Bab Mikrobiologi Pengkomposan

42
Mikrobiologi Pengkomposan 1. Pendahuluan 2. Mikroba yang terlibat dan Lingkungan 3. Proses Mikrobiologis Pengkomposan 4. Produk Pengkomposan 5. Industrial Kompos Laboratorium Tanah/Manajemen Sumberdaya Lahan 2013

Transcript of Bab Mikrobiologi Pengkomposan

Mikrobiologi Pengkomposan

1. Pendahuluan2. Mikroba yang terlibat dan Lingkungan3. Proses Mikrobiologis Pengkomposan

4. Produk Pengkomposan5. Industrial Kompos

Laboratorium Tanah/Manajemen Sumberdaya Lahan

2013

Overview:Setelah akhir pembelajaran bab ini diharapkan mahasiswa mampu:1. Mendiskripsikan apa itu pengkomposan dan membuat

daftar manfaat dari pengkomposan/kompos.2. Menjelaskan mikroba dan atau biota apa saja yang

berperanan dalam proses pengkomposan.3. Menjelaskan mengapa pengkomposan itu populer dan

sangat penting untuk dikembangkan kepada masyarakat sebagai treatment penyelesaian kasus sampah organik yang efisien, baik, dan ramah lingkungan.

4. Mendiskusikan tiga proses pengkomposan.5. Meringkas tujuh kondisi atau pertimbangan untuk suatu

proses pengkomposan yang optimum.6. Menjelaskan apa itu vermicomposting.

1. Pendahuluan

Pengertian pengkomposan:Proses memperlakukan atau perubahan suatu bahan organik menjadi bahan yang dapat digunakan untuk inputan pertanian.

Produk: menghasilkan pupuk organik, asam organik (humat, fulvat), soil conditioner yaitu menambah unsur hara tanah, penguatan agregat tanah dan pengaturan porositas, pemeliharaan sistem karbon energi tanah, memperbaiki kehidupan tanah.

Manfaat umum pengkomposan:1. Mereduksi sejumlah sampah organik yang

menumpuk di mana saja.2. Menurunkan BOD (bylogical oxygen demand) suatu

tumpukan sampah organik.3. Memperbaiki karakteristik fisik sampah organik

yang menumpuk dan ruah (bulky and hugh) yang sukar dikelola menjadi mudah dikelola.

4. Menurunkan atau dan bahkan menghilangkan patogen dalam sampah organik yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan, dan tanaman, dan menghilangkan gulma.

5. Mereduksi luasan tata ruang tumpukan sampah yang tinggi, dalam, dan ruah (TPA) perlu tempat pengkomposan luas bioteknologi mengatasinya menggunakan reaktor.

Proses pengkomposan membuat sampah yang tadinya menumpuk, tebal-dalam, dan ruah menjadi kondisi yang sebaliknya (mengempes) disebab-kan oleh proses biologis dan kimiawi (biokimia) yang dilakukan oleh biota (makro, messo dan mikro-biota) menjadi bahan stabil seperti humus.Kemudian kerja mikroba dan kimia murni memproduksi bahan humat.

2. Mikroba yang terlibat dan Lingkungan

Faktor yang mempengaruhi pengkomposan:1. Biota dalam tumpukan sampah organik: makro,

messo, dan mikrobiotik2. Kondisi lingkungan pengkomposan: atmosfer, air,

tanah, keanekaragaman hayati, polutan, cuaca, kondisi ruangan.

3. Teknologi: bioteknologi tradisonal vs moderen mikroba, bahan-bahan, peralatan.

Mikroba dalam degradasi bahan organik yang terjadi alami contoh dalam tanah, pada permukaan lahan, di dalam hutan, tumpukan sampah rumah tangga, pasar, dan TPA.

Mikroba dalam dekomposisi bahan organik yang terjadi disengaja untuk produksi kompos menggunakan reaktor

Ling-kung-

an

Substrat (bahan organik)

Kelompok Genera mikro-organisme

Selulose Fungi Alternaria, Aspergilus, Chaetomium, Caprinus, Fomes, Fusarium, Myrothecium, Penicillium, Polyporus, Rhizoctonia, Rhizopus, Trametes, Trichoderma, Trichothecium, Verticillium, Zygorynchus.

Bakteria Achromobacter, Angiococcus, Bacillus, Cellfalcicula, Cellulomonas, Cellvibrio, Clostridium, Cytophaga, Pseudomonas, Sorangium, Sporocytophaga,. Vibrio.

Actinomycetes Micromonopora, Nocardia, Streptomyces, Streptosporangium.

Genera mikro-organisme yang mampu mempergunakan berbagai komponen bahan organik berbeda (Subba Rao,1999; hal 256)

Substrat (bahan organik)

Kelompok Genera mikro-organisme

Hemiselulose Fungi Alternaria, Aspergilus, Chaetomium, Fusarium, Penicillium, Polyporus, Rhizopus, Trichothecium, Zygorynchus, Helminthosporium, Coriolus, Fomes.

Bakteria Achromobacter, Bacillus, Cytophaga, Pseudomonas, Sporocytophaga,Vibrio, Lactobacillus.

Actinomycetes Streptomyces.

Genera mikro-organisme yang mampu mempergunakan berbagai komponen bahan organik berbeda (Subba Rao,1999; hal 256)

Substrat (bahan organik)

Kelompok Genera mikro-organisme

Lignin Fungi Clavaria, Clitocybe, Collybia, Flammula, Hypoloma, Lepiota, Mycena, Pholiota, Arthrobotrys, Cephalosporium, Humicola.

Bakteria Pseudomonas, Flavobacterium.

Actinomycetes -

Genera mikro-organisme yang mampu mempergunakan berbagai komponen bahan organik berbeda (Subba Rao,1999; hal 256)

Substrat (bahan organik)

Kelompok Genera mikro-organisme

Tepung (starch) Fungi Aspergillus, Fomes, Fusarium, Polyporus, Rhizopus.

Bakteria Achromobacter, Bacillus, Chromobacterium, Clostridium, Cytophaga.

Actinomycetes Micromonospora, Nocardia, Streptomyces.

Pectin Fungi Fusarium, Ferticulum.

Bakteria Bacillus, Clostridium, Pseudomonas.

Inulin Fungi Penicillium, Aspergillus, Fusarium.

Bakteria Pseudomonas, Flavobacterium, Beneckea, Micrococcus, Cytophaga, Clostridium.

Genera mikro-organisme yang mampu mempergunakan berbagai komponen bahan organik berbeda (Subba Rao,1999; hal 256)

Substrat (bahan organik)

Kelompok Genera mikro-organisme

Kitin (chitin) Fungi Aspergillus, Fusarium, Mucor, Mortierella, Trichoderma, Aspergillus, Gliocladium, Penicillium, Thamnidium, Absidia.

Bakteria Achromobacter, Bacillus, Beneckea, Flavobacterium, Chromobacterium, Clostridium, Cytophaga, Micrococcus, Pseudomonas.

Actinomycetes Micromonospora, Nocardia, Streptomyces.

Protein dan Asam Nukleat

Bakteria Bacillus, Pseudomonas, Clostridium, Serratia, Micrococcus.

Genera mikro-organisme yang mampu mempergunakan berbagai komponen bahan organik berbeda (Subba Rao,1999; hal 256)

Substrat (bahan organik)

Kelompok Genera mikro-organisme

Kutin Fungi Penicillium, Rhodotorula, Mortierella.

Bakteria Bacillus.

Actinomycetes Streptomyces.

Tanin Fungi Aspergillus, Penicillium.

Asam Humat Fungi Penicillium, Polystictus.

Asam Fulvat Fungi Poria.

Genera mikro-organisme yang mampu mempergunakan berbagai komponen bahan organik berbeda (Subba Rao,1999; hal 256)

Pathways dekomposisi bahan organik (Subba Rao, 1999; hal 260)

Hewan Tanaman

Residu Organik

Karbohidrat dan Protein

(mudah dicerna/diserang mikroba)

Lignin, fats (lemak), waxes resin (lilin) resisten

terhadap serangan mikrobial

HUMUS

PROSES MIKROBIAL

1. Mineralisasi membentuk CO2, NH4, NO3, NO2.

2. Immobilisasi C, N, P, dan S dalam sel mikroba

3. Proses Mikrobiologis Pengkomposan Diawali oleh mikroba mesofilik kemoheterotrof temperatur tumpukan

sampah/bahan organik meningkat dengan mikroba respirasi panas dihasilkan selama proses dekomposisi aerobik okfidatif.

Semakin besar ketersediaan bahan organik untuk biologis mikroba maka semakin cepat penignkatan temperatur dalam tumpukan bahan kompos.

Secara alami polimer yang besar menjadi bahan yang lebih kecil ukurannya (unit besar menjadi unit kecil) bahan ini kemudian digunakan kembali oleh mikroba-mikroba dalam tumpukan bahan organik dan oleh tanaman (mineral = kalau sudah terbebaskan).

Kemudian temperatur dapat meningkat (mikroba termofilik) kemudian menurun apabila bahan (substrat) yang tersedia mulai sedikit.berkurang banyak digunakan (dikonsumsi mikroba).

Pada saat temperatur meningkat bisa sampai 76º – 80º C yang disebut kenaikan temperatur dari dalam sistem (self-heating) bilamana dilihat, walaupun pagi hari akan nampak kepulan asap yang sebenarnya adalah penguapan air dan gas hasil peruraian mikrobiologis. Kenaikan temperatur ini umumnya membunuh mikroba termofilik, namun juga membunuh gulma dan patogen yang merupakan mikroba tidak berguna.

Aktivitas termofilik maksimum idealnya antara 60º - 65º C bisa diatur dengan pemberian aerasi atau kelembaban secukupnya (air)

Setiap peningkatan temperatur 10º C aktivitas mikroba meningkat 2-3 x karena itu perlu dipantau terus proses pengkomposan.

Proses mesofilik termofilik mesofilik dapat berjalan beberapa kali tergantung bahan baru tersedia atau tidak.

Pengkomposan yang optimal tergantung dari:1. Tipe dan komposisi dari bahan organik dalam bahan

pengkomposan selulose, hemiselulose, gula, alkohol, protein, lemak, pentin, lignin.

2. Tingkat ketersediaan dari mikro-organisme yang terlibat dalam pengkomposan.

3. Aerasi.4. C/N, C/P.5. Kandungan air (kelembaban).6. Temperatur tumpukan bahan.7. pH bahan dan pH tumpukan.8. Waktu pemrosesan.

(Mark Coyne. 1999. Soil Microbiology: An Explanatory Approach. Delmar Pubulanishers. Albany, New York, USA. Pp. 462).

Composting increases

Composting decreases

Particle size increases

Sur f a c e

Ar e a

The influence of particle size on composting

Mark Coyne, 1999. p 407 with modification for class purpose

0.25 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.6 1.7 2 2.1 2.1 2.3 2.4 2.7 3 3.50

10

20

30

40

50

60

70

80

Suksesi populasi mikro-organisme dalam proses pengkomposan pada seri waktu proses ketersediaan bahan organik

CO2 dan suhu

Termofilik

Bakteria & Fungi

Termofilik Aktino-misetes

Fungi&

Aktinomi-setes

Termofilik

Mesofilik

Aktinomisetes

0 5 10 15 20 30 40 50 60 70 80

Total C-Tersisa 100 75 63 50 46 43 39 36 35 35 33

C-Tanaman Ter-sisa

100 56 38 31 27.5 20 17 14 12 NaN NaN

C - Microbial Baru

0 17 25 26 27.5 27.5 25 21 17 NaN NaN

10

30

50

70

90

110

Diagram skematik perubahan konsentrasi C dan C-pools selama proses dekomposisi jerami oats

(Mark Coyne, 1999; hal. 319, modified for class purpose)

Car

bon

dal

am b

ahan

(%

)

0 4 8 12 160

2

4

6

8

10

12

Lemak, minyak (soluble)Linear (Lemak, minyak (sol-uble))Protein (soluble)Gula, asam amino (soluble)Lignin (non-soluble)Hemiselulosa (non-soluble)Selulosa (non-soluble)

Waktu dekomposisi (hari ke)

Pro

por

si r

elat

ive

(%)

Perubahan komposisi material tanaman yang menua. Proporsi komponen mudah larut dalam tanaman menurun, tetapi proporsi komponen tidak larut dan resisten

meningkat (Mark Coyne, 1999; hal. 318; dimodifikasi untuk pengajaran kelas)

The fate of sugar and straw into SOM

0

20

40

60

80

100

120

0 0,25 0,5 1 1,5 2 2,5 3,5 3 4 4,5 4,75 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9

Gula (%)

Jerami (%)

Dekomposisi dan inkorporasi gula dan jerami ke bahan organik tanah. Jerami mengalami perpanjangan waktu sampai menjadi sama prosentasenya dalam bahan organik tanah (Mark Coyne, 1999; hal 319;

dimodifikasi untuk keperluan pengajaran kelas)

Per

sen

tase

C t

erti

ngg

al

dal

am b

ahan

org

anik

tan

ah

Waktu

Bila kita tambahkan gula atau jerami ke dalam tanah (bahan organik tanah) atau kompos ==> glukosa akan digunakan oleh mikroba lebih cepat dibandingkan jerami. Jerami mengalami perpanjangan waktu sampai menjadi minimal terdeteksi. Hal tersebut merefleksikan kelarutan senyawa tersebut, juga kemudahan untuk terdekomposisi, ataupun menunjukkan struktur senyawa yang baru (a novel stricture)

Tipe dan komposisi dari bahan organik dalam bahan pengkomposanSampah organik sangat bervariasi dalam hal karakteristiknya secara kimia dan fisik. Luas permukaan bahan, hidrofobisitas, tipe dan kompleksitas dari ikatan kimia dalam bahan merupakan kunci variasi sifat bahan selanjutnya menjadi ciri kompos.

Laju dekomposisi adalah proporsional dengan luas permukaan bahan dan berbanding terbalik proporsional dengan ukuran bahan. Dengan demikian bila ukuran bahan menurun, luas permukaan meningkat, maka laju dekomposisi meningkat.

Ukuran partikel bahan antara 0,65-2,54 cm direkomendasikan untuk hasil optimum proses pengkomposan. Semakin kecil (terlalu kecil) ukuran partikel menggangu aerasi; semakin besar partikel bahan tidak reaktif.Bahan kompos tak mudah larut bersifat resisten (tahan) terhadap proses dekomposisi dibandingkan dengan bahan yang mudah larut. Bahan hidrofobik lebih resisten dari pada bahan hidrofilik.

Bahan mudah larut contohnya: monosakarida, asam amino lebih mudah tersedia dibandingkan dengan molekul-makro, dan selanjutnya senyawa-senyawa tersebut lebih mudah tersedia bahan yang terdekomposisi dibandingkan dengan molekul-makro yang bercabang. Akhirnya bahan molekul-makro bercabang lebih mudah tersedia bahan terdekomposisinya dibandingkan dengan bahan berlignin yang memiliki struktur berikatan ganda dan tidak beraturan.

Tingkat ketersediaan dari mikro-organisme yang terlibat dalam pengkomposan

Tingkat ketersediaan mikro-organisme artinya jumlah jenis dan ruah populasi mikro-organisme dalam bahan yang akan dibuat menjadi kompos atau dalam bahan saat pengkomposan dan setelah pengkomposan selesai. Mikro-organisme tetap bekerja sampai dihasilkan bahan humat (di dalamnya berisikan asam humat dan asam fulvat) atau dibantu dengan berlangsungnya pembentukan bahan humat non-biologis (non aromatik).

Mikroba yang terkandung dalam bahan pengkomposan merupakan campuran (mixed) dari grup bakteria mesofilik maupun termofilik, aktinomisetes, dan fungi. Mencampurkan mikroba dari kompos jadi sebelumnya ke dalam bahan pengkomposan berikutnya bisa dilakukan untuk efisiensi pengadaan mikroba. Namun demikian bisa ditambahkan pula mikro-organisme lokal (MOL) yang umumnya sangat kuat dan bisa dijadikan bahan pupuk organik untuk keperluan lokal. Oleh karena itu sangat disarankan untuk dilakukan isolasi MOL sebagai bahan inokulan pembuatan pupuk organik tingkat lokal. Ini bukan hanya merupakan wacana namun bisa untuk dilaksanakan.

Aerasi

Proses pengkomposan yang dilakukan dengan pemadatan bahan memang diperlukan selamatidak terlalu padat sehingga tidak ada aerasi sama sekali. Aerasi yang tidak mencukupi malahan membuat proses dekomposisi bahan organik menjadi lebih lambat karena reaksi cenderung ke arah “anaerobic composting”.

Rasio C, N, dan P

Suatu bahan organik dengan C/N 30:1 atau 40:1 adalah baik digunakan sebagai bahan awalan pengkomposan, namun demikian tetap disarankan menggunakan bahan dengan C/N 20:1.

Mengingat bahwa kompos dalam kegiatan pertanian masyarakat digunakan tidak saja untuk lahan pertanian luas, namun juga digunakan untuk pengisian media pot dan dalam budidaya tananaman hortikultura, maka C/N bahan pada kisaran 30:1 – 40:1 adalah kisaran yang baik.

Semakin tinggi C/N semakin besar imobilisasi N-nya oleh mikroba. Menggunakan bahan dengan C/N tinggi tujuannya adalah agar C/N kompos dapat berubah (menurun) dalam waktu tertentu (lama) sampai terbeli. Namun demikian rasio C/N sebaiknya jangan di bawah 20:1 karena N kompos dapat mengalami pencucian (leaching) dan tervolatilisasi sebagai organik-N mineral. Rasio C/P yang direkomendasikan adalah 100:1 s/d 150:1.

Diperlukan kepandaian intuitif dalam pembuatan kompos terutama bilamana lingkunagn masyarakat industri kompos sangat peka terhadap bau tidak mengenakkan dalam pemrosesan kompos.

Diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang rasio C/N bahan kompos yang akan dicampurkan sedemikian rupa sehingga muncul formulasi bahan dengan rasio 30:1 – 40:1. Bahan kompos ada yang kaya nutrisi namun ada juga yang miskin nutrisi. Bahan dengan C/N tinggi s/d sangat tinggi sangat lama pemrosesannya tanpa penambahan bahan kaya nutrisi N dan P.

Sebaliknya bahan dengan C/N rendah bermasalah dengan bau volatilisasi amoniak (NH3) dan bilamana terlalu lembab maka akan terjadi penguapan metan (CH4) dan berbau seperti telur busuk (H2S) kalau bahannya kaya N+P+S (protein) misalnya ada kandungan sisaan daging, telur dan tulang. Dengan demikian diperlukan penambahan bahan berkandungan C tinggi bilamana kandungan protein dan daging/telur & Ca-nya tinggi.

Bilamana anda berkeinginan untuk mempunyai industri kompos maka dengan program komputer dapat dilakukan formulasi desain bahan yang tepat.

Intinya diperlukan keahlian pencampuran bahan dengan bahan-bahan campuran dalam bulanending: bahan kaya N (dekomposisi cepat) + bahan berwarna hijau (dekomposisi lambat) + bahan berwarna coklat yang kaya “C” untuk mendapatkan komposisi formula bahan dengan C/N yang tepat.

Pengaturan kandungan air (kelembaban)

Kandungan air yang tepat untuk pengkomposan kira-kira adalah 50-60 % mengisi bahan dan pori-pori tumpukan bahan kompos. Bahan kompos haruslah lembab namun tidak becek. Pemberian air bermanfaat untuk pengaturan temperatur pengkomposan. Bilamana terlalu kering maka suhu dapat diturunkan dengan memberikan air seperlunya.

Pertumbuhan dan perkembanga, serta aktivitas mikroba memerlukan kecukupan kelembaban berupa lapis film-lembab untuk gerakan dan metabolisme mikroba, demikian pula penting untuk difusi bahan yang mudah larut. Terlalu banyak air menghambat difusi O2, menyebabkan perubahan ke kondisi anaerobik, dan memperlambat laju dekomposisi.

Diperlukan alat-alat ukur temperatur, kelembaban, dan kadar O2 dinamik baik secara otomatis dihubungankan dengan program komputer maupun tidak, semuanya sangat penting dalam program evaluasi proses industrial kompos.

Pengaturan temperatur

Proses pengkomposan terjadi dalam dua (2) kisaran temperatur: (i) mesofilik antara 10º – 43 º C dan (ii) termofilik antara 55 º – 60 º C. Swa- pemanasan suhu tumpukan bahan kompos hasil proses metabolik mikroba (internal self-heating of static compost piles) umumnya terjadi pada kisaran temperatur 50 º – 60 º C dalam dua (2) hari. Setelah tercapai fisiologis-metabolik menyebabkan temperatur puncak (termofilik), maka kemudian secara gradual temperatur menurun (mesofilik). Apabila dilakukan penambahan bahan segar lagi maka akan terjadi proses seperti di depan untuk kedua kalinya.

Selama tapan awal pengkomposan, mikro-organisme mesofilik yang bekerja dalam dekomposisi bahan organik. Metabolisme mikro-organisme menghasilkan pemanasan bahan (self-heating), menyebabkan temperatur bahan kompos meningkat.

Temperatur yang meningkat memberikan kesempatan hidup, berkembang dan bekerjanya mikro-organisme termofilik (kelompok bakte-ria, aktinomisetes, dan fungi). “A self-heating compost” kemudian bisa meningkatkan kisaran temperatur 70 º – 80 º C sehingga menyebabkan fauna dan gulma dalam kompos banyak yang terbunuh; kondisi ini menguntungkan atau diharapkan dalam industri kompos. Dengan demikian kisaran temperatur optimal pengkomposan adalah antara 60 º – 65 º C karena dalam kisaran tersebit mikroba termofilik optimal perkembangan dan bekerjanya dalam dekomposisi bahan organik baru dilanjutkan tahapan pematangan oleh mikroba mesofilik.

Selanjutnya apabila telah masuk pada proses tidak terjadi kenaikan temperatur tumpukan kompos, maka hal itu menandakan mulainya proses stabilisasi kompos.

Disebut stabilisasi karena memasuki tahapan pemeliharaan pematangan kompos yang dikerjakan oleh mikro-organisme grup mesofilik.

Umumnya tahapan ini berlangsung selama 20 hari atau lebih. Proses stabilisasi dan pematangan ini menyebabkan pengurangan kandungan air (kelembaban turun) dan memungkinkan terbentuknya metabolisme fraksi bahan organik yang lebih resisten.

Metode Material Waktu pengkomposan Waktu pematanganKisaran Waktu

Static pile (tumpukan biasa)

Dedaunan.Kotoran hewan.

2 - 3 tahun6 bulan – 2 tahun

2 tahun1 tahun

--

Tumpukan. beraerasiWindrow, tidak ditambahi bahan

Limbah selokan/ chip kayu.Dedaunan.Kotoran hewan.

3 – 5 minggu6 bulan – 1 tahun4 - 8 bulan

4 minggu9 bulan6 bulan

1 – 2 bulan4 bulan1 – 2 bulan

Passive aerated windrow

Kotoran hewan.Limbah ikan/ Gambut (moss)

10 – 12 minggu8 – 10 minggu

--

1 – 2 bulan1 – 2 bulan

Metode Material Waktu pengkomposan Waktu pematanganKisaran Waktu

Agitated bed (reaktor digoyang)

Limbah selokan/ sampah/ kohe / debu kayu gergajian

2 – 4 minggu 3 minggu 1 – 2 bulan

Drum diputar Lombah selokan / limbah padat

3 – 8 hari - 2 bulan

Tabel 1. Lama waktu pengkomposan pada kombinasi metode pengkomposan dan bahan kompos

Pengaturan pH

Kemasaman (pH) optimum adalah netral untuk mikro-organisme secara umum dan sedikit alkalin untuk aktinomisetes, hal tersebut harus diperhatikan dan dijaga dalam pemrosesan kompos.

Kisaran pH pengkomposan yang umum terjadi adalah antara 5,5 – 8,5, pH ekstrim harus dihindari, pH ideal antara 6,5 – 7,2.

Waktu pengkomposan

Waktu pengkomposan berhubungan dengan tahapan proses pembentukan kompos tahapan perkembangan dan kinerja mikroba mesofilik tahapan perkembangan dan kinerja mikroba termofilik kembali lagi mikroba mesofilik berkembang dan berkinerja proses pematangan perlahan-lahan.

Tahapan akhir ini disebut juga “curing or of slow compost maturation”; jadi tahapan sebelumnya adalah tahapan proses perubahan kompos secara aktif (mikrobiologis dan kimiawi), tahapan akhir adalah betul-betul pematangan kompos kecuali ditambahkan lagi bahan baru.

Pada tahapan akhir ini terjadi: (i) komponen (senyawa) volatil menguap, (ii) adanya dekomposisi lanjut, dan (iii) penurunan kelembaban material kompos. Tabel 1 menyajikan informasi proses perkembangan kompos menurut bahan kompos dan waktu proses.

Kompos adalah bahan pembenah tanah yang sangat baik sebab kompos mempunyai sifat “seperti humus” (humus-like). Dengan demikian kompos mempromosi agregasi dan memperbaiki aerasi tanah.

Kompos memang tidak bisa menggantikan fungsi pupuk kimia sintetik pabrikan yang ber-efek instan, namun kompos memberikan bahan organik ke dalam tanah sehingga meningkatkan status kesuburan tanah (soil quality status).

Kalau menginginkan kinerja besar kompos maka harus diformulasikan bahan-bahan kompos yang cukup dan ideal untuk menyuburkan tanah secara kimiawi, fisika, dan biologis.

Susunlah bahan-bahan organik yang mengandung rasio kecukupan C, N, P, K, S, Ca, Mg, dan Si untuk tanah yang akan diameliorasi; selain itu perlu dipikirkan pengadaan unsur hara mikro dari bermacam bahan organik.

4. Produk Pengkomposan Produksi kompos menghasilkan beberapa karakter kompos tergantung

bahan asal dan proses rekayasa teknik (bio-engineering atau bioteknologi). Kompos curah: bahan padat dengan kandungan air harus diturunkan

sampai 15-25 %. Kompos curah memerlukan penyaringan fraksi padatan kompos lolos saring tertentu sesuai aturan/standar industri dan perdagangan pupuk organik. Kompos curah ini disebut bokashi kalau mengandung mikro-organisme berguna dalam jumlah ragam spesies dan populasi sesuai standar industri dan perdagangan.

Kompos tablet: bahan padat dengan kandungan air < 10 %, campuran formula bahan kompos dicampur dan dicetak dengan mesin dan diberikan kemasan kedap udara. Umumnya kompos tablet diberikan masukan mikro-organisme spesifik sesuai tujuan, oleh karena itu standar kelembaban dan bahan karier sangat menentukan kualitasnya.

Kompos cair (pupuk organik cair): sesuai namanya wujud pupuk organik adalah cair (80-90 %). Isinya bahan organik padat, mikro-organisme spesifik maupun umum standar industri, dan bahan tambahan.

Kompos berbahan humat tinggi: kompos baik padat maupun cair yang diisi dengan asam humat dan atau asam fulvat konsentrasi tinggi.

Pembuatan Kompos

Kebutuhan Oksigen Lokasi Pembuatan

5. Industrial Kompos

Tulisan: Ruly Eko Kusuma Kurniawan, SP., MP.

PEMBUATAN KOMPOS BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN

PENGOMPOSAN AEROBIK

Sistem Windrow

Merupakan metode yang paling sederhana dan sudah sejak lama dilakukan. Untuk mendapatkan aerasi dan pencampuran, biasanya tumpukan sampah tersebut dibalik (diaduk). Hal ini juga dapat menghambat bau yang mungkin timbul. Pembalikan dapat dilakukan baik secara mekanis maupun manual. Sistim windrow seperti ini sudah berkembang di Indonesia TPA

Aerated Static Pile Composting

Udara disuntikkan melalui pipa statis ke dalam tumpukan sampah. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi dengan exhaust fan. Setiap tumpukan biasanya menggunakan blower untuk memantau udara yang masuk.

PEMBUATAN KOMPOS BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN

PENGOMPOSAN AEROBIK

In-veseel Composting System

Sistim pengomposan dilakukan di dalam kontainer/tangki tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik, untuk mencegah bau disuntikkan udara, pemantauan suhu dan konsentrasi oksigen.

Vermicomposting

Merupakan langkah pengembangan pengomposan secara aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai perombak utama atau dekomposer, inokulasi cacing tanah dilakukan pada saat kondisi material organik sudah siap menjadi media tumbuh (kompos setengah matang). Dikenal 4 (empat) marga cacing tanah yang sudah dibudidayakan, yaitu Eisenia, Lumbricus, Perethima dan Peryonix (Yayasan Kirai Indonesia, 1996: 2)

PEMBUATAN KOMPOS BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN

PENGOMPOSAN AEROBIK

““Effective Microorganisms (EM)””

EM merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang dapat diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman.

EM dapat memfermentasikan bahan organik dan memanfaatkan gas serta panas dari proses pembusukan sebagai sumber energi.

Manfaat yang dapat diambil dalam teknologi EM pada pengolahan sampah kota adalah berkurangnya bau busuk dan panas yang keluar dari tumpukan sampah, berkurangnya lalat dan hama lain di tempat pembuangan sampah, gundukan sampah cepat menurun sehingga daya tampung sampah dalam lubang penampungan dapat ditingkatkan lebih dari 30%, dan masalah-masalah lingkungan serta kesehatan pekerja. Selain itu sampah dapat dijadikan kompos dalam jangka waktu hanya 2 minggu. (Wididana, 1998: 5).

PEMBUATAN KOMPOS BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN

PENGOMPOSAN anAEROBIK

Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Rendah

Konsentrasi kepadatan antara 4-8%, menggunakan bahan baku sampah domestik, kotoran manusia dan hewan.

Proses ini menghasilkan gas methan dan direncanakan untuk skala besar.

Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Tinggi

Konsentrasi kepadatan mencapai 22%. Keuntungan utama dari proses ini ialah bahwa air yang dibutuhkan jauh sedikit dari digesti anaerobik dengan tingkat kepadatan rendah.

Matur nuwun