Ekoji999 edisi164-19 feb13-menguasaiduniaviatik
-
Upload
ekoindrajit1969 -
Category
Documents
-
view
88 -
download
0
Transcript of Ekoji999 edisi164-19 feb13-menguasaiduniaviatik
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 1 DARI 3 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
Menguasai Dunia melalui TIKoleh Prof. Richardus Eko Indrajit - [email protected]
EKOJI9
99 N
omor
164
, 19
Febr
uari
2013
Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email [email protected].
Mencermati bagaimana beragam negara di dunia melakukan pengembangan teknologi informasi merupakan suatu hal yang mengasyikkan, terlebih-‐lebih jika sedikit dibumbui dengan suatu asumsi bahwa sebenarnya di belakang itu semua, masing-‐masing negara memiliki “ambisi” untuk menguasai dunia di kemudian hari.
Mulailah dari negara besar Amerika Serikat, yang merupakan komunitas kapitalis terbesar di dunia. Terlihat bahwa fokus pengembangan teknologi informasi mereka lebih diarahkan pada pengembangan aplikasi-‐aplikasi bisnis. Mungkin mereka beranggapan bahwa bisnis merupakan tulang punggun ekonomi yang akan menentukan hidup matinya sebuah negara. Karena pada era globalisasi trend-‐nya mengarah pada penggunaan aplikasi teknologi informasi untuk melakukan transaksi lintas negara, maka mau tidak mau negara-‐negara di dunia akan membutuhkan aplikasi-‐aplikasi bisnis yang handal, yang sebagian besar diciptakan di Silicon Valley. Dengan kata lain, pada saatnya nanti, mayoritas negara-‐negara di dunia akan memakai perangkat lunak buatan Amerika, sehingga ketergantungan mereka akan negara adikuasa ini akan semakin besar.
Masyarakat Jepang sepertinya berpikiran lain, karena mereka lebih senang mengembangkan ilmu teknologi informasi yang berhubungan dengan robotika. Sepertinya mereka terkesima dengan �ilm-‐�ilm futuristik barat semacam “Terminator”, “Lost in Space”, “Star Trek”, dan lain sebagainya. Jikalau mereka dapat menguasai ilmu robotika, kecerdasan buatan, dan kloning, nampaknya mereka dapat menciptakan robot-‐robot yang dapat “disuruh-‐suruh” kesana kemari. Pada saatnya nanti, seandainya ada Perang Dunia III, mungkin mereka dapat memenangkannya karena yang dikirim ke medan perang adalah tentara robot. Dengan demikian, Jepang akan menguasai dunia melalui “mahkluk” ciptaannya.
Sementara itu, negara tetangga Singapura harus memutar otaknya karena secara �isik dan geogra�is, luas tanah airnya sangatlah kecil dengan sumber daya yang terbatas. Maka diluncurkanlah ide Intelligent Island dengan prinsip dasar untuk menjadikan Singapura sebagai “hub dari segala hub” (hub raksasa) tempat transitnya tidak hanya manusia (seperti Airport Changi), tetapi lebih jauh lagi hub dari sumber daya �inansial (seperti bank di Swiss) dan informasi global (terutama menyangkut data perdagangan dan ekonomi negara-‐negara wilayah Asia). Teori yang mungkin mereka pakai adalah semakin banyak negara yang menghubungkan dirinya dengan hub raksasa ini, akan semakin banyak jumlah negara yang “tergantung” dengan Singapura.
Lain lagi dengan negara jiran, Malaysia. Melihat bahwa diperlukan waktu yang cukup lama bagi sebuah negara untuk dapat menerapkan teknologi informasi di seluruh aspek kehidupan manusia, maka Mahatir menawarkan konsep “Multimedia Super Corridor” untuk dijadikan sebagai prototip negara di masa mendatang. Tidak tanggung-‐tanggung tokoh-‐tokoh besar sekaliber Bill Gates, Steve Jobs, dan Alvin To�ler diundang bergabung sebagai penasehat strategis proyek ini. Kalau berhasil, berarti masyarakat Malaysia-‐lah yang pertama kali akan mengimplementasikan sebuah kota di masa mendatang, yang tentu saja akan membuat “bargaining” mereka naik di mata negara-‐negara lain.
Akhirnya, mempelajari fenomena yang terjadi di negara India merupakan hal yang menarik untuk dicermati. Adalah merupakan suatu hal yang menarik melihat bahwa di dalam wilayah salah satu negara termiskin di dunia terdapat satu komunitas yang memiliki kekayaan intelektual yang sangat disegani dunia. India dengan Bangalor-‐nya mampu menjadi pemasok ahli-‐ahli pengembang perangkat lunak (software) bagi negara maju semacam Amerika Serikat. Tingkat pertumbuhan sumber daya manusia secara kuantitas dan kualitas yang sedemikian tinggi benar-‐benar sanggup mencengangkan negara-‐negara besar di Asia lainnya. Terlihat bahwa India memiliki strategi yang sangat baik dalam mengembangkan kompetensi dan keahlian sumber daya manusianya, yang terlihat dari begitu efektifnya skenario
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 2 DARI 3 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
pembelajaran dan penyebaran pengetahuan secara multiplikasi (satu orang mengajarkan dua orang, dua orang mengajarkan empat orang, dan seterusnya). Dapat diperhitungkan bahwa secara kuantitas dan kualitas, dalam waktu yang relatif cepat, India berharap dapat mencapai tingkat kecerdasan dan kemakmuran setara negara Cina atau Jepang. Dan modal intelektualitas dengan biaya yang relatif murah yang dimilikinya merupakan senjata paling ampuh dalam menghadapi kompetisi global di milenium ketiga ini.
Benang merah yang dapat ditarik dari perilaku negara-‐negara tersebut adalah adanya suatu visi dan misi tertentu yang hendak dituju oleh masyarakatnya dengan cara memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Dan terlihat bahwa masing-‐masing negara berusaha untuk fokus pada suatu bagian tertentu, melihat begitu lebarnya spektrum produk teknologi informasi. Bagaimana dengan Indonesia? Nampaknya pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat masih meraba-‐raba untuk mencari “partikel” teknologi informasi apa yang harus menjadi fokus pengembangan sehingga dapat menjadi modal utama dalam menghasilkan apa yang diistilahkan sebagai “national competitive advantage”…..
-‐-‐-‐ akhir dokumen -‐-‐-‐
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 3 DARI 3 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013