HEMOFILIA b

24

Click here to load reader

description

PAPER

Transcript of HEMOFILIA b

Page 1: HEMOFILIA b

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hemofilia B merupakan kelainan perdarahan X-linked yang diakibatkan oleh

mutasi dalam gen faktor IX (F.IX).1 Apabila tidak dilakukan tindakan yang tepat

dengan terapi penggantian F.IX, maka perdarahan dapat mengakibatkan

ketidakmampuan dan meningkatkan risiko kematian. Hemofilia B mencangkup

hingga 20% dari kasus hemofilia, hingga 50% dari mereka memiliki level faktor IX

lebih dari 1%.2,3

Penyebaran penyakit hemofilia sangat luas. Angka insiden hemofilia B

mencapai 1 kasus per 25.000 hingga mencapai 30.000 kelahiran anak laki-laki.

Angka prevalensi penyakit hemofilia B adalah 5,3 kasus per 100.000 laki-laki,

dengan 44% dari mereka memiliki gejala yang berat. Hemofilia B lebih sedikit

terjadi dibandingkan dengan hemofilia A. Hampir sekitar 80-85% angka kejadian

adalah hemofilia A, sedangkan hemofilia B hanya berkisar 14% dan sisanya adalah

kelainan-kelainan lain.6

Penyebab dari hemofilia B adalah karena terjadinya mutasi pada saat sintesis

faktor IX. Mutasi ini menyebabkan tidak terbentuknya faktor IX atau terbentuknya

protein yang tidak normal. Ketika faktor IX dalam kondisi aktif tidak terbentuk atau

mengalami disfungsi, peran hemostasis tubuh juga tidak bisa berjalan dengan baik.3,4

Mortality rate dari pasien dengan hemofilia adalah 2 kali lebih tinggi jika

dibandingkan dengan populasi manusia yang sehat. Untuk hemofilia berat , rate

menjadi 4-6 kali lebih tinggi.13

Melihat dari epidemiologi dan prognosis yang cukup serius pada penderita

hemofilia B ini, sangat penting bagi kita untuk mengetahui secara detail penyakit ini,

sehingga angka kematian akibat kasus ini bisa ditanggulangi. Pada bab berikutnya

akan dibahas lebih lengkap mengenai hemofilia B.

1

Page 2: HEMOFILIA b

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah definisi dari hemofilia B ?

2. Bagaimanakah epidemiologi hemofilia B ?

3. Apakah etiologi hemofilia B ?

4. Apakah faktor risiko hemofilia B ?

5. Bagaimanakah patofisiologi hemofilia B ?

6. Bagaimanakah manifestasi klinis hemofilia B ?

7. Apakah diagnosis banding hemofilia B ?

8. Bagaimanakah terapi hemofilia B ?

9. Bagaimanakah pencegahan hemofilia B ?

10. Bagaimanakah prognosis hemofilia B ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui definisi hemofilia B.

2. Untuk mengetahui epidemiologi hemofilia B.

3. Untuk mengetahui etiologi hemofilia B.

4. Untuk mengetahui faktor risiko hemofilia B.

5. Untuk mengetahui patofisiologi hemofilia B.

6. Untuk mengetahui manifestasi klinis hemofilia B.

7. Untuk mengetahui diagnosis banding hemofilia B.

8. Untuk mengetahui terapi hemofilia B.

9. Untuk mengetahui pencegahan hemofilia B.

10. Untuk mengetahui prognosis hemofilia B.

1.4. Manfaat Penulisan

Tulisan ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

2

Page 3: HEMOFILIA b

1. Memenuhi persyaratan Blok Hematologic System & Disorders & Clinical

Oncology

2. Membiasakan diri dalam menulis tulisan ilmiah.

3. Menambah wawasan tentang penyakit hemofilia B.

4. Sebagai bahan data dalam pembuatan tulisan ilmiah.

5. Memberikan informasi tentang hemofilia B kepada pembaca.

3

Page 4: HEMOFILIA b

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hemofilia B merupakan kelainan perdarahan X-linked yang diakibatkan oleh

mutasi dalam gen faktor IX (F.IX).1 Hemofilia B jarang terjadi, namun bila seseorang

dengan kelainan X-linked turunan maka akan berdampak pada ketidakseimbangan

hemostasis dan berkaitan dengan kejadian perdarahan spontan yang sering terjadi

pada tulang sendi, otot-otot, jaringan-jaringan lunak dan rongga tubuh. Apabila tidak

dilakukan tindakan yang tepat dengan terapi penggantian F.IX, maka perdarahan

dapat mengakibatkan ketidakmampuan dan meningkatkan risiko kematian.2,3

Hemofilia B mencangkup hingga 20% dari kasus hemofilia, 50% dari mereka

memiliki level faktor IX lebih dari 1%. Kesakitan dan kematian pasien dengan

hemofilia B pada umumnya disebabkan oleh perdarahan. Studi laboratorium pada

pasien dengan dugaan hemofilia B terdiri dari complete blood cell count

(pemeriksaan sel darah lengkap), studi koagulasi dan uji faktor IX.6

2.2. Epidemiologi

Penyebaran penyakit hemofilia sangat luas. Angka insiden hemofilia B

mencapai 1 kasus per 25.000 hingga mencapai 30.000 kelahiran anak laki-laki.

Angka prevalensi penyakit hemofilia B adalah 5,3 kasus per 100.000 laki-laki,

dengan 44% dari mereka memiliki gejala yang berat. Hemofilia B lebih sedikit

terjadi dibandingkan dengan hemofilia A. Hampir sekitar 80-85% angka kejadian

adalah hemofilia A, sedangkan hemofilia B hanya berkisar 14% dan sisanya adalah

kelainan-kelainan lain.6

2.3. Etiologi

Penyebab dari hemofilia B adalah karena terjadinya mutasi pada saat sintesis

faktor IX. Mutasi ini menyebabkan tidak terbentuknya faktor IX atau terbentuknya

protein yang tidak normal. Faktor IX memiliki peran dalam proses koagulasi yaitu

melalui jalur intrinsik. Ketika faktor IX dalam kondisi aktif tidak terbentuk atau

4

Page 5: HEMOFILIA b

mengalami disfungsi, peran hemostasis tubuh juga tidak bisa berjalan dengan baik.

Benang-benang fibrin yang merupakan hasil dari proses koagulasi juga tidak dapat

terbentuk yang menyebabkan perdarahan susah dihentikan.3,4

Hemofilia B disebabkan karena dua faktor, bisa karena mutasi yang terjadi

secara spontan dan genetik. Secara genetik, hemofilia B ini berkaitan dengan

kromosom X resesif. Jadi penyakit ini akan diderita lebih banyak pada seseorang

yang berjenis kelamin laki-laki, sedangkan untuk wanita hanya bersifat carier tanpa

gejala. Penyebab dari mutasinya untuk saat ini masih belum diketahui secara pasti.4,5

2.4. Faktor Risiko6

Laki-laki

Riwayat Keluarga

Mutasi Gen

2.5. Patofisiologi

Hemofilia B merupakan kelainan yang terjadi pada faktor koagulan, terutama

kurangnya faktor IX pada komponen pembekuan darah. Hemofilia B di turunkan

secara x-linked yang artinya diturunkan melalui kromosom sex dan sifatnya resesif.

Kasus hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan, karena laki-

laki memiliki kromosom XY, sedangkan perempuan memiliki kromosom XX.

Sehingga pada seorang laki-laki hanya di butuhkan satu kromosom X hemofilia (Xh-

Y) untuk mengalami penyakit ini di karenakan tidak adanya pasangan kromosom X

yang dapat menutupi ekspresi gen hemofilia. Sedangkan seorang perempuan baru

terkena hemofilia jika memiliki 2 kromosom X hemofilia (Xh-Xh), yang mana kasus

ini sangat jarang terjadi. Jika seorang perempuan memiliki 1 kromosom X hemofilia

(Xh-X) maka ia sendiri tidak sakit namun menjadi carrier yang berpeluang

menurunkan penyakit ini kepada anaknya.6

5

Page 6: HEMOFILIA b

Gambar 1. Pedigree Hemofilia.6

Untuk dapat mengerti gangguan yang terjadi pada hemofilia, harus di pahami

terlibih dahulu proses koagulasi atau pembekuan darah. Ketika terjadi kerusakan

pada endothelium, sistem intrinsik akan memulai dengan mengaktifkan faktor XII.

Aktivasi faktor XII juga dapat memulai jalur ekstrinsik, fibrinolisis, generasi kinin,

dan aktivasi komplemen. Dalam hubungannya dengan tinggi-molekul-berat

kininogen (HMWK), faktor XIIa mengkonversi prekallikrein (PK) ke kallikrein dan

mengaktifkan faktor XI. Activated faktor XI, pada gilirannya, mengaktifkan faktor

IX dalam reaksi kalsium-dependen. Faktor IXa dapat mengikat fosfolipid.

Kemudian, faktor X diaktifkan pada permukaan sel, aktivasi faktor X melibatkan

kompleks (tenase kompleks) faktor IXa, trombin-diaktifkan FVIII, ion kalsium, dan

fosfolipid. Dalam sistem ekstrinsik, konversi faktor X untuk faktor Xa melibatkan

faktor jaringan (TF), atau tromboplastin, faktor VII, dan ion kalsium. TF dilepaskan

dari sel-sel yang rusak. Hal ini dianggap kompleks lipoprotein yang bertindak

sebagai reseptor permukaan sel untuk F.VII, dengan aktivasi yang dihasilkannya. Hal

ini juga adsorbsi faktor X untuk meningkatkan reaksi antara faktor VIIA, faktor X,

dan ion kalsium. Faktor IXa dan XII faktor fragmen juga dapat mengaktifkan faktor

VII. Di jalur umum, faktor Xa (dihasilkan melalui jalur intrinsik atau ekstrinsik)

6

Page 7: HEMOFILIA b

membentuk kompleks prothrombinase dengan fosfolipid, ion kalsium, dan trombin-

diaktifkan faktor Va memotong kompleks protrombin menjadi trombin dan fragmen

protrombin 1 dan 2. Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan mengaktifkan

FVIII, faktor V, dan faktor XIII. Fibrinopeptides A dan B, hasil dari pembelahan

peptida A dan B oleh trombin, menyebabkan monomer fibrin untuk membentuk dan

kemudian polimerisasi menjadi meshwork fibrin, bekuan yang dihasilkan distabilkan

oleh faktor XIIIa dan silang untai fibrin yang berdekatan. Karena interaksi yang

kompleks dari jalur intrinsik dan ekstrinsik (faktor IXa mengaktifkan faktor VII),

keberadaan hanya satu jalur vivo dengan mekanisme yang berbeda dari aktivasi telah

disarankan. FVIII dan FIX beredar dalam bentuk tidak aktif. Ketika diaktifkan, 2

faktor ini akan bekerja sama untuk membelah dan mengaktifkan faktor X, enzim

kunci yang mengontrol konversi fibrinogen menjadi fibrin. Oleh karena itu,

kurangnya salah satu dari faktor-faktor ini secara signifikan dapat mengganggu

pembentukan bekuan dan, sebagai akibatnya, konsekuensi dalam perdarahan klinis.6

Gambar 2. Skema Tahapan Pembekuan Darah.6

2.6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hemofilia B sama dengan hemofilia A yaitu berupa

perdarahan yang dapat terjadi setelah trauma maupun spontan. Perdarahan setelah

trauma bersifat “delayed bleeding”, karena timbulnya perdarahan terlambat. Jadi

mula – mula luka dapat ditutup oleh sumbat trombosit, tetapi karena defisiensi Faktor

IX maka pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul perdarahan. Gambaran yang

khas adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam rongga sendi.

7

Page 8: HEMOFILIA b

Perdarahan yang berulang – ulang pada rongga sendi dapat mengakibatkan cacat

yang menetap dan perdarahan pada organ tubuh yang penting seperti otak dapat

membahayakan jiwa. Beratnya penyakit tergantung aktivitas faktor IX. Hemofilia

berat jika aktivitas Faktor IX kurang dari 1%, hemofilia sedang jika aktivitasnya 1 –

5% dan hemofilia ringan jika aktivitasnya 6 – 30%.7

Hemofilia B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu berat, sedang, dan ringan.

Pembagian ini dapat dilihat lebih jelas pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi hemofilia B berdasarkan kadar faktor IX dalam darah.8,9

Klasifikasi  Kadar Faktor IX di dalam darah

 Kurang dari 1% dari jumlah normalnya (≤0,01 U/ml)

 1% - 5% dari jumlah normalnya (0,01-0,05 U/ml)

 6% - 30% dari jumlah normalnya (0,06-0,30 U/ml)

Hemofilia B berat yang hanya memiliki faktor IX kurang dari 1% dari jumlah

normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam

sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. 8,9

Penderita hemofilia B sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan

hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat,

seperti olah raga yang berlebihan. 8,9

Penderita hemofilia B ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka

mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut

gigi atau mengalami luka yang serius. Wanita hemofilia B ringan mungkin akan

mengalami menorrhagia.8,9

2.7. Diagnosis Banding

Hemofilia B adalah gangguan pembekuan darah herediter yang terjadi karena

defisiensi faktor IX. Tanpa faktor IX yang cukup, darah tidak bisa menggumpal

dengan baik untuk mengontrol perdarahan. Diagnosis banding untuk hemofilia B

adalah hemofilia A dimana hemofilia A adalah gangguan pembekuan darah herediter

8

Page 9: HEMOFILIA b

yang terjadi karena defisiensi faktor VIII. Untuk membedakan hemofilia B dan

hemofilia A dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau

dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas

masing-masing faktor. Untuk mengetahui aktivitas faktor VIII dan IX perlu

dilakukan assay faktor VIII dan IX. Pada hemofilia A aktifitas faktor VIII rendah,

sedangkan pada hemofilia B aktifitas faktor IX rendah.10

Selain itu, perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) juga dapat menjadi

diagnosis banding untuk hemofilia B. Seperti halnya hemofilia B, pada PDVK juga

terjadi gangguan pembekuan darah atau darah sukar membeku yang disebabkan oleh

defisiensi faktor pembekuan darah (koagulasi) yang tergantung pada vitamin K yaitu

faktor II, VII, IX, dan X.10

2.8. Terapi

Terapi yang sering digunakan dalam penanganan hemofilia B yakni

penambahan Faktor IX pembekuan darah dan hal ini memiliki resiko rendah terhadap

kontaminasi virus. Dosis yang diberikan disesuaikan dengan tingkat keparahan dan

lokasi perdarahan. Dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.6

Tabel 2. Terapi Hemofilia B Berdasarkan Tingkat dan Lokasi Perdarahan.6

Indikasi atau lokasi

perdarahan

Factor level

Desired, %

FIX

Dose,

IU/kg*

Keterangan

Epitaksis parah pada mulut,

bibir, lidah

20-50 20-50 Pemberian aminocaproic acid

(Amicar), 1-2 hari

Sendi (pinggul atau pangkal

paha)

40 40 Transfusi setiap 24-48 jam

Jaringan lunak atau otot 20-40 40 Tidak diberikan terapi jika

perdarahan kecil dan tidak

melebar (transfusi jika terjadi

pelebaran)

Otot (betis dan lengan atas) 30-40 40 -

9

Page 10: HEMOFILIA b

Otot bagian dalam (paha,

pinggul, iliopsoas)

40-60 40-60 Transfusi setiap 24 jam, dan jika

dibutuhkan

Leher atau tenggorokan 50-80 50-80 -

Hematuria 40 40 Transfusi hingga 40% lalu

istirahat dan hidrasi

Laserasi 40 40 Transfusi hingga luka sembuh

Saluran pencernaan dan

perdarahan selaput abdomen

60-80 60-80 -

Trauma pada kepala (tidak

ada bukti perdarahan SSP)

50 50 -

Trauma kepala (adanya

pendarahan SSP, contoh sakit

kepala, muntah, gejala

neurologis)

100 100 Maintain peak and trough

factor levels at 100% and 50%

for 14 d if CNS bleeding

documented

Trauma disertai perdarahan

pada saat operasi

80-100 100 10-14 hari

Selain itu terdapat pula terapi dengan penambahan inhibitor, dimana inhibitor

pada Faktor IX lebih jarang ditemukan daripada Faktor VIII yang hanya 1-3% pasien

dengan hemofilia B berat. Setelah pemberian infus konsentrat F IX pertama, inhibitor

ini akan muncul. Pengobatan saat perdarahan atau pencegahan perdarahan saat

proses operasi (pembedahan) atau prosedur invasif pada pasien dengan inhibitor

untuk F IX pada pasien dapat digunakan faktor rekombinan koagulasi manusia VIIa

(rFVIIa).6

Pengobatan profilaksis melalui pemberian infus konsentrat faktor juga

memiliki tujuan untuk mencegah gejala perdarahan dan kerusakan organ, khususnya

sendi. Profilaksis tidak diterima secara universal, dengan hanya sekitar sepertiga dari

anak-anak dengan hemofilia B menerima pengobatan ini di Amerika Serikat.

Berbagai alasan termasuk kebutuhan untuk akses vena, faktor ketersediaan,

venipunctures berulang, biaya, dan lain-lain.6

10

Page 11: HEMOFILIA b

2.9. Pencegahan

Bagi orang yang menderita hemofilia tentu saja memiliki pola hidup yang

berbeda dengan orang normal. Sebab, dengan kondisi fisik yang rentan lebam,

bengkak, dan nyeri membuat penderitanya harus lebih hati-hati dan menghindari

aktifitas yang berpeluang terkena benturan. Hingga saat ini, efek yang bisa

berdampak buruk pada kondisi fisik bisa dicegah. Misalnya dengan meminimalisir

benturan, perdarahan, serta berhati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan tertentu.

Tindakan pencegahan lainnya adalah dengan melakukan latihan otot-otot tubuh

sehingga kemungkinan terjadi perdarahan bisa diminimalisir. Latihan otot tersebut

bisa dilakukan melalui olahraga ringan seperti berenang dan bersepeda. Sebab, kedua

jenis olahraga ini relatif lebih aman dibandingkan jenis olahraga lain. Meski

memiliki kondisi tubuh yang rentan terluka, tetapi bukan berarti penderita hemofilia

tak bisa hidup normal. Sebab, tidak sedikit orang yang menderita penyakit ini tetap

bisa berprestasi. Mengenai penanganan medis hemofilia, dapat dilakukan dengan

pemberian tambahan faktor pembekuan darah atau terapi pengganti. Bagi hemofilia

B memerlukan tambahan faktor IX.11,12

Penderita hemofilia yang mengalami perdarahan dan belum sempat

mendapatkan bantuan medis bisa melakukan tindakan pencegahan sendiri atau

pertolongan pertama. Selain mudah, cara ini diyakini akan membantu mengurangi

derita akibat terjadinya perdarahan.11,12

Cara tersebut adalah dengan “HATI”. “H” adalah handuk. Jika terjadi

perdarahan, tutup luka dengan handuk dingin yang telah diberi air es. “A” adalah

angkat dan letakkan daerah yang mengalami perdarahan agar posisinya lebih tinggi

dari jantung. “T” adalah tekan atau balut daerah yang mengalami perdarahan dengan

bahan yang elastis. Sedangkan “I” adalah istirahat atau mengistirahatkan organ-organ

yang mengalami perdarahan dan lokasikan di tempat yang empuk.11

Yang paling utama adalah penyuluhan pemahaman tentang apa itu hemofilia

dan bagaimana cara mengatasinya. Dengan mengetahui semua ini diharapkan para

pasien dan keluarganya akan dapat mengatasi dengan lebih baik.11

11

Page 12: HEMOFILIA b

Dianjurkan bahwa orang-orang yang terpengaruh dengan hemofilia melakukan

latihan khusus untuk memperkuat sendi, khususnya siku, lutut, dan pergelangan kaki.

Latihan mencakup unsur-unsur yang meningkatkan fleksibilitas, nada, dan kekuatan

otot, meningkatkan kemampuan mereka untuk melindungi sendi.11

Penderita hemofilia dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang berisiko

menyebabkan perdarahan, baik luar maupun dalam, seperti benturan. Termasuk di

dalamnya adalah olah raga keras seperti sepak bola. Namun demikian, olah raga

ringan risiko, seperti renang sangat dianjurkan untuk melatih otot. Otot yang kuat

dapat melindungi penderita hemofilia dari pendarahan spontan dan kerusakan sendi.11

Hindari mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang

berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat, obat

antiradang jenis non-steroid, ataupun pengencer darah seperti heparin.11

Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia

menderita hemofilia. Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan atau

kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan pertolongan khusus.

Segera setelah seorang anak didiagnosis dengan hemofilia, orang tua harus berusaha

untuk mencegah atau mengurangi terjadinya perdarahan. Dokter harus menyarankan

untuk memilih mainan lunak tanpa sudut tajam dan empuk dipakai, khususnya di

siku dan lutut pada seorang anak yang belajar berjalan.11

2.10. Prognosis

Dengan pendidikan dan pengobatan yang tepat, pasien dengan hemofilia dapat

hidup secara penuh dan produktif. Pengobatan prophylaxis dan pengobatan dini

secara dramatis meningkatkan prognosis baik dari pasien mengenai morbiditas dan

mortalitas yang disebabkan oleh hemofilia berat. Meskipun demikian, kira-kira

seperempat pasien yang menderita hemofilia berat pada usia 6-18 tahun mempunyai

performa keterampilan motorik dan akademik yang dibawah normal dan memiliki

masalah emosional dan perilaku yang lebih dari pada orang lain.13

12

Page 13: HEMOFILIA b

Infeksi virus menjadi masalah pada pasien hemofilia. Banyak dari pasien

hemofilia yang menerima produk yang berasal dari plasma menjadi terinfeksi oleh

HIV atau virus hepatitis A, hepatitis B, atau hepatitis C.13

Hal yang paling serius adalah infeksi HIV. Orang pertama yang meninggal

dengan hemofilia yang disebabkan oleh AIDS terjadi pada awal 1980-an. Sejak

tahun 1970-an, penyebab mortalitas pada populasi hemofilia didominasi oleh HIV.

Semua penyebab mortalitas tidak berbeda secara signifikan antara hemofilia A dan

hemofilia B. Median harapan hidup pada pasien dengan hemofilia berat adalah 63

tahun. Pada hemofilia sedang atau ringan median harapan hidupnya adalah 75 tahun.

Dibandingkan dengan mortalitas pada populasi umum, ada peningkatan mortalitas

pada pasien hemofilia yang disebabkan karena perdarahan beserta akibatnya, dan

dari penyakit hati dan penyakit Hodgkin.13

Penyebab kematian berubah dari perdarahan intrakranial dan perdarahan

lainnya menjadi AIDS dan sirosis dari hepatitis. AIDS merupakan penyebab

kematian yang paling sering dari pasien dengan hemofilia berat. Tentu saja, individu

yang terinfeksi HIV kemungkinan besar meninggal karena infeksi HIV dari pada

hemofilia.13

Perdarahan intrakranial dan perdarahan pada jaringan lunak disekeliling area

vital, seperti jalan nafas atau organ dalam, merupakan komplikasi yang mengancam

hidup. Perdarahan intrakranial adalah penyebab kematian tertinggi kedua dari pasien

hemofilia. Dari pasien dengan hemofilia berat, 10% mempunyai perdarahan

intrakranial, dengan mortality rate sebesar 30%. Terapi prophylactic dengan

lyophilized concentrates telah menyisihkan peristiwa perdarahan, khususnya ketika

diadakan pada awal kehidupan (misalnya pada umur 1-2 tahun).13

Secara keseluruhan, mortality rate dari pasien dengan hemofilia adalah 2 kali

lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi manusia yang sehat. Untuk hemofilia

berat , rate menjadi 4-6 kali lebih tinggi. Jika hepatitis dan sirosis dieksklusi, secara

keseluruhan mortality rate dari pasien dengan hemofilia berat adalah 1,2 kali lebih

tinggi dari pada populasi manusia sehat.13

13

Page 14: HEMOFILIA b

BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hemofilia B merupakan kelainan perdarahan X-linked yang diakibatkan oleh

mutasi dalam sintesis gen faktor IX (F.IX). Faktor risiko dari hemofilia B antara lain

jenis kelamin (pria) dan riwayat perdarahan pada keluarga serta mutasi gen. Risiko

hemofilia lebih tinggi pada laki-laki karena hemofilia merupakan penyakit genetik

yang diturunkan melalui kromosom X. Manifestasi klinik hemofilia B yaitu berupa

perdarahan yang dapat terjadi setelah trauma maupun spontan. Diagnosis banding

untuk hemofilia B adalah hemofilia A dan perdarahan akibat defisiensi vitamin K

(PDVK). Pengobatan yang sering digunakan dalam penanganan hemofilia B yakni

penambahan Faktor IX pembekuan darah dan hal ini memiliki risiko rendah terhadap

kontaminasi virus. Selain itu terdapat pula terapi dengan penambahan inhibitor.

14

Page 15: HEMOFILIA b

Pengobatan profilaksis melalui pemberian infus konsentrat faktor juga memiliki

tujuan untuk mencegah gejala perdarahan dan kerusakan organ, khususnya sendi.

Penderita hemofilia dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang berisiko

menyebabkan perdarahan, baik luar maupun dalam, seperti benturan. Dengan

pendidikan dan pengobatan yang tepat, pasien dengan hemofilia dapat hidup secara

penuh dan produktif.

3.2. Saran

Kejadian hemofilia B dapat dicegah dengan screening sebelum menikah, atau

sejak muda dengan cara lebih selektif dalam memilih pasangan. Melakukan

screening pada saat kehamilan (amniocentesis) juga sangat disarankan, karena dapat

dilakukan tindakan sebelum umur kehamilan lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buchlis G, Podsakoff GM, Radu A, Hawk SA, Flake AW, Mingozzi F and High KA. Factor IX expression in skeletal muscle of a severe hemophilia B patient 10 years after AAV-mediated gene transfer. The American Society of Hematology; J Blood. March, 29 2012_Volume 119, Number 13

2. Santagostino E, Negrier C, Klamroth R, Tiede A, Pabinger-Fasching I, Voigt C, Jacobs I and Morfini M. Safety and pharmacokinetics of a novel recombinant fusion protein linking coagulation factor IX with albumin (rIX-FP) in hemophilia B patients. The American Society of Hematology; J Blood. August 2, 2012; doi:10.1182/blood-2012-05-429688

3. Shapiro AD, Ragni MV, Valentino LA, Key NS, Josephson NC, Powell JS, Cheng G, Thompson AR, Goyal J, Tubridy KL, Peters RT, Dumont JA, Euwart D, Li L, Hallén B, Gozzi P, Bitonti AJ, Jiang H, Luk A and Pierce GF. Recombinant factor IX-Fc fusion protein (rFIXFc) demonstrates safety and prolonged activity in a phase 1/2a study in hemophilia B patients. The American Society of Hematology; J Blood. 19 January 2012_ Volume 119, Number 3

15

Page 16: HEMOFILIA b

4. Lichman A M, Beutler E, Seligsohn U, et al. William’s Hematology. 7th ed. New York: McGraw Hill Medical; 2007.

5. Ciesla Betty. Hematologi in Practice. United States of America: F A Davis Company; 2007. p. 262-263.

6. Zaiden,R et.al. Hemophilia B. Medscape : 2012. [cited 2012 September]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/779434-overview#a0104

7. Setiabudy R. Diagnosis Hemofilia Secara Laboratorik. Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM Jakarta : Indonesian Hemophilia Society [cited 2012 September]. Avalaible from : http://www.hemofilia.or.id/artikel.php?col_id=4&coldtl_id=2

8. Indonesian Hemophilia Society. What is Hemophilia? [cited 2012 September]. Avalaible from : http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php

9. Lichtman Marshall .A, Beutler Ernest, Selighshon Uri, dkk. Williams Hematology. 7th Edition. New York: McGrow Hill; 2007. p. 115-10.

10. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Teknis Pemberian Injeksi Vitamin K1 Profilaksis Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2011. [cited 2012 September]. Available from: http://kesehatananak.depkes.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&download=17:pedoman-teknis-vit-k1&id=1:pedoman&Itemid=44

11. Agaliotis DP. Hemophilia Overview. Department of Medicine, Division of Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science C e n t e r   a t   J a c k s o n v i l l e . M e d i c i n e . c o m , I n c . [cited 2012 September]. Available from : h ttp://www.   eMedicine.com.html

12. Elstrom R. Hemophilia B. University of Pennsylvaina Medical Center,Phiiladelphia, PA. Review provided by VeriMed Healthcare Network. [cited 2012 September]. Available from: h ttp://www.ADAM.Com.Inc

13. Sarah C. Darby, Sau Wan Kan, Rosemary J. Spooner, Paul L. F. Giangrande, Frank G. H. Hill, Charles R. M. Hay, Christine A. Lee, Christopher A. Ludlam and Michael Williams. Mortality rates, life expectancy, and causes of death in people with hemophilia A or B in the United Kingdom who were not infected with HIV. Blood. 2007;110(3):815-25

16