Ganti Proposal Oktober Baru
-
Upload
raden-hilmi -
Category
Documents
-
view
62 -
download
7
description
Transcript of Ganti Proposal Oktober Baru
-
PENGGUNAAN LADA HITAM (Piper Nigrum) SEBAGAI
PHYTOGENIC FEED ADDITIVE PADA
BURUNG PUYUH PETELUR ( COTURNIX-COTURNIX
JAPONICA)
MUSTOFA HILMI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
USULAN PENELITIAN
-
Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian
dalam rangka penulisan Tesis guna memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
PENGGUNAAN LADA HITAM (Piper Nigrum) SEBAGAI
PHYTOGENIC FEED ADDITIVE PADA
BURUNG PUYUH PETELUR( COTURNIX-COTURNIX
JAPONICA)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
MUSTOFA HILMI
-
ii
Judul Proposal: Pengaruh Pemberian Lada Hitam (Piper Nigrum) Sebagai
Phytogenic Feed Additive Pada Burung Puyuh Petelur (Coturnix-
Coturnix Japonica)
Nama : Mustofa Hilmi
NIM : D251130321
Disetujui oleh
KomisiPembimbing
Prof. Dr. Ir. Sumiati, M.Sc
Ketua
Prof. Dr. Ir. Dewi April Astuti,M.S
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A. MS, M. Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Sekretaris Program Magister
Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc
-
iii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas segala karunia-Nya sehingga proposalkarya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini ialah ketahanan pangan,
dengan judul Penggunaan Lada Hitam (Piper Nigrum) Sebagai Phytogenic Feed
Additive Pada Burung Puyuh Petelur (Coturnix-Coturnix Japonica).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Sumiati M.Sc dan Ibu
Prof. Dr. Ir. Dewi April Astuti,M.S selaku pembimbing dan telah banyak memberi
saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga proposal karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Mustofa Hilmi
-
iv
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
2 METODE 3
Waktu dan Lokasi 3
Materi 3
Metode 4
DAFTAR PUSTAKA 12
-
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan antibiotik atau antimikrobial sebagai bahan aditif dalam pakan
ternak telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Senyawa antibiotik sintetik tersebut
digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat
meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak sehingga
dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternakan dapat memperoleh
keuntungan lebih banyak
Akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik sintetik mengalami
penurunan dan bahkan dibeberapa negara telah melarang penggunaan antibiotik
sintetik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak. Hal ini disebabkan karena residu
dari antibiotik sintetik yang akan menjadi racun bagi konsumen, disamping itu
antibiotik sintetik dapat menciptkan mikro-organisme yang resisten dalam tubuh
manusia atau ternak (Lee et al. 2004). Menurut Imakahi (2012) residu antibiotik
sendiri dapat memberikan efek karsinogenik dan dalam jangka panjang dapat
berakibat fatal. Wuryaningsih (2005) dan Rahmianna (2006) menyatakan bahwa
isu keamanan pangan asal ternak yang meresahkan masyarakat antara lain
cemaran mikroba patogen dan residu antibiotik dalam daging sebagai efek
samping dari pemberian antibiotik dalam pakan yang berfungsi sebagai Antibiotic
Growth Promotors (AGPs).
Langkah yang ditempuh untuk mengantisipasi hal tersebut yaitu dengan
melakukan penambahan phytogenic feed additive kedalam pakan. Phytogenic feed
additive merupakan bahan tambahan pakan yang berasal dari tanaman obat (herb)
dan rempah-rempah (spices) sebagai penganti dari Antibiotic Growth Promotors
(Lee et al. 2013) yang mampu meningkatkan performen, FCR, kecernaan,
pertambahan berat badan pada ternak ((Peri et al., 2009). Salah satu phytogenic feed additive rempah-rempah (spices) yang banyak keuntungannya dengan
memanfaatkan lada hitam (piper nigrum).
Lada hitam (piper nigrum) mengandung zat alkaloid seperti piperine.
Piperine merupakan zat yang dapat meningkatkan penyerapan selenium, vitamin
B kompleks, beta-karoten dan kurkumin serta nutrisi lainnya sehingga dapat
membantu meningkatkan performen dan kualitas karkas serta meningkatkan
imunitas dalam tubuh. Piperine juga merupakan zat aktif yang berfungsi
meningkatkan thermogenesis pada lemak tubuh (Malini et al. 1999), membantu
proses pencernaan (Great 2003), anti-inflamasi (Pradeep dan Kuttan 2004),
membantu proses metabolisme energi pada tubuh dan meningkatkan
bioavailabilitas obat-obatan tertentu dalam organisme (Karan et al. 1999)
sehingga dapat meningatkan kekebalan tubuh (imunitas).
Penambahan phytogenic feed additive berupa tepung lada hitam (piper
nigrum) kedalam pakan sebesar 1% dapat meningkatkan pertumbuhan,
produktifitas performen dan meningkatkan kualitas karkas (Safa et al. 2014) dan
meningkatkan status kesehatan ayam broiler (Abou et al. 2014), lebih lanjut
Mahmud dan Navid (2011) menjelaskan penambahan 1,5% dan 2% tepung lada
hitam (piper nigrum) dapat meningkatkan performen, kualitas karkas serta
menurunkan kolesterol darah pada burung puyuh (coturnix-coturnix japonica).
-
2
Mengingat sangat terbatasnya penelitian phytogenic feed additive pada burung
puyuh (coturnix-coturnix japonica) di Indonesia terutama kaitannya dengan
penambahan lada hitam (piper nigrum) sebagai phytogenic feed additive pada
pakan untuk mengetahui performen produksi, komposisi fisik dan kualitas interior
serta meningkatkan daya imunitas pada burung puyuh petelur (coturnix-coturnix
japonica), maka penelitian ini dilakukan.
Perumusan Masalah
Penggunaan lada hitam (piper nigrum) sebagai phytogenic feed additive
dapat mengantikan sintetic feed additive yang sangat aman pada burung puyuh
petelur (coturnix-coturnix japonica) dan dapat meningkatkan status kesehatan.
Hipotesis Penelitian
Penggunaan lada hitam (piper nigrum) sebagai phytogenic feed additive
didalam pakan burung puyuh petelur (coturnix-coturnix japonica) dapat
meningkatkan performen produksi, komposisi fisik dan kualitas interior serta
meningkatkan daya imunitas.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas lada hitam (piper nigrum)
sebagai phytogenic feed additive sebagai upaya untuk memperbaiki performen
produksi, komposisi fisik dan kualitas interior serta meningkatkan daya imunitas
pada burung puyuh petelur (coturnix-coturnix japonica)
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah merekomendasikan penggunaan lada
hitam (piper nigrum) sebagai phytogenic feed additive untuk burung puyuh
petelur (coturnix-coturnix japonica) dan memperkaya informasi ilmiah tentang
kajian phytogenic feed additive pada burung puyuh petelur (coturnix-coturnix
japonica) di Indonesia yang sampai saat ini jarang pernah dilakukan.
-
3
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan
Januari 2015 di Laboratorium Lapang (Kandang C), Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan serta laboratorium Fisiologi, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) betina
berumur 6 minggu atau masa produktif dengan 150 gr. Puyuh yang digunakan
sebanyak 200 ekor dibagi kedalam 4 perlakuan dengan 5 ulangan, dimana setiap
ulangan terdiri dari 10 ekor.
Tabel 1. Susunan dan kandungan nutrien ransum basal periode layer
Bahan pakan Ransum (%)
Jagung kuning 58,9
Bungkil kedele 22
Tepung ikan 4
Dedak padi 1,52
Minyak sawit 2,8
DCP 0,8
CaCO3 7,1
Premix 0,3
DL=Methionine 0,16
Total 100
Kandungan nutrien :*)
Energi bruto (kkal/kg) 2950,08
Protein kasar (%) 18,82
Lemak kasar (%) 5,36
Serat kasar (%) 2,41
Methionine (%) 0,58
Lysin (%) 1,06
Sistin (%)
Asam linoleat (%)
Ca (%)
P (%)
Na (%)
Cl (%)
0,30
1,50
3,19
0,48
0,15
0,17
Keterangan : *) Hasil hitungan berdasarkan Lesson and Summers (2008)
Ransum
Ransum penelitian disusun berdasarkan Lesson dan Summers (2008).
Ransum diberikan dalam bentuk pellet. Kebutuhan nutrien ransum didasarkan
-
4
kepada kebutuhan puyuh fase layer, yaitu protein 18% dan energi metabolis 2950
kkal/kg.
Kandang dan Peralatan
Burung puyuh ditempatkan pada 20 unit petak kandang percobaan dengan
ukuran 60 cm x 40 cm x 20 cm, yang masing masing berisi 10 ekor puyuh di-lengkapi tempat pakan dan tempat minum. Untuk pemanasan puyuh masing-
masing menggunakan lampu 5 watt sebagai penerangan, puyuh petelur sebaiknya
intensitas cahaya diberikan selama 17 jam, 12 jam cahaya dari sinar matahari dan
5 jam cahaya dari lampu penerangan. Ceges ditempatkan dalam suatu rungan
kandang, yang dilengkapi dengan dua buah bohlam penerangan yang masing-
masing berkekuatan 40 watt. Peralatan lain yang diperlukan adalah timbangan,
pengukur temperatur ruangan, plastik sebagai wadah ransum, ember, plastik
penampung feses dan peralatan tulis. Sebelum diisi kandang disanitasi terlebih
dahulu dengan desinfektan demikian pula tempat makan dan minum.
Metode
Perlakuan Penelitian
Perlakuan yang digunakan adalah substitusi tepung Lada Hitam (piper ni-
grum). Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Rincian perlakuan adalah sebagai
berikut :
R0 : Ransum Basal
R1 : R0 + 1% Lada Hitam (piper nigrum)
R2 : R0 + 2% Lada Hitam (piper nigrum)
R3 : R0 + 3% Lada Hitam (piper nigrum)
Pada minggu pertama, dilakukan adaptasi pakan, yaitu dengan pemberian
pakan perlakuan 25 : 75 pakan komersil, perlakuan 50: 50 komersil, perlakuan
75 : 25 komersil dan 100 % pakan perlakuan. Setiap adaptasi dilakukan selama
dua hari.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 per-
lakuan dan 5 ulangan dengan model matematik sebagai berikut (Steel dan Torrie
1993).
Yij = + i + ij
Keterangan :
Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
: nilai rataan umum
i : pengaruh perlakuan ke-i (i= 1, 2, 3, 4) ij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
-
5
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam analysis of
variance (ANOVA), selanjutnya jika terdapat perbedaan yang nyata antara
perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Matjik dan Sumertajaya
2006).
Prosedur Penelitian
Pemilihan Lada Hitam (piper nigrum)
Lada Hitam (piper nigrum) yang dipilih yaitu bulat dan hitam serta padat.
Lada Hitam (piper nigrum) digiling dengan mesin giling hingga bertekstur mash
(tepung).
Persiapan Kandang
Sebelum penelitian dimulai, kandang dibersihkan dengan air untuk
menghilangkan sisa kotoran, sampah dan debu setelah kering kemudian
disucihamakan dengan disinfektan. Pemasangan lampu pijar 40 watt diatas
kandang yang digunakan sebagai sumber cahaya dan pemanas. Penentunan letaak
kandang dilakukan secara random (acak) untuk memudahkan penulisan. Ruang
kandang 20 buah masing-masing ditempatkan di petak yang berbeda kemudian
diberi nomor 1-20. Burung puyuh 200 ekor dibagi menjadi 20 kelompok masing-
masing 10 ekor. Penempatan ke dalam kandang dengan sistem acak.
Tahap Pembuatan Ransum dan Ransum Penelitian
Pembuatan dan bahan baku ransum diperoleh dari PT Indofeed Bogor.
Penimbangan bahan baku ransum sesuai formulasi. Bahan pertama yang
dicampur adalah jagung kuning, bungkil kedelai dan tepung ikan. Bahan kedua
yang dicampur adalah tepung lada hitam, dedak padi, CaCO3 (calsium carbonate),
DCP (dicalcium phosphate), premiks dan DL-methionin. Seluruh bahan
selanjutnya diaduk hingga homogen dalam mesin pencampur (mixer). Bahan
yang telah homogen kemudian dibentuk menjadi pelletdi mesin pellet.
Pemeliharaan
Burung puyuh yang datang diistirahatkan dan langsung diberikan air
minum yang sudah dilarutkan vitamin (Vitastress) untuk menggurangi stress.
Pemeliharaan buung puyuh dilakukan selama 8 minggu. Pemberian pakan dan
minum dilakukan secara ad libitum. Pemberian pakan dan minum dilakukan
sehari sekali pada pagi hari pukul 07.00 WIB. Pencatatan dilakukan pada
pemberian pakan harian dan sisa pakan untuk mengetahui konsumsi pakan.
Pengambilan telur dilakukan setiap hari kemudian ditimbang menggunakan
timbangan digital yang bertujuan untuk bobot telur dan dihitung jumlah telur.
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil saat umur ayam 35 hari. Waktu pengambilan pada
pagi hari pukul 06.30 WIB setelah dipuasakan 24 jam. Darah diambil dari vena
jugularis atau vena pectoralis sekali menggunakan spoit dan dimasukkan dalam
tabung berantikoagulan sebanyak 1 ml. Sebelumnya, daerah vena jugularis dan
vena pectoralis dibersihkan atau berheparin dengan alkohol 70%. Dan kemudian
dianalisa hematologi darah.
-
6
Penyembelian
Penyembelian burung puyuh dilakukan pada akhir penelitian. Burung puyuh
disembelih terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam. Penyembelihan ini
bertujuan untuk memperoleh karkas dan saluran pencernaan. Sampel diambil
secara acak sebanyak 1 ekor burung puyuh dari setiap ulangan kemudian
ditimbang masing-masing karkas dan saluran pencernaan..
Peubah yang diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Performa Produksi, yaitu :
1. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum diukur dengan cara jumlah ransum yang diberikan diku-
rangi dengan jumlah ransum sisa selama penelitian. Penimbangan dilakukan
sekali seminggu. Untuk mendapatkan (g/ekor/hari) datanya dibagi dengan 7
hari.
Konsumsi ransum (g/ekor) = ransum pemberian pakan sisa (g)
2. Produksi telur harian/ hen day production (%)
Produksi telur harian dihitung dengan membagi jumlah telur pada hari yang
bersangkutan dengan jumlah puyuh yang hidup pada hari yang sama dikali
100%.
Hen day Production =
X 100 %
3. Produksi massa telur harian (gr/ekor/hari)
Produksi massa telur harian diperoleh dari pembagian antara produksi telur
setiap hari dengan jumlah burung puyuh yang ada selama penelitian.
Produksi massa telur harian = )
4. Berat telur (gr/ekor/hari)
Berat telur diperoleh dari dari perbandingan jumlah bobot telur yang
diproduksi dengan umlah telur yang dihasilkan.
Berat telur =
5. Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan rasio pakan yang dikonsumsi dalam jangka
waktu tertentu dibandingkan dengan bobot telur yang dihasilkan.
Konversi Ransum = (/ / )
-
7
6. Mortalitas
Mortalitas merupakan suatu angka kematian yang menunjukan jumlah
puyuh mati selama pemeliharaan. Kortalitas diperoleh dari pembagian
antara jumlah burung puyuh yang mati dengan jumlah seluruh burung
puyuh dalam penelitian
b. Kualitas Telur Puyuh, yaitu :
1. Berat telur , berat Putih dan kuning (gram/butir)
Berat telur diukur dengan cara menimbang telur setiap harinya selama pene-
litian kemudian dirata-ratakan berdasarkan perlakuan dan ulangan
2. Proporsi Kuning Telur (%)
Proporsi Kuning Telur diperoleh dengan cara memisahkan kuning telur da
putih telur terlebih dahulu kemudian kuning telur ditimbang dan dilakukan
penghitungan dengan membagi bobot kuning telur dengan berat telur dan
dikalikan 100%
3. Proporsi Kuning Putih (%)
Proporsi k uning putih diperoleh dengan cara memisahkan kuning telur da
putih telur terlebih dahulu kemudian putih telur ditimbang dan dilakukan
penghitungan dengan membagi bobot kuning telur dengan berat telur dan
dikalikan 100%
4. Proporsi kerabang (%)
Proporsi kerabang diperoleh dengan cara menimbang kerabang terlebih
dahulu lalu dilakukan penghitungan dengan membagi bobot kerabang
dengan berat telur dan dikalikan 100%.
5. Haugh unit
Haugh unit untuk menentukan kualitas telur dihitung denan rumus
Stadelman dan Cotteril (1995): HU = 100 Log (H+7,57-1,7W0,37).
Keterangan :
H = tinggi putih telur kental (mm)
W = Berat telur (g/Butir)
Hasil nilau HU:
>72 = Kualitas AA
60-72 = Kualitas A
31-60 = Kualitas B
-
8
7. Tebal Kerabang (mm)
Tebal Kerabang (mm) diperoleh dari hasil rataan pengukuran kerabang telur
bagian runcing, tumpul, dan bagian tengah kerabang telur.
c. Kualitas Karkas dan Organ Dalam
1. Berat hidup (g/ekor)
Berat hidup (g/ekor) diperoleh dari hasil penimbangan ayam sebelum
dipotong dan sesudah dipuasakan.
2. Persentase berat karkas
Persentase berat karkas, diperoleh dengan membandingkan berat ayam
tanpa kepala, leher, cakar, dan jeroan dengan berat hidup dikalikan 100%.
3. Persentase berat lemak abdomen
Persentase berat lemak abdomen diperoleh dengan membandingkan berat
lemak yang terdapat disekitar perut dengan berat hidup dkalikan 100%.
4. Persentase berat hati
Persentase berat hati diperoleh dengan membandingkan berat hati dengan
berat hidup dkalikan 100%.
5. Persentase berat jantung
Persentase berat jantung diperoleh dengan membandingkan berat jantung
dengan berat hidup dkalikan 100%.
6. Persentase berat limpa
Persentase berat limpa diperoleh dengan membandingkan berat limpa
dengan berat hidup dkalikan 100%.
7. Persentase berat rempela
Persentase berat rempela diperoleh dengan membandingkan berat rempela
dengan berat hidup dkalikan 100%.
8. Persentase berat pankreas
Persentase berat pankreas diperoleh dengan membandingkan berat pankreas
dengan berat hidup dkalikan 100%.
9. Persentase berat ginjal
Persentase berat ginjal diperoleh dengan membandingkan berat ginjal
dengan berat hidup dkalikan 100%.
10. Persentase berat usus
-
9
Persentase berat usus diperoleh dengan membandingkan berat usus dengan
berat hidup dkalikan 100%.
11. Rataan Persentase berat seka
Persentase berat seka diperoleh dengan membandingkan berat seka dengan
berat hidup dkalikan 100%.
12. Panjang usus halus (cm)
Dengan cara menghitung bagian dari usus halus yaitu menghitung panjang
duodenum, yeyunum dan ileum.
d. Hematologi Darah
1. Penghitungan Kadar Hemoglobin (Metode Sahli)
Larutan HCl 0.01 N diteteskan pada tabung sahli sampai tanda tera
0.1 atau garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan
pipet sahli hingga mencapai tanda tera atas (2.0 ml). Sampel darah segera
dimasukkan kedalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga
berubah menjadi warna cokelat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan
hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu larutan ditambah dengan
akuades, teteskan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan akuades
ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar
hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram % yang tertera
pada tabung hemoglobin (Sastradiprajadja et al. 1989).
2. Penghitungan Nilai Hematokrit
Analisis hematokrit pada darah dapat dilakukan dengan
menggunakan mikrohemato. Proses pengambilan darah untuk analisis
hematokrit dan Hb hampir sama, mikrokapiler yang bertanda merah atau
biru pada tetesan darah, darah dibiarkan mengalir sendiri mengisi 4/5 bagian
pipa kapiler. Ujung pipa kapiler disumbat dengan menggunakan crestaseal.
Pipa kapiler diletakkan dalam alat sentrifuge, pipa kapiler di sentrifuge
selama 5 menit, setelah itu lapisan-lapisan terdiri atas lapisan plasma yang
jernih dibagian teratas, kemudian lapisan putih abu-abu ialah trombosit dan
leukosit dan lapisan merah yang terdiri dari eritrosit. Nilai hematokrit
ditentukan dengan mengukur presentase volume eritrosit (lapisan merah)
menggunakan alat microcapillay hematocrit reader (Sastradiprajadja et al.
1989).
Tabel 2. Nilai Hematologi Burung Puyuh
Parameter Satuan Jumlah
Eritrosit (juta/mm3) 3,86 ( 2-3.86)
Hemoglobin g% 12,3 (7-13)
Hematokrit % 37 (30-37)
Leukosit ribu/mm3 20-40
Rasio 0,34-0,43
Heterofil/Limfosit*
MCV* femto liter 90-140
MCHC* % 26-35
Sumber : Sturkie dan Griminger (1976), *) Schalm (2010)
-
10
3. Perhitungan Jumlah Eritrosit
Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga
tanda tera 0,5 dengan aspirator. Menurut Sikar et al. (1984) pengambilan
darah dari tabung menggunakan pipet eritrosit dengan bantuan alat
pengisap (aspirator) sampai batas angka 1,0. Ujung pipet di bersihkan
dengan menggunakan tissu lalu hisap larutan BCB 0,5% hingga tanda 101.
Memutar pipet dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah
homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet di buang dengan
menempelkan ujung pipet ke kertas tissu. setelah itu teteskan satu tetes
kedalam homositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk.
Setelah itu biarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, kalau
penghitungan bisa dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan dobel maka
sebaiknya digunakan hand counterdi bawah mikroskop dengan pembesaran
45 x 10. Menghitung eritrosit dalam hemocymeter, digunakan kotak eritrosit
yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian berikut : satu kotak
pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tngah, satu kotak
pojok kanan bawah, satu kotak pojok kiri bawah. Jumlah eritrosit yang
didapat dari hasil penghitungan dikalikan 104 (Sastradiprajadja et al. 1989).
Jumlah Eritrosit = a x 104
a = jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam hemocymeter
4. MCV
Menurut Sastradipradja et al. (1989) nilai MCV dan MCHC dihitung
dengan menggunkan rumus berikut ini,
MCV (fl) adalah : 10
MCHC (%) adalah : 100
5. Penghitungan Jumlah Leukosit
Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet leukosit hingga
tanda tera 0,5 dengan aspirator. Ujung pipet di bersihkan dengan
menggunakan tissu lalu hisap larutan BCB 0,5% hingga tanda 11. Memutar
pipet dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah homogen cairan
yang tidak terkocok pada ujung pipet di buang dengan menempelkan ujung
pipet ke kertas tissu. setelah itu meneteskan satu tetes kedalam
homositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah
itu dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu penghitungan
bisa dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan ganda maka sebaiknya
menggunakan hand counter di bawah mikroskop dengan pembesaran 45 x
10. Untuk menghitung leukosit dalam hemocymeter, digunakan 4 kotak
leukosit berjumlah 16 kotak kecil. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil
penghitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit 1 pada setiap
mm3 volume
(Sastradiprajadja et al. 1989).
Jumlah Leukosit = b X 50
b = jumlah leukosit hasil penghitungan dalam hemocymeter
-
11
6. Perhitungan Deferensiasi Leukosit
Perhitungan diferensial leukosit secara manual dapat dilakukan
dengan pemeriksaan preparat ulas darah. Preparat ulas darah diamati
dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali dan teteskan minyak
emersi. Setiap leukosit yang ditemukan dideferensialkan ke dalam limfosit,
heterofil, eosinofil, basofil atau monosit. Identifikasi jenis-jenis leukosit
dapat dilakukan dengan mengamati warna dan ukuran sel leukosit. Preparat
yang baik menunjukan warna kontras merah, biri keunguan, dan biru tua,
misalnyaa : - eritrosit berwarna merah, - inti leukosit berwarna ungu tua atau
biru tua, - granuka didalam sitoplasma granulosit ada yang merah, biru atau
netral, - trombosit berwarna kebiru-biruan. Penghitungan persentase jenis-
jenis leukosit dilakukan pada 100 butir leukosit yang dideferensiasikan
menjadi limfosit, heterofil, eosinofil, basofil, indek stress dan monosit
(Heller et al. 2008).
7. Kadar Malondialdehida (MDA) Plasma Darah (Rice-Evans dan Anthony,
1991)
Teknik analisa menggunakan metode Thiobarbituric Acid Reactive
Subtance (TBARS). Sebanyak 1,78 ml HCL pekat, asam trikloroasetat
(TCA) 0,25 ml dan asam tiobarbiturat (TBA) 0,5 ml dimasukkan dalam
tabung dan ditambahkan 80 ml aquadest untuk membuat larutan
campuran. Larutan campuran tersebut diambil sebanyak 1 ml dan
dimasukkan dalam tabung, kemudian dicampurkan dengan sampel darah
sebanyak 500 l. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 90-100 C
(oven) selama 1 jam. Selanjutnya didinginkan dengan air mengalir dan
disentrifuse 3.000 rpm selama 10 menit. Supernatan tersebut kemudian
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm.
e. Profil Lemak Darah
Setiap peubah yang diamati, dianalisa dengan menggunakan metode
KIT (Diagnostic System International, 2005). Analisis kadar kolesterol,
HDL, LDL, dan trigliserida darah menggunakan alat Automated Clinical
Analyzer TRX-7010.Alat tersebut menganalisis sampel secara otomatis,
data analisis akan keluar dalam data print out. Prinsip kerja alat ini yaitu
dengan mencampurkan reagen dengan sampel lalu dibaca absorbansinya
sama dengan metode kit.
1. Trigliserida
Disiapkan tabung blanko berisi 10 l aquades dan 1000 l reagen kit.
Tabung standar berisi 10l larutan standar trigliserida dan 1000 l reagen
kit dan tabung sampel berisi 10l plasma dan 1000 l reagen kit. Campuran
kemudian dihomogenkan dengan vortex, diinkubasi pada suhu 20oC25oC
selama 10-20 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 546 nm dalam waktu satu jam dengan sperktrofotometer.
Trigliserida(mg/dl)= .
. Kosentrasi standar Trigliserida (mg/dl)
-
12
2. Kolesterol total
Mengukur kadar kolesterol darah digunakan plasma yang telah
diperoleh sebelumnya. Disiapkan tabung blanko berisi 10l aquades dan
1000 l reagen kit, tabung standar berisi 10 l larutan standar kolesterol dan
1000 l reagen kit, tabung sample berisi 10 l plasma darah dan 1000 l
reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan dengan vortex kemudian
diinkubasi pada suhu 20oC25oC selama 10-20 menit. Absorbansi dibaca
pada panjang gelombang 546 nm dalam waktu satu jam setelah pencampuran dengan alat spektrofotometer.
Kolesterol (mg/dl)= .
. Kosentrasi standar Kolesterol (mg/dl)
3. Pengukuran HDL
Sebanyak 500 l plasma ditambah dengan 1000 l larutan reagen kit,
dicampur sampai homogen, kemudian didiamkan selama 10 menit pada
suhu kamar. Sentrifuse selama 10 menit dengan 4000 putaran permenit.
Plasma dipersiapkan dari endapan dalam waktu dua jam setelah sentrifugasi.
Sebanyak 100 l plasma ditambah 1000 l reagen CHOD-PAP
(Cholesterol Oxidase-P-Aminophenazone) dicampur, diinkubasi selama 10
menit pada suhu 20-250C. Absorbansi dibaca dalam waktu satu jam pada
panjang gelombang 546 nm. Untuk blanko reagen dibuat dari 100 l air aquadest ditambah dengan 1000 l reagent CHOD-PAP dan standar terbuat
dari 100 l standar kolesterol ditambah dengan 1000 l reagent CHOD-PAP.
HDL (mg/dl) = .
. Kosentrasi standar HDL (mg/dl)
4. Pengukuran LDL
Metode pengukuran LDL dihitung dengan menggunakan metode
perhitungan secara tidak langsung yang disebut metode Friedwald
(Friedwald et al, 1972)
HDL (mg/dl) =
5
DAFTAR PUSTAKA
Bravo. 2013. Dietary supplementation of young broiler chickens with capsi-
cum and turmeric oleoresins increases resistance to necrotic enteritis. Br. J.
Nutr. 110:840-847
Brugalli, I. (2003). Alimentacao atlernativa: an utilizacao de fitoterapicos ou
nutraceuticos comomoduladores da imunidade e desempenho animal. Anais
do Simposio sobre Manejo e Nutr Cad de Aves e Suinos; Campinas, Sao
Paulo., Brasil. Campainas: (BNA) pp. 167-182
Friedewald, W. T., R. I. Levy dan D. S. Fredriscson. 1972. E stimation of
the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without
use of the preparative ultra-centrifuge. Clin Chem18: 499-502.
Great, H.H. (2003). Plants and plant extracts for improving animal productivity.
Proc. Nutr. Soc., 62: 279-290.
Lee, K. W., H. Everts, and A. C. Beynen. 2004. Essential oils in broiler nutrition.
Int. J. Poult. Sci. 3:738-752.
-
13
Lesson S, Summers J. Lee, S. H., H. S. Lillehoj, S. I. Jang, E. P. Lillehoj, W. Min,
and D. Departement of Animal and Poultry Science, University
Guelp.University Books, Canada.
Karan, R.S.; Bhargava, V.K.; Garg, S.K. Effect of trikatu, an Ayurvedic
prescription, on the pharmacokinetic profile of rifampicin in rabbits.
Journal of Ethnopharmacology, v.64, p.259-264, 1999.
Khalaf, A. N., A. K. Shakya, A. Al-Othman, Z. El-Agbar, and H. Farah. 2008.
Antioxidant activity of some common plants. Turkish J. Biol. 32:51-55.
Hassan, M.S.H.; Abo Taleb, A.M.; Wakwak, M. and Yousef, B.A. (2007).
Productive, physiological and immunological effects of using some natural
feed additives in Japanese quail diets. Egyptian Poultry Science, J. 27(11):
557-588.
Heller, M, Lynette. M, Veach. 2008. E Clinical Medical Assasting Professional,
Field Smart Approach to The Workplace. New York (US): Nelson Education,
Ltd.
Hui, Y.H. (1996). Oleoresins and essential oils. In: Hui, YH, editor. Baileys industrial oil and fat products. New York, Wiley-Interscience Publication,
Cap. 6. pp: 145-153
Imakahi (2012). Bahaya Residu Antibiotik Dalam Produk Pangan Asal Daging
Ayam.http: //imakahi.wordpress.com.2012/08/10/bahaya-residu-antibiotika-
dalam produk-pangan-asal-daging-ayam/. Fakultas Peternakan. Instintut Pertanian Bogor, Bogor.
Malini, T., J. Arunakaran, M. M. Aruldhas, and P. Govindarajulu. 1999. Effect
of piperine on lipid composition and enzyme of pyruvate malate cycle in
the testis of the rat in vivo. Biochem. Mol. Biol. Int. 47:537-545.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan percobaan. IPB Press. Bogor.
Mittal, R.; Gupta, R.L. In vitro antioxidant activity of piperine. Methods and
Findings in Experimental and Clinical Pharmacology, v.122, p.271-274, 2000.
NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National
Research Council. National Academy Press. Washington, D.C, USA.
Pradeep, C.R.; Kuttan, G.Piperine is a potent inhibitor of nuclear factor kB (NF kB), c Fos, CREB, ATF 2 and pro inflammatory cytokine gene expression in B16F-10 melanoma cells. International Immunopharmacology,
v.4, p.1795-1803, 2004.
Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta
R. Abbou-Elkhair, H. A, Ahmed, S. Saelim. 2014. Effects of Black Pepper (Piper
Nigrum), Tumeric Powder (coriandrum Sativum) and their combinations as
Feed Additives on Growth Performance, Carcass Traits, Some Blood
Parameters and Humoral Immune Response of Broiler Chickens. Asian-
Australasian Journal Sciences. Vol. 27. No 6: 647-854.
Rahmianna, A. A. 2006. Aflatoksin pada kacang tanah dan usaha untuk
mengendalikannya. Makalah disampaikan dalam forum Aflaktosin Indonesia.
Fakultas Teknologi. Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
24/02/2006.
Reddy, S.V.; Srinivas, P.V.; Praveen, B.; Kishore, K.H.; Raju, B.C.; Murthy,
U.S.; RAO, J.M. Antibacterial constituents from the berries of Piper nigrum.
Phytomedicine, v.11, p.697-700, 2004.
-
14
Rice-Evans, C. A. & T. D. Anthony. 1991. Symons MCR, Technique in Free
Radical Research. Elsevier Publication, Nederland.
Safa, M. A, Wahab El-Tazi. 2014. Response of Broiler Chicken to Dets
Containing Different Nixture Powder Levels of Red Pepper and Black Pepper
as Natural Feed Additive. Animal and Veterinary Sciences. Vol. 2, 81-86.
Safa, M. A, Wahab El-Tazi, Mukhtar, A. M, K.A. Mohamed, Mohamed, H. T.
2014. Effect of Using Black Pepper as Natural Feed Additives on Performance
and Carcas Quality of Broiler Chicks. Global Advancced Journal of
Agricultural Science. Vol. 3 (4)
SastradipradjaD., S. H. S. Sikar, R. Wijayakusuma, T. Ungerer, A. Maad,
H. Nasution, R. Suriawinata, dan R. Hamzah. 1989. Penuntun Praktikum
Fisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Schalm. 2010. Schalms Veterinary Hematology. 6th Ed. Editor: Douglas J, Weiss, K., Jane W. Blackwell Publishing Ltd, Oxford.
Sikar, S. H. S., R. Suriawinata., T. Ungerer., dan D. Sastradipradja. 1984.
Larutan pengencer darah unggas untuk menghitung jumlah leukosit secara
langsung. Laporan Penelitian. Jurusan Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Singh, Y.N. Kava: an overview. Journal of Ethnopharmacology, v.37, p.13-45,
1992.
Steel RGD, Torrie JH. 1993.Prinsip dan prosedur statistika. Edke 2. Terjemahan:
B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sturkie, P. D. & Griminger. 1976. Blood : Physical characteristic, formed
elements, haemoglobin, and coagulation. Dalam P. D. Sturkie [Editor] Avian
Physicology. Springer Verleg, New York Wuryaningsih, E. 2005. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengamanan Pangan Asal
Hewan. Proseding Lokakarya Nasional Keamanan Pagan Produk Peternakan
Bogor, 02/02/2005, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Bogor.Hlm, 9-13.
-
15
Lampiran 1. Kebutuhan bahan pakan untuk Burung Puyuh Petelur (Coturnix-
Coturnix Japonica).
Nama bahan
Kebutuhan
Periode Produksi
(kg) Total (kg)
Harga/kg
(Rp) Total harga (Rp)
Jagung Kuning 176.7 177 4.300 796,500
Dedak 4,56 5 3.000 16,000
Bkl. Kedele 66 67 10.000 670,000
T. Ikan 12,06 13 10.000 130,000
CaCo3 21,3 22 1.000 13,200
Minyak Sawit 8,4 9 13.000 117,000
Premik 0,9 1 25.000 25,000
NaCl 0,66 1 1.800 1,000
DL.Methionin 0,42 0,5 75,000 75.000
Total
1992.500
Daftar biaya analisa
Jenis analisa Biaya analisa (Rp/Sampel)
Analisa Proksimat lada hitam
a. Kadar air 5.000
b. Kadar abu 10.000
c. Kadar protein kasar 50.000
d. Kadar serat kasar 35.000
e. Lemak total 40.000
Total biaya 140.000
Daftar biaya analisa fitokimia lada hitam
Jenis kegiatan Biaya
1. piperine 100.000
2. flavanoid 100.000
3. Minyak astirin 50.000
4. Fitokimia kualitatif 70.000
Total biaya 320.000
Daftar biaya pemeliharaan ayam
Jenis kegiatan Biaya
1. Pembelian Puyuh Petelur 3.000.000
2. Sanitasi kandang 300.000
3. Vitamin 50.000
4. Transportasi 500.000
5. Biaya tak terduga 500.000
Total biaya 4.350.000
-
16
Daftar biaya analisa sampel
Jenis analisa Biaya analisa
(RP/sampel)
Biaya analisa (20 sampel)
a. Analisa kolesterol 50 000 1 000 000
b. Analisa trigliserida 40 000 800 000
c. HDL-kolesterol 50 000 1 000 000
d. LDL- kolesterol 50 000 1 000 000
e. Analisa BDM 10 000 200 000
f. Analisa BDP 10 000 200 000
g. Analisa hematokrit 5 000 100 000
h. Diferensiasi leukosit 5 000 100 000
i. Analisa hemoglobin 5 000 100 000
Total biaya 4.500 000
Jadi total biaya keseluruhan
1. Biaya analisa proksimat lada hitam = Rp 140.000,- 2. Biaya pemeliharaan = Rp 4.350.000,- 3. Biaya pakan = Rp 1992.500,- 4. Biaya analisa fitokimia lada hitam = Rp 4.500 000,- 5. Biaya analisa sampel = Rp 320 000,-
Total biaya = Rp 11.302.500,-