CONTOH LAPORAN PKKH

15
laporan PKKH TTG MEKANISME PEMBUATAN PERDA BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembentukan Peraturan Daerah bukanlah sebuah proses yang semata-mata hanya menyusun pasal-pasal dan ayat-ayat sehingga menjadi sebuah peraturan, melainkan suatu pekerjaan yang rumit dan penuh pemikiran yang mendalam untuk merancang sebuah keadaan pada masa yang akan datang melalui seperangkat aturan sekaligus memprediksikan segala sesuatu sumber daya yang dibutuhkan untuk efektivitas pencapaian tujuan pengaturan tersebut. Pada saat sedang menyusun peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya adalah menyusun perda, Prof Dr Satjipto Rahardjo mengingatkan pada kita semua bahwa hukum tidak berawal dari hukum itu sendiri, melainkan berawal dari manusia dan kemanusiaan.[1] Dengan demikian yang menentukan karya kita dibidang legislasi, yudikasi dan penegakannya adalah determinasi bahwa “hukum adalah untuk manusia”. Artinya adalah bahwa manusia dan kemanusiaan menjadi wacana yang utama dalam proses-proses tersebut. Pada hakekatnya pembuatan perda adalah sebuah proses memberi bentuk terhadap sejumlah keinginan dan pemberian bentuk tersebut dirumuskan melalui bahasa kedalam norma yang tertulis. Bahasa dan norma yang dituliskan tersebut selalu akan berpotensi menuai kegagalan karena adanya berbagai keterbatasan baik karena ketidak utuhan saat perumusan maupun tidak tertampungnya seluruh makna, pikiran dan perilaku kedalam bahasa dan norma, tidak tepat apabila sebuah peraturan perundang- undangan dianggap selalu sudah jelas. Selalu ada ruang-ruang bagi lahirnya perda yang tidak sempurna atau terdapat pasal-pasal yang tidak mampu mengakomodir seluruh kepentingan para stakeholders.

Transcript of CONTOH LAPORAN PKKH

Page 1: CONTOH LAPORAN PKKH

laporan PKKH TTG MEKANISME PEMBUATAN PERDA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pembentukan Peraturan Daerah bukanlah sebuah proses yang semata-mata hanya menyusun pasal-pasal dan ayat-ayat sehingga menjadi sebuah peraturan, melainkan suatu pekerjaan yang rumit dan penuh pemikiran yang mendalam untuk merancang sebuah keadaan pada masa yang akan datang melalui seperangkat aturan sekaligus memprediksikan segala sesuatu sumber daya yang dibutuhkan untuk efektivitas pencapaian tujuan pengaturan tersebut.

Pada saat sedang menyusun peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya adalah menyusun perda, Prof Dr Satjipto Rahardjo mengingatkan pada kita semua bahwa hukum tidak berawal dari hukum itu sendiri, melainkan berawal dari manusia dan kemanusiaan.[1] Dengan demikian yang menentukan karya kita dibidang legislasi, yudikasi dan penegakannya adalah determinasi bahwa “hukum adalah untuk manusia”. Artinya adalah bahwa manusia dan kemanusiaan menjadi wacana yang utama dalam proses-proses tersebut.

Pada hakekatnya pembuatan perda adalah sebuah proses memberi bentuk terhadap sejumlah keinginan dan pemberian bentuk tersebut dirumuskan melalui bahasa kedalam norma yang tertulis. Bahasa dan norma yang dituliskan tersebut selalu akan berpotensi menuai kegagalan karena adanya berbagai keterbatasan baik karena ketidak utuhan saat perumusan maupun tidak tertampungnya seluruh makna, pikiran dan perilaku kedalam bahasa dan norma, tidak tepat apabila sebuah peraturan perundang-undangan dianggap selalu sudah jelas. Selalu ada ruang-ruang bagi lahirnya perda yang tidak sempurna atau terdapat pasal-pasal yang tidak mampu mengakomodir seluruh kepentingan para stakeholders.

Pemerintah Kabupaten Tabanan merupakan salah satu dari sembilan kabupaten dan kota yang ada diwilayah otonomi Provinsi Bali. Dalam hal menjamin kehidupan masyarakatnya, Pemerintah Kabupaten Tabanan telah menetapkan salah satu MISI “Mewujudkan Ketentraman dan Ketertiban dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara dengan tetap menjungjung tinggi Persatuan dan Kesatuan, Supremasi Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Asas Demokrasi. .” Untuk mempercepat Misi Pemerintah Kabupaten Tabanan dalam bidang ketentraman dan ketertiban, maka diperlukan suatu aturan yang mengatur kehidupan masyarakat yang dinamakan Peraturan Daerah (Perda).

I.2 Rumusan Masalah

Page 2: CONTOH LAPORAN PKKH

Dalam laporan PKKH ini saya mengangkat 2 permasalahan mengenai Peranan Bagian Hukum dan HAM Setda Kabupaten Tabanan dalam pembentukan Perda, yaitu :

1. Bagaimana mekanisme pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Tabanan?

2. Apa kendala-kendala yang di hadapi Bagian Hukum dan Ham dalam pembuatan Peraturan Daerah?

I.3 Tinjauan Pustaka

Dalam UU N0 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menggantikan TAP MPR III/MPR/2000 tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan RI. Dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 disebutkan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

a. UUD 1945

b. UU/Perpu

c. Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden

e. Peraturan Daerah

Tata urutan tersebut menunjukkan suatu jenjang dari PPU yang berlaku di Indonesia dan kalau dikaitkan dengan teori Hans Kelsen maupun Nawiasky, dengan stufenbau teorinya maka peraturan yang dibawah harus bersumber dan berdasar dari peraturan diatasnya, dan yang diatas harus menjadi dasar dan sumber peraturan dibawahnya. [2]

Perda sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Urgensi dibentuknya Perda adalah untuk memformulasikan urusan pemerintah dalam pelaksanaan otonomi daerah, tugas pembantuan, serta yang secara tegas ditentukan perlu dan harus diatur dalam Perda.[3]Yang berwenang membentuk adalah Kepala Daerah dengan persetujuan bersama DPRD (pasal 136 UU No. 32 Tahun 2004. Perda yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (pasal 136 ayat 4 UU No.32 Tahun 2004).

Dalam membentuk Peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi :

a. Kejelasan tujuan

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

Page 3: CONTOH LAPORAN PKKH

d. Dapat dilaksanakan

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

f. Kejelasan rumusan

g. Keterbukaan

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

I.4 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami peranan Bagian Hukum dan HAM Setda Kabupaten Tabanan dalam penyusunan Perda.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk memahami dan mengetahui bagaimana teknik pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Tabanan.

2. Untuk memahami dan mengetahui apa saja kendala-kendala yang dihadapi Bagian Hukum dan HAM Setda Kabupaten Tabanan dalam pembuatan Peraturan Daerah.

I.5 Manfaat Penulisan

a. Manfaat Teoritis

Agar dapat menemukan serta menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum sesuai dengan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan.

b. Manfaat Praktis

1. Agar teori yang di dapat, dapat dipraktekkan dalam masyarakat sehingga serta siap terjun kemasyarakat.

2. Agar mahasiswa mampu merancang sebuah Peraturan Daerah

3. Agar mahasiswa mengetahui kendala-kendala pemerintah dalam penyusunan Peraturan Daerah.

Page 4: CONTOH LAPORAN PKKH

I.6 Metode Penulisan

I. Jenis Penulisan

Dalam penulisan laporan ini digunakan memakai pendekatan Yuridis Empiris, yaitu pendekatan yang didasarkan pada aturan-aturan hukum dalam mengkaji permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan pelaksanaannya dalam masyarakat. Dengan kata lain terhadap permasalahan yang terdapat dalam laporan ini akan dikaji dari ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dan mengaturnya kemudian mengaitkannya dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi dilapangan.

II. Jenis Pendekatan

Jenis penelitian yang saya terapkan dalam laporan PKKH ini, mengacu pada beberapa pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), yaitu pendekatan masalah yang berdasarkan pada teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Pendekatan Fakta (The Fact Approach), yaitu pendekatan masalah yang didasarkan pada fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas.

III. Sumber Bahan Hukum

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan laporan ini berupa data primer dan data sekunder, sebagai berikut :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh di lapangan, berupa data dari hasil observasi secara langsung dan interview dengan Kepala Bagian Hukum dan HAM dan Kepala Sub. Bagian Perundang-undangan.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara membaca literatur dan perundang-undangan yang ada relevansinya yang ada relevansinya dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari :

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

c. Undang-undang No 10 Tahun 2004

3. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku literatur ilmu hukum, kamus hukum, tulisan-tulisan hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan.

IV. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/Data

Page 5: CONTOH LAPORAN PKKH

Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan teknik observasi, yaitu pengamatan secara langsung, dan teknik interview, yaitu sebagai suatu proses tanya jawab lisan dengan informan terkait untuk memperoleh data.

Sedangkan pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan dilakukan dengan pencatatan, yaitu pencatatan teori-teori, isi ketentuan perundang-undangan yang relevan, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

V. Teknik Analisis

Setelah data diperoleh melalui penelitian kepustakaan, maka data tersebut akan diolah dengan teknik kualitatif, yaitu dengan menentukan pada kualitas data yang diperoleh berkaitan dengan pokok permasalahan. Data tersebut kemudian dideskripsikan/dipaparkan secara sistematis dan dianalisis dengan menggunakan teori-teori yang berlaku (Deskriptif Analitis).

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Analisis

2.1.1 Tinjauan umum

Page 6: CONTOH LAPORAN PKKH

Indonesia sebagai Negara hukum, dalam penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan aturan hukum, sehingga memihak pada kepentingan rakyat, maka “pemikiran Negara hukum menyebabkan, bahwa apabila penguasa ingin meletakkan kewajiban-kewajiban di atas para warga (masyarakat), maka kewenagan itu harus ditentukan dalam Undang-Undang.[4]

Menurut Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia, M. Solly Lubis, menulis bahwa istilah pemerintah meliputi tiga pengertian yang tidak sama. Ketiga pengertian tersebut adalah badan legislative, eksekutif dan yudikatif, jadi semua badan kenegaraan yang menyelenggarakan kesejahteraan umum.[5] Pendapat umum mengakui bahwa pemerintahan yang sentralistik semakin kurang populer, karena ketidakmampuannya untuk memahami secara tepat nilai-nilai daerah atau sentimen aspirasi lokal. Alasannya, warga masyarakat akan lebih aman dan tentram dengan badan pemerintahan lokal yang lebih dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun psikologis. Sebaliknya pengaturan yang sentralistik, monopolistik dan seragam bagi seluruh wilayah tanah air justru akan menimbulkan ketidak puasan dan ketidak adilan serta melemahkan kesatuan bangsa, yang justru akan menimbulkan ancaman bagi eksistensi dan keutuhan negara kesatuan.

Menurut Laksamana TNI (Purn) Widodo As. “Pada hakikatnya, penyeelenggaraan pemerintahan daerah menurut asas otonomi, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat”. [6]“Permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah dampak dan implementasi peran serta masyarakat dalam rangka menjalankan prinsip demokratisasi dalam pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Artinya, pemberian kewenangan otonomi daerah yang diberikan menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, tidak hanya merupakan pelaksanaan desentralisasi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, melainkan dan terutama secara operasional harus menyentuh pelaksanaan desentralisasi kepada masyarakat yang diimplementasikan melalui peran serta masyarakat dan pemberdayaan masyarakat”.[7]

Dalam menjalankan roda pemerintahan daerah yang telah dimandatkan, Pemerintah daerah yang digerakkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda/Eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD/Legislatif) memerlukan suatu instrumen hukum, untuk menjamin kepastian hak dan kewajiban negara dan warga negaranya disetiap daerah. Dengan demikian, Pemerintah Daerah besama dengan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota diberi kewenangan oleh Undang-undang Dasar 1945 untuk membuat Peraturan Daerah (Perda). Menurut Undang- undang No. 10 Tahun 2004, Perda adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Perda memiliki fungsi antara lain :

1. Perda sebagai instrumen kebijakan (beleids instruments). Pada fungsi ini Perda sebagai sarana hukum merupakan alat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembentukan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi (UUD 1945) dan Undang-undang Pemda. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah melalui pembangunan daerah yang berkesinambungan (sustainable development) dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

Page 7: CONTOH LAPORAN PKKH

2. Perda merupakan pelaksana peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Perda tunduk pada asas hirarki peraturan perundang-undangan dimana Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ditingkat pusat (nasional)

3. Penangkap dan penyalur aspirasi masyarakat daerah. Dalam fungsi ini Perda merupakan sarana menyalurkan kondisi khusus daerah dalam konteks dimensi ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Dalam konteks ini peran serta masyarakat secara aktif sangat dibutuhkan agar semua pihak terkait dan berkentingan dapat tertampung semua aspirasinya dengan sebaik-baiknya

4. Harmonisator berbagai kepentingan. Dalam fungsi ini Perda merupakan produk perundang-undangan yang mempertemukan berbagai kepentingan. Oleh karena itu dalam pembentukan Perda, DPRD dan Pemda harus memperhitungkan kepentingan-kepentingan, baik pada tataran daerah yang bersangkutan, lingkup antar daerah, maupun pada tataran nasional

5. Sebagai alat transformasi perubahan bagi daerah. Dalam fungsi ini, Perda ikut menentukan keberhasilan Pemerintah dan pembangunan daerah. Perda bukan sekedar alat untuk mengatur tentang jalannya roda pemerintahan dan pembangunan, melainkan sebagai penagrah terhadap cita-cita daerah dalam menuju kearah kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Agar Peraturan Daerah dapat berfungsi secara optimal dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara sebagaimana yang diharapkan oleh pembentuknya, ada 3 landasan yang harus diperhatikan sebelum menyusunnya, yaitu :

1. Landasan filosofis

Landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi negara. Setiap masyarakat mengharapkan agar hukum itu dapat menciptakan keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan. Hal ini disebut juga dengan cita hukum. Dalam kaitan ini, penyusunan Peraturan Daerah harus memperhatikan secara sungguh-sungguh nilai-nilai (cita hukum) yang terkandung dalam Pancasila.

2. Landasan yuridis

Landasan yuridis sangat penting dalam penyusunan Perda, dalam hal ini berkaitan dengan :

Pertama, keharusan adanya kewenangan dari pembuat Peraturan Daerah. Dalam hal ini Perda harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.

Kedua, keharusan adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan Perda. Ketidaksesuaian jenis ini dapat menjadikan alasan untuk membatalkan Perda tersebut.

Ketiga, keharusan mengikuti tata cara atau prosedur tertentu. Jika tata cara atau prosedur tersebut tidak ditaati, maka Perda tersebut kemungkinan batal demi hukum dan/atau tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan Perda yang lebih tinggi tingkatannya.

Page 8: CONTOH LAPORAN PKKH

3. Landasan sosiologis

Landasan sosiologis adalah landasan yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat. Kondisi atau kenyataan ini dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat,kecenderungan dan harapan masyarakat. Dengan memperhatikan kondisi semacam ini Perda diharapkan dapat diterima oleh masyarakat dan mempunyai daya laku secara efektif (living law).

2.1.2 Mekanisme pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Tabanan

Dalam hal pembuatan Peraturan Daerah yang harus kita perhatikan adalah kewenangan dan potensi. Kewenangan disini maksudnya boleh tidaknya suatu daerah untuk mengatur atau memungut jenis pajak atau retribusi sedangkan potensi maksudnya obyek yang ada di wilayah Kabupaten yang bersangkutan apa ada atau tidak agar peraturan yang dibuat tidak mubazir. Setelah kedua terpenuhi antara potensi dan kewenangan barulah Perda tersebut dirancang.

Menurut I MADE TAMPIKA, SH, M.si selaku Kabag. Hukum dan Ham Setda Kabupaten Tabanan mekanisme pembuatan Perda di Kabupaten Tabanan yaitu :

1. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memiliki kewenangan merancang Ranperda sesuai dengan bidangnya dengan berbagai pertimbangan kemudian merancang sebuah Ranperda yang kemudian di ajukan kepada Sekertaris Daerah melalui Bagian Hukum dan Ham untuk mendapat pembahasan lebih lanjut

2. Kemudian Bagian Hukum menghimpun semua rancangan Perda yang diajukan oleh SKPD dalam bentuk Prolegda (Program Legislasi Daerah)

3. Bagian Hukum kemudian membentuk tim pembahas daripada Ranperda tersebut

4. Setelah dibahas, kemudian Ranperda tersebut disosialisasikan kepada masyarakat untuk mendapat masukan

5. Masukan-masukan tersebut kemudian di bahas oleh tim untuk menilai apakah masukan-masukan dari masyarakat tersebut bisa di tampung atau tidak

6. Ranperda tersebut kemudian di perbaiki

7. Draft final Ranperda kemudian disampaikan kepada DPRD dengan surat pengantar Bupati untuk mohon persetujuan dari DPRD untuk dapat ditetapkan menjadi Perda

8. Setelah dibahas oleh Legislatif dan sudah tidak ada permasalahan lagi kemudian Ranperda tersebut di setujui oleh Legislatif untuk diajukan ke Gubernur untuk di evaluasi

Page 9: CONTOH LAPORAN PKKH

9. Sehabis evaluasi kita perbaiki sesuai saran Gubernur kemudian dimohonkan persetujuan lagi ke Legislatif untuk bisa Ranperda tersebut ditetapkan menjadi Perda.

10. Kemudian dimohonkan tanda tangan kepada Bupati dan lanjut diundangkan dalam lembaran daerah, setelah itu sah lah Perda tersebut berlaku di Kabupaten Tabanan.

2.1.3 Kendala-kendala yang di hadapi Bagian Hukum dan Ham dalam pembuatan Peraturan Daerah

Dalam pembuatan Peraturan Daerah seringkali petugas pejabat pemerintah Kabupaten Tabanan mengalami kendala-kendala. Menurut Kepala sub. Bagian perundang-undangan “ I Nyoman Arianta, SH” yang mana bagian ini membidangi penyusunan dan mengharmonisasi penyusunan produk hukum daerah, mengemukakan beberapa kendala-kendala dalam pembuatan Perda, diantaranya :

1. Masih banyak Ranperda yang dirancang oleh SKPD belum sempurna sesuai yang diamanatkan oleh Undang-undang karena keterbatasan SDM dalam penyusunannya.

2. Ranperda yang dibuat kadang-kadang ada yang tidak dilandasi oleh ketiga landasan yaitu : Filosofis, sosiologis, dan yuridis.

3. Keterbatasan dana untuk mengadakan sosialisasi kepada masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat dalam penyusunan Perda menjadi agak minim.

4. Adanya perbedaan persepsi terhadap penafsiran peraturan perundangan-undangan dengan pemerintah provinsi sehingga berdampak terhadap pembatalan perda.

2.2 Solusi

Adapun cara yang ditempuh untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pembuatan Perda, yaiu :

1. Memanggil SKPD perancang Ranperda untuk diajak duduk bersama membahas Rancangan Perda, agar Rancangan Perda tidak bertentangan dengan Peraturan di atasnya.

2. Memberikan bimbingan kepada semua SKPD tentang cara-cara penyusunan Ranperda

3. Sosialisasi yang biasanya di lakukan di setiap kecamatan karena keterbatasan dana, maka dipusatkan di kabupaten. Dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Kecamatan.

4. Menyesuaikan Ranperda dengan peraturan yang lebih tinggi agar tidak tidak terjadi pembatalan Perda.

Page 10: CONTOH LAPORAN PKKH

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas sesuai judul yang diangkat mengenai Peranan Bagian Hukum dan Ham Setda Kabupaten Tabanan dalam pembentukan Perda, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Mekanisme pembuatan Perda di Kabupaten Tabanan dimulai dari Ranperda yang dibuat oleh SKPD yang berwenang dan diajukan kepada Sekda melalui Bagian Hukum, Ranperda di bahas tim, disosialisasikan, kemudian draft final Ranperda disampaikan ke DPRD dengan surat pengantar Bupati, Draft Ranperda yang sudah disetujui DPRD kemudian di revisi di Gubernur, setelah di revisi kemudian diajukan lagi ke DPRD untuk mohon persetujuan untuk di sahkan menjadi Perda, Setelah di setujui DPRD kemudian Bupati menetapkan Ranperda menjadi Perda.

2. Dari kendala-kendala yang dihadapi Bagian Hukum dan HAM dalam pembuatan Perda, telah melakukan beberapa solusi yaitu diantaranya :

a. Memberikan bimbingan kepada semua SKPD tentang cara-cara penyusunan Perda

b. Memusatkan sosialisasi di Kabupaten dengan mengundang tokoh-tokoh setiap kecamatan

c. Menyesuaikan Ranperda dengan peraturan yang lebih tinggi agar tidak terjadi pembatalan Perda.

3.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dapat dituangkan dalam laporan PKKH ini, ialah :

Page 11: CONTOH LAPORAN PKKH

1. Perlu kiranya SDM daripada perancang peraturan perundang-undangan ditingkatkan dengan jalan mengikuti Bintek, seminar,dll

2. Sosialisasi perlu lebih ditingkatkan sehingga masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam setiap pembuatan Perda.

3. Dukungan dana perlu ditingkatkan aga sosialisasi dapat dilaksanakan sampai ke desa-desa yang ada di Kabupaten Tabanan.

[1] Prof. Dr Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, hal 55

[2] Soeprapto, Maria Farida Indrati,2002, Ilmu Perundang-undangan : Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Jogyakarta, hal 29

[3] Wijaatmaja, Marhaendra, Struktur Peraturan Daerah : Ketentuan Pidana. Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup, Makalah dalam Pendidikan dan Pelatihan Perancangan Peraturan Daerah, Denpasar, Agustus 2002, hal 1

[4] M. Hadjon Philipus, 1997, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 130.

[5] Max Boli Sabon, SH. 1994. Ilmu Negara. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, hal. 20

[6] Sabarno Hari, 2007, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta, h. xvi.

[7] Koswara E, 2002, Otonomi Daerah Untuk Demokrasi Dan Rakyat, PT. Candi Cipta Paramuda, Jakarta, h. 299.