Biolubricant Oil
-
Upload
hendra-leosu -
Category
Documents
-
view
243 -
download
3
description
Transcript of Biolubricant Oil
Minggu, 27 September 2009
Tinjauan Pustaka: Biopelumas Castor Oil
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tanaman Jarak Kepyar
Tanaman Jarak Kepyar, yang bernama ilmiah Ricinus communis, L., berasal dari Ethiophia.
Ricinus dalam bahasa latin berarti serangga, hal ini karena buah jarak kepyar berbintik-bintik dan
bentuknya sekilas mirip dengan serangga. Tanaman ini pertama kali dibudidayakan oleh bangsa
Portugis dan Spanyol. Mereka menyebutnya sebagai Agno Casto, sedangkan bangsa Inggris
menyebutnya Castor (Weiss, 1971 dlm Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 11).
Jarak Kepyar termasuk kedalam kategori sebagai tanaman perdu atau terna, dengan tinggi
tanaman 1-3 m. Tanaman ini berbuah sekali hingga beberapa kalli dalam satu siklus hidupnya,
tergantung dari varietasnya. Sifat pertumbuhan tanaman ini pada umumnya indeterminate,
artinya pertumbuhan tanaman tidak berhenti walaupun sudah berbuah. Namun ada pula kultivar
yang bersifat determinate, artinya tanaman hanya sekali berbuah dan setelah buahnya tua,
tanaman tersebut akan mati (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 12)
Tanaman Jarak Kepyar dalam dunia tatanama tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut,
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (Tumbuhan Berbiji Tertutup)
Kelas : Dicotyledoneae (Tumbuhan Berbiji Belah Dua)
Bangsa : Euphorbiales
Suku : Euphorbiaceae
Marga : Ricinus
Jenis : Ricinus communis L.
(Tjitrosoepomo, 1993 dlm Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 13).
Biji Jarak Kepyar terutama mengandung minyak dan protein. Kandungan Bahan biji Jarak
Kepyar dapat dilihat pada tabel di bawah ini,
Bahan
Kadar (%)
Air 5,1 – 5,5
Protein 12,0 – 16,0
Minyak 45,0 – 50,6
Abu 2,0 – 2,2
Selain itu, biji jarak juga mengandung alkaloid piridin dan tocopherol (Vitamin E). Biji
jarak ini juga mengandung enzim lipase, endotripsin, amilase, invertase, maltase, asam glikolat,
oksidase, dan ribonuklease, serta mengandung 7 ppm HCN (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007:
96).
3.2 Karakteristik Minyak Jarak Kepyar
Minyak yang diperoleh dari biji tanaman Jarak Kepyar ini sering disebut juga sebagai Castor Oil.
Castor Oil tesebut mengandung trigliserida asam-asam lemak, terutama asam ricinoleat, dengan
konsentrasi 89,5% berat kering, sehingga sering hanya disebut sebagai trigliserida ricinoleat
(Prihandana, Rama dan Roy Hendroko, 2007: 175).
Castor Oil digunakan secara luas untuk berbagai penggunaan, seperti castor ester untuk
kosmetik, hydrogenated castor oil (farmasi), heptaldehyde (parfum), alkyd resin (cat dan tinta).
Polyurethane (elektronik), poly ester (tekstil), dan partial dehydrate castor fatty acid (pelumas).
Meskipun mengandung minyak lemak, Castor Oil kurang sesuai apabila digunakan sebagai BBN
(Bahan Bakar Nabati), hal ini karena Castor Oil memiliki viskositas yang tinggi (Prihandana,
Rama dan Roy Hendroko, 2007: 175).
Asam ricinoleat merupakan asam lemak yang tersusun atas 18 atom karbon dengan satu ikatan
rangkap (tidak jenuh), dan memiliki gugus fungsional hidroksil pada atom C ke-12. Gugus
fungsional ini menyebabkan Castor Oil bersifat polar. Castor Oil ini tetap bertahan dalam bentuk
cair pada suhu yang tinggi maupun rendah (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 101).
Pada masa sekarang, seperti minyak nabati lainnya, Castor Oil dapat diproses menjadi
biofuel, dan yang terkenal adalah untuk membuat pelumas high grade, minyak rem, dan minyak
hidrolisis, serta sebagai bahan aditif untuk high-performance motor oil. Castor Oil dengan
kemurnian yang tinggi, dimana telah dihilangkan kandungan airnya dan sifat polar dengan
konstanta dielektrik relatif tinggi (4,7) dapat digunakan sebagai cairan dielektrik pada kapasitor
performa tinggi voltase tinggi (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 101).
Karakteristik umum dari Castor Oil antara lain sebagai berikut,
1. Castor Oil tidak menetes, tidak meninggalkan sisa bakar dan tidak larut dalam bensin.
2. Jika Castor Oil ini dihidrogenasi secara keseluruhan, produk hasil hidrogenasinya memiliki
titik leleh yang tinggi (86-88)oC.
3. Nilai titer Castor Oil lebih rendah dari pada minyak-minyak yang telah dikenal lainnya.
4. Castor Oil berbeda dari senyawa-senyawa trigliserida lainnya karena memiliki nilai specific
gravity yang tinggi, begitu pula dengan viskositas dan nilai keasamannya.
5. Castor Oil larut di dalam etil alkohol berkonsentrasi 95% pada suhu 25oC. Satu volume
minyak jarak terlarut dalam dua volume larutan alkohol ini. Minyak ini juga larut dalam pelarut
organik polar dan kurang larut dalam senyawa hidrokarbon alifatik dan pelarut-pelarut non polar
organik lainnya.
(Prihandana, Rama dan Roy Hendroko, 2007: 178)
3.3 Biofuel dan Pelumas dari Castor Oil
Castor Oil yang akan digunakan sebagai biofuel maupun sebagai pelumas harus diproses terlebih
dahulu, terutama proses pemurnian. Setelah mendapatkan minyak dengan kemurnian yang
tinggi, dilakukan proses esterifikasi sampai diperoleh metil atau etil ester asam lemak. Metil atau
etil ester asam lemak yang telah dimurnikan dapat digunakan sebagai biofuel. Biofuel yang
berasal dari minyak nabati ini merupakan bahan bakar mesin diesel yang juga mempunyai sifat
pelumasan. Dalam hal ini biofuel sudah mulai diperkenalkan sebagai campuran pada bahan
bakar fosil yang memberikan sifat pelumasan (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 104).
Untuk membuat pelumasan, maka metil atau etil ester asam lemak tersebut dicampur dengan
berbagai bahan aditif. Bahan aditif digunakan untuk membentuk performa dengan sifat khusus
untuk pelumas. Umumnya pelumas mengandung 90% bahan utama metil atau etil ester asam
lemak dan 10% bahan aditif (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 105).
3.4 Pelumas
Pelumas adalah suatu zat kimia yang diberikan diantara dua benda bergerak yang saling
bersinggungan dengan tujuan untuk mengurangi gaya gesek yang terjadi antara keduanya. Pada
umumnya pelumas memiliki komposisi yang terdiri atas 90% minyak dasar dan 10% zat
tambahan (Anonim, 2009: http://id.wikipedia.org/wiki/kategori:pelumas).
Minyak pelumas dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pelumas mineral, pelumas organik,
dan pelumas sintetis. Pelumas mineral merupakan pelumas yang berasal dari hasil pengilangan
minyak bumi berupa jenis parafinik (parafinic base) dan nafthenik (naphtenic base). Pelumas
organik, yaitu pelumas yang minyak dasar penyusunnya berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan,
seperti minyak dari tumbuhan jarak yang disebut dengan minyak jarak (Castrol Oil). Pelumas
sintetis adalah pelumas yang bahan dasarnya dari proses sintesa hidrokarbon (misalnya Poly
Alpha Olefin), golongan esther atau golongan alkhylated naphtalen (Misriyanto, 2009:
http://buletinlitbang.dephan.go.id/index).
Pelumas ideal pada umumnya mempunyai kriteria sebagai berikut, yaitu memiliki kekentalan
yang sesuai baik dalam kondisi pada suhu tinggi maupun suhu rendah, membentuk suatu lapisan
pelumasan yang kuat, memiliki titik tuang yang rendah, mempunyai daya untuk melicinkan,
tingkat korosinya rendah, memiliki kemampuan membersihkan dan mendispersikan dengan baik,
tidak beracun, tidak mudah terbakar, serta besifat ramah lingkungan.
3.5 Fungsi Pelumas
Fungsi utama pelumas adalah mengurangi gesekan dan keausan (wear) antara dua bidang atau
permukaan yang saling bersinggungan, sebagai media pembawa panas/pendingin, mencegah
karat serta sebagai penerus gaya (media hidrolis).
Di bawah ini terdapat perincian lebih lanjut mengenai fungsi pelumas pada mesin kendaraan,
yaitu sebagai berikut,
a. Mengurangi gesekan - Dengan mengurangi gesekan berarti akan mengurangi energi dan
pemanasan lokal pada mesin.
b. Mengurangi wear - Adalah suatu fungsi untuk menjaga peralatan agar tetap bisa beroperasi
dalam periode pemakaian yang lama dan tetap dapat bekerja secara efisien.
c. Pendingin - Di dalam engine, pelumas juga berfungsi sebagai zat penukar panas antara bagian-
bagian yang terpanasi akibat pembakaran (misal: piston) dan sistem pelepas panas (misal: jaket
pendingin dll.). Pada sistem yang lain, pelumas sebagai pelepas panas dari hasil gesekan atau
kerja mekanik lainnya.
d. Anti korosi - Baik dari hasil degradasi pelumas atau akibat kontaminasi hasil pembakaran,
pelumas bisa bersifat asam dan menjadikan korosi pada logam. Adanya uap air dapat juga
menyebabkan karat pada besi. Oleh sebab itu, maka pelumas harus bisa menanggulangi efek-
efek tersebut.
e. Pembersih - Pelumas juga sebaiknya bisa mencegah terjadinya fouling serpihan-serpihan yang
dibetuk dari proses mekanis, degradasi pelumas itu sendiri maupun dari hasil proses pembakaran.
Apa yang disebut deposit adalah seperti karbon padat, varnish atau endapan. Deposit ini dapat
mengganggu pengoperasian alat. Salah satu contoh kasus yang ekstrem adalah ring piston tidak
bisa bergerak, dan aliran minyak tersumbat, hal ini bisa terjadi jika minyak pelumas tidak
mampu mencegah hal ini. Pencegahan deposit dan juga dispersi kontaminan termasuk dalam
kategori ini.
f. Seal - Minyak pelumas seharusnya dapat juga menjadi seal antara piston dan silinder (piston ke
ring dan ring ke dinding silinder).
(Saputra, 2009: http://id.shvoong.com/tags/sekilas-tentang-minyak-pelumas/)
3.6 Sifat Fisika Kimia Pelumas
Untuk memenuhi kriteria di atas, maka dalam pembuatan suatu pelumas tidak akan terlepas dari
karakteristik sifat pelumas, seperti faktor ekstern dan intern yang dapat mempengaruhi fungsi
pelumas. Faktor-faktor tersebut, yaitu:
a. Specific Grafity. Specific Grafity (SG) adalah suatu nilai perbandingan berat jenis antara
minyak dengan air yang mempunyai volume sama pada suhu tertentu. Pada umumnya nilai SG
suatu pelumas, yaitu <1>
b. Viscosity Kinematic. Viscosity Kinematic adalah ukuran besarnya tahanan laju alir antara
minyak dan permukaan. Makin kental minyak, maka laju aliran pada permukaan akan semakin
lambat atau gaya geser/gesek antara pelumas dan permukaan akan makin besar. Viscosity
kinematic yang baik adalah penyesuaian untuk mencapai sirkulasi pelumas yang lancar dalam
arti tenaga luar yang diperlukan kecil dengan kedua permukaan yang dilumasi tetap dapat bebas
bergerak.
c. Viscosity Index. Viscosity Index adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan pelumas
untuk dapat bertahan atau mempertahankan kekentalan terhadap perubahan temperatur selama
proses kerja pelumas dalam mesin. Semakin tinggi nilai dari Viscisity Index suatu pelumas,
maka pelumas tersebut akan semakin baik/stabil tingkat kekentalannya terhadap perubahan suhu
lingkungan.
d. Flash Point. Flash Point merupakan suatu titik temperatur terendah dimana pelumas sudah
dapat terbakar oleh adanya letupan bunga api/flash. Tujuan dari pengukuran flash point suatu
pelumas adalah untuk savety precaution atau untuk mengetahui kondisi yang sesuai untuk
pemakaian minyak pelumas tersebut.
e. Pour Point. Pour Point adalah temperatur terendah dimana pelumas masih dapat mengalir pada
kondisi tersebut. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui kemampuan mengalir
pelumas pada temperatur rendah yang berhubungan dengan daerah temperatur minimum
pemakaian atau kondisi kerja dari pelumas tersebut.
f. Total Base Number. Total Base Number (TBN) merupakan kemampuan pelumas untuk dapat
menetralisir asam kuat (sulfat) yang terjadi dari proses pembakaran dalam silinder, begitu pula
dalam pendinginan gas hasil pembakaran tidak menyebabkan korosi di dinding/permukaaan
silinder, piston, ring dan lainnya. Angka TBN pada minyak bekas akan lebih rendah dari pada
pelumas baru karena sebagaian besar telah digunakan untuk menetralisir asam-asam yang
terbentuk atau untuk menghancurkan kotoran. Dengan mengukur minyak TBN dapat ditentukan
masih dapat/tidaknya pemakaian pelumas.
g. Foaming Tendency. Foaming Tendency adalah angka yang menunjukkan kecenderungan
pelumas untuk berbusa pada saat pelumas mengalami sirkulasi/kocokan per jamnya. Timbulnya
busa ini akan sangat mempengaruhi penurunan kualitas pelumas dan dapat membahayakan
bearing. Pelumas yang baik adalah pelumas yang tidak berbusa dan juga dapat memisahkan diri
dari udara/oksigen atau mengurangi oksigen pelumas.
(Misriyanto, 2009: http://buletinlitbang.dephan.go.id/index)
3.7 Bahan Aditif Pelumas
Pengertian aditif adalah senyawa kimia yang apabila ditambahkan ke dalam pelumas, maka akan
menaikkan kapasitas kerja pelumas tersebut, agar diperoleh suatu pelumas yang diharapkan.
Aditif yang diberikan ini dapat menentukan mutu suatu pelumas yang akan digunakan, hal ini
karena bahan aditif tersebut dapat merubah sifat kimia maupun sifat fisik dari bahan dasar suatu
pelumas.
Tujuan menggunakan aditif adalah untuk mem-blending pelumas, yaitu untuk melindungi atau
memperbaiki mutu pelumas terhadap perubahan sifat kimia yang dapat menyebabkan penurunan
mutu pelumas; melindungi kerusakan mesin terhadap produk-produk hasil pembakaran; dan
untuk memperbaiki sifat suatu pelumas; ataupun memberikan sifat baru terhadap pelumas agar
dapat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Untuk memilih aditif yang tepat diperlukan analisis yang kompleks serta cukup memakan waktu.
Hal ini disebabkan penambahan aditif dalam pelumas dapat menimbulkan reaksi katagonis baik
dengan base oil sendiri atau dengan aditif-aditif lainnya. Pada dasarnya suatu penelitian
pengembangan produk pelumas adalah untuk memilih komposisi yang tepat antara base oil dan
aditif. Seleksi aditif yang dimaksudkan di sini adalah seleksi awal dari banyaknya aditif yang
ditawarkan oleh pabrik pembuat aditif. Pada tahap ini faktor harga dan kontinuitas suplai dari
pembuat aditif merupakan hal yang paling utama diperhatikan. Disamping itu ada beberapa sifat
yang menjadi kriteria untuk dipilih tidaknya suatu aditif diantaranya :
1. Kelarutannya dalam base oil
Kelarutan dalam base oil adalah sifat yang utama yang harus dimiliki oleh aditif agar dihasilkan
pelumas yang homogen.
2. Tidak larut dalam air
Aditif harus tidak larut dalam air, karena antara base oil dan air adalah dua larutan yang tidak
saling melarutkan (immiscible). Dengan tidak larutnya aditif dalam air, maka apabila pelumas
tercampur dengan air maka komponen-komponen pelumas masih dapat dipertahankan.
3. Volatilitas
Kondisi operasi mesin yang akan dilumasi menuntut agar setiap komponen dalam pelumas tidak
mudah menguap, baik karena panas maupun karena waktu.
4. Stabilitas
Aditif harus tetap stabil selama penyimpanan, selama blending maupun selama pelayanan di
dalam mesin.
5. Compatibility
Aditif yang digunakan dalam satu jenis pelumas harus saling tidak bereaksi, karena hal ini akan
mempengaruhi bahkan merusak unjuk kerja yang diharapkan.
6. Warna
Warna adalah indikator pertama yang dipakai pada pengujian appearance, sehingga warna aditif
harus jernih dan stabil.
7. Fleksibilitas
Aditif yang multi fungsi lebih diutamakan karena akan memiliki daya aplikasi sangat luas. Saat
ini, aditif jenis inilah yang terus dikembangkan oleh pabrik pembuat aditif.
8. Bau
Aditif diharapkan tidak menimbulkan bau yang merangsang. Apabila terpaksa digunakan juga,
maka bau aditif ini harus dihilangkan dengan menambahkan bahan penghilang bau tersebut.
(PT. Hexindo Consult, 2009: http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-read_article.php.htm).
Aditif dapat terdiri dari unsur-unsur kimia seperti barium, calsium, phosphorus, sulfur, chlorine,
zinc, lead, polymer dan sebagainya. Komposisi antara satu aditif dengan lainnya harus dapat
digabungkan sebaik mungkin dalam satu formasi tertentu. Hal ini berkaitan dengan pesatnya
perubahan pada rancang bangun mesin serta tuntutan kerja mesin yang meningkat. Banyak
macam additives seperti :
a. Viscosity index improver, yaitu suatu penambahan polimer untuk meningkatkan ketahanan
viskositas pelumas terhadap pengaruh suhu atau sering disebut juga aditif untuk menaikkan
viscosity index. Indeks viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besar tahanan viskositas
minyak pelumas terhadap perubahan suhu. Di dalam aplikasi minyak pelumas, sifat ideal yang
diharapkan adalah mempunyai viskositas yang konstan pada setiap perubahan suhu operasi. Tapi
pada kenyataannya minyak pelumas akan turun viskositasnya apabila suhu operasi naik,
sehingga perlu ditambahkan Viscosity Index Improver yaitu aditif yang ditambahkan pada
minyak pelumas agar minyak pelumas mendekati bentuk ideal seperti tersebut di atas. Bahan
kimia yang biasa digunakan adalah poliisobutena, polimetakrilat, vinil asetat ester, poliakrilat.
b. Anti-oxidant (untuk meningkatkan kestabilan oksidasi agar tidak terdegradasi), biasanya
berupa phenol atau zinc-dialkyl dithiophopate. Pada umunya dalam lingkungan kerja terjadi
kontak antara minyak pelumas dengan udara yang beroperasi pada suhu tinggi. Juga dengan
logam atau bahan kimia lain yang berlaku sebagai pro-oxidant atau katalisator oksidasi. Dalam
situasi seperti ini minyak pelumas baik yang berbahan dasar mineral atau sintetis ester akan
mengalami sederetan reaksi oksidasi yang kompleks. Hasil oksidasi yang paling merugikan
adalah menurunnya viskositas minyak pelumas yang berarti menunjukkan kenaikan kontaminasi
asam seperti petroleum oxyacid dan pembentukan bahan-bahan yang bersifat karbon. Oksidasi
minyak pelumas melibatkan reaksi berantai yang mula-mula membentuk peroksida organik
kemudian bereaksi dengan minyak pelumas yang belum teroksidasi dan selanjutnya bereaksi
dengan oksigen dari udara untuk membentuk asam yang korosif. Untuk itu ditambahkan aditif
antioksidan yang berfungsi untuk mengurangi peroksida yang kemudian akan dapat
menghentikan reaksi berantai yang terjadi. Bahan kimia yang biasa digunakan sebagai
antioksidan adalah sulfida, disulfida, fosfit amina, dan fenol.
c. Detergent additives/dispersants (untuk membersihkan fouling pada mesin sehingga lapisan
logam tidak cepat aus karena gesekan). Mekanisme kerja detergen, deposit yang terlarut dalam
pelumas, diikat membentuk partikel yang tidak dapat bercampur bersama larutan pelumas dan
disaring oleh penyaring pelumas (filter oil). Bahan pembersih pelumas (detergent) biasanya
menggunakan bahan kimia Sulfonat (Ba atau Ca), fosfat, dan lainnya. Merupakan suatu aditif
dalam bentuk ikatan kimia yang memberikan kemampuan menghindari atau mengurangi
timbulnya deposit / endapan dari ruang bakar maupun dari bagian mesin lainnya dimana mesin
beroperasi pada suhu tinggi. Bahan yang sering digunakan adalah alumunium naftenat, kalsium
diklorostearat, kalsium fenilklorostearat, dan kalsium klorostearat.
d. Anti-wear additive (untuk menetralisir corrosive agent dan mencegah keausan akibat proses
korosi pada metal mesin). Adalah bahan kimia yang ditambahkan pada minyak pelumas dengan
maksud untuk menghindari kerusakan atau keausan akibat kontak logam dengan logam pada
permukaan yang bergerak.
e. Pour point depressant (untuk menaikkan pour point dengan cara menghambat pembentukan
wax). Adalah bahan kimia yang ditambahkan dengan harapan akan membuat pour point menjadi
lebih rendah. Bahan kimia yang biasa digunakan adalah polimer organik seperti polimetakrilat,
poliakrilamida atau juga beberapa monomer seperti tetrasilikat, fenil tristeariloksilen dan
pentaeritritol tetrastearat.
f. Anti-rust additives (untuk melapisi metal sehingga tidak mudah teroksidasi dan menjadi karat).
Adalah bahan yang digunakan untuk melindungi permukaan logam besi terhadap timbulnya
karat.
g. Dispersan. Aditif yang bekerja untuk menghalangi timbulnya lumpur dan menghalangi
terbentuknya deposit pada suhu rendah (biasanya digunakan untuk minyak pelumas pada
kendaraan yang berhenti dan berjalan berulang-ulang. Bahan kimia yang sering digunakan
adalah alkil metakrilat, dialkil aminoetil metakrilat, polistearamida.
h. Selain itu kandungan aditif dalam oli, akan membuat lapisan film pada dinding silinder guna
melindungi mesin pada saat start. Sekaligus mencegah timbulnya karat, sekalipun kendaraan
tidak dipergunakan dalam waktu yang lama. Disamping itu pula kandungan aditif deterjen dalam
pelumas berfungsi sebagai pelarut kotoran hasil sisa pembakaran agar terbuang saat pergantian
oli. Adalah bahan kimia yang digunakan untuk melindungi komponen metal nonferroua (bukan
besi) yang mudah terkena korosi pada mesin. Aditif yang biasa digunakan adalah logam
ditiofosfat, logam ditiokarbamat, sulfurized terpene, sulfurized dipentene, phosphorus
pentasulfide
(Yubaidah, 2009: http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-read_article.php.htm)
Diposkan oleh uyukakop garden di 02.29 Tidak ada komentar:
Label: biopelumas, castor, oil