BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian -...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian -...
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572).
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing
(Ngastiyah, 2005).
Bronchopneumionia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh
eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk
gabungan di dekat lobules, disebut juga pneumonia lobaris (Whaley & Wong,
2000).
Bronchopneumonia berasal dari kata broncus dan pneumonia berarti
cabang tenggorokan yang merupakan lanjutan dari trachea dan pneumonia
berarti peradangan pada jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan
(broncus) (Arif Mansjoer, 2000).
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang
disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing
yang mengenai daerah bronkus dan sekitar alveoli.
7
B. Anatomi dan Fisiologi
(sumber ; http//www.medicastore.com)
1. Anatomi
Organ pernapasan berguna bagi transportasi gas-gas dimana organ-
organ pernapasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara
mengalir yaitu rongga hidung, pharynx, larynx, trachea, dan bagian paru-
paru yang berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara udara dan
darah.
a. Saluran pernapasan bagian atas, terdiri dari :
1) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang dari sinus udara
paranalis yang masuk kedalam rongga-rongga hidung dan juga
lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan air mata kedalam
bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung.
2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tenggorokan sampai persambungannya dengan esophagus pada
8
ketinggian tulang rawan krikid maka letaknya di belakang hidung
(naso farynx), dibelakang mulut (oro larynx), dan dibelakang
farinx (farinx laryngeal).
b. Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari :
1) Larynx (tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharynx
yang memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-
farine sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trachea di bawahnya.
2) Trachea (batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm
panjangnya trachea berjalan dari larynx sampai kira-kira
ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini bercabang
menjadi dua bronchus (bronchi).
3) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada
ketinggian kira-kira vertebralis torakalis kelima, mempunyai
struktur serupa dengan trachea yang dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris.
Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan
lanjutan trachea dengan sudut lancip. Keanehan anatomis ini
mempunyai makna klinis yang penting. Tabung endotrachea
terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten
yang mudah masuk kedalam cabang bronchus kanan. Kalau udara
salah jalan, maka tidak dapat masuk dalam paru-paru kiri
sehingga paru-paru akan kolaps (atelektasis). Tetapi arah
9
bronchus kanan yang hampir vertical maka lebih mudah
memasukkan kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam.
Juga benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam
percabangan bronchus kanan karena arahnya vertikal. Cabang
utama broncus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi
segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan
ini terus menerus sampai cabang terkecil yang dinamakan
bronchioles terminalis yang merupakan cabang saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveolus. Bronchiolus terminal
kurang lebih bergaris tengah 1 mm. bronchiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah, semua saluran udara di bawah
bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar udara karena
fungsi utamanya adalah sebagai pengantar udara ketempat
pertukaran gas paru-paru. Di luar bronchiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronchiolus respiratorius, yang
kadang-kadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang
berasal dari dinding mereka. Duktus alveolaris, yang seluruhnya
dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan
struktur akhir paru-paru.
10
(sumber : http//www.medicastore.com)
4) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak
dalam rongga toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah
oleh mediastinum central yang mengandung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks
(bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronchial,
bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada
bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar
daripada paru kiri, paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru
kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi
menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi
menjadi 10 segmen. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada
lobus inferior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 5 buah
segmen pada lobus superior. Paru kiri mempunyai 5 buah segmen
pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus superior. Tiap-
11
tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobules. Didalam lobulus, bronkhiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap
duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara
0,2-0,3 mm. letak paru dirongga dada di bungkus oleh selaput
tipis yang bernama selaput pleura. Pleura dibagi menjadi dua : 1.)
pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru
yang langsung membungkus paru. 2.) pleura parietal yaitu selaput
yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini
terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada
keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga
paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru dan dinding dada sewaktu
ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah
dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah kolaps paru kalau
terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atau udara atau
cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru
tertekan atau kolaps.
12
2. Fisiologi
a. Pernafasan Paru (pernafasan pulmoner)
Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida pada pernafasan melalui paru / pernafasan
eksternal, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut, pada
waktu bernafas oksigen masuk melalui trachea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di
dalam kapiler pulmonaris.
(sumber : http//www.medicastore.com)
Hanya satu lapisan membran yaitu membran alveoli
kapiler, memisahkan oksigen dari darah, darah menembus
darah ini dan di pungut oleh hemoglobin sel darah merah dan
dibawa ke jantung. Dari sini di pompa di dalam arteri kesemua
13
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru pada tekanan oksigen
mmHg dan pada tingkatan Hb 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru, karbondioksida salah satu buangan
metabolisme menembus membran kapiler dan kapiler darah ke
alveoli dan setelah melalui pipa bronchial dan trachea di
lepaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan
pulmoner pernafasan eksterna :
1.) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar
udara dalam alveoli dengan udara luar.
2.) Arus darah melalui paru, darah mengandung oksigen
masuk keseluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh
masuk paru.
3.) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga
jumlahnya yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4.) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler,
karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
b. Pernafasan Jaringan (pernafasan interna)
Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan
oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan
mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat lambat. Sel
jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima
14
sebagai gantinya hasil buangan oksidasi yaitu karbondioksida.
Perubahan- perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara
dalam alveoli, yang disebabkan pernapasan eksterna dan
pernapasan interna atau penapasan jaringan.
Udara (atmosfer) yang dihirup:
Nitrogen : 79 %
Oksigen : 20 %
Karbondioksida : 0-0,4 %
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban
atmosfer.
Udara yang dihembuskan:
Nitrogen : 79 %
Oksigen : 16 %
Karbon dioksida : 4-0,4 %
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan
mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas
badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan).
c. Daya muat paru
Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml - 5000 ml
(4,5 - 5 liter). Udara diproses dalam paru (inspirasi dan
ekspirasi) hanya 10 % ± 500 ml disebut juga udara pasang
surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada
pernafasan biasa. Pada seorang laki-laki normal (4 - 5 liter)
15
dan pada seorang perempuan (3 - 4 liter). Kapasitas (h)
berkurang pada penyakit paru-paru, pada penyakit jantung
(yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan pada kelemahan
otot pernafasan.
d. Pengendalian pernafasan
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua
faktor utama yaitu kimiawi dan pengendalian saraf. Adanya
faktor tertentu, merangsang pusat pernafasan yang terletak di
dalam medulla oblongata, kalau dirangsang mengeluarkan
inpuls yang di salurkan melalui saraf spiralis ke otot
pernapasan (otot diafragma atau interkostalis).
1.) Pengendalian oleh saraf
Pusat pernafasan adalah suatu pusat otomatik dalam
medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke otot
pernafasan, melalui radik saraf servikalis diantarkan ke
diafragma oleh saraf frenikus.
Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot
diafragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira
15 kali setiap menit.
2.) Pengendalian secara kimia
Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi :
frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan,
pusat pernafasan dalam sumsum sangat peka sehingga
16
kadar alkali harus tetap dipertahankan, karbondioksida
adalah preduksi asam dan metabolisme dan bahan kimia
yang asam ini merangsang pusat pernafasan untuk
mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot
pernafasan.
e. Kecepatan pernafasan
Kecepatan pernafasan secara normal, ekspirasi akan
menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada
kalanya terbalik, inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga
pernafasan terbalik.
Kecepatan normal setiap menit berdasarkan umur :
Bayi baru lahir : 30-40 x/menit
12 bulan : 30 x/menit
2-5 tahun : 24 x/menit
Orang dewasa : 10-20 x/menit
Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang
diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma
meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah, yaitu vertikal.
Kenaikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan oleh
kontraksi otot interkostalis, meluaskan rongga dada ke kedua
sisi dari belakang ke depan. Paru yang bersifat elastis
mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan
udara ditarik masuk ke dalam saluran udara, otot interkostal
17
eksterna diberi peran sebagai otot tambahan hanya bila
inspirasi menjadi gerak sadar.
Pada ekspirasi, udara dipaksa oleh pengendoran otot dan
karena paru kempes kembali, disebabkan sifat elastis paru itu
gerakan ini adalah proses pasif.
Ketika pernafasan sangat kuat, gerakan dada bertambah,
otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke
atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa
bergerak dan alas nasi (cuping atau sayap hidung) dapat
kembang kempis.
f. Kebutuhan tubuh akan oksigen
Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut
oksigen dapat diatur menurut keperluan orang tergantung pada
oksigen untuk hidupnya, kalau tidak mendapatkannya selama
kurang lebih 4 menit dapat mengakibatkan kerusakan pada
otak yang tidak dapat di perbaiki dan biasanya pasien
meninggal. Keadaan genting timbul bila misalnya seorang
anak menutupi kepala dan mukanya dengan kantong plastik
menjadi lemas. Tetapi hanya penyediaan oksigen berkurang,
maka pasien menjadi kacau pikiran, ia menderita anoxia
serebralis. Hal ini terjadi pada orang yang bekerja dalam
ruangan sempit tertutup seperti dalam ruang kapal, di dalam
tank atau ruang ketel uap, oksigen yang ada mereka habiskan
18
dan kalau mereka tidak diberi oksigen untuk bernapas atau
tidak dipindahkan ke udara yang normal, maka mereka akan
meninggal karena anoxemia atau disingkat anoxia. Istilah lain
adalah hipoxemia atau hipoxia. Bila oksigen di dalam darah
tidak mencukupi maka warna merahnya hilang dan berubah
menjadi kebiru-biruan, bibir, telinga, lengan dan kaki pasien
menjadi kebiru-biruan dan ia disebut menderita sianosis.
(Evelyn C. Pearce, 2002)
C. Etiologi atau Predisposisi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia
diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettina, 2001
: 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumonia
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
19
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-
paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal
yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii,
Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina,
2001 : 682).
D. Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus
influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran
pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masuk ke saluran
pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di
tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi
saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi
pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler
dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam
saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya
peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus
20
mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko
terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
E. Manifestasi Klinik
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris
bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai
39-40 oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dipsnea pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit tetapi setelah beberapa hari mula-mula kering
kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar di buat diagnosis dengan pemeriksaan
fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping
hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya
pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi
yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau
sedang.
(Ngastiyah, 2005)
21
F. Penatalaksanaan
1. Oksigen 1-2 liter per menit
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit
(Arief Mansjoer, 2000)
G. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian fokus
a. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan
mengeluh sesak nafas, disertai batuk ada secret tidak bias keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita
mengalami batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
terutama pada saat bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut-
turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih /
kuning) dan banyak sekali.
Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernafasan, dada
terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas
krekles, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
22
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum
pernah menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai
riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia
yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kimia dalam jangka panjang
misalnya debu / asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan
merupakan faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola yang tidak
sehat seperti kebiasaan merokok.
f. Pola pengkajian
1.) Pernafasan
Gejala : nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan
batuk menetap dengan produksi sputum setiap
hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut) tiap tahun
sedikitnya 2 tahun.
Produksi sputum (hijau, putih / kuning) dan
banyak sekali
Riwayat pneumonia berulang, biasanya
terpajan pada polusi kimia / iritan pernafasan
dalam jangka panjang (misalnya rokok
23
sigaret), debu / asap (misalnya : asbes debu
batubara, romo katun, serbuk gergaji)
Penggunaan oksigen pada malam hari atau
terus menerus.
Tanda : lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk
bernafas, penggunaan otot bantu pernafasan
(misalnya : meninggikan bahu, retraksi vaso
supra klatikula, melebarkan hidung).
Dada : dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian
diameter AP (bentuk barrel), gerakan
diafragma minimal.
Bunyi nafas : krekles lembab, kasar.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku
abu-abu keseluruhan.
2.) Sirkulasi
Gejala : pembengkakan pada ekstrimitas bawah
Tanda : peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung / takikardi
berat, disritmia
Distensi vena leher (penyakit berat) edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung
24
Bunyi jantung redup (yang berhubungan
dengan peningkatan diameter AP dada)
Warna kulit / membran mukosa : normal atau
abu-abu / sianosis kuku tubuh dan sianosis
perifer.
Pucat dapat menunjukkan anemia.
3.) Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah
Nafsu makan buruk / anoreksia (emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distres
pernafasan
Peningkatan berat badan menunjukkan edema.
Tanda : Turgor kulit buruk
Berkeringat
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan
hepatomegali.
4.) Aktivitas / istirahat
Gejala : kelelahan, keletihan, malaise
Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-
hari karena sulit bernafas
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur
dalam posisi duduk tinggi
25
Dipsnea pada saat istirahat atau respon
terhadap aktifitas / istirahat.
Tanda : keletihan
Gelisah / insomnia
Kelemahan umum / kehilangan masa otot.
5.) Intregitas ego
Gejala : peningkatan faktor resiko
Tanda : perubahan pola hidup
Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
6.) Hygiene
Gejala : penurunan kemampuan / peningkatan
kebutuhan melakukan aktifitas sehari-hari
Tanda : kebersihan buruk, bau badan.
7.) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat /
faktor lingkungan.
Adanya infeksi berulang.
H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
26
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (menigkatnya jumlah neutrofil) (Sandra M, Nettina,
2001 : 684).
b. Pemeiksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan
dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk
kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius
(Barbara C, Long, 1996 : 435).
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa (Sandra M, Nettina, 2001 : 684).
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba (Sandra M, Nettina, 2001 : 684).
2. Pemeriksaan radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrate multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus (Barbara C,
Long, 1996 : 435).
b. Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).
27
I. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek
batuk hilang
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(Whaley Wong, 2000)
28
J. Pathway
Bakteri Stafilokokus aureus,Steptococus, H. Influenzae, Klebsiella Virus Leginonella pneumonia
Jamur Aspergillus spesies, Candida albicans
Ngastiyah, 2005 Arif Mansjoer,2000 Whaley & Wong, 2000
Saluran Pernafasan Atas
Kuman berlebih di bronkus
Proses peradangan
Akumulasi sekret di bronkus
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Mukus bronkus
meningkat
Bau mulut tidak sedap
Anoreksia
Intake kurang
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Kuman terbawa di saluran
pencernaan
Infeksi saluran pencernaan
Peningkatan flora normal dalam usus
Peningkatan peristaltik usus
Malabsorbrsi
Diare
Gangguan keseimbangan
cairan dan eletrolit
Infeksi Saluran Pernafasan Bawah
Dilatasi pembuluh
darah
Eksudat plasma masuk
alveoli
Gangguan difusi dalam
plasma
Gangguan pertukaran gas
Peningkatan suhu
Septikimia
Peningkatan metabolisme
Evaporasi meningkat
Edema antara kaplier dan
alveoli
Iritasi PMN eritrosit pecah
Edema paru
Pengerasan dinding paru
Penurunan compliance
paru
Suplai O2 menurun
Hipoksia
Metabolisme anaerob
meningkat
Akumulasi asam laktat
Fatigue
Intoleransi aktivitas
Hiperventilasi
Dipsneu
Retraksi dada / nafas cuping
hidung
Gangguan pola nafas
29
K. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
(Doenges, 1999 : 166).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen (Doenges, 1999 : 166).
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli (Doenges, 1999 : 177).
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral (Doenges, 1999 :
172).
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik skunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin, bakteri, bau dan rasa sputum, distensi
abdomen atau gas (Doenges, 1999 : 171).
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas sehari-hari (Doenges, 1999 : 170) .
30
L. Fokus Intervensi dan Rasionalnya
1. Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum
Tujuan : Mengidentifikasi / menunjukkan perilaku mencapai
bersihan jalan nafas
kriteria hasil : Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih, tidak ada dipsnea.
Intervensi
a. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipneu, pernapasan dangkal, dan pergerakan dada
tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada dan cairan paru.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan / tak ada aliran udara
dan bunyi napas adventisius. Misal : krekles, mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi nafas bronchial (normal pada
bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekles, ronki, mengi terdengar inspirasi dan/ atau
ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan,
sekret kental, dan spasme jalan napas/obstruksi.
31
c. Bantu pasien latihan napas sering. Bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya dengan menekan dada dan batuk efektif
sementara posisi duduk tinggi.
Rasonal : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum
paru-paru / jalan napas lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme pembersihan jalan napas alami,
membantu silia untuk mempertahankan jalan napas
pasien. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan
dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas
lebih dalam dan lebih kuat.
d. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
e. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas
secara mekanik pada pasien yang tidak mampu
melakukan, Karena batuk tidak efektif atau
perubahan tingkat kesadaran.
f. Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesik.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi secret. Analgesik diberikan untuk
32
memperaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-
hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/
menekan pernapasan.
2. Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan
tidak ada gejala distress pernapasan
Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan
oksigenasi
Intervensi
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
Rasional : Manifestasi distress pernapasan tergantung pada /
indikasi derajat keterlibatan paru dan status
kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer atau sirkulasi sentral
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau
respon tubuh terhadap demam / menggigil. Namun,
33
sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
c. Kaji status mental.
Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen
dapat menunjukkan hipoksemia/ penurunan
oksigenasi serebral.
d. Awasi frekuensi jantung/ irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi.
Tetapi juga dapat merupakan respon terhadap
hipoksemia.
e. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi
dan aktivitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan
infeksi.
f. Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, napas
dalam dan batuk efektif.
Rasional : tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran sekret untuk perbaikan
ventilasi.
g. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah/ perasaan.
Jawab pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai
indikasi.
34
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi
sesuai dengan respon fisiologi terhadap hipoksia.
Pemberian keyakinan dan peningkatan rasa aman
dapat menurunkan komponen psikologis, sehingga
menurunkan kebutuhan oksigen dan efek merugikan
dari respon fisiologi.
h. Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2
diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode
yang memberikan pengiriman dengan tepat dalam
toleransi pasien.
i. Awasi GDA dan oksimetri nadi.
Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan
terapi paru.
3. Diagnosa keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan : Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi
dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/
bersih
Kriteria Hasil : Partisipasi dalam aktivitas/ perilaku peningkatan
fungsi paru.
35
Intervensi
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat
upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran
nasal.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi
peningkatan kerja napas. Kedalaman pernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal napas.
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius,
seperti krekels, mengi, gesekan pleural.
Rasional : Bunyi napas menurun / tidak ada bila jalan napas
obstruksi sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau
kolaps jalan napas kecil (ateletaksis). Ronchi dan
mengi menyertai obstruksi jalan napas.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bantu pasien turun
dari tempat tidur dan ambulasi dini.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan
ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen
paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
d. Observasi pola batuk dan karakteristik sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/
iritasi. Sputum berdarah dapat dapat diakibatkan
36
oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau
antikoagulan berlebihan.
e. Dorong / bantu pasien untuk napas dalam dan latihan batuk.
Penghisapan per oral atau nasotrakeal bila diindikasikan.
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret. Penghisapan dapat
meningkatkan / banyaknya sputum dimana
gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan
upaya bernapas.
f. Berikan oksigen tambahan.
Rasional : Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja
napas.
g. Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.
Rasional : Memberikan kelembaban pada membran mukosa
dan membantu pengenceran sekret untuk
memudahkan pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada (misalnya: drainase postural dan perkusi area
yang tak sakit).
Rasional : Memudahkan upaya pernapasan dalam dan
meningkatkan drainase sekret untuk memudahkan
pembuangan.
i. Siapkan untuk bronkoskopi.
Rasional : Kadang-kadang berguna untuk membuang bekuan
darah dan membersihkan bersihan jalan napas.
37
4. Diagnosa keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan
oral
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil
Intervensi
a. Kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh, takikardia, dan
hipotensi ortostatik.
Rasional : Peningkatan suhu meningkatakan laju metabolik dan
kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik
berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik.
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa.
Rasional : Indikator langsung keadekuatan volumne cairan,
meskipun membran mukosa mulut mungkin kering
karena napas mulut dan oksigen tambahan.
c. Catat laporan mual dan muntah.
Rasional : Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
d. Pantau masukan dan haluaran. Catat warna, karakteristik urin.
Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak
tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.
38
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume
cairan dan kebutuhan penggantian.
e. Tekankan cairan setidaknya 1000 ml/hari atau sesuai kondisi
individual.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan
resiko dehidrasi
f. Beri obat sesuai indikasi, misalnya: antipiretik, antiemetik.
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
g. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
Rasional : Pada adanya penurunan masukan / banyak
kehilangan. Penggunaan perenteral dapat
memperbaiki / mencegah kekurangan.
5. Diagnosa keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penigkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen
Tujuan : Pemenuhan nutrisi mencukupi kebutuhan
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan nafsu makan,
mempertahankan / meningkatkan berat badan
Intervensi
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misalnya:
sputum banyak, pengobatan, dispnea berat, nyeri.
39
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab
masalah.
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase postural
dan sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari
lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual.
c. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum
makan.
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan.
d. Auskultasi bunyi usus. Observasi / palpasi abdomen.
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tidak ada bila proses
infeksi berat / memanjang. Distensi abdomen terjadi
sebagai akibat menelan udara atau menunjukkan
pengaruh toksin bakteri pada saluran GI.
e. Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering
dan makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali.
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional : Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau
alkoholisme) atau keterbatasan keuangan dapat
40
menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi, dan / atau lambatnya respon
terhadap terapi.
6. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
insufisiensi oksigen untuk aktivitas hidup sehari-hari
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : tidak ada dipsneu, kelemahan berlebih, dan tanda
vital dalam rentang normal
Intervensi
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dipsneu,
peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan
memudahkan dalam pemilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stress dan
pengalihan yang tepat.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsang berlebih.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
pentingnya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat
41
energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respon individual pasien terhadap
aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur
di kursi, atau menundukkan ke depan meja atau
bantal.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.