BAB II RM
-
Upload
apriliza-ralasati -
Category
Documents
-
view
48 -
download
2
Transcript of BAB II RM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Menurut WHO, retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak
mencukupi.3 Retardasi mental menurut The Individuals with Disabilities Education
Act (IDEA) adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata yang muncul bersamaan
dengan defisit perilaku adaptif dan bermanifestasi dalam periode perkembangan serta
berakibat buruk terhadap kemampuan belajar.2
The American Association on Intellectual and Developmental Disabilities
(AAIDD,2002) mendefinisikan retardasi mental sebagai keterbatasan dalam fungsi
intelektual dan perilaku adaptif.4
Menurut Association American of Mental Retardation (AAMR), retardasi
mental mengacu pada fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-
rata, didefinisikan sebagai nilai Intelegence Quotient (IQ) <70-75, terdapat bersamaan
dengan keterbatasan yang berkaitan dengan dua atau lebih area keterampilan adaptif
yang dapat diterapkan: komunikasi, merawat diri, keterampilan sosial, kemampuan
bermasyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional,
istirahat, dan bekerja.1
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III
(PPDGJ III) retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.5
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) retardasi
mental adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.6
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya
dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ yang merupakan persentase yang
didapatkan dari umur mental berbanding umur kronologis. Apabila IQ di bawah 70,
anak tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berpikirnya yang
terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya lemah, demikian pula dengan
pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah.3
Perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang untuk mandiri,
menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan
kelompok umur dan budayanya. Pada penderita retardasi mental, gangguan perilaku
adaptif yang paling menonjol adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat
sekitarnya. Biasanya tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan statistik (menurut American Psychiatric Association) 2,5 % dari
populasi menderita retardasi mental dan 85% diantaranya merupakan retardasi mental
ringan. Di Amerika serikat tahun 2001-2002 lebih kurang 592.000 atau 1,2 % anak
usia sekolah mendapat pelayanan retardasi mental. 2
Perkiraan prevalensi berdasarkan pada tes psikometrik standar menunjukkan
bahwa hanya di bawah 3% populasi umum memiliki “ fungsi intelektual yang secara
signifikan berada di bawah rata-rata “ (memiliki nilai tes yang berada lebih dari dua
standar deviasi di bawah rata-rata). Prevalensi retardasi mental ringan paling tinggi
diantara anak-anak dari keluarga miskin, sementara individu yang mengalami
kecacatan yang lebih berat diwakilkan secara sama pada semua kelompok
masyarakat. Kira-kira 5% populasi mengalami retardasi mental berat atau sangat
berat.
Anak-anak dengan retardasi mental dapat didiagnosis juga dengan gangguan
lain seperti autisme dan cerebral palsy. Secara keseluruhan, prevalensi retardasi
mental dapat terjadi lebih tinggi pada laki-laki di banding perempuan yaitu 2:1 pada
retardasi mental ringan dan 1,5 : 1 pada retardasi mental berat.2
2.3 ETIOLOGI
Terdapat 2 populasi gangguan retardasi
1. Retardasi mental ringan (IQ > 50), lebih dihubungkan dengan pengaruh
lingkungan. Retardasi mental ringan ini 4 kali lebih banyak terjadi pada anak yang
ibunya tidak tamat SMA. Hal ini kemungkinan akibat dari gabungan faktor genetik
(anak yang mewarisi gangguan intelektual) dan faktor sosio-ekonomi (kemiskinan
dan Undernutrition). Penyebab spesifik gangguan retardasi mental ringan hanya
teridentifikasi pada <50% penderita. Penyebab biologis paling sering adalah sindrom
genetik dengan kelainan kongenital, prematuritas, penyalahgunaan obat yang
menyebabkan gangguan intrauterin, dan abnomalitas kromosom seks. Sering
ditemukan adanya riwayat keluarga.2,6
2. Retardasi mental berat (IQ>50), lebih dihubungkan dengan penyebab biologis.
Penyebab biologis dapat diidentifikasi pada 75% kasus. Penyebab penyakit tersebut
antara lain : sindrom genetic (sindrom Fragile X, Prader willi Syndrome) dan
kromosom (Down sindrom, klinefelter syndrome), Abnormalitas perkembangan otak
(ensefalopati, Lissencephaly), gangguan metabolisme sejak lahir
[Fenilketonuria(PKU), Tay-sach], gangguan neurodegenerative
(mukopolisakaridosis), malnutrisi berat, paparan radiasi, infeksi [Human
Imunodefisiensi Virus (HIV), toksoplasma, rubella, Sitomegalovirus(CMV), Syphilis,
Herpes Simpleks], kelainan pada masa perinatal, meningitis, intoksikasi alkohol pada
masa fetal, kelainan pada masa postnatal (trauma, meningitis, Hipotiroid)2,6
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui
adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial.
Walaupun terdapat beberapa faktor yang potensial berperan dalam terjadinya retardasi
mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT dan Shonkoff JP di bawah ini. Faktor-
faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental:3
1. Non organik
Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
Faktor sosiokultural
Interaksi anak denga pengasuh yang tidak baik
Penelantaran anak
2. Organik
Faktor pra konsepsi
o Abnormalitas single gen (penyakit-penyakit metabolik, kelainan
neurokutaneus, dll)
o Kelainan kromosom (x-linked, translokasi, fragile-x)
Faktor pranatal
o Gangguan pertumbuhan otak trimester I
Kelainan kromososm (trisomi, mozaik, dll)
Infeksi intrauterin, TIRCH, HIV
Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi)
Disfungsi plasenta
Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
o Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
Infeksi intrauterine
Zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam berat)
Ibu : diabetes melitus, fenilketonuria (PKU)
Toksemia gravidarum
Disfungsi plasenta
Ibu malnutrisi
o Faktor perinatal
Sangat prematur
Asfiksia neonatorum
Trauma lahir: perdarahan intracranial
Meningitis
Kelainan metabolik: hipoglikemia, hiperbilirubinemia
o Faktor postnatal
Trauma berat pada kepala atau susunan saraf pusat
Neurotoksin
CVA (Cerebrovascular Accident)
Anoksia, misalnya teggelam
Metabolik
Gizi buruk
Kelainan hormonal, misalnya hipotiroid
Aminoasiduria, misalnya PKU
Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia, dll
Polisakaridosis, misalnya sindrom hurler
Serebral lipidosis (Tay Sachs), dengan hepatomegaly
Infeksi
Meningitis, ensefalitis
Subakut, sklerosing panensefalitis
2.4 PATOGENESIS
Perlu dipahami bahwa otak bayi dan anak bukanlah miniatur otak dewasa.
Otak bayi dan anak merupakan organ tubuh yang masih tumbuh dan berkembang.
Otak bayi dan anak akan tumbuh menjadi besar, lebih besar, dan masih berkembang
dari otak yang semula imatur menjadi otak matur. Masa selama 2 minggu setelah
pembuahan atau disebut masa praembrio terjadi pembelahan sel telur yang telah
dibuahi. Sedangkan pada usia kehamilan 2-8 minggu disebut sebagai masa embrio.7
Awal pembentukan susunan saraf pusat atau otak dimulai setelah kehamilan 8
minggu. Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng
saraf (neural plate) pada masa embrio, yakni sekitar hari ke-16. Kemudian
menggulung membentuk tabung saraf (neural tube) pada hari le-22.Pada minggu ke-5
mulailah terlihat cikal bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selajutnya terbentuklah
batang otak, serebelum (otak kecil), dan bagian-bagian lainnya.Perkembangan otak
sangat kompleks dan memerlukan beberapa seri proses perkembangan, yang terjadi
atas penambahan (poliferasi) sel, perpindahan (migrasi sel), perubahan (diferensiasi)
sel, pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya (sinaps), dan pembentukan
selubung saraf (mielinasi).9
Sel saraf (neuron) pada permulaan bentuknya masih sederhana, mengalami
pembelahan menjadi banyak, dan proses ini disebut proliferasi. Proses proliferasi ini
berlangsung selama kehamilan 4-24 minggu, dan selesai pada waktu bayi
lahir.Setelah proses proliferasi, sel saraf akan migrasi ke tempat yang semestinya.
Proses migrasi berlangsung sejak kehamilan kira-kira 16 minggu sampai akhir bulan
ke-6 masa gestasi. Proses migrasi ini terjadi secara bergelombang, yaitu sel saraf yang
bermigrasi awal akan menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian
menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan luar
korteks serebri.9
Pada akhir bulan ke-6, lempeng korteks ini sudah memiliki komponen sel
neuron yang lengkap dan sudah tampak adanya diferensiasi menjadi 6 lapis seperti
orang dewasa. Di tempat yang semestinya, sel saraf mengalami proses diferensiasi
(perubahan bentuk, komposisi, dan fungsi). Sel saraf berubah menjadi sel neuron
dengan cabang-cabangnya dan terbentuk pula sel penunjang (sel Glia). Fungsi sel
inilah yang mengatur kehidupan kita sehari-hari.9
Ada yang mengatakan penambahan jumlah sel saraf telah selesai pada saat
kelahiran. Setelah lahir hanya terjadi pematangan fungsi sel saraf, tetapi selubung
saraf atau myelin yang disebut mielinisasi masih berkembang. Tetapi, setelah lahir
terjadi penambahan volume dan berat otak, bayi tampak lebih pintar. Hal ini karena
adanya pertumbuhan serabut saraf, adanya peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa
dan proses mieliniasi akibat proses stimulasi yang didapat saat lahir.9
Proses perkembangan otak ini memegang peranan penting dalam
perkembangan mental anak, hanya saja keterbatasan pengetahuan tentang
neuropatologi terhadap hal yang menyebabkan kemunduran intelektual, sebagaimana
telah dibuktikan dengan adanya 10-20% otak manusia dengan retardasi mental berat,
tetapi terlihat normal secara kesuluruhan. Sebagian besar otak manusia menunjukkan
perubahan yang ringan dan non-spesifik yang tidak mempunyai hubungan yang kuat
dengan derajat kemunduran intelektual. Perubahan-perubahan tersebut meliputi
mikrosefal, heterotopi substansia grisea pada substansial alba bagian subkortikal,
korteks dengan susunan regular yang tidak biasa dan neuron yang terikat lebih kuat
dari biasanya. Hanya sebagian kecil dari otak yang menunjukkan perubahan spesifik
pada susunan dendrit dan sinap, dengan adanya disgenesis dari dendrit di spinal atau
di neuron kortikal atau adanya gangguan pertumbuhan dendrit. Pengaturan sistem
saraf pusat yang mencakup proses induksi; maturasi sistim saraf pusat dipengaruhi
oleh genetik, molekuler, autokrin, parakrin, dan endokrin. Reseptor-reseptor yang
merangsang molekul dan gen sangatlah penting dalam perkembangan otak,
Pemeliharaan fenotip neuron pada orang dewasa mencakup transkrip genetik yang
sama, yang berperan penting selama perkembangan fetus melalui aktivasi mekanisme
transduksi intrasel.7
2.5 DIAGNOSIS
Anamnesis yang sangat diperlukan yaitu mengetahui penyebab retardasi
mentalnya, baik organik atau non organik, apakah kelainannya dapat diobati/tidak,
dan apakah ada faktor genetik/tidak. Dengan melakukan skrining secara rutin
misalnya dengan menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test), maka
diagnosis dini dapat segera dibuat. Demikian pula anamnesis yang baik dari orang tua,
pengasuh atau gurunya, akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Setelah
anak berumur 6 tahun dapat dilakukan tes IQ. Sering kali hasil evaluasi medis tidak
khas dan tidak dapat diambil kesimpulan. Pada kasus seperti ini, apabila tidak ada
kelainan pada sistem susunan saraf pusat, perlu anamnesis yang teliti untuk
mengetahui apakah ada keluarga yang cacat, dan mencari masalah lingkungan/faktor
non organik lainnya yang diperkirakan mempengaruhi kelainan pada otak anak.3,8
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa
kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran
stigmata mengarah kesuatu sindroma penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa
kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu :3
1. Kelainan pada mata:
1.1 Katarak
- Sindrom Cockayne
- Sindrom Lowe
- Galactosemia
- Sindrom Down
- Kretin
- Rubela Pranatal, dll
1.2 Bintik cherry
- merah pada daerah makula
- Mukolipidosis
- Penyakit Tay
- Sachs
- Penyakit Niemann –Pick
1.3 Korioretinitis
- Lues Kongenital
- Sindrom Hurler
- Sindroma Hunter
- Sindrom Lowe
2. Kejang
2.1 Kejang umum tonik klonik
- Defisiensi glikogen sinthetase
- Hiperlisinemia
- Hipoglikemia, terutama yang disertai glycogen storage disease I,II,IV,
danVI
- Phenyl ketonuria
- Sindrom malabsobrbsi methionin, dll
2.2 Kejang pada masa neonatal
- Arginosuccinic asiduria
- Hiperaminonemia I dan II
- Laktik Asidosis,dll
3. Kelainan Kulit Bintik cafe –au-lait
- Ataksia – telengiektasia
- Sindrom Bloom
- Neurofibromatosis
- Tuherous sclerosis
4. Kelainan Rambut
4.1 Rambut rontok
- Familial laktik asidosis dengan necrotizing ensefalopati
4.2 Rambut cepat memutih
- Atrofi progresif serebral hemisfer
- Ataksia telangiektasia
- Sindrom malabsorpsi methionin
4.3 Rambut halus
- Hipotiroid
- Malnutrisi
5. Kepala
- Mikrosefali
- Makrosefali
Hidrosefalus
Mucopolisakaridase
Efusisubdura
6. Perawakan pendek
- Kretin
- Sindrom Prader-Willi
7. Distonia
- Sindrom Hallervorden-Spaz
Gejala retardasi mental berdasarkan tipenya:
1. Retardasi mental ringan
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Diagnosis
dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini termasuk mampu
didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa
dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti
orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka kurang mampu
menghadapi stress, sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
2. Retardasi mental sedang
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka
mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat
sampai kelas 2 SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu
misalnya pertukangan, pertanian, dll. Dan apabila bekerja nanti mereka ,memerlukan
pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri sendiri. Kelompok
ini juga kurang mampu mengahadapi dan kurang dapat mandiri, sehingga
memerlukan bimbingan dan pengawasan.
3. Retardasi mental berat
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini.
Diagnosis mudah ditegakkan secara dini , karena selain adanya gejala fisik yang
menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah
terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk
tipe klinik. Mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang
sederhana , tidak dapat dilatih keterampilan kerja dan memerlukan pengawasan dan
bimbingan sepanjang hidupnya.
4. Retardasi mental sangat berat
Kelompok ini sekitar 1 % dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini
mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan
berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung pada orang
disekitarnya.3
Kriteria diagnostik retardasi mental menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) :2,9
1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau
dibawahnya.
2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2, misalnya komunikasi,
perawatan diri, kemampuan melakukan tugas-tugas rumah tangga, sosial, pekerjaan,
kesehatan dan keamanan.
3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun.
Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada anak dengan retardasi mental
antara lain neuroimaging, tes metabolik, genetik, kromosom darah, dan elektro
ensefalografi (EEG). Tes-tes tersebut sebaiknya tidak digunakan untuk anak dengan
keterbelakangan intelektual. Jenis tes yang dilakukan sebaiknya didasarkan pada
riwayat keluarga/kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan oleh bidang keilmuan
yang lain, dan keinginan keluarga.2
Tes Karyotype terutama ditujukan untuk melihat jumlah kromosom, duplikasi,
delesi, atau translokasi kromosom. Tes molekuler genetik untuk sindrom Fragile X
tepat digunakan untuk laki- laki dengan retardasi mental sedang, perawakan fisik yang
tidak normal, dan/atau memiliki riwayat retardasi mental pada keluarga; atau
perempuan dengan defisit kognitif ringan dengan sikap pemalu yang berlebihan dan
memiliki riwayat keluarga. Anak dengan gangguan neurologis yang progresif atau
perubahan perilaku tiba-tiba membutuhkan investigasi metabolik (asam organik urin,
asam amino plasma, laktat darah, enzim lisosom dalam limfosit), anak dengan episode
mirip kejang harus mendapatkan pemeriksaan EEG. Anak dengan pertumbuhan
kepala abnormal atau asimetris dan temuan neurologis fokal harus menjalankan
prosedur neuroimaging.
Lebih kurang 6 % retardasi mental tanpa sebab yang jelas kemungkinan
disebabkan oleh abnormalitas kromosom “mikro” yang dapat diidentifikasi dengan
penyatuan kromosom resolusi tinggi, fluorescent insitu hybridization (FISH) atau
penggambaran kromosom untuk pengaturan subtelomeric. MRI dapat digunakan
untuk mengidentifikasi sejumlah marker disgenesis serebral pada anak dengan
keterbelakangan intelektual.
Diagnosis retardasi mental membutuhkan pula tes intelijensia individual dan
tes kemampuan fungsi adaptif. The Bayley Scales of Infant Development (BSID-II)
merupakan skala penilaian intelejensi yang paling umum dipakai, skala ini menilai
kemampuan bahasa, kemampuan pemecahan masalah, perilaku, kemampuam motorik
halus, dan kemampuan motorik kasar pada anak usia 1 bulan – 3 tahun, dari skala
tersebut akan diperoleh hasil berupa mental developmental index (MDI) dan skor
psikomotor developmental index (PDI, sebuah pengukuran kompetensi motorik).2,10
Tes ini dapat membedakan anak dengan retardasi mental berat dan anak
normal, namun tes ini tidak terlalu bermanfaat untuk membedakan anak normal
dengan anak yang mengalami retardasi mental ringan. Tes psikologis yang paling
umum digunakan untuk anak > 3 tahun adalah Wechsler scales. The Wechsler
Preschool and Primary Scale of Intelligence-revised (WPPSI-III) digunakan untuk
anak usia mental 2,5 – 7,3 tahun. The Wechlser Intelligence Scale for Children-4th
edition (WISC-IV) digunakan untuk anak dengan usia mental diatas 6 tahun. Kedua
skala tersebut terdiri dari beberapa subtest dalam area verbal dan keterampilan.
Meskipun anak dengan retardasi mental memiliki skor dibawah rata-rata pada seluruh
subscale scores, namun kadang mereka memiliki skor rata-rata pada satu atau lebih
area keterampilan.2
Tes perilaku adaptif yang paling umum digunakan adalah Vineland Adaptive
Behavior Scale yang melibatkan wawancara dengan orangtua atau guru dan menilai
perilaku adaptif dalam 4 domain utama: komunikasi, keterampilan hidup sehari-hari,
sosialisasi dan kemampuan motorik. Bisanya terdapat hubungan antara skor
intelijensia dan skor adaptif. Kemampuan adaptif dasar (makan, berpakaian, hygiene)
lebih mudah diperbaiki dibandingkan dengan skor IQ.2
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Sebelum menegakkan diagnosis retardasi mental, kelainan-kelainan lain yang
mempengaruhi kemampuan kognitif dan perilaku adaptif juga harus menjadi
pertimbangan, diantaranya kondisi yang mirip dengan retardasi mental dan kondisi
lain yang melibatkan keterbelakangan intelektual sebagai salah satu manifestasinya.
Defisit sensoris (kemampuan pendengaran yang buruk dan kehilangan penglihatan),
gangguan komunikasi, dan kejang tak terkontrol dapat menyerupai retardasi mental;
gangguan neurologis progresif tertentu munculannnya dapat menyerupai retardasi
mental sebelum terjadinya regresi. Lebih dari setengah anak-anak yang menderita
serebral palsi atau autisme juga menderita retardasi mental. Serebral palsi dengan
retardasi mental tampak pada kemampuan motoriknya, dimana pada serebral palsi
kemampuan motorik lebih dipengaruhi dibandingkan kemampuan kognitif, dan
disertai adanya refleks patologis dan perubahan tonus. Pada autisme, kemampuan
adaptif sosial lebih dipengaruhi dibandingkan kemampuan non verbal, dimana pada
retardasi mental biasanya terdapat lebih banyak defisit pada kemampuan sosial,
motorik, adaptif dan kognitif.2
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemerikasaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental, yaitu :3
1. Kromosomal kariotip
Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
Terdapat beberapa kelainan kongenital - Genitalia abnormal
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
Gejala kejang yang dicurigai
Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
Pembesaran kepala yang progresif
Tuberous sklerosis
Dicurigai kelainan otak yang luas
Kejang local
Dicurigai adanya tumor intrakranial
4. Titer virus untuk infeksi kongenital
Kelainan pendengaran tipe sensorineural
Neonatal hepatosplenomegali
Petechie pada periode neonatal
Chorioretinitis
Mikroptalmia
Kalsifikasi intrakranial
Mikrosefali
5. Serum asam urat (uric acid serum)
Choreoatetosis
Gout
Sering mengamuk
6. Laktat dan piruvat darah
Asidosis metabolic
Kejang mioklonik
Kelemahan yang progresif
Ataksia
Degenerasi retina
Ophtalmoplegia
Episode seperti stroke yang berulang
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
Hepatomegali
Tuli
Kejang dini dan hipotonia
Degenerasi retina
Ophtalmoplegia
Kista pada ginjal
8. Serum Zeng (Zn)
Acrodermatitis
9. Logam berat dalam darah
Anamnesis adanya pika
Anemia
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
Gerakan yang involunter
Sirosis
Cincin Kayser-Fleischer
11. Serum asam amino atau asam organik
Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
Gagal tumbuh
Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
Warna rambut yang tidak khas
Mikrosefali
Asidosis yang tidak diketahui sebabnya
12. Plasma ammonia
Muntah-muntah dengan asidosis metabolic
13. Analisa enzim lisozom pada leukosit atau biopsi kulit
Kehilangan fungsi motorik dan kognitif
Atrofi N. Optikus
Degenerasi retina
Serebelar ataksia yang berulang
Mioklonus
Hepatosplenomegali
Kulit yang kasar dan lepas-lepas
Kejang
Pembesaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun
14. Urin mukopolisakarida
Kifosis
Anggota gerak yang pendek
Badan yang pendek
Hepatosplenomegali
Kornea keruh
Gangguan pendengaran
Kekakuan pada sendi
15. Urine reducing substance
Katarak
Hepatosplenomegali
Kejang
16. Urin Ketoacid
KejangRambut yang mudah putus
17. Urin asam vanililmandelik
Muntah-muntah
Isapan bayi pada saat menyusu yang lemah
Gejala disfungsi autonomik
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi dan sangat
individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penanganan multidisiplin
merupakan jalan yang terbaik.2,3 Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi
pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk mengembangkan potensi anak
tersebut seoptimal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikolog untuk menilai
perkembangan mental anak terutama kognitifnya, dokter anak untuk memeriksa fisik
anak, menganalisis penyebab, dan mengobati penyakit atau kelainan yang mungkin
ada. Juga kehadiran pekerja sosial kadang-kadang diperlukan untuk menilai situasi
keluarganya.10 Atas dasar itu maka dibuatlah strategi terapi. Sering kali melibatkan
lebih banyak ahli lagi, misalnya ahli saraf bila anak juga menderita epilepsi, palsi
serebral, dll. Psikiater, bila anaknya menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila
orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis, bila
diperlukan untuk merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya. Ahli terapi
wicara, untuk memperbaiki gangguan bicara atau untuk merangsang perkembangan
bicara. Serta diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang retardasi
mental ini.3,12
Pada orang tua perlu diberi penerangan yang jelas mengenai keadaan anaknya,
dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan. Kadang-kadang diperlukan
waktu yang lama untuk meyakinkan orang tua mengenai keadaaan anaknya. Bila
orang tua belum dapat menerima keadaan anaknya, maka perlu konsultasi pula
dengan psikolog atau psikiater.3,12 Disamping itu diperlukan kerja sama yang baik
antara guru dengan orang tua, agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam strategi
penanganan anak disekolah dan dirumah. Anggota keluarga lainnya juga harus diberi
pengertian, agar anak tidak diejek atau dikucilkan. Disamping itu masyarakat perlu
diberikan penerangan tentang retardasi mental, agar mereka dapat menerima anak
tersebut dengan wajar.3
2.8.1 PENDEKATAN INDIVIDUAL DAN KELUARGA
Retardasi mental umumnya merupakan kondisi seumur hidup dan tidak dapat
disembuhkan dengan pengobatan medis. Hal-hal berikut ini penting untuk
dipertimbangkan sebagai panduan dalam penatalaksanaan:
1. Bukti Ilmiah: Penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa dengan memberikan
dukungan dan pelayanan yang tepat, adalah mungkin untuk memastikan
bahwa penderita retardasi mental dapat hidup sehat dan relatif independen.
Pelayanan yang dimaksud disini terdiri dari banyak bidang seperti perawatan
kesehatan, intervensi dini, pendidikan, pelatihan kejuruan, dan sebagainya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa penyakit fisik maupun perilaku pada
penderita retardasi mental disebabkan oleh kurangnya perawatan yang tepat
dan oleh karenanya dapat dicegah.
2. Standar Kemanusiaan: Sebagai bagian dari masyarakat, merupakan hak
penderita retardasi mental untuk menjalani kehidupan mereka dengan
bermartabat. Hal ini dapat dicapai dengan adanya kesadaran sosial, tingkah
laku dan kepercayaan yang “positif” dari lingkungan terkait retardasi mental
itu sendiri.
3. Perspektif Keluarga: Masalah retardasi mental seringkali tidak dapat
dipisahkan dari masalah yang dihadapi keluarga. Pelayanan yang teroganisir
sangat dibutuhkan oleh keluarga untuk dapat beradaptasi dengan baik dan
menghadapi segala masalah dengan percaya diri.13
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, professional dari berbagai bidang, keluarga,
organisasi pemerintah, LSM, dan masyarakat secara keseluruhan harus saling
bekerjasam.3,12,13
Prinsip-prinsip berikut dapat membantu dalam membimbing dan mengarahkan
pengembangan pelayanan yang sesuai :
Normalisasi. Konsep ini berasal dari negara-negara Skandinavia. Secara
sederhana, normalisasi berarti memastikan bahwa kondisi lingkungan
kehidupan sehari-hari yang didapatkan para penderita retardasi mental tidak
berbeda dengan yang didapatkan orang normal lainnya. Hal ini juga berarti
menyediakan fasilitas-fasilitas bagi mereka untuk dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki.
Integrasi. Penderita retardasi mental haruslah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari masyarakat; mereka tidak boleh diisolasi ataupun mendapat
diskriminasi dalam hal apapun.
Perawatan di Rumah dengan Orangtua Sebagai Mitra.
Penelitian telah menunjukkan bahwa tempat terbaik untuk tumbuh dan
berkembang bagi para penderita retardasi mental adalah keluarga mereka sendiri, di
mana mereka dapat diberikan pengasuhan dengan stimulasi yang sesuai. Oleh karena
itu, pelayanan yang terorganisir harus diberikan agar keluarga mendapat dukungan,
diperkuat dan diberdayakan dalam pengasuhan anggota keluarga dengan retardasi
mental. Keluarga memiliki kebutuhan yang berbeda pada berbagai tahap dalam siklus
kehidupan (masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa); oleh karena itu harus diupayakan
untuk memenuhi kebutuhan dari tiap siklus tersebut. Harus disadari juga bahwa
keluarga tidak hanya penerima layanan tetapi juga bertindak sebagai “penyedia
layanan”. Dengan kata lain, mereka adalah mitra dalam perawatan penderita retardasi
mental.13
2.8.2 PENDEKATAN BERBASIS MASYARAKAT
Seringkali pelayanan cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Untuk
mengatasi hal ini, pelayanan berorientasi masyarakat sangat diperlukan. Tidak ada
program yang dapat sukses terlaksana tanpa keterlibatan dan partisipasi dari
masyarakat.
Pelayanan untuk individu dengan retardasi mental:
1. PelayananMedisdanPsikologis(klinis)
Dibutuhkan fasilitas yang sesuai untuk evaluasi medis / kesehatan yang
baik dan diagnosis yang akurat. Dokter harus dalam posisi untuk mengenali dan
mengelola gangguan yang dapat diobati seperti hipotiroidisme. Masalah terkait
seperti kejang, gangguan sensorik dan masalah perilaku, dapat diperbaiki atau
dikendalikan dengan tatalaksana medis yang tepat. Diharapkan tersedia fasilitas
untuk penilaian psikologis dari kekuatan dan kelemahan dalam diri anak yang
dapat dijadikan dasar untuk pelatihan-pelatihan di masa depan.13 Psikoterapi dapat
diberikan kepada anak retardasi mental maupun kepada orangtua anak tersebut.
Walaupun tidak dapat menyembuhkan retardasi mental tetapi dengan psikoterapi
dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi sosialnya.14
Semua anak dengan retardasi mental juga memerlukan perawatan seperti
pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring terhadap tumbuh
kembangnya. Anak-anak ini sering juga disertai dengan kelainan fisik yang
memerlukan penanganan khusus. Misalnya pada anak yang mengalami infeksi
pranatal dengan cytomegalovirus akan mengalami gangguan pendengaran yang
progresif walaupun lambat, demikian pula anak dengan sindrom Down dapat
timbul gejala hipotiroid. Masalah nutrisi juga perlu mendapat perhatian.2,3
Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah menentukan
ada atau tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi mentalnya, evaluasi
mengenai sistem kekeluargaan dan pengaruh retardasi mental pada keluarga,
kemungkinan penempatan di panti khusus, konseling pranikah dan pranatal.14
Konseling orangtua yang memadai pada tahap awal sangatlah penting.
Dokter, perawat, psikolog dan pekerja sosial dapat membuat perbedaan besar bagi
orang tua dengan cara memberikan penjelasan yang benar mengenai kondisi dan
pilihan untuk pengobatan yang tersedia. Konseling juga memberikan dukungan
emosional dan bimbingan serta penguatan moral. Setelah orang tua mendapatkan
pemahaman yang benar mengenai kondisi anaknya, mereka perlu belajar cara
yang tepat dalam membesarkan dan melatih anak. Orang tua secara terus menerus
membutuhkan bantuan, bimbingan, dan dukungan, terutama selama masa remaja,
dewasa awal dan selama periode krisis.13
2. DeteksiDinidanStimulasiDini
Deteksi dan stimulasi dini pada retardasi mental sangat membantu untuk
memperkecil retardasi yang terjadi. Para orangtua biasanya membawa anaknya
pada dokter anak bila mereka mencurigai adanya kelainan pada anaknya. Oleh
karena itu dokter anak harus waspada pada setiap keluhan dari ibu, terutama
keluhan tentang keterlambatan perkembangan anaknya. Makin dini ditemukan,
dan makin dini diadakan stimulasi, makin besar kesempatan anak untuk mengejar
ketertinggalannya.12
Banyak penelitian menunjukkan bahwa mendeteksi retardasi mental pada
tahap awal, yaitu pada masa bayi, dan menyediakan lingkungan yang memberikan
stimulasi dan penuh kasih sayang dapat membantu anak-anak ini untuk
berkembang lebih baik dan mencegah banyak komplikasi.
Beberapa kondisi medis yang terkait dengan retardasi mental dapat
dideteksi saat lahir. Dapat pula dilakukan pengelompokan bayi-bayi yang beresiko
menderita retardasi mental. Bayi- bayi tersebut merupakan bayi yang lahir
prematur atau dengan berat lahir rendah (kurang dari 2 kg), atau yang menderita
asfiksia saat lahir, atau mereka yang menderita penyakit yang serius pada periode
neonatal. Metode yang dilakukan untuk deteksi dini adalah dengan mengikuti
perkembangan semua bayi sejak lahir dan amati apakah mereka mengalami
ketertinggalan secara konsisten. Pada umumnya, sebagian besar bayi dengan
retardasi mental yang berat bisa dikenali pada usia 6-12 bulan. Retardasi mental
ringan biasanya menjadi jelas pada usia dua tahun. Metode standar untuk deteksi
dini retardasi mental sekarang telah tersedia, dan dapat disesuaikan dengan
budaya manapun dengan modifikasi yang tepat. Ketika seorang bayi terdeteksi
atau diduga memiliki retardasi mental, penting untuk memberikan stimulasi yang
tepat untuk perkembangannya.
Bayi yang berisiko atau terdeteksi dengan perkembangan yang tertunda
harus mendapatkan stimulasi sensori-motor. Ini adalah teknik di mana orang tua
mendorong dan mengajarkan bayi mereka untuk menggunakan dan
mengembangkan kemampuan sensorik mereka (penglihatan, pendengaran dan
sentuhan) dan kemampuan motorik (menggenggam, menggapai, memanipulasi,
dan memindahkan). Teknik ini juga meliputi aktif terlibat dengan anak dengan
membelai, berbicara, menunjukkan benda-benda terang, bermain untuk membuat
anak tertawa, menggelitik, memijat lembut, menempatkan anak dalam posisi dan
tempat yang berbeda, menggunakan mainan dan memainkan benda-benda untuk
membangkitkan minat anak, membimbing tangan anak untuk melakukan sesuatu
dan sebagainya. Stimulasi semacam itu sangat dibutuhkan untuk perkembangan
normal. 13
3. Pelatihan Self-help, Keterampilan Praktis dan Keterampilan Sosial
Anak normal mempelajari keterampilan hidup sehari-hari (makan,
berpakaian, toilet training, dan keterampilan sosial seperti bermain, dan
berinteraksi dengan orang lain) dengan mudah, yaitu dengan mengamati orang
lain dan bimbingan orang dewasa. Tapi anak-anak dengan retardasi mental sering
tidak mampu mempelajari keterampilan-keterampilan tersebut. Melalui upaya
sistematis dan menggunakan teknik yang tepat, sangat mungkin untuk mengajar
dan melatih mereka melakukannya. Tekhnik dengan modifikasi tingkah laku
sangat berguna dan efektif dalam penatalaksanaan anak-anak dengan retardaasi
mental, termasuk di antaranya :
Reinforcement positif dan pemberian reward: Memperhatikan, memuji
anak dan memberikan beberapa hadiah seperti permen atau mainan
setiap kali anak menunjukkan perilaku yang diinginkan atau berusaha
untuk belajar, dapat meningkatkan motivasi anak untuk belajar.
Modelling : Menunjukkan anak bagaimana cara melakukan sesuatu dan
mendorong anak untuk memulai melakukan hal yang sama merupakan
metode yang bagus untuk mengajarkan anak. Ini lebih baik daripada
hanya secara lisan mengatakan atau menginstruksikan anak.
Shaping: yaitu mengajarkan bentuk sederhana dari sebuah aktivitas
yang rumit, kemudian secara perlahan menaikkan tingkat kesulitannya.
Chaining: Sebuah kegiatan, seperti berpakaian, dapat dipecah menjadi
beberapa langkah kecil yang berurutan. Anak dapat diajarkan
keterampilan ini langkah demi langkah. Seringkali, back-chaining atau
mengajarkan terlebih dahulu langkah terakhir dan kemudian mundur
merupakan cara yang lebih efektif.
Physical guidance : Jika anak tidak dapat belajar dengan cara
modelling, ia dapat diajarkan dengan cara memegang tangan anak dan
menunjukkan mereka bagaimana suatu hal dilakukan. Setelah
pengulangan seperti itu, bimbingan secara fisik ini dapat perlahan-
lahan ditarik sehingga anak belajar untuk melakukan tugas secara
independen.13
4. Terapi Bicara
Bicara dan bahasa adalah fungsi yang sangat penting dan sangat khusus
bagi manusia. Bicara dan bahasa memegang peranan penting dalam
mengkomunikasikan perasaan dan pikiran seseorang kepada orang lain. Retardasi
mental sering disertai dengan keterbatasan yang signifikan dalam perkembangan
bicara dan bahasa. Penelitian telah memperlihatkan bahwa aplikasi sistematis
teknik terapi wicara, efektif dalam meningkatkan kemampuan bicara dan bahasa.
Terapi bicara dibutuhkan pada anak dengan retardasi mental.13
5. Pendidikan
Ketika mereka tumbuh dan menguasai aktivitas hidup sehari-hari, anak-
anak dengan retardasi mental perlu diberikan pendidikan seperti anak-anak
lainnya. Sekolah sangat penting bagi mereka bukan hanya untuk memperoleh
kemampun akademik tetapi juga untuk beajar disiplin, keterampilan
sosial/interaksi, dan keterampilan praktis untuk kehidupan bermasyarakat.
Meskipun mereka lambat dalam belajar, pengalaman dan penelitian telah
menunjukkan bahwa dengan menerapkan teknik pendidikan yang tepat, sangat
mungkin untuk memberikan keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung
bagi banyak anak dengan retardasi mental. Pendekatan saat ini dalam hal
pendidikan, sebisa mungkin, menempatkan mereka di sekolah normal, daripada
mendirikan sekolah khusus (pendidikan inklusif). Hal ini terutama untuk mereka
yang memiliki bentuk ringan dari retardasi mental. Namun, anak dengan retardasi
mental yang lebih parah akan lebih baik ditempatkan di sekolah khusus.
Pendekatan lain, adalah dengan membuat kelas khusus untuk mereka di sekolah
normal (opportunity sections).10 Apapun pendekatan yang dipilih, penting untuk
menyadari bahwa bahkan anak-anak dengan retardasi mental pun membutuhkan
pendidikan, untuk menjamin perkembangan optimal dan kesejahteraan mereka.13
Anak dengan retardasi mental ringan(IQ 50-70), yang disebut golongan
mampu didik, mendapatkan pelajaran setaraf sekolah dasar, namun dengan cara
dan kecepatan mengajar yang disesuaikan dengan kemampuan mereka. Pengajar
haruslah guru khusus terdidik dalam bidang pendidikan mereka.
Anak dengan retardasi mental sedang (IQ 30-50) digolongkan ke dalam
kelompok mampu latih. Pada mereka lebih banyak diberikan latihan dalam
berbagai macam bidang keterampilan seperti menjahit, menyulam, memasak dan
membuat kue pada anak wanita, atau pertukangan, perbengkelan, peternakan, dan
perkebunan pada anak laki-laki. Diharapkan bahwa dengan keterampilan tersebut
mereka dapat mandiri di kemudian hari, atau mereka dapat bekerja dalam suatu
shltered workshop. Di Indonesia belum ada sheltered workshop untuk
mempekerjakan anak- anak dengan retardasi mental.
Sekolah untuk anak tuna grahita ini disebut SLB-C. dahulu, sebelum
didirikan sekolah khusus ini, anak dengan retardasi mental dimasukkan ke sekolah
dasar normal. Mereka dengan sendirinya tidak mampu mengikuti pelajaran,
sehingga setiap kelas biasanya diulang beberapa kali. Biasanya mereka dicap
sebagai anak bodoh dan seringkali menjadi bahan cemoohan teman mereka. Hal
ini tentu saja tidak membantu perkembangan kepribadian anak tersebut yang
merasa makin kehilangan kepercayaan dirinya. Banyak yang kemudian mogok
sekolah dan samasekali menarik diri dari pergaulan.
Anak dengan kecerdasan yang rendah ini kurang dapat meberikan
penilaian tentang baik- buruknya suatu tindakan tertentu, misalnya mencuri,
merampas, melakukan kejahatan seksual dan sebagainya. Pendidikan dalam SLB
sedikitnya melindungi mereka terhadap hal-hal tersebut diatas.
Dengan makin majunya pendidikan maka ada beberapa anak yang sekolah
di SLB mendapat kemajuan sedemikian rupa, sehingga mereka dapat dipindahkan
kembali ke SD biasa. Bahkan di negara yang maju seperti di amerika sudah mulai
dilakukan pendidikan terpadu. Anak- anak dengan retardasi mental pada beberapa
pelajaran tertentu, seperti misalnya olahraga, keterampilan, kesenian, diikut
sertakan dalam kelas SD yang normal.
Juga dianjurkan adanya sekolah terpadu, kelas bagi anak retardasi mental
berada dibawah satu atap dengan kelas anak yang normal. Hal ini juga
dimaksudkan untuk menghapus stigma yang melekat pada anak dengan retardasi
mental, dengan membiasakan mereka bergaul bersama anak yang normal. Di
Indonesia pendidikan terpadu sulit dilaksanakan pleh karena sistem kurikulum
kita yang samasekali berbeda dengan yang ada di Barat. Juga masyarakat di
Indonesia perlu mendapatkan penerangan dan pendidikan tentang pengertian
retardasi mental, agar mereka dapat menerima anak yang terbelakang tersebut
dengan wajar sebagaimana adanya.13
6. Pelatihan Kejuruan
Penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anak muda dengan retardasi
mental dapat mengikuti pelatihan kejuruan dan kemudian dipekerjakan. Tapi ada
banyak rintangan. Salah satu rintangan utama adalah adanya kecenderungan untuk
meremehkan kemampuan mereka.
Harus diingat bahwa mendapatkan pekerjaan juga akan berdampak baik
bagi kesehatan mental, kepuasan diri, dan status social dari para penderita
retardasi mental. Ada banyak contoh inovatif tentang bagaimanahal ini dapat
dicapai, misalnya, desa dapat menawarkan berbagai peluang di bidang pertanian
untuk mempekerjakan mereka.13
2.9 PENCEGAHAN
Prevensi primer adalah usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit, yang dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu:
(1) Memberikan perlindungan yang spesifik terhadap penyakit- penyakit
tertentu, misalnya dengan memberikan imunisasi;
(2) Meningkatkan kesehatan dengan memberikan gizi yang baik, perumahan
yang sehat, mengajarkan cara-cara hidup sehat, dengan maksud meninggikan
daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Prevensi sekunder adalah untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin dan
memberikan pengobatan yang tepat sehingga tidak terjadi komplikasi pada susunan
saraf pusat. Misalnya, identifikasi dini dan penanganan yang tepat berbagai kondisi
yang dapat ditanggulangi, seperti hipotiroidisme, dapat mencegah terjadinya retardasi
mental di kemudian hari. Intervensi yang cepat dan tepat terhadap berbagai penyakit
anak, seperti keracunan timah atau hematoma subdural pascatrauma, mengurangi
kemungkinan terjadinya kerusakan sel otak. Diagnosis dan koreksi dini defek sensoris
pada anak, dapat meningkatkan secara maksimal kemungkinan anak tersebut untuk
mendapatkan rangsangan sensoris, sehingga dapat dicegah terjadinya retardasi mental
akibat defisiensi sensoris. 12
2.10 KOMPLIKASI
Anak dengan retardasi mental memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya
gangguan penglihatan, pendengaran, ortopedi, dan perilaku atau emosi.Deficit yang
paling umum terjadi diantaranya gangguan motoric, ganngguan perilaku atau emosi,
komplikasi medis, dan kejang.Makin parah tingkat retardasi makin banyak kompikasi
yang terjadi.Dengan mengetahui tingkat retardasi mental dapat membantu
memprediksi ganngguan yang dapt terjasi.Sindrom Fragile Xdan Sindrom Fetal
Alcohol dihubungkan dengan tingginya angka kejadian gangguan perilaku; Down
Syndrome memiliki banyak komplikasi medis ( hipotiroidisme, Celiace disease,
penyakit jantung bawaan). Bila gangguan tersebut terjadi dibutuhkan terapi fisik
jangka panjang, occupational terapi, terapi wicara, alat bantu dengar, dan obat-obatan
medis. Kegagalan dalam mengidentifikasi dan tata laksana adekuat terhadap
gangguan yang terjadi dapat menghambat kesuksesan dan rehabilitasi dan
menyebabkan kesulitan daalam aktifitas di sekolah, rumah, dan lingkungan. 2
2.11 PROGNOSIS
Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya prognosisnya
lebih baik. Tetapi pada umumnya sukar untuk menemukan penyakit dasarnya. Anak
dengan retardasi mental ringan, dengan kesehatan yang baik, tanpa penyakit
kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang yang
normal. Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah kesehatan
dan gizi, sering meninggal pada usia muda.3
Pada anak dengan retardasi mental berat, gejalanya telah dapat terlihat sejak
dini. Retardasi mental ringan tidak selalu menjadi gangguan yang berlangsung seumur
hidup. Seorang anak bisa saja pada awalnya memenuhi kriteria retardasi mental saat
usianya masih dini, namun seiring dengan bertambahnya usia, anak tersebut dapat
saja hanya menderita gangguan perkembangan (gangguan komunikasi, autisme, slow
learner-intelejensia ambang normal). Anak yang didiagnosa dengan retardasi mental
ringan di saat masa sekolah, mungkin saja dapat mengembangkan perilaku adaptif dan
berbagai keterampilan yang cukup baik sehingga mereka tidak dapat lagi
dikategorikan menderita retardasi mental ringan, atau dapat dikatakan efek dari
peningkatan maturitas menyebabkan anak berpindah dari satu kategori diagnosis ke
kategori lainnya (contohnya, dari retardasi mental sedang menjadi retardasi mental
ringan). Beberapa anak yang didiagnosis dengan gangguan belajar spesifik atau
gangguan komunikasi dapat berkembang menjadi retardasi mental seiring dengan
berjalannya waktu. Ketika masa remaja telah dicapai, maka diagnosis biasnya telah
menetap.
Prognosis jangka panjang dari retardasi mental tergantung dari penyebab
dasarnya, tingkat defisit adaptif dan kognitif, adanya gangguan perkembangan dan
medis terkait, dukungan keluarga, dukungan sekolah/masyarakat, dan pelayanan dan
training yang tersedia untuk anak dan keluarga. Saat dewasa, banyak penderita
retardasi mental yang mampu memenuhi kebutuhan ekonmi dan sosialnya secara
mandiri. Mereka mungkin saja membutuhkan supervisi secara periodik, terutama di
saat mengalami masalah sosial maupun ekonomi. Kebanyakan penderita dapat hidup
dengan baik dalam masyarakat, baik secara mandiri maupun dalam supervisi. Angka
harapan hidup tidak terpengaruh oleh adanya retardasi mental ini.2