Ganti Proposal Oktober Baru

21
PENGGUNAAN LADA HITAM (Piper Nigrum) SEBAGAI PHYTOGENIC FEED ADDITIVE PADA BURUNG PUYUH PETELUR ( COTURNIX-COTURNIX JAPONICA) MUSTOFA HILMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 USULAN PENELITIAN

description

bneran

Transcript of Ganti Proposal Oktober Baru

  • PENGGUNAAN LADA HITAM (Piper Nigrum) SEBAGAI

    PHYTOGENIC FEED ADDITIVE PADA

    BURUNG PUYUH PETELUR ( COTURNIX-COTURNIX

    JAPONICA)

    MUSTOFA HILMI

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

    USULAN PENELITIAN

  • Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian

    dalam rangka penulisan Tesis guna memperoleh gelar

    Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

    PENGGUNAAN LADA HITAM (Piper Nigrum) SEBAGAI

    PHYTOGENIC FEED ADDITIVE PADA

    BURUNG PUYUH PETELUR( COTURNIX-COTURNIX

    JAPONICA)

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

    MUSTOFA HILMI

  • ii

    Judul Proposal: Pengaruh Pemberian Lada Hitam (Piper Nigrum) Sebagai

    Phytogenic Feed Additive Pada Burung Puyuh Petelur (Coturnix-

    Coturnix Japonica)

    Nama : Mustofa Hilmi

    NIM : D251130321

    Disetujui oleh

    KomisiPembimbing

    Prof. Dr. Ir. Sumiati, M.Sc

    Ketua

    Prof. Dr. Ir. Dewi April Astuti,M.S

    Anggota

    Diketahui oleh

    Ketua Program Studi

    Ilmu Nutrisi dan Pakan

    Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A. MS, M. Sc

    Dekan Sekolah Pascasarjana

    Sekretaris Program Magister

    Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc

  • iii

    PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas segala karunia-Nya sehingga proposalkarya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema

    yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini ialah ketahanan pangan,

    dengan judul Penggunaan Lada Hitam (Piper Nigrum) Sebagai Phytogenic Feed

    Additive Pada Burung Puyuh Petelur (Coturnix-Coturnix Japonica).

    Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Sumiati M.Sc dan Ibu

    Prof. Dr. Ir. Dewi April Astuti,M.S selaku pembimbing dan telah banyak memberi

    saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh

    keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

    Semoga proposal karya ilmiah ini bermanfaat.

    Bogor, Oktober 2014

    Mustofa Hilmi

  • iv

    DAFTAR ISI

    1 PENDAHULUAN 1

    Latar Belakang 1

    Perumusan Masalah 2

    Tujuan Penelitian 2

    Manfaat Penelitian 2

    2 METODE 3

    Waktu dan Lokasi 3

    Materi 3

    Metode 4

    DAFTAR PUSTAKA 12

  • 1

    1 PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Penggunaan antibiotik atau antimikrobial sebagai bahan aditif dalam pakan

    ternak telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Senyawa antibiotik sintetik tersebut

    digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat

    meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak sehingga

    dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternakan dapat memperoleh

    keuntungan lebih banyak

    Akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik sintetik mengalami

    penurunan dan bahkan dibeberapa negara telah melarang penggunaan antibiotik

    sintetik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak. Hal ini disebabkan karena residu

    dari antibiotik sintetik yang akan menjadi racun bagi konsumen, disamping itu

    antibiotik sintetik dapat menciptkan mikro-organisme yang resisten dalam tubuh

    manusia atau ternak (Lee et al. 2004). Menurut Imakahi (2012) residu antibiotik

    sendiri dapat memberikan efek karsinogenik dan dalam jangka panjang dapat

    berakibat fatal. Wuryaningsih (2005) dan Rahmianna (2006) menyatakan bahwa

    isu keamanan pangan asal ternak yang meresahkan masyarakat antara lain

    cemaran mikroba patogen dan residu antibiotik dalam daging sebagai efek

    samping dari pemberian antibiotik dalam pakan yang berfungsi sebagai Antibiotic

    Growth Promotors (AGPs).

    Langkah yang ditempuh untuk mengantisipasi hal tersebut yaitu dengan

    melakukan penambahan phytogenic feed additive kedalam pakan. Phytogenic feed

    additive merupakan bahan tambahan pakan yang berasal dari tanaman obat (herb)

    dan rempah-rempah (spices) sebagai penganti dari Antibiotic Growth Promotors

    (Lee et al. 2013) yang mampu meningkatkan performen, FCR, kecernaan,

    pertambahan berat badan pada ternak ((Peri et al., 2009). Salah satu phytogenic feed additive rempah-rempah (spices) yang banyak keuntungannya dengan

    memanfaatkan lada hitam (piper nigrum).

    Lada hitam (piper nigrum) mengandung zat alkaloid seperti piperine.

    Piperine merupakan zat yang dapat meningkatkan penyerapan selenium, vitamin

    B kompleks, beta-karoten dan kurkumin serta nutrisi lainnya sehingga dapat

    membantu meningkatkan performen dan kualitas karkas serta meningkatkan

    imunitas dalam tubuh. Piperine juga merupakan zat aktif yang berfungsi

    meningkatkan thermogenesis pada lemak tubuh (Malini et al. 1999), membantu

    proses pencernaan (Great 2003), anti-inflamasi (Pradeep dan Kuttan 2004),

    membantu proses metabolisme energi pada tubuh dan meningkatkan

    bioavailabilitas obat-obatan tertentu dalam organisme (Karan et al. 1999)

    sehingga dapat meningatkan kekebalan tubuh (imunitas).

    Penambahan phytogenic feed additive berupa tepung lada hitam (piper

    nigrum) kedalam pakan sebesar 1% dapat meningkatkan pertumbuhan,

    produktifitas performen dan meningkatkan kualitas karkas (Safa et al. 2014) dan

    meningkatkan status kesehatan ayam broiler (Abou et al. 2014), lebih lanjut

    Mahmud dan Navid (2011) menjelaskan penambahan 1,5% dan 2% tepung lada

    hitam (piper nigrum) dapat meningkatkan performen, kualitas karkas serta

    menurunkan kolesterol darah pada burung puyuh (coturnix-coturnix japonica).

  • 2

    Mengingat sangat terbatasnya penelitian phytogenic feed additive pada burung

    puyuh (coturnix-coturnix japonica) di Indonesia terutama kaitannya dengan

    penambahan lada hitam (piper nigrum) sebagai phytogenic feed additive pada

    pakan untuk mengetahui performen produksi, komposisi fisik dan kualitas interior

    serta meningkatkan daya imunitas pada burung puyuh petelur (coturnix-coturnix

    japonica), maka penelitian ini dilakukan.

    Perumusan Masalah

    Penggunaan lada hitam (piper nigrum) sebagai phytogenic feed additive

    dapat mengantikan sintetic feed additive yang sangat aman pada burung puyuh

    petelur (coturnix-coturnix japonica) dan dapat meningkatkan status kesehatan.

    Hipotesis Penelitian

    Penggunaan lada hitam (piper nigrum) sebagai phytogenic feed additive

    didalam pakan burung puyuh petelur (coturnix-coturnix japonica) dapat

    meningkatkan performen produksi, komposisi fisik dan kualitas interior serta

    meningkatkan daya imunitas.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas lada hitam (piper nigrum)

    sebagai phytogenic feed additive sebagai upaya untuk memperbaiki performen

    produksi, komposisi fisik dan kualitas interior serta meningkatkan daya imunitas

    pada burung puyuh petelur (coturnix-coturnix japonica)

    Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini adalah merekomendasikan penggunaan lada

    hitam (piper nigrum) sebagai phytogenic feed additive untuk burung puyuh

    petelur (coturnix-coturnix japonica) dan memperkaya informasi ilmiah tentang

    kajian phytogenic feed additive pada burung puyuh petelur (coturnix-coturnix

    japonica) di Indonesia yang sampai saat ini jarang pernah dilakukan.

  • 3

    MATERI DAN METODE PENELITIAN

    Waktu dan Lokasi

    Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan

    Januari 2015 di Laboratorium Lapang (Kandang C), Departemen Ilmu Nutrisi dan

    Teknologi Pakan serta laboratorium Fisiologi, Fakultas Peternakan, Institut

    Pertanian Bogor.

    Materi

    Ternak

    Penelitian ini menggunakan puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) betina

    berumur 6 minggu atau masa produktif dengan 150 gr. Puyuh yang digunakan

    sebanyak 200 ekor dibagi kedalam 4 perlakuan dengan 5 ulangan, dimana setiap

    ulangan terdiri dari 10 ekor.

    Tabel 1. Susunan dan kandungan nutrien ransum basal periode layer

    Bahan pakan Ransum (%)

    Jagung kuning 58,9

    Bungkil kedele 22

    Tepung ikan 4

    Dedak padi 1,52

    Minyak sawit 2,8

    DCP 0,8

    CaCO3 7,1

    Premix 0,3

    DL=Methionine 0,16

    Total 100

    Kandungan nutrien :*)

    Energi bruto (kkal/kg) 2950,08

    Protein kasar (%) 18,82

    Lemak kasar (%) 5,36

    Serat kasar (%) 2,41

    Methionine (%) 0,58

    Lysin (%) 1,06

    Sistin (%)

    Asam linoleat (%)

    Ca (%)

    P (%)

    Na (%)

    Cl (%)

    0,30

    1,50

    3,19

    0,48

    0,15

    0,17

    Keterangan : *) Hasil hitungan berdasarkan Lesson and Summers (2008)

    Ransum

    Ransum penelitian disusun berdasarkan Lesson dan Summers (2008).

    Ransum diberikan dalam bentuk pellet. Kebutuhan nutrien ransum didasarkan

  • 4

    kepada kebutuhan puyuh fase layer, yaitu protein 18% dan energi metabolis 2950

    kkal/kg.

    Kandang dan Peralatan

    Burung puyuh ditempatkan pada 20 unit petak kandang percobaan dengan

    ukuran 60 cm x 40 cm x 20 cm, yang masing masing berisi 10 ekor puyuh di-lengkapi tempat pakan dan tempat minum. Untuk pemanasan puyuh masing-

    masing menggunakan lampu 5 watt sebagai penerangan, puyuh petelur sebaiknya

    intensitas cahaya diberikan selama 17 jam, 12 jam cahaya dari sinar matahari dan

    5 jam cahaya dari lampu penerangan. Ceges ditempatkan dalam suatu rungan

    kandang, yang dilengkapi dengan dua buah bohlam penerangan yang masing-

    masing berkekuatan 40 watt. Peralatan lain yang diperlukan adalah timbangan,

    pengukur temperatur ruangan, plastik sebagai wadah ransum, ember, plastik

    penampung feses dan peralatan tulis. Sebelum diisi kandang disanitasi terlebih

    dahulu dengan desinfektan demikian pula tempat makan dan minum.

    Metode

    Perlakuan Penelitian

    Perlakuan yang digunakan adalah substitusi tepung Lada Hitam (piper ni-

    grum). Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Rincian perlakuan adalah sebagai

    berikut :

    R0 : Ransum Basal

    R1 : R0 + 1% Lada Hitam (piper nigrum)

    R2 : R0 + 2% Lada Hitam (piper nigrum)

    R3 : R0 + 3% Lada Hitam (piper nigrum)

    Pada minggu pertama, dilakukan adaptasi pakan, yaitu dengan pemberian

    pakan perlakuan 25 : 75 pakan komersil, perlakuan 50: 50 komersil, perlakuan

    75 : 25 komersil dan 100 % pakan perlakuan. Setiap adaptasi dilakukan selama

    dua hari.

    Rancangan Percobaan dan Analisis Data

    Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 per-

    lakuan dan 5 ulangan dengan model matematik sebagai berikut (Steel dan Torrie

    1993).

    Yij = + i + ij

    Keterangan :

    Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

    : nilai rataan umum

    i : pengaruh perlakuan ke-i (i= 1, 2, 3, 4) ij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

  • 5

    Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam analysis of

    variance (ANOVA), selanjutnya jika terdapat perbedaan yang nyata antara

    perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Matjik dan Sumertajaya

    2006).

    Prosedur Penelitian

    Pemilihan Lada Hitam (piper nigrum)

    Lada Hitam (piper nigrum) yang dipilih yaitu bulat dan hitam serta padat.

    Lada Hitam (piper nigrum) digiling dengan mesin giling hingga bertekstur mash

    (tepung).

    Persiapan Kandang

    Sebelum penelitian dimulai, kandang dibersihkan dengan air untuk

    menghilangkan sisa kotoran, sampah dan debu setelah kering kemudian

    disucihamakan dengan disinfektan. Pemasangan lampu pijar 40 watt diatas

    kandang yang digunakan sebagai sumber cahaya dan pemanas. Penentunan letaak

    kandang dilakukan secara random (acak) untuk memudahkan penulisan. Ruang

    kandang 20 buah masing-masing ditempatkan di petak yang berbeda kemudian

    diberi nomor 1-20. Burung puyuh 200 ekor dibagi menjadi 20 kelompok masing-

    masing 10 ekor. Penempatan ke dalam kandang dengan sistem acak.

    Tahap Pembuatan Ransum dan Ransum Penelitian

    Pembuatan dan bahan baku ransum diperoleh dari PT Indofeed Bogor.

    Penimbangan bahan baku ransum sesuai formulasi. Bahan pertama yang

    dicampur adalah jagung kuning, bungkil kedelai dan tepung ikan. Bahan kedua

    yang dicampur adalah tepung lada hitam, dedak padi, CaCO3 (calsium carbonate),

    DCP (dicalcium phosphate), premiks dan DL-methionin. Seluruh bahan

    selanjutnya diaduk hingga homogen dalam mesin pencampur (mixer). Bahan

    yang telah homogen kemudian dibentuk menjadi pelletdi mesin pellet.

    Pemeliharaan

    Burung puyuh yang datang diistirahatkan dan langsung diberikan air

    minum yang sudah dilarutkan vitamin (Vitastress) untuk menggurangi stress.

    Pemeliharaan buung puyuh dilakukan selama 8 minggu. Pemberian pakan dan

    minum dilakukan secara ad libitum. Pemberian pakan dan minum dilakukan

    sehari sekali pada pagi hari pukul 07.00 WIB. Pencatatan dilakukan pada

    pemberian pakan harian dan sisa pakan untuk mengetahui konsumsi pakan.

    Pengambilan telur dilakukan setiap hari kemudian ditimbang menggunakan

    timbangan digital yang bertujuan untuk bobot telur dan dihitung jumlah telur.

    Pengambilan Sampel Darah

    Sampel darah diambil saat umur ayam 35 hari. Waktu pengambilan pada

    pagi hari pukul 06.30 WIB setelah dipuasakan 24 jam. Darah diambil dari vena

    jugularis atau vena pectoralis sekali menggunakan spoit dan dimasukkan dalam

    tabung berantikoagulan sebanyak 1 ml. Sebelumnya, daerah vena jugularis dan

    vena pectoralis dibersihkan atau berheparin dengan alkohol 70%. Dan kemudian

    dianalisa hematologi darah.

  • 6

    Penyembelian

    Penyembelian burung puyuh dilakukan pada akhir penelitian. Burung puyuh

    disembelih terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam. Penyembelihan ini

    bertujuan untuk memperoleh karkas dan saluran pencernaan. Sampel diambil

    secara acak sebanyak 1 ekor burung puyuh dari setiap ulangan kemudian

    ditimbang masing-masing karkas dan saluran pencernaan..

    Peubah yang diamati

    Parameter yang diamati dalam penelitian ini sebagai berikut :

    a. Performa Produksi, yaitu :

    1. Konsumsi Ransum

    Konsumsi ransum diukur dengan cara jumlah ransum yang diberikan diku-

    rangi dengan jumlah ransum sisa selama penelitian. Penimbangan dilakukan

    sekali seminggu. Untuk mendapatkan (g/ekor/hari) datanya dibagi dengan 7

    hari.

    Konsumsi ransum (g/ekor) = ransum pemberian pakan sisa (g)

    2. Produksi telur harian/ hen day production (%)

    Produksi telur harian dihitung dengan membagi jumlah telur pada hari yang

    bersangkutan dengan jumlah puyuh yang hidup pada hari yang sama dikali

    100%.

    Hen day Production =

    X 100 %

    3. Produksi massa telur harian (gr/ekor/hari)

    Produksi massa telur harian diperoleh dari pembagian antara produksi telur

    setiap hari dengan jumlah burung puyuh yang ada selama penelitian.

    Produksi massa telur harian = )

    4. Berat telur (gr/ekor/hari)

    Berat telur diperoleh dari dari perbandingan jumlah bobot telur yang

    diproduksi dengan umlah telur yang dihasilkan.

    Berat telur =

    5. Konversi Ransum

    Konversi ransum merupakan rasio pakan yang dikonsumsi dalam jangka

    waktu tertentu dibandingkan dengan bobot telur yang dihasilkan.

    Konversi Ransum = (/ / )

  • 7

    6. Mortalitas

    Mortalitas merupakan suatu angka kematian yang menunjukan jumlah

    puyuh mati selama pemeliharaan. Kortalitas diperoleh dari pembagian

    antara jumlah burung puyuh yang mati dengan jumlah seluruh burung

    puyuh dalam penelitian

    b. Kualitas Telur Puyuh, yaitu :

    1. Berat telur , berat Putih dan kuning (gram/butir)

    Berat telur diukur dengan cara menimbang telur setiap harinya selama pene-

    litian kemudian dirata-ratakan berdasarkan perlakuan dan ulangan

    2. Proporsi Kuning Telur (%)

    Proporsi Kuning Telur diperoleh dengan cara memisahkan kuning telur da

    putih telur terlebih dahulu kemudian kuning telur ditimbang dan dilakukan

    penghitungan dengan membagi bobot kuning telur dengan berat telur dan

    dikalikan 100%

    3. Proporsi Kuning Putih (%)

    Proporsi k uning putih diperoleh dengan cara memisahkan kuning telur da

    putih telur terlebih dahulu kemudian putih telur ditimbang dan dilakukan

    penghitungan dengan membagi bobot kuning telur dengan berat telur dan

    dikalikan 100%

    4. Proporsi kerabang (%)

    Proporsi kerabang diperoleh dengan cara menimbang kerabang terlebih

    dahulu lalu dilakukan penghitungan dengan membagi bobot kerabang

    dengan berat telur dan dikalikan 100%.

    5. Haugh unit

    Haugh unit untuk menentukan kualitas telur dihitung denan rumus

    Stadelman dan Cotteril (1995): HU = 100 Log (H+7,57-1,7W0,37).

    Keterangan :

    H = tinggi putih telur kental (mm)

    W = Berat telur (g/Butir)

    Hasil nilau HU:

    >72 = Kualitas AA

    60-72 = Kualitas A

    31-60 = Kualitas B

  • 8

    7. Tebal Kerabang (mm)

    Tebal Kerabang (mm) diperoleh dari hasil rataan pengukuran kerabang telur

    bagian runcing, tumpul, dan bagian tengah kerabang telur.

    c. Kualitas Karkas dan Organ Dalam

    1. Berat hidup (g/ekor)

    Berat hidup (g/ekor) diperoleh dari hasil penimbangan ayam sebelum

    dipotong dan sesudah dipuasakan.

    2. Persentase berat karkas

    Persentase berat karkas, diperoleh dengan membandingkan berat ayam

    tanpa kepala, leher, cakar, dan jeroan dengan berat hidup dikalikan 100%.

    3. Persentase berat lemak abdomen

    Persentase berat lemak abdomen diperoleh dengan membandingkan berat

    lemak yang terdapat disekitar perut dengan berat hidup dkalikan 100%.

    4. Persentase berat hati

    Persentase berat hati diperoleh dengan membandingkan berat hati dengan

    berat hidup dkalikan 100%.

    5. Persentase berat jantung

    Persentase berat jantung diperoleh dengan membandingkan berat jantung

    dengan berat hidup dkalikan 100%.

    6. Persentase berat limpa

    Persentase berat limpa diperoleh dengan membandingkan berat limpa

    dengan berat hidup dkalikan 100%.

    7. Persentase berat rempela

    Persentase berat rempela diperoleh dengan membandingkan berat rempela

    dengan berat hidup dkalikan 100%.

    8. Persentase berat pankreas

    Persentase berat pankreas diperoleh dengan membandingkan berat pankreas

    dengan berat hidup dkalikan 100%.

    9. Persentase berat ginjal

    Persentase berat ginjal diperoleh dengan membandingkan berat ginjal

    dengan berat hidup dkalikan 100%.

    10. Persentase berat usus

  • 9

    Persentase berat usus diperoleh dengan membandingkan berat usus dengan

    berat hidup dkalikan 100%.

    11. Rataan Persentase berat seka

    Persentase berat seka diperoleh dengan membandingkan berat seka dengan

    berat hidup dkalikan 100%.

    12. Panjang usus halus (cm)

    Dengan cara menghitung bagian dari usus halus yaitu menghitung panjang

    duodenum, yeyunum dan ileum.

    d. Hematologi Darah

    1. Penghitungan Kadar Hemoglobin (Metode Sahli)

    Larutan HCl 0.01 N diteteskan pada tabung sahli sampai tanda tera

    0.1 atau garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan

    pipet sahli hingga mencapai tanda tera atas (2.0 ml). Sampel darah segera

    dimasukkan kedalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga

    berubah menjadi warna cokelat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan

    hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu larutan ditambah dengan

    akuades, teteskan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan akuades

    ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar

    hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram % yang tertera

    pada tabung hemoglobin (Sastradiprajadja et al. 1989).

    2. Penghitungan Nilai Hematokrit

    Analisis hematokrit pada darah dapat dilakukan dengan

    menggunakan mikrohemato. Proses pengambilan darah untuk analisis

    hematokrit dan Hb hampir sama, mikrokapiler yang bertanda merah atau

    biru pada tetesan darah, darah dibiarkan mengalir sendiri mengisi 4/5 bagian

    pipa kapiler. Ujung pipa kapiler disumbat dengan menggunakan crestaseal.

    Pipa kapiler diletakkan dalam alat sentrifuge, pipa kapiler di sentrifuge

    selama 5 menit, setelah itu lapisan-lapisan terdiri atas lapisan plasma yang

    jernih dibagian teratas, kemudian lapisan putih abu-abu ialah trombosit dan

    leukosit dan lapisan merah yang terdiri dari eritrosit. Nilai hematokrit

    ditentukan dengan mengukur presentase volume eritrosit (lapisan merah)

    menggunakan alat microcapillay hematocrit reader (Sastradiprajadja et al.

    1989).

    Tabel 2. Nilai Hematologi Burung Puyuh

    Parameter Satuan Jumlah

    Eritrosit (juta/mm3) 3,86 ( 2-3.86)

    Hemoglobin g% 12,3 (7-13)

    Hematokrit % 37 (30-37)

    Leukosit ribu/mm3 20-40

    Rasio 0,34-0,43

    Heterofil/Limfosit*

    MCV* femto liter 90-140

    MCHC* % 26-35

    Sumber : Sturkie dan Griminger (1976), *) Schalm (2010)

  • 10

    3. Perhitungan Jumlah Eritrosit

    Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga

    tanda tera 0,5 dengan aspirator. Menurut Sikar et al. (1984) pengambilan

    darah dari tabung menggunakan pipet eritrosit dengan bantuan alat

    pengisap (aspirator) sampai batas angka 1,0. Ujung pipet di bersihkan

    dengan menggunakan tissu lalu hisap larutan BCB 0,5% hingga tanda 101.

    Memutar pipet dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah

    homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet di buang dengan

    menempelkan ujung pipet ke kertas tissu. setelah itu teteskan satu tetes

    kedalam homositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk.

    Setelah itu biarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, kalau

    penghitungan bisa dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan dobel maka

    sebaiknya digunakan hand counterdi bawah mikroskop dengan pembesaran

    45 x 10. Menghitung eritrosit dalam hemocymeter, digunakan kotak eritrosit

    yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian berikut : satu kotak

    pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tngah, satu kotak

    pojok kanan bawah, satu kotak pojok kiri bawah. Jumlah eritrosit yang

    didapat dari hasil penghitungan dikalikan 104 (Sastradiprajadja et al. 1989).

    Jumlah Eritrosit = a x 104

    a = jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam hemocymeter

    4. MCV

    Menurut Sastradipradja et al. (1989) nilai MCV dan MCHC dihitung

    dengan menggunkan rumus berikut ini,

    MCV (fl) adalah : 10

    MCHC (%) adalah : 100

    5. Penghitungan Jumlah Leukosit

    Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet leukosit hingga

    tanda tera 0,5 dengan aspirator. Ujung pipet di bersihkan dengan

    menggunakan tissu lalu hisap larutan BCB 0,5% hingga tanda 11. Memutar

    pipet dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah homogen cairan

    yang tidak terkocok pada ujung pipet di buang dengan menempelkan ujung

    pipet ke kertas tissu. setelah itu meneteskan satu tetes kedalam

    homositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah

    itu dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu penghitungan

    bisa dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan ganda maka sebaiknya

    menggunakan hand counter di bawah mikroskop dengan pembesaran 45 x

    10. Untuk menghitung leukosit dalam hemocymeter, digunakan 4 kotak

    leukosit berjumlah 16 kotak kecil. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil

    penghitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit 1 pada setiap

    mm3 volume

    (Sastradiprajadja et al. 1989).

    Jumlah Leukosit = b X 50

    b = jumlah leukosit hasil penghitungan dalam hemocymeter

  • 11

    6. Perhitungan Deferensiasi Leukosit

    Perhitungan diferensial leukosit secara manual dapat dilakukan

    dengan pemeriksaan preparat ulas darah. Preparat ulas darah diamati

    dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali dan teteskan minyak

    emersi. Setiap leukosit yang ditemukan dideferensialkan ke dalam limfosit,

    heterofil, eosinofil, basofil atau monosit. Identifikasi jenis-jenis leukosit

    dapat dilakukan dengan mengamati warna dan ukuran sel leukosit. Preparat

    yang baik menunjukan warna kontras merah, biri keunguan, dan biru tua,

    misalnyaa : - eritrosit berwarna merah, - inti leukosit berwarna ungu tua atau

    biru tua, - granuka didalam sitoplasma granulosit ada yang merah, biru atau

    netral, - trombosit berwarna kebiru-biruan. Penghitungan persentase jenis-

    jenis leukosit dilakukan pada 100 butir leukosit yang dideferensiasikan

    menjadi limfosit, heterofil, eosinofil, basofil, indek stress dan monosit

    (Heller et al. 2008).

    7. Kadar Malondialdehida (MDA) Plasma Darah (Rice-Evans dan Anthony,

    1991)

    Teknik analisa menggunakan metode Thiobarbituric Acid Reactive

    Subtance (TBARS). Sebanyak 1,78 ml HCL pekat, asam trikloroasetat

    (TCA) 0,25 ml dan asam tiobarbiturat (TBA) 0,5 ml dimasukkan dalam

    tabung dan ditambahkan 80 ml aquadest untuk membuat larutan

    campuran. Larutan campuran tersebut diambil sebanyak 1 ml dan

    dimasukkan dalam tabung, kemudian dicampurkan dengan sampel darah

    sebanyak 500 l. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 90-100 C

    (oven) selama 1 jam. Selanjutnya didinginkan dengan air mengalir dan

    disentrifuse 3.000 rpm selama 10 menit. Supernatan tersebut kemudian

    diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm.

    e. Profil Lemak Darah

    Setiap peubah yang diamati, dianalisa dengan menggunakan metode

    KIT (Diagnostic System International, 2005). Analisis kadar kolesterol,

    HDL, LDL, dan trigliserida darah menggunakan alat Automated Clinical

    Analyzer TRX-7010.Alat tersebut menganalisis sampel secara otomatis,

    data analisis akan keluar dalam data print out. Prinsip kerja alat ini yaitu

    dengan mencampurkan reagen dengan sampel lalu dibaca absorbansinya

    sama dengan metode kit.

    1. Trigliserida

    Disiapkan tabung blanko berisi 10 l aquades dan 1000 l reagen kit.

    Tabung standar berisi 10l larutan standar trigliserida dan 1000 l reagen

    kit dan tabung sampel berisi 10l plasma dan 1000 l reagen kit. Campuran

    kemudian dihomogenkan dengan vortex, diinkubasi pada suhu 20oC25oC

    selama 10-20 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 546 nm dalam waktu satu jam dengan sperktrofotometer.

    Trigliserida(mg/dl)= .

    . Kosentrasi standar Trigliserida (mg/dl)

  • 12

    2. Kolesterol total

    Mengukur kadar kolesterol darah digunakan plasma yang telah

    diperoleh sebelumnya. Disiapkan tabung blanko berisi 10l aquades dan

    1000 l reagen kit, tabung standar berisi 10 l larutan standar kolesterol dan

    1000 l reagen kit, tabung sample berisi 10 l plasma darah dan 1000 l

    reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan dengan vortex kemudian

    diinkubasi pada suhu 20oC25oC selama 10-20 menit. Absorbansi dibaca

    pada panjang gelombang 546 nm dalam waktu satu jam setelah pencampuran dengan alat spektrofotometer.

    Kolesterol (mg/dl)= .

    . Kosentrasi standar Kolesterol (mg/dl)

    3. Pengukuran HDL

    Sebanyak 500 l plasma ditambah dengan 1000 l larutan reagen kit,

    dicampur sampai homogen, kemudian didiamkan selama 10 menit pada

    suhu kamar. Sentrifuse selama 10 menit dengan 4000 putaran permenit.

    Plasma dipersiapkan dari endapan dalam waktu dua jam setelah sentrifugasi.

    Sebanyak 100 l plasma ditambah 1000 l reagen CHOD-PAP

    (Cholesterol Oxidase-P-Aminophenazone) dicampur, diinkubasi selama 10

    menit pada suhu 20-250C. Absorbansi dibaca dalam waktu satu jam pada

    panjang gelombang 546 nm. Untuk blanko reagen dibuat dari 100 l air aquadest ditambah dengan 1000 l reagent CHOD-PAP dan standar terbuat

    dari 100 l standar kolesterol ditambah dengan 1000 l reagent CHOD-PAP.

    HDL (mg/dl) = .

    . Kosentrasi standar HDL (mg/dl)

    4. Pengukuran LDL

    Metode pengukuran LDL dihitung dengan menggunakan metode

    perhitungan secara tidak langsung yang disebut metode Friedwald

    (Friedwald et al, 1972)

    HDL (mg/dl) =

    5

    DAFTAR PUSTAKA

    Bravo. 2013. Dietary supplementation of young broiler chickens with capsi-

    cum and turmeric oleoresins increases resistance to necrotic enteritis. Br. J.

    Nutr. 110:840-847

    Brugalli, I. (2003). Alimentacao atlernativa: an utilizacao de fitoterapicos ou

    nutraceuticos comomoduladores da imunidade e desempenho animal. Anais

    do Simposio sobre Manejo e Nutr Cad de Aves e Suinos; Campinas, Sao

    Paulo., Brasil. Campainas: (BNA) pp. 167-182

    Friedewald, W. T., R. I. Levy dan D. S. Fredriscson. 1972. E stimation of

    the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without

    use of the preparative ultra-centrifuge. Clin Chem18: 499-502.

    Great, H.H. (2003). Plants and plant extracts for improving animal productivity.

    Proc. Nutr. Soc., 62: 279-290.

    Lee, K. W., H. Everts, and A. C. Beynen. 2004. Essential oils in broiler nutrition.

    Int. J. Poult. Sci. 3:738-752.

  • 13

    Lesson S, Summers J. Lee, S. H., H. S. Lillehoj, S. I. Jang, E. P. Lillehoj, W. Min,

    and D. Departement of Animal and Poultry Science, University

    Guelp.University Books, Canada.

    Karan, R.S.; Bhargava, V.K.; Garg, S.K. Effect of trikatu, an Ayurvedic

    prescription, on the pharmacokinetic profile of rifampicin in rabbits.

    Journal of Ethnopharmacology, v.64, p.259-264, 1999.

    Khalaf, A. N., A. K. Shakya, A. Al-Othman, Z. El-Agbar, and H. Farah. 2008.

    Antioxidant activity of some common plants. Turkish J. Biol. 32:51-55.

    Hassan, M.S.H.; Abo Taleb, A.M.; Wakwak, M. and Yousef, B.A. (2007).

    Productive, physiological and immunological effects of using some natural

    feed additives in Japanese quail diets. Egyptian Poultry Science, J. 27(11):

    557-588.

    Heller, M, Lynette. M, Veach. 2008. E Clinical Medical Assasting Professional,

    Field Smart Approach to The Workplace. New York (US): Nelson Education,

    Ltd.

    Hui, Y.H. (1996). Oleoresins and essential oils. In: Hui, YH, editor. Baileys industrial oil and fat products. New York, Wiley-Interscience Publication,

    Cap. 6. pp: 145-153

    Imakahi (2012). Bahaya Residu Antibiotik Dalam Produk Pangan Asal Daging

    Ayam.http: //imakahi.wordpress.com.2012/08/10/bahaya-residu-antibiotika-

    dalam produk-pangan-asal-daging-ayam/. Fakultas Peternakan. Instintut Pertanian Bogor, Bogor.

    Malini, T., J. Arunakaran, M. M. Aruldhas, and P. Govindarajulu. 1999. Effect

    of piperine on lipid composition and enzyme of pyruvate malate cycle in

    the testis of the rat in vivo. Biochem. Mol. Biol. Int. 47:537-545.

    Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan percobaan. IPB Press. Bogor.

    Mittal, R.; Gupta, R.L. In vitro antioxidant activity of piperine. Methods and

    Findings in Experimental and Clinical Pharmacology, v.122, p.271-274, 2000.

    NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National

    Research Council. National Academy Press. Washington, D.C, USA.

    Pradeep, C.R.; Kuttan, G.Piperine is a potent inhibitor of nuclear factor kB (NF kB), c Fos, CREB, ATF 2 and pro inflammatory cytokine gene expression in B16F-10 melanoma cells. International Immunopharmacology,

    v.4, p.1795-1803, 2004.

    Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta

    R. Abbou-Elkhair, H. A, Ahmed, S. Saelim. 2014. Effects of Black Pepper (Piper

    Nigrum), Tumeric Powder (coriandrum Sativum) and their combinations as

    Feed Additives on Growth Performance, Carcass Traits, Some Blood

    Parameters and Humoral Immune Response of Broiler Chickens. Asian-

    Australasian Journal Sciences. Vol. 27. No 6: 647-854.

    Rahmianna, A. A. 2006. Aflatoksin pada kacang tanah dan usaha untuk

    mengendalikannya. Makalah disampaikan dalam forum Aflaktosin Indonesia.

    Fakultas Teknologi. Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    24/02/2006.

    Reddy, S.V.; Srinivas, P.V.; Praveen, B.; Kishore, K.H.; Raju, B.C.; Murthy,

    U.S.; RAO, J.M. Antibacterial constituents from the berries of Piper nigrum.

    Phytomedicine, v.11, p.697-700, 2004.

  • 14

    Rice-Evans, C. A. & T. D. Anthony. 1991. Symons MCR, Technique in Free

    Radical Research. Elsevier Publication, Nederland.

    Safa, M. A, Wahab El-Tazi. 2014. Response of Broiler Chicken to Dets

    Containing Different Nixture Powder Levels of Red Pepper and Black Pepper

    as Natural Feed Additive. Animal and Veterinary Sciences. Vol. 2, 81-86.

    Safa, M. A, Wahab El-Tazi, Mukhtar, A. M, K.A. Mohamed, Mohamed, H. T.

    2014. Effect of Using Black Pepper as Natural Feed Additives on Performance

    and Carcas Quality of Broiler Chicks. Global Advancced Journal of

    Agricultural Science. Vol. 3 (4)

    SastradipradjaD., S. H. S. Sikar, R. Wijayakusuma, T. Ungerer, A. Maad,

    H. Nasution, R. Suriawinata, dan R. Hamzah. 1989. Penuntun Praktikum

    Fisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut

    Pertanian Bogor. Bogor.

    Schalm. 2010. Schalms Veterinary Hematology. 6th Ed. Editor: Douglas J, Weiss, K., Jane W. Blackwell Publishing Ltd, Oxford.

    Sikar, S. H. S., R. Suriawinata., T. Ungerer., dan D. Sastradipradja. 1984.

    Larutan pengencer darah unggas untuk menghitung jumlah leukosit secara

    langsung. Laporan Penelitian. Jurusan Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas

    Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Singh, Y.N. Kava: an overview. Journal of Ethnopharmacology, v.37, p.13-45,

    1992.

    Steel RGD, Torrie JH. 1993.Prinsip dan prosedur statistika. Edke 2. Terjemahan:

    B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    Sturkie, P. D. & Griminger. 1976. Blood : Physical characteristic, formed

    elements, haemoglobin, and coagulation. Dalam P. D. Sturkie [Editor] Avian

    Physicology. Springer Verleg, New York Wuryaningsih, E. 2005. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengamanan Pangan Asal

    Hewan. Proseding Lokakarya Nasional Keamanan Pagan Produk Peternakan

    Bogor, 02/02/2005, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

    Bogor.Hlm, 9-13.

  • 15

    Lampiran 1. Kebutuhan bahan pakan untuk Burung Puyuh Petelur (Coturnix-

    Coturnix Japonica).

    Nama bahan

    Kebutuhan

    Periode Produksi

    (kg) Total (kg)

    Harga/kg

    (Rp) Total harga (Rp)

    Jagung Kuning 176.7 177 4.300 796,500

    Dedak 4,56 5 3.000 16,000

    Bkl. Kedele 66 67 10.000 670,000

    T. Ikan 12,06 13 10.000 130,000

    CaCo3 21,3 22 1.000 13,200

    Minyak Sawit 8,4 9 13.000 117,000

    Premik 0,9 1 25.000 25,000

    NaCl 0,66 1 1.800 1,000

    DL.Methionin 0,42 0,5 75,000 75.000

    Total

    1992.500

    Daftar biaya analisa

    Jenis analisa Biaya analisa (Rp/Sampel)

    Analisa Proksimat lada hitam

    a. Kadar air 5.000

    b. Kadar abu 10.000

    c. Kadar protein kasar 50.000

    d. Kadar serat kasar 35.000

    e. Lemak total 40.000

    Total biaya 140.000

    Daftar biaya analisa fitokimia lada hitam

    Jenis kegiatan Biaya

    1. piperine 100.000

    2. flavanoid 100.000

    3. Minyak astirin 50.000

    4. Fitokimia kualitatif 70.000

    Total biaya 320.000

    Daftar biaya pemeliharaan ayam

    Jenis kegiatan Biaya

    1. Pembelian Puyuh Petelur 3.000.000

    2. Sanitasi kandang 300.000

    3. Vitamin 50.000

    4. Transportasi 500.000

    5. Biaya tak terduga 500.000

    Total biaya 4.350.000

  • 16

    Daftar biaya analisa sampel

    Jenis analisa Biaya analisa

    (RP/sampel)

    Biaya analisa (20 sampel)

    a. Analisa kolesterol 50 000 1 000 000

    b. Analisa trigliserida 40 000 800 000

    c. HDL-kolesterol 50 000 1 000 000

    d. LDL- kolesterol 50 000 1 000 000

    e. Analisa BDM 10 000 200 000

    f. Analisa BDP 10 000 200 000

    g. Analisa hematokrit 5 000 100 000

    h. Diferensiasi leukosit 5 000 100 000

    i. Analisa hemoglobin 5 000 100 000

    Total biaya 4.500 000

    Jadi total biaya keseluruhan

    1. Biaya analisa proksimat lada hitam = Rp 140.000,- 2. Biaya pemeliharaan = Rp 4.350.000,- 3. Biaya pakan = Rp 1992.500,- 4. Biaya analisa fitokimia lada hitam = Rp 4.500 000,- 5. Biaya analisa sampel = Rp 320 000,-

    Total biaya = Rp 11.302.500,-