Epidemiologi Adhd

29
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang menetap dalam beberapa tahun atau sepanjang hidup. ADHD dikharakteristikkan dengan pola persisten dari anak yang tidak mampu memperhatikan dan/atau hiperaktif yang berlebihan dan lebih parah dibandingkan anak lainnya (Menezes, 2014). EPIDEMIOLOGI Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di kota-kota dan negara-negara berbeda, didapatkan perbedaaan hasil survey berkisar 5-22%. National Institute for Clinical Excellent di Inggris memperkirakan 1% anak atau sekitar 69.000 anak usia 6-16 tahun memenuhi criteria ADHD yang parah. Adapun di Indonesia belum ada data nasional terkait prevalensi dari ADHD. Menurut Kiswarjanu (1998) dalam Rohmah (2010), prevalensi ADHD di Kotamadya Yogyakarta sebesar 0,39%. ADHD merupakan suatu kondisi ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatian. Berdasarkan hasil Konferensi Nasional Neurodevelopmental II tahun 2006. Menurut penelitian oleh dr. Kristianti Tsoegondo bersama dr. Purboyo Solek, prevalensi kasus ADHD di daerah Bandung pada tahun 2005 adalah 3,5% (Handojo, nd). Prevalensi dari ADHD di dunia adalah 5,3% pada usia sekolah dan 2,5% pada usia dewasa (Chen, 2015). Berdasarkan jenis kelamin, ADHD lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Adapun kasus anak

description

corat coret

Transcript of Epidemiologi Adhd

Page 1: Epidemiologi Adhd

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang

menetap dalam beberapa tahun atau sepanjang hidup. ADHD dikharakteristikkan dengan pola

persisten dari anak yang tidak mampu memperhatikan dan/atau hiperaktif yang berlebihan dan

lebih parah dibandingkan anak lainnya (Menezes, 2014).

EPIDEMIOLOGI

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di kota-kota dan negara-negara berbeda, didapatkan

perbedaaan hasil survey berkisar 5-22%. National Institute for Clinical Excellent di Inggris

memperkirakan 1% anak atau sekitar 69.000 anak usia 6-16 tahun memenuhi criteria ADHD

yang parah. Adapun di Indonesia belum ada data nasional terkait prevalensi dari ADHD.

Menurut Kiswarjanu (1998) dalam Rohmah (2010), prevalensi ADHD di Kotamadya

Yogyakarta sebesar 0,39%.

ADHD merupakan suatu kondisi ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatian.

Berdasarkan hasil Konferensi Nasional Neurodevelopmental II tahun 2006. Menurut penelitian

oleh dr. Kristianti Tsoegondo bersama dr. Purboyo Solek, prevalensi kasus ADHD di daerah

Bandung pada tahun 2005 adalah 3,5% (Handojo, nd).

Prevalensi dari ADHD di dunia adalah 5,3% pada usia sekolah dan 2,5% pada usia dewasa

(Chen, 2015).

Berdasarkan jenis kelamin, ADHD lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan

anak perempuan. Adapun kasus anak perempuan yang mengalami ADHD lebih mungkin

berstatus sebagai anak adopsi.

TERAPI

Obat-obatan yang bersifat stimulant, terutama methylphenidate (MPH) merupakan tatalaksana

lini pertama pada pasien yang didiagnosis ADHD. Di Spain, terdapat 2 preparat MPH yang

bersifat extended-release MPH (MPH-ER), yaitu osmotic-controlled release oral delivery system

(OROS-MPH) dan dauble action microspheres atau modified release MPH (MR-MPH).

farmakokinetik dari obat ini dapat mempengaruhi appetein pada saat makan dalam sehari,

sehingga dapat menyebabkan hyporexia. Oleh karena itu, status nutrisi pasieen perlu

diperhatikan selama pemberian MPH-ER (Dura-Trave, 2014).

GEJALA KLINIS

Page 2: Epidemiologi Adhd

Gejala dari ADHD yang seringkali dikeluhkan oleh orangtua adalah anak tidak dapat

berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas-tugasnya, prestasi sekolah buruk, sering mengganggu

anak-anak lain, seolah-olah tidak mendengar, tidak dapat diam, dan tidak pernah bisa duduk

tenang (Rohmah, 2010).

Manifestasi klinis pasien ADHD pada onset anak-anak adalah gangguan pada kebiasaan (seperti

hiperaktif, impulsivitas, dan tidak memperhatikan), serta deficit pada fungsi eksekutif (seperti

control gangguan, fleksibelitas kognitif, memori, planning, dan kemampuan organisasi) yang

dapat mengganggu akademik dan kemampuan vocal dari pasien. Pada pasien dewasa,

manifestasi dari ADHD bisa lebih komplit karena terkait interaksi dari banyak faktor pada saat

maturasi saraf (Chen, 2015).

Berdasarkan Flanagen (2005) dalam Rohmah (2010), dijelaskan tentang sifat khas atau

kharakteristik dari ADHD. ADHD merupakan suatu kelainan medis yang dapat dikenali dan

memiliki kharakteristik yang cenderung terjadi pada pasien yang memiliki riwayat keturunan.

Secara umum terdapat tiga jenis perilaku yang dikaitkan dengan gangguan ini, yaitu sikap kurang

memperhatikan situasi sekitar (inattenty eness), mudah terganggu atau teralihkan

(distractibility), sikap menurutkan kata hati (impulse eness) dan hiperaktivitas.

PATOFISIOLOGI

Neuroimaging merupakan metode yang dapat digunakan untuk eksplorasi patofisiologi ADHD.

Pada makrostruktural MRI didapatkan abnormalitas dari struktur pada substansia grisea otak,

seperti ganglia basalis, lobus prefrontal, korteks temporal dan parietal. Pada fMRI didapatkan

adanya abnormalitas dari pola aktivasi pada region frontostrial, frontotemporal, dan

frontoparietal. Berdasarkan gambaran tersebut, diterangkan bahwa ADHD mengacu pada

abnormalitas dari sirkuit large-scale otak, yang dibuktikan dengan adanya gangguan pada sistem

limbic dan visualnya. Adanya deficit pada substansia grisea juga dibuktikan dengan adanya

volume reduksi otak dan volume lobus dengan substansia alba yang lebih besar (0.30-0.64) dari

pada substansia grisea (0.27-0.35) (Chen, 2015).

KLASIFIKASI

Adapun klasifikasi dari ADHD berdasarkan symptom-simptom yang bervariasi (DSM IV-TR),

yaitu:

Page 3: Epidemiologi Adhd

a. Tipe predominan inantentif (anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya

konsentrasi)

b. Tipe predominan hiperaktif-hiperimpulsif (anak-anak yang masalah utamanya

diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-hiperimpulsif)

c. Tipe kombinas (anak-anak yang mengalami masalah konsentrasi dan hiperaktif-

hiperimpulsif)

Berdasarkan Melnick & Hinshaw (1996) dalam Davison (2010) dijelaskan, pada pengamatan

terhadap anak-anak yang bermain football meja menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami

ADHD memiliki tujuan sosial yang berbeda dengan anak-anak normal. Anak-anak ADHD yang

agresif bermain dengan tujuan mencari sensasi, seperti membuat keributan, berusaha

mendoinasi, dan pamer, sedangkan anak-anak normal bermain dengan tujuan sportif.

Berdasarkan Whalen & Henker (1985,1999) dalam Davison (2010) dijelaskan, anak-anak dengan

ADHD dapat mengetahui tindakan yang dibenarkan secarasosial dalam berbagai situasi

hipotesis, namun tidak mampu mempraktikkan pengetahuan tersebut ke dalam perilakuu yang

sesuai dalam interaksi sosial.

TEORI

Faktor-faktor yang diketahui mendukung kejadian ADHD adalah:

a. Faktor genetic

Penelitian menunjukkan bahwa predisposisi genetic terhadap ADHD kemungkinan berperan.

Pasien dengan riwayat orangtua ADHD memiliki risiko yang lebih besar menderita ADHD.

b. Faktor perinatal dan prenatal

Kejadian ADHD juga dikaitkan dengan komplikasi pada masa perinatal dan prenatal,

contohnya berat lahir rendah, ibu konsumsi tembakau dan alcohol.

c. Racun lingkungan

Sebuah teori biokimia yang dikemukakan Feingold (1973) mengemukakan bahwa zat-zat

aditif pada makanan mempengaruhi kerja sistem saraf pusat pada anak.

d. Teori psikologis

Psikoanalis anak Bruno Battelheim (1973) yang mengemukakan teori diathesis-stres

mengenai ADHD, menyatakan bahwa hiperaktivitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap

gangguan tersebut dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Jika seorang

anak yang memiliki disposisi aktivitas yang berlebihan dan mudah berubah moodnya

Page 4: Epidemiologi Adhd

mengalami stress karena orang tua yang mudah menjadi tidak sabar dan marah, maka anak

akan sangat sulit untuk menjadi patuh. Seiring orang tua menjadi semakin negative dan tidak

suka, hubungan orang tua-anak menjadi suatu medan perang. Dengan terbentuknya pola

perilaku mengganggu dan tidak patuh, perilaku anak akan menjadi bertentangan dengan

aturan.

Davison, GC, John MN, & Ann MK., 2010. Psikologi Abormal Ed . PT Raja Gravindo

Persada: Jakarta. Pp677-685, 717-733.

Page 5: Epidemiologi Adhd

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perkembangan dalam

peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak

lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah,

tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap

seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah

suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

Tanda-tanda adanya gangguan ADHD sebenarnya sudah dapat dideteksi sejak anak masa pra

sekolah. Kurangnya atensi, hiperaktif dan kompulsif merupakan tanda-tanda yang langsung

dapat ditangkap adanya gangguan pada anak, misalnya saja anak tidak suka atau kehilangan

minat untuk bermain, berlari kesana-kemari dan tidak dapat mengontrol keinginannya untuk

menyentuh benda-benda disekitarnya. Bila orangtua menangkap gejala tersebut seharusnya

segeralah membawa anaknya ke dokter anak atau psikolog. Penangan secara dini akan

memberikan kontribusi perilaku yang lebih baik ketika anak memasuki tahap perkembangan

selanjutnya.

Gangguan hiperaktif-kompulsif mungkin secara langsung bisa terlihat pada perilaku anak,

namun tidak pada tipe gangguan atensi, anak terlihat dapat bekerjasama dengan orang sekitarnya,

sehingga tipe ini kadang terabaikan secara kasat mata.

Beberapa test lainnya dapat diberikan oleh terapis berupa tes kemampuan membaca, pemecahan

matematika, atau beberapa papan permainan. Tenaga profesional kadang juga perlu melakukan

obervasi secara langsung dalam kehidupan sang anak. Bila ditemukan adanya gangguan ADHD

secara pasti, tenaga ahli akan membicarakan masalah ini kepada gurunya di sekolah, guru juga

akan dilibatkan dalam mendiagnosa gangguan tersebut, biasanya guru akan diberikan sebuah

form evaluasi (behavior rating scales) perilaku anak untuk diisi oleh guru yang bersangkutan.

Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan hiperaktivitas atau yang lebih dikenal dengan

Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui dalam banyak bentuk dan

perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih merupakan persoalan yang kontroversial

dan banyak dipersoalkan di dunia pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah

kita lihat seperti: seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak

Page 6: Epidemiologi Adhd

atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses belajar

dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas atau seorang anak yang selalu

bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.

ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah dalam

pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan dengan perkembangan

usia anak. ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja

dalam menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti

asumsi selama ini. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam

memelihara perhatian, termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera dengan

keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang.

Pada anak aktif, otaknya normal tanpa gangguan. Hanya saja energi yang terkumpul berlimpah

dan si kecil berkeinginan untuk selalu bergerak sehingga ia mempunyai mobilitas yang cukup

tinggi dibandingkan anak lain. Sementara itu, hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak

normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan

perhatian. Hiperaktif merupakan turunan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD).

Gangguan itu disebabkan kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak sehingga rentang

konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan. Ada juga penyebab lainnya

seperti temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak serta epilepsi. Bisa juga

kondisi gangguan di kepala, seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau pernah

terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi makanan.

ketika anak mengalami gangguan hiperaktif ini, para ibu biasanya menjadi gugup dan

kebingungan. Sering kali mencoba menutup diri dan tidak mau mengakui apa yang dialami

anaknya. Padahal, sebetulnya, tidak perlu gugup atau kuatir yang terlalu tinggi. Ini yang sering

kali dilupakan bahkan tidak diperhatikan. Para ibu cenderung bergulat dan berkutat pada

kesedihan dan kekecewaan terhadap putra/putrinya. Tapi tidak mau melihat, bahwa anak-anak

dengan gangguan hiperaktif ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tugas ibulah yang

mencari dan menggali kecerdasan ini.

Page 7: Epidemiologi Adhd

Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti halnya

gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak factor

yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik,

perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ),

terjadinya disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola

pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya.

Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan psychostimulants, yang

memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini mengungatkan

sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekuirangan neurotransmitter.

Sehingga neurotransmitters dopamine and norepinephrine sering diokaitkan dengan ADHD..

Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku

ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi pada

seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu

orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita

gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita ADHD

mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar monozygotic lebih mudah terjadi

ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan keterlibatan fator genetic di dalam

gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan kromosom memang masih belum diketahui secara

pasti.  Beberapa gen yang berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin,

termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan ADHD.

Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang menghubungkan

fungsi eksekutif bangsal ganglia.  Katekolamin adalah fungsi neurotransmitter utama yang

berkaitan dengan  fungsi  otak lobus frontalis.  Dopaminergic dan noradrenergic

neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan ADHD.

Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang

dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol

aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada

sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

Page 8: Epidemiologi Adhd

pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan

striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang

tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas otak

bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh

keterlambatan waktu terhadap respon motorik  terhadap rangsangan sensoris. 

Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu kelambanan

dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD.   Menurut teori ini, penderita akhirnya

dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini dipostulasikan akan terjadi sekitar usia

pubertas. Sehingga gejala ini tidak menetap tetapi hanya sementara sebelum keterlambatan yang

terjadi dapat dikejar.

Beberapa peneliti mengungkapkan penderita ADHD dengan gangguan saluran cerna

sering berkaitan dengan penerimaan  reaksi makanan tertentu. Teori tentang alergi terhadap

makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap

tingkah laku anak, serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang hiperaktifitas

pada anak. Disebutkan antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai

terapinya

Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma primer dan

trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak dipertimbangkan sebagai

penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga kelompok.

Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena sebab

yang bermacam-macam selain oleh karena trauma.  Gangguan lain berupa kerusakan susunan

saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan

hipoksia. 

Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan struktur dan

anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru

timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam

perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan ADHD dan anak

normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana pada anak dengan ADHD

Page 9: Epidemiologi Adhd

memiliki gambaran otak yang lebih simetris dibandingkan anak normal yang pada umumnya

otak kanan lebih besar dibandingkan otak kiri.

Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan

gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih dominan

didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan mengukur

kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas otak) yang didapatkan perbedaan yang

signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.

FAKTOR RESIKO

Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui faktor resiko

yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian yang menunjukkan peranan

disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga beberapa kelainan dan gangguan yang terjadi

sejak kehamilan, persalinan dan masa kanak-kanak harus dicermati sebagai faktor resiko.

Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik, genetik,

infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol dan faktor psikogenik.  Penyakit

diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus dicermati.

Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan persalinan,

induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi, depresi sistem immun

dan trauma saat kelahiran normal. Sedangkan periode kanak-kanak haruss dicermati gangguan

infeksi, trauma, terapi medikasi, keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor

kejiwaan, keganasan dan terjadinya kejang. Riwayat kecelakaan hingga harus dirawat di rumah

sakit,kekerasan secara fisik, verbal, emosi  atau merasa diterlantarkan. Trauma yang serius,

menerima perlakuan kasar atau merasa kehilangan sesuatu selama masa kanak-kanak,  tidak

sadar diri  atau pingsan.

1. Faktor lingkungan/psikososial, seperti:

Konflik keluarga.

Sosial ekonomi keluarga yang tidak memadai.

Jumlah keluarga yang terlalu besar.

Orang tua terkena kasus kriminal.

Orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat).

Page 10: Epidemiologi Adhd

Anak yang diasuh di penitipan anak.

Riwayat kehamilan dengan eklampsia, perdarahan antepartum, fetal distress, bayi

lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok saat hamil, dan alkohol.

2. Faktor genetic

Terdapat mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2 dan D4) pada

kromosom 11p.

3. Gangguan otak dan metabolism

Trauma lahir atau hipoksia yang berdampak injury pada lobus frontalis di otak

Pengurangan volume serebrum

Gangguan fungsi astrosit dalam pembentukan dan penyediaan laktat serta gangguan

fungsi oligodendrosit.

MANIFESTASI KLINIS

Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama yang

nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi atau

pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan

perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya

terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.

Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan

tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana

kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan

suara berisik.

Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam

dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut

mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala

impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang

Page 11: Epidemiologi Adhd

menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab

sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri

misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas

yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada

beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak

berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah

dan di sekolah.

Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga berat atau bisa

terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala. Tampilan klinis ADHD

tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia bayi. Gejala yang harus lebih dicermati

pada usia bayi adalah bayi yang sangat sensitive terhadap suara dan cahaya, menangis, menjerit,

sulit untuk diam, waktu tidur sangat kurang dan sering terbangun, kolik, sulit makan atau minum

susu baik ASI atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau digendong, menolak untuk disayang,

berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering minta minum, Head banging (membenturkan

kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala kebelakang) dan sering marah berlebihan.

Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung), impulsif, sering

mengalami kecelakaan atau jatuh,  perilaku aneh/berubah-ubah yang mengganggu, gerakan

konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak lainnya. Agresif, Intelektual (IQ) normal

atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk, Bila di sekolah kurang konsentrasi, aktifitas berlebihan

dan tidak bisa diam, mudah marah dan meledak kemarahannya,  nafsu makan buruk. Koordinasi

mata dan tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan tidak menurut, suka menyakiti

diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll) dan gangguan tidur.

Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya terfokus pada satu

hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa pelajaran sekolah dan tugas di

rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak,

kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh

Page 12: Epidemiologi Adhd

dan bicara berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan suka

membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut campur pembicaraan orang lain

Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih

suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang

secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam

menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan

perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya.

Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan

kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata.   Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan

impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain.  

Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam

mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi

tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering

tidak disukai teman sebayanya.   Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya

gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik.  

Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder.   Mereka sering

menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan

lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan perilaku penyerta

lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar, restless-legs syndrome,

ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan kecemasan, kepribadian antisosial,

substance abuse, gangguan konduksi dan perilaku obsesif-kompulsif.

Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang

berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan, dan suka

menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain.   Sering kurang memperhatikan, tidak

mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha

menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan

atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman

sebayanya.  Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan

perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik.  Pada umumnya prestasi

akademik mereka tergolong rendah dan minder.   Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial

Page 13: Epidemiologi Adhd

dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan

tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Resiko terjadi ADHD semakin meningkat bila salah satu saudara atau orang tua

mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan posikologis dan perilaku

tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi, gangguan disosiatif, gangguan

kecemasan, gangguan belajar, gangguan mood, gangguan panic, obsesif-kompulsif, gangguan

panic disertai goraphobia. Juga kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan perkembangan

perfasif  termasuk gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD), Psychotic, Social

phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.

Gejala Utama ADHD

Inatensi

Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian. Seperti,:

Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas.

Mainan, dll sering tertinggal.

Sering membuat kesalahan

Mudah beralih perhatian (terutama oleh [[rangsang]] suara).

Hiperaktif

Perilaku yang tidak bisa diam. Seperti,:

Banyak bicara

Tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak.

Sering membuat gaduh suasana.

Selalu memegang apa yang dilihat.

Sulit untuk duduk diam.

Gejala-gejala Lain

Sikap menentang

Seperti:

Sering melanggar peraturan.

Bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas

Page 14: Epidemiologi Adhd

Lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan mereka yang seus

Cemas

Seperti:

Banyak mengalami rasa khawatir dan takut.

Cenderung emosional

Sangat sensitive terhadap kritikan

Mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak biasa

Terlihat sangat pemalu dan menarik diri.

PENANGANAN

 

            Melihat penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa teori

penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai

dengan landasan teori penyebabnya.

Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan obat-obatan.

Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap kemungkinan

timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali.   Sebelum digunakannya obat-obat ini,

diagnosa ADHD haruslah ditegakkan lebih dulu dan pendekatan terapi okupasi lainnya secara

simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila hanya mengandalkan obat ini tidak akan efektif.

Beberapa obat yang dipergunakan. Menurut beberapa penelitian dan pengalaman klinis

banyak obat yang telah diberikan pada penderita ADHD, diantaranya adalah : 

antidepresan, Ritalin (Methylphenidate HCL), Dexedrine (Dextroamphetamine

saccharate/Dextroamphetamine sulfate), Desoxyn (Methamphetamine HCL), Adderall

(Amphetamine/Dextroamphetamine), Cylert (Pemoline),  Busiprone (BuSpar), Clonidine

(Catapres).

Methylphenidate, merupakan obat yang paling sering dipergunakan, meskipun sebenarnya obat

ini termasuk golongan stimulan, tetapi pada ksus hiperaktif sering kali justru menyebabkan

ketenangan bagi pemakainanya. Selain methylphenidate juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet,

memilki efek terapi yang cepat, setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam

sehari. Methylphenidate juga tersedia dalam bentuk dosis tunggal.  

Page 15: Epidemiologi Adhd

Ritalin atau methylphenidate, obat stimulan yang biasa diberikan pada anak penyandang

ADHD  ternyata dapat menyebabkan perubahan struktur sel otak untuk jangka waktu lama,

ilmuwan melaporkan. Joan Baizer profesor fisiologi dan biofisika dari University of Buffalo

mengungkapkan pemberian Ritalin setiap hari selama bertahun tahun pada sel otak tikus terlihat

sama seperti yang diakibatkan oleh amphetamin atau kokain. Para ilmuwan tersebut melakukan

penelitian pada tikus yang diberikan susu dicampur dengan Ritalin dengan dosis yang sama

diberikan pada anak anak. Para ilmuwan mendapatkan gen c-fos menjadi aktif setelah diberikan

Ritalin. Hal yang sama terjadi pada tikus yang diberikan amphetamin dan kokain.

Ketika dosis Ritalin yang diberikan selesai bekerja dalam tubuh,  dianggap Ritalin dapat

hilang dengan sendirinya. Tetapi dalam sebuah penelitian dengan menggunakan model ekspresi

gen pada binatang menunjukkan Ritalin punya potensi menyebabkan perubahan pada struktur

dan fungsi otak untuk jangka waktu yang lama. Ritalin tidak bersifat adiktif atau dapat

menyebabkan ketagihan jika pemberian dosis digunakan secara benar. Efek dari pemberian dosis

tinggi amphetamin dan kokain yang mirip ritalin tersebut telah mengaktifkan salah satu gen yang

disebut gen c-fos dalam sel otak. Jika c-fos aktif pada bagian tertentu otak maka gen tersebut

diketahui berhubungan dengan gejala adiktif.  Perubahan pada sel otak untuk jangka waktu lama

pada manusia  perlu penelitian lebih lanjut. Mungkin menggunakan sejenis gen mikrochip untuk

mengetahui gen gen mana saja yang menjadi aktif jika diberikan Ritalin. Bila dengan

penggunaan obat tunggal dibilai kurang efektif perlu dipertimbangkan pemberian obat secara

kombinasi. Bila penatalaksanaan terhadap penderita ADHD mengalami kegagalan (tidak

menunjukkan progresifitas), harus segera dilakukan reevaluasi tentang penegakan diagnosis,

perencanaan terapi dan berbagai kondisi yang berpengaruh.

Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita.  Diantaranya

adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan  pencernaan (Intestinal

Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan  alergi makanan atau reaksi simpang

makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup

efektif.  Suatu substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil

yang cukup memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu mensitesa

(memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan produksinya

dengan menggunakan golongan amphetamine.

Page 16: Epidemiologi Adhd

Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi, defisiensi

mineral,  essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino  dan toksisitas Logam berat.

Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita ADHD adalah terapi EEG Biofeed

back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan tradisional  Cina seperti akupuntur.

Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan

menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang dikoordinasikan antara

dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita.  Untuk mengatasi

gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada  penderita ADHD yang sudah ada dapat

dilakukan dengan terapi okupasi. Ada beberapa terapi okupasi untuk memperbaiki gangguan

perkembangan dan perilaku pada anak yang mulai dikenalkan oleh beberapa ahli  perkembangan

dan perilaku anak di dunia, diantaranya adalah sensory Integration (AYRES), snoezelen,

neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi Perilaku, terapi bermain dan terapi

okupasi lainnya

Kebutuhan dasar anak dengan gangguan perkembangan adalah sensori. Pada anak dengan

gangguan perkembangan sensorinya mengalami gangguan dan tidak terintegrasi sensorinya.

Sehingga pada anak dengan gangguan perkembangan perlu mendapatkan pengintegrasian sensori

tersebut. Dengan terapi sensori integration.

            Sensori integration adalah pengorganisasian informasi melalui beberapa jenis sensori di

anataranya adalah sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan  grafitasi, penglihatan, pendengaran,

pengecapan, dan penciuman yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna.

Beberapa jenis terapi sensori integration adalah memberikan stimulus vestibular, propioseptif

dan taktil input. Menurunkan tactile defensivenes dan meningkatkan tactile discrimanation.

Meningkatkan body awareness berhubungan dengan propioseptik dan kinestetik. Selain sensory

integration terapi sensori lain yang dikenbal dalam terapi gangguan perkembangan dan perilaku

adalah Snoezelen. Snoezelen adalah sebuah aktifitas yang dirancang mempengaruhi system

Susunan Saraf pusat melalui pemberian stimuli yang cukup pada system sensori primer seperti

penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah dan pembau. Disamping itu juga melibatkan

sensori internal seperti vestibular dan propioseptof untuk mencapai relaksasi atau aktivasi

seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya

Neurodevelopment treatment (NDT)  atau Bobath adalah terapi sensorimotor dalam

menangani gangguan sensoris motor. Terapi NDT dipakai bertujuan untuk meningkatkan

Page 17: Epidemiologi Adhd

kualitas motorik penderita. Tehnik dalam terapi ini adalah untuk memfokuskan  pada fungsi

motorik utama dan kegiatan secara langsung.

Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara langsung, dengan

lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan ini cukup berhasil dalam

mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri.

Selain itu juga akan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, seperti agrsif, emosi labil, self

injury dan sebagainya. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif

dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan

berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan gerak,

minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan kegiatan

kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk beraktifitas dan bekerja saat

usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana

tersebut  dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan terapi.

Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan

kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar mengontrol diri dan

mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu yang harus

dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang

akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya

kegiatan yang cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun

kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan. Nasehat untuk

orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan kegiatan yang seharusnya

dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga

lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola pengasuhan di rumah, anak

diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu yang harus ia

kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta memberi kesempatan mereka

untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan.

Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya

perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia melakukan sesuatu

dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu

Page 18: Epidemiologi Adhd

mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan

penghargaan yang tulus baik berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif.  

Bila hal ini tidak berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus

segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai. Strategi di tempat

umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempat-tempat umum, dalam

hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun suatu benda tertantu

yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan dicegah,

untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-hal apa yang yang dapat memicu perilaku

tersebut. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan

pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil

hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

Page 19: Epidemiologi Adhd

AUTISME

Gangguan autisme berawal di masa kanak-kanak awal dan dapat terlihat pada bulan-bulan

awal usia anak. Gangguan ini jarang terjadi dalam populasi umum, pada 2-5 bayi dalam

10.000 atau 0,05% dari jumlah kelahiran.

MANIFESTASI KLINIS

gangguan sosial dan emosional

Autism bukan menarik diri dari masyarakat, namun tidak pernah menjadi bagian dari

masyarakat tersebut sejak awal. Normalnya bayi menunjukkan tanda-tanda kelekatan pada

ibunya sejak usia 3 bulan. Pada anak-anak dengan autism, kelekatan dini tersebut kurang

terlihat. Anak-anak autism jarang melibatkan orang tua mereka dalam bermain, serta tidak

menunjuk, menunjukkan dan berbagi objek mainan dengan orang lain. Anak-anak autism

memiliki masalah keterampilan sosial yang berat. Mereka tampak tidak mengenali 1 orang

dengan orang yang lain, tetapi memiliki ketertarikan terhadap benda mati.

Kekurangan komunikasi

Pada usia 2 tahun, anak-anak normal menunjukkan kemampuan dalam