BAB I PENDAHULUAN -...

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian mengenai video game sebagai new media telah berkembang pesat dalam beberapa dekade. Dalam beberapa riset mengenai video game ini menjelaskan bahwa konten di dalam video game kadang tidak dapat dilepaskan dari muatan-muatan tertentu. Misal, dalam salah satu riset yang dilakukan Andre´ Brock dalam ―‗When Keeping it Real Goes Wrong‘‘: Resident Evil 5, Racial Representation, and Gamers1 , menjelaskan bagaimana representasi ras atau kebudayaan tertentu di dalam video game. Ia membandingkan dua tipe ras yang dimunculkan, ras kulit putih dan ras kulit hitam serta memberi penjelasan mengenai adanya perbedaan yang signifikan tentang representasi kedua ras di dalam video game ‗Resident Evil 5‟. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ras kulit hitam yang identik dengan karakteristik orang Afrika yang di dalam game ini digambarkan sebagai ras yang belum beradab. Berbeda dengan penggambaran ras kulit putih yang digambarkan di dalam game lebih maju. ―At no point are the Africans allowed to be anything other than savage; they are never seen within familiar Western contexts such as high-rise buildings, shopping centers, or at leisure 2 Pernyataan diatas menunjukkan bahwa video game, layaknya media lainnya, terikat pada perspektif, sudut pandang, atau ideologi kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya. Muatan ini berpotensi untuk membentuk stereotip atau berujung pada tindakan-tindakan rasisme yang menyudutkan suatu kelompok tertentu. 1 http://gac.sagepub.com/content/6/5/429 (Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 23:06) 2 Ibid.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kajian mengenai video game sebagai new media telah berkembang pesat dalam

beberapa dekade. Dalam beberapa riset mengenai video game ini menjelaskan bahwa

konten di dalam video game kadang tidak dapat dilepaskan dari muatan-muatan

tertentu. Misal, dalam salah satu riset yang dilakukan Andre´ Brock dalam ―‗When

Keeping it Real Goes Wrong‘‘: Resident Evil 5, Racial Representation, and

Gamers”1, menjelaskan bagaimana representasi ras atau kebudayaan tertentu di dalam

video game. Ia membandingkan dua tipe ras yang dimunculkan, ras kulit putih dan

ras kulit hitam serta memberi penjelasan mengenai adanya perbedaan yang signifikan

tentang representasi kedua ras di dalam video game ‗Resident Evil 5‟. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa ras kulit hitam yang identik dengan karakteristik

orang Afrika yang di dalam game ini digambarkan sebagai ras yang belum beradab.

Berbeda dengan penggambaran ras kulit putih yang digambarkan di dalam game lebih

maju.

―At no point are the Africans allowed to be anything other than savage; they

are never seen within familiar Western contexts such as high-rise buildings,

shopping centers, or at leisure2‖

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa video game, layaknya media lainnya,

terikat pada perspektif, sudut pandang, atau ideologi kelompok tertentu terhadap

kelompok lainnya. Muatan ini berpotensi untuk membentuk stereotip atau berujung

pada tindakan-tindakan rasisme yang menyudutkan suatu kelompok tertentu.

1 http://gac.sagepub.com/content/6/5/429 (Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 23:06)

2 Ibid.

2

Kehadiran bentuk penggambaran tersebut tidak jarang terkait dengan tempat media

itu hidup, dimana hal itu dapat menentukan ideologi-ideologi dari media tersebut.

Hal ini menjadi penting jika dikaitkan kedalam konteks Indonesia dengan

keberagaman budayanya. Muatan teks atau konten tertentu yang jika tidak diimbangi

dengan pemahaman yang sesuai dengan ideologi negara akan mempunyai potensi

untuk memecah belah persatuan bangsa. Tentu hal ini kemudian perlu menjadi

perhatian bersama, ketika muncul muatan teks yang berhubungan dengan

pemahaman yang mengarahkan pada kebijakan-kebijakan terhadap keberagaman

kebudayaan yang tidak sesuai dengan ideologi negara serta tidak berimbang atau

menyudutkan pihak-pihak tertentu. Maka dengan pertimbangan itu maka penulis

memiliki minat untuk meneliti kajian multikulturalisme yang berkembang di media.

Sedangkan untuk video game, penulis menilai bahwa media baru ini dapat

dikatakan populer di berbagai kalangan masyarakat, namun di Indonesia belum

banyak perhatian serius ditunjukkan kepada media baru ini.

Berangkat dari hal itu ada keinginan dari penulis untuk melakukan riset mengenai

video game Elder Scrolls V: Skyrim. Game dengan tipe permainan open world3 ini

diproduksi oleh Bethesda Game Studios4 di bawah lisensi Bethesda Softwork

5.

Penjualan video game ini dapat dikatakan „meledak‟. Di penghujung Desember tahun

lalu, penjualannya telah menginjak 10 juta kopi original6. Hasil penghitungan ini

tentu masih lepas dari kopi-kopi yang sifatnya bajakan yang banyak beredar di

Indonesia.

3 Open world merupakan salah satu tipe game yang memberikan keleluasaan bagi pemainnya untuk

menjelajahi dunia virtual. 4 Bethesda Game Studios adalah sebuah tim pengembang game di dalam perusahaan Bethesda

Softworks 5 Bethesda Softworks adalah perusahaan video game Amerika yang terkenal di dunia. Beberapa

produk game meliputi serial dari game RPG The Elder Scrolls dan Fallout. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari ZeniMax Media Inc. 6http://www.joystiq.com/2011/12/15/skyrim-ships-10-million-copies-already-outsells-other-pc-

titles/ (Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 23:00)

3

Terkait dengan multikulturalisme, dunia virtual di dalam Elder Scrolls V: Skyrim

dilengkapi dengan adanya fitur klasifikasi ras berikut dengan budaya-budaya setiap

ras. Hal ini menggambarkan sebuah bentuk kehidupan virtual dengan sistem

keyakinan dan praktek yang diciptakan secara sengaja berlainan atau dibedakan

antara satu dengan yang lain. Sehingga di dalam game ini seakan diciptakan sebuah

dunia virtual dengan kehidupan yang multikultural.Dengan dasar hal itu maka penulis

akan meneliti secara lebih mendalam mengenai bagaimana bagaimana budaya-

budaya tersebut direpresentasikan. Sehingga dari hal itu akan ditemukan kerangka

dari faham multikulturalisme yang diusung di dalam game tersebut.

Jika ditemukan adanya pandangan akan perbedaan budaya yang mengandung

stereotype atauprasangka terhadap ras, suku bangsa, agama, budaya tertentu perlu

menjadi bahan kajian untuk dipahami dan dicegah dampaknya sejak dini. Mengingat

„keanekaragaman‟ yang telah menjadi bagian dari identitas Indonesia yang rawan

konflik, maka keingintahuan penulis tumbuh untuk meneliti kajian multikulturalisme

di dalam game Elder Scrolls V: Skyrim. Menumbuhkan kesadaran dalam memahami,

memaknai dan menghargai keberagaman budaya yang ada di sekitar kita.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi pertanyaan

penelitan ini adalah: “Bagaimana multikulturalisme direpresentasikan dalam video

game Elder Scrolls V: Skyrim ?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui representasi multikulturalisme yang ada di dalam video game

Elder Scrolls V: Skyrim

2. Mengeksplorasi teks dalam video game

D. Manfaat Penelitian

4

Penelitian mengenai video game ini di luar negeri sudah mendapatkan perhatian

khalayak luas, khususnya dalam kajian new media. Di Indonesia sendiri, kajian

mengenai video game masih dapat dikatakan relatif minim. Sehingga penelitian

mengenai video game ini diharapkan dapat memperkaya wacana-wacana ilmu

komunikasi khususnya mengenai multikulturalisme dan kajian new media.

E. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian adalah simbol-simbol multikulturalisme di dalam

konten game Elder Scrolls V: Skyrim yang berupa visual, audio, karakter, storyline

dan narasinya.

F. Kerangka Pemikiran

Dalam bagian ini saya akan memetakan aspek-aspek yang berhubungan dengan

game komputer. Dimana game komputer dipandang sebagai new media dan media

reprersentasi.

1. Video Game sebagai New Media

Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa video game merupakan salah satu

bentuk dari new media. Mengingat perkembangannya dimulai sejak tahun 1962, saat

diciptakan video game pertama yang berjudul “Space war!‖ oleh Steve Russel dari

Massachusets Institute Of Technology. Game ini kemudian dinobatkan menjadi

pionir game pertama yang paling berpengaruh dan terkenal. Empat tahun setelah itu,

Ralph Baer memperkenalkan game “Pong!”. Game ini telah menjadi sebuah catatan

penting dalam sejarah perkembangan video game. Ralph Baer mengintegrasikan

video game dengan televisi sekaligus memperkenalkannya kepada dunia industri.

Beberapa tahun itu perkembangan video game dan industri video game semakin

pesat. Hal ini ditandai dengan terus bermunculan perusahaan-perusahaan besar dalam

industri video game seperti Atari, Taito, Namco dan lain-lain.

5

Perkembangan video game sampai saat ini dapat dikatakan tidak dapat terlepas

dari perkembangan teknologi. Beriringan dengan perkembangan teknologi, video

game akan terus berkembang. Misalnyayang ditemukan pada sistem operasi personal

computer (PC)7. Pada sistem operasi komputer yang hanya berbasis pada MS-DOS

8,

video game yang dapat dimainkan di PC sebatas permainan grafik sederhana dengan

perspektif dua dimensi. Namun dengan perkembangan berbagai teknologi saat ini,

personal computer mampu memroses lebih banyak informasi digital dengan relatif

lebih cepat dan efisien. Hal ini tentu didukung dengan perkembangan sistem operasi

beserta berbagai perangkat keras dan perangkat lunak dari PC. Video game didalam

PC turut berkembang, dapat diketahui melalui unsur-unsur di dalam video game

yang dapat diketahui melalui peningkatan kualitas suara dan tampilan grafis.

Dengan berbagai perkembangan ini menjadikan video game mempunyai kapasitas

untuk menyimpan atau mentransmisikan informasi atau pesan tertentu (content).

Pesan atau informasi yang ada didalamnya pun dapat sangat beragam. Misal, ketika

muncul sebuah video game perang yang bisa memberikan pesan atau informasi

mengenai terorisme9 atau suatu sejarah

10. Dari kemampuan itu maka video game

dapat diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk media komunikasi.

Lalu apa itu sebenarnya „new media‘? Dalam bukunya Van Dijk menjelaskan

bahwa adalah sebuah media yang terikat pada tiga karakteristik berikut, yaitu

terintegrasi, sistem operasinya menggunakan kode-kode digital, dan interaktif11

.

Maka dari sini maka kita akan mendapatkan bahwa new media adalah sebuah media

yang terintegrasi, sistem operasinya menggunakan kode-kode digital, dan interaktif.

Lalu apakah video game mencakup semua pengertian itu?

7 Personal Computer atau yang biasa disebut PC adalah komputer yang umum, dimana ukuran, fungsi

dan harganya dapat menyesuaikan kepentingan tiap usernya. Termasuk di dalamnya terdapat fungsi untuk video game. beberapa video game yang terdapat dimainkan di personal computer yaitu World of Warcraft, Elder Scrolls V: Skyrim, Command and Conquer: Generals, dan lain-lain. 8 MS-DOS merupakan sistem operasi yang berbasis pada set instruksi 32-bit

9 Yuwono, Ardianindro .2007. POLITIK DALAM GAME KOMPUTER (Analisis Semiotik Simbol-Simbol

Terorisme dalam Game Command & Conquer Generals).Fakultas ISIPOL UGM, Jurusan Komunikasi, 10

Wisnu Setioko, Op.Cit. 11

Dijk, Jan van, (2006). The Network Society. Sage Publication. London. Hal 6.

6

Pergeseran definisi yang merupakan konsekuensi dari perkembangan dari video

game sampai saat ini dapat dikatakan terintegrasi dengan berbagai perangkat

teknologi terkini. Dari televisi sampai internet, video game seakan telah menjadi

bagian dari perkembangan teknologi tersebut. Salah satu contohnya adalah

perkembangan playstation, sebuah video game console12

yang teritegrasi dengan

televisi, atau beberapa permainan online di PC, yang terintegrasi dengan komputer

dan internet. Video game dapat berkembang dan terintegrasi dengan berbagai

perkembangan teknologi terkini.

Sejak kemunculan video game, ia telah menjadi menjadi artefak sekaligus

perangkat teknologi, yang pada prakteknya berbasis pada sistem komputer. Misal,

pada video game “Spacewar!” yang diciptakan pada tahun 1962. Untuk dapat

dimainkan, games (permainan) ini membutuhkan berbagai perangkat elektronik dan

komputer yang menggunakan angka-angka atau kode-kode yang terprogram (kode-

kode digital). Hal ini berbeda dengan games yang tidak membutuhkan perangkat

sistem komputer, misalnya dalam berbagai permainan tradisional. Walau ia salah satu

bentuk dari games, namun ia bukanlah sebuah bentuk dari video games. Sebuah

games (permainan) dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk dari video game

apabila berbasis pada sistem komputer dan menggunakan kode-kode yang terprogram

dalam prakteknya. Hal ini pun menjelaskan bahwa video game pun merupakan

sebuah bentuk media digital.

Ketiga, media yang berbasis pada sistem komputer ini membutuhkan partisipasi

aktif dari para audience –nya. maka ia dapat dikatakan sebagai sebuah perangkat

digital yang interaktif. Video game sebagai perangkat digital pun sama. Ia

membutuhkan peran aktif player13

ketika akan digunakan/dimainkan. Dari hal itu

maka video game dapat dipahami sebagai sebuah media yang terintegrasi, media

digital dan media interaktif serta mencakup dari karakteristik dari new media.

12

Video game console= sebuah peralatan komputer didesain khusus untuk memainkan video game 13

Player: Sebutan untuk pemain video game.

7

2. Video Game: Media Representasi

Dalam proses produksi video game, pembuat game tidak jarang terinspirasi dan

terkait dengan representasi berbagai macam peristiwa dan fenomena yang ada di

realitas. Apa itu representasi? Representasi adalah bentuk penggunaan tanda-tanda

(gambar, suara, dan sebagainya) untuk menampilkan ulang sesuatu yang dicerap,

diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik sedangkan Stuart Hall

menjelaskanya sebagai berikut14

, ―Representation is the process by which members of

a culture use language (broadly defined as any system which deploy signs, any

signifying system) to produce meaning‖. Hall menjelaskan bahwa representasi

merupakan sebuah proses dimana para anggota sebuah kebudayaan tertentu

menggunakan sistem pembentuk tanda (bahasa) untuk memproduksi makna. Dimana

tanda dari pengertian ini adalah tanda sebagai basis dari seluruh komunikasi.

Dalam meneliti makna dari representasi pun terkait dengan dua sudut

pandang, yaitu politic dan poetic15

. Dalam sudut pandang politic, atau politic of

exhibiting, ialah suatu usaha mendedah hubungan antara kekuatan dan pengetahuan

yang membentuk diskursus-diskursus tertentu dalam proses representasinya.

Misalnya hal ini dapat dilihat dari peran institusi yang selayaknya seperti

museum etnografi sebagai media representasi yang didirikan oleh negara-negara barat

terhadap kebudayaan-kebudayaan negara non-barat pada abad ke 19. Jika diteliti

secara mendalam, maka akan ditemukan bahwa pengertian dari keilmuan antropologi

dan etnologi pada abad ke 19 itu sendiri telah menghasilkan pengetahuan yang tidak

bebas nilai, dimana pengetahuan yang dihasilkan ternyata terkait dengan kekuatan

politik dari negara-negara barat itu terhadap negara-negara non-barat.

Sedangkan dalam poetic of exhibiting, peneliti melihat ke dalam objek, teks,

dan konteks dari representasi dengan menggunakan metode semiotik untuk melihat

14

Hall, S. (2003). Representation: Cultural Representation and Signifying Practices. Sage. London. Hal. 61 15

Ibid. Hal 168

8

bagaimana elemen-elemen itu memproduksi makna, serta bagaimana setiap elemen

itu digunakan untuk merepresentasikan kebudayaan „lain‟.

Salah satu contohnya, ialah mengenai pameran seni di dalam sebuah museum

mengenai kebudayaan „lain‟. Dalam sudut pandang kritic poetic of exhibiting,

pameran itu kemudian akan ditelisik mengenai bagaimana struktur dari pameran

tersebut diadakan, misalnya artefak-artefak yang digunakan dalam pameran dan teks

narasi yang digunakan untuk menjelaskan kebudayaan „lain‟ sehingga dapat melihat

bagaimana makna yang dihasilkan. Kritik ini melihat ke dalam permasalahan

mengenai bagaimana kebudayaan ”lain” tersebut dibentuk dan diproduksi.

Video game sebagai media, pun menampilkan ulang sesuatu dan video terbentuk

dari berbagai tanda. Hal ini dapat dijelaskan pada proses pembuatan video game.

Ketika pembuat game dalam sebagai anggota dari sebuah kebudayaan tertentu

membentuk dan merangkai tanda-tanda di dalam video game, maka ia tidak terlepas

dari proses interpretasinya akan makna dan tanda yang ada di lingkungan sistem

budayanya. Sebagai representasi dari realitas video game membentuk dan

menghadirkan kembali realitas yang terikat pada kode-kode, konvensi-konvensi,

pengetahuan, pemikiran atau ideologi dari kebudayaannya. Hal ini menjadikan apa

yang menjadi isi dan pesan di dalam game sifatnya representatif.

9

3. Multikulturalisme

Multikulturalisme sebagai sebuah faham yang terkait dengan praktek politik atas

realitas multikultur sudah diterapkan oleh beberapa negara. Di Malaysia, Nurhalifah

Musa menyatakan, "Malaysia's Multiculturalism or cultural pluralism can be defined

as each ethnic community is allowed to practice its own lifestyle and culture"16

.

Praktek Multikulturalisme di Malaysia menciptakan pemukiman-pemukiman yang

ditempati secara khusus oleh suatu kelompok etnis tertentu, dimana kelompok-

kelompok tertentu pun diberikan kebebasan untuk menjalankan tradisi-tradisi

kebudayaan dan praktek keagamaan mereka masing-masing. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya pecinan dan kampung India di Malaysia.

Praktek multikulturalisme pun juga dilakukan di wilayah yang berbeda. Di

Kanada kbijakan multikulturalisme terkait dengan fungsi "bahasa" yang dianggap

sebagai penghalang (languange barrier) dalam sebuah kelompok-kelompok sosial

yang secara kultur memisahkan kelompok-kelompok masyarakat di Kanada. Praktek

Multikulturalisme di negara ini kemudian dikaitkan dengan kebijakan Official

Language Policy dimana peraturan ini memebri hak bagi masyarakatnya untuk

memilih bahasa yang dikehendakinya, baik dari bahasa Prancis ataupun Inggris, tanpa

mengurangi hak-haknya menjadi warga negara Kanada17

.

Sehingga dari dua contoh di atas dapat ditemukan bahwa kedua negara tersebut

memiliki pemahaman dan praktek yang berbeda-beda mengenai suatu paham terkait

multikulturalisme. Namun apda yang dinyatakan oleh kedua negara di atas dapat

16

Anggraeni, Dewi mengutip Nurhalifah, Musa, dalam jurnal “Dooes multicultural Indonesia include its ethnic chinese?” (2011). Wacana Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya: Multiculturalism. Faculty of humanities, University of Indonesia. Jakarta 17

Hal ini diatur dalam undang-undang negara yang tertera di bagian ke enambelas dari Canadian Charter of Rights and Freedoms. Undang-undang tersebut dapat diakses di http://www.pch.gc.ca/ddp-hrd/canada/guide/offcl-eng.cfm Diakses 7/7/2013 pukul 22:47

10

dikatakan sama ketika menyangkut suatu pemahaman dan tindakan atas realitas

multikultur di negara mereka masing-masing. Dalam dua pemahaman dan praktek

yang berbeda tersebut, lalu apakah multikulturalisme itu?

Istilah Multikulturalisme mempunyai banyak definisi dari berbagai kalangan,

salah satunya penjelasan dari Ahmad Rivai berikut. Ahmad Rivai menjelaskan bahwa

multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan

tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama

dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat

kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggaan untuk mempertahankan

kemajemukan tersebut18

. Sedangkan dalam pengertian yang dikemukakan oleh

Suparlan, ia menjelaskannya sebagai sebuah ideologi yang mengakui dan

mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara

kebudayaan19

. Dimana kebudayaan dalam hal itu merupakan keseluruhan kompleks

yang ada di dalamnya meliputi pengetahuan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan

setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang sebagai anggota

suatu masyarakat20

.

Ketika sekelompok manusia memiliki rasa persatuan akan budaya tertentu, Hal ini

tidak jarang juga diikuti dengan adanya kesamaan ras, keyakinan, bahasa, dan asal-

usul bangsa tertentu. Sekelompok manusia ini didefinisikan sebagai kelompok etnik.

Contoh dari kelompok etnik ini dapat digambarkan oleh kaum Yahudi, kaum

Skandinavia, Gipsi dan Basque. Jadi dalam penelitian ini multikulturalisme juga

dapat didefinisikan sebagai bentuk dari paham atas kondisi masyarakat yang tersusun

dari beragam ras atau kelompok etnik

18

Harahap, Ahmad Rivai.( 2004). Multikulturalisme dan Penerapannya dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Jakarta, Kencana. 19

Suparlan, Parsudi. (2002). Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Universitas Indonesia, Jakarta. http://anthropology.fisip.ui.ac.id/httpdocs/jurnal/2002/69/10brt3psu69.pdf 20

Alo Liliweri. (2003) Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta. Hal 11.

11

Kelompok etnik ini memiliki persamaan kebudayaan. bentuk kebudayaan yang

bagaimana yang mengikat kelompok etnik memiliki persamaan di tengah

masyarakat? Ini dapat ditilik dengan memahami kebudayaan secara mendalam adalah

dengan menjelaskannya melalui unsur-unsur budaya tersebut. Dalam hal ini

Koentjaraningrat menyebutkan ada tujuh unsur dari budaya21

, yaitu keagamaan,

upacara keagamaan), sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial (kekerabatan,

asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan),

sistem pengetahuan (flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, tubuh manusia dan

perilaku antar sesama manusia), bahasa (lisan, tulisan), kesenian (seni patung/pahat,

relief, lukis dan gambar, rias, vokal, musik, bangunan, kesusastraan, drama), sistem

mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi (berburu dan mengumpulkan makanan,

bercocok tanam, peternakan, perikanan, perdagangan), dan sistem peralatan hidup

atau teknologi (produksi, distribusi, transportasi, peralatan komunikasi, peralatan

konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan

perumahan, senjata).

Dari berbagai definisi di atas, penulis memahami multikulturalisme sebagai

suatu paham atas situasi kondisi suatu kelompok manusia yang tersusun dari banyak

kebudayaan (multikultural), alih-alih menghapuskan perbedaan budaya yang ada,

lebih kepada memberi ruang diantara perbedaan kebudayaan tersebut. Bagaimana

ruang tersebut dibentuk tentunya sangat relatif, namun beberapa negara seperti

Malaysia atau Indonesia memiliki konsep mengenai bagaimana ruang tersebut

dibentuk dalam kebijakan-kebijakan politiknya. Misalnya melalui praktek

menciptakan pemukiman-pemukiman yang ditempati secara khusus oleh suatu

kelompok etnis tertentu, dimana kelompok-kelompok tertentu pun diberikan

kebebasan untuk menjalankan tradisi-tradisi kebudayaan dan praktek keagamaan

mereka masing-masing. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Pecinan (pemukiman

21

Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan: Bunga Rampai, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal 2. http://books.google.co.id/books?id=94QpZ-x1l7QC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false

12

kaum etnis Tionghoa) dan kampung India di Malaysia. Berbeda halnya di Indonesia,

konsep mengenai keberagaman diatur dalam ikrar sumpah pemuda dan slogan negara,

Bhinekka Tunggal Ika. Kedua konsep tersebut secara garis besar menjelaskan bahwa

negara mengakui adanya keragaman ras, etnis, budaya, kepercayaan dan suku, namun

hal itu perlu dikesampingkan dibawah kepentingan negara.

Jadi dengan berbagai definisi diatas, secara operasional penelitian, representasi

budaya tertentu di media akan diidentifikasikan melalui ras dan unsur-unsur budaya

yang membentuk kebudayaan tersebut. Dari hal itu nantinya akan ditemukan

representasi beragam kebudayaan atau kelompok etnik tertentu di media. Dengan

adanya ditemukan ada keberagaman budaya tersebut maka penelitian akan melihat

bagaimana faham-faham terkait dengan keberagaman budaya tersebut, maka dari situ

akan membawa penelitian ini kepada bentuk multikulturalisme di dalam game

tersebut.

G. Kerangka Konsep

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai konsep-konsep yang akan

digunakan dalam meneliti kajian mengenai new media, khususunya dalam memahami

proses mediasi beserta teks-teks di dalam video game.

1. Remediasi new media : Immediasi dan hipermediasi

Remediasi merupakan proses mediasi bertingkat dari new media yang

melibatkan satu atau lebih media-media lama yang telah di 'rubah'. Salah satu bentuk

perubahan ini misalnya dapat dilihat dari bentuk digitalisasi konten-konten media

sebelumnya, seperti foto, animasi, musik, sinema. Remediasi menurut Bolter dan

Grusin merupakan karakteristik utama dari new media dan bentuk-bentuk remediasi

dari new media dijelaskan melalui dua jenis logika yaitu, immediasi dan

hipermediasi.

13

Immediasi merujuk kepada keinginan dari user untuk secara langsung dapat

mengakses, memahami dan berinteraksi dengan konten di dalam media (foto, video,

musik). Selain itu, Immediasi menjadikan media yang diakses seakan „transparan‟

bagi para penggunanya. Contohnya adalah penggambaran dari desktop komputer.

Desktop komputer windows biasanya menunjukan ikon-ikon yang menjadi metafora

dari penggabaran peralatan dan perlengkapan kerja dari seorang pegawai kantor

(office workers), dimana misalnya terdapat folder dokumen, kertas, kotak surat, buku

catatan dan tempat sampah. Salah satu bentuk dari immediasi ditunjukkan dengan

fungsi dari mouse yang berfungsi layaknya sebuah tangan, sebagai media untuk

menyentuh, memindahkan dan memanipulasi ikon-ikon yang ada di dalam desktop

tersebut. pengalaman ini menjadikan seakan bahwa user seakan-akan benar-benar

menyentuh, memindahkan atau bahkan menyalin tulisan, kertas, dokumen, buku

catatan itu secara fisik, padahal hal itu dilakukan secara digital di dalam komputer.

Atau contoh lain adalah penggunaan aplikasi video call pada perangkat komunikasi,

dimana setiap penggunanya dapat merasakan seakan berkomunikasi secara tatap

muka dengan lawan bicaranya (face-to-face communication), padahal perangkat itu

sebatas menghadirkan representasi dari para penggunanya melalui sistem teknologi

perekaman video.

Berbeda dengan Immediasi yang bertujuan untuk “menghilangkan” media

(transparan), Hypermediasi lebih kepada menujukkan bahwa media itu adalah sebuah

media yang terdiri dari beragam media. Hal ini ditunjukkan kepada para penggunanya

yang dapat berintraksi dengan tampilan interface dari media tersebut, dimana media

yang digunakan dapat saja berupa gambar, suara, video yang dapat dikombinasikan

dengan beragam cara. ―it raw ingredients are images sound and text, animation and

video which can be brought together in any combination”22

. Contoh terkait dengan

new media ialah terkait dengan proses teknologi komputer yang dapat memutar

22

Jay david Bolter dan Richard Grusin.2000. Remediation : Understanding New Media. MIT Press. United States of America. Hal 31.

14

beragam media, seperti musik, foto dan sinema. Bentuk-bentuk dari hipermediasi ini

ditunjukkan dengan tombol-tombol dan konfigurasi yang mengatur segmen-segmen

media mana yang akan ditampilkan. Misalnya, hal ini ditunjukkan pada interface

komputer dengan sistem operasi windows dimana terdapat tombol program winamp

yang dapat memainkan lagu-lagu, tombol program dari acdsee yang dapat

menunjukkan foto hingga tombol program dari media player yang dapat memainkan

sinema, pada waktu yang bersamaan. Atau dalam contoh yang lebih sederhana ialah

program dari internet explorer yang dapat memebuka tab baru, untuk membuka

media atau konten lain di internet di kolom tab yang berbeda. Logika hipermediasi

ialah dengan menampilkan beragam program yang merepresentasikan beragam jenis

media dan konten ini dapat dimunculkan secara bersamaan di dalam satu media.

Video game sebagai new media dalam bentuk mediasi nya pun terikat dengan

definisi dari remediasi, hipermediasi dan immediasi. Sebagai bentuk remediasi,

bentuk dari video game dalam beberapa definisi disebut sebagai interactive film, atau

media film yang membutuhkan interaksi dari user-nya. Dengan definisi ini

menjelaskan bahwa bentuk video game merupakan bentuk remediasi dari film yang di

desain secara digital dan membutuhkan input aktif dari para user-nya ketika

dimainkan.

Dua logika remediasi pun berlaku di dalam bentuk-bentuk remediasi dari

video game. dalam logika immediasi, misalnya mengambil salah satu contoh, yaitu

The Elder Scrolls IV: Oblivion. Gagasan utama dari game ini adalah pemain dapat

menjadi salah satu karakter dalam narasi film. Pemain diberi keleluasaan untuk

mengatur jalannya narasi dan merealisasikannya, Misalnya pemain di dalam game ini

dapat memutuskan untuk pergi ke suatu tempat dan melakukan sesuatu hal yang

terkait dengan misi utama untuk menyelematkan dunia atau hanya berjalan-jalan saja.

Selain itu, pemain juga dapat mengatur bagaimana karakter sudut pandang mereka di

dalam game, baik dari perspektif First-person maupun Third-person- ini menjadikan

15

bahwa pemain memiliki peran langsung bukan hanya sebagai aktor, tetapi juga dapat

berperan sebagai sutradara.

Logika hipermediasi pun dapat ditemukan di dalam video game yang sama,

Hipermediasi di dalam game the Elder Scrolls IV: Oblivion ditunjukkan dengan

adanya buku (lore), dan dialog di dalam game tersebut. untuk membaca lore di

dalam game tersebut, pemain perlu untuk mencari ke dalam interface „items‟ yang

menujukkan lokasi dari buku yang ada di dalam „inventory‟ dari user dan menekan

buku tersebut untuk dapat dibaca teks-teks tertulisnya. Selain itu, di dalam game pun

terdapat teks-teks dialog yang dapat ditemukan ketika pemain berinteraksi dengan

NPC. Teks dialog ini terdapat di bagian tengah-bawah layar, yang dicocokkan dengan

suara perkataaan serta animasi gerak bibir dari NPC tersebut. Teks-teks tertulis ini

memberikan latar cerita yang mendukung narasi dari bagaimana kondisi yang ada di

dalam game serta mengarahkan pikiran pemain mengenai beragam cara game ini

dapat dimainkan. Adanya interface dan teks-teks tertulis di dalam game ini

menujukkan adanya bentuk hipermediasi.

Di satu pihak dengan desain dari game yang realistis dan tipe permainan yang

melibatkan penuh peran aktif dari para pemainnya menjadikan new media ini

menggunakan logika immediasi, namun di pihak lain game ini tetap membutuhkan

interface yang terdiri dari panel-panel yang berisi teks-teks tertulis yang memberi

informasi bagi pemainnya. Logika ini menjelaskan bahwa proses remediasi video

game tidak hanya terikat pada logika immediasi namun juga terikat pada logika

hipermediasi.

2. Semiotika dan teks video game

Semiotika adalah salah satu tradisi dalam ilmu komunikasi yang mempelajari

tentang tanda. Dalam kajian semiotik, secara luas kajian ini merujuk pada dunia yang

terbentuk atas tanda-tanda, dimana melalui tanda-tanda tersebut yang kemudian

16

menghubungkan manusia dengan realitas. Tanda merupakan bagian penting dalam

kehidupan manusia.

Konsep tanda juga muncul pada hubungan antar manusia, dimana tanda tersebut

dalam konteks sosial merupakan basis dari segala komunikasi yang terjadi antar

manusia23

. Manusia melalui tanda melakukan komunikasi dengan sesamanya. Tanda

terdiri dari dua unsur, penanda dan petanda. Penanda adalah bentuk citraan atau kesan

mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau visual, seperti suara, tulisan atau benda.

Sedangkan Petanda adalah konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda.

Sedangkan simbol merupakan sejenis tanda, dimana hubungan antara penanda

dan petanda seakan-akan bersifat arbitrer24

. Simbol adalah sesuatu yang berdiri/ada

untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya tersembunyi atau tidaknya tidak

jelas. Sebuah simbol dapat berdiri sebagai bagian dari budaya, institusi, identitas,

keyakinan, cara berpikir, ideologi, harapan. Misalnya dalam penggunaan simbol

tertentu sebagai lambang partai atau simbol salib kayu dalam agama kristen, yang

merupakan simbol pengorbanan Kristus demi umat manusia.

Dalam prakteknya, eksistensi tanda dan simbol membutuhkan kode untuk dapat

dipahami maknanya. Kode merupakan cara pengombinasian tanda yang disepakati

secara sosial, untuk memungkinkan satu pesan disampaikan kepada yang lain. Kode

ini terikat pada suatu sistem sosial dan budaya tertentu. Misalnya hal ini digambarkan

ketika manusia berkomunikasi melalui bahasa. Maka tanda dalam hal itu dapat

dipahami sebagai penggunaan kata dan penggunaan kode digambarkan sebagai jenis

bahasa yang digunakan. Makna dari kata atau tanda tersebut dapat dipahami ketika

bahasa atau kode tersebut terkait dengan kesepakatan sosial di antara komunitas

pengguna bahasa yang bersangkutan. Tanda terangkai dalam kode-kode yang terkait

dengan kesepakatan sosial dan budaya yang berlaku diantara pengguna kode tersebut.

23

Alex Sobur mengutip dari Little John, Semiotika Komunikasi (2009). Remaja Rosda Karya. Bandung. 24

Arbitrer : konsep dalam semiotika yang menyatakan bahwa hubungan antara petanda dan penanda semata berdasarkan kesepakatan sosial, bukan hubungan alamiah.

17

Dalam menganalisis kebudayaan dalam kajian semiotika, maka kebudayaan perlu

dilihat sebagai teks, yaitu rangkaian tanda-tanda bermakna, yang diatur berdasarkan

kode atau aturan tertentu25

. Teks adalah suatu wujud dari tindak penggunaan tanda

dan simbol dalam kehidupan sosial, yaitu berupa kombinasi seperangkat tanda, yang

dikombinasikan dengan kode atau cara tertentu, dalam rangka menghasilkan makna

tertentu.

Dalam prakteknya teks kemudian dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu teks

verbal dan teks visual. Dimana teks verbal terdiri teks oral dan teks tertulis. Teks

verbal yang secara sempit disebut sebagai discourse, dan teks tertulis yang secara

sempit disebut sebagai teks, yang termasuk didalamnya adalah puisi, novel, teks

hukum, surat, piagam, nota. Teks visual adalah yang didalamnya melibatkan unsur-

unsur visual seperti gambar, ilustrasi, foto, lukisan, citra rekaan komputer atau sistem

animasi komputer. Termasuk dalam teks visual ini adalah teks fashion,teks televisi,

teks seni (lukisan, patung, tari dan teater), teks arsitektur, teks film, teks animasi dan

juga teks video game.

Sebagai salah satu bentuk teks dan produk budaya (seperti film dan televisi),

maka video game pun dapat dipahami sebagai beragam teks yang dibentuk

serangkaian tanda atau simbol yang terikat oleh kode-kode atau konvensi dari suatu

kebudayaan tertentu serta mempunyai makna yang membentuk wacana atau sebuah

pemikiran tertentu. Hal ini misalnya dapat digambarkan dalam video game melalui

karakter, background dan storyline dari game tersebut26

.

Karakter di dalam game merupakan gambaran ilustrasi dari tokoh yang

ditampilkan di game. Hal ini terkait dengan dengan bentuk penampilan dan perilaku

karakter baik bentuk fisik maupun eksistensinya sebagai representasi simbolik.

Misalnya dengan penggambaran karakter yang berbentuk manusia yang kemudian

25

Piliang, Yasraf Amir. (2010). Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya & Matinya Makna. Matahari. Bandung.hal 307. 26

Yuwono, Ardian Indro .2007. POLITIK DALAM GAME KOMPUTER (Analisis Semiotik Simbol-Simbol Terorisme dalam Game Command & Conquer Generals).Fakultas ISIPOL UGM, Jurusan Komunikasi. hal. 18.

18

dilekatkan dengan ciri ataupun karakterisitik manusia di realitas. Manusia daoat

digambarkan di dalam game memiliki warna kulit, warna dan jenis rambut, serta

pakaian atau aksesoris yang melekat pada karakter tersebut.

Background atau latar belakang di dalam game berlaku sebagai pendukung setting

yang berlaku di dalam game. Secara lebih jauh, background pun dapat berfungsi

untuk memberikan nuansa dalam adegan atau peristiwa yang terjadi dalam suatu

chapter di dalam game tersebut. Penggambaran background misalnya terlihat pada

game dengan setting medieval eropa maka background akan digambarkan

menyesuaikan keadaan dan nuansa eropa pada abad ke 5, dengan mengadaptasi

bentuk-bentuk bangunan dan pemandangan pada saat itu. Sehingga dengan

penggambaran semacam itu, keberadaan latar belakang tersebut kemudian dapat

mendukung gambaran imajinasi pemain ketika memainkan suatu video game.

Sedangkan storyline merupakan naskah cerita yang dikembangkan dalam game.

Storyline sendiri di dalam game dapat bermakna sebagai langkah-langkah dalam

menceritakan gambar dan kata-kata yang ada. Storyline pun dapat berfungsi dalam

mengarahkan setiap gerakan pemain di dalam game tersebut. Hal ini misalnya

ditunjukkan dalam misi atau chapter di dalam game yang mengarahkan pemain pada

suatu cerita tertentu. Ketiga unsur tersebut dapat dianggap sebagai bagian dari teks

yang menyusun video game, yang menjadikan video game sebuah media yang

tersusun oleh teks-teks yang sarat akan kode-kode atau konvensi dari kebudayaan

tertentu.

H. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis permasalahan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, untuk meneliti pemaknaan tanda atau

simbol, yang merupakan salah satu kajian dari ilmu komunikasi.

19

Tanda dalam pengertian ini merupakan tanda yang merupakan basis dari

seluruh komunikasi dan menandakan sesuatu selain dirinya sendiri27

. Sedangkan

wujud penggunaannya dalam kehidupan sosial yang berupa kombinasi seperangkat

tanda yang dikombinasikan dengan cara atau kode tertentu untuk menghasilkan

makna tertentu disebut teks. Sedangkan terkait dengan penelitian ini, bentuk dari teks

video game atau objek dari penelitian ini terdiri dari berbagai macam tanda yang

tergabung dalam satu sistem yaitu sistem animasi program komputer.

Sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

semiotika. Semiotika merupakan salah satu tradisi dalam ilmu komunikasi dalam

mendedah makna dibalik tanda atau simbol tertentu28

. Studi ini mencoba memahami

bagaimana teks begitu bermakna dan bagaimana makna itu kemudian dapat

dikomunikasikan di tengah masyarakat.

Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendalami lebih lanjut, pesan dan makna

yang terkandung dibalik penggunaan tanda-tanda tertentu. jenis penelitian ini bersifat

deskriptif, dikarenakan pemaparan data dan hasil-hasil penelitian akan disampaikan

dalam bentuk deskripsi.

2. Operasionalisasi Penelitian

a. Pengumpulan data

Penelitian akan diarahkan ke dalam proses pemetaan tanda dan simbol-simbol

yang digunakan dalam video game Elder Scrolls V: Skyrim. Instrumen analisis

menggunakan pemetaan yang digunakan oleh Ardianindro Yuwono dalam Politik

dalam Game Komputer: Analisis Semiotik Simbol-Simbol Terorisme dalam Game

Command & Conquer Generals. Dalam penelitian itu unsur didalam video game

dibagi menjadi tiga, yaitu karakter, background, dan storyline29

.

27

Sobur, Alex. Op.cit. Hal 15. 28

West, R., & Turner. 2010. L. H. Introducing Communication Theory: Analysis and application.

McGraw-Hill. New York.

29 Yuwono, Ardian Indro. Op.cit. hal 18

20

1. Karakter: Karakter adalah intepretasi karakter dan ikon-ikon atau atribut

karakter yang dapat merepresentasikannya.

2. Background: Merupakan intepretasi dari lingkungan dan setting lokasi

dimana permainan mengambil tempat.

3. Storyline: Didapatkan dari jalan cerita video game Elder Scrolls V: Skyrim

dalam mode singleplayer campaign-nya.

Unsur video game itu kemudian akan digabungkan dengan analisis unsur

budaya dan kelompok etnis untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk budaya yang

direpresentasikan di dalam video game. Jika digambarkan dalam tabel, maka akan

tampak sebagai tabel berikut,

Tabel 01.01

Tabel Instrumen Analisis

Unit Terteliti Unsur Sub Unsur

Background

atau latar

belakang

Environment Tampilan visual Bentuk

bangunan, latar belakang

dari tiap ras atau kelompok

etnik karakter

Karakter Tokoh, pemeran,

karakter yang terkait

Tampilan visual dan bentuk

karakter (warna kulit,

pakaian, dan atribut

karakter) dan penjelasan

secara textual

Storyline Textual dan visual Cerita, plot, misi permainan

dan gambar pendukung

21

Untuk mendukung hasil penelitian, maka akan dipaparkan elemen-elemen

yang sifatnya dapat memperkaya manfaat dari penelitian dengan menganalisis unsur-

unsur yang sifatnya non-visual, seperti yang dipaparkan pada tabel 1.2 berikut,

Tabel 01.02

Tabel Unit Pendukung Penelitian

Proses permainan &

interaktivitas

Teknis permainan

Penulis ingin meneliti kedalam elemen-elemen multikulturalisme yang

membentuk game ini. Untuk itu, penggunaan metode analisis semiotik ini bertujuan

untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk budaya yang membentuk dunia di dalam

video game Elder Scrolls V: Skyrim, dari situ maka akan didapatkan sebuah bentuk

pemetaan akan keberagaman budaya yang dilakukan oleh pembuat video game

tersebut. Untuk dimensi gameplay dan audio, sifatnya lebih sebagai pelengkap dari

penelitian ini.

Pada pengumpulan data, penulis akan melakukan studi literatur baik melalui

buku teks ataupun internet. Data utama adalah video game Elder Scrolls V: Skyrim ini

sendiri, dan juga beberapa data sekunder penting, yang termasuk di dalamnya

rangkuman narasi-narasi yang terangkum di dalam situs resmi dan situs pendukung

yang berkaitan dengan video game Elder Scrolls V: Skyrim. Penulis juga akan

mengunduh beberapa cuplikan adegan yang dikenal sebagai cutscene atau menangkap

beberapa potongan gambar di dalam game yang dikenal sebagai screenshot yang

menampilkan visualisasi yang mengandung elemen-elemen multikulturalisme.

Sehingga pemaknaan teks dapat lebih mudah dilakukan dan pembaca dapat

memahami secara langsung.

Langkah awal dalam penelitian ini adalah menjelaskan dan menguraikan

keberagaman yang ada di dalam game ini, Dari situ nantinnya akan didapatkan data-

data atau konten-konten yang terkait multikultural di dalam game. Setelah didapatkan

22

data terkait dengan kehidupan multikultural di dalam tersebut, maka data tersebut

akan dianalisis terkait bagaimana faham-faham terkait dengan keberagaman budaya

tersebut. Hal itu akan mengarahkan penelitian ini ke dalam pemahaman akan faham

multikulturalisme yang ada di dalam di game ini.

b. Tahapan Penelitian

Dalam tahap ini, penulis akan memaparkan peta pemikiran akan riset yang

dilakukan. Pada tahap awal saya akan melakukan pemilahan, pemetaan dan

pengumpulan data. Data-data ini kemudian dibagi kepada instrumen analisis yang

telah disebutkan di atas untuk mempermudah dan memperjelas letak setiap data

dalam fungsinya

Tahap selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap simbol-simbol yang

ada. penulis akan membedah data instrumen analisis yang sudah dipetakan

sebelumnya. proses ini untuk melihat isi yang dibawa oleh data-data tersebut sebagai

suatu bahasa. Data yang dihasilkan disini adalah berupa data dalam level konotasi.

Dalam tahap terakhir penulis akan menganalisis data konotasi yang didapatkan

dengan menghubungkannya pada sebuah level lebih makro. Disini akan terlihat

bagaimana representasi simbol-simbol yang ada dipandang dalam sebuah wacana

yang luas seperti ideologi,atau paham tertentu.

c. Metode Analisis : Semiotik

Setelah semua data terkumpul maka analisis data akan dilakukan dengan cara

melakukan klasifikasi data terkait karakter, storyline dan background yang terkait.

Dari hal itu akan dilanjutkan dengan klasifikasi menurut representasi budaya-budaya

tertentu yang mengarahkan pada definisi atau pemahaman tertentu mengenai

multikulturalisme yang terdapat di dalam video game tersebut.

23

Data akan dibedah menurut instrumen analisisnya sehingga memunculkan

berbagai kode atau tanda yang terdapat di dalam game tersebut. Metode analisis yang

akan digunakan dalam riset ini adalah metode analisis semiotik.

Dengan memahami bahwa video game dan film tidak jauh berbeda, maka

penelitian ini akan menggunakan metode analisis semiotik Roland Barthes. Metode

analisis semiotik Roland Barthes menggunakan pengertian dasar tanda yang terdiri

dari dua unsur, penanda dan petanda atau signifier dan signified . Penanda atau signifier

adalah bentuk citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau visual,

seperti suara, tulisan atau benda. Sedangkan petanda atau signified adalah konsep

abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda.

Namun secara lebih mendalam, Barthes dalam kajian semiotiknya

mengembangkan dua tingkatan pertandaan, yang memungkinkan untuk dihasilkannya

makna yang bertingkat-tingkat,. Dua tingkat ini dalam semiotik Barthes dikenal

dengan tingkat konotasi dan denotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang

menjelaskan hubungan anatara penanda dan petanda, atau antara tanda dan

rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit., langsung dan

pasti. Makna denotasi dalam hal ini merupakan makna pada apa yang tampak.

Misalnya, foto wajah Presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Foto ini

menunjukkan tiruan wajah dua dimensi dari George W. Bush yang sesungguhnya.

Denotatif merupakan level makna deskriptif dan literal.

Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda

dan petanda, yang di dalamnya terdapat sebuah makna yang implisit (tersembunyi).

Konotasi menciptakan makna-makna tingkat kedua yang terbentuk ketika penanda

terkait dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau keyakinan.

Misalnya, tanda hati (love) yang mengkonotasikan cinta, atau tanda tengkorak yang

mengkonotasikan bahaya. Konotasi merupakan menghasilkan makna tingkat kedua

yang bersifat implisit, yang disebut makna konotatif.

24

Tabel 01.03 Peta Tanda Roland Barthez

Signifier

(penanda)

Signified

(petanda)

Denotative sign

(tanda denotatif)

Connotative Signifier

(Penanda konotatif)

Connotative Signified

(Pertanda konotatif)

Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Selain itu Roland Barthes melihat makna yang lebih dalam tingkatnya, yaitu makna-

makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos dalam pemahaman semiotika Barthes,

adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu yang dianggap

sesuatu yang normal dan alami (natural).