BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG...

25
28 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL 2.1 Perjanjian Kredit 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak atau lebih, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian, kesepakatan itu timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Perjanjian juga disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Istilah perjanjian terdapat dalam KUH Perdata Buku III mengenai perikatan pada umumnya, Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”, jadi dalam suatu perjanjian paling sedikit harus ada dua pihak sebagai subjek hukum, dimana masing-masing pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu yang berupa berbuat sesuatu, maupun tidak berbuat sesuatu. Perjanjian juga didefinisikan sebagai suatu hubungan antar dasar hukum kekayaan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang satu berkewajiban memberi suatu prestasi atas nama pihak yang lain yang mempunyai hak terhadap prestasi itu. Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG...

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

28

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT

MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI

NEGERI SIPIL

2.1 Perjanjian Kredit

2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak atau

lebih, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian, kesepakatan itu

timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling

membutuhkan. Perjanjian juga disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak

tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Istilah perjanjian terdapat dalam KUH

Perdata Buku III mengenai perikatan pada umumnya, Pasal 1313 KUH Perdata

berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih

mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”, jadi dalam suatu perjanjian

paling sedikit harus ada dua pihak sebagai subjek hukum, dimana masing-masing

pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu yang berupa

berbuat sesuatu, maupun tidak berbuat sesuatu. Perjanjian juga didefinisikan

sebagai suatu hubungan antar dasar hukum kekayaan antara dua pihak atau lebih

dimana pihak yang satu berkewajiban memberi suatu prestasi atas nama pihak

yang lain yang mempunyai hak terhadap prestasi itu.

Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang

dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

29

pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan

atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang

atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang

dalam hal pembayarannya dengan metode angsuran atau cicilan.16

Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan

dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah

dicampurbaurkan begitu saja dengan istilah utang. Bahkan dalam dunia

pendidikan dengan sistem kredit semester yang baru, istilah kredit sudah memiliki

konotasi khusus tersendiri dibanding asalnya. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia kata kredit antara lain diartikan pertama pinjaman uang dengan

pembayaran pengembalian secara mengangsur, dan kedua pinjaman sampai batas

jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Adapun kata utang,

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia antara lain diartikan sebagai uang yang

dipinjam dari orang lain, jadi istilah lain dari kredit adalah pinjaman uang atau

utang.

Secara yuridis Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menggunakan 2

(dua) istilah yang berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk

pengertian kredit. Kedua istilah itu yaitu pertama, kata kredit istilah yang

digunakan pada bank konvensional dalam menjalankan kegiatan usahanya, dan

kedua kata pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, istilah yang digunakan pada

bank syariah. Penggunaan kedua istilah tersebut tergantung kepada kegiatan usaha

16 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 263.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

30

yang dijalankan oleh bank, apakah bank dalam menjalankan kegiatan usahanya

secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.

Istilah kredit banyak dipakai dalam sistem perbankan konvensional yang

berbasis pasar bunga (interest based), sedangkan dalam hukum perbankan syariah

lebih dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) yang berbasis pada

keuntungan riil yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing).17

Pengertian kredit disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka (11) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 Tentang Perbankan, berbunyi :

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga”.

Sementara itu pengertian pembiayaan disebutkan dalam ketentuan Pasal 1

angka (12) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, berbunyi :

“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang

dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka

waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.

17 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 264.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

31

Kemudian pengertian pembiayaan tersebut lebih diperjelas lagi dalam

ketentuan Pasal 1 angka (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 yang

berbunyi sebagai berikut :

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan/piutang yang dapat

dipersamakan dengan itu dalam : 18

a. Transaksi investasi yang didasarkan antara lain atas akad mudharabah

dan/atau musyarakah;

b. Transaksi sewa yang didasarkan anatara lain atas akad ijarah atau akad

ijarah dengan opsi pemindahan hak milik (ijarah muntahiyah bin

tamlik);

c. Transaksi jual beli yang didasarkan antara lain atas akad murabaha,

salam, dan istishna;

d. Transaksi pinjaman yang didasarkan atas lain akad qardh; dan

e. Transaksi multijasa yang didasarkan antara lain atas akad ijarah atau

kafalah.

Pengertian yang sama kembali juga dirumuskan dalam ketentuan Pasal 1

angka (25) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,

berbunyi :

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan

dengan itu berupa : 19

18 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 265.

19 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 266.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

32

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang muraba, salam, dan istishna;

d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa.

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan pihak

lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana

untuk mengembalikan dana tersebuut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Dari rumusan kedua istilah kredit dan pembiayaan tersebut, dapat

ditemukan perbedaannya terletak pada bentuk kontraprestasi yang akan diberikan

nasabah peminjam dana (debitur) kepada bank (kreditur) atas pemberian kredit

atau pembiayaan. Pada bank konvensional kontraprestasinya adalah berupa bunga

sebagai keuntungan, sedangkan pada bank syariah kontraprestasinya dapat berupa

imbalan ujrah, bagi hasil, atau bahkan tanpa imbalan sesuai dengan persetujuan

dan kesepakatan bersama bank syariah dengan debiturnya. Baik kredit maupun

pembiayaan, sama-sama merupakan penyediaan dana atau tagihan/piutang yang

nilainya diukur dengan uang. Kemudian adanya persetujuan atau kesepakatan

bersama antara pihak bank (kreditur) dan pihak nasabah peminjam dana (debitur)

dengan perjanjian yang telah dibuatnya, dalam perjanjian kredit itu mencakup

kewajiban nasabah peminjam dana atau pihak yang dibiayai melunasi utangnya

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

33

atau mengembalikan pinjamannya beserta dengan bunga, imbalan, atau bagi hasil

dalam tenggang waktu yang disepakati bersama.

Dalam perbankan konvensional penyaluran dana kepada nasabah selalu

dalam bentuk uang yang kemudian terserah bagi nasabah debitur untuk

memakainya, artinya uang yang dikucurkan oleh bank dapat dipakai untuk

kegiatan produktif maupun konsumtif tanpa menghiraukan jenis transaksi tersebut

dibenarkan secara agama maupun tidak. Batasan hanya mengacu pada ketentuan

hukum positif yang berlaku, sedangkan dalam perbankan syariah biasanya bank

menyediaan pembiayaan dalam bentuk barang nyata (asset), baik yang didasarkan

pada konsep jual beli, sewa-menyewa, ataupun bagi hasil. Dengan demikian,

transaksi-transaksi yang terjadi di dalam perbankan syariah adalah transaksi yang

bebas dari riba atau bunga karena selalu terdapat transaksi pengganti atau

penyeimbang (underlying transaction), yaitu transaksi bisnis atau komersial yang

melegitimasi suatu penambahan harta kekayaan secara adil.20

Dari segi yuridis, kredit dan pembiayaan sebagaimana disebutkan dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, diketahui bahwa pemberian kredit atau

pembiayaan oleh bank didasarkan kesepakatan atau perjanjian pinjam-meminjam

uang yang dilakukan antara bank dengan pihak lain nasabah peminjam dana.

Perjanjian pinjam-meminjam uang itu dibuat atas dasar kepercayaan bahwa

nasabah peminjam dana dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, akan

melunasi atau mengembalikan pinjaman uang atau tagihan itu kepada bank

20 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 267.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

34

disertai dengan pembayaran sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil

keuntungan sebagai imbal jasanya.

Pada umumnya, dalam perjanjian pinjam-meminjam uang itu akan

ditekankan kewajiban nasabah peminjam dana untuk memenuhi kewajibannya

melunasi atau mengembalikan dengan cara mengangsur atau mencicil utang

pokoknya, ditambah dengan bunga, imbalan, atau bagi hasil keuntungannya sesuai

dengan waktu yang ditentukan bersama. Apabila ditelusuri pengertian kredit itu

lebih lanjut, maka dapat ditemukan unsur-unsur yang terkandung dalam makna

kredit tersebut, yaitu:21

1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi

yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan

dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu.

2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan

pelunasan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih

dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan

nasabah peminjam dana;

3. Prestasi dan kontraprestasi, yaitu adanya obyek tertentu berupa prestasi

dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan

pemberian kredit yang dituangkan dalam perjanjian kredit antara bank

dan nasabah peminjam dana, yaitu berupa uang atau tagihan yang

diukur dengan uang dan bunga atau imbalan, atau bahkan tanpa

imbalan bagi bank syariah;

21 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 268.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

35

4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka

waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk

mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya

wanprestasi dari nasabah peminjam dana, diadakanlah pengikatan

jaminan (agunan).

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya salah satu fungsi perbankan

adalah sebagai penyalur dana masyarakat dengan cara memberikan kredit,

sehingga melahirkan hubungan hukum antara bank (kreditur) dan nasabah

peminjam dana (debitur). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang

dimaksud dengan nasabah debitur adalah “nasabah yang memperoleh fasilitas

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan

dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan”.

Perjanjian kredit merupakan perikatan antara dua pihak atau lebih yang

menggunakan uang sebagai obyek dari perjanjian, jadi dalam perjanjian kredit ini

titik beratnya adalah pemenuhan prestasi antara pihak yang menggunakan uang

sebagai obyek atau sesuatu yang dipersamakan dengan uang. Kemudian adanya

kesepakatan antara bank dengan nasabah penerima kredit bahwa mereka sepakat

sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya.

Perjanjian kredit adalah hubungan hukum kontaktual antara bank dan

pihak lain berdasarkan atas sepakat, dimana bank menyerahkan uang atau tagihan

yang dipersamakan dengan itu dan mewajibkan pihak lain mengembalikannya

dengan jangka waktu tertentu disertai pemberian bunga, imbalan atau pembagian

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

36

hasil keuntungan. Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah

disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang

memuat hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.

Dapat diketahui, bahwa perjanjian kredit bank itu merupakan suatu

perjanjian antara bank dengan pihak peminjam (nasabah debitur), perjanjian kredit

lahir berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan peminjam

dana. Dalam praktik perbankan, perjanjian yang demikian dinamakan dengan

perjanjian kredit bank. R. Subekti, menyatakan dalam bentuk apapun juga

pemberian kredit itu diadakan, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu

pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam

sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.

Pasal 1754 KUH Perdata terjemahan R. Subekti berbunyi: “Perjanjian pinjam-

meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada

pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena

pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan

sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Kemudian Marhaenis Abdul Hay mengemukakan pendapat yang sama,

yaitu bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam

dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Tentang pinjam-meminjam dalam Buku III

tentang Perikatan KUH Perdata. Pendapat yang senada dikemukakan pula oleh

Mariam Darus Badrulzaman yang menyatakan bahwa dari rumusan yang terdapat

di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai pengertian kredit, dapat

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

37

disimpulkan dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam

Pasal 1754 KUH Perdata.

Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini, pihak penerima pinjaman

menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis

yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini

merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit

ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah. Namun sebelum

beliau berpendapat bahwa karena berdasarkan kenyataan perjanjian kredit itu

memiliki identitas sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam uang, atau

pinjam-meminjam.

Di dalam KUH Perdata tidak ada ketentuan tentang bagaimana seharusnya

bentuk suatu perjanjian, artinya perjanjian dapat dituangkan dalam bentuk

perjanjian tertulis dan perjanjian tidak tertulis. Di dalam perjanjian kredit juga

tidak ada ketentuan bahwa perjanjian kredit harus dalam bentuk tertentu. Praktik

perbankan biasanya mendasarkan perjanjian kredit ini kepada Buku II KUH

Perdata (mengenai jaminan kredit bank) dan Buku III KUH Perdata. KUH Perdata

hanya menentukan pedoman umum bahwa perjanjian harus dibuat dengan kata

sepakat kedua belah pihak. Kata sepakat tersebut dapat berbentuk isyarat, lisan,

dan tertulis. Dalam bentuk tertulis, perjanjian dapat dilakukan dengan akta

dibawah tangan dan akta autentik. Dalam praktik bank, bentuk perjanjian kredit

dapat dibuat dengan akta dibawah tangan dan akta autentik (notaris).

Dalam praktik perbankan, perjanjian kredit pada umumnya dibuat dengan

cara tertulis, karena perjanjian kredit secara tertulis lebih aman bagi para pihak

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

38

dibandingkan dalam bentuk lisan. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak dapat

mengingkari apa yang telah diperjanjikan, perjanjian bentuk tertulis juga

merupakan bukti yang sempurna ketika terjadi masalah hukum pada kredit yang

diperjanjikan bagi para pihak.

2.1.2 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang

telah ditentukan oleh Undang-Undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum

yang mengikat. Adapun syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecapakan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Berikut penulis uraikan lebih lanjut mengenai syarat sahnya perjanjian :

1. Adanya sepakat mereka yang mengikatkan diri

Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak yang disetujui

antara pihak-pihak. Jadi sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah

sepakat atau ada penyesuaian kehendak atau persetujuan masing-masing

pihak, yang dilahirkan oleh para pihak dan tanpa adanya unsure paksaan,

kekeliruan, maupun penipuan. Persetujuan yang mana dapat dinyatakan

secara tegas maupun diam-diam.22

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

39

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Menurut ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata yang dikatakan tidak cakap

membuat perjanjian adalah :

1. Orang yang belum dewasa;

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang

telah dilarang membuat suatu perjanjian.

Pada umumnya orang yang cakap melakukan perbuatan hukum apabila

dapat dikatan sudah dewasa, artinya umur 21 tahun atau sudah kawin

walaupun belum 21 tahun. Ketentuan mengenai seorang perempuan

bersuami tidak boleh melakukan perbuatan hukum tertentu tanpa ijin dari

suaminya, hal demikian diatur dalam Pasal 108 dan 110 KUH Perdata,

namun kedua Pasal tersebut menurut Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 3 Tahun 1963 yang diperkuat dengan Pasal 31 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sudah tidak berlaku lagi.

3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu disini berbicara tentang objek perjanjian. Objek

perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1333 KUH Perdata

sampai dengan Pasal 1334 KUH Perdata. Berdaskan Pasal 1333 ayat (1)

KUH Perdata, berbunyi bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai

pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya, dan dalam

Pasal 1333 ayat (2) berbunyi bahwa tidaklah menjadi halangan bahwa

22 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas hukum Perdata, Alumni, Bandung, hal.

214.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

40

jumlah barang tidak ditentukan asal saja jumlah itu kemudian dapat

ditentukan atau dihitung. Selanjutnya di dalam Pasal 1334 KUH Perdata

berbunyi bahwa barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari yaitu

yang pertama obyek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat

ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang kedua adalah obyek yang dapat

diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan

umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).

4. Suatu sebab yang halal

Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu sebab yang halal bukanlah

sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong membuat perjanjian

melainkan sebab dalam arti “isi pejanjian itu sendiri” yang

menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak, apakah

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak. Akibat

hukum perjanjian yang berisi causa yang tidak halal adalah “batal”, seperti

yang tercantum dalam Pasal 1335 KUH Perdata yang berbunyi “suatu

perjanjian tanpa sebab, atau yang dibuat karena sesuatu sebab yang palsu

atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum”. Sehingga tidak

mempunyai dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian dimuka hakim.

Syarat-syarat sahnya perjanjian itu menyangkut dua hal yaitu mengenai

subyeknya (yang membuat perjanjian) dan kedua mengenai obyeknya yaitu apa

yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Apabila tidak dipenuhinya syarat

subyektifnya maka dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim,

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

41

sedangkan jika syarat obyektifnya tidak dipenuhi maka dapat batal demi hukum

(tanpa dimintakan pembatalan kepada hakim).

2.2 Kredit Macet

2.2.1 Pengertian Kredit Macet

Hidup matinya suatu usaha perbankan sangatlah dipengaruhi oleh jumlah

kredit yang disalurkan dalam suatu periode.23 Artinya makin banyak kredit yang

disalurkan, makin besar pula perolehan laba bank dari bidang ini sehingga mampu

mempertahankan kelangsungan hidup dan sekaligus memperbesar usaha yang

sudah ada. Dewasa ini, hampir semua bank masih mengandalkan penghasilan

utamanya dari jumlah penyaluran kreditnya (spread based) di samping dari

penghasilan yang diperoleh dan biaya-biaya atas jasa-jasa bank lainnya yang

dibebankan kepada nasabah (fee based).24

Dalam praktiknya, banyaknya jumlah kredit yang disalurkan juga harus

diikuti oleh kualitas kredit tersebut. Artinya, makin berkualitas kredit yang

diberikan atau memang layak untuk disalurkan, akan memperkecil risiko terhadap

kemungkinan kredit tersebut bermasalah bahkan macet. Perbankan dihadapkan

kepada prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, artinya keputusan

pemberian suatu kredit perlu memperhatikan kualitas kredit. Bukan tidak mungkin

kredit yang jumlahnya cukup banyak akan mengakibatkan kerugian apabila kredit

23 Kasmir, 2010, Manajemen Perbankan, RajaGrafindo Persada, Cetakan 9, Jakarta, hal.

102.

24 Ibid.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

42

yang disalurkan tersebut ternyata tidak berkualitas dan mengakibatkan kredit

tersebut bermasalah bahkan menjadi kredit macet.

Untuk menentukan berkualitas tidaknya suatu kredit perlu diberikan

ukuran-ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit menurut

ketentuan sebagai berikut :25

1. Lancar (pas)

Kriteria atau ukuran suatu kredit dapat dikatakan lancar apabila :

a. Pembayaran angsuran dan/atau bunga tepat waktu ;

b. Memiliki mutasi rekening yang aktif ;

c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral).

2. Dalam perhatian khusus (special mention)

Artinya suatu kredit dikatakan dalam perhatian khusus apabila memenuhi

kriteria antara lain :

a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang

belum melampaui 90 hari;

b. Kadang-kadang terjadi cerukan;

c. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan;

d. Mutasi rekening relatif aktif;

e. Didukung dengan pinjaman baru.

3. Kurang lancar (substandard)

Suatu kredit dikatakan kurang lancar apabila memenuhi kriteria antara

lain :

25 Ibid., hal.106.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

43

a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang

telah melampaui 90 hari;

b. Sering terjadi cerukan;

c. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90

hari;

d. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah;

e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur;

f. Dokumen pinjaman yang lemah.

4. Diragukan (doubtful)

Dikatakan diragukan apabila memenuhi kriteria berikut antara lain :

a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang

telah melampaui 180 hari;

b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen;

c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari;

d. Terjadi kapitalisasi bunga; dan

e. Dokumen hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun

pengikatan jaminan.

5. Macet (loss)

Kualitas kredit dikatakan macet apabila memenuhi kriteria berikut :

a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang

melampaui 270 hari;

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru;

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

44

c. Dari segi hukum dan kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada

nilai yang wajar.

Jadi dari ulasan diatas dapat dikatakan bahwa kredit macet adalah kredit

yang dklasifikasikan pembayarannya tidak lancar dilakukan oleh debitur

bersangkutan.26

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet

Hampir setiap bank mengalami kredit macet alias nasabah tidak mampu

lagi untuk melunasi kreditnya. Kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh

dua faktor yaitu faktor dari pihak bank sendiri dan faktor dari nasabah debitur.

Sumber-sumber penyebab terjadinya kredit macet dapat dikemukakan sebagai

berikut :

1. Faktor penyebab terjadinya kredit macet dari pihak perbankan, yaitu:27

a. Self Dealing

Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat

pemberi kredit terhadap permohonan yang diajukan nasabah,

berupa pemberian kredit yang tidak layak atas dasar yang kurang

sehat terhadap nasabahnya dengan harapan mendapatkan

kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah.

26 H. Malayu S.P Hasibuan, 2001, Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta, hal.

115.

27 Zainal Asikin, 2015, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hal. 194.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

45

b. Anxiety for Income

Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan

merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar bank

sehingga ambisi ataupun nafsu yang berlebihan untuk memperoleh

laba bank melalui penerimaan bunga kredit sering menimbulkan

pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit.

c. Compromise of Credit Principles

Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang

metujui pemberian kredit yang mengandung risiko yang potensial

menjadi kredit yang bermasalah.

d. Incomplete Credit Information

Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, di

sampping informasi lainnya seperti penggunaan kredit,

perencanaan, ataupun keterangan mengenai sumber pelunasan

kembali kredit.

e. Failure to Obtain Enfore Liquidation Agreements

Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu

kewajiban yang telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan

wajib membayarnya, juga merupakan penyebab timbulnya kredit-

kredit yang tidak sehat dan mengakibatkan kredit bermasalah bagi

bank.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

46

f. Complacenci

Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akan

mengakibatkan terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit

yang diberikan.

g. Lack of Supervising

Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan

setelah pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi

kerugian karena nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan

baik.

h. Technical Incompetence

Tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisis permohonan

kredit dari aspek keuangan maupun aspek lainnya akan berakibat

kegagalan dalam operasi perkreditan suatu bank. Para pejabat

kredit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan jangan

memberikan kredit kepada usaha atau sector yang tidak dikenal

dengan baik.

i. Poor Selection Risk

Risiko tersebut dapat dijelaskan dibawah ini :

- Pejabat kredit mampu mendeteksi kemampuan nasabah dalam

membiayai usahanya, selain yang diperoleh dari bank;

- Pejabat kredit harus mampu menghitung berapa kebutuhan

nasabah yang sesungguhnya;

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

47

- Pejabat kredit harus mampu menghitung nilai taksasi jaminan

yang mencover kredit yang diberikan;

- Pejabat kredit harus mampu memperhitungkan kemungkinan

risiko yang dihadapi dengan pemberian kredit dan mengetahui

sumber pelunasan;

- Pejabat kredit harus mampu mendeteksi risiko pemberian

kredit yang mungkin secara kemampuan cukup baik, tetapi dari

sisi moral kurang menguntungkan bagi bank;

- Pejabat kredit harus mampu mendeteksi kualitas jaminan yang

akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

j. Overlending

Overlending adalah pemberian kredit yang besarnya melampaui

batas kemampuan pelunasan kredit oleh bank.

k. Competition

Competition merupakan risiko persaingan yang kurang sehat antar

bank yang memperebutkan nasabah yang berakibat pemberian

kredit yang tidak sehat.

2. Faktor penyebab terjadinya kredit macet dari pihak nasabah debitur :28

Kemacetan kredit yang disebabkan oleh nasabah disebabkan dua hal

berikut, yaitu :

28 Kasmir, Op.cit., hal. 109.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

48

a. Adanya unsur kesengajaan. Artinya nasabah sengaja tidak mau

membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang

diberikan dengan sendiri macet.

b. Adanya unsur tidak sengaja. Artinya nasabah memiliki kemauan

untuk membayar, tetapi tidak mampu dikarenakan usaha dibiayai

terkena musibah misalnya kebanjiran atau kebakaran.

2.3 Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil

2.3.1 Pengertian Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

memberikan pengertian tentang Pegawai Negeri Sipil, di dalam Pasal 1 Ayat (3)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan

bahwa “Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah Warga

Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai

Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk

menduduki jabatan pemerintahan. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dilakukan

oleh Pejabat yang berwenang yang mempunyai kewenangan mengangkat,

memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang

Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri

Sipil dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan Pejabat yang berwenang adalah

Pejabat Pembina Kepegawaian. Pejabat Pembina Kepegawaian ada 3 (tiga) yaitu

Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah

Propinsi, dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

49

Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil mempunyai

pengertian yaitu surat ketetapan yang dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang

telah dipertimbangkan berdasarkan Undang-Undang, menetapkan seseorang

menjadi Pegawai Negeri Sipil beserta hak dan kewajiban yang melekat

kepadanya. Dalam formilnya hanya ada satu pengangkatan, akan tetapi dalam

materiilnya terjadi dua pengangkatan yaitu pengangkatan sebagai Pegawai Negeri

Sipil dan Pengangkatan Sebagai Pejabat.29

Di dalam Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil tercantum

pangkat dan golongan ruang, dimana pangkat merupakan kedudukan yang

menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya

dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.

Golongan ruang yaitu golongan gaji pokok sebagaimana diatur dalam ketentuan

perundang-undangan yang berlaku tentang gaji Pegawai Negeri Sipil. Pangkat dan

golongan ruang Pegawai Negeri Sipil menjadi dasar perhitungan bank ketika akan

memberikan kredit kepada Pegawai Negeri Sipil karena menentukan jumlah gaji

pokok dan tunjangan yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dikeluarkan sebagai

bentuk legalitas seseorang diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Dalam Surat

Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil selalu dicantumkan bahwa orang

yang namanya tercantum dalam surat pengangkatan itu telah diangkat menjadi

Pegawai Negeri Sipil dengan gaji pokok sekian dan dengan pangkat.30 Pegawai

29 CST. Kansil dan Christine S.T Kansil, 2005, Modul Hukum Administrasi Negara,

Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 203.

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

50

Negeri Sipil mendapatkan hak, hak ini dibagi dalam dua jenis yaitu hak materiil

dan hak non materiil, hak materiil Pegawai Negeri Sipil antara lain yaitu berupa

uang atau gaji, jaminan hari tua atau uang pensiun, pakaian dinas, perawatan

tunjangan cacat, dan uang duka. Sedangkan hak non materiil Pegawai Negeri Sipil

adalah pangkat, jabatan, pendidikan tambahan, dan naik banding dalam hal

mendapatkan hukuman.31

2.3.2 Jenis-Jenis Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang

Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Pegawai

Negeri Sipil dibagi menjadi dua yaitu Pegawai Negeri Sipil Pusat yang mana

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara dan Pegawai

Negeri Sipil Daerah yang gajinya dibebankan Pada Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota

atau dipekerjakan diluar instansi induknya.

Menurut keterangan Bapak Ida Bagus Putra Adnyana S.STP., M.AP (Staf

pada Sub Bidang Formasi Dan Pengadaan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Bali), mengatakan bahwa terdapat dua jenis surat yang dikeluarkan oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian, yang pertama adalah Surat Keputusan Pengangkatan

Calon Pegawai Negeri Sipil atau yang sering disebut SK 80%, yaitu merupakan

surat yang menetapkan bagi yang lulus tes masuk kedalam Calon Pegawai Negeri

Sipil, alasan lain sehingga Surat Keputusan Pengangkatan Calon Pegawai Negeri

30 Ibid., hal. 202.

31 Djoko Prakoso, 1996, Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta, hal. 37.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

51

Sipil dikatakan SK 80 % adalah karena gaji yang diberikan kepada Calon Pegawai

Negeri Sipil adalah sebesar 80% dari gaji pokok. (Wawancara tanggal 4 Mei

2015).

Dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 Tentang

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil disebutkan “pengangkatan pertama menjadi

pegawai ditetapkan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil sebagai masa percobaan”.

Apabila telah memenuhi syarat-syarat menurut Peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku baru kemudian dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.32

Selanjutnya dalam Pasal 16 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976

tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil ditegaskan bahwa Calon Pegawai Negeri

Sipil setelah melalui masa percobaan sekurang-kurangnya satu tahun dan selama-

lamanya dua tahun.33

Apabila Calon Pegawai Negeri Sipil tersebut lulus dalam masa percobaan

maka yang bersangkutan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian, kemudian diberikan Surat Keputusan Pengangakatan

Pegawai Negeri Sipil atau sering disebut dengan SK 100%. Yang mana dengan

dikeluarkannya SK 100%, maka diberikan pula gaji pokok seluruhnya kepada

Pegawai Negeri Sipil tersebut.

2.3.3 Fungsi Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil

32 Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hal.

96.

33 Ibid.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, … II revisi.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI ... dan kesepakatan

52

Fungsi atau kegunaan dari Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri

Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil, Menurut Bapak Ida Bagus Putra Adnyana

S.STP., M.AP (Staf pada Sub Bidang Formasi Dan Pengadaan Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Bali, berdasarkan hasil wawancara tanggal 4 Mei

2015) adalah :

a. Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil digunakan dalam

rangka melengkapi berkas untuk kenaikan pangkat, karena dalam setiap

kenaikan pangkat dibutuhkan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai

Negeri Sipil ; dan

b. Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil digunakan untuk

kelengkapan syarat pensiun, karena salah satu syarat mendapatkan hak

pensiun adalah adanya Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri

Sipil.