Bab2AqidahIslam

21
 Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah Aqidah Islamiyah Aqidah Islamiyah A. PENDAHULUAN Setelah mengikuti perkuliahan Aqidah Islamiyah, anda diharapkan mampu: 1. Me nje la ska n peng er ti an aqi da h 2. Men jel aska n ruan g lin gkup pembaha san aq idah 3. Men jel aska n s umb er aqid ah Isl am 4. Men jel aska n beb era pa ka ida h aqi dah I sla m 5. Me nje la ska n fu ngs i aq ida h B. PE MBAH ASAN Kepercayaan adalah isu sentral (baca; masalah pokok) dari semua agama. Hal ini dikarenakan sistem ritus (tata cara penyembahan) dan sistem nilai (norma dan atu ran) adal ah kons eku ens i log is dar i seb uah kep erc ayaa n. Den gan maks ud lain , kemunculan agama diawali dengan terbangunnya kepercayaan. Lantas dari mana atau  bagaima na permulaan pr oses pe rtumbu han sebua h keperca yaan itu? Kepercayaan merupakan proses kejiwaan. Proses ini mampu mengesampingkan kemampuan akal untuk menemukan seperangkat jawaban terhadap kebutuhan fitrahi manusia akan adanya Dzat Supranatural yang melampaui dirinya dan alam raya ini (Tu han) . Proses men emu kan jawaban ini ber tit ikto lak dar i kont emp las i akal budi ma nus ia ya ng me ner awang jau h me la mpaui al am ma ya (met afi sik ), se hin gg a me la hir ka n ban yak pe rt any aan me nda sar da ri lub uk hat i yan g pa li ng dal am . 1 Ketidakmampuan akal menjawab di satu sisi, dan kecenderungan terhadap eksistensi Tuhan di sisi lain, memaksa manusia untuk menangguhkan potensi akal pikirannya, dan se ge ra me nga mbil si kap pe rc aya . Akan te tap i ti da k be rart i ba hwa la hir nya BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG B A B 24

Transcript of Bab2AqidahIslam

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 1/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Aqidah IslamiyahAqidah Islamiyah

A. PENDAHULUAN

Setelah mengikuti perkuliahan Aqidah Islamiyah, anda diharapkan mampu:

1. Menjelaskan pengertian aqidah

2. Menjelaskan ruang lingkup pembahasan aqidah

3. Menjelaskan sumber aqidah Islam

4. Menjelaskan beberapa kaidah aqidah Islam

5. Menjelaskan fungsi aqidah

B. PEMBAHASAN

Kepercayaan adalah isu sentral (baca; masalah pokok) dari semua agama. Hal

ini dikarenakan sistem ritus (tata cara penyembahan) dan sistem nilai (norma dan

aturan) adalah konsekuensi logis dari sebuah kepercayaan. Dengan maksud lain,

kemunculan agama diawali dengan terbangunnya kepercayaan. Lantas dari mana atau

 bagaimana permulaan proses pertumbuhan sebuah kepercayaan itu?

Kepercayaan merupakan proses kejiwaan. Proses ini mampu mengesampingkan

kemampuan akal untuk menemukan seperangkat jawaban terhadap kebutuhan fitrahi

manusia akan adanya Dzat Supranatural yang melampaui dirinya dan alam raya ini

(Tuhan). Proses menemukan jawaban ini bertitiktolak dari kontemplasi akal budi

manusia yang menerawang jauh melampaui alam maya (metafisik), sehingga

melahirkan banyak pertanyaan mendasar dari lubuk hati yang paling dalam.1

Ketidakmampuan akal menjawab di satu sisi, dan kecenderungan terhadap eksistensi

Tuhan di sisi lain, memaksa manusia untuk menangguhkan potensi akal pikirannya,

dan segera mengambil sikap percaya. Akan tetapi tidak berarti bahwa lahirnya

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

B A B

24

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 2/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

kepercayaan sebagai sikap keterpaksaan, melainkan tetap dalam koridor kesukarelaan

dan proses yang alami.

 Namun kepercayaan yang telah terbangun ternyata bukanlah sesuatu yang baku

(built in) dan konstan. Sejarah telah memperlihatkan bagaimana sistem kepercayaan

manusia lebih merupakan sebuah organisma yang senantiasa tumbuh berkembang dari

 bentuk yang paling sederhana –hanya sekadar percaya kepada Tuhan– sampai

‘sempurna’ menjadi sebuah agama. Dalam pandangan masyarakat primitif yang

nomaden, kehidupan sangat bergantung pada hutan dan pepohonan sebagai sumber 

hidup, sehingga muncul sikap memuliakan (sakralisasi) terhadap pepohonan besar dan

tua. Kehidupan manusia kemudian meningkat, yakni sudah mulai mengenal cara

 bercocok tanam dan mendiami suatu kawasan. Hal ini membawa mereka pada

 pemahaman baru yakni kehidupan sangat bergantung kepada air dan matahari, lalu

mempertuhankannya. Bagi mereka, keduanya memiliki kekuatan gaib yang misterius

sehingga harus disembah (dimuliakan). Faham seperti ini disebut dinamisme.

Kecenderungan terhadap kekuatan gaib ini berkembang sampai disimpulkan bahwa ada

 pihak lain yang memiliki kekuatan gaib yang lebih misterius, yakni roh. Roh dinilai

sebagai sumber kekuatan utama yang dimiliki setiap benda, hewan dan tumbuhan.Faham ini kemudian disebut animisme. Namun baik dinamisme maupun animisme,

keduanya merupakan faham polyteisme dan hasil akal budi manusia semata.

Secara sederhana, agama diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu agama

 budaya yang mempertuhankan banyak tuhan (polyteisme); sebagai hasil akal budi

manusia dalam upaya menemukan Tuhan, dan agama samawi/wahyu yang

mempertuhankan satu tuhan (monoteisme); berasal dari Tuhan yang disampaikan

kepada manusia melalui perantara utusan yaitu para Rasul. Islam adalah agama wahyu

(monoteisme) di mana dalam sejarah kemunculannya murni berasal dari Tuhan (Allah

Swt).

Jalan menuju Islam adalah proses menemukan Allah Swt secara sadar dan

 berbasis ketulusan nurani dan penyelidikan akal. Dalam mengajak manusia untuk 

 beriman (percaya) kepada Allah Swt, Islam sama sekali tidak melalui jalur kekerasan

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

25

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 3/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

dan paksaan. Dengan demikian kepercayaan atau keimanan akan tumbuh dengan wajar 

dalam jiwa.

     

   

     

 

   

 

       

   

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas

 jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah

berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah

 Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. 2: 256).

Ayat ini sekaligus menjawab pertanyaan mengapa dalam kerasulan Muhammad

Saw, Islam hampir tidak pernah menggunakan mu’jizat berupa kejadian dan perbuatan

luar biasa yang dapat menyilaukan akal sehat dan pikiran manusia normal, dengan

tujuan membuat manusia menerima dan percaya kepada Islam tanpa peninjauan dan

 penyelidikan akal.2 Padahal jika Allah Swt menghendaki, maka semua manusia bisa

dipaksa atau diwajibkan untuk mengimani-Nya tanpa syarat (QS. 26: 4). Hanya, Allah

Swt lebih menyukai keimanan yang muncul dari kesadaran dan pemerikasaan. Manusia

diajak dan diarahkan kepada realitas alam raya. Supaya diperhatikan bagaimana dunia

ini dibangun dengan susunan yang teratur dan teguh, saling berhubungan satu dengan

lain dan menjadi satu kesatuan erat (QS. 2: 164, QS. 84: 1-4, QS. 82: 1-5, QS. 51: 47-

49). Di kala itulah keimanan dan pengakuan yang mutlak akan timbul.3

Kecuali itu,manusia diharapkan memenuhi kalbunya dengan akidah Islam berdasarkan dali-dalil

yang meyakinkan. Kecuali itu, Islam yang diimani dapat membangkitkan kesadaran

 batin dan perasaan murni kemanusiaan.

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

26

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 4/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Lantas mana yang lebih utama antara keimanan berbasis pertimbangan akal

atau keimanan yang timbul dari perasaan murni manusia? Dalam hal ini Abbas

Mahmud al-Aqqad berpandangan bahwa faktor kesadaran yang melahirkan keimanan

ini merupakan faktor yang paling kuat dan kokoh dibanding dengan faktor lain seperti

argumentasi-argumentasi logis (pertimbangan akal).4 Hal ini dikarenakan akal memiliki

keterbatasan untuk memahami sesuatu yang Tak Terbatas. Peri kemanusiaan yang

murni (nurani) di satu sisi dan kemampuan analisis akal manusia di sisi lain,

sebenarnya tidak berada dalam posisi yang saling dipertentangkan, sehingga dicari

mana yang lebih utama. Karena sejatinya berawal dari kesadaran fitrahi manusia yang

mendorong menerima wahyu kemudian membimbing akal.

Sama halnya dengan proses menemukan realitas Mutlak di awal, proses

tumbuh-berkembangnya keimanan juga tidak serta merta jadi dan sempurna menjadi

keyakinan (aqidah), akan tetapi melalui tahapan-tahapan yang panjang. Sebelum

sampai pada tingkat yakin, tahapan  pertama adalah  syak ; yaitu sama kuat antara

menerima dan menolak.  Kedua zhan, yaitu salah satu lebih kuat (sedikit) dari yang

lainnya karena sudah ada dalil yang menguatkannya.  Ketiga ghalabatu al-zhan, yaitu

cenderung lebih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya.Dan jika keyakinan sudah sampai pada tingkat ‘ilmu, maka sempurnalah ia menjadi

aqîdah (keyakinan yang kokoh).5 

Barangkali kisah perjalanan Nabi Ibrahim As dalam menemukan Tuhan (Allah

Swt) bisa dijadikan perumpamaan yang tepat. Tatkala ia (Ibrahim As) berjalan di gelap

malam dan memandangi bintang-bintang, ia berkata “inilah Tuhanku”, tetapi ketika

 bintang-bintang tersebut tenggelam, ia menarik kembali ucapannya. Hal ini terulang

ketika ia melihat bulan. Lantas ia bergumam “sekiranya Dia tidak memberi petunjuk,

maka niscaya aku akan tersesat”. Hingga kemudian ia melihat matahari yang bersinar 

terang, ia berkata inilah Tuhanku (karena ini lebih besar/menakjubkan), tetapi ketika

matahari juga akhirnya tenggelam ia akhirnya berkata bahwa sesungguhnya ia berlepas

diri dari kesesatan/kemusyrikan kaumnya. Lantas ia menghadapkan wajahnya

(menghadapkan kalbunya) kepada Dzat Pencipta alam raya (cenderung kepada ad-Dîn

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

27

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 5/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

yang benar). Proses ini ia jalani, karena nuraninya memberontak terhadap apa yang

dilakukan oleh kaumnya; yaitu menyembah berhala (QS. 6: 74 – 79). Dan sangat jelas

 bahwa di tengah usahanya itu, Ibrahim As senantiasa mengharapkan bimbingan wahyu

dari realitas Mutlak.

Ibrahim (As) seperti digambarkan di atas, adalah figur manusia yang telah

sempurna peta kemanusiaannya. Hal ini dikarenakan ia senantiasa berupaya

memperteguh aspek  soul  –kehidupan kalbu/jiwani yang paling dalam jiwa– sebagai

fondasi spiritual yang menopang aktivitas psikis lainnya. Aspek  soul (iman) yang teguh

merupakan entitas manusia untuk menjalin relasi vertikal dengan Tuhan, sehingga

mampu merangkai fungsi aspek psikis lainnya dalam relasi horizontal dengan penuh

keyakinan (mantap).6 

Keimanan yang telah menjadi keyakinan (aqidah) harus mendatangkan

ketentraman jiwa manusia, karena kebutuhan hidupnya sudah terjembatani. Bila

seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, maka dia harus menolak segala sesuatu

yang bertentangan dengan kebenaran tersebut. Untuk sampai pada keimanan yang

menentramkan jiwa, harus sampai pada derajat yakin, dan untuk sampai pada yakin,

maka akal harus menyusun penjelasan ‘rasional’ untuk membenarkan apa yang diimanihatinya. Fitrah manusia memang cenderung kepada Tuhan, dan indera (akal) digunakan

untuk menguji dan membuktikannya.7 Inilah tahapan yang benar, karena memang akal

sesuai dengan makna kebahasaannya ‘aql yang berarti tali pengikat. Ia adalah potensi

manusiawi yang berfungsi sebagai alat pengikat manusia agar tidak terjerumus ke

dalam dosa dan kesalahan. Tanpa akal, siapapun akan terjerumus (baca; tersesat) meski

memiliki pengetahuan teoritis yang mendalam.8 Tetapi fungsi pengikat ini tidak berarti

akal dapat beriri sendiri, karena akal juga digambarkan sebagai kemampuan berenang

seseorang. Ia sangat berguna dan penting manakala gelombang dan ombak normal.

Tetapi ketika ombak pasang dan gelombang membahana, maka kemampuan berenang

menjadi tidak berguna; bisa atau tidak bisa berenang sama saja, dan dalam kondisi ini

manusia membutuhkan pelampung; dan pelampung inilah tuntunan wahyu (agama).9 

1. Pengertian Aqidah

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

28

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 6/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Secara etimologis, aqidah berasal dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan -

‘aqîdatan.  ‘Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Dan setelah menjadi

‘aqîdatan (aqidah) maka bermakna keyakinan. Sintesa antara makna kata ‘aqdan dan

‘aqîdah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat

dan mengandung perjanjian.10 Hasil penelusuran terhadap kata bentukannya (‘aqîd )

adalah berarti sesuatu yang mengendap dan mengental di dasar atau di dalam.11

Sehingga bisa dimaknai bahwa keyakinan yang tersimpan kokoh di dalam pusat

kemanusiaan manusia; yakni hati.

Untuk sampai pada makna terminologis, maka perlu dibahas aspek-aspek 

 pembangun akidah.  Pertama, hakikat akidah adalah keyakinan yang mengikat dalam

 jiwa.  Kedua, materi akidah adalah keimanan (kepercayaan) kepada aspek  ilahiyat 

(ketuhanan), nubuwat  (risalah para nabi), ruhaniyat  (alam metafisik), dan  sam’iyat 

(alam gaib). Kesemuanya tertuang dalam rukun iman yang enam (arkân al-îmân).

 Ketiga, sumber akidah yaitu dua sumber wahyu (al-Qur’an dan as-Sunnah).  Keempat ,

tujuan/fungsi akidah, yaitu sebagai pengikat fitrah manusia yang cenderung kepada

kebenaran (tauhid), dan peneguh kepercayaan tersebut menjadi keyakinan hidup.

Dengan demikian, akidah dapat diartikan sebagai: keyakinan yang tersimpan kokoh didalam jiwa, meliputi perkara-perkara yang harus diimani (rukun iman), ditetapkan

dari al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai fondasi keberagamaan seorang muslim.

Asy Syahid Hasan al-Banna memberikan satu definisi terminologis lain tentang

akidah sebagai:

“aqa’id  (jamak dari akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakinikebenarannya oleh hati (mu), mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi

keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan” 12 

Istilah akidah dalam Islam adalah sesuatu yang badihy, yaitu masuk dalam

kategori sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat

umum dan mendarah daging di dalam diri setiap muslim, maka kebenaran itu tidak lagi

 perlu pembuktian. Dengan maksud lain, bagi sebagian besar orang istilah akidah sudah

tidak perlu dicari-cari dalil pembenarannya (dharury). Sementara bagi pihak lain,

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

29

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 7/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

akidah masih memerlukan dalil-dalil pembuktian. Metode pembuktian akidah harus

diawali dari pengakuan terhadap kecenderungan (fitrah) manusia kepada kebenaran

(tauhid), lalu mengerahkan indera untuk mencari kebenaran tersebut. Sementara akal

digunakan untuk menguji kebenaran yang ditemukan indera. Namun ada hal-hal yang

tidak dapat dijangkau akal sehingga memerlukan wahyu untuk menunjukkan dan

mengantarkan manusia kepada siapa Tuhan yang sebenarnya. Tingkat pemahaman

manusia terhadap dalil (argumentasi) dan pengalaman bersama kebenaran, akan sangat

menentukan tingkat keyakinan (akidah) yang terpatri di dalam hatinya.

Akidah seringkali diidentikkan dengan istilah iman. Upaya identifikasi ini tidak 

keliru, mengingat memang terdapat titik temu antara akidah dan iman. Persamaan

keduanya bisa ditinjau dari aspek semantik kebahasaannya maupun dari ruang lingkup

kajiannya. Akidah adalah bagian dalam dari iman. Jika iman hanya dimaknai sebagai

 pembenaran di dalam hati saja, maka akidah dan iman adalah bersinonim. Dengan

demikian akidah dapat dimaknai sebagai kebenaran yang dapat diterima manusia

 berdasarkan fitrah, pertimbangan akal dan bimbingan wahyu, terpatri secara kokoh di

dalam hati.

Pembenaran (tashdîq) terhadap kebenaran ini tereprentasikan dalam kalimat pengakuan; syahadatain. Kalimat ini merupakan indikator vital bahwa seseorang telah

memiliki akidah (Islam).13 Pengakuan terhadap risalah Nabi Muhammad Saw, berarti

membenarkan dan meyakini dengan sempurna tentang semua pokok-pokok ajaran

Islam (ushuluddin). 

   

     

   

   

   

       

 

   

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

30

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 8/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

 

  

“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah,

malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan):

"Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-

rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (merekaberdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." 

2. Ruang Lingkup Pembahasan Akidah

  Karena akidah adalah pokok dari agama, maka ruang lingkup yang menjadi

objek bahasannya pun adalah segala unsur pokok ajaran agama (Islam). Beberapa unsur 

keimanan yang dimaksud adalah:14

a. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan

ketuhanan (al-ilâh), seperti wujud (ada) Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah.

Terutama pengakuan terhadap wahdaniat (keesaan) Allah, yakni membenarkan

fakta bahwa hanya Ia sendiri yang menciptakan, mengatur dan mengurus segala

sesuatu. Tiada bersekutu dengan siapapun tentang kekuasaan dan kemuliaan. Tiada

yang menyerupai-Nya tentang zat dan sifat-Nya. Hanya Dia saja yang berhak 

disembah, dipuja dan dimuliakan secara istimewa. Tidak boleh menghadapkan

kalbu, mengajukan permintaan dan menundukan diri melainkan hanya kepada-

 Nya.15

     

     

     

     

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan

tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. 112: 1-4)

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

31

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 9/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Pengakuan terhadap wahdaniyat Allah ini merupakan kesempurnaan akidah

tentang Allah, karena dari sini mengandung dua aspek tauhid, yaitu tauhid rubbubiyah

dan tauhid uluhiyah. Sangat tidak memadai jika pengakuan (baca; keimanan) seseorang

hanya dalam tahapan rubbubiyah, karena ‘keimanan’ syaitan dan masyarakat jahiliyah

dahulu pun telah sampai pada taraf ini. Sehingga untuk menyempurnakan akidah, harus

dilanjutkan pada tahapan uluhiyah. Penjelasan lebih mendalam tentang kedua tahapan

tauhid ini, akan disampaikan pada bagian lain buku ini.

 b. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan Nabi dan Rasul, termasuk di dalamnya kajian tentang kitab-kitab Allah dan

mu’jizat yang dianugerahkan sebagai peneguh kenabian mereka, karomah dan

lainnya. Untuk menyampaikan dan menerangkan syariat, Allah memilih di antara

hamba-Nya yang dipandang layak sebagai utusan-Nya untuk memikul risalah ilahi.

Kepada mereka disampaikan wahyu melalui perantara malaikat –meski terkadang

Allah menemui secara langsung– dalam rangka menyeru manusia kepada keimanan

dan amal shaleh.

c. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan alam metafisik ( ghaib) seperti malaikat, jin, iblis, syaitan, roh dan lainnya.Keimanan terhadap alam supranatural ini masuk dalam kategori pokok ajaran

agama Islam –bahkan semua agama– sekaligus menjadi wilayah yang hanya bisa

didekati dengan keimanan atau kepercayaan.

d. Sam’iyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa

diketahui melalui  sam’i (wahyu) yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Seperti alam

 barzakh (kubur), azab kubur, akhirat, hari kiamat, hari berbangkit, hari

 penghitungan, surga dan neraka.

Selain beberapa objek pembahasan di atas, pembahasan akidah juga bisa

mengikuti sistematika arkân al-îmân, yaitu:16

1. Iman kepada Allah Swt

2. Iman kepada Malaikat

3. Iman kepada Kitab-kitab Allah

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

32

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 10/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

4. Iman kepada Nabi dan Rasul

5. Iman kepada Hari Akhir, dan

6. Iman kepada Taqdir Allah

Perkara cakupan akidah ini telah disebutkan secara jelas terutama oleh as-

Sunnah –dalam hadits tentang iman, Islam dan ihsan– sehingga praktis tidak ada

 perbedaan pandangan (ikhtilaf) terhadap hal ini.

3. Sumber Akidah Islam

Sumber akidah ini tentunya al-Qur’an dan as-Sunnah, karena hanya dua

sumber ini saja yang memadai untuk menjelaskan kompleksitas agama wahyu Islam.

Kecuali itu, perkara akidah hanya dapat didekati dengan kepercayaan dan nurani

kemanusiaan murni –meski dapat diuji dan diperteguh melalui pertimbangan akal– dan

ini hanya dapat dipenuhi melalui kabar-kabar sam’iyat (al-Qur’an dan as-Sunnah) yang

notabene berasal dari Dzat Yang Menguasai perkara tersebut.

 Namun dalam menetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber akidah,

ada dua hal yang mesti diperhatikan dan diteliti secara seksama, yaitu kedua sumber 

tersebut harus mengandung kebenaran pasti (qath’î ); dan memiliki tujutan yang tegas

(tidak multi-interpretable).

17

Kebenaran pasti berarti kabar itu benar berasal dari AllahSwt atau Rasul-Nya secara meyakinkan. Dan dalam hal ini al-Qur’an jelas tidak 

memiliki keraguan sedikitpun. Namun terhadap as-Sunnah, maka hanya hadits

mutawatir-lah yang dapat diterima, dikarenakan bersumber pasti dan bertujuan tegas.

Sedangkan hadits ahad –meski shahih– tidak dapat dijadikan sandaran akidah Islam.

“hadits (sunnah) ahad hanya menimbulkan persangkaan. Allah membolehkanmempergunakan persangkaan di dalam masalah amal, yaitu cabang dan bukan

yang bersifat ilmiah seperti akidah pokok dalam agama” (Asnawi).18 

Yang dimaksud dengan “hadits ahad hanya menimbulkan persangkaan” di atas

adalah bahwa kebersambungannya dengan Rasul hanya kemungkinan ( zhannî ), dan

memiliki dua atau lebih substansi pembahasan.

Akal pikiran tidak memadai dijadikan sumber akidah Islam, namun akal bisa

difungsikan untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam dua sumber wahyu, dan

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

33

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 11/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

dalam kondisi tertentu dapat menguji atau membuktikan kebenaran al-Qur’an dan as-

Sunnah secara ilmiah.19 Meski dipahami sebagai daya pikir yang dapat mengantarkan

seseorang untuk mengerti dan memahami persoalan yang dihadapi, namun kemampuan

akal terbatas dan memiliki domain tersendiri. Inilah yang mesti difahami secara hati-

hati, karena di samping akal dengan kemampuannya bisa membuktikan adanya Tuhan,

tetapi kemampuan akal juga (pernah) membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.

Islam adalah agama rasional. Ini benar! Tetapi apakah maknanya? Apakah

 berarti Islam merujuk pada akal? Atau Islam memberikan kebebasan berkeyakinan

(baca; berbuat) sesuai petunjuk dan arahan akal? Tidak dapat dipungkiri, ada banyak 

ayat al-Qur’an dan hadits yang memuji kaum ‘berakal’ dan mendorong manusia untuk 

memfungsikan akalnya. Namun tujuannya adalah agar manusia menerima dengan baik 

ketetapan dari siapapun selama sejalan dengan akal, dan menolak apa dan dari siapapun

 jika memang bertentangan dengan akal. Tetapi bukan berarti menolak sesuatu yang

tidak dipahami akal, selama hal tersebut berasal dari siapa yang menurut akal sehat

dipastikan benar.20 Sebagaimana kita harus menerima ajaran Nabi –meski tidak paham– 

karena akal sehat kita berkata bahwa ia (Nabi) tidak mungkin berbohong.

Ada tiga wilayah yang seringkali tersamarkan. Yaitu pertama wilayah rasional(fisika), yang secara hakikat benar dan dapat dijangkau akal.  Kedua wilayah irrasional,

yang secara hakikat tidak benar karena bertentangan dengan akal. Dan ketiga wilayah

supra-rasional (metafisika), yang secara hakikat benar hanya tidak terjangkau akal.

Termasuk dalam wilayah ini adalah segala sesuatu yang tidak terikat pada ruang dan

waktu.21 Upaya menguji kebenaran nash-nash secara ilmiah yang dilakukan akal hanya

 berkutat pada wilayah rasional (fisika), selain itu hanya bisa didekati dengan keimanan.

Dalam hal ini jelas pesan Nabi Saw: “berpikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan

 jangan berpikir tentang Dzat-Nya, karena akan membuatmu binasa” (HR. Ath-

Thabarani).

Kebinasaan itu disebabkan betapa argumentasi logis tidak dapat memberikan

 jawaban yang memuaskan dan memadai, terutama permasalahan ketuhanan (akidah).

Bukankah eksistensi dan kehendak Tuhan telah lama menjadi tema sentral pemikiran

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

34

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 12/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

spekulatif dan perbincangan kaum ‘berakal’ (filosof)? Namun semua jawaban tidaklah

memuaskan, atau bahkan menimbulkan permasalahan baru yang seringkali lebih rumit.

4. Beberapa Kaidah Akidah

Beberapa kaidah berikut akan memperjelas sejauhmana fitrah dan kinerja akal

 berperan dalam permasalahan akidah.22 

a. Apa yang saya dapat dengan indera, saya yakini adanya, kecuali bila

akal saya mengatakan ‘tidak’ berdasarkan pengalaman masa lalu.

Pertama kali orang melihat sebatang kayu yang bengkok di dalam gelas berisi

air putih, maka anak berkesimpulan bahwa kayu tersebut benar-benar bengkok.

 Namun di kemudian waktu ternyata dibuktikan bahwa hal itu salah dan hanya

‘tipuan’ inderawi. Sehingga ketika melihat untuk kedua kalinya, akal akan segera

menolak dan mengatakan tidak demikian (bengkok) adanya (tetapi lurus).23

Begitu banyak fenomena alam yang bersifat fatamorgana ini. Seperti kita masih

kecil yang dibuat terlena dengan kondisi sejati bintang-bintang di langit. Secara

kasat mata atau simpulan kali pertama kita saksikan bahwa bintang-bintang tersebut

sangat kecil, berkerlipan dan bersinar layaknya lampu. Namun seiring berjalannyawaktu kita mendapatkan kenyataan bahwa kesimpulan selama ini salah. Karena

ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa bintang-bintang tersebut adalah planet-planet

layaknya Bumi dan beberapa di antaranya jauh lebih besar dari Bumi, serta tidak 

memancarkan cahaya layaknya lampu.

b. Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga

bisa melalui berita dari seseorang yang diyakini kejujurannya.

Terkadang kita ‘dipaksa’ meyakini sesuatu yang belum disaksikan oleh indera

mata. Bahkan jika keyakinan demi keyakinan dikajiulang, maka akan didapati

keyakinan yang belum disaksikan lebih banyak daripada keyakinan dengan

menyaksikan langsung.

Keyakinan tentang negara-negara di Benua Afrika misalnya, begitu kuat tanpa

keraguan sedikitpun bahwa negara-negara tersebut benar ada di Afrika. Mesir,

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

35

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 13/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Libya, Maroko kita yakini keberadaannya meskipun belum menyaksikannya.

Begitu juga dengan fakta sejarah, kita begitu yakin bahwa Daulah Umayyah dan

Abbasiyah pernah eksis dan merajai hampir setengah dunia selama tujuh abad

lamanya. Keyakinan ini kita dapati dari berita (baca; data) yang dibawa oleh pihak-

 pihak yang menurut pertimbangan akal sehat benar dan dapat

dipertanggungjawabkan (valid).

Kebenaran ini tidak dapat dipungkiri karena sudah maklum –disepakati

khalayak. Jika ingin membuktikannya mari lakukan eksperimen berikut, di hadapan

 banyak orang anda berkata bahwa Patih Gadjah Mada itu cuma mitos dan anda

tidak mempercayainya karena tidak menyaksikan sendiri. Anda akan melihat

tanggapan ketidaksetujuan khalayak seraya berusaha memperbaiki argumentasi dan

sikap keras kepala anda dengan menunjukkan fakta sejarah yang tak terbantahkan

secara ilmiah, atau ada yang berpandangan bahwa anda sedang berkhayal, meracau

 bahkan gila.

c. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda

tidak bisa menjangkaunya dengan indera mata

Hakikat kebenaran tidak selamanya harus dapat dijangkau indera. Hal inidikarenakan kemampuan indera memang sangat terbatas. Telinga misalnya, tidak 

 bisa mendengar gerakan semut dalam jarak dekat sekalipun. Atau melihat

 bermacam-macam gelombang suara di udara, sementara ada begitu banyak 

 pemancar radio dan stasiun televisi.24

Pun karena keterbatasannya, indera mata tidak bisa melihat vitamin yang

dikandung sayur-sayuran dan atau protein yang dikandung minuman (susu). Tetapi

keterbatasan ini tidak lantas menjadikan manusia memungkiri hakikat sebuah

kebenaran.

d. Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah

dijangkau oleh inderanya.

Tidak ada kreator murni selain Allah Swt. Segala ciptaan, temuan dan hasil

 pengamatan yang dilakukan manusia hanya berkutat pada kasus-kasus recovery.

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

36

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 14/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Segala pikiran dan visualisasi (khayalan) yang dilakukan manusia tidak lain hanya

mengurai kembali memori yang pernah dijangkau indera.

Seorang arsitek yang merancang sebuah model rumah ideal, pada hakikatnya ia

sedang membangkitkan memorinya tentang berbagai model rumah, kemudian

melakukan visualisasi (berkhayal) tentang rumah ideal (baru). Namun ke-baru-an

rumah hasil rancangannya tetap berdasar pada model-model rumah yang telah ada.

Khayalan seorang sutradara film tentang sosok (baca; lakon) bidadari, bukanlah

suatu daya kreasi yang mandiri, tetapi berpijak pada memori perempuan-

 perempuan cantik nan anggun yang coba disinergikan dengan idealitas bidadari

sebagai sosok perempuan tercantik.

Akal pikiran manusia mampu untuk berimajinasi dan bervisualisasi tentang

suatu realitas, sepanjang realitas tersebut adalah terikat oleh hukum (dimensi) yang

terjangkau indera. Sementara realitas yang berdimensi lain dan tak mampu

dijangkau indera, tidak bisa dihadirkan dalam alam pikir (berkhayal), tetapi bisa

dihadirkan dalam alam rasa (iman).

e. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan

waktu.Akal manusia hanya dapat memikirkan dan memahami segala sesuatu yang

terikat dengan ruang dan waktu (dimensi kemanusiaan). Bahkan akal tidak bisa

menjangkau hikmah, dan baru memahaminya ketika hikmah tersebut terhidang di

hadapannya. Alkisah seorang anak mendapat wasiat untuk tidak menebangi

 pepohonan di sekitar rumahnya. Sang anak berpikir mungkin inilah yang membuat

udara di rumah segar. Lantas ia berpikir bukankah lebih segar jika ditanami bunga?

Maka ditebanglah pepohonan itu dan diganti dengan tanaman bunga. Apa yang

terjadi? Sejak itu ia sering mandapati ular yang masuk ke rumahnya. Sang anak 

lantas bergumam “sekarang saya baru tahu mengapa ayah melarang saya

menebangi pepohonan di sekitar rumah”, sementara bunga tidak berfungsi apa-

apa.25 Akal sang anak baru mengetahui hikmah ucapan ayahnya, tatkala hikmah itu

sendiri yang mendatanginya.

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

37

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 15/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Sebenarnya, segala sesuatu selama bergelar makhluk terikat oleh ruang dan

waktu. Hanya, ruang dan waktu yang dimiliki masing-masing makhluk berbeda-

 beda. Artinya, jika manusia hidup dalam dimensi kemanusiaan (fisika), maka

makhluk hidup lain juga hidup dalam dimensinya (fisika/metafisika). Kecuali itu,

setiap makhluk telah terikat oleh hukum-hukum tertentu yang tidak bisa dilanggar.

Karena melanggarnya berarti akan merusak ekosistem dan keseimbangan alam raya

(makrokosmos).

 f. Iman adalah fitrah setiap manusia.

Dalam kondisi bagaimana dan di manapun manusia akan berusaha mencari

sandaran hidup. Hal ini karena pada fitrahnya manusia merasa ada sesuatu yang

melampau dirinya, sehingga cenderung untuk meminta bantuan dan perlindungan

kepadanya. Dan sesuatu tersebut adalah Tuhan. Menghadapi masalah remeh-temeh

sekalipun manusia tidak luput dari usaha mencari bantuan dan lindungan ini,

lazimnya seseorang yang meminta rekomendasi pejabat agar lulus ujian PNS.

Manusia yang mengaku dirinya tuhan seperti Firaun, ketika merasa kehilangan

harapan hidup, padahal ia masih ingin hidup dan berkuasa, fitrah kemudian

menuntunnya kepada Dzat yang melampauinya. Pada saat demikian, fitrah Firaunmembimbing lisannya untuk secara refleks memanggil Tuhan dan meminta

 pertolongan, padahal sebelumnya sedikitpun ia tidak pernah menyebut nama

Tuhan.

“Ya Tuhan, terima kasih karena sampai saat ini saya masih atheis”. Anekdot

ini tidak saja menggelikan, tetapi sekaligus menggugah akal dan rasa manusia.

 g. Kepuasan material di dunia sangat terbatas.

Manusia tidak akan pernah merasa puas terhadap apa yang telah dimilikinya.

Sebut saja seseorang yang sangat ingin memiliki sepeda, setelah itu ia pasti ingin

memiliki motor, kemudian ingin mobil, itupun tidak puas jika tidak berganti-ganti

merk mobil, setelah itu ia ingin memiliki pesawat, kapal pesiar dan begitu

seterusnya.

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

38

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 16/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Tersebutlah seorang mahasiswa yang mengaku siap menikah jika ia sudah

memiliki penghasilan minimal Rp. 300 rb per bulan, namun ketika ia bisa

menghasilkan uang sebanyak itu, ia lantas bergumam zaman sekarang uang Rp 300

rb bisa beli apa? Sesuatu yang awalnya luar biasa, tetapi setelah dicapai menjadi

 biasa saja. Keinginannya pun bertambah, yakni siap menikah jika penghasilannya

minimal Rp. 500 rb per bulan. Pada akhirnya sampai sang mahasiswa lulus dan

 bekerja tetap saja belum siap untuk menikah.

Spekulasi ‘aqliyah yang membuat perameter ‘puas’ tidak pernah memuaskan

akal karena sangat terikat oleh dimensi kemanusiaan yang materiil dan nisbi

(relatif). Sementara hawa nafsu tidak terjebak dengan dimensi tersebut. Bagaimana

akal yang terbatas mampu meredam hawa nafsu yang tidak terbatas? Oleh karena

itu, akal manusia membutuhkan bimbingan sesuatu agar bisa mencapai kepuasan

yang hakiki.

h. Keyakinan tentang Hari Akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan

tentang adanya Allah.

Adakah di antara kita yang mempercayai seseorang hanya lantaran ia memiliki

nama tertentu? Tentu jawabnya tidak. Tidak ada seorangpun yang percaya danmenjadi fanatik karena hanya mengenal namanya. Kecuali itu, mempercayai

seseorang, berarti mempercayai ucapannya, sifat-sifatnya, idealismenya, dan segala

yang melekat padanya.

Sejak zaman azali, keimanan manusia terhadap Tuhan tidak berhenti pada

tataran nama, tetapi (mesti) berlanjut pada sikap mempercayai kemampuan (baca;

kekuasaan) Tuhan sebagai kemampuan yang serba Maha; Maha Perkasa, Maha

Adil dan Maha Sempurna. Sama halnya ketika anda beriman kepada Allah Swt,

maka konsekuensi logisnya adalah anda mesti menerima segala kemampuan yang

dimiliki Allah Swt. Atau justru lantaran kemampuan-Nya itulah yang membuat

anda mengimani-Nya.

Hal tersebut muncul karena hati tidak terpuaskan oleh segala produk yang

disuguhkan akal berupa ‘hukum’ dan sistem hidup. Betapapun berat vonis

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

39

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 17/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

hukuman hakim atas seorang pelaku kriminal, masih saja menyisakan rasa tidak 

 puas. Atau terhadap mereka yang dipandang jahat namun terbebas dari segala

tuntutan hukum, nurani manusia akan mendorongnya berucap “tunggulah sampai

keadilan Tuhan ditegakkan”. Kecuali itu, iman kepada Allah Swt erat relasinya

dengan keimanan kepada sifat dan kemampuan-Nya. Atau justru lantaran sifat dan

kemampuan-Nya itulah Ia (Allah Swt) diimani.

5. Fungsi Akidah

Jika dilihat dari periode dakwah Islam yang dilakukan Nabi Saw, maka

 jelas terungkap bahwa periode dakwah I (Makkah) lebih lama daripada periode

dakwah II (Madinah). Selama 13 tahun lamanya, konsentrasi Nabi Saw terfokus

 pada upaya membangun fondasi agama (akidah) yang kokoh. Begitu kokohya

landasan akidah Islam inilah yang membuat Islam dengan ‘mudah’membangun

Kerajaan Tuhan (syariat Islam) pada periode setelahnya.

Begitulah akidah, sebagai dasar dan fondasi untuk mendirikan bangunan.

Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang

dibuat. Kalau fondasinya lemah bangunan akan cepat roboh. Kecuali itu, tidak ada bangunan tanpa fondasi.26 

Jika kita mencoba menjabarkan manusia dalam satu keutuhan peta

kemanusiaan, maka di dalamnya terdapat kompleksitas aspek psikis yang saling

terintegrasi. Agar kesemua aspek psikis berperan optimal, setiap individu dituntut

untuk menyeimbangkan relasi vertikal dan relasi horizontal. Aspek  soul (kehidupan

 jiwani yang terdalam) merupakan entitas manusia untuk menjalin relasi vertikal

dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan yang teguh akan iman merupakan

fondasi spiritual dalam menopang optimalisasi fungsi-fungsi aspek psikis lainnya. 27

Dengan relasi vertikal yang kokoh, individu akan mampu merangkai fungsi aspek 

 psikis lainnya dalam relasi horizontal. Tingkat kekokohan relasi vertikal ini sangat

mempengaruhi tingkat pemahaman dan penerimaan diri, sehingga akan mengikis

tuntas emosi negatif manusia yang paranoid, hasad, egoisme, iri hati dan lainnya.

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

40

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 18/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Jika sistematika ajaran Islam dikelompokkan ke dalam akidah-ibadah-

syariah-akhlak, atau iman-Islam-ihsan, maka sesungguhnya kesemua itu

menunjukkan suatu keniscayaan, sehingga antara satu aspek dengan aspek lain

tidak dapat dipisahkan. Akidah yang kuat akan melahirkan ibadah yang tertib,

syariah yang taat dan akhlak yang anggun. Tingkat kemantapan akidah sangat

menentukan totalitas ibadah (kepasrahan dan ketundukan) seseorang. Tidaklah

seseorang yang lalai mengingat Allah Swt melainkan ia telah melalaikan dirinya

sendiri. Sebaliknya, seorang hamba yang menyibukkan mengingat Allah Swt

(dzikrullah), membuat ia semakin sadar diri. Kesadaran akan keberadaan, tugas dan

tujuan diri ini akan membuat seseorang mampu menerima dirinya. Kesadaran dan

 penerimaan ini pada akhirnya mengikis emosi negatif di satu sisi, dan

menumbuhkan emosi positif di sisi lain; kepekaan sosial, toleran terhadap

keberbedaan, rasa berbagi bertambah dan memiliki jiwa besar.

Optimalisasi fungsi masing-masing aspek di atas, adalah proses yang

 berjalan secara sinergi sebagai satu kesatuan gerakan menuju keseimbangan

 jasmani ruhani, keseimbangan relasi vertikal (hablu min al-Allâh) dan relasi

horizontal (hablu min al-nâs).

C. RANGKUMAN

Jalan menuju Islam adalah proses menemukan Allah Swt secara sadar dan

 berbasis ketulusan nurani dan penyelidikan akal. Dalam mengajak manusia untuk 

 beriman (percaya) kepada Allah Swt, Islam sama sekali tidak melalui jalur kekerasan

dan paksaan. Dengan demikian kepercayaan atau keimanan akan tumbuh dengan wajar 

dalam jiwa. Jalan menuju Islam adalah proses menemukan Allah Swt secara sadar dan

 berbasis ketulusan nurani dan penyelidikan akal. Dalam mengajak manusia untuk 

 beriman (percaya) kepada Allah Swt, Islam sama sekali tidak melalui jalur kekerasan

dan paksaan. Dengan demikian kepercayaan atau keimanan akan tumbuh dengan wajar 

dalam jiwa.

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

41

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 19/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

Secara etimologis, aqidah berasal dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan - ‘aqîdatan.

‘Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Dan setelah menjadi ‘aqîdatan

(aqidah) maka bermakna keyakinan. Adapun secara terminologis akidah dapat diartikan

sebagai keyakinan yang tersimpan kokoh di dalam jiwa, meliputi perkara-perkara yang

harus diimani (rukun iman), ditetapkan dari al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai fondasi

keberagamaan seorang muslim.

Segala unsur pokok ajaran agama (Islam) adalah ruang lingkup pembahasan akidah.

Beberapa unsur keimanan yang dimaksud adalah:28   Pertama, Ilahiyat. Yaitu

 pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan (al-ilâh),

seperti wujud (ada) Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah.  Kedua, Nubuwat. Yaitu

 pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul,

termasuk di dalamnya kajian tentang kitab-kitab Allah dan mu’jizat yang

dianugerahkan sebagai peneguh kenabian mereka, karomah dan lainnya.  Ketiga,

Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam

metafisik ( ghâib) seperti malaikat, jin, iblis, syaitan, roh dan lainnya.  Keempat ,

Sam’iyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui

 sam’i (wahyu) yaitu al-Quran dan as-Sunnah.Sumber akidah ini tentunya al-Qur’an dan as-Sunnah, karena hanya dua sumber ini

saja yang memadai untuk menjelaskan kompleksitas agama wahyu Islam. Kecuali itu,

 perkara akidah hanya dapat didekati dengan kepercayaan dan nurani kemanusiaan

murni –meski dapat diuji dan diperteguh melalui pertimbangan akal– dan ini hanya

dapat dipenuhi melalui kabar-kabar sam’iyat (al-Qur’an dan as-Sunnah) yang notabene

 berasal dari Dzat Yang Menguasai perkara tersebut.

Akidah adalah dasar dan fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi

 bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau

fondasinya lemah bangunan akan cepat roboh. Kecuali itu, tidak ada bangunan tanpa

fondasi.

D. LATIHAN

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

42

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 20/21

Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah

1. Jika iman menjadi tema sentral semua agama, maka

 bagaimana perbedaan konsepsionalnya dengan akidah Islam?

2. Akidah adalah masalah pokok agama, jelaskan

 permasalahan pokok agama yang menjadi objek kajian akidah!

3. Akal dijunjung karena kemampuannya yang hebat,

namun pemujaan akal justru menyesatkan. Jelaskan koridor penggunaan akal

yang benar!

4. Jika akidah dipandang sebagai fondasi, lantas bagaimana

fungsi akidah sebagai fondasi agama?

E. REFERENSI/END NOTE

BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

43

5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 21/21

1 Abdul Majid, dkk. 1996.  Al – Islam I . Malang: Lembaga Studi Islam-Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah

Malang.2 Mahmud Syaltut. 1984. Akidah dan Syariah Islam I (terj. Fahruddin HS). Jakarta: Bumi Aksara3   Idem.4 M. Quraish Shihab. 2005. Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan batas-batas Akal dalam Islam. Jakarta: Lentera Hati dan

Pusat Studi Al-Quran5 Yunahar Ilyas. 1998. Kuliah Aqidah. Yogyakarta: LIPPI UMY.6 Sawitri Supardi Sadarjoen. 2005. Jiwa yang Rentan. Jakarta: KOMPAS.7   Idem8 M. Quraish Shihab. Loc. Cit.9   Idem.10 Yunahar Ilyas. Loc. Cit.11 Atabik Ali. 1999. Kamus Arab Kontemporer . Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum.12 Al-Banna, dalam Yunahar Ilyas. Op. Cit 13 Mahmud Syaltut. 1984. Akidah dan Syariah Islam I (terj. Fahruddin HS). Jakarta: Bumi Aksara.14 Yunahar Ilyas. 1998. Kuliah Aqidah. Yogyakarta: LIPPI UMY.15 Mahmud Syaltut. Op. Cit.16 Yunahar Ilyas. Op. Cit.17 Mahmud Syaltut. 1984. Akidah dan Syariah Islam I (terj. Fahruddin HS). Jakarta: Bumi Aksara.18   Idem.19 Yunahar Ilyas. Loc. Cit.20 M. Quraish Shihab. 2005. Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan batas-batas Akal dalam Islam. Jakarta: Lentera Hati dan

Pusat Studi Al-Quran.21 Yunahar Ilyas. Op. Cit.22 Syekh Ali Thanthawi, dalam Yunahar Ilyas. Idem.23 Yunahar Ilyas. Idem.24   Idem.25 M. Quraish Shihab. 2005. Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan batas-batas Akal dalam Islam. Jakarta: Lentera Hati dan

Pusat Studi Al-Quran.26 Yunahar Ilyas. Op. Cit. 27 Sawitri Supardi Sadarjoen. 2005. Jiwa yang Rentan. Jakarta: KOMPAS.28 Yunahar Ilyas. 1998. Kuliah Aqidah. Yogyakarta: LIPPI UMY.