Ckd

44
BAB I PENDAHULUAN Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia. Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika 1

Transcript of Ckd

Page 1: Ckd

BAB I

PENDAHULUAN

Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable

diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit

ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases)

sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.

Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler

sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien

mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner,

gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.

Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan

terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik

biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit

saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.

Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis

dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit

ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal.

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak

bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan

secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan

pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan

karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

1

Page 2: Ckd

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun

dan umumnya bersifat irreversible dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan

lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang

progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap

sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal

tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan

respon sakit. Penurunan ini cukup berat sehingga menimbulkan gejala seperti uremia.

Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan

jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel

2.1 berikut:

Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau

tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

- Kelainan patologik

- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa

kerusakan ginjal

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi didasarkan atas dua hal

yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas

dasar derajat penyakit tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.

Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium

2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan

ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal

2

Page 3: Ckd

dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella,

2005). Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit

DERAJAT PENJELASAN LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dgn LFG normal atau ↑ ≥ 902 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ ringan 60 – 893 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ ringan 30 – 594 Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ ringan 15 – 295 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

Tabel 2.3 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit

Penyakit Tipe utama (Contoh)

Penyakit ginjal diabetes

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit glomelural (penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polokistik)

Penyakit pada transplantasi

Rejeksi kronik, keracunan obat (siklosporin/takrolimus), penyakit recurrent (glomerular) dan transplant glomerulopathy.

2.2. Etiologi

3

Page 4: Ckd

  Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis

dapat dibagi dalam 2 kelompok :

1. Penyakit parenkim ginjal

Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, mielonefritis, ginjal polikistik, Tbc

ginjal

Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,

Poliarteritis nodosa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Diabetes mellitus

2. Penyakit ginjal obstruktif :

Pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,

Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan

Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk

Obstruksi saluran kemih.

Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama

Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal

2.3. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik tergantung pada penyakit yang

mendasarinya. Pada penyakit ginjal kronik akan terjadi pengurangan massa ginjal

mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa

(surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal inimengakibatkan terjadinya

hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.

Proses adaptasi berlangsung singkat, dan berlanjut ke proses maladaptasi berupa

sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akan diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya

4

Page 5: Ckd

peningkatan aktifitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya

cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau

malah meningkat. Kemudian akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,

yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah

terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG sebesar 30%, mulai

terjadi keluhan pada pasien, seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan

berkurang, dan penurunan berat badan. Pada LFG di bawah 30%, pasien

memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan

tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan

lain-lain. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi

saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan

keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit

antara lain kalium dan natrium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan

komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal

(renal replacement therapy) antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada

keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

2.4 Gejala Klinik

Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada

awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui

dari pemeriksaan laboratorium. Pada gagal ginjal kronis ringan sampai sedang,

gejalanya ringan meskipun terdapat peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini

terdapat nokturia dan hipertensi.

Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi

peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi. Pada stadium ini, penderita

menunjukkan gejala-gejala:

5

Page 6: Ckd

letih, mudah lelah, dan sulit konsentrasi

nafsu makan turun, mual dan muntah, cegukan.

tungkai lemah, parastesi, keram otot-otot, insomnia.

libido menurun, nokturi, atau oligouria

sesak nafas, sembab, batuk, nyeri perikardial

malnutrisi, penurunan berat badan.

Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan

perdarahan saluran pencernaan. Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang

konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk

serbuk putih di kulit (bekuan uremik). Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh

tubuh.

Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien

dengan gagal ginjal kronik yaitu:

Gangguan pada sistem gastrointestinal

- Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan

metaboslime protein dalam usus.

- Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.

- Cegukan (hiccup)

- Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik

Kulit

- Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal dengan ekskoriasi akibat

toksin uremik.

- Ekimosis akibat gangguan hematologis

- Urea frost akibat kristalisasi urea

- Bekas-bekas garukan karena gatal

6

Page 7: Ckd

Sistem Hematologi

- Anemia

- Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia

- Gangguan fungsi leukosit

Sistem saraf dan otot

- Restles leg syndrome

- Burning feet syndrome

- Ensefalopati metabolic

- Miopati

Sistem Kardiovaskuler

- Hipertensi

- Akibat penimbunan cairan dan garam.

- Nyeri dada dan sesak nafas

- Gangguan irama jantung

- Edema akibat penimbunan cairan

Sistem Endokrin

- Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.

- Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi

insulin.

- Gangguan metabolisme lemak.

- Gangguan metabolisme vitamin D.

Gangguan sistem lain

- Tulang : osteodistrofi renal

- sidosis metabolik.

7

Page 8: Ckd

2.5 Pendekatan Diagnostik

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi dan

perjalanan penyakit termasuk semua factor yang dapat memperburuk faal

ginjal (LFG).

Gambaran klinik mempunyai spectrum klinik luas dan melibatkan

banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal dan lebih

makin nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal dari gagal ginjal

terminal (GGT) dengan melibatkan banyak organ seperti system

hemopoiesis, saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit,

selaput serosa (pluritis dan perikarditis), system kardiovaskuler, dan

neuropsikatri.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu (1) memastikan dan

menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, (2) identifikasi etiologi,

(3) menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk

faal ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible).

2.1. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan

menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini

8

Page 9: Ckd

hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil

perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen yang

terutama ada dalam otot1. Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum

dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk

faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionukleotida

(gamma camera imaging) hamper mendekati faal ginjal yang

sebenarnya. Setiap pasien penyakit ginjal kronik (PGK) disertai atau

tidak penurunan LFG harus ditentukan derajat (stadium) sesuai

dengan rekomendasi NKF-DOQI (2002). 1

Rumus LFG Kockroft-Gault :

(140 – umur) X berat badan

LFG (ml/mnt.1,73m2) = *)

72 X Kreaatinin plasma

* pada perempuan dikalikan 0,85.

2.2. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin

Albuminuria lebih dari 3,5 gram per hari dan non selektif disertai

kelainan sedimen (eritrosit uria, leukosituria, dan silinderuria)

lebih sering ditemukan pada glomerulopati (idiopati) eksresi

protein (proteinuria) cenderung berkurang pararel dengan

memburuknya faal ginjal (LFG).

Mikrobiologi urin (CFU per ml urin)

Bila CFU per ml urin lebih dari dari 105 dari bahan UTK

walaupun tanpa keluhan harus dicurigai ISK dengan komplikasi

sebagai etiologi GGK atau faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

Kimia darah

Pada sindrom nefrotik primer (idiopati) dan sekunder (diabetes dan

SLE) elektoforesis protein memperlihatkan gambaran yang

patognomonis.

9

Page 10: Ckd

Hiperkolosterolemia sering ditemukan pada sindrom nefrotik

idiopatik (primer); sebaliknya normokolesterolemia pada diabetes

dan lupus sistemik dan dikenal sebagai pseudonephrotic syndrome.

Elektrolit

Pemeriksaan elektrolit (serum dan urin) penting untuk diagnosis

GGK yang berhubungan dengan nefropati (hipokalsemia dan

hiperkalemia) dan nefrokalsinosis.

Imunodiagnosis

Beberapa pemeriksaan imunodiagnosis untuk glomerulopati antara

lain:

a. ACB (antibody coated baciluria)

b. ANA (anti nuclear antibody)

c. HBsAg

d. Krioglobulin

e. Circulating immune complex (CICx)

f. Pemeriksaan komplemen serum (C)

g. Imunofluoresen jaringan

2.3. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

2.3.1. Progresivitas penurunan faal ginjal

Ureum dan kreatinin serum

Klirens kreatini

2.3.2. Hemopoiesis

Hb (PCV)

Trombosit

Fibrinogen

Faktor pembekuan

10

Page 11: Ckd

2.3.3. Elektrolit

Serum Na+, K+, HC03-, Ca++, Po4=, Mg+

2.3.4. Endokrin

PTH & T3, T4

2.3.5. Pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor

pemburuk faal ginjal (LFG)

Misalnya Infark miokard

3. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan

tujuannya, yaitu:

Diagnosis etiologi GGK

Etiologi yang dapat dikoreksi medikamentosa

Etiologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan

Etiologi yang tidak mungkin dikoreksi

Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil

jaringan ginjal lalu dianalisa. Biopsi ginjal diperlukan bila pasien

direncanakan untuk program transplantasi ginjal.

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis :

a. Foto polos abdomen

b. USG

c. Pielografi retrograde

d. Pielografi antegrade

e. Micturatingcysto urography (MCU)

11

Page 12: Ckd

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

- Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

- Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

- Memperlambat perburukan fungsi ginjal

- Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

- Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

- Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

1. Terapi konservatif

Tujuan terapi konservatif, yaitu:

a. mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif

b. meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia

c. mempertahankan dan memperbaiki metabolisma secara optimal

d. memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Beberapa prinsip terapi konservatif

1. mencegah buruknya faal ginjal (LFG)

hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik

hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan

ekstraseluler dan hipotensi

hindari gangguan keseimbngan elektrolit

hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani

hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi

hindari insttrumentsasi (keteterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi

medik yang kuat

hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa indikasi

medik yang kuat

2. program memperlambat penurunan progresif faal ginjal

• kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular

12

Page 13: Ckd

• kendalikan terapi ISK

• diet protein yang proporsional

• kendalikan hiperfosfatemia

• terapi hiperurikemia bila asam urat serum > 10 mg%

• terapi keadaan asidosis metabolik

• kendalikan keadaan hiperglikemia

3. terapi alleviative gejala azotemia

pembatasan konsumsi protein hewani

terapi gatal-gatal

terapi keluhan gastrointestinal

terapi gejala neuromuskuler

terapi kelainan tulang bdan sendi

terapi anemia

teapi setiap infeksi (bakteri, virus HBV atau HCV)

1.1. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah protein

menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksik azotemia tetapi

untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan

negatif nitrogen

Tujuan program diet rendah protein (DRP) yaitu, mempertahankan

keadaan nutrisi optimal, mengurangi atau mencegah akumulasi toksin

azotemia, mencegah menbruknya faal ginjal (LFG) akibat proses

glomerulosklerosis.

1.1.1. Jumlah protein hewani perhari untuk pasien gagal ginjal kronik

Terapi diet rendah proteun (DRP) berdasrkan rekomendasi dari

Raimund (1988) tergantung dari beberapa faktor antara lain :

derajat penurunan faal ginjal (LFG)

penurunan faal ginjal secara progresif (mild renal

insufficiency)

sindrom nefrotik

13

Page 14: Ckd

pasien dengan terapi korkosteroid

disertai penyakit katabolik sistemik

1.1.2. Konsumsi protein hewani tergantung dari LFG

a. GGK ringan (LFGlebih dari 70 ml per min per1.73 m2)

Tanpa penurunan progresi LFG Jumlah protein hewani

yang dianjurkan antara 1,0-1,2 gram per kg BB per hari.

Disertai penurunan progresi LFG. Jumlah protein yang

dianjurkan antara 0,55-0,60 gr per kg BB per hari dan

lebih dari 0,35 gram per kg BB per hari terdiri dari

protein hewani dengan nilai biologis tinggi.

b. GGK moderat (LFG antara 25-70 / min /1.73 m2)

Jumlah protei yang dianjurkan 0,550-0,60 gr per kg BB per

hari lebih dari 0,35 gram per kg BB perhari protein nilai

biologis tinggi atau 0,28 gram protein per kg BB per hari

dengan 10-20 gram perhari asam amino esensial atau asam

keto.

c.GGK tingkat lanjut (LFG antara 5-25 ml / min / 1.73 m2 )

Jumlah protein yang dianjurkan antara 0,55-0,60 gram per kg

BB per hari lebih dari 0,35 gram per kg BB per hari protein

nilai biologis tinggi atau 0,28 gram protein per kgBB per hari

dengan 10 gram per hari asam amino esensial per keto.

1.1.3. Suplemen asam amino esensial & asam keto

o Asam amino esensial (AAE) terdiri dari:

valine, isoleucine, leucine, methionine, triptophan,

phenylalanine, lysine, dan histidine.

o Insikasi pemberian asam amino esensial (AAE):

Bila konsumsi protein hewani 0,28 gram per kgBB per hari

o Tujuan:

Tujuan utama untuk mencegah keseimbangan negatif

nitrogen. Nitrogen free amino acid analog (keto acid)

14

Page 15: Ckd

mengalami transaminase dalam berbagi organ tubuh seperti

otot skelet, hati, usus dan ginjal, menjadi asam amino

esesnsial yang bebas dari nitrogen.

Akhir-akhir ini muncul konsep baru untuk pembatasan

konsumsi protein nilai biologis tinggi harus ditamabah

suplemen kombinasi asam amino esesnsial dan asam amino

non esesnsial (asam keto) seperti diet casein terutama untuk

meningkatkan pertumbuhan badan (cell mass)

1.2. Kebutuhan Jumlah Kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat

dengan tujuan utama:

• mempertahankan keseimbangan positif nitrogen

• memelihara status nutrisi

• memelihara arthomometri (skinfold thickness)

Jumlah kalori yang diperlukan bersifat individual tergantung dari

penurunan faal ginjal (LFG) :

a. Pasien dengan LFG > 70 ml per min 1.73 m2

Tanpa penurunan progresi LFG

- jumlah kalori tidak dibatasi

- karbohidrat dan lemak (sumber energi) tidak batasi seperti orang

normal

Dengan penurunan progresi LFG

- Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari

- Kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex carbohydrate

- Kebutuhan lemak jumlah sisa kalori (non protein)

Ratio polyunsaturated/saturated = 1.0

b. Pasien dengan LFG < 70 ml per min 1.73 m2

(kelompok pasien GGK tingkat sedang dan stadium terminal/ gagal ginjal

terminal)

15

Page 16: Ckd

Jumlah kalori > 35 kkal per kg BB per hari

kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex carbohydrate

kebutuhan lemak jumlah sisa kalori

Ratio polyunsaturated/saturated = 1.0

1.3. Kebutuhan cairan

Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya

jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

Tujuan panduan kebutuhan cairan penting untuk:

mencegah dehidrasi osmotik yang akan memperburuk faal ginjal

(LFG) terutama pada kelompok pasien GGK dengan kecenderungan

natriuresis misalnya penyakit ginjal polikistik, scarring

pyelonephritis , dan nefropati urat kronik.

memelihara status optimal

mengeliminasi toksin azotemia.

Pasien kelompok GGK dengan LFG ≤ 5 ml per hari dan sindrom nefrotik

dapat diberikan diuretika untuk memperlancar diuresis, misal furosemide.

Takaran furosemide 40-80 mg per hari, dapat dinaikkan 40 mg per hari

(interval 2 hari) sampai jumlah takaran maksimal 3 gram per hari.

1.4. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual bergantung

dari LFG dan penyakit ginjal dasar.

Natrium Na+ (garam dapur)

Pembatasan asupan garam dapur (20 mEq=3gr).

- Hipertensi berat

- Glomerulopati

- Gagal ginjal terminal tanpa ginjal (anephric)

- Penyakit jantung kongesti

16

Page 17: Ckd

GGK yang tidak membutuhkan pembatasan garam dapur:

- Chronic scarring pyelonephritis

- Cronic urate nephropathy

- Polycystic kidney disease

Kalium K+

- Hiperkalemi jarang ditemukan pada GGK

- Tindakan profilaktik

- Tindakan terapeutik

Bikarbonat

- Tindakan profilaktif

Hiperfosfatemia

- Tindakan profilaktik

• Pembatasan konsumsi protein hewani

• Pengikat fosfat

• Kalsium karbonat

2. Terapi simptomatik

Terapi simptomatik yang sering diberikan pada gagal ginjal kronik(GGK):

2.1. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum K

(hiperkalemia)

2.1.1.1. Suplemen alkali.

Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidodis

metabolik : Larutan shöhl, Kalsium karbonat

2.1.1.2. Terapi alkali

Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segara diberikan intravena,

bila pH ≤ 7.35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2.2. Anemia

2.2.1. Anemia normokrom normositer

17

Page 18: Ckd

Anemia ini berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan

defisiensi hormon eritropoeitin (ESF = eryhtropoietic stimulating

factors).

Anemia normokrom normositer refrakter terhadap obat hematinik.

a. Recombinant human erythropoietin (r-HuEPO)

merupakan obat pilihan utama R/Eprex 30-50 U per kg

BB

b. Alternatif lain

- Hormon androgen

- Preparat cobalt

2.2.2. Anemia Hemolisis

Anemia hemolisis berhubungan dengan toksin azotemia “Guadiano-

succinic acid”. Hemodialisis (HD) regular atau CAPD merupakan

terapi pilihan utama.

2.2.3. Anemia Def. Besi

Defisiensi Fe(besi) pada GGK berhubungan dengan perdarahan

saluran cerna (ulserasi) dan kehilangan besi pada dializer (terapi

HD).

Selama terapi zat besi harus dipantau konsentrasi serum ferritin dan

saturasi transferin. Transfusi darah (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemmberian

transfusi darah harus hati-hati, dapat menyebabkan kematian

mendadak.

Indikasi transfusi PRC :

a. PCV (HCT) ≤ 20 %

b. Pasien dengan keluhan-keluhan:

- High output heart failure

- Angina pectoris

18

Page 19: Ckd

- Gejala umum anemia

Komplikasi transfusi darah:

a. Hemosiderosis (transfusi darah berulang)

b. Supresi sumsum tulang (transfusi darah berulang)

c. Bahaya overhydration, asidosis, dan hiperkalemia

d. Bahaya infeksi HBV ( non-A dan non-B) dan CMV

e. Pola human leucocyte antigen (HLA) berubah, penting untuk

rencana transplantasi ginjal.

Panduan tarapi transfusi darah (PRC)

a. Memenuhi salah satu kriteria indikasi

b. Di luar terapi HD . Segera setelah transfusi darah berikan diuretik

furosemide I.V dan glukonas calcicus I.V.

c. Transfusi darah lebih aman selama terapi HD.

Bila pada akhir HD ditemukan bendungan paru, harus dilanjutkan

tindakan ultrafiltrasi (manual atau sequential).

2.3. Keluhan gastrointestinal

2.3.1 Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang

sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini sering

merupakan keluhan pertama (chief complaint) dari GGK.

Beberapa tindakan penting:

a. Program terapi dialisis adekuat

b. Obat-obatan:

- Prochlorperazine

- Trimethobenzamide

2.3.2 Ulserasi mukosa

Ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus

Pilihan tindakan:

a.Program dialisis adekuat

(Terapi HD khusus dengan bebas atau tanpa heparin)

19

Page 20: Ckd

b. Medikamentosa

- Phenergan 25 mg P.O. atau I.V.

- Metoclopramide 5 mg P.O

- Cyproheptadine 4 mg P.O

2.4 Kelainan kulit

2.4.1 Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25 % kasus GGK, insiden

meningkat pasien dengan terapi HD reguler.

Keluhan gatal- gatal:

a. bersifat subyektif

b. bersifat obyektif: Kulit kering, Prurigo nodularis, Keratotic

papules, Lichen simplex

Beberapa pilihan terapi pruritus

a. Mengendalikan hiperfosfatemia & hiperparatiroidisme

b. Terapi lokal: Topikal emollient (triple lanolin)

c. Phototerapy dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2- 6

minggu.

d. Medikamentosa

2.4.2 Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa

berhubungan dengan retensi toksin Guadunosuccinic acid (GSA)

dan ganggguan faal trombosit.

Pilihan tindakan: Dialisis (HD dan CAPD) merupakan satu-

satunya terapi pilihan.

2.4.3 Edema

Edema pada GGK terutama berhubungan dengan underlying renal

disease.

20

Page 21: Ckd

Glomerulopati primer & sekunder selalu disertai retensi Na+ dan

air. Terapi pilihan:

a. Diuretika

b. Ultrafiltrasi.

2.5. Kelainan neuromuskuler

Keluhan- keluhan yang berhubungan dengan kelainan neuromuskuler

Resrlessness, Parestesia, Neuropati perifer, Kram otot, Insomnia

Beberapa terapi pilihan:

a. Terapi HD reguler yang adekuat

b. Medikamentosa. Diazepam, sedatif

c. Operasi subtotal parathyroidectomy

2.6. Hipertensi

Hipertensi ringan, sedang dan berat tergantung dari penyakit ginjal

dasar (underlying renal disease). Hampir 80 % hipertensi pada GGK

berhubungan dengan retensi natrium ( Na+) dan tergolong volume

dependent hypertensi.

2.6.1. Volume dependent hypertension

Bentuk hipertensi berhubungan dengan underlying renal disease

(Glomerulopati)

Program terapi hipertensi

Restriksi garam dapur < 3 gram per hari

Diuretik furosemide

Ultrafiltrasi ( pasien GGT)

Obat anti hipertensi

- Antagonis kalsium non- dihodropiridin

- Vasodilator langsung

- Receptor AT1 blocker

- Doxazosine

21

Page 22: Ckd

- Beta- blocker

- Penghambat ACE

2.6.2. Tipe Vasokonstriktor

Program terapi:

Restriksi garam dapur ≤3 gram / hari

Diuresis & Ultrafiltrasi

Medikamentosa

2.6.3. Tipe Kombinasi

Program terapi hampir sama.

2.7. Kelainan sistem kardiovaskuler

2.7.1 Penyakit jantung kongestif

Penyakit jantung kongestif ( PJK) harus dibedakan dengan

overhydration disertai kardiomegali. PJK merupakan salah satu

faktor pemburuk faal ginjal (LFG) diikuti dengan sindrom acute

on CRF.

Pilihan tindakan:

a. Forced diuresis

b. Ultrafiltrasi diikuti dengan terapi dialisis

2.7.2 Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner dengan faktor predisposisi:

Diabetes mellitus ( nefropati diabetik)

Hipertensi (penyakit jantung hipertensif)

Dislipidemia ( tipe IV hiperlipidemia)

Pilihan tindakan:

a. Hati- hati penghambat ACE

b. Calcium antagonis

c. Anti platelet agents

2.7.3 Gangguan Irama Jantung

22

Page 23: Ckd

Gangguan irama jantung sebagai akibat lanjut hipekalemia

merupakan keadaan darurat medik.

Gangguan irama jantung yang sering ditemukan:

Total AV block

Ventricular tachicardi

Pilihan tindakan:

Dialisis (hemodialisis) merupakan pilihan utama

hemodialisis (HD) dengan larutan dialisat bebas K + (free

potassium ) efektif untuk mengendalikan hiperkalemia.

Medikamentosa

Indikasi:

Tujuan profilaktik

Hiperkalemia ringan (sedang).

2.8. Kelainan Endokrin

Hiperlasia kelenjar paratiroid dan kenaikan konsentrasi PTH

Pilihan tindakan :

Pengikat fosfat

Takaran tinggi pengikat kalsium

Analog sintetik vitamin D

Paratiroidektomi

2.9. Gambaran klinik akumulasi middle MW molecules

Neuropati perifer

Perikarditis

Pleuritis dan uremic lung

Keluhan saluran cerna persisten

Pilihan Tindakan : Dialisis peritoneal dan high-fluc hemodialysis

2.10. Masalah infeksi

Infeksi di luar ginjal yang harus diwaspadai karena merupakan

penyebab kenaikan morbiditas dan mortality :

a. Infeksi saluran napas

23

Page 24: Ckd

b. Hepatitis B virus

Petunjuk untuk pemberian antibiotika :

Hindari antibiotika yang bersifat nefrotoksik

Perhatikan golongan antibiotika yang memerlukan takaran

penyesuaian

Eliminasi obat dari tubuh dalam bentuk utuh dan bentuk

metabolit

Sifat antibiotika

3. Terapi pengganti ginjal

Saat ini hanya ada 2 pilihan untuk gagal ginjal terminal (GGT)

Dialisis : Hemodialisis dan continous ambulatory

peritoneal dialysis (CAPD)

Transplantasi ginjal

3.1. Hemodialisis (HD)

Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

azotemia dan malnutris. Tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada

pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal

(LFG). Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan

pertimbangan klinis dan parameter biokimia. Tidak jarang persentase

klinik retensi dan akumulasi toksin azotemia tidak sejalan dengan

gangguan biokimia.

Indikasi inisiasi dialisis berdasarkan parameter biokimia dan klinis

adalah:

Indikasi absolut :

- perikarditis

- ensephalopati atau neuropati azotemik

- bendungan paru dari kelebihan cairan yang tidak

responsive dengan diuretik

- hipertensi refrakter

24

Page 25: Ckd

- mutah persisten

- BUN > 120mg% dan kreatinin > 10mg%

Indikasi elektid :

- LFG (formula Kockcroft-Gault) antara 5 dan 8

mL/m/1,73m2

Mual, anoreksia, muntah dan astenia berat.

3.2. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer CAPD dipusat ginjal diluar negeri dan

di Indonesia. Inidikasi medik CAPD sebagai berikut :

Pasien anak-anak dan orang tua , > 65 tahun

Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistemik

kardiovaskuler, infark miokard atau iskemik koroner.

Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila

dihemodialisis.

Kesulitan pembuatan AV shunting

Pasien dengan stroke

Pasien GGT dengan residual urin masih cukup

Pasien neuropati diabetik disertai CO-morbidity dan Co-

mortality

Sedangkan indikasi nonmedik :

Keinginan pasien sendiri

Tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri)

Di daerah yang jauh dari pusat ginjal

Prognosis pasien dialisis :

Prognosis GGT dengan perogram HD kronik tergantung dari banyak

faktor terutama seleksi pasien dan saat rujukan.

Umur. Kurang dari 40 tahun mulai program HD kronik

mempunyai masa hidup lebih panjang, mencapai 20 tahun.

Sebaliknya umur lanjut lebih dari 55 tahun kemungkinan

terdapat komplikasi sistem kardiovaskuler lebih besar.

25

Page 26: Ckd

Saat rujukan. Rujukan terlambat memberi kesempatan timbul

gambaran klinik berat seperti koma, perikarditis, yang sulit

dkendalikan dengan tindakan HD.

Etiologi GGT. Beberapa penyakit dasar seperti Lupus,

Amiloid, DM, dapat mempengharuhi masa hidup. Hal ini

berhubungan dengan penyakit dasarnya sudah berat maupun

kemungkinan timbul komplikasi akut atau kronik selama HD.

Hipertensi. Hipertensi berat dan sulit dikendalikan sering

merupakan faktor resiko vaskuler.

Penyakit sistem kardiovaskuler. Penyakit ini merupakan

faktor resiko tindakan HD. Program CAPD merupakan faktor

pilihan atau alternatif yang paling aman.

Kepribadian dan personalitas. Faktor ini penting untuk

menunjang kelangsungan hidup GGT dengan program HD

kronik.

Kepatuhan (complience). Banyak faktor yang mempengaruhi

ketidakpatuhan program HD kronik misal kepribadian

finansial dan lain-lain.

3.3. Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan

faal). Pertinbangan program transplantasi ginjal :

Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih

seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya

mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.

Kualitas hidup normal kembali

Masa hidup (survival rate) lebih lama

Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama

berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah

reaksi penolakan.

26

Page 27: Ckd

2.7 Komplikasi

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang

manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.

Tabel. 2.4 Komplikasi Penyakit Ginjal kronik

Derajat PenjelasanLFG

(ml/mnt)Komplikasi

1Kerusakan ginjal dengan

LFG normal≥ 90

2Kerusakan ginjal dengan

penurunan GFR ringan60-89

Tekanan darah mulai

meningkat

3 Penurunan GFR sedang30-59

- Hiperfosfatemia

- Hipokalcemia

- Anemia

- Hiperparatiroid

- Hipertensi

- hiperhomosisteinemia

4 Penurunan GFR berat 15-29

- malnutrisi

- asidosis metabolik

- cenderung hiperkalemia

- dislipidemia

5 Gagal Ginjal <15- gagal jantung

- uremia

2.8 Prognosis

Prognosis gagal ginjal kronis umumnya buruk. Umumnya terjadi karena

komplikasi penyakit

27

Page 28: Ckd

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Penyakit ginjal kronik dapat menggambarkan kondisi sistem vaskular

sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini dan

komplikasinya.

2. Penting untuk mengetahui batasan, klasifikasi, dan stratifikasi penyakit ginjal

kronik untuk melakukan upaya pengelolaan dan pencegahan secara cepat dan

tepat.

3. Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik penting untuk memastikan

diagnosis penyakit ginjal dan derajat penurunan fungsi ginjal, dalam hal ini

nilai laju filtrasi glomerulus yang diukur dengan kadar kreatinin serum

merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.

4. Dalam melakukan pengelolaan dan pencegahan penyakit ginjal kronik secara

cepat dan tepat perlu diperhatikan adanya faktor risiko penyakit ginjal kronik

28

Page 29: Ckd

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat

Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI.

Jakarta

3. Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta

4. Kapantow, Nova. 2008. Bahan Ajar Ilmu Gizi Klinik. Bagian Ilmu Gizi

Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi. Manado

5. Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan

Terapi Edisi 2. EGC. Jakarta.

6. Lintong, Poppy M. 2005. Ginjal Dan Saluran Kencing Bagian Bawah. Bagian

Patologi Anatomi FK.UNSRAT. Manado

29