Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

64
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Anemia 1. Definisi Anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Hb adalah komponen di dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh (Sinsin, 2010). Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah (Proverawati, 2011). Anemia kehamilan yaitu ibu hamil dengan kadar Hb <11 g% pada trimester I dan III atau Hb <10,5 g% pada trimester II (Fadlun dan Feryanto, 2011). Anemia didefinisikan sebagai suatu penurunan massa sel darah merah, atau total hemoglobin secara lebih tepat, kadar hemoglobin normal pada wanita yang sudah menstruasi adalah 12,0 dan untuk wanita hamil 11,0 g/dL. Namun, tidak ada efek merugikan 7

Transcript of Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

Page 1: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Anemia

1. Definisi

Anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Hb

adalah komponen di dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi

menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh (Sinsin, 2010).

Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika

kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah

(Proverawati, 2011).

Anemia kehamilan yaitu ibu hamil dengan kadar Hb <11 g% pada

trimester I dan III atau Hb <10,5 g% pada trimester II (Fadlun dan Feryanto,

2011).

Anemia didefinisikan sebagai suatu penurunan massa sel darah merah,

atau total hemoglobin secara lebih tepat, kadar hemoglobin normal pada

wanita yang sudah menstruasi adalah 12,0 dan untuk wanita hamil 11,0 g/dL.

Namun, tidak ada efek merugikan bila kadarnya <10,0 g/dL. U.S Department

of Health and Human Services tidak merekomendasikan penapisan untuk

anemia sebagai bagian dari perawatan kesehatan rutin untuk dewasa, kecuali

pada wanita hamil (Varney, dkk, 2012).

7

Page 2: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

8

2. Klasifikasi Anemia

Menurut Proverawati (2011), klasifikasi anemia sebagai berikut.

a. Anemia Defisiensi Vitamin B12

Anemia Defisiensi Vitamin B12 adalah jumlah sel darah merah yang

rendah yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12.

b. Anemia Defisiensi Folat

Anemia defisiensi folat adalah penurunan jumlah sel-sel darah merah

(anemia) karena kekurangan folat. Anemia adalah suatu kondisi dimana

tubuh tidak memiliki cukup sehat sel darah merah. Sel darah merah

menyediakan oksigen ke jaringan tubuh.

c. Anemia Defisiensi Besi

Anemia adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak memiliki cukup

sehat sel darah merah. Sel darah merah menyediakan oksigen ke jaringan

tubuh. Anemia defisiensi zat besi adalah penurunan jumlah sel darah

merah dalam darah yang disebabkan oleh zat besi yang terlalu sedikit. Besi

merupakan komponen utama dan hemoglobin dan penting untuk fungsi

yang tepat. Kehilangan darah kronis karena alas an apapun adalah

penyebab utama kadar zat besi yang rendah dalam tubuh karena

menghabiskan simpanan hesi tubuh untuk mengkompensasi hilangnya zat

besi yang berlangsung. Anemia yang disebabkan oleh rendahnya kadar zat

besi disebut anemia defisiensi besi. Kekurangan zat besi merupakan

penyebab yang sangat umum dan anemia.

Page 3: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

9

d. Anemia Penyakit Kronis

Anemia dapat bersifat akut maupun kronis. Anemia kronis dapat

berkembang perlahan-lahan selama periode waktu dengan penyakit jangka

panjang seperti diabetes, penyakit ginjal kronis, atau kanker. Dalam situasi

ini, anemia mungkin tidakjelas karena gejalanya tertutup oleh penyakit

yang mendasari. Adanya anemia dalam kondisi kronis mungkin sering

tidak terdeteksi untuk jangka waktu tertentu dan kadang-kadang hanya

dapat ditemukan selama tes atau pemeñksaan untuk kondisi lain. Anemia

juga dapat terjadi pada episode akut seperti dengan anemi hemolitik

tertentu di mana sejumlah besar sel darah merah hancur. Tanda dan gejala

dapat menjadi jelas dengan sangat cepat dan penyebab dapat ditentukan

dan kombinasi pemeriksaan fisik, riwayat medis, dan pemeriksaan lain.

e. Anemia Aplastik Idiopatik

Anemia aplastik idiopatik adalah suatu kondisi di mana sumsum

tulang gagal membuat sel-sel darah secara normal. Sumsum tulang adalah

jaringan lembut, mengandung lemak di pusat tulang.

f. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah gangguan darah di mana ukuran sel

Iebih besar dan sel darah merah normal. Anemia adalah suatu kondisi

dimana tubuh tidak memiliki cukup sehat sel darah merah. Sel darah merah

menyediakan oksigen ke jaringan tubuh.

g. Anemia Pernisiosa

Page 4: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

10

Anemia pernisiosa adalah penurunan sel darah merah yang terjadi

ketika tubuh tidak dapat dengan baik menyerap vitamin B12 dan saluran

pencernaan. Vitamin B12 diperlukan untuk pengembangan yang tepat dan

sel darah merah. Anemia pernisiosa adalah jenis anemia megaloblastik.

h. Anemia Aplastik Sekunder

Anemia aplastik sekunder adalah kegagalan sumsum tulang untuk

membuat sel-sel darah yang cukup. Semua jenis sel darah dapat terkena.

Anemia aplastik adalah penyakit langka, disebabkan oleh penurunan

jumlah semua jenis sel darah yang dihasilkan oleh sumsum tulang.

Biasanya, sumsum tulang menghasilkan jumlah yang cukup sel-sel darah

merah baru, sel darah putih (leukosit), dan platelet untuk fungsi tubuh

normal. Setiap jenis sel memasuki aliran darah, beredar, dan kemudian

mati dalam jangka waktu tertentu.

i. Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit merupakan penyakit keturunan di mana sel darah

merah berbentuk sabit abnormal (Sel darah merah yang biasanya

berbentuk seperti disk).

j. Anemia Dalam Kehamilan

Biasanya selama kehamilan, terjadi hiperplasia erythroid dan

sumsum tulang, dan meningkatkan massa RBC. Namun, peningkatan yang

tidak proporsional dalam hasil volume plasma menyebabkan hemodilusi

(hydremia kehamilan). Haematocrite (Hct) menurun dan antara 38 dan

45% pada wanita sehat yang tidak hamil sampai sekitar 34% selama

kehamilan tunggal-an dan sampai 30% selama akhir kehamilan multifetal.

Page 5: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

11

Jadi selama kehamilan, anemia didefinisikan sebagai Hb 10 g <I dL (Ht

<30%). Jika Hb <11,5g/dl pada awal kehamilan, wanita mungkin perlu

diberikan obat profilaktik karena hemodilusi berikutnya biasanya

mengurangi kadar Hb untuk <10 g/dL. Meskipun hemodilusi, kapasitas

pembawa O2 tetap normal selama kehamilan. Hct biasanya meningkat

segera setelah melahirkan. Anemia terjadi pada 1/3 dan perempuan selama

trimester ketiga. Penyebab paling umum adalah defisiensi zat besi dan

folat.

3. Etiologi

Berkurangnya sel darah merah dapat disebabkan oleh kekurangan

kofaktor untuk eritropoesis, seperti: asam folat, vitamin B12, dan besi.

Produksi sel darah merah juga dapat turun apabila sumsum tulang tertekan

(oleh tumor atau obat) atau rangsangan yang tidak memadai karena

kekurangan eritropoetin, seperti yang terjadi pada penyakit ginjal kronis.

Peningkatan penghancuran sel darah merah dapat terjadi akibat aktivitas

sistem retikuloendotelial yang berlebihan (misal hipersplerusme) atau akibat

sumsum tulang yang menghasilkan sel darah merah abnormal (Muttaqin,

2011).

Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah, pucat,

dan mudah pingsan, walaupun tekanan darah masih dalam batas normal.

Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi dan pucat. Sebagian besar

anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekurangan zat besi. Zat besi adalah

salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb atau sel

Page 6: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

12

darah merah. Anemia dapat terjadi karena hal-hal berikut ini (Fadlun dan

Feryanto, 2011).

a. Kandungan zat besi dan makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi

kebutuhan.

1) Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang

berasal dari hewani (seperti: ikan, daging, hati, ayam).

2) Makanan nabati (dan tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua,

yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa

diserap dengan baik oleh usus.

b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.

1) Pada masa pertumbnthan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan

tubuh akan zat besi meningkat tajam.

2) Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi

diperlukan untuk pertumbuhan janin, serta untuk kebutuhan ibu

sendiri.

3) Pada pendenita penyakit menahun seperti TBC.

c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh

Perdarahan atan kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal

ini terjadi pada pasien dengan penyakit berikut ini.

1) Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang

menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi

tejadi terus-menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat

besi.

Page 7: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

13

2) Malaria pada penderita anemia gizi besi dapat memperberat keadaan

anemianya.

3) Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang

ada dalam darah.

Anemia pada kehamilan yang disebabkan kekurangan zat besi mencapai

kurang lebih 95%. Terjadinya peningkatan volume darah mengakibatkan

hemodilusi atau pengenceran darah sehingga kadar Hb mengalami penurunan

dan terjadi anemia (Varney dkk, 2012).

Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologis dalam

kehamilan untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat

dalam masa hamil. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh

defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling

berinteraksi. Kebutuhan ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi,

diantaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan

eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3mg

besi/ hari (Varney dkk, 2012).

4. Tanda dan Gejala

Menurut Prasetyono (2013), tanda-tanda yang sering terjadi saat terkena

anemia sebagai berikut.

a. Sakit kepala dan pusing-pusing.

b. Terasa hampir pingsan.

c. Rasa gatal sesudah mandi.

d. Kepala terasa berat.

e. Pendarahan dan hidung sering terjadi.

Page 8: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

14

f. Kadang mata kaki bengkak.

g. Wajah menjadi merah menyala akibat banyaknya jumlah sel darah merah

yang dihasilkan oleh tulang sum-sum.

h. Mata menjadi buta ayam.

i. Bibir tampak ungu karena darah kurang lancer mengalir.

Menurut Proverawati (2011), tanda gejala anemia sebagai berikut.

a. Anemia Ringan

Karena jumlah sel darah merah yang rendah menyebabkan

berkurangnya pengiriman oksigen ke setiap jaringan dalam tubuh, anemia

dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala. Hal ini juga bisa membuat

buruk hampir semua kondisi medis lainnya yang mendasari. Jika anemia

ringan, biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Jika anemia secara

perlahan terus menerus (kronis), tubuh dapat beradaptasi dan mengimbangi

perubahan, dalam hal ini mungkin tidak ada gejala apapun sampai anemia

menjadi lebih berat. Gejala anemia mungkin termasuk yang berikut.

1) Kelelahan

2) Penurunan energi

3) Kelemahan

4) Sesak napas

5) Ringan

6) Palpitasi (rasa jantung balap atau pemukulan tidak teratur)

7) Tampak pucat.

Page 9: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

15

b. Anemia Berat

Beberapa tanda-tanda yang mungkin menunjukkan anemia berat

pada seseorang dapat mencakup :

1) Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan tinja lengket dan

berbau busuk, berwarna merah marun, atau tampak berdarah jika

anemia karena kehilangan darah melalul saluran pencernaan.

2) Denyut jantung cepat

3) Tekanan darah rendah

4) Frekuensi pernapasan cepat

5) Pucat atau kulit dingin

6) Kulit kuning disebutjaundicejika anemia karena karena kerusakan sel

darah merah

7) Murmur jantung

8) Pembesaran limpa dengan penyebab anemia tertentu

9) Nyeri dada

10) Pusing atau kepala terasa ringan (terutama ketika berdiri atau dengan

tenaga)

11) Kelelahan atau kekurangan energi

12) Sakit kepala

13) Tidak bisa berkonsentrasi

14) Sesak napas (khususnya selama latihan)

15) Nyeri dada, angina, atau serangan jantung.

16) Pingsan

Page 10: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

16

Beberapa jenis anemia mungkin. memiliki gejala yang lainnya, seperti:

a. Sembelit

b. Daya konsentrasi rendah

c. Kesemutan

d. Rambut rontok

e. Malaise (rasa umum merasa tidak sehat)

f. Memburuknya masalah jantung.

Beberapa pasien dengan anemia tidak menunjukkan gejala. Sedangkan

anemia pada orang lain mungkin merasa capek, mudah kelelahan, tampak

pucat, terjadi palpitasi/ berdebar (rasa balap jantung), dan menjadi sesak

napas. Perlu dicatat bahwa jika anemia sudah berjalan lama (anemia kronis),

tubuh dapat menyesuaikan diri dengan kadar oksigen rendah dan rnungkin

individu tidak merasa berbeda kecuali anemia menjadi berat. Di sisi lain, jika

anemia terjadi dengan cepat (anemia akut), pasien mungkin mengalami gejala

yang signifikan relatif cepat (Proverawati, 2011).

5. Patofisiologi

Menurut Wijayaningsih (2013), patofisiologi anemia sebagai berikut.

a. Anemia Defisiensi Besi

Jika besi yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh kurang dapat

menyebabkan pembuluh sel darah merah menurun melalui 3 tingkatan:

1) Defisiensi besi merupakan permukaan kekurangan Fe dimana cadangan

besi dalam tubuh berkurang atau +‘ ada, tetapi besi dalam plasma darah

normal, Hb dan Ht normal.

Page 11: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

17

2) Defisiensi besi tanpa anemia yaitu cadangan besi dan besi diit plasma

kurang tapi Hb normal.

3) Anemia defisiensi besi bila cadangan besi dalam plasma dan

hemoglobin berkurang dan normal.

b. Anemia Penyakit Kronis

Penyakit kronis menyebabkan RES hiperaktif, dengan adanya RES

yang diperaktif menyebabkan destruksi erytrosit sehingga sel darah merah

akan menurun dan menjadi anemia.

c. Anemia Defisiensi Vitamin B12 dan Asam Folat

Vitamin B12 dan asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis

RNA dan DNA yang penting untuk metabolisme inti sel dan pematangan

sel darah merah karena asupan vitamin B12 dan asam folat berkurang

maka proses pematangan sel darah merah terganggu dan jumlah erytrosit

menurun.

d. Anemia karena Perdarahan

Kehilangan darah mendadak akan menyebabkan sel darah merah

berkurang, maka dapat terjadi reflek kardiovaskuler yang fisiologis berupa

konstruksi arterial, pengurangan aliran darah ke organ vital kehilangan

darah mendadak ≥ 30% menimbulkan hipovolumia dan hipoksia.

e. Anemia Hemolitik

Kelainan membran (faktor intrinsik), gangguan imun (faktor

ekstrinsik) menyebabkan penghancuran sel darah merah dalam pembuluh

darah, sehingga umur erytrosit menjadi pendek, bila sumsum tulang tidak

mampu mengatasi karena usia sel darah merah yang pendek, dengan usia

Page 12: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

18

sel darah merah yang pendek menyebabkan pengurangan jumlah sel darah

merah.

f. Anemia Aplastik

Faktor kongenital dan faktor yang didapat menyebabkan kerusakan

pada sumsum tulang belakang sehingga pembentukan sel hemopoetik

(eritropoetik, aranulopoetik, tromboroetik) yang merangsang pematangan

sel darah merah terhenti, sehingga sel darah tepi berkurang sehingga

menyebabkan sel darah merah mengalami penurunan.

Anemia dapat menyebabkan oksigen dalam jaringan berkurang kare na

sel darah merah yang berfungsi mengantar oksigen dalam jaringan berkurang,

sehingga klien terlihat pucat, cepat lelah, apabila kehila ngan darah ≥30%

dengan mendadak menyebabkan hipovolemia dan hapoksemia. Mekanisme

kompensasi tubuh bekerja melalui 5 cara:

a. Peningkatan curah jantung dan pernaf asan, karena dengan ini dapat

menarnbah pengiriman O2 ke jaringan oleh sel darah merah.

b. Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin.

c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dan sela-sela

jaringan.

d. Redistribusi aliran darah ke organ vital.

Page 13: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

19

Gambar 2.1Patofisiologi Anemia

Page 14: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

20

Sumber : Tarwoto dan Wasnidar, 2009

6. Pembagian Anemia Pada Kehamilan

Menurut Marmi, dkk (2011), pembagian anemia pada kehamilan

sebagai berikut.

a. Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik biasanya berbentuk makrositik atau

pernisiosa. Penyebabnya adalah karena kekurangan asam folik, jarang

Page 15: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

21

sekali akibat karena kekurangan vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi

dan infeksi yang kronik.

b. Anemia hipoplasti

Anemia hipoplastik disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang

membentuk sel-sel darah merah baru. Penyebabnya belum diketahui,

kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar

rontgen atau sinar radiasi.

c. Anemia hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/pemecahan sel darah

merah yang lebih cepat dan pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh:

1) Faktor intrakorpuskuler; dijumpai pada anemia hemolitik heniditer,

talasemia; anemia sel sickle (sabit); hemoglobinopati C, D, G, H, I dan

paraksismal nokturnal hemoglobinuria.

2) Faktor ekstrakorpuskuler; disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat

logam, dan dapat beserta obat-obatan; leukemia, penyakit Hodgkin.

Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah,

kelelahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-

organ vital.

7. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada anemia timbul akibat respon tubuh terhadap

hipoksia (kekurangan oksigen dalam darah). Manifestasi klinis tergantung

dari kecepatan kehilangan darah, akut atau kronik anemia, umur dan ada atau

tidaknya penyakit misalnya penyakit jantung. Kadar Hb biasanya

berhubungan dengan manifestasi klinis. Bila Hb 10-12 g/dl biasanya tidak ada

Page 16: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

22

gejala. Manifestasi kilnis biasanya terjadi apabila Hb antara 6-10 g/dl

diantaranya dyspnea (kesulitan bernapas, napas pendek), palpitasi, keringat

banyak, keletihan. Apabila Hb kurang dari 6 g/dl manifestasi klinis seperti

pada tabel berikut ini (Tarwoto dan Wasnidar, 2010).

Tabel 2.1Manifestasi Klinis Anemia

Area Manifestasi KlinikKeadaan umum Pucat, keletihan berat, kelemahan, nyeri kepala,

demam, dyspnea, vertigo, sensitive terhadap dingin, berat badan menurun

Kulit Pucat, jaundice (pada anemia hemolitik, kulit kering, kuku rapuh, clubing

Mata Penglihatan kabur,jaundice, sclera dan perdarahan retina

Telinga Vertigo tinnitusMulut Mukosa licin dan mengkilap, stomatitis.Paru-paru Dyspnea, orthopneaKardiovaskuler Takhikardia, palpitasi, murmur, angina, hipotensi,

kardio megali, gagal jantung.Gastrointestinal Anoreksia, disfagia, nyeri abdomen, hepatomegali,

splenomegaliGenitourinaria Amenore dan menoragia, menurunnya fertilisasi,

hematuria (pada anema hemoiltik)Muskoleskeletal Nyeri pinggang, nyeri sendi, tenderness sternalSistem persarafan Nyeri kepala, bingung, neuropati perifer, parestesia,

mental depresi, cemas, kesulitan koping.Sumber : Tarwoto dan Wasnidar, 2010

8. Diagnosis

Anemia bukan merupakan diagnosa suatu penyakit anemia sel

merupakan salah satu gejala dari penyakit. Oleh karenanya apabila akan

menentukan bahwa seseorang menderita anemia, maka menjadi kewajiban

kita untuk menentukan etiologinya. Anemia dapat diklasifikasikan

Page 17: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

23

berdasarkan morfologi atau berdasarkan klasifikasi kinetik. Sedangkan

diagnosa pasti anemia defisiensi besi sebagai berikut (Wijayaningsih, 2013).

a. Apabila ditemukan riwayat perdarahan kronis atau apabila kita dapat

membuktikan suatu sumber perdarahan.

b. Secara labolatorik ditemukan adanya anemi yang hipokrom mikrositer.

c. Kadar Fe serum darah dengan TIBC (Total Iron Binding Capacity) yang

meninggi.

d. Tidak terdapatnya Fe dalam sumsum tulang.

e. Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.

Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan

dengan ananmesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah,

sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual-muntah lebih hebat

pada hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan

menggunakan alat Sahli. Hasil perneriksaan Hb dengan Sahli dapat

digolongkan sebagai berikut (Manuaba, 2010).

a. Hb 11 g% tidak anemia

b. Hb 940 g% anemia ringan

c. Hb 7-8 g% anemia sedang

d. Hb <7 g% anemia berat

Pemeriksaan darah dilakukan nimimal dua kali selama kehamilan, yaitu

pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian

besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat FE

sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil di puskesmas. Faktor-faktor yang

memengaruhi pembentukan darah adalah sebagai berikut (Manuaba, 2010).

Page 18: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

24

a. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan terdiri dari:

1) Protein, glukosa, dan lemak.

2) Vitamin B12, B6, asam folat, dan vitamin C.

3) Elemen dasar: Fe, ion Cu dan zink

b. Sumber pembentukan darah adalah sumsum tulang.

c. Kemampuan resorpsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan.

d. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel-sel darah

merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk

membentuk sel darah yang baru.

e. Terjadinya perdarahan kronis (gangguan menstruasi, penyakit yang

menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri, polip serviks,

penyakit darah, parasit dalam usus: askariasis, ankilostomiasis, taenia).

9. Penatalaksanaan Medis

Menurut Tarwoto dan Wasnidar (2010), penatalaksanaan anemia pada

ibu hamil sebagai berikut.

a. Adaptasi Fisiologi Kardiovaskuler pada Ibu Hamil

Pada keadaan hamil terjadi perubahan fisiologis pada berbagai

sistem tubuh, salah satunya adalah perubahan pada sistem kardiovaskuler.

Perubahan pada kardiovaskuler dapat berupa, peningkatan curah jantung,

meningkatnya stroke volume, aliran darah dan volume darah.

1) Hipertropi Jantung

Akibat kerja jantung yang meningkat untuk memenuhi sirkulasi

darah ibu dan janin jantung mengalami hipertropi. Keadaan ini akan

kembali normal setelah bayi lahir.

Page 19: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

25

2) Peningkatan Curah Jantung

Curah jantung adalah volume darah yang dipompakan oleh

ventrikel selama satu menit. Peningkatan curah jantung terjadi bulan ke-

3 kehamilan. Perubahan ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan

darah baik untuk ibu maupun untuk janinnya. Pada kehamilan trimester

ke-2 terjadi peningkatan curah jantung 40 % tetapi pada trimester ke

tiga terjadi penurunan tekanan curah jantung sebesar 25-30 %, diatas

curah jantung sebelum hamil karena adanya penekanan pada vena

kavainferior.

3) Peningkatan Stroke Volume

Peningkatan curah jantung tidak terlepas dari peningkatan stroke

volume, yaitu volume darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap kali

denyutan. Sehingga curah jantung merupakan hasil perkalian antara

stroke volume dengan frekuensi jantung selama satu menit. Pada

primigravida terjadi peningkatan 25% diatas keadaan sebelum hamil

sedangkan pada multigravida lebih dari 38 % (Yasmin Wìdjaya dkk

dalam Sjafoellah Noer, 1999 dalam Tarwoto dan Wasnidar, 2010).

4) Peningkatan Aliran Darah dan Volume Darah

Peningkatan volume darah terjadi selama kehamilan, mulai pada

10-12 minggu usia kehamilan dan secara progresif sampai dengan usia

kehamilan 30-34 minggu. Volume darah meningkat kira-kira 1500 ml

(primigravida 1250 ml, multigravida 1500 ml dan kehamilan kembar

2000 ml), normalnya terjadi peningkatan 8,5 %-9,0 % dari berat badan

Page 20: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

26

atau terjadi peningkatan 25 % - 45% diatas wanita tidak hamil (Irene M.

Bobak, 1993 dalam Tarwoto dan Wasnidar, 2010). Penurunan volume

darah yang cepat terjadi pada saat persalinan dan volume darah akan

kembali normal pada minggu ke 4-6 post partum.

Volume darah merah dan plasma juga meningkat selama

kehamilan seiring dengan peningkatan curah jantung. Pembentukan

darah merah juga meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan

darah sebesar 30% - 33%. Keadaan ini membutuhkan banyak bahan-

bahan pembentukan sel darah merah seperti zat besi, asam fofat dan

lainnya pada ibu hamil. Peningkatan kebutuhan ini mengakibatkan

kecenderungan pada ibu hamil mengalami anemia, dimana hemoglobin

menurun (N: 12-16 gr/dl) dan juga hemotokrit (N: 37 %-47 %). Pada

ibu hamil juga terjadi peningkatan aliran darah ke seluruh organ tubuh

misalnya pada otak, uterus, ginjal, payudara dan kulit. Peningkatan ini

sangat penting artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan fetus.

5) Tekanan Darah

Tekanan darah arteri bervariasi sesuai umur, tingkat aktivitas, ada

atau tidaknya masalah kesehatan. Pasien dengan anemia kecenderungan

terjadi penurunan tekanan darah. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi keadaan tekanan darah diantaranya posisi ibu saat

pengukuran, posisi duduk lebih tinggi dan pada posisi berbaring dan

recumbent. Selama trimester kedua kehamilan, terjadi penurunan baik

tekanan sistole maupun diastole 5-10 mmHg. Penurunan ini

kemungkinan disebabkan oleh vasodilatasi perifer karena pengaruh

Page 21: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

27

perubahan harmon. Selama trimester ketiga tekanan darah kembali

seperti pada semester pertama (Irene M Bobak, 1993 dalam Tarwoto

dan Wasnidar, 2010).

b. Nutrisi Ibu Hamil

Nutrisi pada ibu hamil sangat menentukan status kesehatan ibu dan

janinnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil

menurut Arisman (2004) dalam Tarwoto dan Wasnidar (2010) adalah:

1) Keadaan sosial ekonomi keluarga ibu hamil, untuk memenuhi

kebutuhan gizi diperlukan sumber keuangan yang memadai. Daya beli

keluarga yang rendah dalam memenuhi kebutuhan gizi sudah barang

tentu asupan nutrisi juga berkurang.

2) Keadaan kesehatan dan gizi ibu, ibu dalam keadaan sakit kemampuan

mengkonsumsi zat gizi juga berkurang dítambah lagi pada keadaan

sakit terjadi peningkatan metabolisme tubuh, sehingga diperlukan

asupan yang lebih banyak.

3) Jarak kelahiran jika yang dikandung bukan anak pertama, jarak

kelahiran yang pendek mengakibatkan fungsi alat reproduksi masih

belum optimal.

4) Usia kehamilan pertama,usia diatas 35 tahun merupakan resiko penyulit

persalinan dan mulai terjadinya penurunan fungsi-fungsi organ

reproduksi.

5) Kebiasaan ibu hamil mengkonsumsi obat-obatan, alkohol perokok,

pengguna kopi.

Page 22: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

28

Kecukupan akan zat gizi pada ibu hamil dapat dipantau melalui keadaan

kesehatannya dan berat badan janin saat lahir. Adanyapenambahan berat

badan yang sesuai standar ibu hamil merupakan salah satu indikator

kecukupan gizi. Pada trimester pertama sebaiknya kenaikan berat badan 1-2

kg, triwulan kedua dan ketiga sekitar 0,34-0,50 kg tiap minggu. Total berat

komutatif pada wanita hamil dengan tinggi 150 cm, sekitar 8.8 kg-13,6 kg

dan hamil kembar 15,4kg-20,4 kg (Arisman, 2004 dalam Tarwoto dan

Wasnidar, 2010).

Selama hamil kebutuhan gizi meningkat di bandingkan dengan

kebutuhan sebelum hamil misalnya kebutuhan protein meningkat 68 %, asam

folat 100 %,kalsium 50 % dan besi 200-300 % (Tarwoto dan Wasnidar,

2010).

10. Penatalaksanaan Non Medis

Menurut Prasetyono (2013), beberapa tindakan yang perlu dilakukan

pada penderita anemia sebagai berikut.

a. Carilah penyebab anemia sebelum pengobatan dimulai. Pasien dapat

mencatat perubahan warna tinja, membuat daftar makanan, atau

memperhatikan perubahan haid sebagai bahan analisis dokter.

b. Hindari gerak badan yang rnelelahkan untuk menjaga alat-alat tubuh

jangan sampai kekurangan zat asam. Disarankan untuk melakukan gerak

badan yang seim bang di alam terbuka, karena dapat mempertahankan

kesehatan tubuh.

c. Wanita hamil harus di bawah pengawasan dokter.

Page 23: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

29

d. Wanita yang terlalu banyak mengeluarkan darah waktu haid haruslah

berobat. Anemia dapat ditanggulangi dengan mudah, tetapi penyebab

pengeluaran darah yang terlalu banyak ini adalah sesuatu yang serius.

Pendarahan dalam perut adalah satu dari tujuh tanda bahaya kanker.

e. Menjaga pola makanan yang seimbang.

f. Mengonsumsi makanan atau suplemen untuk menambah zat besi dalam

tubuh harus sesuai dengan nasihat dokter.

g. Menyuntikkan vitamin B12 dalam tubuh pasien. Sebenarnya, anggota

dapat melakukan sendiri penyuntikan tersebut, namun di bawah

pengawasan dokter.

h. Pasien penderita anemia yang sudah lanjut usia harus istirahat di tempat

tidur sampai kadar hemoglobin mencapai 8-9 gram per l00 cc darah, atau

lebih tinggi lagi tergantung laboratoris.

11. Pencegahan dan Terapi Anemia

Menurut Fadlun dan Feryanto (2011), pencegahan anemia sebagai berikut.

a. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi.

Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dan bahan

makanan hewani (daging, ikan, ayam. hati, telur) dan bahan makanan

nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan dan tempe). Makan

sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C

(daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas)

sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

b. Menambah pemasukan zat hesi ke dalam tubuh dengan minum Tablet

Tambah Darah (TTD).

Page 24: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

30

c. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti :

kecacingan, malaria dan penyakit TBC.

Terapi yang dapat dilakukan pada penderita anemia sebagai berikut

(Fadlun dan Feryanto, 2011).

a. Tablet Tambah Darah

Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet

mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg

asam folat. Wanita mengalami menstruasi sehingga memerlukan zat besi

untuk mengganti darah yang hilang. Wanita yang sedang hamil atau

menyusui, kebutuhan zat besinya sangat tinggi sehingga perlu dipersiapkan

sedini mungkin semenjak remaja. Minumlah 1 (satu) tablet tambah darah

seminggu sekali dan dianjurkan minum 1 tablet setiap hari selama haid.

Untuk ibu hamil, minumlah 1 (satu) tablet tambah darah setiap hari paling

sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan.

b. Zat Besi (Fe)

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di

dalam tubuh manusia yaitu sebanyak 3-5 gram. Pada tubuh, zat besi

merupakan bagian dari hemoglobin yang berfungsi sebagai alat angkut

oksigen dan paru-paru ke jaringan tubuh. Dengan berkurangnya Fe,

sintesis hemoglobin berkurang dan akhirnya kadar haemaglobin akan

menurun. Beberapa akibat dan kekuraugan zat besi pada kehamilan adalah

hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak,

kematian janin, abortus, cacat bawaan, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR),

Page 25: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

31

anemia pada bayi yang dilahirkan, lahir prematur, pendarahan, dan rentan

infeksi.

Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dan laki-laki karena terjadi

menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan

kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mg. Di samping itu, kehamilan

memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah

dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang

wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan

zat besi dan menjadi makin anemis. Sebagai gambaran berapa banyak

kebutuhan zat besi pada setiap kehamilan perhatikan bagan berikut (Manuaba,

2010).

Meningkatkan sel darah ibu 500 mg Fe

Terdapat dalam plasenta 300 mg Fe

Untuk darah janin 100 mg Fe

Jumlah 900 mg Fe

Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap keijamilan akan

menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkar anemia pada

kehamilan berikuthya. Fada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu

hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) derigan peningkatan volume

30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu.

Jumlah peningkatan sel darah 18 sampai 30%, dan hemoglobin sekitar 19%.

Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 g%, dengan terjadinya

hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan Hb ibu akan

menjadi 9,5 sampai 10 g%. Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan

Page 26: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

32

perdarahan ibu akan kehilangan zat besi sekitar 900 mg. Saat laktasi, ibu

masih memerlukan kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat

menyiapkan ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan

anemia, laktasi tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik (Manuaba,

2010).

12. Pengaruh Anemia Pada Kehamilan dan Janin

Hasil konsepsi janin, plasenta, darah membutuhkan zat besi dalam

jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah merah dan pertumbuhannnya,

yaitu sebanyak berat besi. Jumlah ini merupakan 1/l0 dari seluruh besi dalam

tubuh. Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dan jumlah

persediaan besi dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Selama masih

mempunyai cukup persediaan besi, Hb tidak akan turun dan bila persediaan

ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan, pada waktu

janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya

terhadap hasil konsepsi adalah (Marmi, dkk, 2011) :

a. Kematian mudigah (keguguran).

b. Kematian janin dalam kandungan.

c. Kematian janin waktu lahir (stillbirth).

d. Kematian perinatal tinggi.

e. Prematuritas.

f. Dapat terjadi cacat bawaan.

g. Cadangan besi kurang.

Menurut Manuaba (2010), pengaruh anemia pada ibu hamil dan janin

sebagai berikut.

Page 27: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

33

a. Pengaruh anemia terhadap kehamilan:

1) Bahaya selama kehamilan

Dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh

kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman

dekompensasi kordis (Hb <6 g%), mola hidatidosa, hiperemesis

gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD).

2) Bahaya saat persalinan

Gangguan His (kekuatan mengejan), kala pertama dapat

berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung

lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan

operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan

perdarahan pospartum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi

perdarahan pospartum sekunder dan atonia uteri.

3) Pada kala nifas

Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan pospartum,

memudahkan infeksi puerperium, pengeluarkan ASI berkurang, terjadi

dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas,

mudah terjadi infeksi mamae.

b. Bahaya anemia terhadap janin.

Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan

dan ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan

metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam rahim Akibat anemia dapat terjadi gangguan

Page 28: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

34

dalam bentuk: abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas tinggi,

berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat

bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, dan

inteligensia rendah.

B. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif Pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut

(Notoatmodjo, 2012).

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Page 29: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

35

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang

lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-

perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus

pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah

kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletak kan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

Page 30: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

36

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dan formulasi-formulasj yang ada. Misalnya, dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan

dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu maten atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010), faktor-

faktor yang mempengaruhi pengetahuan sebagai berikut.

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat

mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola

hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Page 31: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

37

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003) dalam

Wawan dan Dewi (2010), pekerjaan adalah kebutuhan yang harus

dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak

merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan

banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan

yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan keluarga.

3) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003) dalam

Wawan dan Dewi (2010), usia adalah umur individu yang terhitung

mutai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut

Huclok (1998) dalam Wawan dan Dewi (2010), semakin cukup umur,

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang

lebih dewasa dipercaya dan orang yang belum tinggi kedewasaannya.

Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Menurut Ann Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) dalam

Wawan dan Dewi (2010), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang

Page 32: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

38

ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas

(Notoatmodjo, 2012).

Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan

menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai

berikut (Budiman dan Riyanto, 2013).

1. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 50%.

2. Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 50%.

Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka

persentasenya akan berbeda (Budiman dan Riyanto, 2013).

a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 75%.

b. Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 75%.

2. Umur

Istilah umur diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur

dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang

Page 33: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

39

memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama

(Nuswantari, 2010).

Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai

dengan sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan

tahun (Nuswantari, 2010).

Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,

mempunyai resiko tinggi apabila pada usia tersebut hamil. Karena akan

membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinya,

beresiko mengalami perdarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami

anemia. Usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin

rendah usia ibu hamil semakin rendah kadar hemoglobinnya. Kecenderungan

semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar. Ibu hamil

yang berumur kurang dari 20 tahun lebih dari 35 tahun lebih beresiko

menderita anemia 74,1 % dari pada ibu hamil yang tidak menderita anemia

25,9 % (Amiruddin, 2013).

Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,

mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan

kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami

pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia (Wintrobe, 2010).

Kehamilan terbagi dalam 3 Trimester sebagai berikut (Prawirohardjo,

2010).

a. Trimester Satu : berlangsung dalam 12 minggu di mulai dari minggu ke-1

hingga minggu ke- 12.

Page 34: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

40

b. Trimester Dua : berlangsung dalam 15 minggu di mulai dari minggu ke-

13 hingga minggu ke-27.

c. Trimester Tiga : berlangsung dalam 13 minggu di mulai dari minggu ke-

28 hingga minggu ke- 40.

Usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan

tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,

berisiko tinggi untuk melahirkan. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil

harus siap fisik, emosi, Usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak

terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih

dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan. Kesiapan seorang perempuan

untuk hamil harus siap fisik, emosi, psikologi, sosial dan ekonomi (Ruswana,

2012).

Remaja adalah individu antara umur 10-19 tahun. Penyebab utama

kematian pada perempuan berumur 15-19 tahun adalah komplikasi

kehamilan, persalinan, dan komplikasi keguguran. Kehamilan dini mungkin

akan menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah merupakan

keharusan sosial (karena mereka diharapkan untuk membuktikan kesuburan

mereka), tetapi remaja tetap menghadapi risiko-risiko kesehatan sehubungan

dengan kehamilan dini dengan tidak memandang status perkawinan mereka

(Admin, 2011).

Kehamilan yang terjadi pada sebelum remaja berkembang secara penuh,

juga dapat memberikan risiko bermakna pada bayi termasuk cedera pada saat

persalinan, berat badan lahir rendah, dan kemungkinan bertahan hidup yang

lebih rendah untuk bayi tersebut (Admin, 2011).

Page 35: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

41

Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu

maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat

reproduksi untuk hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih

tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun.

Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan

(stress) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya

keguguran (Manuaba, 2010).

Kehamilan remaja dengan usia di bawah 20 tahun mempunyai risiko:

a. Sering mengalami anemia.

b. Gangguan tumbuh kembang janin.

c. Keguguran, prematuritas, atau BBLR.

d. Gangguan persalinan.

e. Preeklampsi.

f. Perdarahan antepartum (Manuaba, 2010).

Sebagian besar wanita yang berusia di atas 35 tahun mengalami

kehamilan yang sehat dan dapat melahirkan bayi yang sehat pula. Tetapi

beberapa penelitian menyatakan semakin matang usia ibu dihadapkan pada

kemungkinan terjadinya beberapa risiko tertentu, termasuk risiko kehamilan.

Para tenaga ahli kesehatan sekarang membantu para wanita hamil yang

berusia 30 dan 40an tahun untuk menuju ke kehamilan yang lebih aman. Ada

beberapa teori mengenai risiko kehamilan di usia 35 tahun atau lebih, di

antaranya (Saleh, 2010) :

a. Wanita pada umumnya memiliki beberapa penurunan dalam hal kesuburan

mulai pada awal usia 30 tahun. Hal ini belum tentu berarti pada wanita

Page 36: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

42

yang berusia 30 tahunan atau lebih memerlukan waktu lebih lama untuk

hamil dibandingkan wanita yang lebih muda usianya. Pengaruh usia

terhadap penurunan tingkat kesuburan mungkin saja memang ada

hubungan, misalnya mengenai berkurangnya frekuensi ovulasi atau

mengarah ke masalah seperti adanya penyakit endometriosis, yang

menghambat uterus untuk menangkap sel telur melalui tuba fallopii yang

berpengaruh terhadap proses konsepsi.

b. Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi dan berakibat terhadap

kehamilan di atas 35 tahun adalah munculnya masalah kesehatan yang

kronis. Usia berapa pun seorang wanita harus mengkonsultasikan diri

mengenai kesehatannya ke dokter sebelum berencana untuk hamil.

Kunjungan rutin ke dokter sebelum masa kehamilan dapat membantu

memastikan apakah seorang wanita berada dalam kondisi fisik yang baik

dan memungkinkan sebelum terjadi kehamilan.

Kontrol ini merupakan cara yang tepat untuk membicarakan apa saja

yang perlu diperhatikan baik pada istri maupun suami termasuk mengenai

kehamilan. Kunjungan ini menjadi sangat penting jika seorang wanita

memiliki masalah kesehatan yang kronis, seperti menderita penyakit

diabetes mellitus atau tekanan darah tinggi. Kondisi ini, merupakan

penyebab penting yang biasanya terjadi pada wanita hamil berusia 30-40an

tahun dibandingkan pada wanita yang lebih muda, karena dapat

membahayakan kehamilan dan pertumbuhan bayinya. Pengawasan

kesehatan dengan baik dan penggunaan obat-obatan yang tepat mulai

dilakukan sebelum kehamilan dan dilanjutkan selama kehamilan dapat

Page 37: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

43

mengurangi risiko kehamilan di usia lebih dari 35 tahun, dan pada

sebagian besar kasus dapat menghasilkan kehamilan yang sehat.

Para peneliti mengatakan wanita di atas 35 tahun dua kali lebih

rawan dibandingkan wanita berusia 20 tahun untuk menderita anemia dan

diabetes pada saat pertama kali kehamilan. Wanita yang hamil pertama

kali pada usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan sebanyak 60%

menderita takanan darah tinggi dan 4 kali lebih rawan terkena penyakit

diabetes selama kehamilan dibandingkan wanita yang berusia 20 tahun

pada penelitian serupa di University of California pada tahun 1999. Hal ini

membuat pemikiran sangatlah penting ibu yang berusia 35 tahun ke atas

mendapatkan perawatan selama kehamilan lebih dini dan lebih teratur.

Dengan diagnosis awal dan terapi yang tepat, kelainan-kelainan tersebut

tidak menyebabkan risiko besar baik terhadap ibu maupun bayinya.

c. Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang berusia di atas 35 tahun

meningkat, yaitu bisa berupa kelainan kromosom pada anak. Kelainan

yang paling banyak muncul berupa kelainan Down Syndrome, yaitu sebuah

kelainan kombinasi dari retardasi mental dan abnormalitas bentuk fisik

yang disebabkan oleh kelainan kromosom.

d. Risiko lainnya terjadi keguguran pada ibu hamil berusia 35 tahun atau

lebih. Kemungkinan kejadian pada wanita di usia 35 tahun ke atas lebih

banyak dibandingkan pada wanita muda. Pada penelitian tahun 2000

ditemukan 9% pada kehamilan wanita usia 20-24 tahun. Namun risiko

meningkat menjadi 20% pada usia 35-39 tahun dan 50% pada wanita usia

42 tahun. Peningkatan insiden pada kasus abnormalitas kromosom bisa

Page 38: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

44

sama kemungkinannya seperti risiko keguguran.Yang bisa dilakukan untuk

mengurangi risiko tersebut sebaiknya wanita berusia 30 atau 40 tahun yang

merencanakan untuk hamil harus konsultasikan diri dulu ke dokter.

Bagaimanapun, berikan konsentrasi penuh mengenai kehamilan di atas

usia 35 tahun, diantaranya :

1) Rencanakan kehamilan dengan konsultasi ke dokter sebelum pasti

untuk kehamilan tersebut. Kondisi kesehatan, obat-obatan dan imunisasi

dapat diketahui melalui langkah ini.

2) Konsumsi multivitamin yang mengandung 400 mikrogram asam folat

setiap hari sebelum hamil dan selama bulan pertama kehamilan untuk

membantu mencegah gangguan pada saluran tuba.

3) Konsumsi makanan-makanan yang bernutrisi secara bervariasi,

termasuk makanan yang mengandung asam folat, seperti sereal, produk

dari padi, sayuran hijau daun, buah jeruk, dan kacang-kacangan.

4) Mulai kehamilan pada berat badan yang normal atau sehat (tidak terlalu

kurus atau terlalu gemuk). Berhenti minum alkohol sebelum dan selama

kehamilan.

5) Jangan gunakan obat-obatan, kecuali obat anjuran dari dokter yang

mengetahui bahwa si ibu sedang hamil.

3. Paritas

Menurut Chapman (2012) paritas adalah jumlah kelahiran yang pernah

dialami ibu dengan mencapai viabilitas. Sedangkan menurut Manuaba (2010)

Page 39: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

45

paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan dan dibagi menjadi

beberapa istilah :

1. Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu kali.

2. Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa

kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.

3. Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari

lima kali.

Menurut Manuaba (2010), ditinjau dari tingkatannya paritas

dikelompokkan menjadi tiga antara lain :

1. Paritas rendah atau primipara

2. Paritas sedang meliputi nullipara dan primipara

3. Paritas tinggi atau multipara

Kehamilan dan persalinan pada paritas tinggi atau grandemulti, adalah ibu

hamil dan melahirkan 5 kali atau lebih. Paritas tinggi merupakan paritas rawan

oleh karena paritas tinggi banyak kejadian-kejadian obstetri patologi yang

bersumber pada paritas tinggi, antara lain: plasenta previa, perdarahan

postpartum, dan lebih memungkinkan lagi terjadinya atonia uteri.Kanker leher

rahim paling banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Hal ini dapat

disebabkan karena perlukaan dan trauma yang sering terjadi saat proses

persalinan. Kategori jumlah paritas yang berisiko tinggi belum ada keseragaman,

akan tetapi pada umumnya para ahli memberi batasan 3-5 kali melahirkan

(Prawirohardjo, 2010).

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian

maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian

Page 40: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

46

maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal.

Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik,

sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan

keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak

direncanakan (Prawirohardjo, 2010).

Menurut Manuaba (2010) seorang wanita yang telah mengalami kehamilan

sebanyak 6 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami:

1. Kontraksi yang lemah pada saat persalinan (karena otot rahimnya lemah)

2. Anemia pada masa kehamilan

3. Perdarahan setelah persalinan (karena otot rahimnya lemah)

4. Plasenta previa (plasenta letak rendah).

5. Pre eklampsi

Pada ibu hamil dengan paritas 1 dan >3 resiko anemia lebih tinggi bila di

banding pada paritas 2-3. Paritas 1 dan paritas >3 mempunyai angka kematian

maternal lebih tinggi. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari

sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan

asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi/

dicegah dengan keluarga berencana (Prawirohardjo, 2010).

C. Penelitian Terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Melissa (2012), tentang faktor

risiko yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas

Paal Lima Jambi, didapatkan hasil responden yang anemia pada kelompok

Page 41: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

47

pengetahuan baik proporsinya 38,5% sedangkan pada kelompok pengetahuan

kurang proporsinya 69,0%. Responden yang tidak mengalami anemia pada

kelompok pengetahuan baik proporsinya 61,5% sedangkan pada kelompok

pengetahuan kurang proporsinya 13,0%. Hasil uji statistik dengan menggunakan

Chi- square diperoleh nilai p-value = 0,013 (p<0,05) dapat disimpulkan ada

hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan dengan kejadian anemia pada

ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Paal Lima Kota Jambi tahun 2013. Ratio

Prevalence 1,983 dengan Confidence Interval (CI)=(1,092-3,601) artinya

responden yang pengetahuan kurang memiliki peluang 1,983 kali untuk

mengalami anemia di bandingkan dengan faktor pengetahuan baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Qudsiah (2012), tentang

hubungan antara paritas dan umur ibu dengan anemia pada ibu hamil trimester III

Tahun 2012 (Studi Kasus di Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota

Semarang), didapatkan hasil berdasarkan uji chi square didapatkan hasil bahwa

hubungan antara umur dengan anemia pada ibu hamil trimester III mempunyai

pvalue sebesar 0,015. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

lemah dengan arah hubungan yang positif yaitu semakin tinggi umur, maka

semakin tinggi anemia. Hasil p-value sebesar 0,015 (<0,05) yang berarti

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan anemia

pada ibu hamil trimester III.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ignatia (2013), tentang faktor-

faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Pandanaran Semarang, didapatkan hasil berdasarkan uji

chi square sebesar 98,3% ibu hamil berparitas kurang dari 2 rata-rata 0,70 dengan

Page 42: Bab II Aryati Tambah Penelitian Terkait

48

standar deviasi 0,79. 70,0. Hasil uji chi square yang dilakukan terhadap hubungan

paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil di peroleh nilai p-value sebesar

0,010 <0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang menyatakan ada hubungan

antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil.