dsad

53
1. Mengetahui dan Memahami Trauma Kepala (Craniocerebral) 1.1. Defnisi Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada k kepala, tengkorak dan otak, sedangkan Doenges, (1999) cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena, raktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio !e!ar, leserasi dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral , batang otak" #edera kepala !erupakan proses di!ana terjadi trau!a langsung atau deselerasi terhadap kepala yang !enyebabkan kerusakan tengkorak dan otak ($ierce % &eil" 200')" dapun !enurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan ber kongenital ataupun degenerati, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan sik d luar, yang dapat !engurangi atau !engubah kesadaran yang !ana !eni!bulkan kerusakan ke!a!puan kogniti dan ungsi sik" Beberapa pengertian diatas dapat disi!pulkan,bah*a cedera kepala adalah trau!a pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tid langsung pada kepala yang dapat !engakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat !enyebabkan ke!atiaan" 1.2. Etiologi +osjidi (200 ), penyebab cedera kepala antara lain- 1" .ecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan ber!otor atau sepeda, dan !obil" 2" .ecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan" /" #edera akibat kekerasan" " Benda tu!pul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah di!ana dapat !erobe otak" " .erusakan !enyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat siat '" Benda taja!, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah di!ana dapat !erobek otak, !isalnya terte!bak peluru atau benda taja!" 1.3. Klasifasi Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 !aca! yaitu- a" #edera kepala terbuka uka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau penetrasi , besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh !assa dan bentuk d benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak !enusuk dan !as kedala! jaringan otak dan !elukai dura!eter sara otak, jaringan sel otak akibat taja!3 te!bakan, cedera kepala terbuka !e!ungkinkan ku!an pathogen !e!ili abses langsung ke otak" b" #edera kepala tertutup Benturan kranial pada jaringan otak didala! tengkorak ialah goncangan yang !endadak" Da!paknya !irip dengan sesuatu yang bergerak cepat, ke!udian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tu!pah" #edera kepala tertutup !eliputi- kombusio gagar otak, kontusio !e!ar, dan laserasi "

description

sasdsa

Transcript of dsad

Faradiba Febriani

1. Mengetahui dan Memahami Trauma Kepala (Craniocerebral)1.1. DefinisiMenurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, sedangkan Doenges, (1999) cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, leserasi dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil. 2006). Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematiaan.1.2. EtiologiRosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.3. Cedera akibat kekerasan.4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak.5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.1.3. KlasifikasiMenurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu:a. Cedera kepala terbukaLuka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.b. Cedera kepala tertutupBenturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar, dan laserasi.Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu;a. Ringan1.) GCS = 13 152.) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.3.) Tidakada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI, 2004).a. Berdasarkanmekanismenyacedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu1). cedera kepala tumpul.Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.2). Cedera tembus.Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI, 2004)b. Berdasarkan morfologi cedera kepala.Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi1). Laserasi kulit kepalaLaserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.2). Fraktur tulang kepalaFraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadia). Fraktur linierFraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.b). Fraktur diastasisFraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.c). Fraktur kominutifFraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.d). Fraktur impresiFraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.e). Fraktur basis kraniiFraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.3). Cedera kepala di area intrakranial.Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus.

1). Cedera otak fokal yang meliputia). Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.b). Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut.Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.c). Perdarahan subdural kronik atau SDH kronikSubdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejangd). Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH) Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yanghomogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.e). Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.2). Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011)Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Fasospasme luas pembuluh darah dikarenakan adanya perdarahan subarahnoit traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi diparenkim otak dengan manifestasi iskemia yang luas edema otak luas disebabkan karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai cedera kepala difus. Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut (Sadewa, 2011) maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi .a). Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAIDifus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan .b). Kontsuio cerebriKontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.

c). Edema cerebriEdema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.d). Iskemia cerebriIskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.

Cedera kepala yang sudah di uraikan di atas menurut (Judikh Middleton,2007) akan menimbulkan gangguan neurologis / tanda-tanda sesuai dengan area atau tempat lesinya yang meliputia. Lobus frontal atau bagian depan kepala dengan tanda-tanda1). Adanya gangguan pergerakan bagian tubuh (kelumpuhan)a). Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan rumit yang di perlukan untuk menyelesaikan tugas yang memiliki langkah-langkah, seperti membuat kopib). Kehilangan spontanitas dalam berinteraksi dengan orang lain c). Kehilangan fleksibilitas dalam berpikird). Ketidakmampuan fokus pada tugase). Perubahan kondisi kejiwaan (mudah emosional)f). Perubahan dalam perilaku sosial g). Perubahan dalam personalitash). Ketidakmampuan dalam berpikir (kehilangan memory)b. Lobus parietal, dekat bagian belakang dan atas dari kepala1). Ketidakmampuan untuk menghadirkan lebih dari satu obyek pada waktu yang bersamaan2). Ketidakmapuan untuk memberi nama sebuah obyek (anomia)3). Ketidakmampuanuntukmelokalisasikata-katadalamtulisan (agraphia)4). Gangguan dalam membaca (alexia)5). Kesulitan menggambar obyek6). Kesulitan membedakan kiri dan kanan7). Kesulitan mengerjakan matematika (dyscalculia)8). Penurunan kesadaran pada bagian tubuh tertentu dan/area disekitar (apraksia) yang memicu kesulitan dalam perawatan diri9). Ketidakmampuan fokus pada perhatian fisual/penglihatan10). Kesulitan koordinasi mata dan tanganc. Lobus oksipital, area paling belakang, di belakang kepala1). Gangguan pada penglihatan (gangguan lapang pandang)2). Kesulitan melokalisasi obyek di lingkungan3). Kesulitan mengenali warna (aknosia warna)4). Teriptanya halusinasi5). Ilusi visual-ketidakakuratan dalam melihat obyek6). Buta kata-ketidakmampuan mengenali kata7). Kesulitan mengenali obyek yang bergambar8). Ketidakmampuan mengenali gerakan dari obyek9). Kesulitan membaca dan menulisd. Lobus temporal : sisi kepala di atas telinga1). Kesulitan mengenali wajah (prosoprognosia)2). Kesulitan memahami ucapan (afasiawernicke)3). Gangguan perhatian selektif pada apa yang dilihat dan didengar4). Kesulitan identifikasi dan verbalisai obyek5). Hilang ingatan jangka pendek6). Gangguan memori jangka panjang7). Penurunan dan peningkatan ketertarikan pada oerilaku seksual8). Ketidakmampuan mengkategorikan onyek (kategorisasi)9). Kerusakan lobus kanan dapat menyebabkan pembicaraan yang persisten10). Peningkatan perilaku agresif e. Batang otak : dalam di otak1). Penurunan kapasitas vital dalam bernapas, penting dalam berpidato2). Menelan makanan dan air (dysfagia)3). Kesulitan dalam organisasi/persepsi terhadap lingkungan4). Masalah dalam keseimbangan dan gerakan5). Sakit kepala dan mual (vertigo)6). Kesulitan tidur (insomnia, apnea saat tidur)f. Cerebellum : dasar otak1) Kehilangan kemampuan untuk mengkoordinasi gerakan halus2) Kehilangan kemampuan berjalan3) Ketidakmampuan meraih obyek4) Bergetar (tremors)5) Sakit kepala (vertigo)6) Ketidakmampuan membuat gerakan cepatc. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya.Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer,2000) dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi1). Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 15.1. Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.2. Tidak ada kehilangan kesadaran3. Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang4. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing5. Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala6. Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat2). Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13.Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.a). Amnesia paska trauma b). Muntahc). Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)d). Kejang3). Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.a). Penurunan kesadaran secara progresifb). Tanda neorologis fokalc). Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (mansjoer, 2000)1.4. PatofisiologiCedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo, 2002).Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).1.5. Manifestasi KlinikGejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah lakuGejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau hahkan koma.b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

1.6. Diagnosis dan Diagnosis BandingPEMERIKSAAN LABORATORIUMLevel hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam penilaian pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma. Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang mengakibatkan DIC. Pengetahuan utama akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan akan dilakukan. Jika dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan pre-operatif dan intra-operatif. Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang signifikan pada level hematokrit dalam rongga kranium kaku. Pada bayi, yang volume darahnya terbatas, perdarahan epidural dalam kranium meluas dengan sutura terbuka yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti. Perdarahan yang demikian mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan pengawasan berhati-hati dan sering terhadap level hematokrit. PENCITRAAN Radiografi Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati. Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena kecacatan kranium yang lebih besar. CT-scan CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam mendiagnosa perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan menghambat ventrikel keempat. CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap. Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas (yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati sebagai isodensitas atau area densitas-rendah, yang mungkin mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level hemoglobin serum yang rendah. Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan CT-scan aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan efek massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus, rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi hematom pada lempengan coronal. Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural, kontusio serebral, dan hematom intraserebral MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas.

1.7. Tatalaksana1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.3. Pemberian analgetik.4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol.5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.7. Pembedahan.CEDERA KEPALA RINGANDefinisi: Pasien bangun, dan mungkin bisa berorientasi (SKG 14-15). (Tidak termasuk pasien sadar kelompok cedera kepala berat).Pengelolaan setelah pasien distabilkan :1. Riwayat: Jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, nyeri kepala, perdarahan hidung / mulut / telinga, kejang2. Pemeriksaan umum untuk menegakkan cedera sistemik3. Pemeriksaan neurologis4. Radiografi tengkorak5. Radiografi servikal dan lain-lain atas indikasi6. Kadar alkohol darah serta urin untuk skrining toksik (bila ada).7. CT scan idealnya dilakukan bila didapatkan tujuh pertama dari kriteria rawat.Algoritma Pasien Cedera otak traumatikPenilaian dan Tindakan pada Cedera Otak Traumatika (COT) Pra Rumah Sakit Rujukan.Nilai, Tindak, Stabilkan ABC.

Apa Pasien Membuka MataTerhadap Kenapa Anda? Nilai Pasien Apa Pasien Membuka Mata Terhadap Cubitan Ketiak/Penekanan Pangkal kuku. Amankan jalan nafas (Intubasi bila tersedia), Hiperventilasi. Nilai Oksigenasi. Pastikan SaO2 > 90% (Bila tersedia). Nilai Tekanan Darah. Pastikan TDS > 90 mm HgKriteria Rawat:1. Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)3. Penurunan tingkat kesadaran4. Nyeri kepala sedang hingga berat5. Intoksikasi alkohol atau obat6. Fraktura tengkorak 7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea (cedera kepala berat)8. Cedera penyerta yang jelas9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung-jawabkan10. CT scan abnormalDipulangkan dari UGD:1. Pasien tidak memiliki kriteria rawat2. Beritahukan untuk kembali bila timbul masalah dan jelaskan tentang 'lembar peringatan'3. Rencanakan untuk kontrol dalam 1 mingguMajoritas pasien yang datang ke UGD dengan cedera kepala berada pada kategori ini. Pasien dalam keadaan bangun saat diperiksa dokter namun mungkin amnestik atas kejadian sekitar saat cedera. Mungkin terdapat riwayat kehilangan kesadaran sebentar yang mungkin dikacaukan oleh alkohol atau intoksikans lain. 3% pasien secara tidak disangka memburuk dan gawat neurologis bila kelainan status mentalnya tidak segera diketahui. Sinar-x tengkorak dilakukan untuk mencari keadaan : fraktura tengkorak linear atau depressed, posisi kelenjar pineal bila mengalami kalsifikasi, level air-udara dalam sinus, pneumosefalus, fraktura fasial, dan benda asing, mengikuti panel yang dirancang berdasarkan pada tingkat risiko:1. Untuk kelompok dengan risiko rendah, dengan tanda-tanda dan gejala-gejala minimal seperti nyeri kepala, pusing, atau laserasi kulit kepala : pulangkan kelingkungan yang dapat dipertanggung-jawabkan untuk pengamatan, dengan tidak memerlukan radiografi tengkorak.2. Untuk kelompok dengan risiko sedang, dengan muntah, intoksikasi alkohol atau obat, amnesia post traumatika, atau tanda-tanda fraktura basiler atau depressed : pengamatan ketat, pertimbangan untuk CT scan atau radiografi foto polos serta konsultasi bedah saraf.3. Untuk kelompok dengan risiko tinggi, dengan gejala-gejala serius seperti tingkat kesadaran yang tertekan atau menurun, tanda-tanda neurologis fokal atau cedera tembus : konsultasi bedah saraf dan CT scan emergensi.Tiga perempat pasien cedera kepala tidak memerlukan sinar-x tengkorak, tidak berarti menyingkirkan pertimbangan klinis. Tanda klinis basis yang fraktur, hematoma orbital, rhinorrhea atau otorrrhea CSS, hemotimpanum, atau tanda Battle, harus dianggap bukti fraktura basal dan mengharuskan pasien untuk dirawat.Idealnya, CT scan dilakukan pada semua pasien, walau prakteknya serta biayanya, tidak mungkin. Bila pasien alert serta dibawah pengawasan selama 12-24 jam, dapat ditunda atau bila perlu dibatalkan. Tidak ada obat-obatan yang dianjurkan kecuali analgesik non narkotik seperti parasetamol. Toksoid tetanus diberikan bila terdapat luka terbuka. Tes darah rutin tidak perlu bila tidak ada cedera sistemik. Cedera kepala ringan dengan CT scan normal dipulangkan bila ada yang bertanggung jawab dirumah dan dengan menyertakan 'lembar peringatan' untuk menempatkan pasien dalam pengamatan ketat sekitar 12 jam dan kembali bila sesuatu terjadi. Bila tidak memiliki relasi yang bertanggung-jawab, pasien tetap di UGD 12 jam dengan pemeriksaan neurologis setiap setengah jam dan kemudian dipulangkan bila stabil.Bila ditemukan lesi pada CT scan, pasien harus dirawat dan dikelola sesuai perjalanan neurologisnya. CT scan berikutnya bila terjadi perburukan neurologis.CEDERA KEPALA SEDANGDefinisi: Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13).Pengelolaan:Di Unit Gawat Darurat:1. Riwayat: jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, perdarahan hidung /mulut /telinga, kejang2. Pemeriksaan umum guna menyingkirkan cedera sistemik3. Pemeriksaan neurologis4. Radiograf tengkorak bila diduga trauma tembus5. Radiograf tulang belakang leher dan lain-lain bila ada indikasi6. Kadar alkohol darah dan skrining toksik dari urin 7. Contoh darah untuk penentuan golongan darah8. Tes darah dasar dan EKG9. CT scan kepala10. Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normalSetelah dirawat:1. Pemeriksaan neurologis setiap setengah jam2. CT scan bila ada perburukan neurologisWalau pasien ini tetap mampu mengikuti perintah sederhana, mereka dapat memburuk secara cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya terhadap pasien cedera kepala berat, walau mungkin dengan kewaspadaan yang tidak begitu akut terhadap urgensi.CEDERA KEPALA BERATDefinisi: Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran (SKG 8). (Tidak termasuk disini kelompok cedera kepala berat dengan GCS > 8).PENGELOLAAN INISIAL CEDERA KEPALA BERATPrioritas pertama pada pasien cedera kepala adalah resusitasi fisiologis yang lengkap dan cepat. Tidak ada tindakan spesifik untuk hipertensi intrakranial yang tidak disertai tanda-tanda herniasi tentorial atau perburukan neurologis progresif yang tidak diakibatkan oleh kelainan ekstrakranial. Bila tanda-tanda herniasi transtentorial atau perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan ekstrakranial tampil, pikirkan bahwa hipertensi intrakranial terjadi dan segera tindak dengan agresif. Hiperventilasi segera lakukan. Mannitol disukai namun dibawah keadaan resusitasi cairan yang adekuat.Sedasi dan blok neuromuskuler dapat berguna untuk mengoptimalkan transport, namun masing-masing mempengaruhi pemeriksaan neurologis. Jenis sedatif terserah masing-masing dokter. Blok neuromuskuler digunakan bila sedasi saja tidak adekuat. Gunakan aksi pendek.Hipertensi intrakranial berpotensi memperburuk outcome, sayang semua jenis tindakan terhadap hipertensi intrakranial bukan saja bisa berkomplikasi serius, namun beberapa berpengaruh langsung terhadap resusitasi, seperti misalnya diuretika.1). PENGELOLAAN PADA PASIEN TANPA TANDA-TANDA HERNIASISedasi dan relaksan farmakologis bila perlu untuk transport seperti dijelaskan terdahulu. Mannitol profilaktik tidak diberikan karena efek deplesi volume oleh kerja diuretiknya. Parameter ventilatori adalah oksigenisasi optimal dan ventilasi normal.2). PENGELOLAAN PADA PASIEN DENGAN TANDA-TANDA HERNIASITindakan seperti dijelaskan terdahulu. Hiperventilasi mudah dicapai dengan menambah tingkat ventilatori dan tidak tergantung atau terpengaruh oleh keberhasilan resusitasi volume. Karena hipotensi bisa berakibat perburukan neurologis dan hipertensi intrakranial, mannitol kurang disukai kecuali resusitasi cairan sudah tercapai. Mannitol diberikan bolus seperti telah dijelaskan. Pasien segera ditranport.Tujuan resusitasi adalah perbaikan volume sirkulasi, tekanan darah, oksigenasi dan ventilasi. Tekanan intrakranial harus dijaga tetap rendah tanpa mempengaruhi tindakan resusitasi. Mannitol dan hiperventilasi bisa membangkitkan lagi iskemia intrakranial atau mempengaruhi resusitasi hingga dicadangkan hanya untuk herniasi atau perburukan seperti telah dijelaskan.1. RESUSITASI TEKANAN DARAH DAN OKSIGENASIHipotensi (TDS < 90 mm Hg) atau hipoksia (apnea, sianosis, atau saturasi oksigen < 90 % atau PaO2 < 60 mmHg) harus dimonitor dan dicegah, atau dikoreksi segera. MAP harus dipertahankan diatas 90 mm Hg dengan infus cairan untuk menjaga tekanan perfusi serebral (CPP) diatas 70 mm Hg. Pasien dengan GCS < 9, atau jalan nafas tidak dapat dipertahankan atau bagi yang tetap hipoksemik walau suplemen oksigen diberikan, memerlukan intubasi endotrakheal.Cairan resusitasi seperti RL, salin normal, salin hipertonis serta mannitol seperti pada tindakan pra rumah sakit rujukan. Sekali monitor TIK terpasang (bila ada), manipulasi tekanan darah disesuaikan dengan pengelolaan tekanan perfusi serebral.Pengelolaan Inisial Cedera Kepala Berat, GCS 8

Diagnostik / Terapi Emergensi. Evaluasi Trauma Umum. Intubasi Endotrakheal. Resusitasi Cairan. Ventilasi (PaCO2 35 mm Hg). Oksigenasi. Sedasi. Paralisis Farmakologis (aksi pendek).Herniasi ?* Hiperventilasi *Perburukan ?* Mannitol 1 g/kg ** Hanya bila ada tanda-tanda herniasi atau perburukan neurologis progresif tidak karena kelainan ekstrakranial.2. INDIKASI MONITORING TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)Bila ada, dilakukan terhadap cedera kepala berat dengan CT abnormal. Cedera kepala berat adalah bila GCS 3-8 setelah resusitasi kardiopulmoner. CT abnormal adalah bila dijumpai hematoma, kontusi (memar), edema atau sisterna basal yang terkompres. Bila CT normal, monitor dilakukan bila dijumpai dua atau lebih hal berikut : usia diatas 40 tahun, posturing motor uni atau bilateral, tekanan darah sistolik < 90 mm Hg. Monitoring tidak rutin bagi cedera kepala ringan atau moderat, kecuali untuk adanya lesi massa traumatika tertentu.Sebagian kerusakan otak terjadi akibat impak trauma, namun kerusakan sekunder bisa beberapa jam hingga beberapa hari kemudian. Kematian dan kesakitan dapat dikurangi dengan pengelolaan intensif seperti intubasi, transportasi, resusitasi, CT dan evakuasi lesi massa intrakranial segera, serta perawatan ICU.TIK (ICP) normal adalah 0-10 mm Hg (0-136 mm air). Umumnya diatas 20 mm Hg dianggap batas untuk mulai tindakan. Namun tekanan perfusi serebral (CPP) lebih penting dari TIK semata. (CPP=MAP-ICP). Monitoring TIK adalah untuk mengawasi perfusi otak. Pada pasien hipotensif, peninggian TIK ringan saja dapat berbahaya. Monitoring TIK saat ini tidak umum dilakukan kecuali pada pusat cedera kepala yang besar, karena berisiko, makan waktu, perlu tenaga terlatih dan mahal.3. HIPERVENTILASIBila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, hiperventilasi jangka panjang (PaCO2 25 mm Hg) setelah cedera otak traumatika harus dicegah.Hiperventilasi profilaktik (PaCO2 35 mm Hg) 24 jam pertama setelah cedera otak traumatika harus dicegah karena memperburuk perfusi saat aliran darah serebral berkurang.Hiperventilasi mungkin perlu untuk masa yang singkat bila terjadi perburukan neurologis akut, atau untuk jangka yang lebih lama pada hipertensi intrakranial yang kebal terhadap sedatif, paralisis, drainase cairan serebrospinal dan diuretik osmotik.4. MANNITOLEfektif mengontrol peninggian tekanan intrakranial pada cedera kepala berat dengan dosis 0,25-1 g/kg BB. Indikasi adalah herniasi transtentorial dan perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan ekstrakranial. Cegah hipovolemik dengan penggantian cairan. Osmolalitas serum harus dibawah 320 mOsm/l agar tidak terjadi gagal ginjal. Euvolemia dipertahankan dengan penggantian cairan adekuat. Kateter foley sangat penting. Bolus intermitten lebih efektif dibanding infus kontinu.Mannitol penting pada pasien cedera kepala, terutama fase akut bila diduga atau nyata ada peninggian tekanan intrakranial.5. BARBITURATDosis tinggi dipertimbangkan bagi pasien cedera kepala berat dengan hipertensi intrakranial dan hemodinamik stabil, yang refrakter terhadap tindakan medis atau bedah untuk menurunkan tekanan intrakranial. Namun risiko dan komplikasi membatasi penggunaannya bagi keadaan yang ekstrim dan dilakukan dengan memonitor hemodinamik secara ketat untuk mencegah atau menindak ketidakstabilan hemodinamik. Pentobarbital diberikan dengan dosis awal (loading) 10 mg/kg dalam 30 menit atau 5 mg/kg setiap jam untuk 3 pemberian, diikuti dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam. Tidak diberikan untuk profilaksi. Bila dilakukan koma barbiturat, awasi saturasi oksigen arteriovenosa karena beberapa pasien bisa mengalami hipoksia otak.6. STEROIDSteroid termasuk methilprednisolon tidak terbukuti bermanfaat memperbaiki outcome atau menurunkan tekanan intrakranial, karenanya tidak dianjurkan.7. ANTI KEJANG PROFILAKTIFDianjurkan pada kasus dengan risiko kejang tinggi :GCS < 10.Kontusi (memar) kortikal, lihat dari CT.Fraktur tengkorak terdepres.Hematoma subdural.Hematoma epidural.Hematoma intraserebral.Cedera tembus tengkorak.Kejang dalam 24 jam sejak cedera.Alasan pemberian anti kejang adalah bahwa bahwa insidens kejang pasca trauma relatif tinggi hingga pemberian anti kejang akan memberikan manfaat karena kejang akan meninggikan tekanan intrakranial, perubahan tekanan darah, perubahan pengangkutan oksigen, dan meningkatkan pelepasan neurotransmiter. Kejang juga berakibat cedera aksidental, efek psikologis serta hilangnya kemampuan kontrol. Dipercaya bahwa pencegahan kejang dini mencegah epilepsi kronik karena terbukti kejang pertama membentuk fokus kejang permanen. Namun anti kejang juga mempunyai berbagai efek samping hingga hanya diberikan pada keadaan tsb. dan diberikan tidak lebih dari satu minggu. Berikan Fenitoin atau carbamazepin seperta pra rumah sakit.8. INDIKASI OPERASILesi massa harus dioperasi bila pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih. Setiap pergeseran dapat dilihat pada CT scan, angiografi, atau ventrikulografi. Semua hematoma epidural, subdural, atau intraserebral yang mempunyai pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih harus dievakuasi secara operatif. Hematoma kecil dengan pergeseran ringan tanpa kelainan neurologi, lakukan pendekatan konservatif, namun bisa terjadi perburukan, dan pengamatan yang ketat sangat diperlukan. Bila terjadi perburukan, CT ulang harus dilakukan segera.Semua lesi massa dengan pergeseran 5 mm atau lebih harus dioperasi, kecuali pasien dalam mati otak. Dasar pemikiran ini adalah terbukti bahwa beberapa pasien dengan pupil yang non reaktif bilateral, gangguan respons okulosefalik, dan postur deserebrasi sekalipun dapat mengalami perbaikan. Pasien kontusi dengan sisterna basal terkompres memerlukan operasi segera. Hematoma lobus temporal besar ( lebih dari 30 cc) mengharuskan operasi dini.Bila CT scan tidak dapat dilakukan segera, keputusan operasi berdasarkan ventrikulografi dan pengamatan TIK. Dari angiogram, temuan berikut ini indikasi operasi :1. Massa intra atau ekstra aksial menyebabkan pergeseran pembuluh serebral anterior menyeberang garis tengah sejauh 5 mm atau lebih.2. Massa ekstra aksial lebih dari 5 mm terhadap tabula interna, bila ia berhubungan dengan pergeseran arteri serebral anterior atau media berapapun jauhnya.3. Massa ekstra aksial bilateral lebih dari 5 mm terhadap tabula interna. Kecuali untuk pasien dengan atrofi otak yang jelas, setiap massa intrakranial akan menyebabkan peninggian TIK.4. Massa lobus temporal menyebabkan pengangkatan arteria serebral media atau pergeseran garis tengah. Pasien ini berada dalam posisi paling berbahaya, karena pembengkakan ringan dapat menyebabkan herniasi tentorial dengan sangat cepat.Indikasi operasi emergensi lain adalah bila terjadi interval lucid serta bila terjadi herniasi unkal (pupil / motorik tidak ekual) bila CT tidak tersedia, fraktura terdepres terbuka, dan fraktura terdepres tertutup yang lebih dari 1 tabula atau lebih dari satu sentimeter kedalamannya. Operasi juga dipertimbangkan bila pergeseran garis tengah serta massa ekstra aksial yang kurang dari 5 mm namun mengalami perburukan atau sisterna basal terkompres. Operasi tidak dilakukan bila telah terjadi mati batang otak.Jalur kritis Mengatasi Hipertensi Intrakranial

Pasang Monitor TIK (bila ada). Pertahankan CPP > 70 mm Hg.Hipertensi Intrakranial? Ambang tindakan 20-25 mm Hg atau secara klinis (lihat teks).Kandidat operasi segera dibawa keruang operasi. Bila tidak, pasien dibawa ke ICU. Bila pasien memiliki lesi massa, mannitol (1 hingga 2 g/kg) harus diberikan dalam perjalanan keruang operasi. Sebagai tambahan, pasien dapat dihiperventilasi hingga didapat PCO2 arterial 25 hingga 30 mmHg. Untuk semua tindakan, waktu adalah essensi. Makin cepat lesi massa dievakuasi, makin besar kemungkinan untuk pemulihan yang lebih baik. JALUR KRITIS DALAM MENGATASI HIPERTENSI INTRAKRANIALAlgoritma dibuat dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko. Beberapa tindakan dilakukan bersamaan segera. Termasuk mengontrol suhu tubuh, pencegahan kejang, peninggian kepala tempat tidur, pencegahan obstruksi vena juguler, sedasi dengan atau tanpa paralisis, mempertahankan oksigenasi arterial yang adekuat, serta resusitasi volume lengkap hingga tekanan perfusi serebral 70 mm Hg atau lebih. Bila kateter ventrikuler digunakan, drainase cairan serebrospinal harus merupakan tindakan pertama menurunkan tekanan intrakranial. Ventilasi dilakukan dengan PaCO2 pada batas bawah eukapnia (35 mm Hg). Bila gagal, pikirkan tindakan lain. Bila drain cairan serebrospinal tidak tersedia, tingkat ventilasi ditingkatkan hingga PaCO2 30-35 mm Hg, 0-5 mm Hg dibawah ambang bawah eukapnia. Bila ada, lakukan monitor aliran darah serebral dan saturasi vena juguler bila hiperventilasi ditingkatkan. Bila hipokapnia ringan tidak efektif, berikan mannitol dengan batas osmolalitas serum 320 mOsm/l. Volume diamati ketat dan dipertahankan euvolemia atau hipervolemia ringan dengan penggantian cairan. Selama tindakan tetap waspada akan kemungkinan terjadinya massa yang perlu tindakan bedah.Bila tindakan tsb. gagal, pikirkan pilihan sekunder yang terbukti efektif namun dengan komplikasi nyata seperti barbiturat, atau yang efektif namun belum terbukti memperbaiki outcome seperti hiperventilasi hingga PaCO2 dibawah 30 mm Hg serta terapi hipertensif.

1.8. KomplikasiRosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala addalah;1. Edema pulmonalKomplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.2. Peningkatan TIKTekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.3. KejangKejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.4. Kebocoran cairan serebrospinalisAdanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada cedera kepala meliputi: a. KomaPenderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.b. Kejang/SeizurePenderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang- kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsyc. InfeksiFraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.d. Hilangnya kemampuan kognitif.Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah kesadaran.e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson.Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.1.9. PencegahanUpaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.Upaya yang dilakukan yaitu :a. Pencegahan PrimerPencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.b. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yangdirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan olehkarena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.3. Menghentikan perdarahan (Circulations).Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusidarah. Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.c. Pencegahan TertierPencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.1. Rehabilitasi Fisika. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan atas dan bawah tubuh.b. Perlengkapan splint dan kaliperc. Transplantasi tendon2. Rehabilitasi PsikologisPertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya. Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanyamemerlukan semangat hidup.3. Rehabilitasi Sosiala. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).1.10. Prognosis

2. Mengetahui dan Memahami Perdarahan IntrakranialI. PERDARAHAN INTRAKRANIAL

Gambar perdarahan intracranial (http://medicastore.com/penyakit/27/Perdarahan_Intrakranial.html) Anatomi1. MeningesMeninges adalah selubung jaringan ikat non sarafi yang membungkus otak dan medulla spinalis yang barisi liquor cerebrospinal dan berfungsi sebagai schock absorber. Meninges terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater, arachnoidea dan piamater.a. Duramater Merupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater pembungkus medulla spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan duramater otak terdiri atas dua lembar yaitu lamina endostealis yang merupakan jaringan ikat fibrosa cranium, dan lamina meningealis. Membentuk lipatan / duplikatur dibeberapa tempat, yaitu dilinea mediana diantara kedua hehemispherium cerebri disebut falx cerebri , berbentuk segitiga yang merupakan lanjutan kekaudal dari falx cerebri disebut Falx cerebelli, berbentuk tenda yang merupakan atap dari fossa cranii posterior memisahkan cerebrum dengan cerebellum disebut tentorium cerebelli, dan lembaran yang menutupi sella tursica merupakan pembungkus hipophysis disebut diafragma sellae.Diantara dua lembar duramater, dibeberapa tempat membentuk ruangan disebut sinus ( venosus ) duramatris. Sinus duramatis menerima aliran dari vv. Cerebri, vv. Diploicae, dan vv. Emissari. Ada dua macam sinus duramatis yang tunggal dan yang berpasangan. Sinus duramater yang tunggal adalah : sinus sagitalis superior, sinus sagitalis inferior, sinus rectus, dan sinus occipitalis. Sinus sagitalis superior menerima darah dari vv. Cerebri,vv. Diploicae, dan vv. Emissari.Sinus sagitalis inferior menerima darah dari facies medialis otak. Sinus rectus terletak diantara falx cerebri dan tentorium cerebelli, merupakan lanjutan dari v. cerebri magna, dengan sinus sagitalis superior membentuk confluens sinuum. Sinus occipitalis mulai dari foramen magnum, bergabung dengan confluens sinuum.Sinus duramater yang berpasangan yaitu sinus tranversus, sinus cavernosus, sinus sigmoideus dan sinus petrosus superior dan inferior. Sinus tranversus menerima darah dari sinus sagitalis superior dan sinus rectus, kemudian mengalir ke v. jugularis interna. Sinus sigmoideus merupakan lanjutan sinus tranversus berbentuk huruf S. Sinus petrosus superior dan inferior menerima darah dari sinus cavernosus dan mengalirkan masing masing ke sinus traaanversus dan v. jugularis internab. AracnoideaMembran halus disebelah dalam duramater, tidak masuk kedalam sulcus / fissura kecuali fissura longitudinalis. Dari aracnoidea banyak muncul trabecula halus menuju kepiamater membentuk bangunan seperti sarang laba laba. Diantara aracnoidea dan piamater terdapat ruang spatium subaracnoidale, yang dibeberapa tempat melebar membentuk cisterna. Sedangkan celah sempit diantara duramater dan aracnoidea disebut spatium subdurale, celah sempit diluar duramater disebut spatium epidurale.Dari aracnoidea juga muncul jonjot jonjot yang mengadakan invaginasi ke duramater disebut granulasio aracnoidales terutama didaerah sinus sagitalis yang berfungsi klep satu arah memungkinkan lalunya bahan bahan dari LCS ke sinus venosus.c. PiamaterPiamater melekat erat pada otak dan medulla spinalis, mengikuti setiap lekukan, mengandung vasa kecil. Ditempat tertentu bersama dengan ependyma membentuk tela choroidea. Piamater berperan sebagai barrier terhadap masuknya senyawa yang membahayakan.Vasa Darah Otaka. ArteriOtak divaskularisasi oleh cabang cabang a. carotis interna dan a. vertebralis. A. carotis interna merupakan cabang dari a. carotis comunis yang masuk ke kavum cranii melalui canalis caroticus, cabang- cabangnya adalah a. optalmica, a. choroidea anterior, a. cerebralis anterior dan a.cerebralis medialis. A. opthalmica mempercabang a. centralis retina, a. cerebralis anterior mempercabangkan a. communicans anterior, sedangkan a. cerebralis medialis mempercabangkan a. communican posterior.Arteri vertebralis merupakan cabang a. subclavia naik ke leher melalui foramina tranversalis. Kedua a. vertebralis di kranial pons membentuk a. basillaris yang mempercabangkan aa. Pontis, a.labirintina ( mengikuti n. V dan n. VIII ), a. cerebellaris superior ( setinggi n. III dan n. IV ) dan a. cerebralis posterior yang merupakan cabang terminal a. basilaris.Cabang -.cabang a. carotis interna dan a. vertebralis membentuk circulus arteriosus Willis yang terdapat disekitar chiasma opticum. Dibentuk oleh a. cerebralis anterior, a. cerebralis media, a. cerebralis posterior, a. comunican posterior dan a.communican anterior. Sistem ini memungkinkan suplai darah ke otak yang adekuat terutama jika terjadi oklusi / sumbatan. b. VenaVena diotak dikalsifikasikan sebagai berikut :- Vena cerebri eksterna, meliputi v. cerebralis superior / lateralis / medialis / inferior dan vv. Basallles.- Vena cerebri interna, meliputi v. choroidea dan v. cerebri magna.- Vv. Cerebellaris- Vv. Emissariae, yaitu vena yang menghubungkan sinus duralis dengan vena superfisialis cranium yang berfungsi sebagai klep tekanan jika terjadi kenaiakan tekanan intrakranial. Juga berperan dalam penyebaran infeksi ke dalam cavum cranii.Vena yang berasal dari truncus cerebri dan cerebellum pada umumnya mengikuti kembali aliran arterinya. Sedangkan aliran balik darah venosa di cerebrum tidak tidak mengikuti pola di arterinya. Semua darah venosa meninggalkan otak melalui v. jugularis interna pada basis cranii. Anastomosis venosa sangat ektensif dan efektif antara vv. Superfisialis dan vv. Profunda di dalam otak.Aplikasi KlinisPada trauma kapitis dapat terjadi perdarahan intrakranial / hematom intrakranial yang dibagi menjadi : hematom epidural (hematom yang terletak diluar duramater) hematom subdural (terletak didalam duramater) dan hematom intraserebral

I.1EPIDURAL HEMATOMADefinisiHematom epidural merupakan pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater ( dikenal dengan istilah hematom ekstradural ). Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens ( a. Meningea media ). Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 8% - 95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara). Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi.

Gambar CT SCAN Epidural hematomEtiologiKausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi :1. Trauma kepala 2. Sobekan a/v meningea mediana 3. Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum 4. Ruptur v diplorica Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95 % kasus, sedang sisanya ( 9 % ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara.Hematom jenis ini yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi, umumnya disebabkan oleh laserasi sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal atau tulang sfenoid.KlasifikasiBerdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi :1. Akut: ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma2. Subakut: ditentukan diagnosisnya antara 24 jam 7 hari3. Kronis: ditentukan diagnosisnya hari ke 7PatofisiologiHematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah meningeal tengah cedera ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal. Gejala klinisGejala klinis hematom epidural terdiri dari trias gejala; 1. Interval lusid (interval bebas)Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera.Sakit kepala yang sangat sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan biasanya progresif bila terdapat interval lucid. Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal dari arteri. 2. HemiparesisGangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral peduncle pada permukaan tentorial.3. Anisokor pupilYaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. TerapiHematom epidural adalah tindakan pembedahan untuk evakuasi secepat mungkin, dekompresi jaringan otak di bawahnya dan mengatasi sumber perdarahan. Biasanya pasca operasi dipasang drainase selama 2 x 24 jam untuk menghindari terjadinya pengumpulan darah yang baru. Trepanasi kraniotomi, evakuasi hematom Kraniotomi-evakuasi hematomKomplikasi Dan OutcomeHematom epidural dapat memberikan komplikasi : 1. Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun tampilan ntra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intrakranial 2. Kompresi batang otak meninggal Sedangkan outcome pada hematom epidural yaitu : 1. Mortalitas 20% -30% 2. Sembuh dengan defisit neurologik 5% - 10% 3. Sembuh tanpa defisit neurologik 4. Hidup dalam kondisi status vegetatif I.2SUBDURAL HEMATOMADefinisiPerdarahan subdural ialah perdarahan yang terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan subdural dapat berasal dari:1. Ruptur vena jembatan ( "Bridging vein")vena yang berjalan dari ruangan subaraknoid atau korteks serebri melintasi ruangan subdural dan bermuara di dalam sinus venosus dura mater.2. Robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau araknoid

Gambar CT SCAN Subdural hematom

Etiologi1. Trauma kepala2. Malformasi arteriovenosa3. Diskrasia darah4. Terapi antikoagulanKlasifikasi1. Perdarahan akut Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma.Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya, didapatkan lesi hiperdens. 2. Perdarahan sub akut Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens.Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.3. Perdarahan kronik Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma , pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodensPatofisiologiVena cortical menuju dura atau sinus dural pecahdan mengalami memar atau laserasi, adalah lokasi umum terjadinya perdarahan. Hal ini sangat berhubungan dengan comtusio serebral dan oedem otak. CT Scan menunjukkan effect massa dan pergeseran garis tengah dalam exsess dari ketebalan hematom yamg berhubungan dengan trauma otak.Gejala klinisGejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penutunan kesadaran. Kebanyakan kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat deperti kasus cedera neuronal primer, kecuali bila ada effek massa atau lesi lainnya.Gejala yang timbul tidak khas dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti : sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya.kadang kala yang riwayat traumanya tidak jelas, sering diduga tumor otak.TerapiTindakan terapi pada kasus kasus ini adalah kraniotomi evakuasi hematom secepatnya dengan irigasi via burr-hole. Khusus pada penderita hematom subdural kronis usia tua dimana biasanya mempunyai kapsul hematom yang tebal dan jaringan otaknya sudah mengalami atrofi, biasanya lebih dianjurkan untuk melakukan operasi kraniotomi (diandingkan dengan burr-hole saja).Komplikasi Dan OutcomeSubdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :1. 2. Hemiparese/hemiplegia3. Disfasia/afasia 4. Epilepsi5. Hidrosepalus6. Subdural empiema

Sedangakan outcome untuk subdural hematom adalah :1. Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar 75%-85%2. Pada sub dural hematom kronis : Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar 50%-80% Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar 20%-50%I.3INTRASEREBRAL HEMATOMDefinisiAdalah perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Hematom intraserbral pasca traumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darahintraparenkimal otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera.Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 mldalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial /bercak).

Gambar CT SCAN Intraserebral hematomEtiologiIntraserebral hematom dapat disebabkan oleh :

1. Trauma kepala2. Hipertensi3. Malformasi arteriovenosa4. Aneurisme5. Terapi antikoagulan6. Diskrasia darah

KlasifikasiKlasifikasi intraserebral hematom menurut letaknya ;1. Hematom supra tentoral2. Hematom serbeller3. Hematom pons-batang otakPatofisiologiHematom intraserebral biasanta 80%-90% berlokasi di frontotemporal atau di daerah ganglia basalis, dan kerap disertai dengan lesi neuronal primer lainnya serta fraktur kalvaria.Gejala klinis.Klinis penderita tidak begitu khas dan sering (30%-50%) tetap sadar, mirip dengan hematom ekstra aksial lainnya. Manifestasi klinis pada puncaknya tampak setelah 2-4 hari pasca cedera, namun dengan adanya scan computer tomografi otak diagnosanya dapat ditegakkan lebih cepat. Kriteria diagnosis hematom supra tentorial nyeri kepala mendadak penurunan tingkat kesadaran dalam waktu 24-48 jam. Tanda fokal yang mungkin terjadi ; Hemiparesis / hemiplegi Hemisensorik Hemi anopsia homonym Parese nervus IIIKriteria diagnosis hematom serebeller ; Nyeri kepala akut Penurunan kesadaran Ataksia Tanda tanda peninggian tekanan intrakranial

Kriteria diagnosis hematom pons batang otak:

Penurunan kesadaran koma. Tetraparesa Respirasi irreguler Pupil pint point Pireksia Gerakan mata diskonjugat.

TerapiUntuk hemmoragi kecil treatmentnya adalah observatif dan supportif. Tekanan darah harus diawasi. Hipertensi dapat memacu timbulnya hemmoragi. Intra cerebral hematom yang luas dapat ditreatment dengan hiperventilasi, manitol dan steroid dengan monitorong tekanan intrakranial sebagai uasaha untuk menghindari pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk hematom masif yang luas dan pasien dengan kekacauan neurologis atau adanya elevasi tekanan intrakranial karena terapi medisKonservatif Bila perdarahan lebih dari 30 cc supratentorial Bila perdarahan kurang dari 15 cc celebeller Bila perdarahan pons batang otak. Pembedahan Kraniotomi Bila perdarahan supratentorial lebih dari 30 cc dengan effek massa Bila perdarahan cerebeller lebih dari 15 cc dengan effek massaKomplikasi Dan OutcomeIntraserebral hematom dapat memberikan komplikasi berupa;1. Oedem serebri, pembengkakan otak 2. Kompresi batang otak, meninggal Sedangkan outcome intraserebral hematom dapat berupa :1. Mortalitas 20%-30% 2. Sembuh tanpa defisit neurologis 3. Sembuh dengan defisit neurologis 4. Hidup dalam kondisi status vegetatifPEMERIKSAAN KLINIS CEDERA KEPALA (EDH, SDH, ICH)Pemeriksaan klinis merupakan pemeriksaan yang paling komprehensif dalam evaluasi diagnostik penderita-penderita cedera kepala, dimana dengan pemeriksaan=pemeriksaan serial yang cepat tepat dan noninvasif diharapkan dapat nenunjukkan progresifitas atau kemunduran dari proses penyakit atau gangguan tersebut. Sehubungan tinnginya insidensi kelainan / cedera sistemik penyerta (lebih dari 50%) pada kasus-kasus cedera kepala berat, maka perlu diperhatikan hal hal sebagai berikut ;1. Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran dinilai dengan skala Glasgow (GCS Glasgow coma Scale). Skala ini merupakan gradasi sederhana dari arousal dan kapasitas fungsionil korteks serebral berdasarkan respon verbal, motorik dan mata penderita.

Respon Mata4 : Spontan 3 : Terhadap pembicaraan 2 : Terhadap rasa sakit 1 : Tidak ada pembukaan mata

Respon Motor6 : Mengikuti perintah 5 : Terlokalisasi pada rasa sakit 4 : Terjadi efek penarikan dari rasa sakit 3 : Fleksi abnormal 2 : Ekstensi abnormal 1 : Tidak ada pergerakan Respon Verbal5 : Terorientasi dan tepat 4 : Percakapan yang membingungkan 3 : Tidak tepat 2 : Suara yang tidak dapat dimengerti 1 : Tidak 2.

3. Gerakan bola mata Gerakan bola mata merupakan indeks penting untuk penilaian aktiffitas fungsional batang otak (formasio rektikularis). Penderita yang sadar penuh (alert) dan mempunyai gerakan bola mata yang baik menandakan intaknya sistem motorikokuler di batang otak. Pada keadaan kesadaran yang menurun, gerakan bola mata volunter menghilang, sehingga untuk menilai gerakannya ditentukan dari refleks okulosefalik dan okulovestibuler. Pupil Penilaian ukuran pupil dan responnya terhadap rangsangan cahaya adalah pemeriksaan awal terpenting dalam menangani cedera kepala. Salah satu gejala dini dari herniasi dari lobus temporal adalah dilatasi dan perlambatan respon cahaya pupil. Dalam hal ini adanya kompresi maupun distorsi saraf okulomotorius sewaktu kejadian herniasi tentorial unkal akan mengganggu funsi akson parasimpatis yang menghantarkan sinyal eferen untuk konstrksi pupil.Perubahan pupil pada hematom epidural dapat dilihat dari tabel

tabel perubahan pupil pada hematom epidural (http://dannysatriyo.blogspot.com/2013/01/perdarahan-intrakranial-ich.html) 4. Fungsi motorik Biasanya hanya merupakan pelengkap saja mengingat kadang sulit mendapatkan penilaian akurat dari penderita dengan penurunan kesadaran. Masing-masing ekstremitas digradasi kekuatannya dengan skala sebagai berikut:

5 : Normal4 : Menurun moderat3 : Menurun berat (dapat melawan gravitasi)2 : Tidak dapat melawan gravirasi1 : Sedikit bergerak0 : Tidak ada pergerakan

II. CEDERA CRANIO CEREBRALDefinisi Trauma capitis merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada tempat benturan, beberapa milidetik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti commosio dan contusio, edema otak, perdarahan atau laserasi dengan derajat yang bervariasi, tergantung pada luas daerah trauma.

Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat klien tiba di rumah sakit.

EtiologiPenyebab cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, morfologi dan kejadiannya cedera antara lain :1. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi duramatera. Trauma tumpul : kecepatan tinggi dan kecepatan rendahb. Trauma tembus : luka tembak, tertusuk, dsb

2. Keparahannyaa. Ringan: GCS 14 15 b. Sedang: GCS 9 13 c. Berat: GCS 3 8

3. Morfologia. Fraktur tengkorak: kranium dan basisb. Lesi intracranial: fokal (epidural, subdural, intracerebral) dan difus (konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus)

4. Kejadiannya a. Trauma primer: benturan langsung dan benturan tidak langsung (akselerasi/deselerasi otak)b. Trauma sekunder: trauma syaraf melalui akson yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoxia, hipercapnia atau hipotensi sistemik

KLasifikasiSecara umum, trauma kapitis diklasifikasikan menjadi 2 bentuk, yaitu :1. Trauma kepala tertutup Comosio cerebri (gegar otak)Gangguan fungsi cerebral sementara berupa kesadaran menurun (pingsan/coma, amnesia retrograd singkat), tanpa adanya laserasi cerebri, mengalami coma kurang dari 20 menit, cacat otak tidak ada dan perawatan di rumah sakit kurang dari 48 jam.

Contusio cerebri (memar otak)Apabila terjadi laserasi cerebri, yang ditandai oleh kesadaran turun yang lebih lama, deficit neurologis seperti hemiparesis, kelumpuhan syaraf otak, refleks abnormal, twitching, konvulsi, delirium dan CSF berdarah serta EEG abnormal.

Edema cerebri traumaticApabila dalam pengamatan lanjut terdapat tanda-tanda penurunan keadaan umum klien, misalnya kesadaran yang turun lambat atau tidak membaik dalam waktu antara 3-7 hari, disertai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial berupa edema papil, nyeri kepada makin berat, muntah.

Hematoma epidural (ektradural)Ditandai oleh adanya penurunan kesadaran yang mulainya lebih lambat (bukan pada detik trauma), defisit neurologis lambat, anisokhor (penekanan batang otak dari jarak jauh oleh masa hemisfer sesisi), bradikardia, tekanan darah meningkat.

Hematoma subdural Lebih lambat dari hematoma epidural dan bedanya adalah timbulnya edema papil. Nyeri kepala juga menonjol, sedang interval lusid lebih sulit ditemukan. Perdarahan yang terjadi disebabkan oleh pecahnya berpuluh-puluh vena yang berjalan dari tepi duramater sampai piamater atau pecahnya sinus sagitalis superior yang lebih hebat yang menyebabkan hematoma subdural akut.

Hematoma intracerebriTerjadi bersamaan dengan contusio, sehingga secara umum lebih buruk baik dioperasi maupun tidak. Dorongan yang mengancam terjadinya herniasi otak oleh bekuan darah ditengah otak disertai edema lokal yang hebat.

HigromaApabila hematoma diserbu oleh CSF, sehingga mengencer. Dapat terjadi pengumpulan cairan yang berprotein sangat tinggi (hingga 2000 mg%) yang kadang-kadang memerlukan terapi bedah atau aspirasi.

2. Trauma kepada terbukaUntuk trauma kepala terbuka, biasanya diklasifikasikan berdasarkan jenis lukanya, luas permukaan luka, dalamnya penetrasi kebagian proksimal, derajat perdarahan yang terjadi.

PatofisiologiOtak dapat berfungsi dengan baik apabila kebutuhan oksigenase dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan mengakibatkan gangguan fungsi. Demikian juga dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan coma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hypoxia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui metabolism anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada contusio berat, keadaan hypoxia atau kerusakan otak akan mengakibatkan penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini dapat mengakibatkan asidosis metabolic. Dalam keadaan normal aliran darah cerebral adalah 50 60 yangmerupakan 15% dari COP.

Keadaan cedera kepala sangat berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem metabolisme tubuh dan sistem gastrointestinal. Sebab, itu penanganan secara dini kepada klien dengan trauma kapitis menentukan kehidupan sang klien. Sehingga trauma kapitis seringkali dikategorikan sebagai keadaan darurat sistem neurology.

Terminologi yang sering sekali dijumpai pada klien dengan trauma kapitis antara lain : Rhinorrhoe : keluarnya liquor melalui hidung Otorrhoe : keluarnya liquor melalui telinga Brill hematoma / raccon eye : kebiruan - kehitaman disekitar kelopak mata Battle sign : warna biru/ekimosis di daerah belakang telinga diatas tulang mastoid Hemotimpanum : perdarahan di daerah gendang telinga Periorbital ekimosis : mata berwarna hitam tanpa trauma langsung

PenatalaksanaanPedoman resusitasi dan penilaian awal 1. Air way: Menilai jalan nafas2. Breathing: Menilai pernafasan3. Circulation: Menilai sirkulasi4. Mengatasi kejang / kovulsi 5. Menilai tingkat keparahana. Cedera kepala ringan GCS 14 15 Tidak ada kehilangan kesadaran misalnya konkulsi Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang Klien dapat mengeluh nyeri kepada dan pusing Klien dapat menderita laserasi atau hematoma kulit kepala

b. Cedera kepala sedang GCS 9 13 Klien mengalami penurunan kesadaran seperti konkusi Amnesia pasca trauma Mual dan muntah Tanda kemungkinan fraktur cranium : battle sign, raccon eye, hemotimpanum, otorrhoe, rhinorrhoe) Kejang / convulsion

c. Cedera kepala berat GCS 3 8 Penurunan derajat kesadaran secara progresif Tanda neurologis fokal : menyeluruh Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium

Pedoman penatalaksanaan umum1. Pada semua klien dengan cedera kepala dan atau leher, dianjurkan foto tulang belakang servikal collar sevikal baru dapat dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal normal.2. Pada semua klien cedera kepada sedang berat, dilakukan prosedur berikut : a. IV line kateter dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau cairan Ringer Lactat. b. Pemeriksaan hematokrit, darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah, skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu3. Mengajurkan untuk pemeriksaan foto rontgen kepala dan atau CT Scan4. Klien coma (GCS < 8) atau klien dengan tanda-tanda herniasi otak, lakukan tindakan berikut : a. Elevasi kepada 30ob. Hiperventilasi c. Anjurkan pemberian manitol 20% 1g/kg intravena dalam waktu 20 30 mntd. Pemasangan kateter foleye. Anjurkan konsultasi dokter bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi

Kriteria perawatan di rumah sakit 1. Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan2. Konvusi, agitasi atau kesadaran menurun3. Adanya tanda dan gejala neurologis fokal 4. Intoksikasi obat atau alkohol 5. Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati klien di rumah III. RESPON CUSHINGReflex Cushing : suatu kompensasi tubuh akibat terjadi peningkatan TIKIV. FRAKTUR BASIS CRANIIDefinisi

fraktur basis cranii : suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar. Fraktur basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media, dan fraktur fossa posterior.Jenis fraktur lain pada tulang tengkorak yang mungkin terjadi yaitu : Fraktur linear paling sering terjadi merupakan fraktur tanpa pergeseran, dan umumnya tidak diperlukan intervensi.

Fraktur depresi terjadi bila fragmen tulang terdorong kedalam dengan atau tanpa kerusakan pada scalp. Fraktur depresi mungkin memerlukan tindakan operasi untuk mengoreksi deformitas yang terjadi. Fraktur diastatik terjadi di sepanjang sutura dan biasanya terjadi pada neonatus dan bayi yang suturanya belum menyatu. Pada fraktur jenis ini, garis sutura normal jadi melebar.

Fraktur basispaling serius dan melibatkan tulang-tulang dasar tengkorak dengan komplikasi rhinorrhea dan otorrhea cairan serebrospinal (Cerebrospinal Fluid).Suatu fraktur tulang tengkorak berarti patahnya tulang tengkorak dan biasanya terjadi akibat benturan langsung. Tulang tengkorak mengalami deformitas akibat benturan terlokalisir yang dapat merusak isi bagian dalam meski tanpa fraktur tulang tengkorak. Suatu fraktur menunjukkan adanya sejumlah besar gaya yang terjadi pada kepala dan kemungkinan besar menyebabkan kerusakan pada bagian dalam dari isi cranium. Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi tanpa disertai kerusakan neurologis, dan sebaliknya, cedera yang fatal pada membran, pembuluh-pembuluh darah, dan otak mungkin terjadi tanpa fraktur. Otak dikelilingi oleh cairan serebrospinal, diselubungi oleh penutup meningeal, dan terlindung di dalam tulang tengkorak. Selain itu, fascia dan otot-otot tulang tengkorak manjadi bantalan tambahan untuk jaringan otak. Hasil uji coba telah menunjukkan bahwa diperlukan kekuatan sepuluh kali lebih besar untuk menimbulkan fraktur pada tulang tengkorak kadaver dengan kulit kepala utuh dibanding yang tanpa kulit kepala.Fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan hematom, kerusakan nervus cranialis, kebocoran cairan serebrospinal (CSF) dan meningitis, kejang dan cedera jaringan (parenkim) otak. Angka kejadian fraktur linear mencapai 80% dari seluruh fraktur tulang tengkorak. Fraktur ini terjadi pada titik kontak dan dapat meluas jauh dari titik tersebut. Sebagian besar sembuh tanpa komplikasi atau intervensi. Fraktur depresi melibatkan pergeseran tulang tengkorak atau fragmennya ke bagian lebih dalam dan memerlukan tindakan bedah saraf segera terutama bila bersifat terbuka dimana fraktur depresi yang terjadi melebihi ketebalan tulang tengkorak. Fraktur basis cranii merupakan fraktur yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang bisa melibatkan banyak struktur neurovaskuler pada basis cranii, tenaga benturan yang besar, dan dapat menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung dan telinga dan menjadi indikasi untuk evaluasi segera di bidang bedah saraf.ANATOMIBagian cranium yang membungkus otak (neurocranium / brain box) menutupi otak, labirin, dan telinga tengah. and middle ear. Tabula eksterna dan tabula interna dihubungkan oleh tulang kanselosa dan celah tulang rawan (diplo). Tulang-tulang yang membentuk atap cranium (calvaria) pada remaja dan orang dewasa terhubung oleh sutura dan kartilago (synchondroses) dengan kaku. Sutura coronaria memanjang melintasi sepertiga frontal atap cranium. Sutura sagitalis berada pada garis tengah, memanjang ke belakang dari sutura coronaria dan bercabang di occipital untuk membentuk sutura lambdoidea. Daerah perhubungan os frontal, parietal, temporal, dan sphenoidal disebut pterion, di bawah pterion terdapat percabangan arteri meningeal media. Bagian dalam basis cranii membentuk lantai cavitas cranii, yang dibagi menjadi fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior.1. Fossa anterior dibentuk oleh os frontal di bagian depan dan samping, lantainya dibentuk oleh os frontale pars orbitale, pars cribriformis os ethmoidal, dan bagian depan dari alae minor os sphenoid. Fossa ini menampung traktus olfaktorius dan permukaan basal dari lobus frontalis, dan hipofise. Fossa anterior dan media dipisahkan di lateral oleh tepi posterior alae minor os sphenoidale, dan di medial oleh jugum sphenoidale. Pada fossa cranii anterior terdapat sinus frontalis di bagian depan, alae minor os sphenoidale yang dengan bersama-sama pars orbitalis os frontal membentuk atap orbita dengan struktur-struktur di midline, diantaranya terdapat crista galli, pars cribriformis dan pars sphenoidal.2. Fossa media lebih dalam dan lebih luas daripada fossa anterior, terutama ke arah lateral. Di bagian anterior dibatasi oleh sisi posterior alae minor, processus clinoideus anterior, dan sulcus chiasmatis. Di belakang dibatasi oleh batas atas os temporal dan dorsum sellae os sphenoid. Di lateral dibatasi oleh pars squamosa ossis temporalis, os parietal dan alae major os sphenoid. Merupakan tempat untuk permukaan basal dari lobus temporal, hipotalamus, dan fossa hipofiseal di tengah. Di kedua sisi lateralnya terdapat tiga foramina (foramen spinosum, foramen ovale, dan foramen rotundum). Pars anterior dinding lateral fossa media dibentuk oleh alae major os sphenoidal. Sisa dinding lateral lainnya dibentuk oleh pars squamosa os temporal yang merupakan tempat processus mastoideus dan mastoid air cells serta kanalis auditorius eksternus. Pyramid petrous mengandung membrane tympani, tulang-tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes), dan cochlea pada telinga dalam. Fossa media dan fossa posterior dibatasi satu sama lain di lateral oleh bagian atas os petrosus, dan di medial oleh dorsum sellae.3. Fossa posteriorfossa yang terbesar dan terdalam merupakan tempat untuk cerebellum, pons, dan medulla. Di bagian anteromedial dibatasi oleh dorsum sellae yang melanjutkan diri menjadi clivus. Bagian anterolateral dibatasi oleh sisi posterior pars petrosa ossis temporalis, di lateral oleh os parietal, dan di posterior oleh os occipital. Lubang paling besar yang ada di basis cranii terdapat pada os occipital yaitu foramen magnum, dilalui oleh medulla oblongata. Meatus akustikus interna terdapat pada bagian posteromedial pars petrosa ossis temporalis. Foramen jugular berada di kedua sisi lateral foramen magnum. Foramen jugular dilalui oleh vena jugularis yang perluasan ke anterior dari sinus sagitalis superior dan melanjutkan diri menjadi sinus transversus dan sinus sigmoideus. Jenis penyebab dan pola fraktur, tipe, perluasan, dan posisi adalah hal-hal yang penting dalam menentukan cedera yang ada. Tulang tengkorak menebal di daerah glabella, protuberansia eksternal occipital, processus mastoideus, dan processus angular eksternal dan disatukan oleh 3 arches pada masing-masing sisinya. Lapisan tulang tengkorak disusun oleh tulang cancellous (diplo) menyerupai roti sandwich di antara dua tablets, lamina externa (1.5 mm), dan lamina interna (0.5 mm). Diplo tidak ditemukan pada bagian tulang tengkorak yang dilapisi oleh otot, sehingga lebih tipis dan rentan terhadap fraktur.PatofisiologiTrauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak yang diklasifikasikan menjadi : fraktur sederhana (simple) suatu fraktur linear pada tulang tengkorak fraktur depresi (depressed) apabila fragmen tulang tertekan ke bagian lebih dalam dari tulang tengkorak fraktur campuran (compound) bila terdapat hubungan langsung dengan lingkungan luar. Ini dapat disebabkan oleh laserasi pada fraktur atau suatu fraktur basis cranii yang biasanya melalui sinus-sinus.Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur linear pada basis cranii. Biasanya disertai dengan robekan pada duramater dan terjadi pada pada daerah-daerah tertentu dari basis cranii. Fraktur Temporal terjadi pada 75% dari seluruh kasus fraktur basis cranii. Tiga subtipe dari fraktur temporal yaitu : tipe longitudinal, transversal, dan tipe campuran (mixed).Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan pars skuamosa os temporal, atap dari canalis auditorius eksterna, dan tegmen timpani. Fraktur-fraktur ini dapat berjalan ke anterior dan ke posterior hingga cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir di fossa media dekat foramen spinosum atau pada tulang mastoid secara berurut.Fraktur transversal mulai dari foramen magnum dan meluas ke cochlea dan labyrinth, berakhir di fossa media.Fraktur campuran merupakan gabungan dari fraktur longitudinal dan fraktur transversal. Masih ada sistem pengelompokan lain untuk fraktur os temporal yang sedang diusulkan. Fraktur temporal dibagi menjadi fraktur petrous dan nonpetrous; dimana fraktur nonpetrous termasuk didalamnya fraktur yang melibatkan tulang mastoid. Fraktur-fraktur ini tidak dikaitkan dengan defisit dari nervus cranialisFraktur condylus occipital adalah akibat dari trauma tumpul bertenaga besar dengan kompresi ke arah aksial, lengkungan ke lateral, atau cedera rotasi pada ligamentum alar. Fraktur jenis ini dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan mekanisme cedera yang terjadi. Cara lain membagi fraktur ini menjadi fraktur bergeser dan fraktur stabil misalnya dengan atau tanpa cedera ligamentum yakni :1. Fraktur tipe I,fraktur sekunder akibat kompresi axial yang mengakibatkan fraktur kominutif condylus occipital. Fraktur ini adalah suatu fraktur yang stabil.

2. Fraktur tipe IIakibat dari benturan langsung. Meskipun akan meluas menjadi fraktur basioccipital, fraktur tipe II dikelompokkan sebagai fraktur stabil karena masih utuhnya ligamentum alae dan membran tectorial.

3. Fraktur tipe III suatu fraktur akibat cedera avulsi sebagai akibat rotasi yang dipaksakan dan lekukan lateral. Ini berpotensi menjadi suatu fraktur yang tidak stabil.Fraktur clivus digambarkan sebagai akibat dari benturan bertenaga besar yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sumber literatur mengelompokkannya menjadi tipe longitudinal, transversal, dan oblique. Fraktur tipe longitudinal memiliki prognosis paling buruk, terutama bila mengenai sistem vertebrobasilar. Biasanya fraktur tipe ini disertai dengan defisit n.VI dan n.VII. 2Gambaran KlinisGambaran klinis dari fraktur basis cranii yaitu hemotimpanum, ekimosis periorbita (raco