Definisi Dan Etiologi Trauma Medula Spinalis
-
Upload
riza-rivai -
Category
Documents
-
view
33 -
download
1
description
Transcript of Definisi Dan Etiologi Trauma Medula Spinalis
LAPORAN MATA KULIAH KEPERAWATAN TRAUMA
“TRAUMA MEDULA SPINALIS”
Dikerjakan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Keperawatan Trauma
Disusun oleh :
Kelas 3A
Program Studi Ilmu keperawatan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
2013
Daftar Isi
Daftar Isi..................................................................................................................1
Definisi.....................................................................................................................2
Etiologi.....................................................................................................................2
KOMPLIKASI.........................................................................................................3
PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS (FASE AKUT)..........6
Patofisiologi.............................................................................................................8
Rencana Asuhan Keperawatan.................................................................................9
1
Definisi
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
ataupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi pada medula spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau
kematian.
Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini yang
banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma tentang
kemajuan di bidang penatalaksanaanya, kalau di masa lalu cidera tersebut lebih
banyak disebabkan oleh jatuh dari ketinggian seperti pohon kelapa, keadaan masa
kini penyebabnya lebih beranekaragan seperti : kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
tempat ketinggian dan kecelakaan olahraga. Pada masa lalu kematian penderita
dengan cidera sumsum tulang belakang terutama disebabkan oleh terjadinya
penyakit berupa : ISK, gagal ginjal, dan dekubitus.
2
Etiologi
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah serfikal dan lumbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi,
hiperekstensi, kompresi, atau rotasi tulang belakang. Daerah torakal tidak banyak
terjadi karena terlindung dengan struktur thorak. Fraktur dapat berupa patah
tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada
sumsum tulang belakang dapat berupa memar, contusio, kerusakan melintang,
laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah atau perdarahan. Kelainan
sekunder pada sumsung tulang belakang dapat disebabkan hipoksemia dan
iskemia. Iskemia disebabkan hipotensi, edema atau kompresi. Kerusakan pada
sumsum tulang belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan
terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat
dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan olah kerusakan sebenarnya dari
jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau edema.
KOMPLIKASI
Neurogenik shock
Hipoksia
Gangguan paru-paru
Instabilitas spinal
Orthostatic Hipotensi
Ileus Paralitik
Infeksi saluran kemih
Kontraktur
Dekubitus
Inkontinensia blader
Konstipasi
3
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara ( dimana pasien
sembuh sempurna ) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi medula
( baik salah satu atau dalam kombinasi ), sampai transaksi lengkap medula ( yang
membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera ).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis,darah dapat merembes keekstra
dural,subdural,atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjadi kontisio
atau robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur.Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi
nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan
bertambahnya usia. Selain itu,serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami
hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia nukleus
pulposus melalui anulus,dan menekan radiks saraf spinal.
1. PENDARAHAN MIKROSKOPIK
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-
perdarahan kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan
pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat
aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis meningkatkan luas cidera
korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau
terjerat.
2. HILANGNYA SESASI, KONTROL MOTORIK, DAN REFLEKS.
Pada cidera spinal yang parah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg
dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal.
Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segen
diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta
syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya
menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap
4
permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang
parah.
3. SYOK SPINAL
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua
segme diatas dan dibawah tempat cidera. Repleks-refleks yang hilang adalah
refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan
darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara
akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak,
yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks.Syok spinl biasanya
berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal
berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta
refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.
4. HIPERREFLEKSIA OTONOM
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar
refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom
dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik
nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan
pengaktifan sistem saraf simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka
terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui
oleh baroreseptor.Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat
kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung
sehingga kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis
akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah.Respon parasimpatis dan
simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan darah kenormal.Pada
individu yang mengalami lesi korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat
kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf
desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks
simpatis dibawah tingkat tersebut terus berangsung.
5
Pada hiperrefleksia otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200
mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau infark miokardium.Rangsangan
biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau
rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
5. PARALISIS
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada
transeksi korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan
bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut
kuadriplegia.Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah
C6 dan disebut paraplegia.Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi
maka dapat terjadi hemiparalisis.
a. Autonomic Dysreflexia
Adanya lesi diatas T6 dan Cervical
Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose
flesh, nasal stuffness
b. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan
seksual berubah
PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS (FASE AKUT)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.
1 Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medula.
2 Tindakan Respiratori
6
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi
atau eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
2. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk
pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
3 Reduksi dan Fraksi skeletal
1. Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi,
dan stabilisasi koluma vertebrata.
2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk
traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3. Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah
4 Laminektomi Dilakukan Bila :
1. Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2. Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3. Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal
4. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur
spinal atau dislokasi atau dekompres medulla. (Diane C. Braughman, 2000
; 88-89)
5 Penatalaksanaan medis
Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang belakang
yaitu :
1. Pemeriksaan klinik secara teliti
Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik, dan
refleks.
Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan
adanya fraktur dislokasi.
Keadaan umum penderita.
2. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang
7
Resusitasi klien.
Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
Perawatan kandung kemih dan usus.
Mencegah dekubitus.
Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi
lainnya.
Patofisiologi
8
Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi dan Rasional
1) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak efektifnya
refleks batuk, immobilisasi
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan batuk dan produksi
secret
Auskultasi bunyi nafas.
Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi
lehe, bersihkan sekret)
Lakukan suction jika perlu.
Letak Trauma menentukan fungsi
otot-otot interkostal/kemampuan untuk
batuk spontan/mengeluarkan secret
Hipoventilasi biasanya terjadi atau
menyebabkan akumulasi
Mencegah aspirasi/ mempertahankan
jalan nafas
Jika batuk tidak efektif penghisapan
diperlukan untuk mengeluarkan secret.
9
Berikan minum hangat jika tidak ada
kontraindikasi
Membantu mengeluarkan secret
2) Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan paralisis otot pernafasan.
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi nafas setiap jam
Suction jika perlu
Monitor analisa gas darah
Monitor tanda-tanda vital setiap 2
jam.
Hindari obat-obatan sedatif jika
memungkinkan.
Hipoventilasi biasanya terjadi atau
menyebabkan akumulasi
Jika batuk tidak efektif
penghisapan diperlukan untuk
mengeluarkan secret
Menentukan Fungsi otot
Pernafasan
Mengetahui adanya keelainan
paru-paru
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal, defisit,
sensasi/ motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.
Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian neurologik
setiap 4 jam.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
dengan memperhatikan kestabilan
tubuh dan kenyamanan pasien.
Gunakan alat ortopedi, colar,
handsplit.
Mengevaluasi keadaan secara
khusus
Mengurangi tekanan pada salah
satu area dan meningkatkan sirkulasi
perifer
Menjaga kestabilan dari kolomna
vertebra dan membantu proses
10
Monitor adanya nyeri dan
kelelahan pada pasien
Konsultasikan kepada fisioterapi
untuk latiahan dan penggunaan alat
seperti splints
penyembuhan
Banyak sekali pasien dengan
trauma saraf servikal mengalami
pembentukan thrombus karena
gamgguan sirkulasi
perifer,imobilisasi dan kelumpuhan
flaksid
Menetapkan kemampuan dan
keterbatasan pasien dalam pergerakan
4) Gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, defisit sensasi /
motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi
Intervensi Rasional
Inspeksi seluruh area kulit
Lakukam masase dan lubrikais
pada kulit dengan losion/minya
Lakukan perubahan posisi sesering
mungkinditempat tidur atau sewaktu
duduk
Tinggikan ekstremitas bawah
secara periodic
Berikan terapi kinetic atau matras
Kulit biasanya cenderung rusak
karena perubahan sirkulasi perifer
Meningkatkan sirkulasi dan
melindungi permukaan kulit
Mengurangi tekanan pada daerah
tulang yang menonjol
Meningkatkan arus balik vena
Meningkatkan sirkulasi sistemik
dan perifer
11