BAB II
-
Upload
ardy-serizawa -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Umum Tentang Kecemasan
1. Definisi
Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realita, kepribadian
masih tetap utuh tidak mengalami keretakan kepribadian, prilaku dapat
terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2014).
Cemas adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutann yang tidak
jelas dan gelisah disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was-was untuk
mengatasi bahaya, ini merupakan sinyal peringatan individu untuk
mengambil langkah untuk menghadapinya (Santoso, 2006).
Dalam sebuah studi fenomenologi yang telah diteliti sebelumnya
menyimpulkan bahwa saat keluarga mengetahui bahwa salah satu anggota
keluarga menderita penyakit gagal ginjal kronik dan harus menjalani
terapi Hemodialisa yang pertama akan berubah adalah respon psikologis
caregiver.Dan sebagai dampak terjadi perubahan fisik, psikologis, spiritual,
dan financial. Perubahan-perubahan tersebut masih merupakan perubahan
7
awal karna dalam penelitian lain caregiver akan mengalami perubahan
yang lebih berat lagi (Nugraha. 2011).
2. Gejala umum kecemasan
Gejala kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun)
merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan
(psychiatric disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam
beberapa kelompok, yaitu: gangguan cemas (anxiety disorde), gangguan
cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder/GAD), gangguan panik
(panic disorder), gangguan phobik (phobic disorder), dan gangguan absesif-
kompulsif (obsessive-complusive disorder).
Tidak semua orang yang mengalami stresor psikososial akan
menderita gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur kpribadiannya.
Orang dengan kepribadian pencemas lebih rentan(vulnerable) untuk
menderita gangguan cemas, atau dengan kata lain orang dengan
kepribadian pencemas resiko untuk menderita gangguan cemas lebih besar
dari orang yang tidak berkepribadian pencemas. Orang dengan kepribadian
pencemas tidak selamanya mengeluh hal-hal yang sifatnya psikis tetapi
sering juga disertai dengan keluhan fisik dan juga tumpang tindih dengan
ciri-ciri kepribadian defresif, atau dengan kata lain batasannya seringkali
tidak jelas (Hawari, 2014).
8
3. Gejala klinis kecemasan
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang
mengalami kecemasan antara lain sebagai berikut:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut,
c. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang,
d. Gangguan pola tidur dan mimpi yang menegangkan,
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat,
f. Keluhan-keluhan yang somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan
tulang,pendengaram berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
Selain keluhan-keluhan cemas secara umum diatas, ada lagi
kelompok cemas yang lebih berat yaitu gangguan cemas menyeluruh,
gangguan panik, dan gangguan obsesif-kompulsif (Hawari, 2014).
4. Jenis Gangguan Kecemasan
a. Gangguan cemas menyeluruh
Secara klinis selain gejala cemas yang biasa, disertai dengan
kecemasan yang menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlangsung
selama 1bulan) dengan manifestasi 3 dari 4 kategori gejala berikut ini:
1) Ketegangan motorik/alat gerak:
a) Gemetaran
9
b) Tegang
c) Nyeri otot
d) Letih
e) Tidak dapat santai
f) Kelopak mata bergetar
g) Kening berkerut
h) Muka tegang
i) Gelisah
j) Tidak dapat diam
k) Mudah kaget
2) Hiperaktivitas saraf autunom (simpatis/parasimpatis):
a) Berkeringat berlebihan
b) Jantung berdebar-debar
c) Rasa dingin
d) Telapak tangan dan kaki basah
e) Mulut kering
f) Pusing
g) Kepala terasa ringan
h) Kesemutan
i) Rasa mual
j) Rasa aliran panas atau dingin
k) Sering buang air seni
l) Diare
m)Rasa tidak enak di ulu hati
n) Kerongkongan tersumbat
o) Muka merah atau pucat
p) Denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat
10
3) Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang
(apprehensive expectation):
a) Cemas, khawatir, takut
b) Berpikir berulang (rumination)
c) Membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau
orang lain.
4) Kewaspadaan berlebihan:
a) Mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga mengakibatkan
perhatian mudah teralih
b) Sukar konsentrasi
c) Sukar tidur
d) Merasa ngeri
e) Mudah tersinggung
f) Tidak sabar
Gejala-gejala tersebut di atas baik yang bersifat psikis maupun
fisik pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya gejala
itu harus ada. Bila diperhatikan gejala-gejala kecemasan ini mirip
dengan orang yang mengalami stres, bedanya pada stres didomonasi
oleh gejala fisik sedangkan pada kecemasan didominasi oleh gejala
psikis.
Pendekatan kognitif prilaku untuk mengurangi kecemasan pada
pasien gagal ginjal terminal, Cognitive behavioral approach to reduce
anxiety for and stage renal disease patient yang menyimpulkan
pendekatan kognitif prilaku dapat menurunkan kecemasan pada pasien
gagal ginjal terminal (Vivi, 2012)
11
5. Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pasien Hemodialisa
Seperti yang dikutip dalam sebuah jurnal yang
bejudul Gambaran Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Yang menyimpulkan:
1. Usia dewasa muda dari segi fisik, masa dewasa
adalah masa puncak perkembangan fisik. Sedangkan
dari segi emosional adalah masa dimana motivasi
untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung
oleh kekuatan fisik yang prima. Namun pada pasien
yang menderita gagal ginjal dan harus menjalani
rutinitas hemodialisa, keadaan ini diakui memberikan
perubahan-perubahan dalam diri mereka, baik secara
fisik dan emosional.
2. Secara fisik mereka merasa terbatas dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.Sehingga mereka berusaha melakukan
adaptasi terhadap keadaan sakit dan keharusan
melakukan aktifitas HD dengan aktifitas mereka
sebelumnya. Secara emosional, mereka harus merasa
keadaan ini membuat beberapa hal tidak bisa mereka
capai, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri
dengan menurunkan standar ideal mereka agar sesuai
12
dengan kenyataan yang terjadi. Keadaan sakit GGK dan
harus menjalani rutinitas hemodialis amembuat ketiga
subjek merasakan adanya beban penderitaan yang
bersifat fisik, psikologis, social dan finansial.Keadaan ini
dirasakan ketiga subjek sebagai peristiwa tragis/tragic
eventdalam hidup mereka.Beban penderitaan dan
peristiwa tragis yang dialami ketiga subjek membawa
mereka pada perasaan meaningless dengan merasa
adanya perasaan tidak berdaya, pesimis, merasa tidak
percaya diri dan merasa tidak berarti (Nuraini dan Sulis,
2013 ).
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya cemas pada pasien yang
menjalani hemodialisa antara lain:
a. Faktor psikis yang menimbulkan kecemasan pada pasien hemodialisa
adalah perubahan yang terjadi pada kehidupannya seperti
pelaksanaan dialisis yang yang harus dilakukan terus-menerus setiap
dua kali dalam seminggu bahkan lebih dan keadaan ketergantungan
pada mesin dialisis seumur hidupnya, hal ini memicu kebosanan pada
pasien hemodialisa dan perasaan khawatir terhadap penyakit yang
berlangsung lama dan menetap.
13
b. Faktor fisik yang menyebabkan antara lain lingkungan dan status
kesehatan, suasana lingkungan yang yang terdapat banyak alat yang
belum dikenal oleh pasien baik bentuk suara dan banyaknya alat
yang di tempelkan ketubuh pasien, mengakibatkan pasien merasa
takut dan cemas. Status kesehatan yang berkaitan dengan penyakit
yang diderita oleh pasien hemodialisa merupakann keadaan penyakit
terminal dan tidak dapat disembuhkan lagi, hal ini dapat
mengakibatkan kecemasan pada individu atau pasien. Sedangkan pada
pasien gagal ginjal yang baru pertama kali melakukan hemodialisa
akan mengalami kecemasan yang lebih tinggi.
Table 2.1 penggolongam usia
Penggolongan usia Usia
Remaja akhir 17-25 tahun
Dewasa awal 26-35 tahun
Dewasa akhir 36-45 tahun
Lansia awal 46-55 tahun
Lansia akhir 56-65 tahun
Manula 66-80 tahun
Sumber: Depkes RI 2009
6. Dampak Kecemasan
14
Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun
situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini
tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi
ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai
dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat
menimbulkan penyakit fisik, dengan melakukan pendekatan religius
seperti berdoa dan beribadah sesuai dengan keyakinan maka dapat
memberikan respon positif, sehingga mampu memberikan ketenangan
batin serta meningkatkan mekanisme koping adaptif (Wurara dkk, 2013)
7. Klasifikasi tingkat kecemasan
Menurut Stuart (2009) dalam Slametiningsih (2012) klasifikasi
kecemasan di bagi menjadi 4 tingkatan yaitu:
a. Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari:
kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan
lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan secara kreatif.
b. Kecemasan sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang
persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian
15
yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan
untuk melakukanya.
c. Kecemasan berat
Sangat mengurangi lapangan persepsi individu. Individu cenderung
berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang
hal lain, tidak mampu memecahkan masalah.
d. Panik (disorganitation personality)
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang
rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali,
individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik mencakup disorganisasian kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan
dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam jangka waktu yang lama
dapat terjadi kelelahan dan kematian.
8. Alat Ukur cemasan
Alat ukur kesemasan bertujuan untuk sejauh mana derajat
kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat, atau berat sekali, orang
yang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama
Hamilton Rating Scale For Anxiety(HRS-A).Alat ukur ini terdiri dari 14
16
kelompok gejala yang masing-masing kelompok gejala diberi penilaian
angka (score) antara0-4, yang artinya adalah:
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
1= gejala ringan
2 = gejala sedang
3 = gejala berat
4 = gejala berat sekali
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter
(psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui
teknik wawancara langsung, masing-masing nilai angka dari ke 14
kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan
tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:
Total Nilai (score): > 14 = tidak ada kecemasan
14-20 = kecemasan ringan
21-27 = kecemasan sedang
28-41 = kecemasan berat
42-56 = kecemasan berat sekali
17
Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah
sebagai berikut:
Table 2.2 Skala HRS-A
N0 Gejala Kecemasan Nilai Angka/Skor
0 1 2 3 4
1 Perasaan cemas (ansietas)a. Cemasb. Firasat burukc. Takut akan pikiran sendrid. Mudah tersinggung
2 Ketegangana. Merasa tegangb. Lesuc. Tidak bisa istirahat tenangd. Mudah terkejute. Mudah menangisf. Gemetarg. Gelisah
3 Ketakutana. Pada gelap
18
b. Pada orang asingc. Ditinggal sendirid. Pada binatang besare. Pada keramaian lalu lintasf. Pada kerumunan orang banyak
Gejala Kecemasan Nilai Angka/Skor
0 1 2 3 4
4 Gangguan tidura. Sukar masuk tidurb. Terbangun malam haric. Tidur tidak nyenyakd. Bangun badan lesue. Banyak mimpi-mimpif. Mimpi burukg. Mimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasana. Sukar konsentrasib. Daya ingat menurunc. Daya ingat buruk
6 Perasaan depresi (murung)a. Hilangnya minatb. Berkurangnya kesenangan pada
hobbic. Sedihd. Bangun dini harie. Perasaan berubah-ubah sepanjang
19
hari7 Gejala somatik/fisik (otot)
a. Sakit dan nyeri di otot-ototb. Kakuc. Kedutan ototd. Gigi gemerutuke. Suara tidak stabil
8 Gejala somatik/fisik (sensorik)a. Tinitus (telingan berdenging)b. Pengelihatan kaburc. Muka merah atau pucatd. Merasa lemase. Perasaan ditusuk-tusuk
NO Gejala Kecemasan Nilai Angka/ Skor
0 1 2 3 4
9 Gejala cardiovaskuler (jantung danPembuluh darah)a. Takikardia (denyut jantung cepat)b. Berdebar-debarc. Nyeri di dadad. Denyut nadi mengerase. Rasa lesu/lemas seperti mau
pingsanf. Detak jantung menghilang
(berhenti10 Gejala respiratori (pernafasan)
a. Rasa tertekan atau sempit di dadab. Rasa tercekikc. Sering menarik nafasd. Nafas pendek/sesak
11 Gejala gastrointestinal (pencernaan)a. Sulit menelanb. Perut melilit
20
c. Gangguan pencernaand. Nyeri sebelum dan sesudah makane. Perasaan terbakar di perutf. Rasa penuh atau kembungg. Mualh. Muntahi. Buang air besara lembekj. Sukar buang air besar (konstipasi)k. Kehilangan berat badan
No Gejala Kecemasan Nilai Angka/Skor
0 1 2 3 4
12 Gejala urogenital (perkemihan danKelamin)a. Sering buang air kecilb. Tidak dapat menahan air senic. Tidak datang bulan (tidak haid)d. Darah haid berlebihane. Darah haid amat sedikitf. Masa haid berkepanjangang. Masa haid amat pendekh. Haid beberapa kali sebulani. Menjadi dingin (frigid)j. Ejakulasi dinik. Ereksi melemahl. Ereksi hilangm. Impotensi
13 Gejala autonoma. Mulut kering
21
b. Muka merahc. Mudah berkeringatd. Kepala pusinge. Kepala terasa beratf. Kepala terasa sakirg. Bulu-bulu berdiri
14 Tingkah laku (sikap) pada wawancaraa. Gelisahb. Tidak tenangc. Jadi gemetard. Kerut keninge. Muka tegangf. Otot tegang/mengerasg. Nafas pendek dan cepatTotal skor
Sumber: Stres Cemas Dan Depresi(Dadang. 2014)
Perlu diketahui bahwa alat ukur HRS-A ini bukan dimaksudkan
untuk menegakkan diagnosa gangguan cemas. Diagnosa gangguan cemas
ditegakkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter (psikiater), sedangkan
untuk mengukur derajat berat ringannya gangguan cemas itu digunakan
alat ukur HRS-A.
Terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi dan periode
hemodialisis dan derajat kecemasan pada penderitahemodialisis (Luanna dkk,
2012).
B. Konsep Umum Gagal Ginjal
1. Gagal Ginjal Akut (GGA)
22
Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal
secara mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal serta gangguan fungsi
tubulus dan glomerolus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan
terjadi azotemia(peningkatan kadar nitrogen darah, peningkatan kreatinin
serum, dan retensi produk metabolik yang harus dieksresikan oleh ginjal),
(Muttaqin dan Sari. 2012).
Gagal ginjal akut suatu keadaan berhentinya fungsi ginjal secara
tiba-tiba dapat disebabkan oleh obstruksi, sirkulasi darah yang terganggu,
atau penyakit ginjal yang melatari (Jennifer, 2011).
2. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal kegagaln fungsi
ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elekrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolik(tosik uremik) dalam darah (Arif dan Kumala,
2012).
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit ginjal tahap akhir dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit sert mengarah pada kematian (padilla,
2012)
Tabel 2.3 Stadium gagal ginjal kronis
Stadium Keterangan GFR (mL/menit/1,73m2)
23
1 Kerusakan ginjal dengan GFR
normal atau meningkat
>90
2 Kerusakan ginjal dengan
penurunan GFR ringan
60-89
3 Penurunan GFR yang sedang 30-59
4 Penurunan GFR yang berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 (dialisis)
Sumber: Patofisiologi Aplikasi pada praktik Keperawatan (Chang dkk, 2010)
Perbedaan gagal ginjal akut dan kronik
Baik gagal ginjal akut maupun kronik meningkatkan kalium, ureum,
dan kreatinin plasma, serta menyebabkan asidosis metabolik. Pada gagal
ginjal kronik, biasanya terdapat komplikasi kronik yang meliputi anemia
akibat eritropoitin yang tidak adekuat, serta penyakit tulang, biasanya
dengan kadar kalsium rendah, fosfat tinggi, hormon paratiroid yang tinggi.
Yang khas, kadar kalsium plasma yang rendah pada gagal ginjal kronik.
Kecuali jika terdapat hiperparatiroidisme tersier. Hasil temuan kunci pada
gagal ginjal kronik adalah ginjal yang kecil pada ultrasonografi. Ukuran
yang berkurang ini disebabkan oleh atrofi dan fibrosis (Chris, 2009).
Secara ringkas patofiologi gagal ginjal kronis awalnya dimulai dari
fase awal gangguan, keseimangan cairan, penanganan garam, serta
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian
ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal yang turun kurang dari 25%
normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin mimimal karna
24
nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.
Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresi
serta mengalami hipertropi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron
yang tersisa menghadapi tugas semakin berat sehingga nefron tersebut
ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyususpan progresif nefron-
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan
berkurang, dengan tujuan akan terjadi peningkatan filtrasi protein-protein
plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk
jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif
fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-
metabolit yang seharusnya di keluarkan dari sirkulasi sehingga akan
terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada
setiap organ tubuh. Dampak dari gagal gijal kronis memberikan berbagai
masalah keperawatan (Muttaqin dan Sari, 2012).
Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan
pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD Prof.Dr.
Margono Soekarjo Porwokerto menyipulkan: faktor usia serta lama
menjalani Hemodialisa tidak mempengaruhi kepatuhan dalam dalam
mengurangi asupan cairan pasien akan tetapi keterlibatan tenaga kesehatan
25
dan keterlibatan keluarga mempengaruhi kepatuhan dalam pemenuhan
cairan (Kamaluddin dan Eva, 2009).
3. Etiologi
a. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut dapat berupa prarenal, intrarenal, atau
pascarenal. Penyebab kegagalan prarenal;
1) Aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah jantung
2) Temponade kor (jantung)
3) Gagal Jantung
4) Infark miokard
5) Luka bakar
6) Dehidrasi
7) Perdarahan
8) Syok hipopolemik
9) Trauma
10) Sepsis
11) Eklampsia
b. Gagal Ginjal Kronik
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronis. Respon yang terjadi adalah penurunann fungsi ginjal
secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar.
26
1) Penyakit dari ginjal
a) Penyakit pada saringan (glomerolus)
b) Infeksi kuman
c) Batu ginjal
d) Kista di ginjal
e) Trauma langsung pada ginjal
f) Keganasan pada ginjal
g) Sumbatan; batu, tumor, penyempitan
2) Penyakit umum diluar ginjal
a. Penyakit sistemik; diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. Infeksi di badan; TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
d. Preeklamsi
e. Obat-obatan
f. Kehilangan banyak cairan yang mendadak seperti luka bakar
(Muttaqin dan Sari, 2012).
Penyebab tersering gagal ginjal stadium akhir yang membutuhkan
terapi pengganti ginjal (Chris, 2009).
Tabel 2.4 Penyebab tersering gagal ginjal kronis
Penyebab %
Diabetes melitus 40
27
Hipertensi 25
Glomerulonefritis 15
Penyakit ginjal polikistik 4
Urologis 6
Tidak diketahui dan lain-lain 10
Sumber: Patofisiologi Aplikasi pada praktik Keperawatan (Chang dkk, 2010)
4. Gejala Klinis
Tanda dan gejala gagal ginjal (GGK)
Adapun yang menjadi tanda dan gejala gagal ginjal kronis antara
lain:
a. Hipervolemia akibat retensi natrium
b. Hipokalsemia dan hiperkalsemia akibat ketidakseimbangan elektrolit
c. Azotemia akibat retensi zat sisa nitrogenus
d. Asidosis metabolik akibat kehilangan bikarbonat
e. Nyeri tulang serta otot dan fraktur yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan kalsium-fospor dan ketidakseimbangan hormon
paratiroid yang ditimbulkan
f. Neuropati perifer akibat penumpukan zat-zat toksik
g. Mulut yang kering, keadaan mudah lelah dan mual akibat hiponatremia
h. Hipotensi akibat kehilangan natrium
28
i. Perubahan status kesadaran akibat hiponatremia dan penumpukan zat-
zat toksik
j. Frekuensi jantung yang tidak reguler akibat hiperkalemia
k. Hipertensi akibat kelebihan muatan cairan
l. Luka-luka pda gusi dan perdarahan akibat koagulopati
m. Kulit berwarna kuning akibat perubahan proses metabolik
n. kulit yang kering serta bersisik dan gatal yang hebat akibat uremic
frost
o. kram otot dan kedutan yang meliputi iritabilitas jantung akibat
hiperkalemia (Jennifer, 2011).
5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita gagal ginjal
kronik meliputi:
a. Anemia
b. Neuropati feriper
c. Komplikasi kardiopulmoner
d. Komplikasi gastrointestinal
e. Disfungsi seksual
f. Defek skletal
g. Parestesia
h. Disfungsi syaraf motorik, seperti foot drop dan paralisis flasid
i. Fraktur patologis (Jennifer, 2011).
6. Penanganan
Penanganann gagal ginjal kronis meliputi:
29
a. Diet rendah protein untuk membatasi produk akhir metabolisme protein
yang tidak dapat dieksresi oleh ginjal
b. Diet tinggi protein bagi pasien-pasien yang menjalani dialisis peritoneal
secara kontinu
c. Diet tinggi kalori untuk mencegah ketoasidosis dan atrofi jaringan
d. Pembatasan asupan natrium dan kalium untuk mencegah kenaikan
kadar kedua mineral ini
e. Pembatasan cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan
f. Obat-obat golongan loop diuretics seperti furosemide (lasix), untuk
mempertahankan keseimbangan cairan
g. Obat-obatan golongan glikosid kardiak, seperti digoksin untuk mobilisasi
cairan yang menyebabkan edema
h. Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengatasi osteodistrofi
renal dengan pengikatan fosfat dan suplementasi kalsium
i. Obat- obata antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah dan edema
j. Obat-obat antiemetik untuk mengendalikan mual dan muntah
k. Metiselulosa atau dokusat untuk mencegah konstipasi
l. Suplemen vitamin, khususnya vit B dan D serta asam-asam esensial
m. Dialisis untuk mencegah hiperkalemia dan ketidakseimbangan cairan
n. Perikardiosentesis darurat atau pembedahan darurat untuk penanganan
kor tamponade
o. Dialisis intensif dan torakosentesis untuk mengurangi edema paru
p. Dialisis peritoneal atau hemodialisa untuk membantu mengendalikan
penyakit ginjal terminal
q. Transplantasi ginjal (biasa di lakukan bila donor tersedia), (Jennifer,
2011).
C. Hemodialisis
1. Definisi
30
Hemodialisa berasal dari hemo=darah, dan dialysis =pemisahan atau
filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialysis yang digunakan
untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika
secara akut ataupun progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. Terapi ini digunakan dengan menggunakan mesin yang dilengkapi
dengan membran penyaring semipermiabel (ginjal buatan). Hemodialisa
dapat dilakukan pada saat toksin atau racun harus segera dikeluarkan
untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian
(Muttaqin dan Sari, 2012).
Hemodialisis merupakan proses pembersihan darah oleh akumulasi
sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau paien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis
waktu singkat (Nursalam dan Fransisca, 2006).
Menurut Farida dalam tesisnya yang berjudul
Pengalaman klien Hemodialisa terhadap kualitas hidup dalam
konteks asuhan keperawatan di RSUP Patmawati Jakarta.
menyimpulkan bahwa adanya perubahan dalam pemenuhan kebutuhan
dasar klien yang terdiri dari : 1) kebutuhan fisologis meliputi penurunan
aktivitas, pola nutrisi, pola nafas, pola tidur, gangguan sirkulasi, gangguan
eliminasi, gangguan pada kulit dan gangguan pada fungsi organ; 2) pola
ekspresi psikologis seperti marah, sedih, perasaan takut, depresi dan
31
perasaan menyesal; 3) ekspresi spritual menjadikan partisipan bersyukur,
pasrah dan meningkatkan ibadah; 4) perubahan interaksi sosial berupa
perubahan aktivitas sosial, gangguan fungsi seksual dan mobilitas serta
dukungan sosial; 5) perubahan status ekonomi, dan harapan klien terhadap
pelayanan hemodialisa yaitu memperoleh kebutuhan dukungan sosial
berupa; 1) dukungan instrumental berupa makanan tambahan selama proses
hemodialisa; 2) dukungan emosional berupa adanya petugas bimbingan
rohani; 3) dan dukungan informasi berupa leafled tentang kebutuhan nutrisi
bagi kebutuhan pasien hemodialisa dan prosedur hemodialisa yang tidak
sesuai.
2. Prosedur Hemodialisis
a. Persiapkan akses pasien dan kanula
b. Berikan heparin (jika tidak ada kontraindikasi)
c. Masukkan heparin saat darah mengalir melalui dialiser semipermiabel
dengan satu arah dan cairan dialisis mengitari membrane dan mengaliri
sisi yang berlawanan.
d. Cairan dialisis harus mengandung air yang bebas dari sodium,
potasium, kalsium, magnesium, klorida, dan dekstrosa setelah
ditambahkan
e. Melalui proses difusi, elektrolit, sampah metabolic, dan komponen asam-
basa dapat dihilangkan atau ditambahkan kedalam darah
32
f. Penambahan air dihilangkan dari darah (ultrafiltrasi) Darah kemudian
kembali ke tubuh melalui akses pasien (Nursalam dan Fransisca, 2006).
3. Tujuan Hemodialisis
Hemodialisis bertujuan untuk memindahkan produk-produk limbah
yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan melalui mesin
dialisis, pada pasien gagal ginjal kronik (GGK), tindakan hemodialisa dapat
menurunkan resiko kerusakan organ-organ vital laiinnya akibat akumulasi
zat toksik dalam sirkulasi tetapi tindakan hemodialisa tidak
menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien
GGK biasanya harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya
(biasanya tiga kali seminggu paling sedikit 3-4jam perkali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin dan Sari,
2012).
Dalam penelitiannya Welas menyimpulkan bahwa ada hubungan
antara penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisa
(interdialysis weight gain = IDWG) terhadap kesehatan fisik dan psikologis
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi HD di unit HD IP2K
RSUP Fatmawati Jakarta (Riyanto, 2011)
4. Indikasi Hemodialisis
Hemodialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan beberapa
kondisi, seperti ensefalopati uremik, perikarditis, asidosis yang tidak
33
memberikan respon terhadap pengobatan lainnya, gagal jantung, dan
hiperkalemia (Muttaqin dan Sari, 2012)
Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nita dalam
tesisnya menimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
usia, pendidikan, lamanya hemodialisa, motivasi dan dukungan keluarga
dengan kepatuhan pasien CKD (cronik kidney disease) dalam menjalani
hemodialisa. Usia merupakan factor yang paling kuat berhubungan dengan
kepatuhan pasien setelah itu motivasi dan dukungan keluarga.
5. Prinsip Hemodialisis
Seperti pada ginjal, ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisa,
yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisis
b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi
yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
c. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat.
Latihan fisik selama hemodialisa terbukti dapat meningkatkan
kekuatan otot pada pasien penyakit GGK yang menjalani hemodialisa
(Sulistyaningsi, 2011).
6. Komplikasi Hemodialisis
a. Komplikasi Akut
34
Pergerakan darah keluar sirkulasi menuju sirkuit dialysis dapat
menyebabkan hipotensi.Dialisis awal yang terlalu agresif dapat
menyebabkan disequilibrium (ketidak seimbangan) dialisis. Sebagai
akibat perubahan osmotik diotak pada saat kadar ureum plasma
berkurang. Efeknya bervariasi dari mual, nyeri kepala sampai kejang
dan koma. Nyeri kepala saat dialisis dapat disebabkan oleh vasodilator
asetat, gatal selama atau sesudah hemodialisa dapat merupakan gatal
pada gagal ginjal kronik yang dieksaserbasi oleh pelepasan pelepasan
histamine akibat reaksi alergi ringan terhadap membrane dialisis. Kram
saat dialisis mungkin mencerminkan pergerakan elektrolit melewati
membrane otot. Hipoksemia selama dialisis dapat mencerminkan
hipoventilasi yang diebabkan oleh pengeluaran bikarbonat atau
pembentukan pirau dalam paru akibat perubahan vasomotor yang
diinduksi oleh zat yang diaktivasi oleh membrane dialisis. Kadar
kalium yang dikurangi secara berlebihan menyebabkan hipokalemia dan
disritmia. Masalah pada sirkuit dialisis menyebabkan emboli udara yang
sebaiknya diobati dengan memposisikan kepala pasien disisi kiri
bawah dengan menggunakan oksigen 100% (Chris, 2009).
b. Komplikasi Kronik
Masalah yang paling sering berkaitan dengan akses dan
termasuk trombosis fistula, pembentukan aneurisma dan infeksi.
Terutamaa dengan graf sintetik atau akses vena sentral sementara.
35
Infeksi sistemik dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit
dialisis. Transmisi infeksi yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis
virus dan HIV merupakan suatu bahaya potensial. Pada dialisis jangka
panjang deposit protein amyloid dialisis yang mengandung
mikroglubolin dapat menyebabkan sindrom trowongan karpal dan atropi
destruktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang
mengandung aluminium dan kontaminasi dari cairan dialisis dapat
menyebabkan toksisitas aluminium dengan dimensia, mioklonus, kejang
dan penyakit tulang. Keadaan tersebut membaik dengan pemberian
deferoksamin (Chris, 2009).
D. Landasan Teori
Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realita, kepribadian
masih tetap utuh tidak mengalami keretakan kepribadian, prilaku dapat
terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Dadang, 2014)
Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh luana di RS Universitas
Indonesia menyimpulkan bahwa bahwa terdapat perbedaan bermakna
frekuensi dan periode hemodialisis dan derajat kecemasan Selain itu perlu
36
dikaji lebih mendalam jenis kecemasan yang diderita oleh penderita
hemodialisis, sehingga penatalaksanaan terhadap setiap individu penderita
hemodialisis yang mengalami kecemasan akan lebih spesifik (Luana dkk,
2012).
E. Kerangka Pikir
Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori, maka peneliti
membuat kerangka pikir sebagai berikut: Pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani tindakan hemodialisis itu mengalami kecemasan, akan tetapi
tingkat kecemasan yang dialami pasien itu berbeda tergantung bagaimana
mekanisme koping pasien dalam menerima keadaannya.
KECE
Gambar. 2.1 Bagan Kerangka Pikir
37
Kecemasan pada Pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan hemodialisis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian
yang menggambarkan fenomena dari variable yang diteliti (Notoadmodjo,
2010), dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan
pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan hemodialisis.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
38
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 2015. Tempat
penelitian yaitu di RSUD Undata Provinssi Sulawesi tengah.
C. Variabel dan definisi operasional
1. Variabel penelitian
Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi
nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat
diteliti secara emperis atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2007).
Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu tingkat kecemesan pasien
gagal ginjal dengan pengobatan hemodialisa
2. Definisi operasional
Adalah suatu unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya
menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga defenisi
operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu
peneliti lain yang ingin menggunakanvariabel yang sama (Setiadi, 2007)
a. Variabel penelitian
Kecemasan pada pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan
hemodialisis. Dengan menggunakan skala HRS-A
Cara ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuesioner
Skala Ukur: Ordinal
Hasil Ukur: 0 = tidak ada kecemasan (< 14)
39
1 = kecemasan ringan (14 – 20)
2 = kecemasan sedang (21 – 27)
3 = kecemasan berat (28 – 41)
4 = kecemasan berat sekali (42 – 56)
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data primer
Data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari objek yang
diteliti, missal jumlah ibu hamil yang berobat di puskesmas setiap
bulan, jumlah tenaga bidan di rumah sakit rajukandan lain-lain.
b. Data sekunder
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan sumber lain atau
pihak lain, misal data yang diperoleh dari kantor biro statistik (BPS),
dari arsip atau dokemen pasien rumah sakit.
2. Cara pengumpumpulan data
Pengumpulan data kadang-kadang tidak dilakukan oleh peneliti
tetapi menggunakan orang lain yang disebut surveyor atau interviewer.
Untuk mencegah adanya data yang bias (Notoatmodjo, 2010).
40
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
membagikan kusioner, mewawancarai serta mengamati responden.
E. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1. Editing : Memeriksa data yang terkumpul apakah ada kesalahan.
2. Coding : Pemberian nomor kode/ bobot pada jawaban yang
bersifat /kategori.
3. Tabulating : Penyusunan/ penghitungan data berdasarkan variabel
yang diteliti kemudian diolah melalui komputer.
4. Entry Data : Memasukkan data ke komputer untuk keperluan analisis.
5. Cleaning :Memeriksa data dan melihat variabel yang digunakan
apakah datanya sudah benar atau belum.
6. Describing : Menggambarkan / menerangkan data
F. Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
univariat, untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel yang
termasuk dalam penelitian yaitu tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang
menjalani tindakan hemodialisis dengan rumus:
P= fn
x100 %
Keterangan:
41
P: Persentase
f: frekuensi jawaban responden
n: Jumlah responden
G. Penyajian Data
Hasil penelitian yang telah dilakukan akan disajikan dalam bentuk
tabel dan penjelasan (narasi) sehingga dapat lebih mudah di pahami.
H. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti,
misalkan data jumlah kelahiran dan kematain bayi di Indonesia salama
satu priode tertentu, jumlah gedung polindes di satu kabupaten, jumlah
pasangan usia subur, jumlah rumah sakit yang yang ada di provinsi,
jumlah balita pengidap gizi buruk, populasi perawat atau bidan, populasi
dokter spesialis anak, populasi penggunaan alat kontrasepsi dari tahun
ketahun, populasi ibu hamil dan populasi-populasi lainnya
(SoyutodanSetiawan. 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal
yang menjalani tindakan hemodialisis di Ruangan Hemodialisa RSUD
Undata Palu Provinsi Sulawesi Tengah Pada tahun 2015 sebanyak 34
pasien.
2. Sampel
42
Sedangkan sempel adalah sebagian dari populasi, misalkan
sebagian dari ibu hamil, sebagian dari balita gizi buruk, sebagian dari
perawat atau bidan, sebagian dari pasangan usia subur dan sebagainya.
Penggunaan sampel dalam sebuah penelitian apapun, pasti mempunyai
alasan tertentu (Sunyoto dan Setiawan, 2013)
Maka pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah
sebagian pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan hemodialisis
dengan batasan karateristik 1 tahun terakhir yaitu sebanyak 34 sampel.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Undata lama, secara resmi berdiri pada tahun 1972
berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Provinsi Sulawesi
Tengah nomor : 59/DITTAP/1072 tanggal 7 Agustus 1972, dengan kapasitas
tempat tidur sebanyak 50 tempat tidur. Pemberian nama RSUD “UNDATA”
43
yang berarti “OBAT KITA” pada perkembangannya, berkat kesungguhan
Pemerintah Daerah dan pihak menejmen RSUD.
Rumah Sakit Umum Undata telah memiliki dua lokasi rumah sakit,
lokasi pertama terletak di jalan dr.Suharso No 14 Palu, yang memiliki luas
tanah sekitar 41.067 M 2 RSUD Undata lama. Gedung perawatan inap
sebanyak 16 ruangan dengan kapasitas 335 tempat tidur dan 14 ruangan
instalasi penunjang perawatan.
Lokasi kedua terletak di jalan RE Martadinata Tondo memiliki
lokasi seluas sekitar 607.000m2 (RSUD Undat baru), dari sebelah utara
berbatasan dengan lokasi perumahan ‘Teluk Palu Permai”, dari sebelah
selatan berbatasan dengan Sekolah Model Terpadu Madani, sebelah timur
berbasan dengan Sekolah Perikanan dan Kelautan dan sebelah barat jalan
RE Martadinata.
Adapun ketenagaan di RSUD Undata adalah sebanyak 828 orang
PNS yang di antaranya terdiri dari 423 orang perawat. Dan perawat yang
bertugas di Ruangan Hemodialisa sebanyak 14 perawat.
B. Temuan Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18-31 Agustus tahun 2015,
dilakukan di lakukan di ruangan Hemodialisa RSUD Undata Palu. Jumlah
sampel yang digunakan adalah 34 responden dan pengambilan sampel
44
dilakukan dengan cara wawancara dengan mengunjungi para pasien gagal
ginjal yang menjalani tindakan hemodialisis
1. Karakteristik Responden terdiri dari :
a. Umur
Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur di ruangan Hemodialisa RSUD Undata Palu.Umur F %
Remaja akhir (17-25 tahun) 1 2,9Dewasa awal (26-35 tahun) 1 2,9Dewasa akhir (36-45 tahun) 12 35,3Lansia awal (46-55 tahun) 12 35,5Lansia akhir (56-65 tahun) 5 14,7Manula (66-80 tahun) 3 8,8
Total 34 100
Sumber : Data primer, 2015
Tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 34 responden pasien gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis di ruang Hemodialisa RSUD
Undata. Pasien yang berumur 17-25 tahun sebanyak 2,9%, pasien yang
berumur 26-35 tahun 2,9%, pasien yang berumur 36-45 tahun 35,5%
dan pasien yang berumur 46-55 tahun 35,5%, pasien yang berumur
56-65 tahun 14,7% dan pasien yang berumur 66-80 tahun sebanyak
8,8%.
b. Pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan di ruangan Hemodialisa RSUD Undata Palu.
Pendidikan F %SD 4 11,8
SMP 7 20,6SMA 11 32,4
45
S1 11 32,4S2 1 2.9
Total 34 100.0Sumber : Data Primer, 2015
Pada tabel 4.2, menunjukan bahwa dari 34 responden pasien gagal
ginjal yang menjalani tindakan Hemodialisis di Ruangan Hemodialisa
RSUD Undata Palu, responden yang berpendidikan SD 11,8%,
responden yang berpendidikan SMP sebanyak 20,6%, responden yang
berpendidikan SMA sebanyak 32,4%, responden yang berpendidikan S1
sebanyak 32,4%, dan responden yang berpendidikan S2 sebanyak
2,9%.
c. Pekerjaan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan di Ruang Hemodialisa RSUD Undata Palu
Pekerjaan F %Pelajar 1 2,9Tani 1 2,9
Wiraswasta 10 29,4Honorer 1 2,9
PNS 9 26,5TNI/POLRI 2 5,9
URT 10 29,4Total 34 100
46
Sumber : Data Primer, 2015
Pada tabel 4.3, menunjukan bahwa dari 34 responden pasien
gagal ginjal yang menjalani tindakan Hemodialis di ruang
Hemodialisa di RSUD Undata Palu, pasien yang memiliki pekerjaan
sebagai pelajar sebanyak 2,9%, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai
petani sebanyak 2,9%, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai
wiraswasta sebanyak 29,4%, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai
honorer sebanyak 2,9%, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai PNS
sebanyak 26,5, pasien yang memiliki pekerjaan sebagai TNI/POLRI
sebanyak 5,9%, dan pasien yang memiliki pekerjaan sebagai URT
sebanyak 29,4%.
2. Analisa Univariat
Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang
menjalani tinakan Hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUD Undata
Palu dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat kecemasan
pasien Gagal Ginjal yang menjalani tindakan Hemodialisis
di Ruang Hemodialisa RSUD Undata Palu.
Tingkat Kecemasan F %Tidak ada kecemasan 2 5,9
Kecemasan ringan 11 32,4Kecemasan sedang 9 26,5Kecemasan berat 12 35,3
47
Total 34 100
Sumber: Data primer yang diolah, 2015
Pada tabel 4.4, menunjukan bahwa dari 34 responden pasien
gagal ginjal yang menjalani tndakan Hemodialisis di ruangan
Hemodialisa RSUD Undata Palu, pasien yang tidak mengalami
kecemasan sebanyak 5,9%, pasien yang mengalami kecemasan ringan
sebanyak 32,4%, pasien yang mengalami kecemasan sedang sebanyak
26,4%, sedangkan pasien yang mengalami kecemasan berat sebanyak
35,3%.
C. Pembahasan
Tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan
Hemodialisis di ruangan Hemodialisa RSUD Undata Palu
Hasil analisa univariat menunjukkan, bahwa dari 34 responden
terdapat 12 responden yang mengalami kecemasan berat dengan proporsi
35,5%, yang mengalami kecemasan sedang sebanyak 9 responden dengan
proporsi 26,5%, yang mengalami kecemasan ringan 11 responden dengan
proporsi 32,4%, dan yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 2
responden dengan proporsi 5,9%.
Asumsi peneliti, lebih banyak responden yang mengalami
kecemasan berat disebabkan karna proses penyakit yang diderita responden
serta tindakan hemodialisis yang harus di jalani seumur hidup, peneliti juga
48
berpendapat bahwa tingkat kecemasan berat juga disebabkan oleh faktor
usia dimana responden paling banyak masih dalam usia produktif yaitu 36-
45 tahun (35,3%) dan usia 46-55 tahun (35,3%), dimana pada usia tersebut
mereka dalam masa keemasan dan memiliki motivasi yang tinggi serta
tanggung jawab yang besar baik dalam keluarga maupun dalam pekerjaan
tapi dengan adanya penyakit gagal ginjal serta tindakan hemodialisis yang
harus dijalani membuat segalanya terbatas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan Hawari
(2014) yang menyatakan bahwa Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam
perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang
mendalam dan berkelanjutan, dengan keluhan yang sering dikemukakan oleh
pasein yang mengalami kecemasan antara lain sebagai berikut: kecemasan,
khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung,
Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, Takut sendirian, takut
pada keramaian, dan banyak orang, Gangguan pola tidur dan mimpi yang
menegangkan,Gangguan konsentrasi dan daya ingat, dll.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nuraini (2012) dalam penlitiannya mendapatkan bahwa Usia dewasa
muda dari segi fisik, masa dewasa adalah masa puncak
perkembangan fisik. Sedangkan dari segi emosional adalah
masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar
49
yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Namun pada
pasien yang menderita gagal ginjal dan harus menjalani
rutinitas hemodialisa, keadaan ini diakui memberikan
perubahan-perubahan dalam diri mereka, baik secara fisik
dan emosional, secara fisik mereka merasa terbatas dalam
melakukan aktifitas sehari-hari sehingga mereka berusaha
melakukan adaptasi terhadap keadaan sakit dan keharusan
melakukan aktifitas HD dengan aktivitas mereka
sebelumnya.
BAB V
PENUTUP
50
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tingkat kecemasan pasien
gagal ginjal yang menjalani tindadakan Hemodialisis di ruangan
Hemodialisa RSUD Undata Palu Provinsi Sulawesi Tengah, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Pasien gagal ginjal yang menjalani tindakan Hemodialisis sebagian
besar mengalami kecemasan berat .
B. Saran
1. Untuk Rumah Sakit Umum Undata Palu
Hendaknya melakukan upaya-upaya untuk melengkapi pasilitas ruangan
khususnya di Ruangan Hemodialisa agar dapat memberi atau meningkatkan
kenyamanan pada pasien yang menjalani tindakan hemodialisis.
2. Untuk STIK Indonesia Jaya Palu
Diharapkan dapat meningkatkan sarana dan prasarana pembelajaran
khususnya buku-buku sehingga dalam proses penyusunan skripsi
mahasiswa menjadi lebih mudah untuk mendaptkan referensi yang sesuai.
3. Bagi peneliti lain
51
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti
berikutnya dan dapat dikembangkan baik dari subjek maupun objek
penellitian.
DAFTAR PUSTAKA
52
Chang, Esther.Dalym, John. Elliott, Doug. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada praktik Keperawatan. EGC. Jakarta.
Chris, O’Callaghan. 2009. At a glance system ginjal, edisi kedua Erlangga. Jakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. 2O14. Jumlah pasien GGK di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Kasi PTM (penyakit tidak menular). Palu
Farida, Anna. 2010. Pengalaman klien Hemodialisa terhadap kualitas hidup dalam konteks asuhan keperawatan di RSUP Patmawati Jakarta.Depok. Tesis Fakultas ilmu keperawatn pasca sarjana ilmu kekhususan keperawatan Medikal Bedah UI.
Hawari, Dadang. 2011. Stres Cemas Dan Depresi. Fakultas kedokteran indonesia.Jakarta.
Hidayat, Alimul,. A, Aziz. 2011. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Salemba Medika. Jakarta
Jennifer P, Kowalk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Kamaluddi,Ridlwan. Rahayu Eva. 2009. analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo Porwokerto.Jurnal keperawatan soedirman (the soedirman journal of nursing, 04(01): 25.
Luana, NA. Sahala, Panggabean. Joyce, VM Lengkong. Ika, Christine. 2012. Kecemasan pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUniversitas Kristen Indonesia. FKUI Diponegoro, (online), vol 46, no 3, di akses selasa 9 juni 2015.
Musa,wartilisna la. Kundre, Rinna. Babakal, Abra. 2015. Hubungan tindakan hemodialisa dengan tingkat kecemasan klien gagal ginjal di ruangan dahlia RSUP Prof Dr. Kandaou Manado. ejurnal keperawatan (e-kp), 3(01).
Muttaqin Arif, Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta
Nasir., ABD. Muhith, Abdul.Ideputri., ME. 2011. Buku Ajar Metodologi penelitian kesehatan. Nuha medika. Yogyakarta.
53
Ningsih,Slamet. 2012. Pengaruh logo terapi individu paradoxical intention terhadap penurunan kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi Hemodialisa di RS Islam cempaka putih Jakarta Pusat. Jakarta. Tesis fakultas ilmu keperawatan program studi magister keperawatan peminatan keperawatan jiwa universitas Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nugraha, Jamiat, Nandang. 2011. Pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menjalani terapi hemodialisa di kota bandung: studi fenomenologi. Depok. Tesis fakultas ilmu keperawatan program studi magister ilmu keperawatan Universitas Indonesia.
Nurani, Vika, Maris. Sulis, Mariyanti. 2013.Gambaran Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal psikologi, 11(01):11
Nurcahyati, Sofiana. 2010. Analisa faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit gagal ginjal kronis yang menjalani Hemodialisa di RS Islam Fatima Cilacap dan RSUD Banyumas. Depok. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Kekususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia.
Nursalam, Fransisca. 2006. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Nuhamedika. Yogyakarta
Panggabean, Pash, Dkk. 2015. Pedoman Penulisan proposal skripsi. STIK Indonesia Jaya Palu. Palu
Riyanto, Welas. 2011. Hubungan antara penabahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain) terhadap kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di unit hemodialisa di RSUP Fatmawati Jakarta. Depok. Tesis Fakultas ilmu keperawatan Universitas Indonesia.
Rumah Sakit Umum Daerah Undata. 2014. Jumlah pasien gagal ginjal. Rekammedik. Palu
54
Santoso, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika. Jakarta
Septiwi, Cahyu. 2010. Hubungan antara Adekuasi Hemodialisa dengan kualitas hidup pasien Hemodialisa diunit Hemodialisa RS, Prof,Dr Margono Soekarno Purwokerto. Depok. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Kekususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia.
Setiadi. 2007. Konsep & penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu. Yogjakarta
Sulistini, Rumentalia. Yetti, Krisna. Hariyati, Sri, Tutik., Rr. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi fatigue pada pasien yang menjalani Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(02): 75-82.
Sulistyaningsi, Dwi Retno. 2011. Efektivitas latihan fisik selama Hemodialisa terhadap peningkatan kekuatan otot pasien penyakit gagal ginjal kronik di RSUD kota Semarang. Depok. Tesis fakultas ilmu keperawatan program pascasarjana kekhususan keperawatan medical bedah universitas indonesia.
Sunyoto, Danang. Setiawan, Ari. 2013. Buku ajar statistic kesehatan parametric, non parametrik, validitas, dan reabilitas. Nuha Medika. Yogyakarta
Syamsiah Nita. 2011. Faktor-faktor yang berhungan dengan kepatuhan klien pasien CKD yang menjalani hemodialisa di RSPAU Dr Esnawan Antariksa Halim perdana kusuma Jakarta. Depok. Tesis fakultas ilmu keperawatan Universitas Indonesia.
WHO (world health organization). 2013. Jumlah penderita gagal ginjal. Bulletin of the World Health Organization. 07: 737-813.
Wurara.,GV,Yamima. Kanine,esrom.Wowiling, Ferdinand. 2013. Mekanisme koping pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RS Prof. Dr RD. kandou manado. Ejurnal keperawatan (e-kep),1(01): 6-7.
Vivi. 2012.Pendekatan kognitif prilaku untuk mengurangi kecemasan pada Pasien gagal ginjal terminal cognitive behavioral approach to reduceanviety for end-stage renal disease patients. Depok. Tesis Fakultas psikologi program magister profesi psikologi peminatan klinis dewasa Universitas Indonesia.
55