analisa, sintetis, interpretasi, penjelasan dan menyimpulkan hal yang penting.
Universita Sumatera Utara
Pada tahap ini refleksi berfokus pada hasil yang telah dicapai kemudian dibuat
analisa untuk perbaikan pada cycle berikutnya.
2.5.4. Tingkat Keabsahan Data (Trusthworthinnes of Data)
Lincoln dan Guba (1985) mengemukakan bahwa tingkat keabsahana data
(trusthworthinness of data) hasil penelitian dapat dipercaya dengan memvalidasi
data menurut beberapa kriteria, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Credibility dipertahankan peneliti melalui teknik prolonged engagement
dan member check. Prolonged engagement yaitu peneliti melakukan pendekatan
dalam jangka waktu yang lama. Member check dilakukan dengan memvalidasi
data hasil penelitian kepada partisipan.
Transferability bergantung pada pengetahuan seorang peneliti tentang
konteks pengirim dan konteks penerima. Hal ini dilakukan dengan cara uraian
rinci. Peneliti menguraikan secara rinci hasil temuan yang akan didapat.
Kemudian dibuat penjelasan tentang hasil wawancara dalam bentuk naratif yang
menceritakan rekaman wawancara serta hasil observasi kemudian dilakukan
pembahasan terhadap hasil penelitian menggunakan literatur yang sesuai dengan
topik penelitian.
Dependability dilaksanakan dengan teknik thick description (dokumen
yang tebal) dengan cara mengumpulkan semua data yang terkait dengan penelitian
dalam sebuah map folder baik artikel yang berhubungan dengan penelitian
maupun hasil pengambilan data.
Universita Sumatera Utara
Confirmability dilakukan dengan check expert (konsultasi hasil penelitian
dengan ahli dalam bidangnya).
2.6. Kerangka Teori
Kerangka teori menjelaskan keterkaitan antara dokumentasi keperawatan,
teori “discipline nursing process” dan action research. Dokumentasi keperawatan
merupakan tindakan keperawatan yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Tindakan keperawatan harus berdasarkan langkah-langkah asuhan keperawatan
yang sudah ditentukan. Orlando mengemukakan suatu teori “discipline nursing
process” yang memperlihatkan situasi perawat-pasien sebagai keutuhan yang
dinamis. Perilaku perawat mempengaruhi pasien dan perawat dipengaruhi oleh
perilaku pasien. Pemahaman perawat atas perilaku pasien merupakan proses yang
kompleks melalui observasi dan rasionalisasi dan menggunakannya secara
responsif untuk mendapatkan masalah pasien. Keberhasilan proses keperawatan
harus berfokus pada pasien dibandingkan asumsi pengetahuan perawat atas
masalah pasien dan pengambilan keputusan sewenang-wenang. Konsep Orlando
tersebut diaplikasikan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien dan
dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mampu mengatasi masalah pasien.
Teori discipline nursing process memiliki prinsip yang sama dengan
model umpan balik Deming (PDCA) sehingga dalam pelaksanaannya ada saling
keterkaitan. Kedua konsep teori tersebut diaplikasikan dalam sebuah penelitian
action research yang memiliki proses yang menyerupai teori tersebut. Audit
dokumentasi keperawatan dalam penelitian ini masuk dalam tahap check pada
teori PDCA. Pada teori action research pelaksanaan audit dokumentasi
Universita Sumatera Utara
keperawatan masuk dalam tahap action dan observation. Sedangkan discipline
nursing process merupakan dokumen rekam medis pasien yang berisi
dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan audit. Sehingga dengan adanya
penelitian ini akan diciptakan sebuah alur audit dokumentasi keperawatan yang
diadopsi menurut teori PDCA dan siklus action research.
Teori “Discipline Nursing Process” Orlando dipakai untuk melakukan
asuhan keperawatan ke pasien. PDCA lebih ke arah alur atau proses pelaksanaan
dan action research lebih menjelaskan mengenai penelitian atau riset yang
dilakukan. Secara lebih rinci kerangka teori ditunjukkan pada gambar 2.3.
Universita Sumatera Utara
Keterangan:
P : Planning
A & O : Action dan Observation
R : Reflective
Teori Proses Keperawatan Orlando Asumsi Metaparadigma: 1. Perawat 2. Manusia 3. Sehat 4. Lingkungan Konsep utama: 1. Tanggung jawab perawat 2. Mengenal perilaku pasien 3. Reaksi segera 4. Disiplin proses keperawatan 5. Kemajuan / peningkatan
Deming’s Theory: Plan Do Check Act
Ruang Perawatan Intensif: ICU, ICCU, PICU
Alur Audit Dokumentasi Keperawatan
SIKLUS
Alur Audit Dokumentasi Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif
Gambar 2.3. Kerangka Teori dan Metodologi Audit Dokumentasi Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif
R
A & O
P
Universita Sumatera Utara