BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf ·...

71
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pada awalnya jalan hanya berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup termasuk sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok, jejak-jejak itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan digunakanya hewan sebagai alat transportasi, permukaan jalan dibuat rata dan diperkeras dengan batu. Teknologi perkerasan jalan berkembang pesat sejak dtemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum masehi di Mesopotamia dan pada jaman keemasan romawi. Pada saat itu jalan dibangun dalam beberapa lapisan perkerasan terutama dari pasangan batu, yang secara keseluruhan lebih tebal dari struktur perkerasan jalan saat ini, walaupun belum menggunakan aspal ataupun semen sebagai bahan pengikat. Berkembangnya teknologi yang ditemukan manusia menajadikan perkembangan teknik jalan semakin berkembang pula, yang pada awalnya hanye jejak manusia kemudian berkembang menjadi jalan dengan perkerasan aspal. Pada saat perancanaan pembangunan jalan diharapakan jalan dapat berfungsi maksimal dan selama mungkin sesuai dengan umur jalan yang direncanakan, akan tetapi perkerasan jalan tidak akan uth selamanya. Oleh karena itu jika masa pelayanan suatu konstruksi jalan sudah habis dan telah mencapai indeks permukaan akhir yang diharapkan maka perlu diberikan lapis tabahan untuk dapat kembali mempunyai kekuatan, tingkat kenyamanan tingkat keamanan, tingkat kedap air dan tingkat kecepatan mengalirkan air. Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Pada awalnya jalan hanya berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan

hidup termasuk sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok, jejak-jejak

itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan digunakanya hewan sebagai alat

transportasi, permukaan jalan dibuat rata dan diperkeras dengan batu.

Teknologi perkerasan jalan berkembang pesat sejak dtemukannya roda sekitar

3500 tahun sebelum masehi di Mesopotamia dan pada jaman keemasan romawi.

Pada saat itu jalan dibangun dalam beberapa lapisan perkerasan terutama dari

pasangan batu, yang secara keseluruhan lebih tebal dari struktur perkerasan jalan

saat ini, walaupun belum menggunakan aspal ataupun semen sebagai bahan

pengikat.

Berkembangnya teknologi yang ditemukan manusia menajadikan

perkembangan teknik jalan semakin berkembang pula, yang pada awalnya hanye

jejak manusia kemudian berkembang menjadi jalan dengan perkerasan aspal.

Pada saat perancanaan pembangunan jalan diharapakan jalan dapat berfungsi

maksimal dan selama mungkin sesuai dengan umur jalan yang direncanakan, akan

tetapi perkerasan jalan tidak akan uth selamanya. Oleh karena itu jika masa

pelayanan suatu konstruksi jalan sudah habis dan telah mencapai indeks

permukaan akhir yang diharapkan maka perlu diberikan lapis tabahan untuk dapat

kembali mempunyai kekuatan, tingkat kenyamanan tingkat keamanan, tingkat

kedap air dan tingkat kecepatan mengalirkan air.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

6

6

2.2 Konstruksi Perkerasan

pada umumnya pembangunan jalan menempuh jarak beberapa kilometer

sampai ratusan kilometer bahkan melewati medan yang berbukit, berkelok-kelok

dan masalah lainnya. Oleh karena it jenis perkerasan harus disesuaikan dengan

kondisi tiap tempat dan daerah ang akan dibangun jalan tersebut sehingga dapat

disesuaikan denga kebutuhan matrial dan anggaran biaya yang tersedia.

Silvia Sukirman (1999) menyatakan bahwa berdasarkan bahan pengikatnya,

konstruksi jalan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adlah lapis perkerasan

yang menggunakan semen sebagai bahan ikat antar matrial. Lapisan-

lapisan perkerasanya bersifat memikul dan meneruskan beban lalu lintas

ke tanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) adalah lapis perkerasan yang

menggunakan semen sebagai bahan pengikat antar matrialnya. Plat beton

dengan atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau tanpa

pondasi lapis bawah. Beban lalu intas dilimpahkan ke plat beton,

konstruksi ini jarang digunakan karena biayanya cukup mahal, tetapi

biasanya digunakan pad proyek-proyek jalan layang.

3. Konstruksi perkerasan komposit (coposite pavement) adalah lapis

perkerasan yang berupa kombinasi antara perkerasan lentur dan perkerasan

kaku. Perkerasan lentur berada diatas permukaan kaku, atau kombinasi

antara perkersan kaku diatas perkerasan lentur.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

7

7

Dari ketiga jenis perkersan tersebut, perkerasn lentur yang paling sering

digunakan dibandingkan dengan perkerasan kaku ataupun perkerasan komposit

karena tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur dan lebiha aman serta biaya

yang relatif hemat.

2.3 Kinerja Struktur Perkerasan Jalan

Struktur perkerasan jalan sebagai komponen dari prasarana transportasi yang

berfungsi sebagai :

1. Penerimaan beban lalulintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

Oleh karena itu struktur perkerasan perlu memiliki stabilitas yang tinggi,

kokoh selama masa pelayanan jalan dan tahan terhadap pengaruh

lingkungan dan atau cuaca. Kelelahan (fatigue resistance), kerusakan

perkerasan akibat berkurangnya kekokohan jalan seperti retak (crackinf),

lendutan sepanjang lintasan kendaraan(rutting), bergelombang, dana atau

berlubang, tidak dikehendaki terjadi pada perkerasan jalan.

2. Pemberi rasa nyaman dan aman kepada pengguna jalan. Oleh karena itu

permukaan perkerasan perlu kesat sehingga mampu memberikan gesekan

yang baik antara muka jalan dan ban kendaraan, tidak mudah selip ketika

permukaan basah akibat hujan atau menikung pada kecepatan tinggi. Di

samping itu permukaan perkerasan harus tidak mengkilap, sehingga

pengemudi tidak merasa silau jika permukaan jalan kena sinar matahari.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

8

8

Agar struktur perkerasan jalan kokoh selama masa pelayanan, aman dan

nyaman bagi penguna jalan, maka :

1. Pemilihan jenis kendaraan dan perencanaan tebal perkerasan perlu

memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalulintas, keadaan

lingkungan, masa pelayana atau umur rencana, ketersedian dan

karakteristik material pembentuam perkerasan jalan di sekitas lokasi.

2. Analisis dan rancangan campuran dari bahan yang tersedia perlu

memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat sehingga sesuai dengan

spesifikasi pekerjaan dari jenis lapisan perkerasan yang dipilih.

3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada,

dengan memperhatikan sistem penjaminan mutu pelaksanaan jalan sesuai

spesifikasi pekerjaaan. Pemilihan jenis lapisan perkerasan dan

perencanaan tebal perkerasan, analisi campuran yang baik, belum

menjamin dihasilkanya perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan,

jika pelaksanaan dan pengawasa tidak dilakukan dengan cermat, sesuai

prosedur dan spesifikasi pekerjaan.

4. Pemeliharaan jalan selama masa pelayanan perlu dilakukan secara

periodik sehingga umur rencana dapat tercapai. Pemeliharaan meliputi

tidak saja struktur perkerasan jalan, tetapi juga sistem drainase di sekitar

lokasi jalan tersebut.

Selain itu sitem pemeliharaan yang terencana dan tepat selama umur

pelayanan, termasuk didalamnya sistem drainase jalan tersebut.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

9

9

2.4 Lapisan Perkerasan

2.4.1 Perkerasan kaku

Perkerasan kaku cocok digunakan untuk jalan dengan volume lalulintas tinggi

yang didominasi oleh kendaraan berat, di sekitar pintu tol, jalan yang melayani

kendaraan berat yang melintas dengan kecepatan rendah, atau di daerah jalan

keluar atau masuk ke jalan berkecepatan tinggi yang didominasi oleh kendaraan

berat.

Keuntungan meggunakan perkerasan kaku adalah

1. Umur pelayanan panjang dengan pemeliharaan yang sederhana

2. Durabilitas baik

3. Mampu bertahan pada banjir yang berulang, atau genangan air tanpa

terjadinya kerusakan yang berarti

Kerugian menggunakan perkerasan kaku adalah :

1. Kekesatan jalan kurang baik dan sifat kekasaran permukaan dipengaruhi

oleh prose pelaksanaan

2. Memberikan kesan silau bagi pengguna jalan

3. Membutuhkan lapisan tanah dasar yang memiliki penurunan (settlement)

yang homogen agr plat beton tidak retak. Untuk mengatasui hal ini

seringkali diatas perukaan tanah dasar diberi lapis pondasi bawah sebagai

pembentuk lapisan homogen

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

10

10

Struktur perkerasn kaku terdiri dari plat beton sebagai lapis permukaan, lapis

pondasi bawah sebagi lapis bantalan yang homogen, dan lapis tanah dasar tempat

struktur perkerasan diletakan. Plat beton memiliki sambungan memanjang dan

sambungan melintang.

Gambar 2.1 perkerasan kaku

2.4.2 Perkerasan lentur

Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani

beban lalulintas ringan sampai sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan

sistem utilitas terletak dibawah perkerasn jalan, perkerasan bahu jalan, atau

perkerasan dengan konstruksi bertahap.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakan diatas

tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan- lapisan tersebut berfungsi untuk

menerima beban lalulintas dan menyebarkannya kelapisan bawah.

Tanah dasar adalah bagian yang terpenting dari konstruksi jalan karena tanah

dasar inilah yang mendukung seluruh konstruksi jalan beserta muatan lalulintas

diatasnya. Tanah dasar jugalah yang meentukan tebal tipisnya lapisan perkerasan.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

11

11

Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah :

1. Dapat digunkan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential

settlement) terbatas.

2. Mudah diperbaiki.

3. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja.

4. Memiliki tahanan geser yang baik.

5. Warna perkerasan memiliki kesan tidak silau bagi pemakai jalan.

6. Dapat dilaksankan bertaha, terutama pada kondisi biaya pembanguna

terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.

Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah :

1. Tebal total perkerasan lebih tebal dari perkerasan kaku.

2. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan.

3. Frekuensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan

kaku.

4. Tidak baik digunakan jika sering tergenang air.

5. Membutuhkan agregat lebih banyak.

Menurut konstruksi jalan terdiri dari tiga bagian yang penting, yaitu :

1. Lapisan penutup atau lapisan aus.

2. Lapisan perkerasan.

3. Tanah dasar.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

12

12

Gambar 2.2 Lapisan Konstruksi Pekerjaan Jalan

Sedangkan lapisan konstruksi perkerasan secara umum yang biasa digunakan

di Indonesia menurut Sukirman (1999) terdiri dari :

1. Lapisan permukaan (surface course)

2. Lapisan pondasi atas (base course)

3. Lapisan pondasi bawah (subase course)

4. Lapisan tanah bawah (subgrade)

Gambar 2.3 Perkerasan Lentur

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

13

13

Beban lalulintas yang bekerja diatas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas :

1. Muatan kendaraan berupa gaya vertikal

2. Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal

3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran- getaran

Sesuai dengan penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing-

masing lapisan akan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil. Lapsa

permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapisan

pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap

hanya menerima gaya vertikal saja.

Akibat adanya beban yang bekerja pada jalan, konstruksi perkerasan jalan

yang meliputi lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base

course), lapisan pondasi bawah (subbase course) harus dibuat sedemikian rupa

sehingga mampu menahan beban yang bekerja diatasnya dalam jangka waktu

sesuai dengan umur rencana.

1. Lapisan permukaan (surface course)

Lapis permukaan merupakan lapis paling ats dari struktur perkerasan jalan,

fungsi utamanya sebagai :

a. Lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisa

harus memiliki staabilitas tinggi selama masa pelayanan.

b. Lapis aus (wearing course) karena meneri,a gesekan dan getaran roda

dari kendaraan yang mengerem.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

14

14

c. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatas lapisan

permukaan tidak meresap ke lapis bawahnya yang berakibat rusaknya

struktur perkerasan jalan.

d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi.

Lapis permukaan perkerasan lentur menggunakan bahan pengikat aspal,

sehingga menghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan memiliki

daya tahan selama masa pelayanan. Namun demikian, aibat kontak langsung

dengan roda kendaraan, hujan, dingin, dan panas, lapis paling atas cepat menjadi

aus dan rusak, sehingga disebu lapis aus.

Lapisan dibawah lapis aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat,

disebut lapis permukaan antara (binder course), berfungsi memikul beban

lalulintas dan mendistribusikanya ke lapis pondasi.

Dengan demikian lapis permukaan dapat dibedakan menjadi :

a. Lapis aus (wearing course), merupakan lapisan permukaan yang

kontak langsung roda kendaraan dan perubahan cuaca.

b. Lapis permukaan antara(binder course), merupakan lapisan permukaan

yang terletak di bawah lapis aus dan di atas lapis pondasi.

Bebagai jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia adalah

lapisan bersifat non struktural dan bersifat struktural:

Lapisan bersifat non struktural

Lapisan non struktural berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air, antara lain :

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

15

15

a. Laburan aspal lapis satu (burtu = surface dressng), terdiri dari lapis

aspal yang ditaburi dengan satu lapisan agregat bergradasi seragam

dengan ukuran nominal maksimum 13 mm. Burtu memiliki

ketebalan maksimum 2 cm.

b. Laburan aspal lapis dua (burda = surfacedressing), terdiri dari lapis

aspal ditaburi agregat, dikerjakan dua kali secara berurutan, dengan

tebal padat maksmum 3,5cm. Lapis pertama burda adalah lapis

burtu dan lapis keduanya menggunakan agregat penutup dengan

ukuran maksimum 9,5cm (3/8 inchi).

c. Lapis tipis aspal pasir (latasir = sand sheet), merupakan lapis

penutup permukaan jalan yang menggunakan agregat halus atau

pasi atau campuran keduanya, dicampur dengan aspal, dihampar

dan dipadatkan pada suhu tertentu. Ada dua jenis latasir yaitu

latasir kelas A dan latasir kelas B. Latasir kelas A dengan tebal

minimum 15mm, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum

no 4, sedangkan latasir B dengan tebal minimum 20mm,

menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 9,5mm (3/8inchi)

d. Laburan aspal (buras), merupakan lapisan penutup dari aspal

lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8

inchi.

e. Lapisan tipis asbuton murni (latasbum), merupak lapisan penutup

terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan

perbandinga tertentu, yang dicampur secara dingi dengan tebal

padat maksimum 1 cm.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

16

16

Lapisan bersifat struktural

Lapisan bersifat struktural berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan

menyebarkan beban roda, antara lain :

a. Penetrasi macadam (lapen), merupakan lapisan perkerasan yang

terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka

dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan

diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini

biasanya diberi laburan aspal agregat penutup. Tebal satu lapisan

dapat bervariasi antara 4 – 10 cm.

b. Lasbutag, merupak suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri

dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang

diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal pada tiap

lapisanya antara 3 – 5 cm.

c. Lapisan aspal beton (laton), merupakan satu lapisan pada

konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan

agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihamparkan

dan dipadatkan pada suhu tertentu.

2. Lapisan pondasi atas (base course)

Lapis perkerasn yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis

permukaan dinamakan lapis pondasi (base course). Jika tidak digunakan lapis

pondasi bawah, maka lapis pondasi diletakan langsung diatas permukaan tanah

dasar, lapis pondasi berfungsi sebagai :

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

17

17

a. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikala dari beban

kendaraan dan disebarkan ke lapis bawahnya

b. Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah

c. Bantalan atau perletakan lapis permukaan.

Material yang digunakan untuk lapisan pondasi adalah material yang cukup kuat

dan awet sesuai syarat teknik dalam spesifikasi pekerjaan.

3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi dan tanah dasar

dinamakan lapis pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi bawah

berfungsi sebagai :

a. Bagian dari struktur perkerasa untuk mendukung dan menyebarkan

bebabn kendaraan ke lapis tanah dasar

b. Effisiensi penggunaan material yang relatif murah, agar lapis diatasnya

dapat dikurangi tebalya

c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi

d. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancar

e. Lapisan filter untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar

naik ke lapis pondasi.

4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Lapisan tanah dasar tanah permukaan semula, permukaan tanah galian

ataupun tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar

untuk perletakan bagian – bagian perkerasan yang lain. Ditinjau dari mika tanah

asli, maka tanah dasar dibedakan menjadi :

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

18

18

a. Lapis tanah dasar asli adalah tanah dasar yang merupakan muka tanah

asli di lokasi jalan tersebut. Pada umumnya lapis tanah dasar ini

disiapkan hanya dengan membersihkan, memadatkan lapis atas setebal

30 – 50cm dari muka tanah dimana struktur perkerasan direncanakan

akan diletakan.

b. Lapis tanah dasar urug atau tanah timbunan adalah lapis tanah dasar

yang lokasinya terletak d atas uka tanah asli. Pada pelaksanaan

membuat lapis tanah dasar tanah urug perlu diperhatikan tingkat

kepadatan yang diharapakan.

c. Lapis tanah dasar tanah galian adalah lapis tanah dasar yang lokasinya

terletak dibawah mua tanah asli. Dalam kelompok ini termasuk pula

penggantian tanah asli setebal 50 – 100cm akibat daya dukung tanah

asli yang kurang bbaik. Pada pelaksanaan membua tanah dasar tanah

galian perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapakan.

Daya dukung dan ketahanan struktur perkerasn jalan sangat ditentukan oleh

daya dukung tanah dasar. Masalah- masalah yang sering terjadi terkait dengan

lapisan tanah dasar adalah :

1. Perubahan bentuk tetap dan rusaknya struktur perkerasan jalan secara

menyeluruh

2. Sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memilikisifat

plastis tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat berakibat terjadiya

retak dan atau perubahan bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada

proses pemadatan tanah dasar sangat menentukan kecepatan kerusakan

yang mungkin terjadi.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

19

19

3. Perbedaan daya dukung tanah akibat oerbedaan jenis tanah. Penelitian

yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar disepanjang jalan dapa

mengurangi dampak akibat tidak meratnya daya dukung tanah dasar.

4. Perbedaan penuruanan(differential settlement), akibat terdapatnya lapis

lunak dibawah lapisan tanah dasar. Penyelidikan jenis dan karakteristik

lapisan tanah yang terletak dibawah lapisan tanah daar sangat

membantu mengatasi masalah ini.

5. Kondisi geologi yang daoat nerakibat terjadinya patahan, geseran dari

lempeng bumi perlu diteliti dengan seksama terutama pada tahap

penentuan trase jalan.

6. Kondisi geologi disekitar trase pada lapisan tanah dasar di atas tanah

galian perlu diteliti dengan seksama, termasuk kestabilan lereng dan

rembesan air yang mungkin terjadi akibat dilakukanya galian.

2.5 Klasifkasi Jalan

Klasifikasi jalan dapat dapat dikelompokan menjadi beberapa hal menurut

keperluanya, yaitu :

A. Menurut Manfaat dan Peruntukanya

1. Jalan umum, diperuntuan bagi lalulintas umum dan berlaku undang –

undang tentang lalulintas dan angkutan jalan raya.

2. Jalan khusus, tidak diperuntukan bagi lalulintas umum, teta[i bila

dinyatakan oleh pemiliknya terbuka untuk umum dan diatur perundang

– undangan maka jalan tersebut berlaku undang – undang lalulintas

dan jalan raya.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

20

20

3. Jalan tol, jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan wajib

membayar tol. Tol yaitu sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk

pemakaian jalan tol.

B. Menurut Peranan Pelayanan Jasa Distribusi

1. Sistem jaringan jalan primer, sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah

ditingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian

berwujud kota.

2. Sitem jaringan jalan sekunder, sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat yang ada didalam kota

(lokal/setempat).

C. Menurut Fungsi dan Peranannya

1. Jalan arteri, jalan yang melayani angkutan jara jauh dengan kecepatan

rata – rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

2. Jalan kolektor, jalan yang melayani angkutan penumpang atau

pembagian dengan ciri –ciri perjalanan jarak sedang, keceptan rata –

rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan lokal, jalan yang melayani angkutan setempat/lokal dengan ciri –

ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah dan jumlah jalan asuk

tidak dibatasi.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

21

21

D. Menurut Kaitanya Sitem Jaringan Jalan dan Peranannya

(undang – undang tentang jalan No. 13 tahun 1980)

1. Jalan arteri primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang

kesatu yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang

kesatu dengan jenjang kota kedua.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri primer adalah :

a. Kecepatan rencana >60km/jam

b. Lebar jalan > 8m

c. Kapasitas jalanlebih besar dari volume jalan laulintas rata-rata

d. Jalan masuk dibatasi secara efisien, sehingga kecepatan rencana

dan kapasitas jalan dapaat tercapai

e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalulintas lokal,

lalulintas ulang alik

f. Jalan arteri primer tidak terputus wallaupun memasiki kota

g. Tingkat kenyamanan yang dinyatakan dengan indeks permukaan

tidak kurang dari dua

2. Jalan kolektor primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang

kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang

kedua dengan kota jenjang ketiga.

Persyratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer adalah :

a. Kecepatan >40km/jam

b. Lebar badan jalan >7m

c. Kapasitas jalan sama atau lebih besar dengan volume lalulintas rat-

rata

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

22

22

d. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah

kota

e. Jalan masu dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan

tidak terganggu

f. Indeks permukaan tidak kurang dari dua

3. Jalan lokal primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang

kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan

kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota di bawahnya, kota

jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai

persil.

Persyaratan yang harus dipenuhi jalan lokal primer adalah :

a. Kecepatan rencana > 20 km/jam

b. Lebar badan jalan > 6m

c. Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki kota

d. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,2

4. Jalan arteri sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan

primer dengan kawasan sekunder kesatu atu menghubungkan kawasan

sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu

dengan kawasan sekunder kedua.

Persyaratan jalan arteri sekunder adalah :

a. Kecepatan rencana > 30 kn/jam

b. Lebar badan jalan > 8m

c. Kapasitas jalan lebuh besar atau sama dengan volume lalulintas

rata-rata

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

23

23

d. Tidak boleh diganggu oleh lalulintas lambat

e. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5

5. Jalan kolektor sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan

sekunder kedua dengan kawsan sekunder kedua atau menghubungkan

kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

Persyaratan jalan kolektor sekunder adalah :

a. Kecepatan rencana > 20km/jam

b. Lebar badan jalan > 7m

c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5

6. Jalan lokal sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan

sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan

sekunder kedua dengan perumahan, kawsan sekunder ketiga dan

seterusnya sampai ke perumahan.

Persyaratan jalan lokal sekunder adalah :

a. Kecepatan rencana > 10km/jam

b. Lebar badan jalan > 5 m

c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1

E. Menurut Status dan Wewenang Pembinaanya

1. Jalan Nasional, yang termasuk kelompok ini adalah jalan arteri primer,

jalan kolektor yang menghubungkan antar ibukota propinsi, dan jalan

lain yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional.

Penentapan status suatu jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan

keputusan menteri.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

24

24

2. Jalan daerah meliputi :

a. Jalan propinsi, yang termasuk jalan propinsi adalah jalan kolekor

primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota

Kabupaten/Kotamadya. Penetapan status jalan propinsi dilakukan

dengan keputusan Menteri Dalam Negeri atau usula Pemda Tk1,

dengan memperhatikan pendapat Menteri.

b. Jalan Kabupaten, yang termasuk jalan kabupaten adalah jalan

kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan

propinsi, jalan lokal primer, jalan sekunder. Penetapan status suatu

jalan sebagai jaln kabupaten dilakukan dengan Keputusan

Gubernur KD 1 atas usulan Pemda Tk II.

c. Jalan kotamadya, yang termasuk kelompok jalan kotamadya adalah

jalan sekunder didalam kotamadya. Penetapan status suatu jlan

sebagai jlan kotamadya dilakukan dengan keputusan Gubernur

KDH Tk I atas usulan Pemda Kotamadya.

d. Jalan desa : Pemerintah Desa/ Kelurahan.

3. Jalan khusus, yang termasuk jalan khusus adlah jalan yang dibangun

dan dipelihara oleh instansi/badan hukum/perorangan untuk melayani

kepentingan masing- masing. Penetapan dilakukan oleh instansi/badan

hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khsus tersebut dengan

memperhatikan pedoman yang dietapkan oleh Menteri Pekerjaan

Umum.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

25

25

F. Menurut Standar Perancangan Geometri

(Kelas Teknik Jalan Kota)

Sumber dari Dit.BINKOT 1990 :

1. Tipe I

a. Kelas I : kecepatan rencana 80 -100 km/jam(arter primer)

b. Kelas II : kecepatan rencana 60 – 80 km/jam (kolektor primer)

2. Tipe II

a. Kelas I : kecepatan rencana 60 km/jam (arteri sekunder)

b. Kelas II : kecepatan rencana 50 - 60 km/jam (kolektor primer)

c. Kelas III : kecepatan rencana 30 – 40 km/jam

d. Kelas IV : kecepatan rencana 20 – 30 km/jam (lokal sekunder)

G. Menurut Muatan Sumbu Terberat

Dalam PP No.43 tahun 1992 jalan dibagi menjadi :

Tabel 2.1 Kelas Jalan

No Kelas Jalan Beban Muatan

1. Kelas I > 10 ton

2. Kelas II 10 ton

3. Kelas IIIA 8 ton

4. Kelas IIIB 8 ton

5. Kelas IIIC 8 ton

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

26

26

2.6 Sifat Perkerasan Lentur

Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat

dan antara aspal itu sendiri.

b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori

yang ada dari agregat itu sendiri.

Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)

terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat

elastis yang baik.

a. Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya

akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan

sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran

dengan aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.

b. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga

dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah

kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya

setelah terjadi pengikatan.

c. Kepekaan terhadap temperatur

Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau

lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika

temperature bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan

temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

27

27

berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai

jenis yang sama.

d. Kekerasan aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat

sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan

agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses

pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas

(viskositas bertambah tinggi).

Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi

selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya

dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis

lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

2.7 Jenis Kerusakan Jalan

Menurut Shanin. M.Y, PCI (Pavement condition index) adalah petunjuka

penilaian untuk kondisi perkerasan. Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 19

kerusakan, yaitu sebagai berikut :

1. Retak kulit buaya (Aligator Cracking)

Retak kulit buaya atau serangkaian retakan saling berhubungan yang

membentuk serangkaian kotak – kotak kecil ang menyerupai kulit buaya. Lebar

celah lebih besar atau sama dengan 3mm. Reta ini disebabakan oleh bahan

perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

28

28

atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis

pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik).

Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah

dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi

beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan

permukaan tersebut. Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan

mempergunakan lapis urda, burtu, ataupun lataston jika celah ≤ 3 mm.

Level :

Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Aligator Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

perkerasan baik, retak rambut pararel satu

dengan lainnya

M

retakan sedikit terbuka dan membentuk

jaringan, partikel ada yang lepas

H

jaringan retakan terbuka dan dalam, partikel

pada retakan sudah terlepas

(sumber : Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

29

29

Gambar 2.4 Tingkat Low Kerusakan Alligator cracking ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.5 Tingkat Medium Kerusakan Alligator cracking ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.6 Tingkat High Kerusakan Alligator cracking ( Department of the

Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

30

30

2. Kegemukan (Bleeding)

Kegemukan adalah lapisan bitumen yang tipis pada permukaan aspal yang

kelihatan seperti permukaan gelas (mengkilat). Hal ini disebabkan pemakaian

kadar aspal yang tingi pada campuran aspal atau tar pada waktu proses

pencampuran.dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan keudian

dipadatkan atau lapis aspal diangka dan kemudian diberi lapis penutup.

Level :

Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Bleeding

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

bleeding sedikit, aspal tidak melekat pada

sepatu atau kendaraan

M

bleeding cukup luas, aspal mulai nemempel

pada sepatu atau kendaraan

H

bleeding luas, aspal sangat menempel pada

sepatu atau kendaraan

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.7 Tingkat Low Kerusakan Bleeding ( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

31

31

Gambar 2.8 Tingkat Medium Kerusakan Bleeding ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.9 Tingkat High Kerusakan Bleeding ( Department of the Army 1982)

3. Retak kotak – kotak (Block Cracking)

Retak kotak – kotak adalah kumpulan retak yang membagi atau memisahkan

pada permukaan perkerasan kira – kira membantuk potongan – potongan bujur

sangkar, ukuran potongan retak tersebut kira – kira antara 1 kaki (o,3m ) sampai

10 kaki ( 3 m). Retak kotak- kotak disebabkan oleh siklus suhu harian pada aspal

beton dan dari repetisi beban lalulintas.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

32

32

Retak kotak – kotak iasanya di tandai oleh aspal atau perkerasan retak halus

dan juga biasanya terjadi pada bagian yang lebih halus dipermukaan tersebut,

tetapi kadang – kadang terjadi bukan pada jalur lalulintas tetapi diseluruh badan

jalan, tepi ini bebrbeda dengan rtak kulit buaya yang bentuknya lebih kecil dan

sisi bersudut tajam, retak kulit buaya hanya disebabkan repetisi beban lalulintas

saja.

Level :

Tabel 2.4 Tingkat Kerusakan Block Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

lebar retakan < ¼ inci, partikel tidak ada

yang lepas

M

lebar retakan > ¼ inci, sedikit kehilangan

partikel pada retakan

H

retakan membentuk blok-blok, kehilangan

partikel pada retakan

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.10 Tingkat Low Kerusakan Block cracking ( Department of the Army

1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

33

33

Gambar 2.11 Tingkat Medium Kerusakan Block cracking ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.12 Tingkat High Kerusakan Block cracking ( Department of the Army

1982)

4. Cekungan (Bumb and sags)

Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu

disebabkan pererasan stabil. Bendul uga dapat disebabkan oleh beberapa faktor

yaitu :

1. Bendul atau tonjolan yang dibawah PCC sla atau lapisan PC.

2. Lapisan aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa cembung).

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

34

34

3. Perkerasan yang menjembul keatas pada material disertai retakan yang

ditambah denga beban lalulintas.

Longsor kecil dan retak kebawah atau pemindahan pada lapisan perkerasan

membentuk cekungan. Longsor itupun terjadi pada arean yang lebih luas dengan

banykanya cekungan dan cembungan pada permukaan perkerasan bias disebut

juga gelombang.

Level :

Tabel 2.5 Tingkat Kerusakan Bumb and Sags

Tingkat Kerusakan Keterangan

L kendaraan ringan dapat melambung

M

Cekungan dengan lembah yang kecil disertai

retak. kendaraan dapat melambung

H kendaraan sangat melambung

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.13 Tingkat Kerusakan Low Kerusakan Bums and sag

( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

35

35

Gambar 2.14 Tingkat Kerusakan Medium Kerusakan Bums and sag

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.15 Tingkat Kerusakan High Kerusakan Bums and sag

( Department of the Army 1982)

5. Keriting (Corrugation)

Gelombang pada lapisan perkerasan adalah rangkaian tertutup lembah dan

puncak dengan jarak yang teratur. Hal ini biasanya berukuran panjang lebih dari

10 kaki (3 m) pada panjang perkerasan.

Gelombang mempunyai arah tegak lurus arah lalulintas, tipe ini biasanya

terjadi pada arus lalulintas padat lapisan perkerasan atau pondasi yang tidak stabil.

Ada beberapa penyebab terjadi gelombang, tekanan pada lapisan perkerasan

adalah pertimbangan terjadinya gelombang paling dominan.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

36

36

Level :

Tabel 2.6 Tingkat Kerusakan Corrugation

Tingkat Kerusakan Keterangan

L kendaraan terasa bergetar, tetapi tidak perlu

mengurangi kecepatan yang diinginkan

M

kendaraan terasa bergetar, perlu mengurangi

kecepatan yang diinginkan untuk menjamin

keselamatan

H

kendaraan terasa sangat bergetar, dan perlu

sekali mengurangi kecepatan yang diinginkan

untuk menjamin keselamatan

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.16 Tingkat Low Kerusakan Corrugation ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.17 Tingkat Medium Kerusakan Corrugation ( Department of the Army

1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

37

37

Gambar 2.18 Tingkat High Kerusakan Corrugation ( Department of the Army

1982)

6. Amblas (Depression)

Amblas adalah penurunan pada daerah perkerasan dengan tinggi yang kecil,

atau rendah, itu terjadi pada sekeliling perkerasan dan banyak contoh dapat dilihat

pada waktu setelah hujan sehingga akan tercapai kolam air. Penurunan juga dapat

disebabkan lapisan dasar pondasi atau kesalhan konstruksi.

Penurunan jua bisa disebabkan perencanaan dan pembangunan –

pembangunan yang salah. Amblas tidak seperti penurunan dikeseluruhan badan

jalan pada suau evaluasi.

Perbaikan pada amblas dapat dilakukan dengan cara antara lain :

1. Untuk amblas dengan kedalaman ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi

dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, laston.

2. Untuk amblas dengan kedalaman ≥ 5 cm, bagian yang amblas

dibongkar dan dilapis kembali dengan lapisan yang sesuai.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

38

38

Level :

Tabel 2.7 Tingkat Kerusakan Depression

Tingkat Kerusakan Keterangan

L kedalaman 0,5 – 1 inch (13-25 mm)

M kedalaman 1 – 2 inch (25 – 50 mm)

H kedalaman > 2 inch (>50 mm)

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.19 Tingkat Low Kerusakan Depression ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.20 Tingkat medium Kerusakan Depression ( Department of the Army

1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

39

39

Gambar 2.21 Tingkat High Kerusakan Depression ( Department of the Army

1982)

7. Retak samping jalan (Edge Cracking)

Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalulintas dan uga

biasanya berukuran 1 – 2 kaki (0,3 – 0,6m) dai pinggir perkerasan. Ini biasanya

disebabakan oleh beban lalulintas atau cuaca yang memperlemah pondasi atas

maupun pondasi bawah yang dekat dengan pinggir perkerasan atau jugaa bisa

disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase yang kurang

baik, terjadi penyusutan tanah, atau terjadi settlement di bawah daerah tersebut.

Akar tanaman juga bisa menjadi salah satu penyebab retak pingiran. Diantara

area retak pinggir perkerasan juga disebabkan oleh tingkat kualitas tanah yang

lunak dan kadang – kadang pondasi yang bergeser.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

40

40

Level :

Tabel 2.8 Tingkat Kerusakan Edge Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Retakan tanpa pengelupasan

M Retakan dengan pengelupasan

H

Retakan dengan pengelupasan yang jelas di

sekitar tepi jalan

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.22 Tingkat Low Kerusakan Edge cracking ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.23 Tingkat Medium Kerusakan Edge cracking ( Department of the

Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

41

41

Gambar 2.24 Tingkat High Kerusakan Edge cracking ( Department of the Army

1982)

8. Retak sambung (Joint Reflec Cracking)

Kerusakan ini bsa disebabkan oleh aspal pada lapisan perkerasan yang

umurnya sudah melebihi umur rencana atau bisa disebabkan juga oleh kondisi

drainase dibawah bahu jalan lebih buruk daripada dibawah perkerasan, terjadi

settlement dibawah bahu jalan, penyusutan material bahu jalan, atau akibat

lintasan truk/kendaraan berat di bahu jalan.

Level :

Tabel 2.9 Tingkat Kerusakan Joint Reflec Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Retak dengan lebar 10 mm.

M Retak dengan lebar 10 mm – 76 mm.

H Retak dengan lebar > 76 mm.

(sumber : Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

42

42

Gambar 2.25 Tingkat Low Kerusakan Joint reflection cracking

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.26 Tingkat Medium Kerusakan Joint reflection cracking

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.27 Tingkat High Kerusakan Joint reflection cracking

( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

43

43

9. Pinggiran jalan turun vertikal (Lane/Shoulder dropp off)

Jalur atau pinggir jalan yang turun vertikal adalah tidak sama pada elevasi

diantara perkerasan pinggir dan bahu jalan. Kerusakan ini disebabkan oleh bahu

yang terkena erosi, terkena beban bangunan yang ada dipinggir jalan atau bekas

jalur atau bekas jalur roda yang keluar dari pinggiran lapisan perkerasan, sehingga

ada beban roda pada bahu dan membuat bahu akan turun.

Level :

Tabel 2.10 Tingkat Kerusakan Lane/Shoulder dropp off

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Turun sampai 1 – 2 inch (25 – 50 mm)

M Turun sampai 2 – 4 inch (50 – 102 mm)

H Turun sampai > 4 inch ( >102 mm)

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.28 Tingkat Low Kerusakan Lane/ shoulder drop off

( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

44

44

Gambar 2.29 Tingkat Medium Kerusakan Lane/ shoulder drop off

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.30 Tingkat High Kerusakan Lane/ shoulder drop off

( Department of the Army 1982)

10. Retak memanjang (Longitudinal/Trasverse Craking)

Retak memanjang adalah retak yang sejajar denga perkerasan (garis tengah

perkerasan) dan biasa disebabkan oleh :

a. Kurang baiknya konstruksi perkerasan pada jalur sambungan.

b. Kerutan pada lapis AC, lapisan yang seharusnya pada temperatur

rendah atau aspal yang akan stabil pada temperatur/cuaca yang panas.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

45

45

c. Retak yang disebabkan oleh retakan dibawah permukaan lapisan

permukaan .

Retak melintang sepanjang jarak lalulinas perkerasan kira – kira tegak lurus

dengan garis tengah pada perkerasan. Tipe retakan ini biasanya tidak disebabkan

oleh beban laulintas.

Level :

Tabel 2.11 Tingkat Kerusakan Longitudinal/Trasverse Craking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Lebar retak <3/8 inch (10 mm)

M Lebar retak 3/8 inch – 3 inch (10mm – 76 mm)

H Lebar retak >3 inch (76 mm)

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.31 Tingkat Low Kerusakan Longitudinal and transverse cracking (

Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

46

46

Gambar 2.32 Tingkat Medium Kerusakan Longitudinal and transverse cracking (

Department of the Army 1982)

Gambar 2.33 Tingkat High Kerusakan Longitudinal and transverse cracking (

Department of the Army 1982)

11. Tambalan (Patching end Utiliti cut Patching)

Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk

mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material yang baru dan lebih bagus

untuk perbaikan dari perkerasan sebelumnya. Tambalan dilaksanakan pada

seluruh atau beberapa keadaan yang rusak pada badan jalan tersebut.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

47

47

Level :

Tabel 2.12 Tingkat Kerusakan Patching end Utiliti cut Patching

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

Tambalan baik, sama dengan tingkatan

kerusakan low pada Bums and sag, and

corrugation

M

Tambalan kurang baik, sama dengan tingkat

kerusakan medium Bums and sag, and

corrugation

H

Tambalan tidak baik, sama dengan tingkat

kerusakan high pada Bums and sag, and

corrugation

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.34 Tingkat Low Kerusakan Patching and utility cut patching

( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

48

48

Gambar 2.35 Tingkat Medium Kerusakan Patching and utility cut patching (

Department of the Army 1982)

Gambar 2.36 Tingkat High Kerusakan Patching and utility cut patching

( Department of the Army 1982)

12. Pengausan Agregat (Polises Agregat)

Kerusakn ini disebabkan oleh penerapan lalulintas yang berulang- ulang

dimana agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan permukaan

roda pada tekstur perkerasan yang mendistribusikannya tidak sempurna.

Pada pengurangan kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah pelepasan

butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu dapat dipertahankan

kekuatan dibawah aspal, permukaan agregat yang licin.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

49

49

Kerusakan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid resistance test adalah

rendah.

Gambar 2.37 Kerusakan Polished aggregrate ( Department of the Army 1982)

13. Lubang (Photole)

Lubang biasanya kurang dari 3 kaki (0,9 m) pada diameter mangkuk tajam.

Penurunan pada lapisan perkerasan pada umumnya dapat bersudut tajam pada sisi

yang yang mendekati atas lubang. Pada perkembangannya adalah mempercepat

terjadinya kerusakan pada keadaan lembab yang berkumpul diatas lubang.

Hal ini disebabkan dimana lalulintas tergelincir dibagian kecil pada lapisan

pekerasan ini melanjutkan dari pengausan agregat karena pencampuran lapisan

aspal yang jelek dan lemah. Pada lapis pondasi atas, pondasi bawah maupun tanah

dasar atau pada daerah dimana pada kondisi yang meneruskan retak kulit buaya

yang ratingnya tinggi. Lubang sering disebabkan oleh penurunan struktur atau

perubahan cuaca yang melemahkan struktur tersebut.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

50

50

Level :

Tabel 2.13 Tingkat Kerusakan Photole

Kedalaman

maksimal lubang

(inchi)

Diameter lubang rata- rata(inchi)

4-8 8-18 >18

½ - 1 Low Low Medium

1 – 2 Low Medium High

>2 Medium Medium High

(sumber : department of the army 1982)

Gambar 2.38 Tingkat Low Kerusakan Potholes ( Department of the Army 1982)

Gambar 2.39 Tingkat Medium Kerusakan Potholes ( Department of the Army

1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

51

51

Gambar 2.40 Tingkat High Kerusakan Potholes ( Department of the Army 1982)

14. Rusak Perpotongan rel (Railroad Crossing)

Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel

adalah penurunan atau benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh

perbedaan karakteristik bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan lapisan

perkerasan dan juga bisa disebabkan oleh lalulintas yang melintasi antara rel dan

perkerasan.

Level :

Tabel 2.15 Tingkat Kerusakan Railroad Crossing

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

Kendaraan terasa bergetar, tetapi tidak perlu

mengurangi kecepatan yang diinginkan

M

Kendaraan terasa bergetar, perlu mengurangi

kecepatan yang diinginkan untuk menjamin

keselamatan

H

Kendaraan terasa sangat bergetar, dan perlu

sekali mengurangi kecepatan yang diinginkan

untuk menjamin keselamatan

(sumber : Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

52

52

Gambar 2.41 Tingkat Low Kerusakan Railroad Crossing ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.42 Tingkat Medium Kerusakan Railroad Crossing ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.43 Tingkat High Kerusakan Railroad Crossing ( Department of the

Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

53

53

15. Alur (Rutting)

Depresi permukaan perkerasan pada jejak roda, terjadi jembulan sepanjang

sisi yang beralur tersebut, alur akan tampak setelah turun hujan dan terisi air, ada

dua jenis rutting yaitu rutting campuran dan rutting subgrade. Rutting campuran

terjadi bila subgrade belum rutting, tetapi terjadi depresi permukaan pada jejak

roda sebagi akibat maslah pemadatan/ disain campuran. Subgrade rutting terjadi

bila menunjukan subgrade depresi akibat beban, dalam hal ini perkerasan settle

pada subgrade yang diikuti oleh depresi permukaan pada jejak roda.

Alur yang terisi air akan menyebabkan vechile hydroplaning, dapat berbahaya

karena akan menarik kendaraan tetap berada pada jalur alur. Penyebabnya yaitu

deformasi permanen pada suatu lapisan perkerasan atau subgrade biasanya

disebabkan konsolidasi atau pergerakan lateral material akibat beban lalulintas.

Level :

Tabel 2.16 Tingkat Kerusakan Rutting

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Kedalaman alur rerata ¼-½ inci

M Kedalaman alur rerata ½ -1 inci

H Kedalaman alur rerata > 1 inci

(sumber : department of the army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

54

54

Gambar 2.44 Tingkat Low Kerusakan Rutting (Shahin1982)

Gambar 2.45 Tingkat Medium Kerusakan Rutting ( Department of the Army 1982)

Gambar 2.46 Tingkat High Kerusakan Rutting ( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

55

55

16. Sungkur (shoving)

Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu yang

disebabkan oleh beban lalulintas. Beban lalulintas akan mendorong berlawanan

dengan perkerasan dan akan menghasilkan ombak pada lapisan perkerasan.

Kerusakn ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil dan terangkat

ketika menerima beban dari kendaraan.

Level :

Tabel 2.17 Tingkat Kerusakan shoving

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Kendaraan terasa bergetar, tetapi tidak

perlu mengurangi kecepatan yang diinginkan

M

Kendaraan terasa bergetar, perlu mengurangi

kecepatan yang diinginkan untuk menjamin

keselamatan

H

Kendaraan terasa sangat bergetar, dan perlu

sekali mengurangi kecepatan yang

diinginkan untuk menjamin keselamatan

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.47 Tingkat Low Kerusakan Shoving ( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

56

56

Gambar 2.48 Tingkat Medium Kerusakan Shoving ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.49 Tingkat High Kerusakan Shoving ( Department of the Army 1982)

17. Patah slip (Slippage Cracking)

Patah slip adalah retak seperti bulan sabit atau setengah bulan yang

disebabkan lapisan perkerasan terdorong atau meluncur merusak bentuk lapisan

perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh kekuatan dan percampuran

lapisan perkerasan yang rendah dan jelek.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

57

57

Level :

Tabel 2.18 Tingkat Kerusakan Slippage Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Lebar retak < 3/8 inch (10 mm)

M Lebar retak 3/8 – 1,5 inch (10 – 38 mm)

H Lebar retak > 1,5 inch (> 38 mm)

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.50 Tingkat Low Kerusakan Slippage cracking ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.51 Tingkat Medium Kerusakan Slippage cracking

( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

58

58

Gambar 2.52 Tingkat High Kerusakan Slippage cracking ( Department of the

Army 1982)

18. Mengembang jembul (swell)

Mengembang jembul mempunyai ciri menonjol keluar seoanjang lapisan

perkerasan yang berangsur – angsur mengombak kira – kira panjangnya 10 kaki.

Mengembang jembul dapat disertai dengan retak lapisan perkerasan dan biasanya

disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah yang menjembul keatas.

Level :

Tabel 2.19 Tingkat Kerusakan swell

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

Perkerasan mengembang yang tidak selalu

dapat terlihat oleh mata.

M

Perkerasan mengembang dan adanya

gelombang yang kecil.

H

Perkerasan mengembang dengan adanya

gelombang yang besar.

(sumber : Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

59

59

Gambar 2.53 Kerusakan Swell ( Department of the Army 1982)

19. Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)

Pelepasan butiran disebabkan oleh lapisan perkerasan yang kehilangan aspal

atau tar pengikatnya dan tercabut partikel – partikel agregat. Kerusakn ini

menunjukan salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya

dorong roda kendaraan atau presentasi kulaitas campuran jelek. Hal ini dapat

disebabkan oleh tipe lalulintas tertentu, melemahnya sapal pengikat lapisan

perkerasan dan tercabutnya agregat yang sudah lemah karena terkena tumpahan

minyak bahan bakar.

Level :

Tabel 2.20 Tingkat Kerusakan Weathering/Raveling

Tingkat

Kerusakan

Keterangan

L Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan

agregat.

M Pelepasan agregat dengan butiran – butiran yang

lepas.

H

Pelepasan butiran dengan ditandai dengan agregat

lepas dengan membentuk lubang - lubang kecil.

(sumber : Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

60

60

Gambar 2.54 Tingkat Low Kerusakan Weathering and Raveling

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.55 Tingkat Medium Kerusakan Weathering and Raveling

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.56 Tingkat High Kerusakan Weathering and Raveling

( Department of the Army 1982)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

61

61

2.8 Faktor Penyebab Kerusakan

Menurut Silvia Sukirman (1999) kerusakan – kerusakan pada konstruksi

perkerasan jalan dapat disebabkan oleh :

1. Lalulintas, dapat beruapa peningkatan dan repetisi beban.

2. Air, yang dapat berupa air hujan, sistem drainase yang tidak baik, naiknya

air akibat kapilaritas.

3. Material konstruksi perkerasan, dalam hal ini disebabkan oleh sifat

material itu sendiri atau dapat pula dsebabkan uleh sistem pengelolaan

yang kurang baik.

4. Iklim. Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan

umumnya tinggi, yang merupakan salah satu penyebab kerusakn jalan.

5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, kemungkinan disebabkan oleh

sistem pelkasnaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat

tanah dasar yang tidak baik.

6. Proses pemadatan lapisan diatas tanah yang kurang baik.

Umumnya kerusakan – kerusakan yang timbul itu idak disebabkan oleh satu

faktor saja, tetapi bisa saj merupakan gabungan penyebab yang saling terkait,

sebagai contoh yaitu retak pinggir, pada awalnya diakibatkan oleh tidak baiknya

sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air

meresap masuk kelapisan bawahnya yang melemahkan ikatan antara aspal dan

agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang – lubang disamping daya dukung

lapisan bawahnya ( Silvia Sukirman 1999).

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

62

62

2.9 Penanganan Kerusakan Jalan

Kondisi perkerasan yang telah mengalami kerusakan sebaiknya segera

dilakukan perbaikan. Metode perbaikan yang digunakan harus disesuaikan dengan

jenis kerusakannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kondisi perkerasan

jalan tersebut. Berikut ini penanganan kerusakan untuk setiap jenis kerusakan

menurut Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Petunjuk

Praktis Pemeliharaan Rutin Jalan Upr. 02.1 Tentang Pemeliharaan Rutin

Perkerasan Jalan :

1. Penutupan Retak (crack sealing)

Penutupan retak adalah proses pembersian dan penutupan atau penutupan

ulang retakan dalam perkerasan aspal, yang dimaksud untuk memperbaiki

kerusakan dengan penutupan retakan yang meliputi : retak memanjang, retak

melintang, retak diagonal, retak reflektif, retak sambungan pelaksanaan,

pelebaran retak reflektif, retak pinggir. Menurut Asphalt Institute MS-16

mengenai penutupan retak, cara yang disarankan adalah :

a) Retak rambut (hairline crack) : retak yang lebar celahnya kurang dari 6

mm dan terlalu kecil untuk diisi secara efektif. Oleh karena itu,

biasanya dibiarkan saja kecuali kalau sudah meluas. Jika retak rambut

dalam area perkerasan banyak, maka perawatan permukaan penutup

larutan (slury seal) atau penutup keping (chip seal) dapat digunakan.

b) Retak kecil (small crack) : retak yang lebar celahnya antara 6-20 mm dan

biasanya perbaikan dibuat kira-kira 3 mm lebih besar dari lebar rata-

rata retakan, dan kemudian dibersikan dan ditutup dengan penutup

larutan (slury seal). Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm,

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

63

63

material penyangga (backer rod) dapat dipasang untuk mengawetkan

penutup.

c) Retak sedang (medium crack) : retak yang lebar celahnya antara 20-25mm,

biasanya hanya membutuhkan pembersian dan penutupan dengan penutup

larutan (slury seal). Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm,

material penyangga (backer rod) dapat dipasang untuk mengawetkan

penutup.

d) Retak besar (large crack) : retak yang lebar celahnya lebih besar dari 25

mm. Perbaikan dilakukan dengan larutan aspal emulsi atau campuran

aspal panas (HMA) bergradasi halus.

Adapun prosedur penutupan retak adalah sebagai berikut :

a. Retakan dibersihkan dengan menggunakan salah satu alat, seperti :

alat semprot bertekanan tinggi, ledakan pasir (sond blasting), sikat

kawat, ledakan udara panas (hot airblasting) atau air bertekanan

tinggi.

b. Sesudah pembongkaran bahan penutup lama pada retakan, dan atau

pembersihan retakan, lalu diukur kedalamanya. Jika kedalamannya

lebih dari 20 mm, dibutuhkan material penyangga (backer road) untuk

menutup. Material penyangga harus tidak mudah mampat, tidak susut,

tidak menyerap dengan titik leleh lebih besar dari titik leleh bahan

penutup.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

64

64

c. Segera sesudah penutupan, periksa retakan untuk menyakinkan

kebersihannya, kering dan material penyangga telah terpasang dengan

baik.

d. Penutupan harus dilakukan dari bawah ke atas retakan untuk

mencegah udara terperangkap, supaya tidak terbentuk bagian yang

lemah pada penutup. Untuk mencegah adanya tanda bekas jejak roda,

penutup harus dipasang 2-6 mm di bawah puncak dari permukaan

retakan.

2. Perawatan Permukaan (Surface Treatment)

Perawatan permukaan adalah istilah yang mencakup beberapa tipe penutup

aspal dan ter batu bara (coal tar) atau gabungan agregate aspal. Perawatan

permukaan tebalnya umumnya tidak lebih dari 25 mm, dan dapat diletakan pada

sembarang permukaan perkerasan.

Aspal untuk perawatan permukaan terdiri dari lapis tipis beton aspal

yang terbentuk dari penerapan emulsi aspal, cut back atau pengikat aspal

ditambah dengan agregate untuk melindungi atau memulihkan kondisi

permukaan yang telah ada. Tipe dan nama perawatan permukaan termasuk

diantaranya adalah :

penutup pasir (sand seal), penutup keping (chip seal) atau kadang-

kadangdisebut lapis penutup (seal coat). Menurut Iavin 2003, perawatan

permukaan dapat dibagi kedalam sub kelompok : penutup

perkerasan(pavement sealer), keping penutup (chip seal) dan penutup larutan

(slurryseal). Beda dari ketiganya adalah pavement sealer tidak mengandung

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

65

65

agregate sedangkan chip seal dan slurry seal berisi agregate dengan porsi yang

signifikan.

a. Penutup Perkerasan (pavement sealer) Penutup perkerasan dapat

digunakan untuk pemeliharaan yang sifatnya pencegahan atau perbaikan,

seperti :

1) Fog seal : lapis penutup yang berupa fog seal adalah aspal emulsi

tipis dengan tipe ikatan lambat yang biasanya tanpa agregate

penutup dan cocok digunakan untuk memperbaharui permukaan

aspal yangtelah menjadi kering dan menjadi getas oleh

umur,mengisi retak kecil dan rongga permukaan serta melapisi

permukaan partikel aggregate agar tidak terjadi lepasnya butiran

(raveling).

2) Penutup aspal (asphalt sealers) dan ter batu bara (coal tar) :

penutup aspal (asphalt sealers) atau lapis penutup (seal coat)

terdiri dari material dasar seperti hasil penyulingan ter batu baru

(coal tar) atau semen aspal dan air. Lapisan ini tidak menambah

kekuatan struktur perkerasan dan umumnya digunakan untuk

menutup retak rambut, mengikat bersama-sama permukaan yang

mengalami butiran lepas (raveling) ringan serta membuat

oksidasidan memperlambat penetrasi air.

b. Keping Penutup (chip seal) Keping Penutup (chip seal) adalah

perawatan aspal yang disemprotkan pada lapis pengikat aspal, emulsi

atau cut back yang diikuti oleh penyebaran agregate diatasnya. Istilah

cheap menunjukan sifat ukuran tunggal dari agregate, yang umumnya

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

66

66

berupa agregate batu pecah. Chip seal ini cocok digunakan pada jalan

raya dengan volume rendah untuk penanganan kerusakan pada area

luas dengan keretakan kecil yang rapat (alligator cracking), pelapukan

(weathering) atau butiran lepas (raveling), agregate licin (polished

aggregate), dan retak block (block cracking).

c. Penutup Larutan (slurry seal) Penutup larutan (slurry seal) adalah

perawatan yang dapat digunakan untuk pemeliharaan yang sifatnya

pencegahan atau perbaikan. Penutup larutan adalah suatu campuran yang

terdiri dari aspal emulsi ikatan lambat, agregate halus, mineral pengisi

dan air. Dalam kasus khusus, dalam larutannya ditambahkan material

tambah (additive) untuk memodifikasi karakteristik lamanya waktu

perawatan. Material ini biasanya dikombinasikan dalam mesin spesial

yang dirancang untuk pencampuran dan peletakan penutup larutan.

Penghamparan larutan dilakukan satu tahap, dengan ketebalan antara 3

-10 mm. Karena tipisnya, ukuran maksimum agregate umumnya tidak

lebih dari 9-10 mm dan dapat sekecil 4,75 atau 5 mm. Penutup

larutan berfungsi untuk menutup retakan, menghentikan pelepasan

butiran, dan memperbaiki kesesatan permukaan.

3. Penambalan (patching)

Penambalan diseluruh kedalaman cocok untuk perbaikan permanen,

sedangkan perbaikan sementara cukup ditambal dikulit permukaan perkerasan

saja. Penambalan cocok untuk memperbaiki

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 63: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

67

67

kerusakan Alligator cracking, pothole, patching, corrungation, shoving,

depression, slippage cracking, dan rutting.

a. Penambalan permukaan

Penambalan permukaan umumnya hanya bersifat sementara untuk

memperbaiki kerusakan, shoving, corrugation, depression, weathering and

raveling dan alligator cracking. Penambalan permukaan dapat dilakukan

dengan tanpa melakukan penggalian untuk menyamakan permukaan yang telah

ada, atau dapat dilakukan dengan cara mengupas sebagian atau seluruh campuran

perkerasan aspal yang telah ada untuk memperbaiki kerusakan. Penambalan

permukaan dilakukan sebagai berikut :

1. Tandai area yang akan diperbaiki. Jika yang akan diperbaiki berupa

kerusakan depression atau ruting, perbaikan harus dikerjakan

sedemikian rupa sehingga elevasi area perbaikan sama dengan perkerasan

sekitarnya.

2. Jika penambalan dilakukan dengan cara membongkar perkerasan, upas

sampai kedalaman yang cukup untuk membongkar material yang rusak.

3. Sesudah membongkar perkerasan, bersihkan area ini dengan semprotan

bertekanan udara tingggi, dan selanjutnya setelah kering, gunkakan

tack coat pada bagian pinggir dan dasar dari area tambalan.

4. Setelah tack coat dilakukan, segera letakan aspal panas dalam area

yang dibongkar atau keseluruhan area yang ditambal.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 64: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

68

68

5. Untuk penambalan tanpa pengupasan perkerasan yang telah ada

sebaiknya menggunakan campuran aspal dan pasir halus.

6. Padatkan aspal dengan alat pemadat yang disesuaikan dengan ukuran

tambalan. Hal penting yang harus diperhatikan tambalan harus

diratakan sesuai dengan permukaan perkerasan disekitarnya.

b. Penambalan Diseluruh Kedalaman

Penambalan diseluruh kedalaman dilakukan denga cara membongkar seluruh

material yang berada di area yang mengalami kerusakan dan digantikan dengan

campuran aspal yang masih segar. Perbaikan ini bertujuan untuk memperbaiki

kerusakan struktural dan material yang terkait dengan kerusakan ruting, alligator

cracking, dan corrugation. Penambalan dilakukan sebagai berikut :

1. Area tambalan sebaiknya dilebihkan sekitar 15-30 cm diluar area yang

rusak. Perkerasan digali sesuai kebutuhan termasuk lapis pondasi

granuler dan tanah dasar untuk memperoleh dukungan yang kuat.

Untuk kerusakan seperti retak akibat penggelinciran (slippage

cracking) perbaikan hanya dilakukan pada lapis aspal yang rusak

sedangkan untuk kerusakan alligator cracking perlu pembongkaran

material pondasi granuler atau tanah dasar yang lemah.

2. Setelah penggalian, singkirkan material dan area yang digali dan retakan

serta padatkan pondasi granuler atau tanah dasar agar menciptakan

pondasi yang kuat.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 65: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

69

69

3. Hamparkan tack coat untuk tepi vertikal galian dan prime coat atau

tack coat untuk dasar galian.

4. Urug galian dengan campuran aspal dan tuangkan campuran lebih dahulu

pada tepi galian. Hamparkan campuran dengan hati-hati untuk

menghindari pemisahan campuran. Material untuk menambal harus

cukup, supaya setelah dipadatkan tidak menghasilkan cekungan atau

cembungan pada tambalan. Campuran aspal panas harus diletakan

perlapis, untuk menambahkan tahanan panas dan kepadatan yang cukup.

5. Padatkan tiap lapis tambalan dengan baik dan setalah pemadatan,

permukaan tambalan harus pada elevasi yang sama dengan

perkerasan.

Urutan prioritas penanganan kerusakan jalan dilaksanakan berdasarkan

nilai PCI, dimana pada unit penelitian yang memiliki nilai PCI terkecil

memperoleh prioritas penanganan terlebih dahulu.

2.10 Pavement Condition Index (PCI)

Pentingnya perencanaan sistem managemen adalah kemampuan dalam

menentukan pekerjaan dan penilaian dari kondisi perkerasan yang ada dengan

tujuan untuk mengidentifikasi keadaan dari lapisan perkerasan jalan. Kondisi

perkerasan sangat bervariasi, dalan satu ruas jalan bisa terdapat beberapa macam

keadaan sesuai dengan jenis dan tingkat kerusakan.

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 66: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

70

70

Oleh karena itu Pavement Condition Index (PCI) suatu jalan haruslah

ditentukan. Pavement Condition Index(PCI) adalah perkiraan kondisi jalan

dengan sistem rating untuk menyatakan kondisi perkerasan yang sesungguhnya

dengan data yang dapat dipercaya dan obyektif.

Metode PCI dikembangkan di Amerika oleh U.S Army Corp of Engineers untuk

perkerasan bandara, jalan raya dan area parkir, karena dengan metode ini

diperoleh data dan perkiraan kondisi yang akurat sesuai dengan kondisidi

lapangan. Tingkat PCI dituliskan dalam tingkat 0 – 100. Menurut Shahin (1994)

kondisi perkerasan jalan dibagi dalam beberapa tingkat sperti berikut :

Tabel 2.21 Nilai Rating PCI

No Kondisi Nilai PCI

1 Sempurna (Exellent) 85 % - 100 %

2 Sangat Baik (very ggod) 70% - 85%

3 Baik (Good) 55% - 70%

4 Cukup (Fair) 40 % - 55%

5 Jelek (Poor) 25%- 40%

6 Sangat Jelek (Very Poor) 10% - 25 %

7 Gagal (Failed) 0-10 %

(sumber : Department of the Army 1982)

Kondisi perkerasan seperti ini tersebut diatas digunakan untuk semua jenis

kerusakan. Dalam penelitian ini erusakan jalan dapat dibagi menjadi 19 macam

kerusakan dan dalam setiap macam kerusakan dibagi lagi menjadi 3 tingkat

kerusakan, yaitu :

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 67: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

71

71

L = Rusak ringan

M = Rusak sedang

H = Rusak parah

Sehingga macam kerusakannya adalah sebagai berikut :

1. Retak kulit buaya (Aligator Cracking)

2. Kegemukan (Bleeding)

3. Retak kotak – kotak (Block Cracking)

4. Cekungan (Bumb and sags)

5. Keriting (Corrugation)

6. Amblas (Depression)

7. Retak samping jalan (Edge Cracking)

8. Retak sambung (Joint Reflec Cracking)

9. Pinggiran jalan turun vertikal (Lane/Shoulder dropp off)

10. Retak memanjang (Longitudinal/Trasverse Craking)

11. Tambalan (Patching end Utiliti cut Patching)

12. Pengausan Agregat (Polises Agregat)

13. Lubang (Photole)

14. Rusak Perpotongan rel (Railroad Crossing)

15. Alur (Rutting)

16. Sungkur (shoving)

17. Patah slip (Slippage Cracking)

18. Mengembang jembul (swell)

19. Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 68: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

72

72

2.11 Penentuan Sampel Unit

Panjang luas jalan yang akan di survey dibagi menjadi beberapa segmen (N).

Selanjutnya panjang ruas jalan yang akan disurvey diplotkan pada grafik sampel

unit, dan diperoleh jumlah sampel unit minimum (n).

Setelah jumlah sampel unit didapatkan, kemudian langkah selanjutnya adalah

membagi jumlah segmen dengan jumlah sampel unit untuk menentkan interfal

sampel unit.

Interfal Sampel Unit = N/n.............(1)

Gambar 2.57 Grafik Sampel Unit

2.12 Rumus Menentukan Pavement Condition Index (PCI)

Setelah selesai melakukan survey, data yang diperoleh kemudian dihitung dan

presentase kerusaknya sesuai dengan tingkat dan jenis kerusaknnya. Langkah

berikutnya adalah menghitung nilai PCI untuk tiap – tiap sampel unit dari ruas –

ruas jalan, berikut ini akan disajikan cara penentuan nilai PCI :

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 69: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

73

73

1. Mencari Presentase Kerusakan (Density)

Density adalah presentase luas kerusakan terhadap luas sampel unit yang

ditinjau, density diperoleh dengan car membagi luas kerusakan dengan luas

sampel unit. Menghitung density yang merupakan persentase luasan kerusakan

terhadap luasan unit penelitian,

Density =

.............................(1)

atau

Density =

.............................(2)

dengan

Ad = luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkatan kerusakan (m²)

Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)

As = luas total unit segmen (m²)

2. Menentukan Deduct Value

Setelah nilai density diperoleh, kemudian masing – masing jenis kerusakan

diplotkan ke grafik sesuai dengan tingkat kerusakannya untuk mencari nilai

deduct value.

3. Mencari Nilai q

Syarat untuk mencari nilai q adalah nilai deduct value lebih besar dari 2

dengan menggunakan interasi. Nilai deduct value diurutkan dari yang besar

sampai yang kecil. Sebelumnya dilakukan pengecekan nilai deduct value dengan

rumus :

Mi = 1 + (9/98) * ( 100 – HDVi )....(3)

Mi = Nilai koreksi untuk deduct value

HDVi = nilai terbesar deduct value dalam satu sampel unit

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 70: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

74

74

Jika nilai deduct value lebih besar dari nilai Mi maka dilakukan pengurangan

terhadap nilai deduct value dengan nilai Mi tapi jika nilai deduct value lebih kecil

dari nilai Mi maka tidak dilakukan penguruangan terhadap nilai deduct value

tersebut.

4. Mencari Nilai CDV

Nilai CDV dapat dicari setelah nilai q diketahui dengan cara menjumlah nilai

deduct value selanjutnya mengeplotkan jumlah deduct value tadi pada grafik CDV

sesuai dengan nilai q.

Gambar 2.58 Grafik CDV

5. Menentukan Nilai PCI

Setelah nilai CDV diketahui maka dapat ditentukan nilai PCI dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

PCI = 100 – CDV..........(4)

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015

Page 71: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umumrepository.ump.ac.id/4649/3/FAJAR ANDRIANTO BAB II.pdf · Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan

75

75

Setelah nilai PCI diketahui, selanjutna dapat ditentukan rating dari sampel

unit yang ditinjau dengan mngeplotkan grafik. Sedang untuk menghitung nilai

PCI secara keseluruhan dalam satu ruas jalan dapat dihitung dengan menggnakan

rumus sebagai berikut :

PCIS =

( )

PCIS = Nilai PCI dalam satu ruas jalan

PCIr = Nilai PCI rata- rata sampel unit dalam satu ruas jalan

PCIa = Nilai PCI rata – rata dalam sampel unit tambahan

N = Jumlah sampel unit yang disurvey

A = Jumlah sampel unit tambahan yang disurvey

Evaluasi Tingkat dan Jenis..., Fajar Andrianto, Fak. Teknik UMP 2015