budaye melayu

download budaye melayu

of 10

Transcript of budaye melayu

http://www.pekanbaruriau.com/2010/10/pakaian-melayu-riau.html ilai Filosofi, Makna Pakaian Melayu Riau Suatu karya seni disebut indah apabila pertama dibuat dengan baik dan kedua mempunyai makna. sebagai suatu hasil kebudayaan, Baju Melayu Kepulauan Riau idealnya hendaklah molek dilihat dari jauh dan molek pula dipandang dari dekat, indah menurut pemandangan mata dan hati, dibuat dengan baik dan mempunyai makna-makna yang terkandung dalam lambanglambang. Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Dengan bersebatinya lambang-lambang budaya dengan pakaian, kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat mustahak dalam kehidupan orang Melayu. berbagai ketentuan adat mengatur tentang bentuk, corak (motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan-ketentuan adat itu diberlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya. Pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada makna dan gunanya. Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Makna pakaian melayu juga dikaitkan dengan fungsinya, yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, dan pakaian sebagai penolak bala. Pada kaum laki-laki terdapat tiga jenis pakaian adat melayu. Pertama, baju melayu cekak musang yang terdiri dari celana, kain dan songkok. Baju ini biasa digunakan pada acara-acara keluarga seperti kenduri. Kedua baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan dalam sehari-hari dirumah untuk mengadakan acara yang tak resmi. Dan ketiga, baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari celana, kain sampin dan penutup kepala atau songkok. Sedang pakaian kaum perempuan ada dua yaitu pertama baju kurung, yang terdiri atas kain, baju dan selendang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar di leher pemakai. Dan kedua, baju kebaya labuh, ynag terdiri atas kain, baju dan selendang. Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelang an tangan sehingga gelang yang dikenakan kaum perempuan kelihatan. Lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman baju bervariasi dari sampai batas betis atau sedikit ke atas. Bagi perempuan dalam berpakaian dilengkapi dengan siput (sanggul) yang terdiri atas tiga macam yaitu, siput tegang, siput cekak, dan siput lintang. dan tudung atau penutup kepala. Source: Riauinfo.com

http://www.pekanbaruriau.com/2009/12/marwah-orang-melayu-riau.html

MARWAH, bagi puak orang berbudaya Melayu, tak hanya sekadar kata yang berarti kehormatan diri, harga diri, dan atau nama baik. Marwah lebih lebih jauh, marwah mendorong penggunanya untuk melakukan tindakan riil seperti mengusulkan, mendesak, memerintahkan, dan memperjuangkan. Bahkan, sering terjadi orang harus melakukan perlawanan dan menentang jika ternyata marwahnya dicuaikan, ditekan, dan atau dijejasi. Karena berkaitan erat dengan rasa bangga dan status diri, maka marwah mampu menggesa orang untuk menjadikannya sebagai tanggung jawab moral untuk diperjuangkan. Perlawanan yang dilakukan oleh Hang Jebat dan yang lebih menggemparkan lagi pembunuhan yang dilakukan oleh Megat Seri Rama terhadap Sultan Mahmud Mangkat Dijulang. Ada lagi perlawanan Raja Haji Fi Sabilillah terhadap pemerintah kolonial Belanda sehingga ia lebih rela syahid di medan perang, pemerintahan penjajah Belanda tidak diakui oleh para petinggi dan rakyat Kerajaan Riau-Lingga sehingga mereka rela kehilangan nyawa dan hartabenda, sekadar beberapa contoh, semuanya dilakukan demi marwah. Marwah mengamanatkan tak boleh ada meminta-minta, apa pun bentuk dan caranya, apalagi di tanah tumpah darah kita sendiri, Riau yang kita adalah ahli waris sahnya. Begitulah daya magis marwah yang mampu membuat orang yang dalam kesehariannya kelihatan biasa-biasa saja tibatiba menjelma menjadi kekuatan yang maha dahsyat lagi istimewa. Lebih baik berputih tulang daripada berputih mata itu kata orang Melayu. Maka tidak heran serin keluar ungkapan, " jaga marwah ", " dimana letak marawah mu ". Bagi orang Melayu marwah sangat penting. Jadi marwah bagi orang Melayu, khususnya Riau tidak sekedar harga diri, jauh-jauh lebih dari itu. Disadur dari: Tulisan Abdul Malik: "Atas Nama Marwah Rakyat" telah terbit di Batam Pos. Foto: Cybermq.Com

Berikut beberapa foto pakaian atau baju adat, tradisional daerah Riau. Pakain Adat Melayu Riau ini adalah pakaian tradisional Riau, walaupun ada beberapa macam-macam namun hanya satu pakaian adat untuk daerah Riau, yaitu Pakaian Adat Melayu Riau.

http://www.pekanbaruriau.com/2009/10/pakaian-adat-tradisional-daerah-riau.html - Gambar Pakaian Adat, Tradisional Melayu Indragiri Riau http://www.slideshare.net/xardaz/sistematika-karya-tulis-ilmiah

- Foto / Gambar Baju Adat Melayu Bengkalis Riau

- Gambar / Foto Baju Adat, Tradisional Melayu Siak Riau

Jika ada kesalahan dalam penyebutan peletakan foto atau gambar pakain adat, tradisional Riau diatas, mohon diperbaiki. Gambar Pakaian, Baju Adat Riau, dipersembahkan oleh: PekanbaruRiau.Com Banyak Siswa Lupa Adat Melayu Tribun Pekanbaru - Rabu, 12 Oktober 2011 10:42 WIB More Sharing ServicesShare | Share on facebook Share on myspace Share on google Share on twitterhttp://pekanbaru.tribunnews.com/2011/10/12/banyak-siswa-lupa-adat-melayu Berita Terkait

PEKANBARU, TRIBUN - 300 guru dari seluruh kabupaten/kota di Riau jalani workshop mata pelajaran muatan lokal budaya Melayu di Hotel Furaya Pekanbaru. Kegiatan yang diselenggarakan Unit Pelayanan Teknis Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (UPT PPTK) Dinas Pendidikan Riau ini muncul akibat semakin lunturnya pemahaman masyarakat terhadap budaya Melayu. Kekuatiran itu dibenarkan oleh budayawan Riau, OK Nizami Jamil ketika ditanyai Tribun saat acara pembukaan workshop, Senin (10/10) malam kemarin. OK yang juga menjadi salah satu narasumber ini mengaku miris melihat banyaknya siswa yang tidak mengerti dengan kebudayaan Melayu. Padahal mereka tinggal di Riau. Ironisnya lagi, pihak sekolah dan guru pun ternyata masih ada yang tidak mengerti dengan kebudayaan lokal. Untuk itulah OK sangat setuju jika sekolah-sekolah di Riau menerapkan kurikulum muatan lokal sendiri. Terutama yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat Melayu. Pasalnya, jika hal ini tidak dilakukan, dikuatirkan akan terjadi pergeseran pada budaya Melayu. Bahkan, bisa jadi generasi muda sudah tak paham dengan kebudayaan negerinya sendiri. OK sendiri mengaku akan mengisi materi terkait tradisi Melayu. Menurutnya, materi tersebut cakupannya sangat luas. Karena tradisi bisa terkait dengan bahasa, tari, syair dan sebagainya. Hal

inilah yang membuatnya bersemangat untuk menjadi narasumber. Hal senada dipaparkan juga oleh Kepala Disdik Riau yang diwakili Kepala UPT PPTK, Kaharuddin. Menurut dia, muatan lokal ini merupakan langkah nyata mereka mencegah hilangnya budaya Melayu di Riau. Pasalnya, kecenderungan yang terjadi, semakin banyak generasi muda yang mulai tak mengerti budayanya. Padahal, Riau sangat menjaga motto takkan Melayu hilang di bumi. Sebagai contoh, Kaharuddin mengaku pernah mengunjungi 10 tempat di Riau. Di tempat-tempat tersebut, kedatangan mereka selalu disambut dengan tari persembahan. Namun yang menjadi perhatian dia, tak satupun dari tempat tersebut yang memperagakan gerakan tari yang sama. "Padahal judulnya sama-sama tari persembahan Melayu," tutur dia. Hal yang membuatnya prihatin, ternyata ada beberapa penari yang penampilannya tak lagi mencirikan kebiasaan masyarakat Melayu yang adatnya bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. "Inilah yang perlu diperhatikan oleh seluruh elemen pendidikan di Riau," tuturnya. Kaharuddin menyadari, tidak mudah menghidupkan kembali budaya Melayu. Termasuk di sekolah. Apalagi, peserta workshop saat itu juga tidak semuanya orang Melayu dan awam dengan kebudayaan Melayu. Karena itulah, dia berharap workshop ini diikuti sebaik mungkin. Sehingga tak ada ilmu atau informasi yang tertinggal diikuti. Pihaknya juga berharap kepada tim panitia agar materi muatan lokal ini mencakup segala hal yang berkaitan dengan kebudayaan Melayu. Hal ini perlu diperhatikan karena materi workshop itulah yang menjadi pedoman para guru ketika mengajar di sekolah nanti. Kaharuddin juga mengusulkan kedepannya dilaksanakan workshop yang mengupas hal-hal khusus dalam kebudayaan Melayu. Misalnya, workshop tari, musik, sastra, kebiasaan dan sebagainya. Sehingga, apa yang diajarkan di sekolah diterima siswa dengan lengkap. "Dengan demikian tidak ada lagi orang Melayu yang tak kenal adab dan budaya," tuturnya. Sementara itu, ketua pelaksana, Ridwan menjelaskan, ada beberapa hasil yang ingin mereka capai lewat workshop ini. Yaitu, terciptanya peningkatan pengetahuan dan kemampuan guru tentang budaya Melayu Riau. Lalu, diperolehnya masukan untuk perbaikan kurikulum muatan lokal budaya Melayu yang telah disusun. Terakhir, tersusunnya perangkat pembalajaran muatan lokal budaya Melayu. Untuk mewujudkan itu, pihaknya menghadirkan sejumlah narasumber yang berkompeten. Diantaranya dari Lembaga Adat Melayu Riau, akademisi, widyaiswara serta guru inti dan pengawas. Mereka akan digilir membawakan materi. Peserta workshop ini totalnya 300 orang. Namun, di hari pertama kemarin, jumlah yang datang masih 260 orang. Yaitu, 90 guru SD, 93 guru SMP dan 77 guru SMA/SMK. Namun, Ridwan yakin peserta yang lainnya akan hadir di saat materi mulai diberikan. (hes)

Penulis : HendraEifivanias Editor : junaidihttp://hminews.com/news/asal-kutib-sebabkan-lunturnya-budaya-sendiri/

Asal Kutib Sebabkan Lunturnya Budaya SendiriWritten by redaksi Blog, News 22 February 2009 - 516 views Dalam penelitian-penelitian khasanah kesusasteraan Melayu, terdapat banyak sekali sarjanasarjana yang mengandalkan pembacaannya dari tangan-tangan sejarahwan lain. Sehingga hasilnya adalah kesalahan-kesalahan kutipan yang tidak disadari. Demikian dinyatakan sejarahwan dan sastrawan Ajip Rosidi, dalam Bedah Buku Karya Lengkap Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, karya Amin Sweeney, di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Kamis (19/2). Menurut Ajip, kebiasaan asal kutip ini sangat merugikan bangsa. Karena bias-bias yang disengaja sejak pertama kali dikutip oleh pembaca pertama, kemudian diangap sebagai kebenaran. Kebiasaan asal kutip para sarjana sastra, dikarenakan mereka malas untuk menelusuri sumbersumber asli. Sehingga mereka hanya menjadi pembaca tangan yang kesekian. Akibatnya, mereka tidak lagi dapat membedakan mana yang fiktif dan mana yang sejarah, terangnya. Lebih lanjut, Ajip menjelaskan, pada zamannya, Pemerintah Kolonial Belanda lebih dahulu menjinakkan bahasa Melayu sebelum mereka menggunakannya sebagai bahasa penyelenggara administrasi kolonial. Budaya Melayu yang terangkum dalam bahasanya, dipangkas dan dibuang. Lebih parahnya lagi adalah, bahwa kejahatan ini kemudian dilanjutkan oleh para sarjana pribumi yang menjadi antek-antek Belanda. Sehingga banyak di antara bangsa ini yang tidak lagi mengerti pada makna keluhuran budayanya sendiri, tandasnya. Sementara itu, sang penulis buku, Amin Sweeney, menyatakan sangat prihatin dengan perkembangan penggunaan bahasa keseharian di masyarakat. Menurutnya, penggunaan bahasa dalam pergaulan masyarakat Indonesia saat ini sangat mengindikasikan adanya penurunan drastis akan kebanggaan dan kepercayaan diri pada bangsanya sendiri. Rif

http://utusanriau.com/news/detail/3918/2012/02/14/Adat-sertaBudaya-Melayu-Riau-Akan-Nuansa-Islam Adat serta Budaya Melayu Riau Akan Nuansa IslamKategori Otonomi | Selasa 14 Februari 2012 - 17:52:00 WIB | by Admin Share this News on :

Ket Foto:Baju Biru, Wabup Kampar H Ibrahim Ali SH

Bangkinang,utusanriau.com-Pemerintah Kabupaten kampar mendukung penuh, "bahwa aturan adat dan budaya melayu Riau syarat akan nuansa islam yang menitik beratkan kepada akhlak dan moral. Apalagi Riau mencanangkan sebagai pusat Buadaya Melayu dalam visi 2020". Demikian penegasan disampaikan Wakil Bupati Kampar H Ibrahim Ali SH usai menghadiri pembukaan Musyawarah Daerah VI Lembaga Adat Melayu Riau Di gedung Gubernuran Pekanbaru, Selasa (14/2). Aturan tersebut juga sesuai dengan satu dari lima visi Kabupaten Kampar yaitu peningkatan akhlak dan moral yang harus kita capai sehingga wujud Kampar serambi mekahnya Riau betulbetul dapat dirasakan oleh masyarakat karena selalu ada nuansa islami yang erat hubungannya dengan adat dan budaya melayu Riau, kata Ibrahim. Saat ini lanjut Ibrahim Ali budaya melayu banyak sekali dimasuki unsur-unsur budaya luar yang mempengaruhi genersi muda seperti narkoba, kriminalitas, asusila,sopan santun dan masih banyak lagi yang nantinya dapat membahayakan kelangsung masa depan. "Budaya melayu harus mempunyai kemandirian dalam menentukan sikap dan kebijakan.budaya melayu itu sangat lembut tapi mempunyai pendirian yang kokoh, kalau benar katakan benar dan kalau salah katakan salah,ujar dia. Adat dan budaya melayu mampu berbuat sebagai alat pemersatu, contohnya bahasa Indonesia yang saat ini sebagai alat pemersatu bangsa yang juga berasal dari bahasa melayu dan sudah sepantasnya kita bangga. Wakil Bupati Kampar berharap agar Adat dan budaya melayu dapat bangkit dengan jati diri yang kokoh sehingga visi Provinsi Riau 2020 yakni menjadi pusat budaya melayu dapat terwujud dengan baik dalam indonesia maupun di luar negeri dengan selalu memperkenalkan berbagai kesenian dan budaya melayu Riau keseluruh indonesia bahkan luar negeri. Hadir Pada acara tersebut Gubernur Riau HM Rusli Zainal, ketua DPRD Provinsi Riau Firdaus Johar, Bupati/Walikota seprovinsi Riau serta pemuka adat melayu se provinsi Riau.

Acara tersebut direncanakan dilaksanakan mulai tanggal 13-15 Februari 2012 yang di buka langsung oleh Datuk Satya Lesmana HM Rusli Zainal yang juga Gubernur Riau serta diikuti oleh seluruh pemuka adat di Provinsi Riau.

Selanjutnya, agenda Musda VI LAM Riau juga melakukan pembahasan penilaian kinerja serta kebijakan yang diambil oleh ketua LAM priode 2006-2011, memilih ketua priode 2012-2016 serta membahas rencana kerja ketua priode 2012-2016 serta lainya yang dirasa perlu. (Endrizal)http://emkatour.blogspot.com/2010_10_01_archive.html

Kompang ialah sejenis alat muzik tradisional yang paling popular bagi masyarakat Melayu. Ia tergolong dalam kumpulan alat muzik gendang. Kulit kompang biasanya diperbuat daripada kulit kambing. Pada kebiasaannya, seurat rotan

akan diselit dari bahagian belakang antara kulit dan bingkai kayu bertujuan menegangkan permukaan kompang, bertujuan menguatkan bunyi kompang. Kini, gelung plastik turut digunakan. Alat muzik ini berasal dari dunia Arab dan dipercayai dibawa masuk ke Tanah Melayu sama ada ketika zaman Kesultanan Melaka oleh pedagang India Muslim, atau melalui Jawa pada abad ke13 oleh pedagang Arab. Kompang biasanya berukuran enam belas inci ukur lilit dan ditutup dengan kepingan kulit pada sebelah permukaan. Ia mempunyai bukaan cetek dan dimainkan dengan memegang dengan sebelah tangan sementara dipalu dengan sebelah tangan yang lain. Cara memalu kompang ialah dengan menepuk kulit kompang dengan bahagian jari-jari atau tapak tangan mengikut rentak. Kompang biasanya dimainkan semasa perarakan, kenduri dan upacara-upacara tradisi lain. Bunyi yang berlainan dihasilkan dengan membezakan cara bukaan tapak tangan. Bunyi 'bum' di perolehi dengan tepukan di sisi kompang dan tapak tangan dikuncup/rapat. Bunyi 'pak' di perolehi dengan tepukan di tengah kompang dengan jari tangan yang terbuka. Paluan kompang terbahagi kepada 2 bahagian iaitu paluan tradisi dan paluan moden ataupun kreatif. Paluan tradisi adalah paluan di mana memukul kompang sambil menyayi ataupun bersyair dalam versi Arab ataupun bahsa Melayu klasik. Manakala pal

uan moden pula di mana paluan tersebut diselitkan dengan gerakan ataupun tarian. Di Sabah, pertandingan kompang sering diadakan untuk memartabatkan kembali kesenian Melayu yang telah hampir pupus ini.

Di Kepulauan Riau

Kompang masing sering dijumpai pada saat kegiatan pawai, acara penyambutan pejabat penting atau wisatawang dan upacara perkawinan. Kompang saat ini dimainkan oleh berbagai kalangan mulai dari Bapak-Bapak, ibu-ibu dan juga anak anak.

Zapin berasal dari bahasa arab yaitu "Zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan hasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapin-nya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam. http://saripadma.blogspot.com/