Berat Badan

13
15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Berat Badan Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, di mana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan anatara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni, 2012). 2.1.1. Pengukuran Berat Badan pada Orang Normal 1. Timbangan Injak Timbangan injak biasa digunakan untuk mengetahui berat badan pada orang normal remaja dan dewasa. Contoh timbangan injak: Gambar 2.1. Timbangan Injak Universitas Sumatera Utara

description

nursing

Transcript of Berat Badan

Page 1: Berat Badan

15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Berat Badan

Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan

normal, di mana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan anatara konsumsi dan

kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan

umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan

perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari

keadaan normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi

yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna

mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak

dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat

badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir.

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni, 2012).

2.1.1. Pengukuran Berat Badan pada Orang Normal

1. Timbangan Injak

Timbangan injak biasa digunakan untuk mengetahui berat badan pada

orang normal remaja dan dewasa. Contoh timbangan injak:

Gambar 2.1. Timbangan Injak

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Berat Badan

16

2. Timbangan Dengan Pengukur Tinggi Badan

Contoh timbangan yang lengkap dengan pengukur tinggi badan :

Gambar 2.2. Timbangan dengan Pengukur Tinggi Badan

2.2. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang dapat melihat keadaan

status gizi sekarang dan keadaan yang telah lalu. Pertumbuhan tinggi/panjang

badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan

gizi pada waktu singkat (Anggraeni, 2012).

2.2.1. Pengukuran Panjang dan Tinggi Badan pada Orang Normal

1. Pengukuran Panjang Badan

Pengukuran ini digunakan untuk mengukur panjang badan bagi anak yang berusia

< 2 tahun dan panjang badan ≤ 50 cm serta menggunakan alat pengukur panjang

badan. Menggunakan alat pengukur panjang badan yang terbuat dari papan kayu

yang dikenal dengan nama Length Board.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Berat Badan

17

Gambar 2.3. Pengukuran Panjang Badan

2. Pengukuran Tinggi Badan

Pengkuran ini digunakan untuk mengukur tinggi badan anak yang telah

dapat berdiri tanpa bantuan. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan alat

pengukur tinggi (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.

Gambar 2.4. Pengukuran Tinggi Badan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Berat Badan

18

2.3. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa tubuh merupakan pengukuran yang membandingkan berat dan

tinggi badan seseorang. Formula IMT digunakan diseluruh dunia sebagai alat

diagnosa untuk mengetahui berat badan yang underweight, normal, overweight

dan obesitas.

Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengganti

dipakai Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu

perbandingan berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam

meter). Untuk usia lebih dari 20 tahun, menurut kriteria World Health

Organization (WHO) / International Association for the Study of Obesity (IASO)

/ International Obesity Task Force (IOTF) dalam The Asia-Pasific Perspective :

Redefining Obesity and Its Treatment (2000) seperti dikutip oleh Sugondo (2007)

untuk kawasan Asia Pasifik. Berikut dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel 2.3. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT menurut

kriteria Asia Pasifik

No IMT Klasifikasi

1 < 18,5 Kurus (Kurang)

2 18,5 – 22,9 Normal (Ideal)

3 23 – 29,9 Kelebihan (Overweight)

4 30 – 34,9 Kegemukan (Obesitas) Tingkat I

5 35 – 39,9 Kegemukan (Obesitas) Tingkat II

6 > 40 Kegemukan (Obesitas) Tingkat III

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Berat Badan

19

2.4. Overweight

Metabolisme energi di dalam tubuh manusia diatur oleh berbagai faktor, baik

yang menyebabkan meningkatnya penyimpanan energi, atau yang mendorong

pemakaian energi (Meutia, 2005). Pemakaian energi tubuh diatur dalam keadaan

seimbang. Bila energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar, kelebihan

energi tersebut akan disimpan dalam jaringan lemak.

Overweight didefinisikan sebagai peningkatan berlebihan jaringan lemak

pada otot dan jaringan skeletal (Dorlan, 2002). Overweight dikatakan jika IMT ≥

23. Secara ilmiah kelebihan berat badan (overweight) terjadi akibat mengonsumsi

kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidak

keseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini belum dapat dijelaskan

secara pasti.

2.4.1. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Overweight

1. Faktor Genetik

Kegemukan cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab

genetic. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen tetapi juga makanan dan

kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya kegemukan. Penelitian

terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh

sebesar 33% terhadap berat badan seseorang (Mumpuni, 2010). Menurut

penelitian Haines et al (2007) dalam Sartika (2011) Jika ayah dan/atau ibu

menderita overweight maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat

badan sebesar 40-50 %.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan termasuk perilaku atau pola gaya hidup. Seseorang tidak dapat

mengubah pola genetiknya tetapi dia dapat mengubah pola makan dan

aktivitasnya. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa anak-anak yang disekitar

sekolahnya terdapat restoran cepat saji atau fast food akan memiliki

kecenderungan untuk jarang mengomsumsi buah dan sayuran. Mereka lebih

sering makan jenis fast food dan minum-minuman bersoda bila terdapat satu

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Berat Badan

20

restoran cepat saji didekat sekolah mereka. Dari hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa restoran saji di sekitar sekolah akan memengaruhi pola dan kebiasaan

makan dari siswa di sekolah tersebut. Pada akhirnya perubahan pola dan

kebiasaan tersebut akan memengaruhi jumlah siswa yang kelebihan berat badan

atau overweight dan kegemukan atau obesitas.

3. Faktor Pola Makan

Mengomsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, seperti gula,

fruktosa, soft drink, bir dan wine akan menyebabkan berat badan karena

karbohidrat. Jenis ini lebih muda diserap oleh tubuh. Para ahli menyebutkan

bahwa orang yang makan dalam jumlah sedikit dengan frekuensi 4-5 kali sehari

memiliki kadar kolesterol dan gula darah yang lebih rendah jika dibandingkan

dengan frekuensi makannya kurang dari itu.

4. Faktor Psikis

Apa yang ada di dalam pikiran seseorang dapat memengaruhi kebiasaan

makannya. Banyak orang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.

Orang gemuk sering kali mengatakan bahwa mereka cenderung makan lebih

banyak bila mereka tegang atau cemas. Dari hasil penelitian juga membuktikan

kebenarannya. Orang gemuk makan lebih banyak dalam situasi yang sangat

mencekam (McKenna, 1999) dalam (Mumpuni, 2010).

5. Faktor Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab

utama dari meningkatnya angka kegemukan di tengah masyarakat. Kurang gerak

atau olahraga menyebabkan seseorang kurang mengeluarkan energi. Pengeluaran

energi tergantung dari dua faktor, yaitu tingkat aktivitas dan olahraga secara

umum dan angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk

mempertahankan fungsi minimal tubuh. Kurangnya olahraga secara tidak

lamgsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Berat Badan

21

Jadi, olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat

membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur fungsi

metabolisme tubuh secara normal.

2.5. Kadar Gula Darah

2.5.1. Definisi

Kadar gula darah (KGD) adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma

(Dorland, 2002).

2.5.2. Metabolisme Glukosa

Glukosa tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut sebelum diubah oleh reaksi

ATP menjadi glukosa 6-fosfat. Reaksi ini dikatalis oleh enzim heksokinase yang

tidak spesifik dan juga oleh enzim glukokinase yang spesifik di dalam hati.

Reaksi ini, dalam arah sebaliknya, hidrolisa sederhana glukosa 6- fosfat menjadi

glukosa, dikatalis oleh glukosa 6-fosfatase (Murray, Granner, Mayes, dan

Rodwell, 2003).

Glukosa dapat dikonversi menjadi glikogen untuk disimpan di hati setelah

diubah menjadi glukosa 6-fosfat. Glukosa yang tidak dikonversi menjadi glikogen

hati dapat dioksidasi menjadi glikogen otot atau dikonversi menjadi lemak dan

disimpan dalam depot-depot lemak setelah melalui sirkulasi sistemik jaringan.

Glikogen di dalam hati berfungsi sebagai cadangan karbohidrat dan akan

melepaskan glukosa ke sirkulasi jika terjadi penurunan konsentrasi glukosa di

dalam darah. Glikogen otot dikonversi menjadi asam laktat oleh glikolisis anaerob

karena otot tidak memiliki enzim glukosa 6- fosfatase (Murray, Granner, Mayes,

dan Rodwell, 2003).

Oksidase glukosa atau konversi karbohidrat menjadi lemak dan protein dapat

melalui proses konversi Glukosa 6- fosfat, triosa fosfat, dan fosfoenol piruvat

kemudian diubah menjadi piruvat pada jalur glikolitik Embden-Mayerhof untuk

fosforilasi oksidatif. Selain itu, jalur metabolisme oksidasi glukosa melalui jalur

heksosa monofosfat yang membentuk NADPH2 dan bukan NADH2. Fruktosa dan

galaktosa setelah mengalami fosforilasi oleh fruktokinase dan galaktokinase akan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Berat Badan

22

memasuki jalur metabolisme karbohidrat yang umum dengan pangkalan

metabolisme umum pada siklus krebs dimana residu karbon, protein, karbohidrat,

atau lemak dapat dioksidasi dengan melepaskan energi atau dikonversi dari

bentuk yang satu ke bentuk lainnya (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell,

2003).

Dasar biokimia metabolisme glukosa dan hubungannya dengan metabolisme

protein dan lipid dapat dilihat ada gambar di bawah ini:

Gambar 2.5. Ringkasan Metabolisme Glukosa Pada Sel Mamalia. Glukosa 6-

Fosfat diproduksi dari glukosa dan dapat dikonversi menjadi glikogen atau

dimetabolisme melalui pentose-phosphate pathway. Glycerol-phosphate

digunakan untuk sintesis triacylglycerol dan phospholipid s. Acetyl-CoA

dioksidasi melalui siklus krebs. Prekursor untuk sintesis asam lemak berupa

glutamin dan aspartat diperoleh dari siklus ini 1. hexokinase/glucokinase; 2.

pentose-phosphate pathway; 3 glycogen synthesis; 4 lactate dehydrogenase; 5.

alanine aminotransferase; 6, pyruvate dehydrogenase; 7, ATP-citrate lyase; 8,

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Berat Badan

23

fatty acid synthesis; 9, glutamine synthetase; 10, aspartate aminotransferase; 11,

citrate synthetase. (Sumber : Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003)

2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah

Kadar glukosa plasma pada suatu saat sangat ditentukan oleh keseimbangan

antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan jumlah yang

meninggalkannya. Oleh karena itu, penentu utama masukan adalah dari diet;

kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adiposa, dan organ-organ lain;

dan aktivitas glukostatik hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi

langsung dikonversi menjadi glikogen di dalam hati, dan 30-40 % dikonversi

menjadi lemak. Sisanya dimetabolisme di otot dan jaringan-jaringan lain. Pada

waktu puasa, glikogen hati dipecah dari hati untuk meningkatkan kadar glukosa

darah. Jika terjadi puasa yang lebih panjang, glikogen hati habis dan terjadi

glikoneogenesis dari asam amino dan gliserol di dalam hati (Ganong, 2001).

Kadar gula darah juga bervariasi pada waktu-waktu tertentu seperti pada

kehamilan, saat menstruasi, dan pada pagi hari. Pada pagi hari terjadi dawn

phenomenon dimana terjadi peningkatan kadar hormon glukagon, epinefrin,

hormon pertumbuhan, dan kortisol sebelum seseorang bangun. Pengeluaran

hormon-hormon antagonis terhadap insulin tersebut meningkatkan kadar gula

darah dengan merangsang pengeluaran glukosa dari hati dan menghambat tubuh

menggunakan glukosa. Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat menimbulkan

hipoglikemia sebab alkohol menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati (Klapp,

2011).

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres seperti fisik (trauma,

pembedahan, panas, atau dingin hebat); fisiologis (olahraga berat, syok

perdarahan, nyeri); psikologis atau emosi (rasa cemas, ketakutan, kesedihan); dan

sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup) memicu pengeluaran hormon

adrenalin dan kortisol yang juga menyebabkan pelepasan glukosa hati sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Berat Badan

24

respon “fight-or- flight” untuk meningkatkan ketersediaan glukosa, asam amino,

dan asam lemak untuk digunakan jika diperlukan (Sherwood, 2001).

Peningkatan kadar gula darah juga terjadi bila terjadi infeksi. Hal ini

penting untuk menjaga ketersediaan energi untuk pertahanan dalam melawan agen

penyebab infeksi.

2.5.4. Mekanisme Pengaturan Kadar Gula Darah

Sangatlah penting bagi tubuh untuk mempertahankan konsentrasi glukosa

darah karena secara normal, glukosa merupakan satu-satunya bahan makanan

yang dapat digunakan otak, retina, epithelium germinal dari gonad. Sebaliknya,

konsentrasi glukosa darah perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi karena

glukosa sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik cairan ekstraseluler, dan

bila konsentrasi glukosa meningkat sangat berlebihan akan dapat menimbulkan

dehidrasi seluler. Selain itu, sangat tingginya konsentrasi glukosa dalam darah

menyebabkan keluarnya glukosa dalam air seni. Keadaan-keadaan tersebut

menimbulkan diuresis osmotik oleh ginjal, yang dapat mengurangi cairan tubuh

dan elektrolit (Guyton dan Hall, 2006).

Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil di dalam darah adalah

salah satu mekanisme homeostasis yang diatur paling halus dan sangat berkaitan

erat dengan hormon insulin dan glukagon. Insulin mempunyai efek meningkatkan

ambilan glukosa di jaringan seperti jaringan adiposa dan otot. Sekresi hormon ini

dirangsang oleh keadaan hiperglikemi, kerja insulin ini disebabkan oleh

peningkatan transpor glukosa (GLUT 4) dari bagian dalam sel membran plasma.

Sedangkan kerja glukagon berlawanan dengan kerja insulin, hormon glukagon

menimbulkan glikogenolisis dengan mengatifkan enzim fosforilase. Glukagon

bekerja dengan menghasilkan cAMP (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell,

2003).

Hormon-hormon pankreas merupakan zat pengatur terpenting dalam

metabolisme bahan bakar normal. Namun, beberapa hormon lain juga memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Berat Badan

25

efek metabolik langsung walaupun kontrol sekresi mereka dikaitkan dengan

faktor-faktor di luar transisi antara keadaan kenyang dan puasa. Efek hormon

tiroid pada metabolisme intermediat bermacam-macam. Hormon ini merangsang

efek anabolik dan katabolik serta laju metabolisme keseluruhan. Hormon- hormon

stres, efinefrin dan kortisol, keduanya meningkatkan kadar glukosa dan asam

lemak dalam darah.. Selain itu, kortisol dan hormon pertumbuhan berperan

penting dalam mempertahankan kadar gula darah selama keadaan kelaparan

jangka panjang (Sherwood, 2001).

Gambar 2.6. Mekanisme Kerja Glukagon dan Insulin

(Sumber : Sherwood, 2001)

2.6. Hubungan Kelebihan Berat Badan dengan Kadar Gula Darah

Penelitian Zhong, et al (2011) menunjukkan terjadi peningkatan kadar

trigliserida, pernurunan kadar kolesterol HDL, resistensi insulin, dan peningkatan

kadar faktor-faktor inflamasi pada pasien yang memiliki kelebihan berat badan.

Terjadi peningkatan mRNA Lipopolysaccharides (LPS)-induced TNF-α factor

(LITAF) dan kadar protein seiring dengan peningkatan IMT mengindikasikan

hubungan paralel antara LITAF dan gangguan metabolik. Menurut penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Berat Badan

26

tersebut, LITAF teraktivasi pada pasien yang memiliki berat badan berlebih dan

berperan terhadap perkembangan kegemukan yang menginduksi inflamasi dan

resistensi insulin, berdasarkan fakta bahwa LITAF berperan dalam proses

inflamasi dalam mengatur ekspresi dari TNF-α, IL-6 and MCP-1 yang

mengakibatkan resistensi insulin, dan TLR4, salah satu reseptor LITAF pada

makrofag juga bisa distimulasi oleh asam lemak bebas, yang dapat menimbulkan

proses inflamasi pada pasien dengan berat badan berlebih.

Menurut Hotamisligil, et al (1995) dalam Zhong, et al (2011), LITAF

merupakan pengatur traskripsi TNF-α, yang seharusnya berperan pada mekanisme

imun terhadap infeksi. Gen LITAF terletak pada 16p13.13, dan secara signifikan

terdapat di limfa, kelenjar getah bening, dan leukosit darah perifer. TNF-α adalah

pemicu kuat adipositokinin proinflamasi seperti IL-6, MCP-1, leptin dan PAI-1,

dan hal ini sangat terlibat dalam proses inflamasi pada pasien obesitas.

Peningkatan TNF-α yang diobservasi pada jaringan lemak pasien obes

menunjukkan hubungan langsung timbulnya resistensi insulin pada pasien

obesitas.

Insulin berikatan dan beraksi terutama melalui reseptor insulin, dan juga

reseptor insulin like growth factor–1 (IGF-1). Aksi insulin secara seluler

menimbulkan efek yang bervariasi pada jalur postreseptor dalam sel-sel target.

Resistensi insulin adalah gangguan respon biologis normal terhadap insulin

(Dorland, 2002). Menurut Lee, et al (2010) dalam Olatunbosun (2011),

kegemukan adalah penyebab resistensi insulin tersering yang berhubungan dengan

penurunan jumlah reseptor dan kegagalan post-reseptor untuk mengaktivasi

tirosin kinase yang merupakan subunit b pada reseptor insulin yang teraktivasi

ketika insulin berikatan dengan sub unit a. Aktivasi kompleks ini akan

mengaktivasi autofosforilase dan aksi termediasi insulin untuk mengontrol kadar

gula darah. Kegagalan dalam penghantaran sinyal untuk meregulasi kadar gula

darah ini menimbulkan hiperinsulinemia, gangguan glukosa darah puasa,

impaired glucose tolerance (IGT), dan diabetes tipe 2 (Olatunbosun, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Berat Badan

27

2.7. Dampak Patologis dari Berat Badan Berlebih dan Obesitas

Jenis efek Contoh penyakit/dampak patologis

Efek metabolic Diabetes mellitus tipe 2 (gangguan

intoleransi glukosa, resistensi insulin)

Penyakit kardiovaskular termasuk

hipertensi dislipidemia,dan gangguan

pembekuan darah

Disfungsi hormonal : kelainan

menstruasi,perubahan anatomis

Efek Mekanis Muskuloskeletal (osteoarthritis pada

sendi yang menahan berat badan)

Kesulitan bernafas termasuk sleep

apnoe dan sesak nafas

Komplikasi Bedah Resiko anastetik, buruknya

penyembuhan luka, risiko trombosis

Efek Psikologis Keletihan, agoraphobia, rasa rendah

diri, masalah dalam hubungan keluarga

Universitas Sumatera Utara