BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN...

10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Teori yang digunakan dalam menganalisis ketaksaan makna adalah teori semantik mengenai ketaksaan makna ganda. Penulis menggunakan teori Kempson (1977) yang dikutip oleh Ullman (1976) dalam Djajasudarma(1993:54) yang menyebutkan tiga bentuk utama ketaksaan, yaitu berhubungan dengan fonetik,gramatikal, dan leksikal. Ketaksaan muncul bila kita sebagai pendengar atau pembaca sulit untuk menangkap pengertian yang kita baca, atau yang kita dengar. Bahasa lisan sering menimbulkan ketaksaan sebab apa yang kita dengar belum tentu tepat benar yang dimaksudkan oleh si pembicara atau si penulis, terlebih lagi bila pembicara berbicara dengan cepat, tanpa jeda. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti. Untuk menyusun kalimat yang dapat dimengerti, sebagian pemakai bahasa dituntut agar menaati kaidah gramatikal, sebagian lagi tunduk pada kaidah pilihan kata menurut system leksikal yang berlaku di dalam suatu bahasa. Makna sebuah kalimat sering tidak bergantung pada sistem gramatikal dan leksikal saja, tetapi bergantung pada kaidah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya dan susunan gramatikalnya sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam sebuah wacana. Contoh pemahaman ekspresi ‘terima kasih’(dank-bahasa Belanda) bermakna ‘tidak mau’ dalam situasi jamuan makan atau minum, bila kita ditawari sesuatu pada jamuan itu. Dalam menganalisis ketaksaan (ambiguitas) makna, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan ketaksaan itu sendiri. Jerrold J Katz

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

Teori yang digunakan dalam menganalisis ketaksaan makna adalah teori semantik

mengenai ketaksaan makna ganda. Penulis menggunakan teori Kempson (1977) yang

dikutip oleh Ullman (1976) dalam Djajasudarma(1993:54) yang menyebutkan tiga bentuk

utama ketaksaan, yaitu berhubungan dengan fonetik,gramatikal, dan leksikal. Ketaksaan

muncul bila kita sebagai pendengar atau pembaca sulit untuk menangkap pengertian yang

kita baca, atau yang kita dengar. Bahasa lisan sering menimbulkan ketaksaan sebab apa

yang kita dengar belum tentu tepat benar yang dimaksudkan oleh si pembicara atau si

penulis, terlebih lagi bila pembicara berbicara dengan cepat, tanpa jeda. Mempelajari

makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam

suatu masyarakat bahasa saling mengerti. Untuk menyusun kalimat yang dapat

dimengerti, sebagian pemakai bahasa dituntut agar menaati kaidah gramatikal, sebagian

lagi tunduk pada kaidah pilihan kata menurut system leksikal yang berlaku di dalam

suatu bahasa. Makna sebuah kalimat sering tidak bergantung pada sistem gramatikal dan

leksikal saja, tetapi bergantung pada kaidah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik

pilihan katanya dan susunan gramatikalnya sering tidak dapat dipahami tanpa

memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam sebuah wacana. Contoh

pemahaman ekspresi ‘terima kasih’(dank-bahasa Belanda) bermakna ‘tidak mau’ dalam

situasi jamuan makan atau minum, bila kita ditawari sesuatu pada jamuan itu.

Dalam menganalisis ketaksaan (ambiguitas) makna, ada baiknya kita mengetahui

terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan ketaksaan itu sendiri. Jerrold J Katz

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

mengatakan “ The phenomenon of semantic ambiguity, that is, multiplicity of senses

versus uniqueness of sense-for example, the fact that the words “button”, “ball”, “foot”,

“pipe” have more than one sense and the fact that the sentences “ There’s no school

anymore”, “I’ve found the button”, “ Take your pick” have two or more senses”.(

Parera, 2004:54).

Ketaksaan atau Ambiguitas makna dapat terjadi dalam kajian ilmu sintaksis dan

semantik. Dalam hal ini kita dapat menyebutnya sebagai Syntactic Ambiguity

(Ambiguitas Sintaks) dan Semantic Ambiguity (Ambiguitas semantic). Ambiguitas

sintaks adalah ambiguitas yang berhubungan dengan struktur kalimat (Grammar)

sehingga ambiguitas sintaks sering disebut sebagai ketaksaan grammatical. Ketaksaan

grammatikal terjadi ketika sebuah kalimat dapat diuraikan dalam lebih dari satu cara.

Contoh pada kalimat berikut “He ate the bread on the couch”. Kalimat tersebut dapat

mempunyai dua pengertian yang berbeda. Jadi kalimat tersebut dapat diartikan sebagai

berikut:

- Dia telah memakan roti yang ada di atas bangku itu. Atau

- Dia sedang duduk di bangku ketika dia memakan roti itu.

Bahasa lisan juga dapat berisi ketaksaan (ambiguitas) makna dimana terdapat

lebih dari satu cara untuk menyusun sekumpulan bunyi-bunyi menjadi kata-kata. Contoh

kata “ice cream” dan “I scream”. Kata “ice cream” bermakna ‘es krim’ dan kata “I

scream” yang bermakna ‘saya menjerit’.

Sedangkan semantic ambiguity adalah ambiguitas yang berhubungan dengan ilmu

semantik, sehingga ambiguitas semantik sering berhubungan dengan unsur leksikal suatu

kalimat. Maka ambiguitas semantik sering disebut sebagai ketaksaan leksikal. Ketaksaan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

leksikal terjadi ketika sebuah kata atau konsep mempunyai sifat pemakaian makna

berdasarkan pada pemakaian kata-kata yang meluas atau kata-kata yang tak resmi.

Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau tidak pernah

terdefinisikan dengan baik, dan dihadirkan dalam konteks argumen yang luas yang

mengundang sebuah kesimpulan.

B. MAKNA

1. Pengertian Makna dan pendekatan referensial

Menurut Pateda (2001:86) dengan pendekatan referensial, makna dicari dengan

cara menguraikannya atas segmen-segmen utama. Sedangkan menurut Aminuddin

(1988:55) makna diartikan dengan pendekatan referensial adalah sebagai label yang

berada dalam kesadaran manusia untuk menunjuk dunia luar. Sebagai label atau julukan,

makna itu hadir karena adanya kesadaran pengamatan terhadap fakta dan penarikan

kesimpulan yang keseluruhannya berlangsung secara subjektif. Terdapatnya julukan

simbolik dalam kesadaran individual itu, lebih lanjut memungkinkan manusia untuk

menyusun dan mengembangkan skema konsep. Kata pohon, misalnya, berdasarkan

kesadaran pengamatan dan penarikan kesimpulan, bukan hanya menunjuk jenis tumbuh-

tumbuhan, melainkan memperoleh julukan sebagai “ciptaan”, “hidup”, “fana”, sehingga

pohon dalam baris puisi Goenawan Mohammad disebutnya…berbagi dingin diluar

jendela/ mengekalkan yang esok mungkin tak ada.

2. Jenis- Jenis Makna

Aminuddin (1998:87-93), Chaer (2003) dan Pateda (2001) membagi makna

menjadi berbagai jenis. Makna-makna tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Makna leksikal

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

Menurut Aminuddin (1998: 87), makna leksikal adalah makna lambang bahasa

yang belum mengalami konotasi dan hubungan gramatik dengan kata yang lain .

Contoh: “Look at my eyes !”. Kata eyes disini mempunyai makna leksikal “two

organs of sight”. Sedangkan menurut Chaer (2003:269) makna leksikal adalah

makna yang secara inheren dimiliki oleh sebuah leksem. Makna leksikal juga

dapat diartikan sebagai makna kata secara lepas, diluar konteks kalimatnya,

makna ini terutama yang berupa kata di dalam kamus, biasanya didaftarkan

sebagai makna pertama dari kata atau entri yang terdaftar dalam kamus itu.

Misalnya kata head memiliki makna leksikal ‘part of the body that contains the

eyes, nose, brain, etc’.

b. Makna Gramatikal

Menurut Aminuddin (1998: 88), makna gramatikal adalah makna yang muncul

karena adanya peristiwa gramatik, baik antara imbuhan dengan kata dasar,

maupun antara kata dengan kata atau frase dengan frase. Contoh: “I bought my

child a banana.” Kata bought di sini bermakna benefaktif dan bersifat gramatikal

yang berarti membelikan, -kan disini adalah akhiran fokus yang

benefaktif(imbuhan yang bermakna melakukan sesuatu untuk orang lain). Dalam

kalimat tersebut menggunakan kata bought, karena dilihat dari unsur

grammatikalnya, kalimat ini menggunakan tenses Simple Past Tense (Bentuk

Lampau) sehingga menggunakan Verb 2 (Kata Kerja Bentuk ke 2).

c. Makna Denotatif

Menurut Aminuddin (1998: 88) makna denotatif adalah makna kata yang masih

menunjuk pada acuan dasarnya sesuai dengan konvensi yang telah disepakati

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

bersama. Contoh: “I eat an apple.” Kata eat disini bermakna ‘put food into one’s

mouth and swallow it’. Sedangkan menurut Pateda (2001: 98) makna denotatif

adalah makna kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan

wujud diluar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat. Makna denotatif

adalah makna polos, makna apa adanya.

d. Makna Konseptual

Menurut Aminuddin (1998: 89) makna konseptual adalah denotasi makna kata

yang dihasilkan dari konseptualisasi para pemakainya. Contoh: Chairs bermakna

‘tempat duduk’.

e. Makna Konotatif

Menurut Pateda (2001: 112) makna konotatif adalah makna yang muncul sebagai

akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata

yang dibaca. Contoh: ‘White’ kata white bermakna dasar ‘warna’, tetapi kata

white juga dapat mengacu pada makna ‘kesucian’.

f. Makna Referensial

Menurut Aminuddin (1998: 88) makna referensial adalah denotasi makna kata

yang masih menunjuk pada referen dasar sesuai dengan berbagai fakta maupun

ciri yang dimiliki. Contoh: Chairs. Mengacu pada makna kursi yaitu suatu benda

yang terbuat dari kayu, berkaki empat, dan fungsinya digunakan untuk duduk.

g. Makna Ekstensional

Menurut Aminuddin (1998: 89) makna ekstensional adalah pemaknaan yang

bertolak dari perluasan setiap ciri komponen yang dikandung oleh suatu referen.

Sedangkan menurut Pateda (2001:100) makna ekstensional adalah makna yang

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

mencakup semua ciri objek atau konsep. Contoh kata Father dapat diartikan (i)

male parent; (ii) the man who has a wife; (iii) the head of a family; (iv) the man

who is trying hard to earn living for his child and his wife.

C. KETAKSAAN

1. Pengertian Ketaksaan

Jerrold J Katz (Parera, 2004: 54)mengatakan “ The phenomenon of Semantic

Ambiguity, that is multiplicity of senses versus uniqueness of sense-for example, the fact

that the words “button”, “ball”, “foot”, “pipe” have more than one sense and the fact

that the sentences “There’s no school anymore”, “ I’ve found the button”, “Take your

pick” have two or more senses. Jadi menurut Katz, ambiguitas (ketaksaan) semantic

adalah keanekaragaman pengertian melawan kekhususan pengertian. Contohnya kata

button, ball, foot, pipe mempunyai lebih dari satu arti dan bahwa kalimat There’s no

school anymore, I’ve found the button, Take your pick mempunyai dua atau lebih

pengertian.

2. Jenis-jenis Ketaksaan

Menurut Kempson (Djajasudarma, 1993: 54) yang dikutip oleh Ullmann

menyebutkan tiga jenis ketaksaan, yaitu yang berhubungan dengan fonetik, gramatikal

dan leksikal.

a. Ketaksaan Fonetik

Yaitu ketaksaan pada tataran fonologi (fonetik) muncul akibat berbaurnya bunyi-

bunyi bahasa yang dilafalkan. Kata-kata yang membentuk kalimat bila dilafalkan

terlalu cepat, dapat mengakibatkan keragu-raguan akan maknanya. Contoh: “a near”

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

(nomina) yang bermakna ‘sebuah ginjal’ atau an ear yang bermakna ‘sebuah

telinga’.

Fonetik transcription: a near ə nІə(r)

an ear ən Iə(r)

b. Ketaksaan Leksikal

Setiap kata dapat bermakna lebih dari satu, karena mengacu pada benda yang

berbeda dan disesuaikan dengan lingkungan pemakaiannya. Misalnya kata dalam

bahasa Inggris ’bank’ dapat mempunyai makna yang berbeda, yaitu ’place where

money is kept safely’, ’land sloping up beside a river’, ’row or series of similar

objects’. Bentuk seperti itu dikatakan polyvalency yang dapat dilihat dari dua segi,

polisemi dan homonimi. Segi pertama polisemi (Breal di dalam Ullmann 1976),

polisemi adalah sebuah kata yang dapat mempunyai makna-makna yang berbeda

(Ullman, 1977:201).

Segi kedua adalah homonym yaitu kata-kata yang sama bunyinya namun berbeda

maknanya. Misalnya di dalam bahasa inggris pengucapan kata see ‘melihat’ dan sea

‘laut’.

c. Ketaksaan Gramatikal

Ketaksaan gramatikal muncul pada tataran morfologi dan sintaksis. Lyons

mengatakan dalam bukunya semantic, “ A grammatically ambiguous sentence is

any sentence to which there is assigned (by a generative grammar of the language

system) more than one structural analysis at the grammatical level of analysis,

(Lyons, 1968: 400). Bentuk ketaksaan gramatikal menurut Kempson (1993: 55) dan

Abdul Chaer (2003: 288) dapat dilihat dari hal-hal berikut, yaitu:

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

1) Ketaksaan gramatikal yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan kata

secara gramatikal

Contoh: “ Will you join us for dinner?” You tunggal (singular) atau You

jamak (plural). Dalam bahasa Inggris terdapat awalan dan akhiran yang dapat

menimbulkan taksa, yaitu –able, seperti kata-kata berikut ini yang tidak

selamanya mengandung makna yang sama yaitu pada bentuk-bentuk desirable,

readable, eatable, knowable, debatable, karena bentuk desirable dan readable

tergolong kelas ajektiva, sedangkan eatable, knowable dan debatable kebetulan

hanya formatnya yang sama (Djajasudarma, 1993: 55).

2) Ketaksaan gramatikal pada frase yang mirip

Contoh: “ I met a number of old friends and acquaintance” saya berjumpa

dengan sejumlah teman lama dan kenalan’ kata ‘old friends’ dan ‘old

acquintance’ tidak akan menimbulkan ketaksaan bila kita lihat konteks dan

intonasi. Tetapi kata ’old’ di sini yang menyebabkan kalimat tersebut menjadi

taksa. Karena kata ’old’ tersebut dapat menjelaskan ’friends’ saja atau

menjelaskan ’friends and acquintance’ (Djajasudarma, 1993: 55).

3) Ketaksaan gramatikal karena konteks kalimat/kekurangan konteks

Kekurangan konteks merupakan penyebab utama terjadinya ujaran taksa (Chaer,

2003: 288).

Contoh: “We now have dress shirts on sale for men with 16 necks”

Penulis menemukan kalimat taksa tersebut dalam situs internet yang

merupakan contoh ketaksaan gramatikal yang disebabkan oleh kekurangan

konteks. Kalimat tersebut dapat diartikan:

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

a) Sekarang kita sedang obral pakaian untuk lelaki dengan 16 leher, atau

b) Sekarang kita sedang obral pakaian untuk lelaki dengan ukuran kerah 16

inch.

Pada kalimat tersebut seharusnya terdapat kata “-inch” setelah angka 16,

sehingga kalimat itu dapat dipahami maknanya.

4) Ketaksaan gramatikal karena ketidakcermatan struktur gramatikal

Ketidakcermatan struktur gramatikal meliputi struktur frase, klausa, kalimat, dan

wacana (Chaer, 2003: 289).

Contoh: The police shoot the rioters with guns.

Kalimat tersebut dapat diartikan:

a) Polisi menembak pengacau itu dengan pistol, atau

b) Polisi menembak pengacau yang membawa senapan itu.

D. PENGERTIAN JOKES DAN ANECDOTES.

Jokes adalah sesuatu yang dikatakan atau dilakukan untuk menimbulkan tawa

atau hiburan, khususnya sebuah cerita hiburan dengan bagian pokok. Anecdotes adalah

catatan pendek dari sebuah peristiwa yang menarik atau lucu. Anecdote merupakan suatu

penceritaan pendek yang menarik atau insiden biografis yang menghibur. Anecdotes

selalu berdasarkan pada kehidupan nyata, seperti misalnya insiden yang melibatkan orang

apakah terkenal atau tidak, di tempat yang nyata. Namun selama ini anecdotes

dimodifikasi dan digunakan kembali untuk cerita khayalan (cerita yang terlalu bagus

untuk menjadi sebuah kebenaran). Anecdotes adalah bukan jokes, karena tujuan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORIdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dianatikah... · Contohnya ekspresi idiomatic (ungkapan) yang definisinya jarang atau

utamanya bukan simpel untuk menimbulkan tawa, tetapi untuk mengungkapkan

kebenaran yang lebih umum dari cerita singkat itu sendiri atau untuk menggambarkan

sifat-sifat atau pekerjaan dari sebuah lembaga yang memuat tentang setiap inti sari

lembaga itu. Dengan demikian pengertian anecdotes lebih dekat kepada cerita

perumpamaan daripada kepada dongeng yang berupa sifat-sifat binatang dan figur

manusia secara umum. Tetapi anecdotes adalah nyata dari cerita perumpamaan dalam

sejarah khusus yang dituntut untuk seperti itu. Anedotes bukan sebuah kiasan juga bukan

sesuatu yang memuat tentang moral, kebutuhan dalam cerita perumpamaan dan dongeng

adalah melulu mengenai sebuah ilustrasi insiden yang berupa ringkasan.