BAB II ISI + PENUTUP

27
BAB II ISI A. Pengertian dari BHD Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian. Bantuan hidup dasar merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas dan membantu pernafasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat selain alat bantu nafas sederhana. Kombinasi nafas bantuan dan kompresi dada disebut resusitasi jantung paru (RJP). Bantuan hidup dasar ini adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan tanda henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi. Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation, breathing, airway), kemudian 5

description

nnkkkkk

Transcript of BAB II ISI + PENUTUP

Page 1: BAB II ISI + PENUTUP

BAB II

ISI

A. Pengertian dari BHD

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu

tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan

untuk menghentikan proses yang menuju kematian.

Bantuan hidup dasar merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan

nafas dan membantu pernafasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat selain alat

bantu nafas sederhana. Kombinasi nafas bantuan dan kompresi dada disebut

resusitasi jantung paru (RJP).

Bantuan hidup dasar ini adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan

nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa

menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara

tepat keadaan tanda henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan

sirkulasi dan ventilasi. 

Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat

dengan teknik ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau

memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock.

Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation,

breathing, airway), kemudian dilanjutkan dengan terapi elektrik, dan setelah itu

ALS (Advanced Life Support).

B. Tujuan dari BHD

Tujuan Bantuan Hidup Dasar ini adalah memberikan bantuan dengan cepat

mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil

menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi

jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan 'henti jantung' yang disaksikan

(witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar

korban.

5

Page 2: BAB II ISI + PENUTUP

Untuk memberikan hal ini kita juga perlu untuk mengenali akan tanda-

tanda henti jantung dan juga henti nafas. Berikut adalah ciri tanda kriteria henti

jantung (cardiac arrest) :

1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung).

2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa

atau brakialis pada bayi).

3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping).

4. Terlihat seperti mati (death like appearance)

5. Warna kulit pucat sampai kelabu.

6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik). {Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru,

Editor Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta, hal : 193.}

Setelah kita mengenali akan beberapa tanda dari henti jantung, maka kita juga

perlu mengetahui akan penyebab seseorang mengalami henti jantung dan juga

henti nafas.Penyebab henti jantung bisa dikarenakan beberapa faktor seperti

halnya :

1. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac

standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.

2. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.

3. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.

4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat,

tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan

dosis obat, kelainan gangguan susunan saraf pusat.

5. Gagal ginjal, karena adanya hyperkalemia.

6

Page 3: BAB II ISI + PENUTUP

Obstruksi Jalan Nafas

1. Obstruksi total Berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi

total.

- Membebaskan sumbatan karena benda asing pada orang dewasa :

a. Lakukan Hemlich Manuver

b. Penderita Obesitas & Wanita hamil dengan chest thrust

c. Hubungi SPGDT

d. Lakukan Abdominal thrust

e. Bila benda terkihat lakukan dengan sapuan jari

- Pada anak / bayi :

a. Jika sumbatan ringan. biarkan penderita membersihkan jalan

napasnya sendiri dengan batuk

b. Jika sumbatan berat, lakukan Hemlich manuver. pada bayi,

lakukan back follow diikuti chest trust berulang sampai benda

keluar

c. Jika penderita tidak sadar lakukan RJP. Perhatikan sebelum

melakukan ventilasi  apakah terdapat benda atau tidak pada mulut

penderita.

2. Obstruksi Parsial : Pertolongan untuk obstruksi parsial biasanya dilakukan

dengan pemasangan alat di Rumah Sakit. 

C. Konsep AHA 2010

American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan

pedoman cardio pulmonary resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular

2010. Seperti kita ketahui, para ilmuan dan praktisi kesehatan terus mengeavaluasi

CPR atau yang lebih kita kenal dengan RJP ini dan mempublikasikannya setiap 5

tahun.

Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas

langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini unutk

7

Page 4: BAB II ISI + PENUTUP

mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan

hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang tersedia, mereka mengembangkan

rekomendasi untuk mendukung intervensi yang hasilnya menunjukkan paling

menjanjikan.

Rekomendasi di 2010 Pedoman mengkonfirmassi keamanan dan efektifitas

dari banyak pendekatan, mengakui ketidakefektifan orang lain fan

memperkenalkan perawatan baru berbasis evaluasi bukti intensif dan konsesnsus

para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa

pedomansebelumnya tidak aman atau tidak efektif.

Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima

tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 2010.

Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada.

Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RJP

2010 :

1. Bukan ABC lagi tapi CAB

Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC :

airway, breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan

pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, baru

setelah itu kita bisa fokus pada airway dan breathing. Pengecualian satu-

satunya adalah hanya untuk bayi baru lahir. Namun untuk RJP bayi, RJP

anak, atau RJP dewasa, harus menerima kompresi dada sebelum kita

berpikir memberikan bantuan jalan nafas.

2. Tidak ada lagi look, listen dan feel

Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah

dengan bertindak, bukan menilai. Telepon ambulans segera saat kita

melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik. Percayalah

pada nyali anda, jika anda mencoba menilai korban bernafas atau tidak

dengan mendekatkan pipi anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja.

8

Page 5: BAB II ISI + PENUTUP

Tapi tetap saja sang korban tidak bernafaas dan tindakan look feel listen

ini hanya akna menghabiskan waktu

3. Kompresi dada lebih dalam lagi

Seberapa dalam anda harus menekan dada telah berubah pada RJP 2010

ini. Sebelumnya adalah 1 ½ sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang

AHA merekomendasikan untuk menekann setidaknya 2 inchi (5 cm) pada

dada.

4. Kompresi dada lebih cepat lagi

AHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekanan dada

sekitar 100 kompresi per menit. Sekarang AHA merekomndasikan kita

untuk menekan dada minimal 100 kompresi per menit. Pada kecepatan ini,

30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.

5. Hands only CPR

Ada perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong RJP

seperti ini pada 2008. AHA masih menginginkan agar penolong yang tidak

terlatih melakukan Hands only CPR pada korban dewasa yang pingsan di

depan mereka. Pertanyaan besarnya adalah: apa yang harus dilakukan

penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka

dan korban yang bukan dewasa/ AHA memang tidak memberikan jawaban

tentang hal ini namun ada saran sederhana disini: berikan hands only CPR

karena berbuat sesuatu lebih baik daripda tidak berbuat sama sekali.

6. Kenali henti jantung mendadak

RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan

AHA meminta kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.

7. Jangan berhenti menekan

Setiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak

yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti

9

Page 6: BAB II ISI + PENUTUP

terlalu lama. Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalirkan

darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus menekan selama kita

bisa. Terus tekan hingga alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk

menilai keadaan jantung. Jika sudah tiba waktunya untuk pernafasan dari

mulut ke mulut, lakukan segera dan segera kembali pada menekan dada.

Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association)

mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau

dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari

prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan

tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C

(Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation – Airway –

Breathing).  Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada

orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.

Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi

dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada

penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik

kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen

keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-

lain.

Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti

jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh karena itu

memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang

mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada

dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan

napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang

lama.

AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali.

Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi

perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2. Dengan perubahan

10

Page 7: BAB II ISI + PENUTUP

ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada

petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.

1. Pengertian Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan

sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna

mencegah kematian biologis. Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal

dengan cardio pulmoner resusitation (RJP), atau juga dikenal dengan cardio

pulmoner resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan

pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti

jantung dan nafas, tetapi masih hidup. Kompikasi dari teknik ini adalah

pendarahan hebat. Jika korban mengalami pendarahan hebat, maka

pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah keluar sehingga kemungkinan

korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban tidak segera diberi

RJP, korban juga akan meninggal dunia. RJP harus segera dilakukan dalam 4-

6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti nafas dan henti jantung untuk

mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita ditemukan

bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalam keadaan mentap agar jalan

nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.

Mati Klinik RJP Mati Biologik

(Reversibel) 4-6 menit (Ireversibel)

Keterangan :

a. Mati Klinis

Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel,

penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi

tanpa kerusakan otak.

b. Mati Biologis

Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai

dengan kematian sel otak, bersifat irreversibel (kecuali berada di suhu

11

Page 8: BAB II ISI + PENUTUP

yang ekstrim dingin, pernah dilaporkan resusitasi selama 1 jam/lebih dan

berhasil).

Catatan :

Pada korban yang sudah tidak ada refleks mata dan kerusakan batang otak

tidak perlu dilakukan RJP.

2. Indikasi Melakukan RJP

a. Henti Napas (Apneu)

Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi

pernapasan baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di

dalam tubuh akan emberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia.

Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila

perlangsungannya lama akan memberikan kelelahan pada otot-otot

pernapasan. Kelelahan otot-otot pernapasan akan mengakibatkan

terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2, kemudian

mempengaruhi SSP dengan menekan pusat napas. Keadaan inilah yang

dikenal sebagai henti napas.

b. Henti Jantung (Cardiac Arrest)

Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah

dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya

napas, maka oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga

jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti jantung (cardiac

arrest).

3. Indikasi Basic Life Support

a. Henti Napas

Penyebab : tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas akibat benda asing,

menghirup asap, keracunan obat, tersengat listrik, tercekik, trauma dan

lain-lain. Tanda-tanda : dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran

udara pernafasan dari pasien. Pada awal henti nafas oksigen masih di

dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat

mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan

12

Page 9: BAB II ISI + PENUTUP

inidiberikan bantuan nafas, maka akan sangat bermanfaat sehingga

pasien dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.

b. Henti jantung

Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi.

Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital

kekurangan oksigen.

Langkah-langkah Basic Life Support

1. D (Danger)

2. R (Respon)

3. S (Shout For Help) Menurut AHA 2010

4. C (Circulation)

5. A (Airway)

6. B (Breathing)

Langkah- Langkah BLS menurut AHA 2010

13

Page 10: BAB II ISI + PENUTUP

a. D (Danger)

Memperhatikan keamanan dan menghindari bahaya.

a. Amankan diri sendiri : pastikan keamanan penolong

b. Amankan lingkungan : pastikan kemananan lingkungan sekitar

c. Amankan korban : pastikan keamanan pasien

Jika kita melihat pasien/korban yang tergeletak tampak tidak, pertama

kali yang kita harus lakukan adalah memastikan bahwa lingkungan di

sekitar korban yang tergeletak itu aman. Jika belum aman (misalnya

korban tergeletak di tengah jalan raya atau di dalam gedung terbakar),

maka korban harus dievakuasi/dipindah terlebih dahulu ke tempat yang

aman dan memungkinkan mendapatkan pertolongan

b. R (Respon Pasien)

Penentuan tingkat kesadaran dilakukan dengan menggoyangkan

korban. Bila korban menjawab, maka ABC dalam keadaan baik. Dan bila

tidak ada respon, maka perlu ditindaki segera.

Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya

tidur saja. Mengecek kesadarannya dengan cara memanggil-manggil nama

pasien, menepuk atau menggoyang bahu pasien, misalnya “Pak-pak

bangun !” atau “Bapak baik-baik saja?” Jika masih belum sadar atau

bangun juga bisa diberi rangsang nyeri seperti menekan pangkal kuku jari.

Jika pasien sadar, tanyakan mengapa ia terbaring di tempat ini. Jika pasien

sadar, terlihat kesakitan atau terluka segera cari bantuan dan kemudian

kembali sesegera mungkin untuk menilai kondisi pasien. Pada Advance

Cardiac Life Support 2010, langsung dicek juga pernapasan, apakah

bernapas normal atau gasping saja atau sama sekali tidak bernapas.

c. S (Should For Help)

Bila petugas hanya seorang diri, jangan memulai RJP sebelum

memanggil bantuan. Aktifkan EMS (Emergency Medical Service). Untuk

wilayah Indonesia sebagian besar menggunakan kode 118 atau aktifkan

PSC (Public Safety and Community). Posisikan korban, korban harus

dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, long spine board).

14

Page 11: BAB II ISI + PENUTUP

Bila dalam keadaan telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam keadaan

trauma, pembalikan dilakukan dengan “Log Roll”. Posisi penolong,

korban di lantai, penolong berlutut di sisi kanan korban.

Misalnya ‘Tolong ada pasien tidak sadar di ruang A, ”tolong panggil

petugas emergensi ” atau ”Tolong ambil alat-alat emergensi ada pasien

tidak sadar di ruang A”. Jika di lapangan : ”Tolong ada pasien tidak sadar

di pantai tolong panggil ambulan atau 118 ”. Jika yang menemukan korban

tidak sadar lebih dari satu orang, maka satu orang mengaktifkan sistem

emergensi sedangkan lainnya menilai kondisi pasien. Dalam menolong

pasien tidak sadar, kita tidak mungkin bekerja sendiri jadi harus meminta

bantuan orang lain. Dalam meminta bantuan, penolong harus

menginformasikan kepada petugas gawat darurat mengenai lokasi

kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban dan jenis pertolongan

yang akan diberikan. 

d. C (Circulation)

a) Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi karotis

b) Pada bayi dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis

c) Tidak ada tanda-tanda sirkulasi

d) Bila ada pulsasi dan korban bernapas, napas buatan dapat dihentikan.

Tetapi bila pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan diteruskan.

Dan bila tidak ada pulsasi, dilakukan RJP.

e) Kaji nadi carotis < 10 detik

1) (+) Napas buatan tanpa kompresi 8-10x/menit

2) (-) Napas buatan + Kompresi (30 : 2)

3) Sirkulasi (-) : teruskan kompresi + ventilasi (5 siklus)

4) Sirkulasi (+) & Napas (-) : napas buatan 8-10 x/menit

5) Sirkulasi (+) & Napas (+) : posisi sisi mantap jaga jalan napas

Misalnya lakukan perabaan nadi segera dalam waktu 10 detik. bisa

dilakukan mengecek nadi arteri karotis. Nadi carotis dapat diraba dengan

menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis

tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa.

15

Page 12: BAB II ISI + PENUTUP

Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 – 10 detik. Jika

nadi tidak teraba segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan

perbandingan kompresi dada (pijat jantung luar) 30 dan ventilasi (nafas

buatan) 2 tiupan. Kecepatan kompresi dada sedikitnya 100 kali/menit.

Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan

telapak tangan pada tulang sternum sepertiga bagian bawah dengan tujuan

memompa jantung dari luar sehingga aliran darah terbentuk dan dapat

mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan tubuh. Usahakan mengurangi

penghentian kompresi dada selama RJP. 

e. A (Airway)

Gunakan manuver chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang

tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika diperkirakan ada trauma

leher maka gunakan tehnik jaw thrust. Untuk lebih jelas lihat

kembali pengelolaan jalan nafas.Periksa pernafasan dengan menggunakan

tehnik LLF (Look, Listen, Feel) dengan tetap mempertahankan terbukanya

jalan nafas selama 10 detik. Teknik LLF dapat dilihat di pengelolaan jalan

nafas

f. B (Breathing)

Jika masih tidak ada pernafasan maka segera beri nafas buatan dua

kali pernafasan dengan tetap menjamin terbukanya jalan nafas. Bisa

dengan mulut ke mulut/hidung atau dengan menggunakan sungkup muka.

Satu kali pernafasan selama satu detik sampai dada tampak mengembang.

Jika dada tidak mengembang kemungkinan pemberian nafas buatan tidak

adekuat atau jalan nafas tersumbat.

Jika tersedia alat defibrilator dengan AED (Automatic Emergency

Defibrilator), maka kita dapat menyiapkannya untuk pemeriksaan heart rate dan

irama jantung dan jika ada indikasi melakukan defibrilasi.

Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 8-10 kali/menit

atau satu kali pernafasan diberikan setiap 6-8 detik disertai pemberian oksigen dan

16

Page 13: BAB II ISI + PENUTUP

pemasangan infus. Jika perlu pemasangan ETT dan ventilator.

Pemantauan/monitoring terus dilakukan. Pemeriksaan denyut nadi dilakukan

setiap 2 menit sampai pasien stabil. Pasien dirawat di ruang Intensif Care Unit

(ICU). Penyebab henti nafas harus dicari dengan melakukan anamnesis pada

keluarga penderita dan pemeriksaan fisik

Pikirkan penyebabnya hipotensi/syok, edema paru, infark myokard dan aritmia.

Aritmia bisa berupa aritmia yang sangat cepat seperti Supra Ventrikel Takikardi (SVT),

atrial flutter, atrial fibrilasi, ventrikel takikardi. Aritmia sangat lambat bisa berupa AV

blok derajat II dan derajat III. Koreksi penyebab atau konsul ke dokter ahli.

1. Cara melakukan RJP 

a. Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras. Posisi

penolong berlutut di sisi korban sejajar dengan dada penderita.

b. Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan pertama penolong

di atas tulang sternum di tengah dada di antara kedua puting susu penderita

(2-3 jari di atas prosesus Xihoideus) dan letakkan telapak tangan kedua di

atas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan saling menumpuk.

Kedua lutut penolong merapat, lutut menempel bahu korban, kedua lengan

tegak lurus, pijatan dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke

sternum.

c. Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (sekurangnya 2 inci) kemudian

biarkan dada kembali normal (relaksasi). Waktu kompresi dan relaksasi

dada diusahakan sama. Jika ada dua penolong, penolong pertama sedang

melakukan kompresi maka penolong kedua sambil menunggu pemberian

ventilasi sebaiknya meraba arteri karotis untuk mengetahui apakah

kompresi yang dilakukan sudah efektif. Jika nadi teraba berarti kompresi

efektif.

17

Page 14: BAB II ISI + PENUTUP

d. Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian ventilasi

2 kali (1 siklus = 30 kali kompres dan 2 kali ventilasi). Setiap 5 siklus

dilakukan monitoring denyut nadi dan pergantian posisi penolong jika

penolong lebih dari satu orang.

e. Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi. Kompresi

dilakukan dengan kecepatan sekurangnya 100 kali/menit tanpa berhenti

dan ventilasi dilakukan 8-10 kali/menit. Setiap 2 menit dilakukan

pergantian posisi untuk mencegah kelelahan.

1. RJP pada anak

a. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras

b. Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada

telapak tangan di atas tulang dada, di tengah sternum.

c. Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun ± 3-4 cm (2 inches) dengan

frekuensi sekurangnya 100 kali/menit.

2. RJP pada bayi

a. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras

b. Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa

menggunakan ibu jari tangan kanan dan kiri menekan dada dengan kedua

tangan melingkari punggung dan dada bayi. Bisa juga dengan

menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan atau jari manis langsung

menekan dada. kedalaman pijatan (1,5 inches)

c. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterior-

posterior rongga dada bayi dengan frekuensi minimal 100 kali/menit.

3. RJP pada situasi khusus

a. Tenggelam

18

Page 15: BAB II ISI + PENUTUP

Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah.

Keberhasilan menolong korban tenggelam tergantung dari lama dan

beratnya derajat hipoksia. Penolong harus melakukan RJP terutama

memberikan bantuan nafas, secepat mungkin setelah korban dikeluarkan

dari air. Setelah melakukan RJP selama 5 siklus barulah seorang penolong

mengaktifkan system emergensi. Manuver yang dilakukan untuk

menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak direkomendasikan karena bisa

menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta memperlambat RJP.

b. Hipotermi

Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai

pernafasan untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut

nadi unuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi

selama 30-45 detik karena frekuensi jantung dan pernafasan sangat lambat

tergantung derajat hipotermi.

Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi

tidak ada segera lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh

menjadi hangat. Untuk mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan

pakaian basah, beri selimut hangat jika mungkin beri oksigen hangat.

c. Sumbatan jalan nafas oleh benda asing.

Lihat di pengeloaan jalan nafas

4. Posisi sisi mantap (recovery position)

Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas

normal dan sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap

terbuka dan mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya

korban diletakkan miring pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang

dibawah berada di depan badan.

19

Page 16: BAB II ISI + PENUTUP

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association)

mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)

atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang

berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun

terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya

menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-

B (Circulation – Airway – Breathing).  Namun perubahan yang ditetapkan

AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan

tersebut tidak berlaku pada neonatus.

Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian

kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan

pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera

mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak,

paru, jantung dan lain-lain.

Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami

henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh

karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa

darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin.

Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum

melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan

(bretahing) seperti prosedur yang lama.

20

Page 17: BAB II ISI + PENUTUP

AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali.

Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi

perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2. Dengan

perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan

perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan

masayarakat umum.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan sehubungan dengan paparan materi di

atas adalah sebagai berikut.

1. Mahasiswa diharapkan untuk tidak melupakan paparan mengenai Bantuan

Hidup dasar (BHD) yang meliputi : Definisi, tujuan BHD serta konsep

AHA 2010 mengingat materi ini sangat berperan bagi mahasiswa dalam

menjalankan profesinya nanti untuk memberikan asuhan keperawatan

secara profesional.

2. Kepada pihak perawat diharapkan untuk mengetahui dan memahami

tentang Bantuan Hidup dasar (BHD) yang meliputi : Definisi, tujuan BHD

serta konsep AHA 2010 agar bisa melakukan per-tolongan secara

maksimal apabila terdapat orang dengan henti nafas (secara nyata atau riil)

maupun mempersiapkan diri sebaik mungkin terhadap kemungkinan yang

akan terjadi pada saat dibutuhkan bantuan.

21

Page 18: BAB II ISI + PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Andrew H, Travers. Thomas D, Rea. Bentley J, Bobrow et al. CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S676-S684

Diana M, Cave. Raul J, Gazmuri. Charles W, Otto et al. CPR Techniques and Devices: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S720-S728

Hazinski MF, Field JM. 2010 American heart association guidelines for cardiopulmonary rescucitation and emergency cardiovascular care science. AHA: 2010. www.circ.ahajournals.org. Downloaded at October 19th 2010

Robert A, Berg. Robin, Hemphill. Benjamin S, Abella. Tom et al. Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S685-S705

Rosdiana. 2012. Makalah Kdpk Bantuan Hidup Dasar. https://rosdianamasruroh580.wordpress.com/2012/12/07/makalah-kdpk-bantuan-hidup-dasar/ (Diakses tanggal 2 September 2015)

Anonim. 2010.Bantuan Hidup Dasar. http://pertolonganpertama-pertolonganpertama.blogspot.co.id/2011/01/bantuan-hidup-dasar.html (Diakses tanggal 2 September 2015)

22