BAB II

77
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Umum Tentang Kecemasan 1. Definisi Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realita, kepribadian masih tetap utuh tidak mengalami keretakan kepribadian, prilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2014). Cemas adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutann yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was-was untuk mengatasi 7

description

oke

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Umum Tentang Kecemasan

1. Definisi

Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan yang ditandai

dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realita, kepribadian

masih tetap utuh tidak mengalami keretakan kepribadian, prilaku dapat

terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2014).

Cemas adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutann yang tidak

jelas dan gelisah disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak

spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was-was untuk

mengatasi bahaya, ini merupakan sinyal peringatan individu untuk

mengambil langkah untuk menghadapinya (Santoso, 2006).

Dalam sebuah studi fenomenologi yang telah diteliti sebelumnya

menyimpulkan bahwa saat keluarga mengetahui bahwa salah satu anggota

keluarga menderita penyakit gagal ginjal kronik dan harus menjalani

terapi Hemodialisa yang pertama akan berubah adalah respon psikologis

caregiver.Dan sebagai dampak terjadi perubahan fisik, psikologis, spiritual,

dan financial. Perubahan-perubahan tersebut masih merupakan perubahan

7

Page 2: BAB II

awal karna dalam penelitian lain caregiver akan mengalami perubahan

yang lebih berat lagi (Nugraha. 2011).

2. Gejala umum kecemasan

Gejala kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun)

merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan

(psychiatric disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam

beberapa kelompok, yaitu: gangguan cemas (anxiety disorde), gangguan

cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder/GAD), gangguan panik

(panic disorder), gangguan phobik (phobic disorder), dan gangguan absesif-

kompulsif (obsessive-complusive disorder).

Tidak semua orang yang mengalami stresor psikososial akan

menderita gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur kpribadiannya.

Orang dengan kepribadian pencemas lebih rentan(vulnerable) untuk

menderita gangguan cemas, atau dengan kata lain orang dengan

kepribadian pencemas resiko untuk menderita gangguan cemas lebih besar

dari orang yang tidak berkepribadian pencemas. Orang dengan kepribadian

pencemas tidak selamanya mengeluh hal-hal yang sifatnya psikis tetapi

sering juga disertai dengan keluhan fisik dan juga tumpang tindih dengan

ciri-ciri kepribadian defresif, atau dengan kata lain batasannya seringkali

tidak jelas (Hawari, 2014).

8

Page 3: BAB II

3. Gejala klinis kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang

mengalami kecemasan antara lain sebagai berikut:

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut,

c. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang,

d. Gangguan pola tidur dan mimpi yang menegangkan,

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat,

f. Keluhan-keluhan yang somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan

tulang,pendengaram berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

Selain keluhan-keluhan cemas secara umum diatas, ada lagi

kelompok cemas yang lebih berat yaitu gangguan cemas menyeluruh,

gangguan panik, dan gangguan obsesif-kompulsif (Hawari, 2014).

4. Jenis Gangguan Kecemasan

a. Gangguan cemas menyeluruh

Secara klinis selain gejala cemas yang biasa, disertai dengan

kecemasan yang menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlangsung

selama 1bulan) dengan manifestasi 3 dari 4 kategori gejala berikut ini:

1) Ketegangan motorik/alat gerak:

a) Gemetaran

9

Page 4: BAB II

b) Tegang

c) Nyeri otot

d) Letih

e) Tidak dapat santai

f) Kelopak mata bergetar

g) Kening berkerut

h) Muka tegang

i) Gelisah

j) Tidak dapat diam

k) Mudah kaget

2) Hiperaktivitas saraf autunom (simpatis/parasimpatis):

a) Berkeringat berlebihan

b) Jantung berdebar-debar

c) Rasa dingin

d) Telapak tangan dan kaki basah

e) Mulut kering

f) Pusing

g) Kepala terasa ringan

h) Kesemutan

i) Rasa mual

j) Rasa aliran panas atau dingin

k) Sering buang air seni

l) Diare

m)Rasa tidak enak di ulu hati

n) Kerongkongan tersumbat

o) Muka merah atau pucat

p) Denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat

10

Page 5: BAB II

3) Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang

(apprehensive expectation):

a) Cemas, khawatir, takut

b) Berpikir berulang (rumination)

c) Membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau

orang lain.

4) Kewaspadaan berlebihan:

a) Mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga mengakibatkan

perhatian mudah teralih

b) Sukar konsentrasi

c) Sukar tidur

d) Merasa ngeri

e) Mudah tersinggung

f) Tidak sabar

Gejala-gejala tersebut di atas baik yang bersifat psikis maupun

fisik pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya gejala

itu harus ada. Bila diperhatikan gejala-gejala kecemasan ini mirip

dengan orang yang mengalami stres, bedanya pada stres didomonasi

oleh gejala fisik sedangkan pada kecemasan didominasi oleh gejala

psikis.

Pendekatan kognitif prilaku untuk mengurangi kecemasan pada

pasien gagal ginjal terminal, Cognitive behavioral approach to reduce

anxiety for and stage renal disease patient yang menyimpulkan

pendekatan kognitif prilaku dapat menurunkan kecemasan pada pasien

gagal ginjal terminal (Vivi, 2012)

11

Page 6: BAB II

5. Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pasien Hemodialisa

Seperti yang dikutip dalam sebuah jurnal yang

bejudul Gambaran Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal

Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Yang menyimpulkan:

1. Usia dewasa muda dari segi fisik, masa dewasa

adalah masa puncak perkembangan fisik. Sedangkan

dari segi emosional adalah masa dimana motivasi

untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung

oleh kekuatan fisik yang prima. Namun pada pasien

yang menderita gagal ginjal dan harus menjalani

rutinitas hemodialisa, keadaan ini diakui memberikan

perubahan-perubahan dalam diri mereka, baik secara

fisik dan emosional.

2. Secara fisik mereka merasa terbatas dalam melakukan

aktifitas sehari-hari.Sehingga mereka berusaha melakukan

adaptasi terhadap keadaan sakit dan keharusan

melakukan aktifitas HD dengan aktifitas mereka

sebelumnya. Secara emosional, mereka harus merasa

keadaan ini membuat beberapa hal tidak bisa mereka

capai, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri

dengan menurunkan standar ideal mereka agar sesuai

12

Page 7: BAB II

dengan kenyataan yang terjadi. Keadaan sakit GGK dan

harus menjalani rutinitas hemodialis amembuat ketiga

subjek merasakan adanya beban penderitaan yang

bersifat fisik, psikologis, social dan finansial.Keadaan ini

dirasakan ketiga subjek sebagai peristiwa tragis/tragic

eventdalam hidup mereka.Beban penderitaan dan

peristiwa tragis yang dialami ketiga subjek membawa

mereka pada perasaan meaningless dengan merasa

adanya perasaan tidak berdaya, pesimis, merasa tidak

percaya diri dan merasa tidak berarti (Nuraini dan Sulis,

2013 ).

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya cemas pada pasien yang

menjalani hemodialisa antara lain:

a. Faktor psikis yang menimbulkan kecemasan pada pasien hemodialisa

adalah perubahan yang terjadi pada kehidupannya seperti

pelaksanaan dialisis yang yang harus dilakukan terus-menerus setiap

dua kali dalam seminggu bahkan lebih dan keadaan ketergantungan

pada mesin dialisis seumur hidupnya, hal ini memicu kebosanan pada

pasien hemodialisa dan perasaan khawatir terhadap penyakit yang

berlangsung lama dan menetap.

13

Page 8: BAB II

b. Faktor fisik yang menyebabkan antara lain lingkungan dan status

kesehatan, suasana lingkungan yang yang terdapat banyak alat yang

belum dikenal oleh pasien baik bentuk suara dan banyaknya alat

yang di tempelkan ketubuh pasien, mengakibatkan pasien merasa

takut dan cemas. Status kesehatan yang berkaitan dengan penyakit

yang diderita oleh pasien hemodialisa merupakann keadaan penyakit

terminal dan tidak dapat disembuhkan lagi, hal ini dapat

mengakibatkan kecemasan pada individu atau pasien. Sedangkan pada

pasien gagal ginjal yang baru pertama kali melakukan hemodialisa

akan mengalami kecemasan yang lebih tinggi.

Table 2.1 penggolongam usia

Penggolongan usia Usia

Remaja akhir 17-25 tahun

Dewasa awal 26-35 tahun

Dewasa akhir 36-45 tahun

Lansia awal 46-55 tahun

Lansia akhir 56-65 tahun

Manula 66-80 tahun

Sumber: Depkes RI 2009

6. Dampak Kecemasan

14

Page 9: BAB II

Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun

situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini

tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi

ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai

dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat

menimbulkan penyakit fisik, dengan melakukan pendekatan religius

seperti berdoa dan beribadah sesuai dengan keyakinan maka dapat

memberikan respon positif, sehingga mampu memberikan ketenangan

batin serta meningkatkan mekanisme koping adaptif (Wurara dkk, 2013)

7. Klasifikasi tingkat kecemasan

Menurut Stuart (2009) dalam Slametiningsih (2012) klasifikasi

kecemasan di bagi menjadi 4 tingkatan yaitu:

a. Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari:

kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan

lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan

menghasilkan pertumbuhan secara kreatif.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang

persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian

15

Page 10: BAB II

yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan

untuk melakukanya.

c. Kecemasan berat

Sangat mengurangi lapangan persepsi individu. Individu cenderung

berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang

hal lain, tidak mampu memecahkan masalah.

d. Panik (disorganitation personality)

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang

rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali,

individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun

dengan arahan. Panik mencakup disorganisasian kepribadian dan

menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan

untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan

kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan

dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam jangka waktu yang lama

dapat terjadi kelelahan dan kematian.

8. Alat Ukur cemasan

Alat ukur kesemasan bertujuan untuk sejauh mana derajat

kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat, atau berat sekali, orang

yang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama

Hamilton Rating Scale For Anxiety(HRS-A).Alat ukur ini terdiri dari 14

16

Page 11: BAB II

kelompok gejala yang masing-masing kelompok gejala diberi penilaian

angka (score) antara0-4, yang artinya adalah:

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)

1= gejala ringan

2 = gejala sedang

3 = gejala berat

4 = gejala berat sekali

Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter

(psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui

teknik wawancara langsung, masing-masing nilai angka dari ke 14

kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan

tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:

Total Nilai (score): > 14 = tidak ada kecemasan

14-20 = kecemasan ringan

21-27 = kecemasan sedang

28-41 = kecemasan berat

42-56 = kecemasan berat sekali

17

Page 12: BAB II

Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah

sebagai berikut:

Table 2.2 Skala HRS-A

N0 Gejala Kecemasan Nilai Angka/Skor

0 1 2 3 4

1 Perasaan cemas (ansietas)a. Cemasb. Firasat burukc. Takut akan pikiran sendrid. Mudah tersinggung

2 Ketegangana. Merasa tegangb. Lesuc. Tidak bisa istirahat tenangd. Mudah terkejute. Mudah menangisf. Gemetarg. Gelisah

3 Ketakutana. Pada gelap

18

Page 13: BAB II

b. Pada orang asingc. Ditinggal sendirid. Pada binatang besare. Pada keramaian lalu lintasf. Pada kerumunan orang banyak

Gejala Kecemasan Nilai Angka/Skor

0 1 2 3 4

4 Gangguan tidura. Sukar masuk tidurb. Terbangun malam haric. Tidur tidak nyenyakd. Bangun badan lesue. Banyak mimpi-mimpif. Mimpi burukg. Mimpi menakutkan

5 Gangguan kecerdasana. Sukar konsentrasib. Daya ingat menurunc. Daya ingat buruk

6 Perasaan depresi (murung)a. Hilangnya minatb. Berkurangnya kesenangan pada

hobbic. Sedihd. Bangun dini harie. Perasaan berubah-ubah sepanjang

19

Page 14: BAB II

hari7 Gejala somatik/fisik (otot)

a. Sakit dan nyeri di otot-ototb. Kakuc. Kedutan ototd. Gigi gemerutuke. Suara tidak stabil

8 Gejala somatik/fisik (sensorik)a. Tinitus (telingan berdenging)b. Pengelihatan kaburc. Muka merah atau pucatd. Merasa lemase. Perasaan ditusuk-tusuk

NO Gejala Kecemasan Nilai Angka/ Skor

0 1 2 3 4

9 Gejala cardiovaskuler (jantung danPembuluh darah)a. Takikardia (denyut jantung cepat)b. Berdebar-debarc. Nyeri di dadad. Denyut nadi mengerase. Rasa lesu/lemas seperti mau

pingsanf. Detak jantung menghilang

(berhenti10 Gejala respiratori (pernafasan)

a. Rasa tertekan atau sempit di dadab. Rasa tercekikc. Sering menarik nafasd. Nafas pendek/sesak

11 Gejala gastrointestinal (pencernaan)a. Sulit menelanb. Perut melilit

20

Page 15: BAB II

c. Gangguan pencernaand. Nyeri sebelum dan sesudah makane. Perasaan terbakar di perutf. Rasa penuh atau kembungg. Mualh. Muntahi. Buang air besara lembekj. Sukar buang air besar (konstipasi)k. Kehilangan berat badan

No Gejala Kecemasan Nilai Angka/Skor

0 1 2 3 4

12 Gejala urogenital (perkemihan danKelamin)a. Sering buang air kecilb. Tidak dapat menahan air senic. Tidak datang bulan (tidak haid)d. Darah haid berlebihane. Darah haid amat sedikitf. Masa haid berkepanjangang. Masa haid amat pendekh. Haid beberapa kali sebulani. Menjadi dingin (frigid)j. Ejakulasi dinik. Ereksi melemahl. Ereksi hilangm. Impotensi

13 Gejala autonoma. Mulut kering

21

Page 16: BAB II

b. Muka merahc. Mudah berkeringatd. Kepala pusinge. Kepala terasa beratf. Kepala terasa sakirg. Bulu-bulu berdiri

14 Tingkah laku (sikap) pada wawancaraa. Gelisahb. Tidak tenangc. Jadi gemetard. Kerut keninge. Muka tegangf. Otot tegang/mengerasg. Nafas pendek dan cepatTotal skor

Sumber: Stres Cemas Dan Depresi(Dadang. 2014)

Perlu diketahui bahwa alat ukur HRS-A ini bukan dimaksudkan

untuk menegakkan diagnosa gangguan cemas. Diagnosa gangguan cemas

ditegakkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter (psikiater), sedangkan

untuk mengukur derajat berat ringannya gangguan cemas itu digunakan

alat ukur HRS-A.

Terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi dan periode

hemodialisis dan derajat kecemasan pada penderitahemodialisis (Luanna dkk,

2012).

B. Konsep Umum Gagal Ginjal

1. Gagal Ginjal Akut (GGA)

22

Page 17: BAB II

Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal

secara mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal serta gangguan fungsi

tubulus dan glomerolus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan

terjadi azotemia(peningkatan kadar nitrogen darah, peningkatan kreatinin

serum, dan retensi produk metabolik yang harus dieksresikan oleh ginjal),

(Muttaqin dan Sari. 2012).

Gagal ginjal akut suatu keadaan berhentinya fungsi ginjal secara

tiba-tiba dapat disebabkan oleh obstruksi, sirkulasi darah yang terganggu,

atau penyakit ginjal yang melatari (Jennifer, 2011).

2. Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal kegagaln fungsi

ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan

elekrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi

penumpukan sisa metabolik(tosik uremik) dalam darah (Arif dan Kumala,

2012).

Gagal ginjal kronis merupakan penyakit ginjal tahap akhir dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme,

keseimbangan cairan dan elektrolit sert mengarah pada kematian (padilla,

2012)

Tabel 2.3 Stadium gagal ginjal kronis

Stadium Keterangan GFR (mL/menit/1,73m2)

23

Page 18: BAB II

1 Kerusakan ginjal dengan GFR

normal atau meningkat

>90

2 Kerusakan ginjal dengan

penurunan GFR ringan

60-89

3 Penurunan GFR yang sedang 30-59

4 Penurunan GFR yang berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 (dialisis)

Sumber: Patofisiologi Aplikasi pada praktik Keperawatan (Chang dkk, 2010)

Perbedaan gagal ginjal akut dan kronik

Baik gagal ginjal akut maupun kronik meningkatkan kalium, ureum,

dan kreatinin plasma, serta menyebabkan asidosis metabolik. Pada gagal

ginjal kronik, biasanya terdapat komplikasi kronik yang meliputi anemia

akibat eritropoitin yang tidak adekuat, serta penyakit tulang, biasanya

dengan kadar kalsium rendah, fosfat tinggi, hormon paratiroid yang tinggi.

Yang khas, kadar kalsium plasma yang rendah pada gagal ginjal kronik.

Kecuali jika terdapat hiperparatiroidisme tersier. Hasil temuan kunci pada

gagal ginjal kronik adalah ginjal yang kecil pada ultrasonografi. Ukuran

yang berkurang ini disebabkan oleh atrofi dan fibrosis (Chris, 2009).

Secara ringkas patofiologi gagal ginjal kronis awalnya dimulai dari

fase awal gangguan, keseimangan cairan, penanganan garam, serta

penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian

ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal yang turun kurang dari 25%

normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin mimimal karna

24

Page 19: BAB II

nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.

Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresi

serta mengalami hipertropi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron

yang tersisa menghadapi tugas semakin berat sehingga nefron tersebut

ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini

tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk

meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyususpan progresif nefron-

nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan

berkurang, dengan tujuan akan terjadi peningkatan filtrasi protein-protein

plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk

jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif

fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-

metabolit yang seharusnya di keluarkan dari sirkulasi sehingga akan

terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada

setiap organ tubuh. Dampak dari gagal gijal kronis memberikan berbagai

masalah keperawatan (Muttaqin dan Sari, 2012).

Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan

pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD Prof.Dr.

Margono Soekarjo Porwokerto menyipulkan: faktor usia serta lama

menjalani Hemodialisa tidak mempengaruhi kepatuhan dalam dalam

mengurangi asupan cairan pasien akan tetapi keterlibatan tenaga kesehatan

25

Page 20: BAB II

dan keterlibatan keluarga mempengaruhi kepatuhan dalam pemenuhan

cairan (Kamaluddin dan Eva, 2009).

3. Etiologi

a. Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut dapat berupa prarenal, intrarenal, atau

pascarenal. Penyebab kegagalan prarenal;

1) Aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah jantung

2) Temponade kor (jantung)

3) Gagal Jantung

4) Infark miokard

5) Luka bakar

6) Dehidrasi

7) Perdarahan

8) Syok hipopolemik

9) Trauma

10) Sepsis

11) Eklampsia

b. Gagal Ginjal Kronik

Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya

gagal ginjal kronis. Respon yang terjadi adalah penurunann fungsi ginjal

secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat

mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar.

26

Page 21: BAB II

1) Penyakit dari ginjal

a) Penyakit pada saringan (glomerolus)

b) Infeksi kuman

c) Batu ginjal

d) Kista di ginjal

e) Trauma langsung pada ginjal

f) Keganasan pada ginjal

g) Sumbatan; batu, tumor, penyempitan

2) Penyakit umum diluar ginjal

a. Penyakit sistemik; diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi

b. Dyslipidemia

c. Infeksi di badan; TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

d. Preeklamsi

e. Obat-obatan

f. Kehilangan banyak cairan yang mendadak seperti luka bakar

(Muttaqin dan Sari, 2012).

Penyebab tersering gagal ginjal stadium akhir yang membutuhkan

terapi pengganti ginjal (Chris, 2009).

Tabel 2.4 Penyebab tersering gagal ginjal kronis

Penyebab %

Diabetes melitus 40

27

Page 22: BAB II

Hipertensi 25

Glomerulonefritis 15

Penyakit ginjal polikistik 4

Urologis 6

Tidak diketahui dan lain-lain 10

Sumber: Patofisiologi Aplikasi pada praktik Keperawatan (Chang dkk, 2010)

4. Gejala Klinis

Tanda dan gejala gagal ginjal (GGK)

Adapun yang menjadi tanda dan gejala gagal ginjal kronis antara

lain:

a. Hipervolemia akibat retensi natrium

b. Hipokalsemia dan hiperkalsemia akibat ketidakseimbangan elektrolit

c. Azotemia akibat retensi zat sisa nitrogenus

d. Asidosis metabolik akibat kehilangan bikarbonat

e. Nyeri tulang serta otot dan fraktur yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan kalsium-fospor dan ketidakseimbangan hormon

paratiroid yang ditimbulkan

f. Neuropati perifer akibat penumpukan zat-zat toksik

g. Mulut yang kering, keadaan mudah lelah dan mual akibat hiponatremia

h. Hipotensi akibat kehilangan natrium

28

Page 23: BAB II

i. Perubahan status kesadaran akibat hiponatremia dan penumpukan zat-

zat toksik

j. Frekuensi jantung yang tidak reguler akibat hiperkalemia

k. Hipertensi akibat kelebihan muatan cairan

l. Luka-luka pda gusi dan perdarahan akibat koagulopati

m. Kulit berwarna kuning akibat perubahan proses metabolik

n. kulit yang kering serta bersisik dan gatal yang hebat akibat uremic

frost

o. kram otot dan kedutan yang meliputi iritabilitas jantung akibat

hiperkalemia (Jennifer, 2011).

5. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita gagal ginjal

kronik meliputi:

a. Anemia

b. Neuropati feriper

c. Komplikasi kardiopulmoner

d. Komplikasi gastrointestinal

e. Disfungsi seksual

f. Defek skletal

g. Parestesia

h. Disfungsi syaraf motorik, seperti foot drop dan paralisis flasid

i. Fraktur patologis (Jennifer, 2011).

6. Penanganan

Penanganann gagal ginjal kronis meliputi:

29

Page 24: BAB II

a. Diet rendah protein untuk membatasi produk akhir metabolisme protein

yang tidak dapat dieksresi oleh ginjal

b. Diet tinggi protein bagi pasien-pasien yang menjalani dialisis peritoneal

secara kontinu

c. Diet tinggi kalori untuk mencegah ketoasidosis dan atrofi jaringan

d. Pembatasan asupan natrium dan kalium untuk mencegah kenaikan

kadar kedua mineral ini

e. Pembatasan cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan

f. Obat-obat golongan loop diuretics seperti furosemide (lasix), untuk

mempertahankan keseimbangan cairan

g. Obat-obatan golongan glikosid kardiak, seperti digoksin untuk mobilisasi

cairan yang menyebabkan edema

h. Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengatasi osteodistrofi

renal dengan pengikatan fosfat dan suplementasi kalsium

i. Obat- obata antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah dan edema

j. Obat-obat antiemetik untuk mengendalikan mual dan muntah

k. Metiselulosa atau dokusat untuk mencegah konstipasi

l. Suplemen vitamin, khususnya vit B dan D serta asam-asam esensial

m. Dialisis untuk mencegah hiperkalemia dan ketidakseimbangan cairan

n. Perikardiosentesis darurat atau pembedahan darurat untuk penanganan

kor tamponade

o. Dialisis intensif dan torakosentesis untuk mengurangi edema paru

p. Dialisis peritoneal atau hemodialisa untuk membantu mengendalikan

penyakit ginjal terminal

q. Transplantasi ginjal (biasa di lakukan bila donor tersedia), (Jennifer,

2011).

C. Hemodialisis

1. Definisi

30

Page 25: BAB II

Hemodialisa berasal dari hemo=darah, dan dialysis =pemisahan atau

filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialysis yang digunakan

untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika

secara akut ataupun progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses

tersebut. Terapi ini digunakan dengan menggunakan mesin yang dilengkapi

dengan membran penyaring semipermiabel (ginjal buatan). Hemodialisa

dapat dilakukan pada saat toksin atau racun harus segera dikeluarkan

untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian

(Muttaqin dan Sari, 2012).

Hemodialisis merupakan proses pembersihan darah oleh akumulasi

sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir

gagal ginjal atau paien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis

waktu singkat (Nursalam dan Fransisca, 2006).

Menurut Farida dalam tesisnya yang berjudul

Pengalaman klien Hemodialisa terhadap kualitas hidup dalam

konteks asuhan keperawatan di RSUP Patmawati Jakarta.

menyimpulkan bahwa adanya perubahan dalam pemenuhan kebutuhan

dasar klien yang terdiri dari : 1) kebutuhan fisologis meliputi penurunan

aktivitas, pola nutrisi, pola nafas, pola tidur, gangguan sirkulasi, gangguan

eliminasi, gangguan pada kulit dan gangguan pada fungsi organ; 2) pola

ekspresi psikologis seperti marah, sedih, perasaan takut, depresi dan

31

Page 26: BAB II

perasaan menyesal; 3) ekspresi spritual menjadikan partisipan bersyukur,

pasrah dan meningkatkan ibadah; 4) perubahan interaksi sosial berupa

perubahan aktivitas sosial, gangguan fungsi seksual dan mobilitas serta

dukungan sosial; 5) perubahan status ekonomi, dan harapan klien terhadap

pelayanan hemodialisa yaitu memperoleh kebutuhan dukungan sosial

berupa; 1) dukungan instrumental berupa makanan tambahan selama proses

hemodialisa; 2) dukungan emosional berupa adanya petugas bimbingan

rohani; 3) dan dukungan informasi berupa leafled tentang kebutuhan nutrisi

bagi kebutuhan pasien hemodialisa dan prosedur hemodialisa yang tidak

sesuai.

2. Prosedur Hemodialisis

a. Persiapkan akses pasien dan kanula

b. Berikan heparin (jika tidak ada kontraindikasi)

c. Masukkan heparin saat darah mengalir melalui dialiser semipermiabel

dengan satu arah dan cairan dialisis mengitari membrane dan mengaliri

sisi yang berlawanan.

d. Cairan dialisis harus mengandung air yang bebas dari sodium,

potasium, kalsium, magnesium, klorida, dan dekstrosa setelah

ditambahkan

e. Melalui proses difusi, elektrolit, sampah metabolic, dan komponen asam-

basa dapat dihilangkan atau ditambahkan kedalam darah

32

Page 27: BAB II

f. Penambahan air dihilangkan dari darah (ultrafiltrasi) Darah kemudian

kembali ke tubuh melalui akses pasien (Nursalam dan Fransisca, 2006).

3. Tujuan Hemodialisis

Hemodialisis bertujuan untuk memindahkan produk-produk limbah

yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan melalui mesin

dialisis, pada pasien gagal ginjal kronik (GGK), tindakan hemodialisa dapat

menurunkan resiko kerusakan organ-organ vital laiinnya akibat akumulasi

zat toksik dalam sirkulasi tetapi tindakan hemodialisa tidak

menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien

GGK biasanya harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya

(biasanya tiga kali seminggu paling sedikit 3-4jam perkali terapi) atau

sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin dan Sari,

2012).

Dalam penelitiannya Welas menyimpulkan bahwa ada hubungan

antara penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisa

(interdialysis weight gain = IDWG) terhadap kesehatan fisik dan psikologis

pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi HD di unit HD IP2K

RSUP Fatmawati Jakarta (Riyanto, 2011)

4. Indikasi Hemodialisis

Hemodialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan beberapa

kondisi, seperti ensefalopati uremik, perikarditis, asidosis yang tidak

33

Page 28: BAB II

memberikan respon terhadap pengobatan lainnya, gagal jantung, dan

hiperkalemia (Muttaqin dan Sari, 2012)

Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nita dalam

tesisnya menimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

usia, pendidikan, lamanya hemodialisa, motivasi dan dukungan keluarga

dengan kepatuhan pasien CKD (cronik kidney disease) dalam menjalani

hemodialisa. Usia merupakan factor yang paling kuat berhubungan dengan

kepatuhan pasien setelah itu motivasi dan dukungan keluarga.

5. Prinsip Hemodialisis

Seperti pada ginjal, ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisa,

yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan

kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisis

b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi

yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.

c. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena

perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat.

Latihan fisik selama hemodialisa terbukti dapat meningkatkan

kekuatan otot pada pasien penyakit GGK yang menjalani hemodialisa

(Sulistyaningsi, 2011).

6. Komplikasi Hemodialisis

a. Komplikasi Akut

34

Page 29: BAB II

Pergerakan darah keluar sirkulasi menuju sirkuit dialysis dapat

menyebabkan hipotensi.Dialisis awal yang terlalu agresif dapat

menyebabkan disequilibrium (ketidak seimbangan) dialisis. Sebagai

akibat perubahan osmotik diotak pada saat kadar ureum plasma

berkurang. Efeknya bervariasi dari mual, nyeri kepala sampai kejang

dan koma. Nyeri kepala saat dialisis dapat disebabkan oleh vasodilator

asetat, gatal selama atau sesudah hemodialisa dapat merupakan gatal

pada gagal ginjal kronik yang dieksaserbasi oleh pelepasan pelepasan

histamine akibat reaksi alergi ringan terhadap membrane dialisis. Kram

saat dialisis mungkin mencerminkan pergerakan elektrolit melewati

membrane otot. Hipoksemia selama dialisis dapat mencerminkan

hipoventilasi yang diebabkan oleh pengeluaran bikarbonat atau

pembentukan pirau dalam paru akibat perubahan vasomotor yang

diinduksi oleh zat yang diaktivasi oleh membrane dialisis. Kadar

kalium yang dikurangi secara berlebihan menyebabkan hipokalemia dan

disritmia. Masalah pada sirkuit dialisis menyebabkan emboli udara yang

sebaiknya diobati dengan memposisikan kepala pasien disisi kiri

bawah dengan menggunakan oksigen 100% (Chris, 2009).

b. Komplikasi Kronik

Masalah yang paling sering berkaitan dengan akses dan

termasuk trombosis fistula, pembentukan aneurisma dan infeksi.

Terutamaa dengan graf sintetik atau akses vena sentral sementara.

35

Page 30: BAB II

Infeksi sistemik dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit

dialisis. Transmisi infeksi yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis

virus dan HIV merupakan suatu bahaya potensial. Pada dialisis jangka

panjang deposit protein amyloid dialisis yang mengandung

mikroglubolin dapat menyebabkan sindrom trowongan karpal dan atropi

destruktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang

mengandung aluminium dan kontaminasi dari cairan dialisis dapat

menyebabkan toksisitas aluminium dengan dimensia, mioklonus, kejang

dan penyakit tulang. Keadaan tersebut membaik dengan pemberian

deferoksamin (Chris, 2009).

D. Landasan Teori

Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan yang ditandai

dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realita, kepribadian

masih tetap utuh tidak mengalami keretakan kepribadian, prilaku dapat

terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Dadang, 2014)

Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh luana di RS Universitas

Indonesia menyimpulkan bahwa bahwa terdapat perbedaan bermakna

frekuensi dan periode hemodialisis dan derajat kecemasan Selain itu perlu

36

Page 31: BAB II

dikaji lebih mendalam jenis kecemasan yang diderita oleh penderita

hemodialisis, sehingga penatalaksanaan terhadap setiap individu penderita

hemodialisis yang mengalami kecemasan akan lebih spesifik (Luana dkk,

2012).

E. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori, maka peneliti

membuat kerangka pikir sebagai berikut: Pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani tindakan hemodialisis itu mengalami kecemasan, akan tetapi

tingkat kecemasan yang dialami pasien itu berbeda tergantung bagaimana

mekanisme koping pasien dalam menerima keadaannya.

KECE

Gambar. 2.1 Bagan Kerangka Pikir

37

Kecemasan pada Pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan hemodialisis

Page 32: BAB II

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian

yang menggambarkan fenomena dari variable yang diteliti (Notoadmodjo,

2010), dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan

pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan hemodialisis.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

38

Page 33: BAB II

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 2015. Tempat

penelitian yaitu di RSUD Undata Provinssi Sulawesi tengah.

C. Variabel dan definisi operasional

1. Variabel penelitian

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi

nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat

diteliti secara emperis atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2007).

Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu tingkat kecemesan pasien

gagal ginjal dengan pengobatan hemodialisa

2. Definisi operasional

Adalah suatu unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya

menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga defenisi

operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu

peneliti lain yang ingin menggunakanvariabel yang sama (Setiadi, 2007)

a. Variabel penelitian

Kecemasan pada pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan

hemodialisis. Dengan menggunakan skala HRS-A

Cara ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Skala Ukur: Ordinal

Hasil Ukur: 0 = tidak ada kecemasan (< 14)

39

Page 34: BAB II

1 = kecemasan ringan (14 – 20)

2 = kecemasan sedang (21 – 27)

3 = kecemasan berat (28 – 41)

4 = kecemasan berat sekali (42 – 56)

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari objek yang

diteliti, missal jumlah ibu hamil yang berobat di puskesmas setiap

bulan, jumlah tenaga bidan di rumah sakit rajukandan lain-lain.

b. Data sekunder

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan sumber lain atau

pihak lain, misal data yang diperoleh dari kantor biro statistik (BPS),

dari arsip atau dokemen pasien rumah sakit.

2. Cara pengumpumpulan data

Pengumpulan data kadang-kadang tidak dilakukan oleh peneliti

tetapi menggunakan orang lain yang disebut surveyor atau interviewer.

Untuk mencegah adanya data yang bias (Notoatmodjo, 2010).

40

Page 35: BAB II

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

membagikan kusioner, mewawancarai serta mengamati responden.

E. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:

1. Editing : Memeriksa data yang terkumpul apakah ada kesalahan.

2. Coding : Pemberian nomor kode/ bobot pada jawaban yang

bersifat /kategori.

3. Tabulating : Penyusunan/ penghitungan data berdasarkan variabel

yang diteliti kemudian diolah melalui komputer.

4. Entry Data : Memasukkan data ke komputer untuk keperluan analisis.

5. Cleaning :Memeriksa data dan melihat variabel yang digunakan

apakah datanya sudah benar atau belum.

6. Describing : Menggambarkan / menerangkan data

F. Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa

univariat, untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel yang

termasuk dalam penelitian yaitu tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang

menjalani tindakan hemodialisis dengan rumus:

P= fn

x100 %

Keterangan:

41

Page 36: BAB II

P: Persentase

f: frekuensi jawaban responden

n: Jumlah responden

G. Penyajian Data

Hasil penelitian yang telah dilakukan akan disajikan dalam bentuk

tabel dan penjelasan (narasi) sehingga dapat lebih mudah di pahami.

H. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti,

misalkan data jumlah kelahiran dan kematain bayi di Indonesia salama

satu priode tertentu, jumlah gedung polindes di satu kabupaten, jumlah

pasangan usia subur, jumlah rumah sakit yang yang ada di provinsi,

jumlah balita pengidap gizi buruk, populasi perawat atau bidan, populasi

dokter spesialis anak, populasi penggunaan alat kontrasepsi dari tahun

ketahun, populasi ibu hamil dan populasi-populasi lainnya

(SoyutodanSetiawan. 2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal

yang menjalani tindakan hemodialisis di Ruangan Hemodialisa RSUD

Undata Palu Provinsi Sulawesi Tengah Pada tahun 2015 sebanyak 34

pasien.

2. Sampel

42

Page 37: BAB II

Sedangkan sempel adalah sebagian dari populasi, misalkan

sebagian dari ibu hamil, sebagian dari balita gizi buruk, sebagian dari

perawat atau bidan, sebagian dari pasangan usia subur dan sebagainya.

Penggunaan sampel dalam sebuah penelitian apapun, pasti mempunyai

alasan tertentu (Sunyoto dan Setiawan, 2013)

Maka pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah

sebagian pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan hemodialisis

dengan batasan karateristik 1 tahun terakhir yaitu sebanyak 34 sampel.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Undata lama, secara resmi berdiri pada tahun 1972

berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Provinsi Sulawesi

Tengah nomor : 59/DITTAP/1072 tanggal 7 Agustus 1972, dengan kapasitas

tempat tidur sebanyak 50 tempat tidur. Pemberian nama RSUD “UNDATA”

43

Page 38: BAB II

yang berarti “OBAT KITA” pada perkembangannya, berkat kesungguhan

Pemerintah Daerah dan pihak menejmen RSUD.

Rumah Sakit Umum Undata telah memiliki dua lokasi rumah sakit,

lokasi pertama terletak di jalan dr.Suharso No 14 Palu, yang memiliki luas

tanah sekitar 41.067 M 2 RSUD Undata lama. Gedung perawatan inap

sebanyak 16 ruangan dengan kapasitas 335 tempat tidur dan 14 ruangan

instalasi penunjang perawatan.

Lokasi kedua terletak di jalan RE Martadinata Tondo memiliki

lokasi seluas sekitar 607.000m2 (RSUD Undat baru), dari sebelah utara

berbatasan dengan lokasi perumahan ‘Teluk Palu Permai”, dari sebelah

selatan berbatasan dengan Sekolah Model Terpadu Madani, sebelah timur

berbasan dengan Sekolah Perikanan dan Kelautan dan sebelah barat jalan

RE Martadinata.

Adapun ketenagaan di RSUD Undata adalah sebanyak 828 orang

PNS yang di antaranya terdiri dari 423 orang perawat. Dan perawat yang

bertugas di Ruangan Hemodialisa sebanyak 14 perawat.

B. Temuan Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18-31 Agustus tahun 2015,

dilakukan di lakukan di ruangan Hemodialisa RSUD Undata Palu. Jumlah

sampel yang digunakan adalah 34 responden dan pengambilan sampel

44

Page 39: BAB II

dilakukan dengan cara wawancara dengan mengunjungi para pasien gagal

ginjal yang menjalani tindakan hemodialisis

1. Karakteristik Responden terdiri dari :

a. Umur

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur di ruangan Hemodialisa RSUD Undata Palu.Umur F %

Remaja akhir (17-25 tahun) 1 2,9Dewasa awal (26-35 tahun) 1 2,9Dewasa akhir (36-45 tahun) 12 35,3Lansia awal (46-55 tahun) 12 35,5Lansia akhir (56-65 tahun) 5 14,7Manula (66-80 tahun) 3 8,8

Total 34 100

Sumber : Data primer, 2015

Tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 34 responden pasien gagal

ginjal yang menjalani hemodialisis di ruang Hemodialisa RSUD

Undata. Pasien yang berumur 17-25 tahun sebanyak 2,9%, pasien yang

berumur 26-35 tahun 2,9%, pasien yang berumur 36-45 tahun 35,5%

dan pasien yang berumur 46-55 tahun 35,5%, pasien yang berumur

56-65 tahun 14,7% dan pasien yang berumur 66-80 tahun sebanyak

8,8%.

b. Pendidikan

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan di ruangan Hemodialisa RSUD Undata Palu.

Pendidikan F %SD 4 11,8

SMP 7 20,6SMA 11 32,4

45

Page 40: BAB II

S1 11 32,4S2 1 2.9

Total 34 100.0Sumber : Data Primer, 2015

Pada tabel 4.2, menunjukan bahwa dari 34 responden pasien gagal

ginjal yang menjalani tindakan Hemodialisis di Ruangan Hemodialisa

RSUD Undata Palu, responden yang berpendidikan SD 11,8%,

responden yang berpendidikan SMP sebanyak 20,6%, responden yang

berpendidikan SMA sebanyak 32,4%, responden yang berpendidikan S1

sebanyak 32,4%, dan responden yang berpendidikan S2 sebanyak

2,9%.

c. Pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan di Ruang Hemodialisa RSUD Undata Palu

Pekerjaan F %Pelajar 1 2,9Tani 1 2,9

Wiraswasta 10 29,4Honorer 1 2,9

PNS 9 26,5TNI/POLRI 2 5,9

URT 10 29,4Total 34 100

46

Page 41: BAB II

Sumber : Data Primer, 2015

Pada tabel 4.3, menunjukan bahwa dari 34 responden pasien

gagal ginjal yang menjalani tindakan Hemodialis di ruang

Hemodialisa di RSUD Undata Palu, pasien yang memiliki pekerjaan

sebagai pelajar sebanyak 2,9%, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai

petani sebanyak 2,9%, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai

wiraswasta sebanyak 29,4%, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai

honorer sebanyak 2,9%, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai PNS

sebanyak 26,5, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai TNI/POLRI

sebanyak 5,9%, dan pasien yang memiliki pekerjaan sebagai URT

sebanyak 29,4%.

2. Analisa Univariat

Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang

menjalani tinakan Hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUD Undata

Palu dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat kecemasan

pasien Gagal Ginjal yang menjalani tindakan Hemodialisis

di Ruang Hemodialisa RSUD Undata Palu.

Tingkat Kecemasan F %Tidak ada kecemasan 2 5,9

Kecemasan ringan 11 32,4Kecemasan sedang 9 26,5Kecemasan berat 12 35,3

47

Page 42: BAB II

Total 34 100

Sumber: Data primer yang diolah, 2015

Pada tabel 4.4, menunjukan bahwa dari 34 responden pasien

gagal ginjal yang menjalani tndakan Hemodialisis di ruangan

Hemodialisa RSUD Undata Palu, pasien yang tidak mengalami

kecemasan sebanyak 5,9%, pasien yang mengalami kecemasan ringan

sebanyak 32,4%, pasien yang mengalami kecemasan sedang sebanyak

26,4%, sedangkan pasien yang mengalami kecemasan berat sebanyak

35,3%.

C. Pembahasan

Tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan

Hemodialisis di ruangan Hemodialisa RSUD Undata Palu

Hasil analisa univariat menunjukkan, bahwa dari 34 responden

terdapat 12 responden yang mengalami kecemasan berat dengan proporsi

35,5%, yang mengalami kecemasan sedang sebanyak 9 responden dengan

proporsi 26,5%, yang mengalami kecemasan ringan 11 responden dengan

proporsi 32,4%, dan yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 2

responden dengan proporsi 5,9%.

Asumsi peneliti, lebih banyak responden yang mengalami

kecemasan berat disebabkan karna proses penyakit yang diderita responden

serta tindakan hemodialisis yang harus di jalani seumur hidup, peneliti juga

48

Page 43: BAB II

berpendapat bahwa tingkat kecemasan berat juga disebabkan oleh faktor

usia dimana responden paling banyak masih dalam usia produktif yaitu 36-

45 tahun (35,3%) dan usia 46-55 tahun (35,3%), dimana pada usia tersebut

mereka dalam masa keemasan dan memiliki motivasi yang tinggi serta

tanggung jawab yang besar baik dalam keluarga maupun dalam pekerjaan

tapi dengan adanya penyakit gagal ginjal serta tindakan hemodialisis yang

harus dijalani membuat segalanya terbatas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan Hawari

(2014) yang menyatakan bahwa Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam

perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang

mendalam dan berkelanjutan, dengan keluhan yang sering dikemukakan oleh

pasein yang mengalami kecemasan antara lain sebagai berikut: kecemasan,

khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung,

Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, Takut sendirian, takut

pada keramaian, dan banyak orang, Gangguan pola tidur dan mimpi yang

menegangkan,Gangguan konsentrasi dan daya ingat, dll.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nuraini (2012) dalam penlitiannya mendapatkan bahwa Usia dewasa

muda dari segi fisik, masa dewasa adalah masa puncak

perkembangan fisik. Sedangkan dari segi emosional adalah

masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar

49

Page 44: BAB II

yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Namun pada

pasien yang menderita gagal ginjal dan harus menjalani

rutinitas hemodialisa, keadaan ini diakui memberikan

perubahan-perubahan dalam diri mereka, baik secara fisik

dan emosional, secara fisik mereka merasa terbatas dalam

melakukan aktifitas sehari-hari sehingga mereka berusaha

melakukan adaptasi terhadap keadaan sakit dan keharusan

melakukan aktifitas HD dengan aktivitas mereka

sebelumnya.

BAB V

PENUTUP

50

Page 45: BAB II

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tingkat kecemasan pasien

gagal ginjal yang menjalani tindadakan Hemodialisis di ruangan

Hemodialisa RSUD Undata Palu Provinsi Sulawesi Tengah, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

Pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan Hemodialisis sebagian

besar mengalami kecemasan berat .

B. Saran

1. Untuk Rumah Sakit Umum Undata Palu

Hendaknya melakukan upaya-upaya untuk melengkapi pasilitas ruangan

khususnya di Ruangan Hemodialisa agar dapat memberi atau meningkatkan

kenyamanan pada pasien yang menjalani tindakan hemodialisis.

2. Untuk STIK Indonesia Jaya Palu

Diharapkan dapat meningkatkan sarana dan prasarana pembelajaran

khususnya buku-buku sehingga dalam proses penyusunan skripsi

mahasiswa menjadi lebih mudah untuk mendaptkan referensi yang sesuai.

3. Bagi peneliti lain

51

Page 46: BAB II

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti

berikutnya dan dapat dikembangkan baik dari subjek maupun objek

penellitian.

DAFTAR PUSTAKA

52

Page 47: BAB II

Chang, Esther.Dalym, John. Elliott, Doug. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada praktik Keperawatan. EGC. Jakarta.

Chris, O’Callaghan. 2009. At a glance system ginjal, edisi kedua Erlangga. Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. 2O14. Jumlah pasien GGK di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Kasi PTM (penyakit tidak menular). Palu

Farida, Anna. 2010. Pengalaman klien Hemodialisa terhadap kualitas hidup dalam konteks asuhan keperawatan di RSUP Patmawati Jakarta.Depok. Tesis Fakultas ilmu keperawatn pasca sarjana ilmu kekhususan keperawatan Medikal Bedah UI.

Hawari, Dadang. 2011. Stres Cemas Dan Depresi. Fakultas kedokteran indonesia.Jakarta.

Hidayat, Alimul,. A, Aziz. 2011. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Salemba Medika. Jakarta

Jennifer P, Kowalk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Kamaluddi,Ridlwan. Rahayu Eva. 2009. analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo Porwokerto.Jurnal keperawatan soedirman (the soedirman journal of nursing, 04(01): 25.

Luana, NA. Sahala, Panggabean. Joyce, VM Lengkong. Ika, Christine. 2012. Kecemasan pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUniversitas Kristen Indonesia. FKUI Diponegoro, (online), vol 46, no 3, di akses selasa 9 juni 2015.

Musa,wartilisna la. Kundre, Rinna. Babakal, Abra. 2015. Hubungan tindakan hemodialisa dengan tingkat kecemasan klien gagal ginjal di ruangan dahlia RSUP Prof Dr. Kandaou Manado. ejurnal keperawatan (e-kp), 3(01).

Muttaqin Arif, Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta

Nasir., ABD. Muhith, Abdul.Ideputri., ME. 2011. Buku Ajar Metodologi penelitian kesehatan. Nuha medika. Yogyakarta.

53

Page 48: BAB II

Ningsih,Slamet. 2012. Pengaruh logo terapi individu paradoxical intention terhadap penurunan kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi Hemodialisa di RS Islam cempaka putih Jakarta Pusat. Jakarta. Tesis fakultas ilmu keperawatan program studi magister keperawatan peminatan keperawatan jiwa universitas Indonesia.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nugraha, Jamiat, Nandang. 2011. Pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menjalani terapi hemodialisa di kota bandung: studi fenomenologi. Depok. Tesis fakultas ilmu keperawatan program studi magister ilmu keperawatan Universitas Indonesia.

Nurani, Vika, Maris. Sulis, Mariyanti. 2013.Gambaran Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal psikologi, 11(01):11

Nurcahyati, Sofiana. 2010. Analisa faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit gagal ginjal kronis yang menjalani Hemodialisa di RS Islam Fatima Cilacap dan RSUD Banyumas. Depok. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Kekususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia.

Nursalam, Fransisca. 2006. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system perkemihan. Salemba medika. Jakarta.

Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Nuhamedika. Yogyakarta

Panggabean, Pash, Dkk. 2015. Pedoman Penulisan proposal skripsi. STIK Indonesia Jaya Palu. Palu

Riyanto, Welas. 2011. Hubungan antara penabahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain) terhadap kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di unit hemodialisa di RSUP Fatmawati Jakarta. Depok. Tesis Fakultas ilmu keperawatan Universitas Indonesia.

Rumah Sakit Umum Daerah Undata. 2014. Jumlah pasien gagal ginjal. Rekammedik. Palu

54

Page 49: BAB II

Santoso, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika. Jakarta

Septiwi, Cahyu. 2010. Hubungan antara Adekuasi Hemodialisa dengan kualitas hidup pasien Hemodialisa diunit Hemodialisa RS, Prof,Dr Margono Soekarno Purwokerto. Depok. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Kekususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia.

Setiadi. 2007. Konsep & penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu. Yogjakarta

Sulistini, Rumentalia. Yetti, Krisna. Hariyati, Sri, Tutik., Rr. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi fatigue pada pasien yang menjalani Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(02): 75-82.

Sulistyaningsi, Dwi Retno. 2011. Efektivitas latihan fisik selama Hemodialisa terhadap peningkatan kekuatan otot pasien penyakit gagal ginjal kronik di RSUD kota Semarang. Depok. Tesis fakultas ilmu keperawatan program pascasarjana kekhususan keperawatan medical bedah universitas indonesia.

Sunyoto, Danang. Setiawan, Ari. 2013. Buku ajar statistic kesehatan parametric, non parametrik, validitas, dan reabilitas. Nuha Medika. Yogyakarta

Syamsiah Nita. 2011. Faktor-faktor yang berhungan dengan kepatuhan klien pasien CKD yang menjalani hemodialisa di RSPAU Dr Esnawan Antariksa Halim perdana kusuma Jakarta. Depok. Tesis fakultas ilmu keperawatan Universitas Indonesia.

WHO (world health organization). 2013. Jumlah penderita gagal ginjal. Bulletin of the World Health Organization. 07: 737-813.

Wurara.,GV,Yamima. Kanine,esrom.Wowiling, Ferdinand. 2013. Mekanisme koping pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RS Prof. Dr RD. kandou manado. Ejurnal keperawatan (e-kep),1(01): 6-7.

Vivi. 2012.Pendekatan kognitif prilaku untuk mengurangi kecemasan pada Pasien gagal ginjal terminal cognitive behavioral approach to reduceanviety for end-stage renal disease patients. Depok. Tesis Fakultas psikologi program magister profesi psikologi peminatan klinis dewasa Universitas Indonesia.

55