BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB...

16
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan salah satu tanaman yang dianjurkan dalam pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Mahoni dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai atau ditanam ditepi jalan sebagai pohon pelindung (Qodri et al., 2014), bentuk pohon dan biji mahoni dapat dilihat pada Gambar 2.1. Klasifikasi dari tanaman mahoni adalah (Plantamor, 2012): Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Devisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji) Devisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Sub Kelas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Swietenia Species : Swietenia mahagoni (L.) Jacq.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Mahoni

Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan salah satu tanaman

yang dianjurkan dalam pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Mahoni

dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Mahoni dapat ditemukan tumbuh

liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai atau ditanam

ditepi jalan sebagai pohon pelindung (Qodri et al., 2014), bentuk pohon dan biji

mahoni dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Klasifikasi dari tanaman mahoni adalah (Plantamor, 2012):

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Devisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji)

Devisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Meliaceae

Genus : Swietenia

Species : Swietenia mahagoni (L.) Jacq.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

7

A B

Gambar 2.1

Tanaman Mahoni (A) Pohon mahoni (B) Biji mahoni (Adminboro, 2014)

Pada tahun 70-an, mahoni banyak dicari orang sebagai obat. Orang-orang

mengonsumsi biji mahoni hanya dengan menelan bijinya setelah membuang

bagian yang pipih. Penelitian Genus Swietenia (mahoni) sekarang ini semakin

berkembang. Dadang dan Ohsawa (2000) melaporkan ekstrak biji Swietenia

mahagoni pada konsentrasi 5% dapat memberi penghambatan makan 100% larva

P. xylostella. Menurut Prijono (1998) ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 0.25%

dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana 10.4% (Siregar et al., 2006).

Kandungan kimia mahoni dipengaruhi oleh iklim dan cuaca serta habitat

masing-masing mahoni. Biji mahagoni afrika Khaya segenalensis yang diekstraksi

dengan etanol, dan dipartisi dengan etil asetat mengandung senyawa

tetranortriterpenoid. Ekstrak biji S. macrophylla mengandung triterpenoid yaitu

swietenin dan swietenolida tiglat, serta flavonoid dan tanin. Esktrak etanol dari

biji Swietenia sp mengandung alkaloid, terpenoid, dan flavonoid (Sianturi, 2001).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

8

Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, antijamur,

menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus),

kurang nafsu makan, demam, masuk angin, dan rematik. Hasil penelitian yang

sering dipublikasi adalah ekstrak biji mahoni untuk menurunkan kadar glukosa

darah pada tikus Wistar. Kabar yang terbaru bahwa ekstrak biji mahoni termasuk

salah satu obat tradisional yang dapat menghambat pertumbuhan HIV AIDS

dalam laboratorium. Penelitian ekstrak mahoni sebagai antibiotik juga telah

dilaporkan, bahkan penelitinya menganjurkan agar diteliti lebih jauh, karena

potensial untuk digunakan sebagai antibiotik baru terutama untuk bakteri yang

resistan terhadap antibiotik yang ada (Rasyad, 2012).

2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terbesar di alam.

Senyawa flavonoid ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi, tetapi tidak dalam

mikroorganisme. Dalam tumbuhan flavonoid memiliki fungsi pengatur dalam

proses fotosintesis, kerja antimikroba, dan antivirus. Berbagai jenis senyawa,

kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok

antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran biji-biji buah, telah

banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara

mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam,

berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa). Flavon,

flavonol, dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga

sering disebut sebagai flavonoid utama. Banyaknya senyawa flavonoid ini

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

9

disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari

struktur tersebut (Redha, 2010).

Umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol,

aseton, dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan

flavonoid lebih mudah larut dalam air (Markham, 1998). Flavonoid dapat

memberikan warna yang khas terhadap pereaksi pendeteksi flavonoid, seperti :

NaOH 10 %, asam sulfat pekat, bubuk magnesium-asam klorida pekat, dan

natrium amalgam-asam klorida pekat (Harborne, 1987).

Senyawa flavonoid tersusun atas 15 atom karbon pada inti dasarnya

dengan konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik dan dihubungkan oleh

atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Indradewi,

2011). Struktur dasar flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.2.

A C

B

Gambar 2.2

Struktur dasar flavonoid (Robinson, 1991)

Berdasarkan struktur dasarnya maka dapat dikenal beberapa golongan

flavonoid diantaranya: khalkon, auron, flavanon, isoflavon, flavon,

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

10

dihidroflavonol, flavonol, antosianidin, katekin, (flavan 3-ol), dan

proantosiainidin yang tertera pada Gambar 2.3.

O

O

5

6

7

8

4

2

3

6'

5'

4'

3'

2'

O

O

OH

O

O

OH

Flavon Dihdroflavonon Flavonol

O

5

6

7

8

4

2

3

6'

5'

4'

3'

2'

6'

5'

4'

3'

6

5

4

3

O

2

2'

O

5

6

7

8

4

2

3

6'

5'

4'

3'

2'

OH

OH

Antosianidin Khalkon Flavan 3,4-diol

O

5

6

7

8

4

2

3

6'

5'

4'

3'

2'

OH

O

CH

O

4

5

7

6

2'

3'

4'

5'

6'

Katekin Auron

O

5

6

7

8

4

2

3

6'

5'

4'

3'

2'

O

O

5

6

7

8

4

2

3

6'

5'

4'

3'

2'

OH

n

O

5

6

7

8

4

2

3

6'

5'

4'

3'

2'

O

Isoflavon Proantosianidin Flavanon

Gambar 2.3

Struktur dasar beberapa golongan senyawa flavonoid (Indradewi, 2011)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

11

2.3 Hewan Uji

Hewan Uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih berjenis

Rattus novergicus galur Wistar (Gambar 2.4) dikembangkan di Institut Wistar

pada tahun 1906 untuk digunakan dalam biologi dan penelitian medis.

Gambar 2.4

Tikus Wistar (Dokterternak, 2010)

Tikus putih atau dikenal tikus Wistar merupakan tikus yang paling sering

digunakan sebagai hewan uji dalam laboratorium. Keunggulan tikus putih

dibandingkan tikus lainnya yaitu penanganan dan pemeliharaannya yang mudah

karena tubuhya kecil, bersih, dan kemampuan reproduksi tinggi (Pribadi, 2008).

Selama bertahun-tahun, tikus telah digunakan dalam banyak eksperimen,

yang telah menambah pemahaman kita tentang genetika, penyakit, pengaruh obat-

obatan, dan topik lain dalam kesehatan dan kedokteran. Laboratorium tikus juga

terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

Pentingnya sejarah spesies ini untuk riset ilmiah tercermin dengan jumlah literatur

tentang itu, sekitar 50% lebih dari itu pada tikus. Konversi usia manusia ke tikus

adalah usia 10 tahun pada manusia sama dengan 1 bulan pada tikus wistar

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

12

(Umami, 2012). Konversi dosis pada manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus

wistar dengan berat badan 200 gram adalah 0,018 (Indrapraja, 2009).

2.4 Etanol

Konsumsi etanol adalah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat

yang dapat mengakibatkan masalah sosial. Etanol dapat mengubah respon

terhadap obat yang diberikan bersamaan. Hal ini terjadi karena adanya interaksi

antara etanol dan obat. Mekanisme interaksi farmakokinetik meliputi: absorbsi,

distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Etanol yang dikonsumsi diabsorbsi di usus

halus sebesar 80%. Kecepatan absorbsi tergantung pada jumlah dan konsentrasi

etanol dalam minuman yang mengisi lambung dan usus. Etanol dalam lambung

yang kosong kadarnya dalam darah terdeteksi pada 30-90 menit setelah

mengkonsumsi (Gugule et al., 2013).

Distribusi etanol berjalan cepat, dalam jaringan mendekati kadar di dalam

darah. Volume distribusi dari etanol mendekati volume cairan tubuh total (0,5-0,7

L/kg). Sekitar 90-98% etanol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami

oksidasi. Metabolisme etanol terjadi di dalam hati. Etanol yang masuk ke dalam

tubuh akan cepat diabsorpsi dalam lambung dan usus halus. Etanol diabsorpsi

langsung secara difusi dan akan didistribusikan secara bebas dalam jaringan dan

cairan tubuh. Volume distribusi etanol berkisar antara 0,58-0,70 L/kg berat badan.

Kadar etanol dalam otak dicapai setelah absorpsi sempurna dalam darah. Faktor-

faktor yang mempengaruhi absorpsi etanol adalah volume, pengenceran,

kecepatan pencernaan, dan makanan yang ada di dalam lambung. Di dalam hati,

etanol akan dioksidasi oleh alkohol dehidrogenase menjadi asetaldehid.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

13

Alkohol

dehidrogenase Aldehid

dehidrogenase

Asetaldehid akan dioksidasi oleh aldehid dehidrogenase menjadi asam asetat atau

asetil ko-enzim A. Asam asetat yang dihasilkan dari oksidasi asetaldehid akan

masuk ke dalam siklus kreb, sehingga terbentuk karbon dioksida dan air.

Asetaldehid merupakan metabolit pertama dari etanol yang pada pasien alkoholis

terjadi proses metabolisme yang lambat sehingga mengakibatkan toksisitas

jaringan dan ketergantungan etanol (Wardjowinoto, 1998). Skema metabolisme

etanol dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5

Metabolisme Etanol (Wardjowinoto, 1998)

2.5 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu

atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Molekul ini dapat

bereaksi dengan molekul lain yang akan menimbulkan reaksi rantai yang sangat

dekstruktif. Pengertian radikal bebas dan oksidan sering dianggap sama karena

keduanya memiliki kemiripan sifat, serta memiliki aktivitas yang sama dan

memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang berbeda

(Hardianty, 2011).

2.5.1 Struktur radikal bebas

Atom terdiri atas inti (proton dan neutron) dan elektron. Jumlah proton

(bermuatan positif) dalam inti menentukan jumlah dari elektron (bermuatan

negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron mengelilingi suatu atom dalam

Etanol

Asetaldehida

Asam Asetat

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

14

satu lapisan bahkan lebih. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan

kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron, dan begitu

seterusnya. Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi

elektron-elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom-atom

tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk

membentuk molekul. Oleh karena radikal bebas sangat reaktif, maka mempunyai

spesifitas kimia yang rendah, sehingga dapat bereaksi dengan berbagai

molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan DNA (Arief, 2012).

2.5.2 Sifat-sifat radikal bebas

Radikal bebas memiliki reaktifitas tinggi, karena adanya satu atau lebih

elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya yang menyebabkan senyawa

tersebut sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang atau menarik

elektron molekul yang berada di sekitarnya. Hal ini mengakibatkan terbentuknya

senyawa radikal baru, dengan kata lain radikal bebas dapat mengubah suatu

molekul atau senyawa menjadi suatu radikal bebas baru, dan seterusnya sehingga

akan terjadi reaksi rantai. Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan terletak

pada kecenderungannya untuk menarik elektron (Hardianty, 2011).

2.5.3 Tahap pembentukan radikal bebas

Tahap pembentukan Radikal Bebas terjadi melalui 3 tahap, yaitu;

1. Tahap Inisiasi, yaitu tahap pembentukan awal radikal bebas, dan menjadikan

senyawa yang non radikal menjadi radikal bebas. Contohnya:

Fe++

+ H2O2 Fe+++

+ OH-

+ •OH

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

15

2. Tahap propagasi, yaitu tahap pemanjangan rantai radikal, radikal bebas

diperluas sehingga membentuk beberapa radikal bebas yang baru.

Contohnya:

R2-H + R1• R2 • + R1-H

R3-H + R2 • R3 • + R2-H

Keterangan: R= rantai alkil

3. Tahap terminasi, yaitu tahap pembentukan non radikal dari radikal bebas,

bereaksinya senyawa radikal dengan radikal yang lain sehingga propagansinya

menjadi rendah. Contohnya:

R1 • + R1 • R1-R1

R2 • + R2 • R2-R2

R3 • + R3• R3-R3 (Hardianty, 2011).

Radikal bebas dapat terjadi melalui proses fisiologis normal dalam tubuh

atau karena pengaruh spesies eksogen. Spesies eksogen tersebut dapat berbentuk

senyawa yang muncul secara alami dalam biosfer (misalnya ozon, NO2, etanol,

atau tetradecanoyl phorbol acetate / TPA), senyawa kimia industri (seperti karbon

tetraklorida). Radikal yang sering muncul dalam proses biologis adalah

superoksida (O2-1

) yang selanjutnya mengalami dismutasi menjadi hidrogen

peroksida (H2O2) atau mengalami protonasi menjadi radikal hidroperoksil.

Pembentukan hidrogen peroksida, menjadi sarana untuk mendeteksi adanya

proses yang melibatkan superoksida di dalam tubuh. Radikal superoksida dapat

ditemukan di semua sel yang mengalami metabolisme aerobik (Sholihah dan

Widodo, 2008).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

16

Radikal bebas, yang sering disebut Reactive Oxygen Species, dapat

dibentuk melalui jalur enzimatis ataupun metabolik. Senyawa oksigen reaktif juga

dapat diproduksi oleh sel dalam kondisi stres ataupun tidak stres. Pada kondisi

tidak stres, terdapat keseimbangan antara proses pembentukan dan pemusnahan

senyawa oksigen reaktif. Sementara pada kondisi stres oksidatif, pembentukan

senyawa oksigen reaktif lebih tinggi dibandingkan dengan pemusnahannya yang

mengakibatkan sistem pertahanan tubuh terpacu untuk bekerja lebih keras untuk

memusnahkan senyawa oksigen reaktif. Salah satu sistem pertahanan tubuh itu

adalah sistem antioksidan enzimatis dan non enzimatis, yang bekerja menekan

senyawa oksigen reaktif yang berlebihan. Sebagai akibatnya adalah gangguan

metabolik yang mengakibatkan stres oksidatif (Hardianty, 2011).

2.6 Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah suatu keadaan tingkat Reactive oxygen species yang

toksik melebihi pertahanan antioksidan. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan

radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler,

sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu (Arief, 2012).

Stres oksidatif pada susunan saraf pusat sangat mematikan, sebab otak

manusia terutama memakai metabolisme oksidatif. Meskipun berat otak hanya 2%

dari berat tubuh, otak menggunakan sekitar 50% dari seluruh oksigen tubuh.

Faktor stress oksidatif lain yang sangat berbahaya pada otak dengan adanya

kandungan PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang tinggi, hampir 50% dari

struktur jaringan otak. Jaringan otak mengandung asam askorbat 100 kali lipat

dibanding di pembuluh darah perifer, tetapi mempunyai katalase, gluthation

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

17

peroksidase lebih rendah daripada jaringan lain yang juga meningkatkan risiko

terjadinya stres oksidatif. Radikal bebas merusak sel dan bereaksi dengan

makromolekuler sel melalui proses peroksidasi lipid, oksidasi DNA dan protein

(Siswonoto, 2008).

2.7 Senyawa 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG)

Senyawa 8-OHdG merupakan salah satu penanda stres oksidatif yang

merupakan hasil oksidasi basa guanin oleh ROS. 8-OHdG dapat dideteksi pada

sampel jaringan tubuh dan darah manusia. 8-OHdG dapat terdeteksi pada sampel

urin dikarenakan hasil dari nukleotida dan basa merupakan senyawa yang larut air

dan dieksresikan pada urin. Senyawa 8-OHdG dalam urin dijadikan biomarker

penting stres oksidatif dalam sel. Faktanya tingkat 8-OHdG dalam urin sering kali

digunakan dalam mengukur kerusakan oksidatif pada DNA. Struktur 8-Hidroksi-

2’-deoksiguanosin dan struktur 2’-deoksiguanosin dapat dilihat pada Gambar 2.6

(Nakajima et al., 2012).

NH

N

N

O

NH2N

O

HOH

HH

HH

HO

OH

Gambar 2.6

Struktur 8-Hidroksi-2’-deoksiguanosin (Nakajima et al., 2012).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

18

2.8 Isolasi Komponen Aktif Tanaman

Isolasi senyawa bioaktif yang berasal dari tumbuhan memegang peranan

yang sangat penting di dalam pencarian tumbuhan yang mempunyai aktivitas

biologi tertentu berkaitan dengan usaha untuk mengisolasi senyawa bioaktif.

Tahapan yang harus dilakukan adalah penyiapan sampel, ekstraksi, dan

pemisahan.

2.8.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan senyawa kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak dapat larut. Senywa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan ke dalam minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Hasil yang diperoleh dari

ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk sediaan kering, kental, dan

cair (Raja, 2008).

2.8.2 Pemisahan dan pemurnian

Pemisahan dan pemurnian komponen atau senyawa kimia yang terdapat

dalam bahan tumbuhan umumnya dilakukan dengan teknik kromatografi. Teknik

kromatografi dipergunakan dalam pemisahan dan pemurnian suatu bahan alam.

Untuk pemisahan dan pemurnian umumnya menggunakan 2 jenis kromatografi

yaitu kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

19

pemurnian, terlebih dahulu dilakukan pemisahan awal dengan menggunakan

metode partisi (Indradewi, 2011).

2.8.2.1 Partisi

Metode partisi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia

dalam ekstrak kasar berdasarkan kepolarannya. Awalnya partisi dimulai dengan

pelarut non polar seperti n-heksan untuk menarik senyawa-senyawa non polar.

Selanjutnya digunakan pelarut semi polar seperti kloroform, etil asetat atau aseton

untuk menarik senyawa-senyawa semi polar. Terakhir digunakan pelarut polar

seperti metanol atau n-butanol untuk menarik senyawa polar.

Dalam metode partisi digunakan teknik yang umum digunakan yaitu

dengan corong pemisah dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling

tercampur. Untuk pemisahan senyawa yang berwarna, partisi dihentikan bila

ekstrak terakhir sudah tidak berwarna sedangkan untuk senyawa yang tidak

berwarna, dihentikan setelah 3 sampai 4 kali penggantian pelarut (Indradewi,

2011).

2.9 Karakterisasi

Karakterisasi suatu senyawa hasil isolasi dilakukan dengan cara kualitatif

dan kuantitatif. Dengan cara kualitatif, dilakukan dengan uji fitokimia untuk

mengetahui golongan senyawa dengan menggunakan pereaksi. Sedangkan dengan

uji kuantitatif, dilakukan dengan alat spektrofotometer UV-Visible untuk

mengukur nilai absrobansi dari sampel dan standar yang dapat digunakan untuk

menghitung kadar total flavonoid pada sampel.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

20

2.9.1 Uji fitokimia flavonoid

Metode identifikasi ini dilakukan berdasarkan pada metode penapisan

fitokimia (phytochemical screening) terhadap golongan senyawa kimia tertentu

seperti flavonoid degan menggunakan pereaksi warna atau secara kualitatif

(Indradewi, 2011). Uji senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan menggunakan

pereaksi pendeteksi senyawa flavonoid, antara lain pereaksi NaOH 10%, pereaksi

H2SO4, dan pereaksi Mg-HCl pekat.

2.9.2 Spektrofotometer ultraviolet

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis

spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-

380) dan sinar tampak (380 - 780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.

Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang

mengandung elektron- terkonyugasi dan atau atom yang mengandung elektron,

menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron

tingkat dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan

radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi

sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Williams dan Fleming,

2008).

2.10 Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Engval

dan Perlman. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi zat antibodi atau

antigen. Prinsip dari uji ELISA adalah reaksi kompleks antigen-antibodi dengan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/19218/3/1392061007-3-BAB II.pdf · terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya.

21

melibatkan peran enzim konjugasi anti spesien imunoglobulin dan substrat

sebagai indikator dalam reaksi (Racmawati et al., 2004).

ELISA kit untuk penanda kerusakan DNA teroksidasi adalah

pengembangan immunoassay berdasarkan enzim kompetitif untuk mendeteksi dan

kuantisasi 8-OHdG dalam urin, serum, dan sel atau jaringan sampel DNA secara

cepat. Sejumlah sampel 8-OHdG ditentukan dengan membandingkan absorbansi

sampel dengan kurva standar. ELISA kit 8-OHdG memiliki batas deteksi antara

100 pg/mL hingga 20 ng/mL. Setiap kit terdapat reagen untuk analisis hingga 96

well termasuk kurva standar dan sampel (Cell Biolabs, Inc). Prinsipnya, sejumlah

sampel yang mengandung 8-OHdG atau standar pertama kali ditambahkan pada

8-OHdG/BSA konjugat yang sebelumnya telah ada dalam microplate. Kemudian

setelah dilakukan inkubasi awal, antibodi 8-OHdG monoklonal ditambahkan,

selanjutnya ditambahkan HRP sebagai antibodi kedua. Senyawa 8-OHdG yang

terdapat dalam sampel ditentukan dengan membandingkannya dengan kurva

standar 8-OHdG (Cell Biolabs, Inc).