Cushing Syndrome
-
Upload
eristawida -
Category
Documents
-
view
29 -
download
4
description
Transcript of Cushing Syndrome
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan
oleh efek metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat
dalam darah. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli
bedah yang pertama kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912.
Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan glukokortikosteroid. Sangat sering
terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik. (Gleadle, 2003)
Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae,
osteoporosis, hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di
area leher, dan lain sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah
berpengaruh terhadap perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko
komplikasinya.
Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan
pada perempuan 1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom
cushing desebabkan oleh hipertensi berat sebesar 67%, diabetes gestasional
sebesar 30%. Kematian ibu telah dilaporkan sebanyak 3 kasus dari 65
kehamilan dengan sindrom cushing. (Hernaningsih dan Soehita, 2005)
Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca
melahirkan dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba
untuk menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan
menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom chusing secara umum yang
baik.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari sindrom cushing?
2) Apasaja etiologi dari sindrom cushing?
3) Bagaimana patofisiologi dari sindrom cushing?
4) Apa manifestasi klinis dari sindrom cushing?
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom cushing?
6) Bagaimana penatalaksanaan klien dengan sindrom cushing?
1
7) Komplikasi apa yang dapat terjadi pada sindrom cushing?
8) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sindrom cushing.
2. Untuk mengetahui etiologi dari sindrom cushing.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari sindrom cushing.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sindrom cushing.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom
cushing.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan klien dengan sindrom cushing.
7. Untuk mengetahui komplikasi pada sindrom cushing.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom
cushing.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Cushing Syndrome
Cushing sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar
adrenal sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid
(kortisol). Bentuk gangguan ini relatif jarang dijumpai.
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan
mencakup kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian
terapeutik kortikosteroid.
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan
hipertensi, akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal
karena hiperfungsi korteks adrenal. Sindromnya dapat tergantung
kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung ACTH.
2.2 Etiologi Cushing Syndrome
Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat
tinggi di dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh,
misalnya dalam pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan
metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan.
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di
dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma
chusing latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti
prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama
seperti kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi
kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang
berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon
ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari
kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh :
3
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-
80% wanita lebih sering menderita sindroma chusing.
2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise
yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga
menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang
terjadi, dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi
ACTH, kemudian tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan.
Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru
seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru,
pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler tiroid), atau
thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi
akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu
dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor
adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi
kadang-kadang adenoma benigna.
2.3 Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar
maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi
chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil
dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan
glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam
tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
1.)Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki
glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk
protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam
4
amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan
limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga
sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu
peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di
dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi
asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh
kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di
hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang
mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada
kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi
lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan
penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar.
Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis,
sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam
amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino
tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati
sehingga pembentukan glukosa meningkat.
2.)Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa
zat lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai
10 kali lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah
jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian
glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses
oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk
NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek
ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian
glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
5
Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan
kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa
plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid
menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan
jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan
pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja
insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami
hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin
yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan
meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.
Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun
tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan
manifestasi klinik DM.
3.)Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk
penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak.
Jika α gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam
lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi
asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan
pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga
obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa
supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas
trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot
memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4.)Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan
antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan
antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh
limfosit T yang tersensitasi.
6
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang
bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi
sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat
kekebalan terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan
berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan
menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon
primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada
setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-
sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit
imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan
reaksi hipersensitifitas lambat.
5.)Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga
menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6.)Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh
steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
7.)Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini
ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan
episode depresi singkat.
8.)Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi
jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan
peningkatan eritropoiesis.
7
2.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan
orang dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah
bulat, peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan
kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat
pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing
syndrome antara lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
8
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk
(a) Kelelahan yang sangat parah
(b) Otot-otot yang lemah
(c) Tekanan darah tinggi
(d) Glukosa darah tinggi
(e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
(f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi
(g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)
2.5 Pemeriksaan diagnostik dan Penunjang
Pada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium
dengan memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa.
Pemeriksaan
LaboratoriumVariabel Hasil
a. Hormon Metabolik
b. Sel Darah
a) 17-
Hidroksikortikoid
(17–OHCS)
b) 17-ketosteroid
(17–KS)
a) Eosinofil
b) Neutrofil
c) Darah
d) Urin
Naik
Naik
Turun
Naik
Naik
Turun
Positif
9
c. Glukosa
Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah
1. Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal
pada kadar kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada
gangguan fungsi adrenal.
2. Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab
sindrom cushing apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason
diberikan pada pukul 11 malam dan kadar kortisol plasma diukur pada
pukul 8 pagi di hari berikutnya.
3. Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk
memeriksabkadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang
merupakan metabolit kortisol & androgen dalam urine. Pada sindrom
cushing kadar metabolit dan kadar kortisol plasma akan meningkat.
4. Stimulasi CRF ( Corticotropin – Releasing Faktor), untuk membedakan
tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH.
5. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali
penyebab sindrom cushing
6. Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal
& mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang Hasil
10
a. Foto Rontgen tulang
b. Pielografi
Laminografi
c. Arteriografi
d. Scanning
e. Ultrasonografi
f. Foto Rontgen Kranium
a. Osteoporosis terutama pelvis,
Kranium, kosta, vertebra
b. Pembesaran adrenal (Karsinoma)
Lokalisasi tumor adrenal
c. Hiperplasi
d. Tumor
e. Hiperplasi
f. Tumor Hipofisis
2.6 Penatalaksanaan Chusing Syndrome
Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab
hormon kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat
dilakukan secara pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat
untuk menghambat kortisol. Jika penyebabnya adalah penggunaan jangka
panjang hormon glukokortikoid yang digunakan untuk mengobati gangguan
lain, dokter secara bertahap akan mengurangi dosis hingga mencapai dosis
terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan gangguan itu. Setelah
kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid dapat
ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi
efek samping .
a. Hipofisis Adenoma
Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis . Cara
yang paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor , yang
dikenal sebagai transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan
mikroskop khusus dan instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan
mendekati kelenjar pituitari melalui lubang hidung atau pembukaan yang
dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan atau penyembuhan dari
prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang ahli bedah
yang berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH
11
dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami,
namun untuk sementara klienakan diberi bentuk sintetis dari kortisol
( seperti hydrocortisone atau prednisone).
Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal , dapat
dilakukan metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan
selama 6. Hal ini memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum
klien merasa lebih baik. Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat
Mitotane (Lysodren) dapat membantu mempercepat pemulihan . Mitotane
dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma
dan urin. Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane
mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau
dengan kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan kortisol
diantaranya aminoglutethimide , metyrapone , trilostane dan ketoconazole.
b. Ektopik ACTH Syndrome
Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH
ektopik dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker
yang mensekresi ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi,
kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi dari perawatan ini tergantung
pada jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah menyebar.
Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker paru-paru sel kecil)
mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis,
obat penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari
pengobatan. Pada beberapa kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil,
operasi pengangkatan kelenjar adrenal ( adrenalektomi bilateral ) dapat
menggantikan cara pengobatan.
c. Tumor Adrenal
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari
kelenjar adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal
operasi pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan.
12
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat sindrom cushing adalah :
a. Penyakit arteri koroner, terjadi karena hipertensi berat.
b. Infeksi berat, terjadi jika pasien mengalami diabetes melitus dan
mengalami luka, sehingga memungkingkan terjadinya infeksi berat.
c. Penyakit serebro vaskuler (cerebro vascular desease / CVD).
13
Faktor di dalam tubuh
Tumor ektopik
Tumor kel. hipofisis
Gg. Primer kel. Adrenal
Hiperplasia Adrenal
Produksi ACTH berlebih
2.8 WOC
14
Glukokortikoid atau kortisol meningkat
Korteks adrenal terus memproduksi glukokortikoid
Retensi natrium dan pembuangan kalium meningkat
Efek katabolik dan anabolik
Mobilisasi asam lemak oleh kortisol
Menghambat respon sistem kekebalan tubuh
Faktor di luar tubuh
Alkoholik Farmakologi seperti kortikosteroid
Menekan kemampuan aksis hipotalamus dan hipofisis
Melepas CRH dan ACTH berlebih
Stres
Retensi Na +
Pembuang-an kalium
Penumpukan cairan
Oedema
Hipokale-mia
Menghambat pembentukan
antibodi humoral, pusat germinal limpa
dan jaringan limfoid
Metabolisme protein Metabolisme KH Metabolisme Lemak Sistem Kekebalan
Kemampuan sel membentuk protein me
Menekan pengangkutan as.amino ke sel tokstrahepatik
a
Konsentrasi as. Amino
intrasel me
Menekan proses
oksidasi nikotinamid-
adenin-dinukleotida
(NADH)
Glukoneogenesis oleh hati
me
α gliserofosfat dalam sel me
Asam lemak di sel me
Luka sulit sembuh
MK. Gg integritas
kulit15
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi
di sentral tubuh
Sekresi sel-sel T dan antibodi menurun
Otot Tulang
Atrofi Osteoporosis,
lemah
MK. Risiko tinggi cedera
Sintesis protein di sel me
Katabolisme protein di sel me
Kehilangan simpanan protein
Lemah
MK. Intoleransi
aktivitas
As. Amino di plasma me
Glikolisis menurun
Pemakaian glukosa menurunGlukosa me
Sekresi insulin me
Fungsi insulin tidak adekuat
Hiperglikemi
Kadar oksigen rendah
Kulit
Mudah luka dan ruptur
Asam lemak bebas di plasma me
Penggunaan energi
me
Penumpukan lemak berlebih
Obesitas
Moon face Bufallo hump
Cairan interstisial tertarik ke vaskular
Cairan dalam
vaskular me
Memicu hipotalamus untuk respon
haus
Cairan dalam sel me
MK. Gg Citra tubuh
MK. Risiko tinggi infeksi
MK. Kelebihan Volume Cairan
2.8 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur,
pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering
terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak
antara usia 20 dan 30 tahun.
2) Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, klien mengeluh lemah, terjadi kenaikan
berat badan.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan ada memar pada kulit.
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah mengkonsumsi obat-obatan kartikosteroid
dalam jangka waktu yang lama.
5) Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau
kelainan kelenjar adrenal lainnya.
6) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum lemah
b. Tanda vital : suhu meningkat, tensi meningkat, nadi cepat dan
lemah
c. Sistem Integumen
Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar dan
edema.
d. Sistem Pernapasan
Kaji apakah terdapat pernapasan tachipneu dan pernapasan cuping
hidung
e. Sistem Kardiovaskuler
Kaji pasien terhadap hipertesi dan hipertensi cairan dengan pitting
edema
f. Sistem Pencernaan
17
Kaji mukosa bibir klien apakah nampak kering atau pucat, kaji
tenggorokan terhadap pembesaran kelenjar tiroid.
g. Sistem Gastrointestinal
Pada pemeriksaan fisik ditemukan garis-garis penegangan atau strie
pada abdomen.
h. Sistem Neurologis
Fungsi mental pasien dikaji yang mencakup keadaan emosi, respon
terhadap pertanyaan, kesadaran akan lingkungan & tingkat depresi.
i. Sistem Musculoskeletal
Kaji terhadap, Bufallo hamp, Obesitas badan dengan ekstremitas
kecil, Penumpukan lemak supra klapikular, Sakit pinggang,
Kehilangan otot ataukehilangan massa otot, atrofi otot dan
Osteoporosis.
7) Analisa Data
Data Pendukung Etiologi Masalah
DS :
Merasa seluruh
badannya lemah
DO :
Kemampuan berdiri dari
posisi duduk terbatas
aktivitas dibantu
keluarga dan perawat
tirah baring /imobilisasi
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
Sintesis protein menurun
Produk protein di otot dan
tulang menurun
Pembentukan energy
meningkat
Intoleransi aktivitas
Intoleransi Aktivitas
DS :
Klien mengatakan ada
memar dan lukanya sulit
sembuh
Sekresi kortisol meningkat
Kadar kortisol dalam darah
Kerusakan
integritas kulit
18
DO :
Ada memar dan luka
yang belum sembuh
Kelembapan kulit
menurun
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
meningkat
Sintesis protein menurun
Protein di kulit hilang
Mudah memar dan tipis
Kerusakan integritas kulit
DS :
Penolakan terhadap
berbagai perubahan
aktual
Perasaan negatif
mengenai bagian tubuh
(perasaan tidak berdaya)
Keputusasaan atau tidak
ada kekuatan
DO :
Ada moon face, buffalo
hump, obesitas
perubahan struktur dan
atau fungsi secara aktual
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
Mobilisasi asam lemak
Asam lemak dalam plasma
meningkat
Distribusi jaringan adipose
menumpuk di sentral
Moon face, buffalo hump
Gangguan citra tubuh
Gangguan citra
tubuh
DS :
Perubahan haluaran
urine
DO :
Haluaran urine dan
adanya glukosuria
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
Retensi natrium
Penumpukan cairan
Gangguan keseimbangan
Kelebihan volume
cairan
19
cairan
DS :
Melaporkan nyeri baik
secara verbal maupun
nonverbal
DO :
Posisi untuk mengurangi
nyeri
tingkah laku ekspresif
(gelisah, meringis, dan
mengeluh)
Perubahan dalam nafsu
makan
Pemakaian obat
glukokortikoid dalam
jangka panjang
Kadar kortisol dalam darah
Sekresi asam lambung
meningkat
Ulkus mukosa lambung
Nyeri
Nyeri
DS :
Keterbatasan
kemampuan untuk
melakukan ketramppilan
motorik halus
DO:
Keterbatasan ROM
Kadar kortisol dalam darah
Produksi protein
Protein di tulang hilang
Atropi otot
Resiko tinggi cedera
Resiko tinggi Cedera
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien
dengan sindrom cushing adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat
kortisol dalam darah meningkat
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis
protein di otot menurun
20
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat
kelemahan dan perubahan metabolisme protein
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema,
kerusakan proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
5. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan suasana
hati, insomnia mudah terangsang, dan depresi.
6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan
penampilan fisik, kerusakan fungsi seksual, dan penurunan tingkat
aktivitas
7. Risiko infeksi berhubungan dengan respons inflamatori
C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat
kortisol dalam darah meningkat
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat
badan stabil, TTV rentang normal
Intervensi Rasional
Observasi masukan dan haluaran, catat
keseimbangannya.
Timbang berat badan tiap hari
Menunjukan status volume sirkulasi,
terjadinya perbaikan atau perpindahan
cairan, peningkatan BB sering
menunjukkan retensi cairan lanjut
Pantau tekanan darah
Peningkatan tekanan darah biasanya
berhubungan dengan kelebihan volume
cairan tetapi mungkin tidak terjadi
karena perpindahan cairan keluar area
vaskuler
Observasi derajat perifer atau sentral
yang mengalami edema dependen
Perpindahan cairan pada jaringan
sebagai akibat retensi natrium dan air,
penurunan albumin dan penurunan
21
ADH.
Menentukan derajat edema yang sedang
dialami agar intervensi dapat dilakukan
dengan tepat
Pantau albumin serum dan elektrolit
(khususnya kalium dan natrium)
Penurunan albumin serum
memperngaruhi tekanan osmotic koloid
plasma, mengakibatkan pembentukan
edema
Batasi natrium dan cairan sesuai
indikasi
Natrium mungkin dibatasi untuk
meminimalkan retensi cairan dalam
area ekstravaskuler
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga
sintesis protein dapat ditingkatkan,
mengurangi retensi natrium, edema
dapat diminimalisir
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein
di otot menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit
(mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai
berjalan secara bertahap
Intervensi Rasional
Batasi aktivitas klien
Menurunkan permintaan untuk
metabolisme pembentukan energi oleh
tubuh saat beraktivitas
Observasi kadar kortisol klien dengan
pemeriksaan laboratorium darah
Menilai kadar kortisol yang ada di dalam
darah, sehingga mempunyai acuan untuk
menurunkan kadar kortisol
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga
22
sintesis protein dapat ditingkatkan,
mengurangi retensi natrium, edema
dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara
bertahap dari posisi berbaring, miring
ke kanan dan ke kiri dilanjutkan posisi
duduk, berdiri dan berjalan
Perlu dilatih untuk meningkatkan
kekuatan otot klien dan menilai sejauh
mana gerakan yang dapat dilakukan
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot ditandai dengan
kelemahan dan perubahan metabolisme protein
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam sintesis protein, distribusi protein
ke tulang dan kelemahan dapat diatasi
Kriteria hasil : Cedera tidak terjadi sehingga klien bebas dari cedera jaringan lunak
atau fraktur, klien tidak mengalami suhu tubuh yang naik,
kemerahan, nyeri atau tanda infeksi dan inflamasi.
Intervensi Rasional
Observasi tanda-tanda ringan infeksi
Efek antiinflamasi kortikosteroid dapat
mengaburkan tanda-tanda umum
inflamasi dan infeksi
Menciptakan lingkungan yang
protektif, dengan cara media yang
membahayakan dapat diminimalisir
Mencegah jatuh, fraktur dan cedera
lainnya pada tulang dan jaringan lunak
Membantu klien saat ambulasi (yaitu
bergerak dari satu tempat ke tempat
lain tanpa tongkat atau kruk
Mencegah terjatuh atau terbentur pada
sudut furniture yang tajam.
Berikan diet tinggi protein, kalsium,
dan vitamin D
Meminimalkan penipisan massa otot dan
osteoporosis
Tindakan kolaboratif pemberian obatMenekan produksi kortisol sehingga
sintesis protein dapat ditingkatkan
23
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan
proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam kondisi kulit klien dapat membaik
Kriteria hasil : Memar hilang, luka dapat sembuh, turgor kulit lebih baik,
pigmentasi kulit normal
Intervensi Rasional
Observasi dengan inspeksi kulit
terhadap perubahan warna, turgor,
vascular
Menandakan area sirkulasi
buruk/kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan infeksi
Pantau masukan cairan dan hidrasi
kulit dan membran mukosa
Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi
dan integritas jaringan pada tingkat
seluler
Observasi area yang juga mengalami
edema
Jaringan edema lebih cenderung
rusak/robek akibat elastisitas jaringan
menurun karena tekanan oleh cairan
Berikan perawatan kulit. Berikan
salep atau krim
Lotion dan salep mungkin diinginkan
untuk menghilangkan kering, robekan
kulit
Kolaborasi dalam pemberian matras
busa.
Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit.
Menurunkan tekanan lama pada
jaringan.
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga
sintesis protein dapat ditingkatkan,
mengurangi retensi natrium, edema dapat
diminimalisir
24
D. Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat
perlu untuk menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan,
seperti menilai:
(a) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
(b) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam
batas normal
(c) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi,
infeksi, dan turgor kembali baik
(d) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
(e) Skala nyeri
Kita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam
susunan sebagai berikut:
a) S (data subjektif)
Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan
b) O (data objektif)
Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c) A (Analisis)
Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara
informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil.
Kesimpulan berupa masalah teratasi, teratasi sebagian, dan tidak
teratasi.
d) P (Planning)
Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cushing sindrom adalah kelainan hiperfungsi kelenjar adrenal yang
bertugas memproduksi glukokortikoid atau kortisol. Pada penyakit ini kadar
kortisol dalam darah meningkat. Faktor pemicu keadaan tersebut ada dua
yaitu faktor luar dan dalam tubuh. Secara umum yang paling sering terjadi
yaitu pengobatan kortikosteroid dan keganasan dalam tubuh yang memicu
peningkatan CRH oleh hipotalamus dan ACTH dari hipofisis sebagai respon
umpan balik saat sel target akan hormon kortisol. Hormon kortisol yang
meningkat memberikan dampak pada beberapa fungsi tubuh seperti
penumpukan lemak pada daerah sentral yang disebut moon face, tubuh
semakin gemuk baik akibat kelebihan volume cairan maupun penumpukan
lemak, dan lain sebagainya.
3.2 Saran
Setelah mengetahui dan memahami bagaimana proses penyakit
cushing sindrom dan asuhan keperawatan kepada klien dengan cushing
sindrom, mahasiswa keperawatan sebaiknya mampu menerapkannya dalam
praktik lapangan. Hasil diskusi kelompok kami ini tentunya masih memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu kami memohon kritik dan sran sehingga
dapat membangun kesempurnaan makalah ini.
26
DAFTAR PUSTAKA
__.2013.Cushing’s Syndrome.
www.medicinenet.com/cushings_syndrome/article.htm. Diakses tanggal 7
Maret 2014
Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 3.
Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC. Halaman 999-1003
http://medicastore.com/penyakit/3052/Cushing’s_Syndrome.html
J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGC
Pierce A. Grace and Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3.
Jakarta : EMS
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 16, 87-90
Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta:EGC.
Sumber : http://endocrine.niddk.nih.gov
Sylvia A. Price; Patofisiologi, halaman 1090-1091
Tjokroprawiro, Askandar.2000. Garis besar kuliah ADRENAL: PATOGENESIS,
DIAGNOSIS, DAN TERAPI. Surabaya: Lab.-SMF Penyakit Dalam
FK.UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Halaman 2
Wilkinson, Judith M. Ahern, Nancy R. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan:
diagnosis NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC. Ed.9.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
27