BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Definisi ...repository.ub.ac.id/1206/3/BAB II.pdf · 7...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Definisi ...repository.ub.ac.id/1206/3/BAB II.pdf · 7...
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Definisi Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih (Almatsier, 2009). WHO dalam Mann (2014) menggolongkan orang dewasa
menurut IMT menjadi berat badan kurang, normal, berat badan lebih, obesitas,
obesitas berat dan obesitas sangat berat. Status gizi merupakan ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contoh: gondok endemik merupakan
keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh
(Supariasa, 2014)
2.1.2 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku
yang tersedia (Almatsier, 2009). Data objektif dapat diperoleh dari data
pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur. Ada
beberapa metode dalam penilaian status gizi secara langsung, antara lain:
5
a) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pengukuran antropometri dapat
meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, lipatan kulit serta lingkar
bagian tubuh (Gibney, 2009).
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidak
seimbangan asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat
pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot
dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2014).
Pengukuran antropometri memiliki beberapa kelebihan yaitu
menyediakan informasi mengenai riwayat gizi masa lalu dan tidak dapat
diperoleh dengan bukti yang sama melalui metode lainnya (Gibson,2005).
Pengukuran ini merupakan prosedur yang sederhana, langsung
memberikan hasilnya, murah dan aman serta setiap orang dapat
mengerjakan sesuai prosedur (Mann, 2014).
b) Klinis
Metode klinis didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi (Supariasa, 2014). Hal
ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa
oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat.
Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis
6
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu pula
digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit
(Supariasa, 2014).
c) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh (Supariasa, 2014). Tes biokimia diperlukan untuk
memperlihatkan status mikronutrien (Mann, 2014). Beberapa jaringan
tubuh yang biasa digunakan untuk penilaian adalah darah, urine, tinja, hati
dan otot (Supariasa, 2014). Setiap tes membutuhkan biaya untuk
mengambil jaringan tubuh, untuk membeli peralatan, zat kimia, dan
membayar jasa pekerja lab yang terampil, serta untuk melaporkan dan
menginterpretasikan hasil tes (Mann, 2014).
d) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan
struktur dan jaringan (Supariasa, 2014). Umumnya dapat digunakan dalam
situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik.
2.1.3 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi
indikator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT
tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan
bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti
7
underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM
et al., 2002).
IMT merupakan indikator overweight dan obesitas yang direkomendasikan
secara internasional karena memiliki korelasi yang kuat dengan lemak tubuh. IMT
adalah alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa, 2014).
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18
tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan
olahragawan. Di samping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus
lainnya seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
𝐼𝑀𝑇 =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚) 𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)
Tabel 2.1.1 Batas nilai IMT Indonesia
Status Gizi IMT (Kg/m2)
Kurus < 18,5
Normal ≥ 18.5 – 24,9
Gemuk ≥ 25 – 27
Gemuk sekali ≥ 27
(Kementerian Kesehatan RI dalam Riset Kesehatan Dasar, 2013)
8
2.1.4 Persen Lemak Tubuh
Lemak adalah jaringan yang tidak aktif dalam proses metabolisme dan
fungsi utamanya adalah sebagai cadangan energi (Supariasa, 2014). Persen
lemak tubuh merupakan salah satu cara untuk mengukur status gizi yang lebih
valid jika dibandingkan dengan menggunakan rumus IMT karena benar-benar
menggambarkan simpanan lemak dalam tubuh (Nurzakiah, 2010).
Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh adalah dengan
menggunakan Skinfold Caliper. Bagian-bagian tubuh yang umumnya diukur
adalah tricep, bicep, subscapula dan suprailiac (Supariasa, 2014). Teknik
pengukuran komposisi lemak tubuh lainnya adalah menggunakan Bioelectrical
Impedance Analysis (BIA). BIA merupakan alat untuk menganalisa komposisi
cairan tubuh secara tidak langsung dengan mencatat perubahan impedance arus
listrik segmen tubuh (Renzo et al., 2006). Dikatakan persen lemak tubuh berlebih
apabila ≥20% untuk laki-laki dan ≥30% untuk perempuan (Mannisto et al., 2013).
Kelebihan lemak dalam tubuh dapat diakibatkan oleh konsumsi energi
melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan, sehingga kelebihan energi ini
diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan.
Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, merupakan
resiko untuk menderita penyakit kronis, seperti diabetes mellitus, hipertensi,
penyakit jantung koroner, penyakit kanker, dan dapat memperpendek usia
harapan hidup (Almatsier, 2009).
Jumlah persen lemak dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh hormon
glukokortikoid seperti kortisol. Kortisol berperan dalam membantu tubuh dalam
mengatasi stress dan efek metabolik lainnya. Salah satu efek dari kortisol adalah
9
pemecahan cadangan protein dan lemak sehingga mampu meningkatkan
konsentrasi glukosa darah. Namun, hormon glukokortikoid yang berlebihan dapat
berperan dalam deposisi lemak. Hal tersebut terjadi karena kadar steroid yang
berlebihan dapat meningkatkan nafsu makan dan hiperinsulinemia yang dapat
memberikan efek lipogenik (Guyton dan Hall, 2006).
2.2 Normal Weight Obesity (NWO)
Normal Weight Obesity (NWO) adalah kelompok orang yang mempunyai
IMT dalam cakupan normal, tetapi memiliki persen massa lemak yang tinggi dan
lean mass yang defisit (De Lorenzo, 2013). Individu dengan sindroma NWO
dibedakan dari kelompok individu Metabolically-Obese Normal Weight (MONW)
yang pernah diusung oleh Ruderman dkk (1981) karena kelompok NWO tidak
mempunyai tanda-tanda sindroma metabolik seperti pada kelompok MONW. Hal
ini ditandai dengan kadar gula darah dan profil lipid yang normal (De Lorenzo,
2005).
Menurut Vidal dkk. (2010), fenomena NWO cenderung terjadi pada
perempuan (5,4%) daripada laki-laki (<3%) sehingga banyak variabel penelitian
yang difokuskan pada kelompok perempuan. Kelompok wanita NWO memiliki
tekanan darah, level profil lipid, dan fasting hyperglycemia yang lebih tinggi
daripada kelompok wanita normal. Kelompok ini juga mempunyai odd-ratio untuk
penyakir kardiovaskular yang lebih tinggi daripada kelompok normal. Sehingga hal
ini mendukung hipotesis dimana massa lemak tubuh dapat menaikkan risiko
penyakit kardiovaskular.
Dikategorikan NWO apabila IMT <25 kg/𝑚2 dan total lemak tubuh ≥20%
untuk laki-laki dan ≥30% untuk perempuan (Mannisto et al., 2013). Disamping
pemeriksaan antropometri dan komposisi lemak tubuh, individu Pada penelitian
10
yang melibatkan responden wanita dengan mengkaji komposisi tubuh baik IMT
maupun %BF, ditemukan bahwa rasio TC/HDL dan LDL/HDL kelompok NWO
lebih tinggi dan hampir mendekati kelompok obese (Di Renzo, 2006).
Meskipun secara keseluruhan nilai profil lipid kelompok NWO masih
berada di rentang normal, tetapi beberapa rasio yang mengindikasi risiko penyakit
kardiovaskular menunjukkan bahwa kelompok ini memiliki kecenderungan untuk
terkena penjakit kardiovaskular daripada kelompok normal (De Lorenzo, 2006).
Terdapat hubungan yang erat antara kejadian NWO dengan gangguan
metabolisme. Pada orang NWO memiliki perbedaan yang signifikan pada nilai high
density lipoprotein (HDL) dibandingkan dengan orang normal, dan memiliki tanda-
tanda yang berhubungan dengan resiko CVD. Metabolisme basal dan konsumsi
oksigen pada NWO lebih rendah dibandingkan orang normal. Nilai plasma pro
inflamasi pada NWO tinggi sama seperti pada kondisi orang obesitas, hal ini
dihubungkan jumlah total lemak tubuh yang tinggi (Oliveros et al, 2014).
Kondisi NWO meningkatkan resiko CVD dan semua penyebab
kematiannya. Wanita dengan NWO memiliki resiko 2,2 kali lebih besar meninggal
karena CVD dibandingkan dengan wanita yang memiliki total lemak tubuh normal.
Resiko kematian meningkat seiring meningkatnya persen lemak tubuh.
Meningkatnya resiko kematian ini tidak tergantung pada kondisi hipertensi,
diabetes melitus dan dislipidemia, hal ini menunjukkan resiko kematian
berhubungan antara obesitas dan kormobiditas (Corral, 2010).
11
2.3 Air Minum
2.3.1 Definisi Air Minum
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
492/Menkes/PER/IV/2010 air minum adalah air yang melalui proses pengolahan
atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum. Air minum adalah air yang yang dikonsumsi tanpa tambahan
apapun (dalam keseharian biasa disebut sebagai air putih). Sumber air yang
diminum masyarakat ada dua yaitu air keran dan air dalam kemasan. Survey tahun
2005-2008 di Amerika Serikat menununjukkan bahwa konsumsi rata-rata perhari
tiap individu adalah 3,9 gelas per hari (Sebastian, 2011). Di Indonesia, rumah
tangga menggunakan air kemasan, air isi ulang/depot air minum, air ledeng baik
dari PDAM maupun membeli eceran, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata
air (baik terlindung maupun tidak terlindung), penampungan air hujan dan air
sungai/irigasi untuk sumber air minum (Depkes RI, 2013).
2.3.2 Syarat Air Minum
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
492/Menkes/PER/IV/2010, air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi
persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif.
a) Kejernihan dan karakteristik alirannya.
b) Rasa dalam air yang bersih (fisik) tidak terdapat seperti rasa asin, manis,
pahit, dan asam. Begitu pula terhadap bau.
c) Turbiditas, merupakan suatu ukuran yang menyatakan sampai seberapa
jauh cahaya mampu menembus air
d) Temperatur
12
e) pH air permukaan air biasanya berkisar antara 6,5-9,0 pada kisaran
tersebut air bersih layak untuk diminum (dimasak).
f) Salinitas (zat padat total), didefinisikan sebagai total padatan dalam air
setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan
iodida diganti dengan klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi.
g) Kelarutan oksigen atmosfer dalam air berkisar dari 14,6 mg/liter pada suhu
0 C hingga 7,1 mg/liter pada suhu 35 C pada tekanan satu atmosfer.
h) BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg/l) yang diperlukan oleh
bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik (hingga stabil) pada
kondisi aerobik.
i) Suspended Solid (SS) adalah padatan yang terkandung dalam air dan
bukan merupakan larutan.
j) Nitrogen
k) Senyawa toksik
l) Zat organik
m) CO2 agresif
n) Kesadahan adalah sifat air yang disebabkan oleh air karena adanya ion-
ion (kation) logam valensi
o) Kalsium
p) Besi
q) Tembaga (Cu)
r) Seng (Zn)
s) Chlorida (Cl)
t) Flourida (F)
u) Nitrit
13
v) Konduktivitas atau daya hantar (panas)
w) Pesistivitas
x) PTT atau TDS (kemampuan air bersih untuk menghantarkan arus listrik)
(Narita, 2011)
2.3.3 Fungsi Air Minum
Air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh. Air di dalam tubuh
berfungsi sebagai pelarut zat-zat gizi berupa monosakarida, asam amino, lemak,
vitamin dan mineral serta bahan-bahan lain yang diperlukan tubuh seperti oksigen
dan hormon-hormon. Zat-zat gizi dan hormon ini dibawa ke seluruh sel yang
membutuhkan. Di samping itu, air sebagai pelarut mengangkut sisa-sisa
metabolisme, termasuk karbon dioksida dan ureum untuk dikeluarkan dari tubuh
melalui paru-paru, kulit, dan ginjal. (Almatsier, 2009).
Konsumsi air 500 ml air putih dapat meningkatkan Angka Metabolik Basal
(AMB) sampai 24% dalam waktu 60 menit setalah konsumsi air putih.
Meningkatnya metabolisme tubuh mengakibatkan pengeluaran energi oleh tubuh
meningkat. Peningkatan energi yang dikeluarkan karena air putih merupakan efek
termogenesis air (Boschmann, 2007).
Proses termogenesis dimulai ketika di jaringan coklat adiposa atau brown
dipose tissue (BAT) terjadi pembentukan panas yang diatur dan dirangsang oleh
sistem saraf simpatis. Noradrenalin mengikat β-3-receptors di jaringan coklat
adiposa dan merangsang terjadinya lipolisis melalui cAMP-protein kinase A dan
Peroxisome Proliferator-Activated receptor α (PPAR-α). PPAR-α kemudian
mengaktifasi lipolisis dan oksidasi lemak sehingga terbentuk asam lemak bebas.
Asam lemak bebas itu sendiri menjadi substansi yang mengakibatkan pelepasan
14
fosforilasi oksidatif sehingga energi tidak diubah menjadi ADP atau ATP melainkan
panas (Mahmood TA, 2012).
Penelitian yang dilakukan Mulyasari (2015) pada remaja putri dengan
status gizi lebih selama 5 minggu menunjukkan bahwa konsumsi air putih
sebanyak 454 ml 30 menit sebelum makan dapat menurunkan persen lemak
tubuh. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya stimulasi lipolisis yang disebabkan
penurunan osmolaritas plasma dan aktivitas saraf simpatik. Pada kondisi
hipoosmolaritas konsentrasi glukosa plasma menurun. Sensitivitas insulin
berkurang. Sehingga oksidasi karbohidrat menjadi lebih rendah dari pada
penggunaan lemak. Peregangan lambung yang terjadi setelah konsumsi air putih
menyebabkan refleks gastrovaskular, yaitu peningkatan aktivitas saraf simpatis
otot dan tekanan darah karena peregangan lambung. Peningkatan saraf simpatis
ini berhubungan dengan proses termogenesis (Dullo, 2002).
Penelitian yang dilakukan Habibaturochmah (2014) menunjukkan bahwa
konsumsi air, asupan karbohidrat dan asupan lemak mempunyai hubungan
dengan persen lemak tubuh. Namun yang menjadi prediktor dalam penelitian
tersebut adalah asupan karbohidrat dam lemak. Hal itu mungkin terjadi karena
konsumsi air yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah semua jenis
minuman.
2.3.4 Keseimbangan Air
Orang dewasa mengandung sekitar 35-45 liter air dalam tubuhnya atau
60% dari berat badan. Dua per tiga air tubuh berada di dalam sel sebagai ciran
intrasel kecuali sel-sel lemak yang tidak mengandung air. Sepertiga air tubuh
berada di luar sel atau ekstrasel. Cairan ekstrasel terdistribusi dalam berbagai
15
kompartemen tubuh seperti pembuluh darah, rongga tubuh dan di antara sel-sel
dalam organ serta jaringan tubuh. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan
intravaskular dan cairan intersisial plus sedikit cairan dalam rongga yang
berdinding epitel seperti cairan sendi, cairan serebrospinal, rongga pleura serta
peritoneal, cairan okular dan urine yang ada dalam kandung kemih (Mann, 2014)
Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan
yang masuk dan keluar tubuh melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha
agar cairan di dalam tubuh setiap waktu berada di dalam jumlah yang tetap.
Ketidakseimbangan terjadi pada dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan) dan
intoksikasi air (kelebihan air). Konsumsi air terdiri atas air yang diminum dan yang
diperoleh dari makanan, serta air yang diperoleh dari hasil metabolisme. Air yang
keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urine, air di dalam feses, dan
air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru (Almatsier, 2009). Keseimbangan
air berupa masukan dan eksresi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3.2 Keseimbangan Air
Minimal Maksimal Rata-rata
Air Masuk (ml/hari)
Minuman 1400 1750 1575
Makanan 600 750 675
Subtotal 2000 2500 2250
Air metabolisme 250 350 300
Total 2250 2850 2550
Air Keluar (ml/hari)
Urin 1200 2000 1600
Kulit 450 450 450
Pernapasan 250 350 300
Feses 100 300 200
Total 2000 3100 2550
(Jequier, 2010)
Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh. Dehidrasi disebabkan oleh
kehilangan cairan yang berlebihan atau kekurangan pemasukan cairan tubuh.
16
Dehidrasi yang terbanyak disebabkan oleh diare. Hal ini terjadi jika cairan yang
disekresi lebih banyak dari kapasitas absorpsi atau adanya gagal absorpsi. Cairan
saluran cerna merupakan campuran dari makanan dan sekresi lambung,
pankreas, empedu dan usus. Dehidrasi berhubungan dengan fungsi berbagai
macam sistem organ jadi homeostasis cairan tubuh tak dapat dipertahankan.
Kehilangan cairan yang ringan bisa diganti dengan cairan oral meskipun banyak
senter melakukan penggantian secara parenteral (Juffrie, 2004).
2.4 Estimated Food Record
Metode estimated food records disebut juga food record atau diary record,
yang digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini
responden diminta untuk mencatat semua yang dimakan dan minum dalam
Ukuran Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam
periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan
makanan tersebut (Supariasa, 2014). Dalam praktik, terdapat sejumlah persoalan
yang cukup rumit pada metode pengkajian asupan makanan ini dan persoalan
tersebut meliputi beban kerja yang besar bagi responden yang harus mencatat
asupan makanan mereka serta dampaknya pada konsumsi makanan yang biasa
dilakukan sebagai akibat dari keharusan untuk membuat catatan tersebut (Gibney,
2009)
Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang mendekati
sebenarnya tentang jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu.
Dalam Supariasa (2014) ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode
estimated food records, antara lain:
17
Kelebihan metode estimated food records:
a) Metode ini relatif murah dan cepat
b) Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar
c) Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari
d) Hasilnya relatif lebih akurat
Kekurangan metode estimated food records:
a) Metode ini terlalu membebani responden, sehingga sering menyebabkan
responden merubah kebiasaan makanannya
b) Tidak cocok untuk responden yang buta huruf
c) Sangat terganggu pada kejujuran dan kemampuan responden dalam
mencatat dan memperkirakan jumlah konsumsi