Budhisme kitab suci

23
A Pendahuluan Aku berlindung kepada Buddha. Aku berlindung kepada Dhamma Aku berlindung kepada Sangha Awal dari segala sesuatu tentang Agama Buddha dan pemikiran Sudarta Gotama dan kitab-kitab yang berkembang sari sang guru. Sumber utama ajaran Buddha ialah kitab Tripitaka 1 (tri=tiga, Pitaka=keranjang). Sesungguhnya kitab ini berisi kumpulan ceramah keterangan perumpamaan dan percakapan Buddha dengan muridnya dan pengikutnya. 2 Jadi kitab ini bukan saja memuat perkataan sang Buddha akan tetapi juga pendapat daripada muridnya. Oleh para muridnya ajaran- ajaran keagamaan itu kemudian dipilah menjadi 3 kelompok utama yang disebut dengan ‘Vinaya Pitaka’, Sutra Pitaka ‘, Abidharma Pitaka’, yang masing-masing terbagi lagi dalam beberapa buah kitab. 3 B Kitab Tripitaka 1. Kitab Vinaya Pitaka a. Pengertian Vinayana 1 Hilman Hadikusuma. Antropologi Agama (Bandung PT Citra Aditya Bakti 1993) hal.214 2 Herkulanus Entangai dkk. Pendidikan Agama Katolik( dewasa dalam komunikasi iman) (Jakarta Gramedia Widia Sarana Indonesia 2004) hal. 24 3 Hilman hadikusuma. Antropologi Agama. Hal 214 -1-

Transcript of Budhisme kitab suci

Page 1: Budhisme kitab suci

A Pendahuluan

Aku berlindung kepada Buddha.

Aku berlindung kepada Dhamma

Aku berlindung kepada Sangha

Awal dari segala sesuatu tentang Agama Buddha dan pemikiran Sudarta

Gotama dan kitab-kitab yang berkembang sari sang guru.

Sumber utama ajaran Buddha ialah kitab Tripitaka1 (tri=tiga,

Pitaka=keranjang). Sesungguhnya kitab ini berisi kumpulan ceramah

keterangan perumpamaan dan percakapan Buddha dengan muridnya dan

pengikutnya.2 Jadi kitab ini bukan saja memuat perkataan sang Buddha

akan tetapi juga pendapat daripada muridnya. Oleh para muridnya ajaran-

ajaran keagamaan itu kemudian dipilah menjadi 3 kelompok utama yang

disebut dengan ‘Vinaya Pitaka’, Sutra Pitaka ‘, Abidharma Pitaka’,yang

masing-masing terbagi lagi dalam beberapa buah kitab.3

B Kitab Tripitaka

1. Kitab Vinaya Pitaka

a. Pengertian Vinayana

Vinayana berarti Peraturan, Disiplin atau Tatatertib.4 Kata

Vinaya sendiri berarti melenyapkan, manghapuskan,

memusnahkan, menghilangkan dalam hal ini segala tingkahlaku

yang halangi kemajuan dalam jalan pelaksanaan. Dharma : atau

sesuatu yang membimbing keluar (dari Dukkha).

Dharma dan Vinaya ( gabungan kedua nya disebut dengan

Budhasasana) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Dhamma

tampa Vinayana akan merupakan ajaran yang tidak menunjukan

awal atau permulaan untuk dilaksanakan. Sebaliknya Vinayana

1 Hilman Hadikusuma. Antropologi Agama (Bandung PT Citra Aditya Bakti 1993) hal.2142 Herkulanus Entangai dkk. Pendidikan Agama Katolik( dewasa dalam komunikasi iman)

(Jakarta Gramedia Widia Sarana Indonesia 2004) hal. 243 Hilman hadikusuma. Antropologi Agama. Hal 2144 Bhikkhu Subalaratano. Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Budha

Nalanda 1988) hal. 1

-1-

Page 2: Budhisme kitab suci

tampa Dhamma akan merupakan formalisme kosong, suatu disiplin

yang hanya menghasilkan sedikit buah atau kemajuan.

b. Dua Jenis Vinayana

Vinaya tidak hanya diartikan sebagai peraturan yang

berhubungan dengan kebikhuan saja memang Vinaya Pitaka

berisikkan peraturan latihan, larangan, yang diperbolehkan dan

ketentuan yang mengatur kehidupan Bhikkhu, namun dikenal juga

Vinaya untuk umat beragama atau dikenal sebagai upasaka-

upasika. Vinayana untuk umat berkeluarga adalah Pancasila5 dan

pengertian lebih luas sigalovada sutta disebut pula “gihi vinaya

“(vinaya untuk umat berkeluarga).

Terdapat perbedaan antara sila umat berkeluarga dengan

bhikkhu. Sila untuk umat berkeluarga bersifat moral semata-mata

dan digolongkan dengan patisila. Bagi para bhikkhu selain sila

bersifat sila moral juga ada sila khusus untuk cara hidupnya dan

sila ini digolongkan kedalam sila Pannati-sila. Para bhikkhu dan

umat berkeluarga harus menaati Vinaya atau sila secara murni dan

tidak terjatuh dalam pelanggaran.

c. Isi Kitab Vinayana Pitaka

I. Suttavibangga

Kitab ini berisi peraturan-peraturan mencakup delapan jenis

pelanggaran diantaranta ada empat hal pelanggaran yang

menyebabkan bhikkhu dan bhikkhuni dikelurkan dari Sangha.6

Pelanggaran ini meliputi pelanggaran seks, pencurian,

5 Uraian dari Pancasilaa. Saya berjanji melatih diri untuk tidak menghilangkan nyawa makhluk kidupb. Saya berjanji melatih diri untuk tidak mengambil sesuatu yang tidak diberic. Saya berjanji melatih diri untuk tidak berzinad. Saya berjanji untuk tidak berbicara salahe. Saja berjanji untuk tidak minum minuman yang disuling atau diragi yang menyebabkan

menurunya kesadaran.6 Hilman Hadikusuma. Antropologi Agama. hal 214

-2-

Page 3: Budhisme kitab suci

pembunuhan, dan pembujukan untuk bunuh diri, kesombongan

palsu akan kemampuan ghaib diri sendiri. Aturan-aturan ini

berjumlah 227.7 Seluruhnya sama dengan pati mokkha yang di

bacakan pada pertemuan Uphosata dari Sangha. Bagian ini

dilanjutkan dengan Bhikkhuni-suttavibangga, suatu rangkaian

aturan untuk para bhikhuni.

II. Khandaka-khandaka yang disusun dalam dua seri8

Kitab ini berisi berisi peraturan dan uraian tentang upacara

panahbisan bhikkhu dan bhikkhuni antara lain penerimaan

bhikkhu dan pelanggaranya.

Pembagian seri tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mahavangga

1. Aturan untuk memasuki Sangha

2. Pertemuan Uposatha dan pengucapan pattimokkha

3. Tempat tinggal selama musim hujan(vassa)

4. Upacara penutupan musim hujan(pavarana)

5. Aturan untuk menggunakan pakaian dan perabot hidup

6. Obat-obatan dan makanan

7. Upacara khathina, pembagian jubah tahunan

8. Bahan jubah, aturan tidur atau aturan bikhu yang

sedang sakit

9. Cara menjalankan keputusan oleh Sangha.

10. Cara menyelesaikan perselisihan dalam Sangha

b. Cullavangga9

1. Aturan aturan-aturan untuk menangani pelangaran-

pelangaran yang dihadapkan pada Sangha (bagian I)

2. Aturan aturan-aturan untuk menangani pelangaran-

pelangaran yang dihadapkan pada Sangha (bagian II)

7 Bhikkhu Subalaratano. Pengantar Vinaya, hal. 38 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, hal. 39 Bhikkhu Subalaratano . Pengantar Vinaya, hal. 4

-3-

Page 4: Budhisme kitab suci

3. Penerimaan kembali seorang bhikkhu

4. Aturan-aturan untuk menyelesaikan masalah-masalah

yang timbul.

5. Berbagai aturan untuk mandi, berpakaian, dan hal yang

sama dengan hal tersebut

6. Tempat tinggal, perabot, penginapan

7. Perpecahan

8. Perlakuan terhadap berbagai golongan bhikkhu dan

kewajiban terhadap guru samanera

9. Pengucilan dari patti mokkha

10. Pentahbisan dan petunjuk bagi para bhikkhuni

11. Sejarah Sidang Agung pertama di Rajagaha.

12. Sejarah Sidang Agung kedua di Vesali

III. Parivara

Kitab ini berisi ringkasan dan pengelompokan peratuaran

Vinaya yang disusun dalam Tanya jawab untuk dipakai dalam

pengajaran dan pelaksanaan ujian.10 Aturan dalam

suttavibangga dan khandakha-khandakha disertai cerita-cerita

mengenai terjadinya aturan itu.

Beberapa diantaranya benar-benar formal, yang semata-

mata menunjukan bahwa sekelompok bhikkhu telah

melakukan pelanggaran atau mengikuti kebiasaan tertentu

yang karenanya Sang Buddha menetapkan suatu keputusan.

Aturan-aturan penerimaan dalam Sangha didahului oleh

cerita mengenai kejadian setelah mencapai penerangan, awal

pembabaran Dhamma dan penerimaan siswa-siswa pertama.

Cerita mengenai Rahula diberikan sehubungan dengan syarat-

syarat yang diperlukan untuk penerimaan, dan aturan-aturan

mengenai perpecahan adalah cerita komplotan Devedatta.

10 Hilman Hadikusumo, Antropologi Agama, hal 214-215

-4-

Page 5: Budhisme kitab suci

2. Kitab Sutra Pitaka

Kitab ini memuat uraian-uraian tentang cara hidup yang berguna,baik

untuk para bhikkhu, bhikkhuni maupun umat Buddha lainya. Ia

sendiri terdiri dari 5 kumpulan kitab yaitu:

Dighanikaya,Majjhimanikaya, Angutaranikaya, Samyutanukaya dan

Khuddakanikaya.11

a. Dighanikaya

Kitab ini terdiri dari 34 sutra yang panjang uraianya yang memuat

sebagi berikut:

1. Ada 62 pandangan yang salah yang harus dihindari

2. Kehidupan seorang petapa

3. Pedoman-pedoman penting bagi umat Buddha untuk kehidupan

sehari-hari

4. Tuntunan lengkap untuk meditasi

5. Kisah tentang hari-hari terakhir sang Buddha.

b. Majjhimanikaya

Kitab ini berisi tentang khotbah-khotbah Buddha yang terurai

dalam 152 sutra.

c. Angutaranukaya

Kitab ini terdiri dari 9557 sutra.

d. Samyuttanikaya

Kitab ini terdiri dari 7762 sutra.

e. Khuddanikaya

Kitab ini terdiri dari 15 kitab, yang tidak hanya memuat perkataan

Buddha melainkan juga ucapan dari para Thera.12 Diantara kitab ini

adalah kitab dhamma yang menguraikan peristiwa-peristiwa yang

terjadi dalam kehidupan Buddha. Buku ini ada 423 Syair yang

sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Beberapa Syair

11 Hilman hadi kudsumo Antropologi Agama, hal 25-21512 Hilman hadikusumo, Antropologi Agama, hal 215

-5-

Page 6: Budhisme kitab suci

berisi riwayat hidup para Thera atas pembebasan yang telah

mereka capai.

3. Abidharma Pitaka

Kitab ini adalah bagian ketiga dari Tripitaka yang memuat tentang

filsafat Buddha Dharma yang disusun secara analitis yang mencakup

beberapa bidang ilmu seperti ilmu jiwa, logika, etika, dan meta fisik.

Kitab ini terdiri dari tujuh kitab yaitu

a. Dhama Shangani

b. Vibangga

c. Dathukata

d. Punggalapanatti

e. Kathapathu

f. Yamaka

g. Pattana

Tidak seperti kitab Vinaya Pitaka dan Sutta Pitaka gaya bahasa

dalam kitab Abhidharma Pitaka sifatnya sangat teknis dan

analitis,tidak mudah dimengerti.

C Catur Arya Satyani

1. Pengertian

Dalam bahasa sangsekerta catur=empat, arya= kesunyatan, satyani=

mulia.

Jadi makna dari catur arya satyani adalah empat kesunyatan manusia

yang mulia.

2. Empat Kesunyatan Mulia

a. Kesunyataan Mulia tentang Dukkha (dukkha ariya satya)

Hidup dalam bentuk dan kondisi apapun adalah Dukkha

(penderitaan),

- Lahir, sakit, tua dan mati adalah Dukkha

- Berhubungan dengan yang tidak kita sukai adalah Dukkha

-6-

Page 7: Budhisme kitab suci

- Ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi adalah Dukkha

- Tidak mendapatkan yang kita inginkan juga merupakan Dukkha

- Masih memiliki Lima khanda adalah Dukkha.

Dalam catur arya satyani dukkkha ada tiga macam yaitu13

Dukkha sebagai dukkha-dukkha yaitu penderitaan biasa yang

di alami misalnya perisiwa lahir, usia tua, berpisah dengan

sesuatu yang diintai dan sebagainya.

Dukkha sebagai vivarmamadukkha yaitu akibat terjadinya

perubahan-perubahan(fisik, mental dan lain-lan).

Dukkha sebagai sankharadukkha yaitu akibat kebergantungan

yang satu dan yang lain.

b. Asal Mula Dukkha (dukkha samudaya ariya satya)

Sumber dari penderitaan adalah tanhä, yaitu nafsu keinginan

yang tidak ada habis-habisnya. Semakin diumbar semakin keras ia

mencengkeram. Orang yang pasrah kepada tanhä sama saja dengan

orang minum air asin untuk menghilangkan rasa hausnya.Rasa

haus itu bukannya hilang, bahkan menjadi bertambah, karena air

asin itu yang mengandung garam. Demikianlah, semakin orang

pasrah kepada tanhä semakin keras tanhä itu mencengkeramnya.

Dikenal tiga macam tanhä, yaitu

1. Kämatanhä : kehausan akan kesenangan indriya, ialah

kehausan akan :

a. bentuk-bentuk (indah)

b. suara-suara merdu

c. wangi-wangian

d. rasa-rasa

e. sentuhan-sentuhan

f. bentuk-bentuk pikiran

13 Hilman Hadikusmo. Antropologi Agama, hal 229-230

-7-

Page 8: Budhisme kitab suci

2. Bhavatanhä : kehausan untuk lahir kembali sebagai manusia

berdasarkan kepercayaan tentang adanya "atma (roh) yang

kekal dan terpisah" (attavada)

3. Vibhavatanhä : kehausan untuk memusnahkan diri, berdasarkan

kepercayaan, bahwa setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap

manusia (ucchedaväda).

c. Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha (dukkha nirodha gamini

patipada)

Jalan-nya adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika

Magga)

Disebut ‘Mulia’ karena bila dilaksanakan, maka akan menuntun

seseorang ke kehidupan yang mulia;

Disebut ‘Berunsur Delapan’, karena terdiri dari Delapan Unsur,

Disebut ‘Jalan’, karena seperti jalan pada umumnya, akan

menuntun seseorang dari satu tempat ke tempat lain, dengan hal ini

dari Samsara ke Nibbana. Delapan Jalan Utama (Jalan Mulia

Berunsur Delapan)14 yang akan membawa kita ke Jalan Menuju

Lenyapnya Dukkha, yaitu :

Wisdom (Paññā)

1. Pengertian Benar (sammä-ditthi) Right view

2. Pikiran Benar (sammä-sankappa) Right intention

Sila

3. Ucapan Benar (sammä-väcä) Right speech

4. Perbuatan Benar (sammä-kammanta) Right action

5. Pencaharian Benar (sammä-ajiva) Right livelihood

Samädhi

6. Daya-upaya Benar (sammä-väyäma) Right effort

14Narada Mahatera. Buddha dan Ajarannya (terjemahan)(Kuala Lumpur Misionary society ed. Ke-3 1977)hal. 342

-8-

Page 9: Budhisme kitab suci

7. Perhatian Benar (sammä-sati) Right mindfulness

8. Konsentrasi Benar (sammä-samädhi) Right concentration

d. Lenyapnya Dukkha (dukkha nirodha ariya satya)

Kalau tanhä dapat disingkirkan, maka kita akan berada dalam

keadaan yang bahagia sekali, Sang Buddha dengan jelas dan tegas

mengajar kita, bahwa kita dapat bebas dari penderitaan dan

mencapai kebebasan dan kebahagiaan Nibbana. Istilah Nibbana

secara harfiah berarti ‘padam’, serta mengacu ke pemadaman api

keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin.

D Hukum Karma

a. Pengertian

Karma15 berasal dari kata Sanskerta [Pali; kamma] yang berarti

tindakan, pekerjaan atau perbuatan. Setiap perbuatan, ucapan atau

pikiran yang dilakukan dengan suatu tujuan atau niat dapat disebut

karma. Karma berarti suatu kehendak atau niat (cetana) yang baik

(kusala) dan buruk (akusala). Setiap tindakan yang kita lakukan

apabila berdasarkan suatu niat maka akan menciptakan karma.

Sang Buddha bersabda :"Aku nyatakan, O para Bhikkhu, bahwa

niat [cetana] itulah Kamma, dengan niat seseorang bertindak melalui

badan jasmani, ucapan dan pikiran." (Anguttara Nikaya III,I-117).

Dengan kata lain, Karma merupakan suatu hukum moral sebab-

akibat, suatu hukum alam dimana menjelaskan bahwa setiap tindakan

akan membuahkan hasil tindakan tertentu atau buah karma [karma

vipaka] . Sehingga apabila seseorang melakukan perbuatan mulia

seperti memberikan sumbangan kepada suatu yayasan kemanusiaan,

maka dia akan merasakan kebahagiaan. Sebaliknya, jika seseorang

15 Mukhti Ali. Agama-agama di Dunia.Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga Press 1988 hal. 75

-9-

Page 10: Budhisme kitab suci

melakukan suatu perbuatan yang tercela, misalnya membunuh

makhluk hidup, maka dia akan merasakan penderitaan. Sehingga

dapat disimpulkan, akibat dari perbuatan karma sebelumnya

menentukan keberadaan orang tersebut pada kehidupan saat ini.

Karma dapat dikategorikan menurut matangnya, yaitu karma yang

matang pada kehidupan ini, karma yang matang pada kehidupan

berikutnya dan karma yang matang pada beberapa kehidupan yang

akan datang.

Sang Buddha bersabda : " Pembuat kejahatan hanya melihat hal

yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi

bilamana hasil perbuatan jahatnya telah masak, ia akan melihat akibat-

akibatnya yang buruk. Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang

buruk selama buah perbuatan bajiknya belum masak, tetapi bilamana

hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya

yang baik." (Dhammapada, 119-120).

Tiga komponen yang merupakan pelaku utama karma adalah tubuh

fisik, ucapan dan pikiran. Contoh karma yang dilakukan oleh tubuh

fisik, yaitu membunuh, mencuri dan berjinah. Contoh karma yang

dilakukan oleh ucapan, yaitu berbohong, membicarakan hal-hal yang

tidak bermanfaat, memfitnah dan berbicara kasar. Sedangkan contoh

karma yang dilakukan oleh pikiran adalah keserakahan, kebencian dan

khayalan. Karma dapat dibedakan atas karma yang bermanfaat, karma

yang tidak bermanfaat dan karma yang bukan bermanfaat maupun

tidak bermanfaat.

Akibat dari karma buruk adalah tumimbal lahir di tiga alam

penderitaan (neraka, hantu kelaparan dan binatang). Contoh karma

buruk yang dapat menyebabkan seseorang terlahir di alam neraka

antara lain: membunuh orangtua kandung, membunuh orang suci/

Arahat/ Bodhisattva, dan melukai Buddha. Sedangkan akibat dari

-10-

Page 11: Budhisme kitab suci

karma baik adalah tumimbal lahir di alam manusia atau surga.

Sedangkan para Buddha, Arahat dan Bodhisattva yang sudah

mencapai Pencerahan Sempurna memperoleh karma tidak bergerak,

namun Bodhisattva yang karena welas-asihnya untuk

menyeberangkan semua makhluk yang menderita dapat saja

bertumimbal lahir lagi di alam manusia .

Sebab utama timbulnya karma adalah karena ketidak-tahuan

[avidya/avijja] atau ketidak-mampuan untuk memahami segala

sesuatu sebagaimana adanya. Nafsu keinginan [tanha] juga merupakan

akar timbulnya karma. Perbuatan seseorang walaupun dilandasi oleh

tiga akar kebajikan yaitu kedermawan [alobha], kehendak baik [adosa]

dan pengetahuan [amoha], tetap dapat dianggap sebagai karma karena

dua unsur penyebab karma yaitu ketidak-tahuan dan keinginan masih

melekat dalam dirinya. Hanya perbuatan baik dari Jalan Kesadaran

[maggacitta] yang dapat dipandang sebagai proses untuk

menghancurkan akar sebab-akibat karma tersebut.

b. Proses Bekerjanya Karma

Memang proses bekerjanya karma tidak dapat kita amati atau

dibuktikan secara ilmiah, namun prinsip bahwa kita akan menuai

sesuai dengan apa yang kita tanam itulah yang penting untuk kita

renungkan. Proses bekerjanya karma hanyalah dapat dipahami

sepenuhnya oleh seorang Buddha atau Yang Telah Tercerahkan.

Untuk mengetahui karma dari kelahiran kita sebelumnya, maka

renungkanlah berbagai kejadian baik berupa penderitaan [dukkha]

ataupun kebahagiaan [sukkha] yang menimpa kita dalam kehidupan

saat ini. Sehingga kita tidak tersudut ke dalam suatu kondisi dimana

kita harus mencela orang lain sewaktu menderita ataupun terlalu

menjunjung orang lain sewaktu kita berbahagia. Karma yang berbuah

-11-

Page 12: Budhisme kitab suci

dalam kehidupan ini apakah menghasilkan kebahagiaan ataupun

penderitaan haruslah kita syukuri sebagai makin berkurangnya

timbunan karma kita sehingga makin terbukalah peluang untuk kita

keluar dari arus kelahiran dan kematian. Namun demikian kitapun

tidak perlu terjebak pada sikap pesimistik dengan menyalahkan

kehidupan sebelumnya yang menciptakan karma buruk pada

kehidupan saat ini karena Buddhisme tidak mengajarkan fatalisme

yaitu suatu sikap yang menyalahkan segala sesuatu kejadian sebagai

kodrat, takdir ataupun nasib.

Buddhisme mengajarkan suatu tuntunan buat kita untuk melihat

kehidupan saat ini sebagai alam kehidupan yang memungkinkan

manusia untuk berlatih diri keluar dari lingkaran kehidupan dan

kematian. Untuk memahami kondisi bekerjanya karma sebagai suatu

Hukum Sebab Akibat, kita dapat memulainya dengan mengenali

adanya hukum yang bekerja di alam semesta ini. Dalam Abhidhamma

Vatara 54, dan Dighanikaya Atthakatha II-432, dapat ditemui adanya

Lima Hukum Alam [Pancaniyama Dhamma], yaitu:

1. Utu Niyama, yaitu hukum sebab-akibat yang berkaitan dengan

suhu, contohnya gejala timbulnya angin dan hujan, bergantinya

musim, perubahan iklim, sifat panas, dan sebagainya.

2. Bija Niyama, yaitu hukum sebab-akibat mengenai biji-bijian,

contohnya sesawi berasal dari biji sesawi, gula berasal dari tebu,

dan sebagainya.

3. Karma Niyama [Kamma Niyama], yaitu hukum sebab-akibat

yang berkaitan dengan perbuatan, contohnya perbuatan baik akan

menghasilkan akibat baik, dan perbuatan buruk akan

menghasilkan akibat buruk.

4. Citta Niyama, yaitu hukum sebab-akibat yang berkiatan dengan

hasil pikiran, misalnya proses kesadaran, timbul dan lenyapnya

kesadaran, sifat kesadaran, kekuatan batin, telepati, kemampuan

-12-

Page 13: Budhisme kitab suci

membaca pikiran orang lain, kemampuan mengingat hal-hal yang

telah terjadi, dan sebagainya.

5. Dharma Niyama [Dhamma Niyama], yaitu hukum sebab-akibat

yang berkaitan dengan gravitasi, berupa gejala alam yang

menandai akan terlahirnya atau meninggalnya seorang Bodhisattva

ataupun seorang Buddha.

Hukum Karma [Kamma Niyama] merupakan salah satu dari

Hukum Alam tersebutdi atas yang terjadi karena prinsip Hukum

Sebab dan Akibat, dimana setiap suka ataupun duka pasti ada

penyebabnya. Tiada sebab maka tiada akibat. Segala penderitaan akan

dapat dihindari apabila dapat diketahui sebabnya. Penyebab tunggal

dari segala bentuk penderitaan adalah kemelekatan terhadap nafsu

keinginan duniawi.

Terdapat cukup banyak cara menggolongkan Hukum Karma, dan

berikut disampaikan beberapa jenis penggolongan Hukum Karma

tersebut.

Menurut masa berlakunya, dapat diurut sebagai berikut :

a. Karma yang berlaku segera [ditthadhammavedaniya kamma]

b. Karma yang berlaku sesudahnya [upapajjavedaniya kamma]

c. Karma yang berlaku untuk jangka waktu tidak terbatas

[aparapariyavedaniya kamma]

d. Karma yang kadaluarsa [ahosi kamma]

Menurut fungsinya [kicca] karma, maka dapat digolongkan atas :

a. Karma penghasil [janaka kamma]

b. Karma penunjang [upatthambaka kamma]

c. Karma pelemah [upapidaka kamma]

d. Karma penghancur [upaghataka kamma]

-13-

Page 14: Budhisme kitab suci

Sedangkan penggolongan karma menurut urutan akibatnya

[vipakadanavasena], dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Karma yang berat [garuka kamma]

b. Karma menjelang kematian [asanna kamma]

c. Karma kebiasaan [acinna kamma]

d. Karma yang bertimbun [katatta kamma]

Beberapa perbuatan berikut akan menghasilkan karma baik:

a. Selalu bersifat kedermawanan [dana]

b. Menjaga moralitas yang baik [sila]

c. Senantiasa melakukan meditasi [bhavana]

d. Melakukan penghormatan [apacayana]

e. Pengabdian yang mendalam [veyyavacca]

f. Senantiasa mengirim jasa kepada makhluk yang menderita

[pattidana]

g. Berbahagia atas perbuatan baik dari pihak lain [anumodana]

h. Mendengarkan Dharma [dhammasavana]

i. Membabarkan Dharma [dhammadesana]

j. Meluruskan pandangan salah [ditthijjukamma]

Sebagai Buddhis yang mempercayai hukum karma maka kita tidak

perlu mencela orang lain yang melakukan perbuatan paling jahat

sekalipun, karena selain mereka juga akan memiliki kesempatan untuk

memperbaiki diri, juga mereka tidak akan dapat menyembunyikan diri

dari akibat perbuatan jahatnya sendiri.

Sang Buddha bersabda : " Tidak di langit, di tengah lautan, di

celah-celah gunung atau di manapun, juga dapat ditemukan suatu

tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari akibat

perbuatan jahatnya" (Dhammapada, 127).

-14-

Page 15: Budhisme kitab suci

Sesuai dengan perkataan Buddha " Pembuat kejahatan hanya melihat hal

yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil

perbuatan jahatnya telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.

Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah perbuatan bajiknya

belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat

akibat-akibatnya yang baik." (Dhammapada, 119-120).

-15-