FLOW CONTROL

71
PRAKTIKAN : Billy Aprianto/0906635495 Davin Philo/0906556906 Johan Sebastian/0906515345 M. Normansyah/0806459835 Susatyo Adi/0806339345 Pengendalian Proses | Flow Control 0

description

SYALALA

Transcript of FLOW CONTROL

Page 1: FLOW CONTROL

PRAKTIKAN :Billy Aprianto/0906635495Davin Philo/0906556906Johan Sebastian/0906515345M. Normansyah/0806459835Susatyo Adi/0806339345

| Flow Control 0

Page 2: FLOW CONTROL

DAFTAR ISI

Daftar Isi......................................................................................................................... 1

Bab I PENDAHULUAN.................................................................................................2

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 2

1.2 Tujuan Percobaan..........................................................................................2

1.3 Rumusan Masalah.........................................................................................2

1.4 Landasan Teori..............................................................................................3

Bab II STUDI PUSTAKA.............................................................................................. 13

2.1 Prosedur Percobaan.......................................................................................13

2.2 Data Pengamatan.......................................................................................... 13

Bab III METODOLOGI.................................................................................................16

Bab IV HASIL & PEMBAHASAN...............................................................................28

4.1 Analisis Percobaan........................................................................................28

2.4 Analisis Perhitungan dan Hasil.....................................................................30

4.3 Analisis Grafik..............................................................................................33

4.4 Analisis Kesalahan........................................................................................34

Bab V PENUTUP (KESIMPULAN)..............................................................................36

Daftar Pustaka.................................................................................................................38

| Flow Control 1

Page 3: FLOW CONTROL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laju alir dalam beberapa industri manufakturing menempati posisi yang sangat

menentukan terhadap kualitas maupun kuantitas hasil produksi. Ambil saja contoh

pemanfaatan laju alir udara dalam proses pemisahan inti (kernel) terhadap cangkang

(shell) pada sebuah pabrik kelapa sawit. Kernel adalah produk yang hendak diperoleh

dengan kualitas dan kuantitas semaksimal mungkin, sedangkan cangkang adalah sisa

hasil produksi yang harus dipisahkan sebagai limbah padat. Ketidak-stabilan dan

kecepatan respon terhadap perubahan nilai input set, akan berdampak besar terhadap

laju alir udara yang dihasilkan. Yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas

dan kuantitas produksi inti (kernel).

Untuk melakukan proses pengendalian laju alir udara yang optimal, dengan

metode yang dapat beradaptasi dengan cerdas terhadap setiap perubahan sifat dari

sistem yang ada, perlu dibuat suatu simulasi pengendalian laju alir udara dalam skala

laboratorium dengan menggunakan metode yang mampu membaca dan mengenali

kondisi input dan output dari sistem yang tersedia, serta mampu beradaptasi dengan

fleksibel, sehingga dapat memberikan pengendalian yang lebih baik.

Secara umum, terdapat tujuh tujuan utama dari kontrol proses, yakni: (1)

keamanan dan keselamatan kerja (safety); (2) perlindungan lingkungan (environmental

protection); (3) perlindungan alat (equipment protection); (4) operasi yang mulus dan

laju produksi yang tinggi (smooth operation and production rate); (5) kualitas produk

(product quality); (6) keuntungan (profit); (7) monitoring dan diagnosis.

Laju alir dapat mempengaruhi ketujuh hal di atas, tetapi umumnya, pengaturan

laju alir harus dilakukan karena mempengaruhi masalah:

1. Safety. Laju alir yang tidak sesuai pada proses, misalnya laju alir yang terlalu

tinggi pada valve, bisa menyebabkan kebocoran pada alat, mengeluarkan zat

beracun, dan mengganggu kesehatan manusia di sekitarnya.

| Flow Control 2

Page 4: FLOW CONTROL

2. Equipment protection. Laju alir yang tidak sesuai dapat merusak alat, misalnya

alat bocor karena laju alir yang terlalu tinggi.

3. Laju produksi dan kualitas produk. Perubahan laju alir dapat mempengaruhi

kualitas produk dan kelancaran produksi. Perubahan laju alir ke nilai yang tidak

optimum akan menurunkan kualitas produk dan mempengaruhi kelancaran

produksi.

Biasanya, pada sebuah industri alat sudah ada sehingga karakteristik dinamis dan

statis dari suatu proses harus dibuat agar pengontrolan laju alir bisa terjadi. Karena

karakteristik respon dinamis dari perubahan laju alir terhadap waktu dan faktor-faktor

lainnya, maka pengaturan laju alir tidak bisa dilakukan secara sederhana (ON-OFF

Control), melainkan harus dengan algoritma tertentu, misalnya PID (Proportional,

Integral, Derivative). Diketahui bahwa menentukan karakteristik proses dan PID

Controller sangat dibutuhkan untuk pengaturan laju alir pada skala laboratorium

maupun skala industri. Di samping itu, Laboratorium Proses Pengendalian Teknik

memiliki salah satu alat kontrol yaitu Flow Control. Mengingat pentingnya pengaturan

laju alir dan PID Controller serta ketersediaan alat pada laboratorium, kami melakukan

percobaan berjudul “Pengaturan Laju alir (Flow Control)”.

1.2. Tujuan Percobaan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mempelajari karakteristik statis dan dinamis dari proses dan mempelajari

bagaimana pengaturan laju alir dapat dilakukan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mempelajari proses kendali secara manual dan auto, terkhususnya pada

kasus flow control

2. Mempelajari karakter statis (SSE) dan dinamis (decay ratio, overshoot,

settling time) dari sistem flow control

3. Menentukan fungsi transfer dari sistem kendali proses (pendekatan

FOPDT)

| Flow Control 3

Page 5: FLOW CONTROL

4. Menentukan dan mempelajari sistem PID tunning dengan menggunakan

tunning Zieger-Nichols II

5. Membandingkan karakter proses kendali dari parameter kendali

Proportional, Integrative, dan Derivative berdasarkan tunning Ziegler-

Nichols untuk P Control, PI Control, dan PID Control dan pengaruh

parameter-parameter tersebut terhadap respon sistem.

| Flow Control 4

Page 6: FLOW CONTROL

BAB II

STUDI PUSTAKA

Flow control (pengaturan laju alir) adalah salah satu hal yang penting dalam industri. Laju

alir, disamping temperatur, komposisi, laju alir, dan ketinggian cairan, adalah variabel

penting yang harus dikendalikan agar proses berjalan dengan baik. Pada bagian ini, akan

dijelaskan sistem kontrol lup tertutup sebagai dasar pengaturan proses secara umum dan

pengaturan laju alir secara khusus, komponen-komponen sistem kontrol, pemodelan

mekanistik dan pemodelan empirik, dan algoritma pengaturan laju alir, khususnya dengan

algoritma PID (Proportional, Integral, Derivative).

2.1 Sistem Kontrol Lup Tertutup

Kita perlu mengembangkan model dinamik umum untuk sistem kontrol lup

tertutup, di mana proses dan pengontrol bekerja sebagai satu sistem yang terintegrasi.

Gambaran model lup tertutup diberikan pada Gambar 2.1. Pada gambar, terdapat fungsi

transfer dan variabel. Fungsi transfer terdiri dari: final element atau valve, Gv(s); proses

yang terjadi, Gp(s); sensor (untuk pengaturan laju alir adalah sensor laju alir), Gs(s);

fungsi hubungan disturbance (gangguan) terhadap variabel kontrol, Gd(s), dan;

pengontrol dengan algoritma tertentu, Gc(s).

Sedangkan variabel proses adalah: controlled variable atau variabel output yang

diatur besarnya, CV(s); manipulated variable atau input yang diatur besarnya, MV(s);

set point atau nilai yang diinginkan dan dicapai dengan bantuan pengontrol, SP(s);

error atau perbedaan antara set point dan measured controlled variable (CVm(s)), E(s);

disturbance atau dan perubahan input karena faktor eksternal, D(s).

Dari gambar ini, dapat diperoleh:

1. Set Point Response (SERVO) atau fungsi alih sistem lup keseluruhan dengan

menganggap D(s) = 0, dirumuskan:

CV ( s)SP(s)

=G p ( s) Gv (s )G c ( s)

1+G p ( s )Gv (s ) Gc ( s) Gs (s ) (2.1)

| Flow Control 5

Page 7: FLOW CONTROL

2. Disturbance Response (REGULATORY) atau fungsi alih sistem lup

keseluruhan dengan menganggap SP(s) = 0, dirumuskan:

CV ( s)D(s)

=Gd

1+Gp ( s )Gv (s ) Gc ( s) Gs (s ) (2.2)

Gambar 2.1 Diagram Blok dari Sistem Kontrol Lup Tertutup

2.2 Komponen-komponen Penting Sistem Kontrol Lup Tertutup

Pada Subbab 2.1, telah dijelaskan hubungan umum berbagai komponen pada

sistem kontrol lup tertutup. Pada bagian ini, dijelaskan komponen-komponen penting

sistem secara lebih terperinci.

2.2.1 Sensor dan Transmitter

Sensor berfungsi untuk mengukur CV dan menghasilkan sinyal MV yang

sesuai. Sensor sering juga disebut sebagai elemen primer. Sedangkan transmitter

menguatkan sinyal ke tingkat voltase V(t) tertentu dan mengirimkan ke controller.

Transmitter sering disebut sebagai elemen sekunder. Ada tiga hal penting dalam sensor-

transmitter, yaitu:

1. Range of the instrument, yakni harga yang terendah dan tertinggi instrumen;

2. Span of instrument, yakni beda antara harga yang terendah dan tertinggi;

3. Zero of the instrument, yakni harga range yang terendah.

2.2.2 Controller

| Flow Control 6

Page 8: FLOW CONTROL

Controller merupakan pusat dari sistem kontrol dan pembuat keputusan.

Pembuatan keputusan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mengubah set point ke tegangan tertentu, VR;

2. Menghitung error, ε(t) = VR – V(t) ;

3. Menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya, P(t), ke final

element.

Ada 2 jenis aksi controller, yaitu: aksi berlawanan (reverse action), di

mana controller akan mengurangi sinyal outputnya bila harga output naik; aksi searah

(direct action), di mana controller akan meningkatkan sinyal outputnya.bila harga

output naik.

2.2.3 Proses

Proses merupakan bagian yang memerlukan pengontrolan. Proses bisa berupa

proses kimia maupun fisika dan pada bagian ini, variabel tertentu seperti: laju alir,

temperatur, atau laju alir dikontrol besarnya agar sesuai dengan yang diinginkan.

2.2.4 Final Element

Sebagai respon sinyal masukan P(t), final element merubah sinyal P(t) ke arus

yang menghasilkan daya yang sesuai. Final element biasanya berupa control valve. Ada

2 jenis control valve berdasarkan suplai udara, yaitu:

1. Fail Open (FO) atau Air to Close (AC), di mana control valve akan terbuka

jika tidak ada suplai udara dan tertutup katup jika ada suplai udara;

2. Fail Close (FC) atau Air to Open (AO), di mana control valve akan tertutup

jika ada suplai udara dan terbuka jika ada suplai udara.

2.2.5 Recorder

Recorder merupakan sistem pencatatan dari perubahan yang ada dan recorder

tidak diikutsertakan dalam perhitungan.

2.3 Pemodelan Empirik dan Mekanistis

| Flow Control 7

Page 9: FLOW CONTROL

Terdapat dua jenis pemodelan proses, yaitu model empirik dan model

mekanistik. Perbedaan kedua metode ini diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan permodelan empirik dan mekanistik

Model Empirik Model Mekanistik

Diturunkan dari uji kinerja pada proses nyata;

Tidak didasarkan pada mekanisme yang

melandasinya;

Mencocokkan fungsi tertentu untuk

mencocokkan proses;

Hanya gambaran lokal dari proses saja (bukan

ekstrapolasi);

Model hanya sebaik datanya.

Diturunkan dari prinsip matematis

Berlandaskan pada pemahaman kita tentang

sebuah proses

Mengobservasi hukum kekekalan massa,

energi dan momentu;

Berguna untuk simulasi dan ekstrapolasi

kondisi operasi yang baru;

Mungkin mengandung konstanta yang tidak

diketahui yang harus diestimasi.

Kedua pemodelan ini dilakukan dengan pendekatan yang umum, yakni pendekatan

First-Order-Plus-Dead-Time (FOPDT) dan pendekatan orde tinggi.

2.3.1 Pendekatan First-Order-Plus-Dead-Time (FOPDT)

FOPDT merupakan metode pemodelan proses dinamik yang digunakan untuk

menentukan konstanta gain (Kp), dead time (θ), dan konstanta waktu (τ) pada sistem

yang dianggap memiliki orse satu sehingga didapatkan permodelan proses untuk suatu

sistem dinamik sebagai berikut.

G (s )=K p e−θs

τs+1 (2.3)

Nilai gain (Kp), dead time (θ), dan konstanta waktu (τ), dapat ditentukan

Metode penentuan FOPDT dengan model empirik terbagi lagi menjadi dua

metode, yang dijelaskan sebagai berikut.

Metode I

Metode I dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.2.

1. Menghitung KP dengan persamaan:

| Flow Control 8

Page 10: FLOW CONTROL

K P=∆δ

(2.4)

di mana ∆ adalah besar perubahan respon dan δ adalah besar perubahan input.

2. Menghitung τ dengan persamaan:

τ=∆s

(2.5)

di mana s adalah slope maksimum yang dicari dari garis singgung Process

Reaction Curve (PRC) yang paling tegak.

3. Menentukan dead time (θ) dari kurva.

Metode II

Metode III dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.3.

1. Menghitung KP dengan Persamaan (2.4).

2. Menghitung τ dengan persamaan:

τ=1,5(t 63 %−t 28 %) (2.6)

di mana t63% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 63% respon

maksimum dan t28% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 28% respon

maksimum.

3. Menentukan dead time (θ) dengan persamaan:

θ=t28 %−τ (2.7)

| Flow Control 9

Page 11: FLOW CONTROL

Gambar 2.2 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (θ), dan Konstanta waktu (τ)

dengan Metode I FOPDT

Gambar 2.3 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (θ), dan Konstanta waktu (τ)

dengan Metode II FOPDT

Pendekatan Orde Tinggi

Pada pendekatan orde tinggi (selain orde satu), dibutuhkan patameter-parameter lain,

seperti rise time, time to first peak, settling time, overshoot, decay ratio, dan periode

osilasi. Nilai-nilai ini ditunjukkan secara grafis pada Gambar 2.4.

| Flow Control 10

Page 12: FLOW CONTROL

Gambar 2.4 Besaran-besaran pada Pendekatan Orde Tinggi

2.4 Algoritma Pengontrolan

2.4.1 Jenis Pengontrol

Secara umum, jenis-jenis pengontrol dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1.1 ON-OFF Controller

Sistem ini merupakan loop control yang paling sederhana. Final control

element hanya mempunyai dua keadaan operasi. Jika sinyal kesalahan positif,

controller mengirim sinyal hingga final control element (control valve) bergerak

ke salah satu posisi untuk meminimalkan kesalahan; jika sinyal kesalahan

negative, control valve akan bergerak ke posisi sebaliknya. Secara matematis,

sistem ini dapat dituliskan sebagai berikut :

u (t )=M untuk e (t)>0 (2.8)

u (t )=M untuk e (t )<0 (2.9)

Ciri khas dari sistem dengan algoritma ON-OFF adalah keluaran akan

menunjukkan nilai yang berosilasi sebelum mencapai harga set point-nya.

2.4.1.2 Pengontrol Proporsional (Proportional Controller, P Controller)

| Flow Control 11

Page 13: FLOW CONTROL

Dalam aksi pengontrolan proporsional, alat pengoreksi akhir memiliki suatu

daerah posisi yang kontinu. Posisi tepatnya sebanding dengan besarnya kesalahan.

Dengan kata lain, output dari controller (manipulated variable) sebanding dengan

input-nya (besarnya penyimpangan atau error). Semakin besar error, semakin

besar sinyal kendali yang dihasilkan P Control. Output aktual pada controller ini

(actuating output) dirumuskan sebagai:

u (t )=KP ε (t )+us (2.10)

dengan: u(t) adalah actuating output atau manipulated variable, ε(t) adalah error,

KP adalah proportional gain dari controller, dan us adalah sinyal bias (output

aktual ketika error ε(t) = 0)

Kontroler proportional memiliki dua besaran utama, yakni proportional

gain, KP dan proportional band, PB. Kedua besaran ini dihubungkan secara

matematis:

PB=100K P

(2.11)

dengan KP adalah perubahan output/perubahan input. Dengan demikian,

proportional band adalah perbandingan antara perubahan input terhadap

perubahan output.

Dari persamaan-persamaan di atas, fungsi transfer dari P Control bisa

dibuat. Persamaan (2.10) bisa disusun ulang menjadi:

u (t )−us=KP ε (t ) (2.12)

Misalkan u(t) - us = u(t), maka berlaku:

u (t )=KP ε (t ) (2.13)

Transformasi Laplace dari persamaan di atas menghasilkan fungsi transfer

Proportional Control:

U (s )E (s )

=G p ( s )=KP (2.14)

dengan KP dikenal juga sebagai gain atau penguatan.

Keluaran P Control memiliki beberapa ciri khas, dan digambarkan pada

Gambar 2.5. Dari gambar ini, dapat dilihat bahwa:

| Flow Control 12

Page 14: FLOW CONTROL

1. P Control akan berfungsi baik untuk sistem yang proses perubahan

bebannya secara lambat dan variasi set point-nya kecil, karena dengan

demikian proportional band-nya dapat diambil cukup kecil.

2. Tunning nilai proportional band pada angka atau keadaan tertentu akan

menghilangkan osilasi yang timbul di sekitar set point. Semakin besar

harga proportional band, maka osilasi pada output relatif tidak terjadi;

sebaliknya, semakin kecil harga proportional band, maka besar

kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi kecil).

3. Adanya offset pada hasil pengontrolannya, yakni harga setpoint tidak dapat

dicapai sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset ini

tergantung pada harga proportional band. Semakin besar harga

proportional band, maka akan semakin besar nilai offset; sebaliknya,

semakin kecil proportional band, maka semakin kecil nilai offset.

Gambar 2.5 Hasil Keluaran P Control

4. Dari K. Ogata, diketahui bahwa proses dinamik akan stabil jika 14/9 > KP

> 0. Perbedaan kestabilan pada saat KP bernilai 1.2 (stabil) dan bernilai 1.6

(tidak stabil) diberikan pada Gambar 2.6.

| Flow Control 13

Page 15: FLOW CONTROL

(a)

(b)

Gambar 2.6 Plot Keluaran Terhadap Waktu pada: (a) KP = 1.2; (b) KP = 1.6

Penambahan P Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh

berikut:

1. Menambah atau mengurangi kestabilan;

2. Memperbaiki respon transien, khususnya: rise time dan settling time;

3. Mengurangi (tetapi tidak menghilangkan) steady state error (SSE). Untuk

dapat menghilangkan SSE, dibutuhkan KP yang sangat besar. Hal ini akan

berakibat langsung pada penurunan kestabilan sistem.

2.4.1.3 Pengontrol Integral (Integral Controller, I Controller)

Pada I Control, perubahan sinyal kontrol sebanding dengan integral sinyal

kesalahan terhadap waktu, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan waktu

dimana kesalahan tersebut terjadi. Semakin besar error, semakin cepat sinyal

kontrol bertambah/berubah. Persamaan matematis untuk I Control adalah sebagai

berikut:

u (t )=K I∫0

t

ε ( t ) dt (2.15)

| Flow Control 14

Page 16: FLOW CONTROL

di mana KI adalah konstanta integral. Transformasi Laplace dari persamaan ini

menghasilkan:

U (s )E (s )

=K I

s (2.16)

Penambahan I Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh berikut:

1. Menghilangkan steady state error (SSE);

2. Memperlambat respon jika dibandingkan dengan P Control;

3. Dapat menimbulkan ketidakstabilan karena menambah orde sistem.

2.4.1.4 Pengontrol Derivatif (Derivative Controller, D Controller)

Pada pengontrol derivatif, besarnya sinyal kontrol sebanding dengan

perubahan error (Δe). Semakin cepat error berubah, semakin besar aksi kontrol

yang ditimbulkan. Dengan adanya bagian derivatif, dε/dt, kontroler PID

mengantisipasi apa yang akan terjadi pada error di masa sesaat yang akan datang

dan kemudian melakukan aksi kontrol yang sebanding dengan kecepatan

perubahan error saat ini. Berdasarkan sifat ini, aksi kontrol derivatif kadang-

kadang mengacu sebagai anticipatory control. Secara matematis dituliskan:

u (t )=K Ddεdt

+us (2.17)

Pengaruh pada D Control pada sistem adalah:

1. Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga bisa

memperbesar pemberian nilai KP

2. Memperbaiki respon transien karena memberikan aksi saat ada perubahan

error.

3. D Control hanya berubah saat ada perubahan error dan saat ada error

statis D tidak beraksi. Akibatnya, D Control tidak boleh digunakan sendiri

2.4.1.5 Proportional Integral Controller (PI Controller)

Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral (proportional-plus-reset),

posisi alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:

| Flow Control 15

Page 17: FLOW CONTROL

1. Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P Control.

2. Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan

dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, yang merupakan

kontribusi dari I Control.

Persamaan matematis dari PI Control adalah gabungan dari persamaan

untuk P Control dan I Control:

u (t )=KP ε (t )+KP

τ I∫0

t

ε (t ) dt +us (2.18)

dengan τI adalah konstanta integral time atau reset time dalam satuan menit.

Konstanta ini merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-kadang

mengacu sebagai minutes per repeat. Dalam industri yang digunakan sebagai

acuan adalah kebalikan dari konstanta waktu yang dikenal sebagai reset rate.

Ciri khas dari PI Controller adalah

1. Output (pada Gambar 2.7 adalah c(t)) berubah selama error tidak sama

dengan nol. Oleh karena sifat inilah, pengontrol ini dapat menghilangkan

error bahkan pada kondisi error yang kecil.

Gambar 2.7 Respon PI Controller Terhadap Error Berupa Step

| Flow Control 16

Page 18: FLOW CONTROL

2. Adanya waktu reset menyebabkan output kembali ke set point. Respon

output pada nilai waktu reset yang berbeda-beda digambarkan pada

Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Respon PI Controller Terhadap Perubahan Beban

Jenis PI controller di industri dapat menangani hampir setiap situasi

kontrol proses. Perubahan beban yang besar dan variasi yang besar pada set point

dapat dikontrol dengan baik tanpa osilasi yang berkepanjangan, tanpa offset

permanen, dan dengan cepat kembali ke keadaan seharusnya setelah gangguan

terjadi. Perbedaan keluaran menggunakan P Control saja, I Control saja, dan PI

Control diberikan pada Gambar 2.9.

(a)

(b)

(c)

| Flow Control 17

Page 19: FLOW CONTROL

(d)

Gambar 2.9. Perbedaan Respon pada: (a) Tanpa Kontrol; (b) P Control dengan KP = 2;

(c) I Control dengan KI = 1; (d) PI Control dengan KP = 2, KI = 1

2.4.1.6 Proportional Derivative Control (PD Control)

Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral (proportional-plus-reset),

posisi alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:

1. Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P Control.

2. Besarnya perubahan error (Δe) terhadap waktu, yang merupakan

kontribusi D Control.

Perbedaan keluaran P Control dan PD Control diberikan pada Gambar 2.10.

(a)

(b)

Gambar 2.10 Perbedaan Respon pada: (a) P Control dengan KP = 1;

(b) PD Control dengan KP = 1, KD = 3

2.4.1.7 Pengontrol Proporsional, Integral, dan Derivatif (Proportional

Integral Derivative Control, PID Control)

| Flow Control 18

Page 20: FLOW CONTROL

Kontroler jenis ini dikenal juga sebagai kontroler proportional-plus-reset-

plus-rate. Dalam aksi pengontrolan proporsional, integral, dan derivatif (PID

Control), posisi alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh tiga hal:

1. Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional;

2. Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan

dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian

integral;

3. Laju perubahan kesalahan terhadap waktu. Perubahan kesalahan yang

cepat menyebabkan suatu aksi korektif yang lebih besar dari perubahan

kesalahan. Ini adalah bagian derivatif.

Output dari kontroler ini dinyatakan sebagai:

u (t )=KP ε (t )+KP

τ I∫0

t

ε (t ) d t+K P τ Ddεdt

+us

(2.19)

dengan τD adalah konstanta derivative time dalam satuan menit. Karakteristik

tambahan dengan adanya derivative control dikenal sebagai rate time (konstanta

waktu derivatif). PID Controller memiliki transfer function sebagai sebagai

berikut :

H (s )=K D s2+K P s+K I

s3+K D s2+K P s+K I

(2.20)

PID Control bisa disusun seri dan paralel. Persamaan matematis untuk

PID seri adalah:

u (t )=KP (e ( t )+ 1T i∫0

t

e (t ) dt +T d

de ( t )dt )

(2.21)

| Flow Control 19

Page 21: FLOW CONTROL

U (s )=K P(E ( s )+ 1T i s

E (s)dt+T d sE (s))

(2.22)

U (s )=K P E (s )+K I

sE (s )dt +K D sE (s )

(2.23)

Sedangkan persamaan matematis untuk PID Paralel adalah:

u (t )=KP e ( t )+ 1T i∫

0

t

e (t ) dt+T d

de (t )dt

(2.24)

U (s )=K P E (s )+ 1T i s

E(s)dt+Td sE(s)

(2.25)

U (s )=K P E (s )+K I

sE (s )dt +K D sE (s )

(2.26)

Beberapa ciri khas dari PID Control adalah:

1. Bila pada proses kesalahannya sangat besar, maka PI Control akan

membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai set point-nya, tetapi

untuk PID Contrrol proses pencapaian set point lebih cepat.

2. Rate time akan berpengaruh terhadap respon controller. Rate time yang

terlalu besar mempercepat laju pencapaian set point tetapi akan

menyebabkan terjadinya osilasi di sekitar set point.

| Flow Control 20

Page 22: FLOW CONTROL

Gambar 2.11 Respon PID Controller Terhadap Perubahan Beban dengan Variasi Rate Time

PID Control digunakan pada dua jenis proses yang sangat sulit

pengontrolannya, di mana PI Control tidak lagi memadai, yaitu: proses dengan

beban berubah dengan sangat cepat dan proses yang memiliki kelambatan yang

besar antara tindakan korektif dan hasil yang muncul dari tindakan tersebut. Aksi

PID Control memiliki beberapa kelemahan seperti berikut ini :

1. Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, kontroler ini tidak

memberikan aksi;

2. Untuk respon yang bergejolak dengan error yang hampir nol, kontroler ini

dapat memperoleh nilai derivatif yang besar, yang menghasilkan aksi

kontrol yang besar, meskipun seharusnya tidak diperlukan.

Walaupun memiliki kelemahan di atas, PID Control memiliki beberapa

kelebihan:

1. Mengadopsi kelebihan P Control, yaitu memperbaiki respon transien. KP

mengurangi rise time, tetapi tidak menghilangkan steady state error (SSE).

2. Mengadopsi kelebihan I Control, yaitu menghilangkan steady state error

(SSE). KI menghilangkan SSE, tetapi membuat transisent response lebih

buruk

3. Mengadopsi kelebihan D Control, yaitu memberikan efek redaman. KD

meningkatkan stabilitas sistem, mengurangi overshoot dan meningkatkan

transient response.

| Flow Control 21

Page 23: FLOW CONTROL

Tabel 2.2 Pengaruh KP, KI, KD pada Berbagai Faktor

Closed-Loop Response Rise Time Overshoot Settling Time SS Error

KP Turun Naik Sedikit berubah Turun

KI Turun Naik Naik Dihilangkan

KD

Sedikit

berubahTurun Turun Sedikit berubah

Respon dinamik pada berbagai jenis kontrol diberikan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Respon Dinamik Berbagai Jenis Pengontrol

2.4.2 Tunning PID Control

Permasalahan terbesar dalam desain PID Control adalah tunning atau

menentukan nilai KI, KP, dan KD. Metode-metode tunning dilakukan berdasarkan

model matematika plant/sistem. Jika model tidak diketahui, dilakukan eksperimen

terhadap sistem Dua cara tunning kontroler PID yang paling populer adalah

Metode Ziegler-Nichols I dan II. Metode Ziegler-Nichols dilakukan dengan

eksperimen (asumsi model belum diketahui) dan bertujuan untuk pencapaian

maximum overshoot (MO) adalah 25 % terhadap masukan step

2.4.2.1 Metode Tunning Ziegler-Nichols I

| Flow Control 22

Page 24: FLOW CONTROL

Metode ini dilakukan berdasar eksperimen dengan memberikan input step

pada sistem, dan mengamati hasilnya. Metode ini dapat diterapkan asalkan syarat

berikut terpenuhi:

1. Sistem harus mempunyai respons terhadap step berbentuk kurva S;

2. Sistem tidak mempunyai integrator (1/s);

3. Sistem tidak mempunyai pasangan pole kompleks dominan (misal: j dan -

j, 2j dan -2j);

4. Muncul dari persamaan karakteristik, seperti s2+1 dan s2+4;

5. Respon sistem berosilasi.

Prosedur praktis metode ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan input step pada sistem untuk mendapatkan kurva respons

berbentuk S

2. Menentukan nilai L dan T seperti pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Penentuan L dan T pada Metode Ziegler-Nichols I

3. Memasukkan nilai L dan T ke Tabel 2.3 untuk mendapatkan nilai KP, τI,

dan τD

Tabel 2.3 Penentuan Nilai KP, τI, dan τD pada Metode Ziegler-Nichols I

Tipe alat KP τI τD

| Flow Control 23

Page 25: FLOW CONTROL

kontrol

P T/L 0

PI 0.9T/L L/0.3 0

PID 1.2T/L 2L 0.5L

2.4.2.2 Metode Tunning Ziegler-Nichols II

Metode ini berguna untuk sistem yang mungkin mempunyai step response

berosilasi terus menerus dengan teratur. Metode ini dilakukan pada sistem dengan

integrator (1/s). Prosedur praktis metode ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat suatu sistem lup tertutup dengan P Control dan plant di

dalamnya;

2. Menambahkan nilai KP sampai sistem berosilasi berkesinambungan.

Keadaan ini disebut keadaan kritis;

3. Mendapatkan responnya dan tentukan nilai penguatan kritis, Kcr, dan

periode kritis, Pcr seperti pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Penentuan Kcr dan Pcr pada Metode Ziegler-Nichols II

4. Menentukan nilai KP, τI, dan τD berdasarkan tabel berikut.

Tabel 2.4 Penentuan Nilai KP, τI, dan τD pada Metode Ziegler-Nichols II

Tipe alat kontrol KP τI τD

| Flow Control 24

Page 26: FLOW CONTROL

P 0.5 Kcr 0

PI 0.45 Kcr Pcr/1.2 0

PID 0.6 Kcr 0.5 Pcr 0.125 Pcr

| Flow Control 25

Page 27: FLOW CONTROL

Ya

Tidak

BAB III

Metodologi

3.1 Alur Penelitian

Percobaan I: Karakteristik Statik Dan Step Respons Proses Melalui Pendekatan First-

Order-Plus-Dead Time (FOPDT)

| Flow Control 26

Start-up alat flow control dan melakukan persiapan awal

Mengubah posisi controller menjadi manual

- Mengamati output yang tercatat pada printer- Mencatat P, I, D pada sistem- Mencatat step input atau bukaan valve- Menentukan kecepatan kertas pada printer.

Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400 l/jam

Mengubah SV menjadi 375 l/jam sehingga terjadi perubahan input dari bukaan valve

Sudah stabil?

Mengubah posisi controller menjadi otomatis

Page 28: FLOW CONTROL

Gambar 3.2 Alur Kerja Percobaan II

Gambar 3.1. Alur Kerja Percobaan I

Percobaan II: Penentuan Pengaruh P arameter Proporsional, P , I ntegral T ime , τ I, dan

D erivative T ime , τ I, untuk P Control, PI Control, dan PID Control

| Flow Control 27

Start-up alat flow control dan melakukan persiapan awal

Mengubah posisi controller menjadi otomatis

Mengatur nilai P, I, dan D sesuai dengan Metode Ziegler-Nichols

Mengatur P, I, D dengan nilai pada Tabel Ziegler-

Nichols

Mengatur D = 0, P dan I tetap (PI Control)

Mengatur D = 0, I = maksimum, dan P tetap (P

Control)

- Mengamati output yang tercatat pada printer- Menentukan kecepatan kertas pada printer.

Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400 l/jam

Mengubah SV menjadi 375 l/jam sehingga terjadi perubahan input dari bukaan valve

Page 29: FLOW CONTROL

3.2 Alat dan Bahan Percobaan

Peralatan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut:

1) Controller, digunakan untuk mengatur variabel-variabel yang terkait dengan

percobaan, termasuk mengatur karakteristik PID control.

Gambar 3.3. Unit Controller: Tampak Depan (Kiri), Tampak Samping (Kanan)

| Flow Control 28

Page 30: FLOW CONTROL

Gambar 3.4. Skema Alat Controller.

2) Control Valve, berfungsi sebagai elemen kontrol akhir dalam sistem pengendalian.

Besarnya bukaan valve diatur pada controller. Berfungsi untuk mengatur laju alir

yang masuk ke dalam sistem. Valve tergabung dalam alat yang bernama orifice.

Dalam percobaan ini, digunakan valve jenis Fail Open/ Air to Close, dimana

semakin besar bukaan, semakin kecil laju alir fluida yang melaluinya.

3) Wadah atau tangki air (reservoir air), tempat dimana air yang ditampung, sesuai

modul diisi sebanyak 80% dari total daya tampung tangki

4) Sensor, yaitu alat yang berfungsi untuk mengubah laju alir output yang terbaca

menjadi sinyal elektrik, sehingga terbaca pada controller dan memungkinkan untuk

dilakukannya feedback control.

| Flow Control 29

Page 31: FLOW CONTROL

Gambar 3.5. Sensor yang digunakan pada Alat Flow Control

5) Printer, berfungsi sebagai pencatat output dari proses. Hasil dari printer inilah yang

digunakan sebagai bahan pengolahan data.

Gambar 3.6. Printer pada Alat Flow Control yang Digunakan.

Range Pembacaan Laju alir Berada Antara 0-500 l/jam

6) Needle valve, berfungsi sebagai input disturbance variable (DV) ke dalam proses.

Berguna untuk mengamati perilaku gangguan terhadap proses.

Berikut adalah gambar atau skema dari keseluruhan alat flow control.

| Flow Control 30

Page 32: FLOW CONTROL

Gambar 3.7. Skema Alat Flow Control

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Persiapan Percobaan

Sebelum dilakukan percobaan, alat flow control yang akan digunakan harus

disiapkan terlebih dahulu. Langkah-langkahnya:

1. Perhatikan dengan seksama model print “Flow Rate”.

2. Isi reservoir air sekitar 80% ketinggian.

3. Jalankan kompresor udara dengan meng “on” kan sumber listrik.

4. Set tekanan udara untuk instrument sehingga pengukurannya sampai 1,4

kg/cm2g.

5. Buka penuh katup penutup (stop valve) 3 dan 5 serta katup jarum (needle

valve) 2. Tutup semua katup yang lain.

6. Set controller pada posisi “manual” dan buka penuh katup pengatur

(control valve).

| Flow Control 31

Page 33: FLOW CONTROL

7. Jalankan pompa dengan memindahkan ke posisi “on” pada panel.

8. Hilangkan udara yang masuk ke transmitter dengan mengatur katup

keseimbangan A dan A’.

9. Atur katup jarum dan katup pengatur sehingga pencatat (recorder)

menunjukkan 400 l/jam.

10. Petunjuk pengoperasian controller:

a. Set penunjuk ke mode “M” sebelum meng “on” kan sumber listrik

untuk instrumentasi.

b. Operasi Manual (M):

1. Set penunjuk ke mode “M” lampu M akan menyala.

2. Set harga SV dengan menekan knop SV atau dengan

menggunakan “data entry unit”.

3. Untuk memperoleh nilai MV yang tepat, tekan knop

yang terdapat di depan panel, maka nilai SV dapat dipakai

untuk membaca nilai MV (nilai MV dapat dibaca pula pada

“data entry unit”).

c. Operasi Otomatis:

1. Jika set penunjuk pada posisi A, lampu A akan

menyala.

2. Set SV sebagaimana yang dilakukan pada operasi

manual.

3. Set nilai PID controller dengan menggunakan “data

entry unit” sehingga karakteristik proses ini dapat

diketahui.

4. Jika nilai PID tidak diketahui, maka set P dan I pada

nilai maksimumnya dan D pada nol, atau biarkan

sebagaimana adanya sebelum di set ke automatic.

5. Set penunjuk controller ke posisi A.

6. Nilai-nilai optimum PID dapat ditentukan dengan

metode Ziegler – Nichols.

| Flow Control 32

Page 34: FLOW CONTROL

3.3.2 Karakteristik Sistem Yang Dikontrol Dengan Pendekatan FOPDT

Catat harga-harga konstanta PID sebelum melakukan percobaan.

1. Percobaan karakteristik statik:

a. Lakukan persiapan sebagaimana dijelaskan pada 3.3.1.

b. Set controller ke posisi otomatis.

c. Set controller pada 375, 400, 425 l/jam. Catat keluaran (output)

control pada pengontrol setelah stabil – dalam %.

2. Percobaan karakteristik “step response” dengan menggunakan

“Manipulated Variable” – MV sebagai masukan.

a. Lakukan persiapan sebagaimana 3.3.1.

b. Tekan knop katup pengatur – MV untuk memperoleh bukaan katup

yang tiba-tiba.

c. Catat perubahan laju aliran yang terjadi pada saat itu (dengan

recorder/dari entry data unit) sampai keadan stabil.

3. Percobaan karakteristik step response dengan gangguan sebagai masukan.

a. Persiapkan kembali percobaan 3.3.1.

b. Putar katup jarum untuk memperoleh laju alir yang berbeda.

c. Catat perubahan laju aliran pada recorder/data entry unit sampai

keadaan stabil.

d. Percobaan ini tidak meliputi “time lag” dari peralatan akhir control

tersebut.

3.3.3 Metode Pengaturan Optimum Ziegler-Nichols

Metode ini digunakan untuk menentukan harga pengaturan optimum didasarkan

pada data cycling dari system, caranya:

1. Set “Integral Time” ke harga maksimum (Ti).

2. Set “Derivative Time” ke harga minimum (Td).

3. Secara perlahan-lahan kurangi “Proportional Band” sampai mulai terjadi

cycling yang ditunjukkan pada recorder atau meteran tekanan udara.

| Flow Control 33

Page 35: FLOW CONTROL

Harga ini dibagikan terhadap angka 100, maka hasilnya disebut sebagai

sensitifitas optimum (Ku). Ku = 100/PB

4. Hitung juga periode cycling (Pu) dengan menggunakan stop watch.

5. Konstanta PID optimum dapat dihitung dengan menggunakan tabel ini.

Kp Ti Td

P Action 0,5 Ku - -

PI Action 0,45 Ku 0,83 Pu -

PID Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

3.3.4. Pembandingan Kontrol PID, PI, dan P action

Pada percobaan ini, akan dilakukan pembandingan antara kontrol parameter P, I,

dan D. Dalam hal ini akan digunakan parameter-parameter yang telah didapatkan

pada kontrol PID optimum, menurut :

Kp Ti Td

P Action 0,6 Ku 327.6* 0**

PI Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0**

PID Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

Keterangan:* Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;** Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

1. Masukkan harga P, I, D sesuai dengan P action, PI action dan PID action

yang sudah dihitung di atas.

2. Untuk masing-masing jenis kontrol, lakukan step input, dengan cara

memasukkan nilai SV tertentu.

3. Perhatikan hasil pada grafik, terutama perbedaan antara ketiga kontrol.

4. Analisis, lalu simpulkan perbedaan karakteristik kontrol P, I, dan D,

melalui analisis hasil ketiga kontrol di atas.

| Flow Control 34

Page 36: FLOW CONTROL

BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, dilakukan beberapa pengamatan, maka data yang diperoleh pun

harus diolah secara bertahap untuk mencapai tujuan yang diinginkan, berikut proses

pengolahan data yang dilakukan :

4.1. Karakteristik Statis Dalam Sistem Kontrol

Pada tahap ini akan dilakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari percobaan

pertama yang dilakukan yaitu mengatur controller menjadi manual dan kemudian

mengatur katup jarum dan katup pengatur sehingga diperoleh keluaran (Process value)

sebesar 400 L/jam dan kemudian biarkan sistem hingga stabil. Setelah sistem stabil,

ubah nilai set value (SV) menjadi sebesar 375 L/s dan biarkan hingga nilai PV

(Process Value) memiliki nilai yang sama dengan nilai set value (SV). Lalu diamati

nilai Manipulated Value (MV) pada saat keadaan stabil pada nilai PV 400 L/s dan pada

nilai PV = SV = 375 L/s, diperoleh nilai :

PV = 400 L/s MV = 45%

PV = SV = 375 L/s MV = 71,1%

Kemudian setelah diperoleh nilai MV pada masing-masing bukaan, controller

diubah ke penunjuk otomatis (auto) pada nilai SV = 375 L/jam, kemudian dilihat

bagaimana nilai MV tercapai yaitu nilai bukaan valve yang menggambarkan laju alir

sistem. Ternyata diperoleh nilai MV = 70%, maka nilai inilah yang kemudian

digunakan untuk mengolah data selanjutnya, hal tersebut dikarenakan sistem dianggap

lebih stabil pada saat keadaan controller pada keadaan auto. Berdasarkan hasil yang

diperoleh, maka dapat diamati perubahan kondisi controller pada saat manual dan auto

melalui gambar berikut :

| Flow Control 35

Page 37: FLOW CONTROL

Gambar 4.1. Karakteristik kontrol manual

Gambar 4.2. Karakteristik kontrol otomatis (auto)

Berdasarkan kedua gambar tersebut, maka dapat dilihat adanya perbedaan

karakteristik pada kedua kondisi kontrol di atas, yaitu :

Pada saat sistem kontrol manual, hasil yang diperoleh terlihat lebih agak

fluktuatif karena adanya kontur yang kasar pada grafik yang diperoleh.

Pada saat sistem kontrol otomatis, hasil yang diperoleh terlihat lebih halus dan

lebih landai daripada sistem kontrol manual.

Kemudian setelah diamati kondisi karakteristik kontrol dengan dua kondisi

tersebut, maka langkah selanjutnya adalah pengamatan terhadap pemberian step

response atau pemberian jarak nilai SV yang cukup besar sehingga terlihat adanya

jangka waktu tertentu pada grafik yang diperoleh. Pada langkah ini, nilai SV diatur

terlebih dahulu menjadi nilai 400 L/jam terlebih dahulu dan diperoleh nilai MV sebesar

45 %, kemudian diinginkan nilai MV sebesar 90%, maka nilai MV pun dimasukkan

sebesar 90%, kemudian diperhatikan nilai PV yang terjadi, di mana diperoleh nilai PV

sebesar 368 L/jam. Hasil yang diperoleh yaitu :

| Flow Control 36

Page 38: FLOW CONTROL

Gambar 4.3. Karakteristik sistem kontrol dengan diberikan step input

Setelah sistem diamati pada kondisi pemberian step input tersebut, maka langkah

selanjutnya adalah memperhatikan pengaruh pemberian variabel pengganggu

(Disturbance Variable) pada sistem kontrol. Sebelum nilai variabel pengganggu

dilakukan, sistem dikembalikan ke kondisi awal yaitu pada saat PV = 400. Pemberian

DV (Disturbance Variable) ini dilakukan dengan memutar needle valve ke arah

menutup valve sehingga bukaan dari valve tersebut menjadi berkurang. Setelah

dimasukkannya faktor variabel pengganggu tersebut, maka hasil yang diperoleh adalah

sebagai berikut :

Gambar 4.4. Karakteristik sistem kontrol dengan diberikan Disturbance Variable

Berdasarkan gambar tersebut, maka dapat dilihat adanya perubahan pada nilai PV

dengan diberikannya faktor pengganggu tersebut.

Langkah selanjutnya adalah membuat model dari hasil yang telah diperoleh. Untuk

dapat membuat model tersebut, maka perlu ditentukan terlebih dahulu nilai PV0

sebagai nilai awal dari sistem dan nilai PVakhir dari sistem untuk dapat melihat

bagaimana karakteristik sistem dan metode pendekatan manakah yang dapat digunakan

untuk membuat model sistem. Berdasarkan percobaan sebelumnya, maka ditetapkan

nilai PV0 adalah 375 L/jam dan PVakhir adalah 420 L/jam, penetapan tersebut dilakukan

| Flow Control 37

Page 39: FLOW CONTROL

agar semua data yang telah diperoleh sebelumnya tercakup di dalam suatu rentang PV

yang ditetapkan tersebut. Berikut hasil yang diperoleh dari pengaturan nilai SV untuk

memperoleh nilai PV0 dan nilai PVakhir tersebut :

Gambar 4.5. Hasil penetapan nilai PV0 dan PVakhir

Melihat gambar yang telah diperoleh, dapa dilihat sistem memiliki faktor waktu tunda

atau dead time dan juga sistem memiliki konstanta statis dalam proses berdasarkan

grafik yang diperoleh, maka sistem dapat dibuat pemodelan persamaan alihnya dengan

menggunakan pendekatan FOPDT (First Order Plus Dead Time) yang

menggambarkan bahwa sistem merupakan sistem berorde satu. Langkah awal

membuat pemodelan persamaan fungsi alih adalah menggambarkan respon laju alir

yang telah diperoleh pada percobaan dengan persamaan FOPDT yaitu :

PV (s )MV (s )

=Ke−θ s

τs+1=

p (s )v (s)

(4.1)

di mana PV(s) adalah process variable atau process value (pada eksperimen adalah laju

alir, p(s) adalah fungsi alih laju alir atau proses, MV(s) adalah manipulated variable

atau manipulated value (pada eksperimen adalah bukaan valve yang menggambarkan

perubahan laju alir), v(s), yang dinyatakan dalam persentase atau nilai tak berdimensi

dan semua variabel tersebut dinyatakan dalam domain transformasi Laplace. Dengan

menggunakan Metode II dari Pendekatan FOPDT, nilai gain atau konstanta statis

proses, K, dapat dihitung sebagai:

| Flow Control 38

Page 40: FLOW CONTROL

K=Gain=Δ p(t )Δv ( t)

= peruba han darilaju aliranperubahandari bukaankatup

(4.2)

¿(0,42−0,375 ) L/ jam

(0,178−0.70 )=−0,08621 L / jam

Karena kecepatan printer adalah 10 mm/menit (0,167 mm/s), maka konstanta waktu, τ ,

dapat dihitung sebagai:

t 63%= 5,67 mm0,167 mm/ s

=33,9521 s ≈ 34 s

t 28%= 2,52 mm0,167 mm/ s

=15,0898 s≈ 15 s

τ=1,5(t 63 %−t 28 %) (4.3)

¿1,5 (t 63%−t 28% )=1,5 (34−15 ) s=28,5 s

Sedangkan dead time, θ, dihitung sebagai:

θ=t63 %−τ (4.4)

¿34−28,5=5,5 s

Dengan memasukkan besaran-besaran yang dihitung pada Persamaan (4.1), diperoleh:

PV (s )MV (s )

=p(s)v (s )

=−0,08621 e−5,5s

28,5 s+1 (4.5)

Pada eksperimen, v(t) = 0.178 – 0.70 = -0.522 (step input). Hasil Transformasi Laplace

dari v(t) adalah -0.522/s, sehingga Persamaan (4.5) menjadi:

p (s )=−0,08621 e−5,5s

28,5 s+1×−0.522

s= 0,045 e−5,5s

s (28,5 s+1) (4.6)

Invers Transformasi Laplace dari p(s) menghasilkan p(t). Karena p(0) = PV0 = 0.375

kgf/cm2, maka hasil invers adalah:

p (t )=0.375+0.045¿)

(4.7)

di mana t dinyatakan dalam detik dan p dalam kgf/cm2. Kemudian persamaan fungsi

alih tersebut menjadi dasar dalam pembuatan grafik untuk melakukan perbandingan

terhadap hasil ekesperimen dengan hasil teoritis, yaitu sebagai berikut :

| Flow Control 39

Page 41: FLOW CONTROL

0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500.33

0.34

0.35

0.36

0.37

0.38

0.39

0.4

0.41

0.42

0.43

pendekatan FOPDTeksperimen

t (s)

p (k

gf/c

m2)

Gambar 4.6. Grafik hubungan hasil eksperimen dan hasil pemodelan

Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, maka dapat dilihat bahwa pendekatan

yang dilakukan dalam membuat fingsi alih yaitu pendekatan FOPDT dapat dikatakan

sebagai langkah pendekatan yang sesuai dengan sistem, di mana hasil yang diperoleh

sesuai dengan model dengan tingkat ketelitian yang cukup tinggi.

4.2. Penentuan Parameter Proporsional, P, Integral Time, τI, dan Derivative Time, τD,

untuk P Control, PI Control, dan PID Control

Pada tahap ini, praktikan diminta untuk menentukan bagaimana nilai pengontrolan

yang baik dengan menggunakan Tunning PID, di mana dalam hal ini, parameter yang

dijadikan sistem kontrol adalah P (proporsional), I (Integral Time), dan D (Derivative

Time). Langkah yang dilakukan adalah mengembalikan kondisi sistem pada nilai SV

sebesar 400 L/jam terlebih dahulu, kemudian dibiarkan hingga sistem stabil terlebih

dahulu. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap nilai parameter awal P, I, dan D.

Setelah diamati, diperoleh nilai parameter awal yaitu :

P sebesar 76,0

I sebesar 6,0

D sebesar 0,0

| Flow Control 40

Page 42: FLOW CONTROL

Kemudian langkah selanjutnya adalah mengubah nilai parameter I menjadi

maksimum, di mana berdasarkan literatur yang ada, nilai maksimum parameter I

adalah 327,6 dan nilai parameter D tetap dibiarkan minimum yaitu 0,0. Kemudian

setelah dilakukan pengubahan terhadap parameter I tersebut, maka dilakukan

pengontrolan terhadap parameter P dengan mengubahnya perlahan-lahan hingga

diperoleh perubahan yang terlihat. Setelah dilakukan pengontrolan terhadap P, terlihat

adanya perubahan pada nilai parameter P sebesar 5,0. Berikut hasil yang diperoleh :

Gambar 4.7. Pengaturan parameter P

Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat perubahan yang terjadi adalah terjadinya

osilasi yang cukup stabil. Hasil inilah yang menentukan penggunaan metode penentuan

nilai parameter P, I, dan D pada sistem kontrol selanjutnya. Berdasarkan hasil yang

diperoleh, di mana perubahan yang terjadi adalah sistem yang berosilasi, maka

digunakanlah metode Ziegler Nichols. Berdasarkan hasil tersebut, maka nilai

parameter P = 5,0 dapat dijadikan sebagai nilai yang cukup proporsional dalam

membuat sistem kontrol sehingga dapat dijadikan sebagai variabel Proportional Band

(PB). Maka proses perhitungan dengan metode Ziegler Nichols pun dapat mulai

dilakukan, di mana langkah awal yang dilakukan adalah mencari hubungan PB dan KP

yang dapat dicari dengan persamaan berikut :

K P=1005,0

=20,0 (4.8)

| Flow Control 41

Page 43: FLOW CONTROL

Kemudian variabel berikutnya adalah variabel periode osilasi pada saat parameter

P=5,0 yang dihitung dengan periode dari jarum penunjuk pada orifice plates untuk

menempuh satu gelombang yang diperoleh sebesar 3.27 s. Pada saat ini, nilai KP dan P

disebut berada pada keadaan kritis, Ku dan Pu. Setelah nilai Ku dan Pu diketahui, nilai

parameter PB, τI, dan τD untuk algoritma PID dapat dituliskan pada Tabel 4.1. Pada

tabel, juga dimasukkan variasi untuk PI dan P Control pada percobaan yang diperoleh

berdasarkan metode Ziegler Nichols II yaitu :

Tabel 4.1 Penentuan Parameter KP, τI, dan τD pada Metode Ziegler-Nichols II

Kp τI τD

P action 0.5 Pu = 10 327.6* 0**

PI action 0.45 Ku = 9 0.83 Pu =2.7141 0**

PID action 0.6 Ku = 12 0.5 Pu = 1.635 0.125 Pu = 0.40875

Keterangan:* Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;** Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

Nilai parameter-parameter tersebutlah yang akan digunakan untuk melakukan kontrol

pada sistem, di mana nilai parameter pada tipe PID yang akan digunakan pada tahap

percobaan selanjutnya. Berikut parameter-parameter KP, τI, dan τD yang akan

digunakan pada tahap selanjutnya :

Tabel 4.2. Parameter-parameter KP, τI, dan τD untuk perbandingan kontrol PID, PI, dan P.

Ku 20,0

Pu (s) 3.27

Tipe alat kontrol KP PB τI τD

PID 0.6 Ku = 12 5,0 0.5 Pu = 1.635 0.125 Pu = 0.40875

PI 12 5,0 1.635 0**

P 12 5,0 327,6* 0**

Keterangan:* Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;

| Flow Control 42

Page 44: FLOW CONTROL

** Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

4.3. Penentuan Pengaruh Parameter Proporsional, P, Integral Time, τI, dan

Derivative Time, τI, untuk P Control, PI Control, dan PID Control

Pada percobaan ini, untuk melakukan uji coba PID, PI, dan P, kami hanya

melakukan set SV di daerah 0,35 L/s dan 0,42 L/s. Dengan data konstanta PID dan dari

percobaan sebelumnya, kami melakukan uji PID ini untuk melihat pengaruh dari

masing-masing control. Parameter yang disertakan adalah decay ratio, overshoot,

settling time, dan offset.

Gambar 4.8. Cara menghitung Decay Ratio, Overshoot, dan Settling Time dari pembacaan grafik.

Dari gambar di atas, kita bisa mengetahui bagaimana cara menghitung overshoot,

settling time, dan decay ratio.

| Flow Control 43

Page 45: FLOW CONTROL

Gambar 4.9. Grafik kontrol PID

Gambar 4.10. Grafik kontrol PI

Gambar 4.11. Grafik kontrol P

Berikut disajikan tabel perhitungan untuk masing-masing jenis kontrol untuk

membandingkan karakteristik masing-masing parameter :

Tabel 4.3. Perhitungan Decay Ratio, Settling Time, Overshoot, dan Offset dengan pada control PID, PI, dan P.

Besaran Jenis Kontrol

PID PI P

Decay Ratio mendekati nol 0.08 cm0.11cm

=0.730.05 cm0.11cm

=0.45

| Flow Control 44

Page 46: FLOW CONTROL

Settling Time 2.510/60

=15 s3

10/60=18 s

110/60

=6 s

Overshoot 1 mm9 mm

=0.1111.1 mm8.5 mm

=0.1291.1mm12mm

=0.092

Offset - - 0.025 L/jamBerikut hasil yang didapatkan :

Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Decay Ratio, Settling Time, Overshoot, dan Offset dengan pada control PID, PI,

dan P.

BesaranKontrol

PID PI P

Decay Ratio Mendekati nol

0.73 0.45

Settling Time 15 18 6Overshoot 0.111 0.129 0.092

Offset - - 0.025

Pembahasan

Menurut hasil yang kami dapatkan, nilai Decay ratio yang paling baik adalah pada

uji PID, karena didapati pada grafik nilainya hampir berharga nol, semakin kecil decay

ratio semakin baik, yang berarti semakin cepat keadaannya stabil. Pada nilai settling time,

pada tabel ditunjukan bahwa penghilangan I akan berpengaruh pada lamanya settling time.

Pada uji P saja, nilai settling time yang kami dami dapat sudah baik. Nilai settling time ini

akan mengecil jika dilakukan kontrol D. Pada bagian overshoot, nilai yang paling baik

adalah nilai dari uji PID, karena kami mendapati niliat overshoot yang paling kecil, yang

juga menandakan kestabilan jalannya proses.

Kami juga melakukan uji P dengan set value yang berbeda-beda. Hasil yang kami

dapatkan adalah seperti gambar di bawah ini. Kami mendapatkan steady state error, dimana

nilai PV yang kami dapat tidak sesuai dengan set value yang kami sudah tetapkan.

| Flow Control 45

Page 47: FLOW CONTROL

Gambar 4.4. Hasil uji P dengan nilai step input yang berbeda-beda.

Gambar diatas menunjukan steady state error yang kami dapatkan saat nilai set

value yang kami tetapkan tidak besar. Misalnya saja kami memasukan set value 375 L/jam

dari keadaan awal 430 L/jam, dan akan didapatkan error tersebut. Pada bagian paling kanan

pada gambar di atas, tidak terjadi steady state error. Hal ini disebabkan oleh nilai set value

yang kami tetapkan sebesar 350 L/jam. Menurut analisa kami, pada uji P ini tidak akan

terjadi steady state error jika step input yang dimasukan lebih tinggi dan lebih besar dari

kemampuan sistem untuk mencapainya. Oleh karena itu kami bisa mendapatkan data uji P

yang kami gunakan dalam pengolahan data, walaupun terjadi offset sebesar 25L/jam.

Dalam hal ini,dapat disimpulkan bahwa pengaruh masing-masing kontrol P, I, dan

D berdasarkan hasil percobaan adalah sebagai berikut:

Pengaruh P pada percobaan ini tidak dapat diamati karena kami tidak

merubah variariabel kontrol P.

Pengaruh I adalah mengurangi decay ratio dan menghilangkan steady state

error. I juga menambahkan overshoot dan menambahkan settling time, serta

menghilangkan offset.

Pengaruh D adalah mempercepat settling time dan menurunkan overshoot.

Menurut analisa hasil percobaan kelompok kami, control yang paling baik adalah

control PID, karena beberapa hal di bawah ini:

Nilai decay ratio dan overshoot minimal. Hal ini menunjukan bahwa control ini

berdampak kea rah system yang lebih stabil.

| Flow Control 46

Page 48: FLOW CONTROL

Settling time tidak besar, berarti tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapai

keaddaan steady state.

Tidak terdapat offset, nilai set value bisa dicapai.

4.4. Penentuan Fungsi Ahli Sistem Kendali Flow Control

Bentuk dari diagram blok yang menggambarkan sistem kontrol yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Variabel :

- SP(s) = set point set value

- E(s) = input yang masuk pada controller (Error)

- MV(s) = Manipulated variable laju alir memasuki reservoir (representasi : bukaan valve)

- CV (s) = Controlled variable laju alir keluar reservoir pompa

- CVm (s) = Measured value of controlled variable

- D (s) = Disturbance needle valve

- Gc (s) = Controller

- Gv (s) = Valve

- Gp (s) = Reservoir dan pompa

- Gd (s) = Needle valve

- Gs (s) = sensor (pengukur laju alir) orifice plates

Gambar 4.13. Diagram blok untuk flow control

Dari gambar di atas, dapat dibuat suatu fungsi ahli untuk sistem secara keseluruhan :

Respon sistem terhadap gangguan, tanpa adanya error atau set point (SP =0) :

| Flow Control 47

Page 49: FLOW CONTROL

CV D (s )D(s)

=G d

1+G p ( s) Gv (s )G c (s ) Gs (s )

Respon sistem terhadap error atau set point, tanpa adanya gangguan :

CV R (s )SP(s)

=G p (s ) Gv (s )Gc (s )

1+G p ( s) Gv (s )G c (s ) Gs (s )

Total respon dari sistem adalah penjumlahan dari keduanya :

CV =CV D +CV R

CV =G d D (s)

1+G p ( s )G v (s ) Gc ( s) Gs (s )+

G p (s )G v ( s ) Gc ( s ) SP(s)1+G p (s ) Gv ( s )Gc (s )G s ( s )

CV = 11+Gp ( s )G v (s ) Gc ( s) Gs (s ) (Gd D(s )+G p ( s) Gv (s )G c (s ) SP (s))

Bila G p (s )G v ( s )Gc (s )≫1, maka CV D (s )

D(s)≈ 0, sehingga pengaruh gangguan dapat ditekan.

| Flow Control 48

Page 50: FLOW CONTROL

BAB V

PENUTUP (KESIMPULAN)

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang dapat

disimpulkan, antara lain :

1. Pada suatu sistem kontrol, kontrol secara manual akan menghasilkan respon cepat,

namun tidak stabil, sedangkan kontrol secara otomatis akan menghasilkan respon

yang lebih lambat, namun lebih stabil.

2. Secara umum, ada 2 variabel yang bisa menjadi input terhadap sistem kontrol, yaitu

manipulated variable (MV) dan disturbances variable (DV).

3. Fungsi dari sistem flow control yang dilakukan dapat diasumsikan memenuhi

pendekatan first order plus dead time (FOPDT).

4. Berdasarkan percobaan, fungsi FOPDT yang didapat adalah :

p (t )=0.375+0.045 (1−e5,5−t28,5 )

5. Pada setiap sistem kontrol, khususnya sistem kendali otomatis terdapat suatu

kondisi optimum berkaitan dengan tunning parameter-parameter kendali

proportional, integrative, dan derivative. Dalam hal ini, terdapat berbagai tunning

yang sering digunakan, salah satunya adalah tunning Ziegler-Nichols II yang

digunakan pada percobaan ini.

6. Berdasarkan tunning Zieger-Nichols II, didapatkan kondisi tunning optimum

sebagai berikut :

Kp τI τD

P action 10 327.6* 0**

PI action 9 2.7141 0**

PID action 12 1.635 0.40875

Keterangan:* Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;** Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

| Flow Control 49

Page 51: FLOW CONTROL

7. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, disimpulkan bahwa setiap parameter

kendali I, dan D mempunyai karakteristik masing-masing dalam mengontrol proses,

yaitu :

Pengaruh I adalah mengurangi decay ratio dan menghilangkan steady state

error. I juga menambahkan overshoot dan menambahkan settling time, serta

menghilangkan offset.

Pengaruh D adalah mempercepat settling time dan menurunkan overshoot.

8. Berdasarkan percobaan, diketahui bahwa jenis tunning yang terbaik adalah jenis

tunning PID.

9. Fungsi ahli untuk kasus flow control adalah sebagai berikut :

CV = 11+G p ( s )G v (s ) Gc ( s) Gs (s ) (Gd D(s )+G p ( s) Gv (s )G c (s ) SP (s))

| Flow Control 50

Page 52: FLOW CONTROL

DAFTAR PUSTAKA

Marlin, Thomas E. 2000. Process Control: Designing Processes and Control Systems for

Dynamic Performance, 2nd Editon. Boston: McGraw Hill.

Setiawan, Iwan. 2006. Kontrol PID Untuk Proses Industri. Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo.

Tim Dosen Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Universitas Indonesia . 1995. Petunjuk

Praktikum Proses dan Operasi Teknik II. Depok: Teknik Gas dan Petrokimia

Universitas Indonesia.

Wahid, Abdul dan Rudy Gunawan. Metode Korelasi Baru Pada Penyetelan Pengendali

PID Dengan Metode Pendekatan Model Empirik FOPDT

(staff.ui.ac.id/internal/132137844/publikasi/sntpk7-tuningpid.pdf) diakses pada 22

Desember 2011.

| Flow Control 51