IMPLEMENTASI ASAS KESETARAAN GENDER PADA PASAL 2...
Transcript of IMPLEMENTASI ASAS KESETARAAN GENDER PADA PASAL 2...
i
IMPLEMENTASI ASAS KESETARAAN GENDER PADA PASAL 2
PERMA NO. 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI
PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN DENGAN HUKUM
TERHADAP PERCERAIAN
(Studi Pandangan Hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Malang)
SKRIPSI
Oleh:
Wazirotus Sa’adah
NIM 14210074
JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2018
ii
IMPLEMENTASI ASAS KESETARAAN GENDER PADA PASAL 2
PERMA NO. 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI
PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN DENGAN HUKUM
TERHADAP PERCERAIAN
(Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang)
SKRIPSI
Oleh:
Wazirotus Sa’adah
NIM 14210074
JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2018
iii
iv
v
vi
MOTTO
ين الدا لاى أان فسكم أاو الوا لاو عا اءا لل وا دا وامنيا بلقسط شها نوا كونوا ق ا ا الذينا آما رابنيا إن ياكن يا أاي ها األق وا
لووا أاو ت عرضوا فا إن ت ا عدلوا وا ى أان ت ا تبعوا الاوا ا فاال ت ا نيا أاو فاقريا فاالل أاولا بما لونا غا عما انا باا ت ا إن اللا كا
بريا ) (١٣٥خا
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak
dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah
lebih tahu kemaslahatan(kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) aAtau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah
Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan”.(QS. An-Nisa’ : 1352)
2 QS. An-Nisa’ (5): 135
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kehadirat Ilahi Rabby, Allah
SWT yang telah melimpahkan Rahmat, taufik serta hidayah Nya sehingga
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Implementasi Asas Kesetaraan Gender Pada Pasal 2 PERMA No. 3 Tahun
2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan
Hukum dalam Perceraian (Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama
Kabupaten Malang)”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menyelamatkan kita dari zaman
yang gelap gulita menuju zaman yan penuh Nur Muhammad SAW.
Penulis juga Menghaturkan dengan segala kerendahan hati ucapan
terimaksih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membatu
dalam menyelesaikan tugas ini, ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Haris, M.Ag Selaku Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang
2. Dr. H. Saifullah, S.H,. M.Hum.,Dekan Fakultas Syari’ah UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
3. Dr. Sudirman, M.A, Selaku Ketua Jurusan Al Ahwal Al Syakhsiyyah
Fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
4. Hj. Erfaniah Zuhriah, M.H, Selaku Dosen Wali penulis selama menempuh
kuliah di Jurusan Al Ahwal Al Syakhsiyyah Fakultas Syariah UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang. Terimakasih penulis haturkan kepada beliau yang
viii
telah memberikan bimbingan, saran, serta motivasi selama menempuh
perkuliahan.
5. Dr. Hj. Mufidah CH, M.Ag, Selaku dosen Pembimbing. Penulis Haturkan
Terimakasih yang sebesar-besarnya atas waktu yang telah di limpahkan
untuk bimbungan, arahan, serta motivasi dalam penulisan skripsi ini.
6. Kedua orang tua yakni bapak Solikhin dan Ibu Maskanah Serta kakak
Cholid dan adik Savira, penulis ucapkan terimakasih kepada semua yang
telah memberikan dukungan baik berupa material dan moral serta motivas i
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga Allah
melimpahkan karunia kepada semua.
7. KH. Marzuki Mustamar dan Umik Saidah Mustaghfiroh, Selaku Pengasuh
Pondok Pesantren Sabilurrosyad Gasek Malang. Terimakasih penulis
haturkan untuk Ilmu dan bimbingan dengan kesabaran yang luar biasa.
8. Untuk Segenap Asatidz dan Ustadzah semuanya yang telah memberikan
Ilmu tiada tara serta ketua pondok Bu lurah hayyin dan segenap Jajaran
Pengurus yang selalu memberikan semangat untuk bersama-sama selalu
berjuang di Pondok Pesantren Sabilurrosyad Gasek Malang. Terimakas ih
untuk Penulis Haturkan banyak-banyak Terimakasih.
9. Untuk Sahabat-sahabatku Nuril ‘Irnina Munawarotul, A’yun, Rohmah,
Mujel, Aniq, Afifah, Ima, Yuyun, alpi, mahmuda, bunda ulfa yang selalu
ada menemani selama di Malang menuntut Ilmu dan berbagi ilmu
terimaksih penulis haturkan sudah menemani berjuang dengan segala
proses.
ix
10. Untuk segenap teman-teman kamar pondok serta teman-teman Pondok yang
lain penulis haturkan terimakasih dan Teman-teman Jurusan Al-Ahwal Al-
Syakhsiyyah angtan Tahun 2014 terimakasih untuk empat tahun telah
bersama.
Semoga apa yang telah saya peroleh selama kuliah di Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini, bisa bermanfaat
bagi semua. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Malang, 04 Juni 2018
Penulis,
Wazirotus Sa’adah NIM 14210074
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Umum
Transliterasi adalah pemindahan alihan tulisan tulisan arab ke dalam tulisan
Indonesia (Latin), bukan terjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.
Termasuk dalam katagori ini ialah nama Arab dari bangsa Arab, sedangkan
nama Arab dari bangsa selain Arab ditulis sebagaimana ejaan bahasa
nasionalnya, atau sebagaimana yang tertulis dalam buku yang menjadi rujukan.
Penulisan judul buku dalam footnote maupun daftar pustaka, tetap
menggunakan ketentuan transliterasi.
B. Konsonan
dl = ض Tidak ditambahkan =ا
th = ط B =ب
dh = ظ T =ت
(koma menghadap ke atas)‘= ع Ts =ث
gh = غ J =ج
f = ف H =ح
q = ق Kh =خ
k =ك D =د
l = ل Dz =ذ
xi
m = م R =ر
n = ن Z =ز
w = و S =س
h = ه Sy =ش
y = ي Sh =ص
Hamzah ( ء) yang sering dilambangkan dengan alif, apabila terletak diawal
kata maka transliterasinya mengikuti vokalnya, tidak di lambangkan, namun
apabila terletak di tengah atau akhir kata, maka dilambangkan dengan tanda
koma diatas (‘), berbalik dengan koma (‘) untuk pengganti lambing “ع”.
C. Vocal, Panjang dan Diftong
Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vocal fathah ditulis
dengan “a”, kasrah dengan “i”, dhommah dengan “u”, sedangkan bacaan
masing-masing ditulis dengan cara berikut:
Vocal (a) panjang = Â Misalnya قال menjadi Qâla
Vocal (i) Panjang = Î Misalnya قیل menjadi Qîla
Vocal (u) Panjang = Û Misalnya دون menjadi Dûna
Khusus bacaan ya’ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan “î”,
melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya’ nisbat
diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya’ setelah fathah ditulis
dengan“aw” dan “ay”, seperti halnya contoh dibawah ini:
Diftong (aw) = و Misalnya قول menjadi Qawlun
Diftong (ay) = ي Misalnya خیر menjadi Khayrun
xii
D. Ta’ Marbûthah (ة)
Ta’ marbûthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada ditengah kalimat,
tetapi apabila Ta’ marbûthah tersebut beradadi akhir kalimat, maka
ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya الرسالة للمدرسة maka
menjadi ar-risâlat li al-mudarrisah, atau apabila berada di tengah-tengah
kalimat yang terdiri dari susunan mudlâf dan mudlâf ilayh, maka
ditransliterasikan dengan menggunakan “t” yang disambungkan dengan kalimat
berikutnya, misalnya فى رحمة هللا menjadi fi rahmatillâh.
E. Kata Sandang dan Lafdh al-Jalâlah
Kata sandang berupa “al” ( ال ) ditulis dengan huruf kecil, kecuali terletak
diawal kalimat, sedangkan “al” dalam lafadh jalâlah yang berada ditengah-
tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan.
F. Nama dan Kata Arab Terindonesiakan
Pada prinsipnya setiap kata yang berasal dari bahasa Arab harus ditulis
dengan menggunakan sistem transliterasi. Apabila nama tersebut merupakan
nama arab dari orang Indonesia atau bahasa arab yang sudah terindonesiakan,
tidak perlu ditulis dengan menggunakan sistem transliterasi.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITRASI .......................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi
ABSTRAK ........................................................................................................ xvii
ABSTRACTION............................................................................................... xviii
xix .................................................................................................... مل خ ص ا لبحث
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
E. Definisi Operasional ............................................................................ 9
F. Sistematika Pembahasan ....................................................................... 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13
A. Penelitian Terdahulu........................................................................ 13
B. Kerangka Teori/Landasan Teori ..................................................... 19
xiv
1. Tinjauan Umum Kesetaraan Gender......................................... 19
2. Perempuan dalam Hukum ......................................................... 22
3. Hak Perempuan di muka Hukum .............................................. 25
4. Hakim ........................................................................................ 32
5. Perceraian .................................................................................. 36
a. Macam-macam Perceraian .................................................. 37
b. Alasan-alasan Perceraian .................................................... 41
c. Akibat Perceraian ................................................................ 42
d. Harta Bersama..................................................................... 45
Bab III : METODE PENELITIAN ................................................................... 47
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 47
B. Pendekatan Penelitian...................................................................... 48
C. Lokasi Penelitian ............................................................................. 49
D. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 49
E. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 51
F. Metode Pengolahan Data................................................................ 53
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 57
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama di PA Kab. Malang ............... 57
1. Pengadilan Agama Kabupaten Malang ....................................... 57
2. Perceraian di Pengadilan Kabupaten Malang .............................. 59
B. Paparan Data
1. penerapan Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA No. 3
Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan dengan hukum terhadap Perceraian ......................... 60
2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam
Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum Dalam
Perceraian untuk mewujudkan Asas Kesetaraan Gender. ........... 65
xv
C. Analisis Data
1. Penerapan Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA No. 3
Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan Dengan Hukum terhadap Perceraian ....................... 68
2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam
Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum Dalam
Perceraian untuk mewujudkan Asas Kesetaraan Gender. ........... 76
BAB V : PENUTUP ......................................................................................... 83
A. Kesimpulan ............................................................................................ 83
B. Saran .................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN - LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 17
Tabel 3.1 Identitas Informan ............................................................................. 52
Tabel 4.1 Faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian .................................. 59
Tabel 4.2 Penerapan Kesetaraan Gender .......................................................... 71
Tabel 4.3 Pertimbangan Hakim ....................................................................... 78
xvii
ABSTRAK
Wazirotus Sa’adah, NIM 14210074,2018. Implementasi Asas Kesetraan Gender
Pada Pasal 2 PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum terhadap Perceraian
(Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten
Malang).Skripsi. Jurusan Al-ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing:
Dr. Hj. Mufida Ch, M.Ag.
Kata Kunci : Asas Kesetaraan Gender,Mengadili Perkara Perempuan,Perceraian.
Secara Umum masyarakat masih meyakini Budaya Patriarki menimbulkan
ketidak setaraan atau keadilan gender dalam bidang hukum sehingga terjadi
diskriminasi gender yang tidak sejalan dengan asas penegakkan hukum.
Dalam menyelesaiakan perkara di peradilan, hakim memiliki kewenangan
memutus perkara dengan segala pertimbangan, Undang-Undang No 1 Tahun 2009
Pasal 1 ayat 1 tentang kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang dasar negara
Republik Indonesia Tahun 1945. PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman
Mengadili Perkara Perempuan pada Pasal 2 dalam mererapkan Asas Kesetaraan
Gender. Hakim dalam pelaksanaaan mengadili tidak boleh membeda-bedakan
berdasarkan jenis kelamin atau lainnya, Kewenangannya dalam mengadili harus
menimbang hak dan kewajiban suami/istri. Misalnya kewajiban suami meberikan
nafkah selama istri dalam iddah, dan pembagian harta bersama.
Hasil Penelitian tergolong yuridis-empiris yakni penelitian yang turun
langsung ke Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan Menganalisis pandangan
hakim dalam mengadili perkara perempuan pada perceraian. Pendekatan Penelit ian
menggunakan deskriptif-kualitatif. Sumber data utama wawancara dari tiga hakim,
dokumen perkara perceraian dan buku-buku yang berkaitan dengan penelit ian
sebagai sumber penunjang.
Hakim dalam mengadili telah menerapkan Asas Kesetaraan Gender dan
memberikan pertimbangan memutuskan perkara dengan hukum yang telah ada dan
melihat bukti-bukti. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara lebih kepada
penyeimbangan hak antara kedua pihak suami dan istri. Dengan demikian
kesetaraan telah di terapkan dalam setiap mengadili suatu perkara sesuai dengan
PERMA No. 3 Tahun 2017.
xviii
ABSTRACTION
Wazirotus Sa’adah, NIM 14210074,2018. Implementation of Gender Equality
Principle in Article 2 PERMA Number 3 of 2017 concerning the
Guidance on Judging Women's Cases Against the Divorce Law (Study
of the Judge's View in Religious Court of Malang Regency). Skripsi.
Majoring in Al-ahwal Al-Syakhshiyyah, Faculty of Syari’ah, Islamic State University of Maulana Malik Ibrahim Malang. Adviser: Dr. Hj. Mufida Ch, M.Ag.
Keywords: Principles of Gender Equality, Court of Justice, Divorce.
In general, people still believe that the Patriarchal Culture creates gender
inequality or justice in the field of law resulting in gender discrimination that is not
in line with law enforcement principles. In settling the case in the judiciary, the judge has the authority to decide
the case with all considerations, Law Number 1 of 2009, Article 1 paragraph 1 on
the authority of the Judiciary and the Constitution of the Republic of Indonesia
1945. PERMA Number 3 of 2017, concerning the Guidance on Trial of Women in
Article 2 from the adoption of Gender Equality Principles. In the execution of
judgment, the judge shall not discriminate, the authority to judge shall consider the
rights and duties of the spouse in the obligation of the husband to provide for his
wife during the iddah, and the sharing of common property.
The result of research belongs to juridical-empirical that is a research
which directly observing Religious Court of Malang Regency and Analyzing judge
opinion in judging woman case in divorce. It uses descriptive qualitative approach.
The main data sources were interviews from three judges, divorce case documents
and research related books as a supporting source.
The judge in deciding the judgment has applied the Gender Equality
Principle and giving consideration to decide the case with existing law and by
seeing the evidence. Judge consideration in deciding cases is more to balance the
rights between the two parties husband and wife. Thus, equality has been applied
in every trial of a case accordance the PERMA Number 3 of 2017.
xix
مستخلص البحث
احملكمة ىف أنظمة 2 املساواة بني اجلنسني يف املادة أساس طبيقت .2018. 14210074وزيرةالسعادة . البحث . املناهض للطالق انونالق املبدأ ىف قضاء شؤون املرأة بواجهة بشأن 2017لعام 3العليا رقم
خصيه, شل الاحو قسم األالبحث العلمي ب .عن رأي القاضى املطبق ىف احملكمة الدينية بنطقة ماالنج .ةاحلاج ةالدكتور ريعة, اجلامعةاالسالميةاحلكومية موالانمالك ابراهيم ماالنج, املشرفة :كليةالش
.ةيسالماإلة اجملستري , ةخالدةمفيد
.طالقال , النساء مسألة اءقض , املساوة بني اجلنسني ساسأ
اجلنسني بشكل عام ، ال يزال الناس يعتقدون أن الثقافة البطريركية ختلق عدم املساواة بني .أو العدالة يف جمال القانون مما يؤدي إل التمييز بني اجلنسني الذي ال يتماشى مع مبادئ إنفاذ القانون
، كان القاضى يستحق أن يقضي القضيات كلها بلعبارات الشاملة ىف احملكمة الدينية. 1945عام يندونيسياإلالسلطة القضائية والدستور ىف 1الفقرة 1املادة 2009سنة 1والقانون رقم
ساسأ تطبيقيف 2يف املادة ملبدأ ىف قضاء مسألة النساءحول ا 2017سنة 3رقم أنظمة احملكمة العليفيجب على القاضى أن يعتدل وال يفرق أحدا أبحد ىف القضاء, فحق قضائه املساوة بني اجلنسني.
الزم بنظرة احلقوق والواجبات لدى الزوجني.
تعملها الباحثة ىف احملكمة الدينية اليت ىف األنواع التجريبية القنونية ثنتائج البحوتدخل هستخدمباالنج مباشرة وحتلل موقف القاضى ىف قضاء شؤون املرأة عن الطالق. وكان املنهج الذي ت
. فورد املصدر الرئيسي ىف هذى البحث من مقابلة القاضى ووثيقة حالة النهج النوعي ة من نوعحثابال كالكتب املتعلقة بلبحث. الطالق واملصدر املؤيد
ىف قضيته ففى التعبري يقضى القضاء مبدأ املساوة بني اجلنسني فقدكان القاضى يطبقبستخدام القانون املدون ورأي األدلة. وشدد القاضى عنايته ىف النظر إل عدالة احلق لدى الناحيني.
ىف قضية املسألة. فقد طبق القاضى مبدأ املساوة حق التطبيق
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang sangat kuat atau mitsaqan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah, yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga sakinah,
mawadah, dan rahmah. 3Di Indonesia pernikahan di atur di dalam suatu
regulasi khusus dalam undang-undang yang telah di tetapkan dan dengan
aturan tersebut sebagai tameng agar adanya suatu disiplin hukum agar
terjamin suatu keabsahan dalam pernikahan. karena dalam pernikahan adalah
untuk selama-lamanya, tetapi kadang karena suatu permasalahan yang
menyebabkan perkawinan tidak dapat di teruskan, seperti suami istri terjadi
3 Alimuddin, Penyelesaian Kasus KDRT di Pengadilan Agama , (Bandung:Mandar Maju),2014,5.
2
pertengkaran, suami/istri kedapatan mempunyai hubungan spesial kepada
orang ketiga, dan masih banyak alasan-alasan lain yang menyebabkan
perceraian.
Perceraian sendiri telah diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun
1974 bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan setelah
pengadilan tidak bisa mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara dan
tidak ada alasan lagi untuk menjalin rumah tangga bersama.4
Pengadilan sendiri mempunyai wewenang dalam mengadili yakni
Kewenangan absolut Yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
salah satunya perkara perkawinan dalam hal perceraian orang-orang yang
beragama Islam pada tingkat pertama yang bertujuan untuk menegakkan
hukum dan keadilan.5 UU. No. 1 Tahun 1974 menjelaskan suatu bentuk
kepastian hukum agar untuk melindungi suami dan istri selama dan setelah
proses hukum perceraian secara seimbang. Jika hal tersebut terjadi perceraian
agar adanya suatu hak dan kedudukan yang seimbang antara keduanya tidak
memihak salah satu.
Penyelesaian perkara perceraian di ajukan di pengadilan Agama.
Pengadilan Agama kabupaten Malang merupakan salah satu tempat untuk
menyelesaikan perkara-perkara perdata. Perkara masuk di pengadilan agama
tersebut pada tahun 2016 sejumlah 8.529 dan pada tahun 2017 sejumlah
8.354. jumlah perkara 2017 pada cerai talak berjumlah 2.107 dan cerai gugat
4 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 5Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,
(Jakarta:Kencana,2008),343.
3
berjumlah 4.645. banyak faktor-faktor alasan yang menjadikan perceraian
yakni zina, mabuk, madat, judi, Meninggalkan salah satu pihak, di hukum
penjara, poligami, Kekerasan dalam Rumah Tangga, cacat badan,
Perselisihan terus menerus, kawin paksa, Murtad, Ekonomi.
Dalam menyelesaiakan perkara di peradilan, hakim memiliki suatu
kewenangan untuk memutus perkara dengan segala pertimbangan, karena
hakim memiliki kekuasaan yang mana dalam UU No 1 Tahun 2009 Pasal 1
ayat 1 bahwa kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan negara yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar negara Republik
Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya negara Hukum Republik
Indonesia.
Hakim dalam hal ini tidak boleh membeda-bedakan harus setara, dalam
kewenangannya mengadili perkara perceraian sendiri hakim harus
menimbang hak dan kewajiban yang harus suami/istri dapatkan. Setiap hakim
yang memperoleh tugas menyelesaikan suatu perkara harus memperhatikan
dan berpedoman pada asas-asas umum peradilan yang baik. Hukum bisa di
tegakkan dan keadilan bisa dirasakan apabila proses pemeriksaan di dalam
persidangan oleh hakim di lakukan penuh kecermatan dan ketelitian. 6
Putusan hakim yang tidak mencerminkan rasa keadilan maka putusan
tersebut tidak mempunyai makna apa pun dan kadangkala putusan tersebut
menimbulkan bencana bagi para pencari keadilan. Pandangan hakim berada
6 Dr. H. Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta:kencana), 2014,79.
4
di posisi tiga dimensi yaitu, dimensi : kepastian hukum, keadilan, dan
kemanfaatan.7
kesamaan dan keseimbangan kondisi antara laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu
berperan dan berpartisipasi di berbagai bidang.8 Mencegah diskriminas i
terhadap wanita, melarang diskriminasi terhadap wanita, melakukan
identifikasi adanya diskriminasi terhadap wanita dan melakukan langkah-
langkah untuk memperbaikinya, melaksanakan sanksi atas tindakan
diskriminasi terhadap wanita, memberikan dukungan pada penegakan hak-
hak wanita dan mendorong persamaan, kesetaraan, dan keadilan,
meningkatkan persamaan de-facto wanita dan pria.9
Sedangkan Dalam perceraian adanya suatu kewajiban yang harus di
berikan kepada suami untuk bekas istri selama masa iddah yang mana hak
suami tersebut harus memberikan nafkah kiswah, mut’ah, dan maskan.ha l
tersebut seperti yang telah di atur dalam Kompilasi hukum islam, khususnya
pasal 149 tentang Hak dan kewajiban manta suami/istri jika telah terjadinya
putusnya perkawinan.10
Dalam perkawinan pasti suami/istri mempunyai harta bersama yang
mana dalam Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 BAB VII dalam
pasal 35 ayat 1 bahwasannya harta benda yang di peroleh selama perkawinan
7 Dr. H. Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta:kencana), 2014, 8. 8 PERMA NO. 3 Tahun 2017 Tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan
hukum 9 Sulistyowati,Perempuan dan Hukum, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2006),124. 10 Kompilasi Hukum Islam pasal 149
5
menjadi harta bersama.11 Harta bersama di jelaskan oleh Erna Wahyunings ih
dan putus samawati adalah harta benda yang di peroleh selama perkawinan.
Walaupun dalam kenyataannya seorang istri tidak ikut mencari nafkah,
namun istri mempunyai hak yang sama. 12Maka dari itu harta bersama wajib
di bagi, di lihat dari segi masyarakat bahwasannya dalam penuntutan hal ini
lebih kepada tentang kekuasaan lebih kepada keinginannya sendiri.
Dalam peradilan pastilah ada suatu problem dalam pemberian hak dan
kewajiban yang di berikan suami kepada bekas istri karena tidak sesuai
dengan apa yang bakal terjadi dalam pemenuhan setelah nya tersebut. Karena
bagaimanapun dalam hal perceraian pasti ada nya hal-hal yang di tutupi
seperti hal nya jika terjadi cerai talak dalam pemberian kewajiban suami
memberi nafkah tidak sepenuhnya sebab alasan istrilah yang salah pada
dasarnya adanya hal yang di tutupi agar dalam putusan pengadilan sang suami
tidak memiliki beban untuk memberikan nafkah selama masa iddah kepada
bekas istri.
Seperti hal nya jika dalam Cerai gugat di lihat sepenuhnya istri lah yang
salah, karena melihat siapa yang mengajukan perceraian hal ini lebih di lihat
istri tidak taat kepada suami. Tetapi sejatinya alasan dalam pengajuan istri
lebih dahulu karena kebanyakan sang suami lari dari tanggung jawab. Takut
untuk di tuntut lebih kepada sang istri. Kenyataan hal ini lebih kepada istri
meminta hak nya yang selama ini dalam kewajiban suami dalam menafkahi.
11 Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 BAB VII dalam pasal 35 ayat 1 12Muhammad Syaifuddin. Sri Turatmiyah. Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian,
(Jakarta:Rawamangun), 2016, 427.
6
Dalam perceraian tidak hanya masalah nafkah selama iddah tetapi
dalam mendapati harta bersama yang telah dimiliki keudanya selam menjalin
kehidupan rumah tengga berdua, karena hal ini lebih kepada pembagian yang
sama rata yang lebih banyaknya tidak semua di keluarkan ada yang di
sembunyikan. Karena keadaan suami istri yang telah timpang maka
cenderung lebih menghitung hak nya.
Dilihat problem-problem yang telah terjadi dalam pemberian nafkah
selama iddah lebih kepada hanya sekedar untuk menyelesaikan di dalam
pengadilan tidak sepenuhnya sebagai kewajiban seorang suami untuk
memberikan haknya selama istri dalam masa iddah. Ketidak seimbangan
tersebut menjadikan ketidakadilan kesamaan antara laki-laki dan perempuan
karena lebih cenderung meremehkan. Dalam perselisihan harta bersama
dalam hal ini lebih kepada mencari-cari hak nya masing-masing, karena lebih
cenderung harta tersebut sebagai simpanan.
Permasalahan yang terjadi kadang adanya kesesuaian dan ketidak
sesuaian karena lebih kepada pemenangan kepada hak, sebab lebih mengert i
hal mana yang harus di pakai agar tidak adanya pemberian hak dan kewajiban
dan putusan yang di berikan hakim dalam hal ini lebih kepada keberatan.
Oleh karena itu hal yang menarik dalam penelitian yaitu terjadinya
suatu perceraian yang mana pada kesetaraan dalam pemberian hak dan
kewajiban yang harus di berikan kepada bekas istri, dan bagaimana
pembagian harta bersama agar sama rata untuk di dapatkan keduanya. Penelit i
tertarik untuk meneliti yang mana hal tersebut karena hakim di sini berperan
7
penting untuk menumbuhkan suatu keadilan agar adanya kesetaraan tidak ada
perbedaan yang mana penelitian ini lebih kepada bentuk hakim mengadili dan
bagaimana bentuk yang akan di terapkan oleh hakim dalam suatu perkara
cerai dalam menerapkan Asas Kesetaraan Gender pada pasal 2 PERMA No.
3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan
dengan hukum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan penulis, maka pokok
yang menjadi sebuah Rumusan masalah dalam penelitian ini, yakni:
1. Bagaimana penerapan Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA
No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan Dengan Hukum terhadap Perceraian?
2. Bagaimana Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang
dalam mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum dalam
perceraian untuk mewujudkan Asas Kesetaraan Gender?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelit ian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memaparkan bagaimana pandangan hakim terhadap penerapan
Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum
terhadap Perceraian.
8
2. Untuk memaparkan Bagaimana Pertimbangan hakim Pengadilan Agama
Kabupaten Malang Dalam Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan
Dengan Hukum terhadap Perceraian untuk mewujudkan Asas Kesetaraan
Gender.
D. Manfaat penelitian
Umumnya, Manfaat penelitian dibuat dalam dua kategori, yakni
manfaat teorotis dan manfaat praktis. 13Adapun Manfaat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara Teoritis Penelitian ini di harapkan dapat memberikan penambahan
pengetahuan dan keilmuan yang berkaitan dengan Pandangan Hakim
Terhadap Implementasi Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA
No. 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan
berhadapan dengan hukum dalam perceraian.
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis penelitian ini di harapkan dapat menambah atau
memberikan suatu wawasan bagi peneliti selanjutnya ataupun masyarakat
umum yang akan mengkaji Pandangan Hakim Terhadap Implementas i
Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang
13 Fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah,
2015,20.
9
pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum dalam
perceraian.
E. Definisi Operasional
1. Hakim ialah Orang yang memiliki tugas mengadili, memutus perkara
dengan memberikan vonis ataupu putusan pengadilan; seseorang yang
memiliki tugas dan fungsi untuk mengadili.14
2. Implementasi ialah Penerapan atau Pelaksanaan.
3. Asas ialah suatu dasar atau landasan sesuatu hal yang menjadi tumpuan
berpikir atau berpendapat.15
4. Kesetaraan Gender ialah kesamaan dan keseimbangan kondisi antara laki-
laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya
sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi di berbagai
bidang.16
Kesamaan kondisi dan status untuk memperoleh kesempatan dan
menikmati hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan,
dan hankamnas dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan
tersebut. Dengan demikian kesetaraan gender adalah penilaian atau
penghargaan yang sama oleh masyarakat terhadap persamaan dan
perbedaan perempuan dan laki-laki serta pelbagai peran mereka.
14 Dzulkifli Umar dan Utsman Handoyo, Kamus Hakim Dictonary of Law Complete, Edition
(Quantum Media Pres, 2010),173. 15 Https://KBBI. .web.id di akses 04-02-2018 08.29 WIB 16 PERMA NO. 3 Tahun 2017 Tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan
hukum
10
5. Perceraian ialah Berakhirnya suatu hubungan pernikahan suami dan istri
karena keduanya sudah tidak ingin melanjutkan untuk hidup berdua lagi. 17
Karena suatu faktor yang menjadi alasan untuk pisah. Perceraian putus di
hadapan hakim pengadilan yang berdasarkan Undang-Undang.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam penggolangan pembahasan disini terdiri dari
lima bab:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi latar belakang, Rumusan Masalah, tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Definisi Operasional. Latar
belakang sendiri merupakan uraian suatu keadaan atau hal-hal yang
menimbulkan suatu masalah, alasan-alasan permasalahan atau sebab-
sebab penelitian di ambil. Rumusan Masalah dalam hal ini mengambil
suatu rumusan harus spesifik, jelas, dan padat yang berbentuk
pertanyaan. Tujuan Penelitian harus mengarah berkaitan dengan
rumusan masalah yang berbentuk kalimat pernyataan. Manfaat
Penelitian suatu kegunaan penelitian dalam pengembangan suatu teori
maupun dalam praktik, dan perkembangan pendidikan juga di
masyarakat. Untuk kedepannya dalam memberikan suatu konsttribusi.
17 Kompilasi Hukum Islam
11
BAB II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini berisi Penelitian terdahulu yang mana hal ini memberikan
informasi tentang penlitian yang telah di lakukakan sebelumnya atau
adanya suatu persamaan dalam objek atau sebbjek dalam penelit ian
yang di lakukan, baik dalam bentuk buku, jurnal yang sudah di terbitkan
maupun yang belum diterbitkan berupa disertasi, tesis. dalam kajian
pustaka berisi suatu teori-teori yang berkitan dengan judul
implementasi Asas kesetaraan gender pada Pasal 2 Perma No. 2 tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan dengan hukum
dalam Perceraian yang mana isi dari teori-teori tersebut Asas
Kesetaraan Gender yang terdiri dari pengertian dan penjelasan-
penjelasan, Hakim, perempuan dalam hukum yang terdiri dari hak
perempuan di muka hukum hak asasi perempuan serta teori perceraian
BAB III Metode Penelitian
Dalam bab ini memaparkan tentang berbagai hal penting dalam
penelitian yang terdiri dari beberapa hal penting yang mana meliputi
Jenis penelitian yang mana menjelaskan jenis atau macam penelit ian
yang digunakan, pendekatan penelitian di gunakan untuk
mempermudah dalam mengelola data sesuai dengan penelitian yang
dilakukan, lokasi penelitian menunjukakan lokasi penelitian berupa
alamat, sejarah, letak geografis dalam penelitian, jenis dan sumber data
yang berisi jenis yang di gunakan dalam penelitian empiris yang yang
berasal dari data primer dan sekunder. Metode pemumpulan data
12
penjelasan dalam bagaimana dalam menjelaskan urutan kerja, alat kerja
dan cara pengumpulan data. Metode pengolahan data yang mana di sini
menjelaskan suatu prosedur pengolahan dan analisis data sesuai data
yang digunakan.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam bab ini merupaka inti dari penelitian yang mana karena dalam
bab ini akan menganalisis data-data baik melalui data primer yang telah
di peroleh dari penelitian lapangan yang telah di lakukan dan data
sekunder untuk memperkuat argumentasi yang berupa buku, undang-
undang untuk menjawab rumusan masalah yang telah di tetapkan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari teori dan hasil penelitian dari
rumusan masalah yang telah di tetapkan. Dalam bagian saran berupa
usulan atau anjuran kepada pihak-pihak terkait.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian Terdahulu dalam hal ini adalah sebagai pembanding atau ada
suatu kaitannya dengan tema penelitian yang dalam hal ini melihat penelit ian
sebelumnya yang di teliti orang lain. dalam hal ini penelitian yang berkaitan
dengan tema peneliti ambil yakni tentang perceraian dalam hal hakim
mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum yang
berdasarkan suatu Asas. Yaitu di Tulis oleh:
1. Arifin Ali Mustofa dari Institut Agama Islam Negeri Surakarta tahun 2017.
Dengan judul skripsi Tinjauan Asas Keadilan, Kepastian Hukum dan
Kemanfaat dalam putusan hakim terhadap pembagian harta bersama
14
2. dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Sukoharjo.18 Bahwasannya
penelitian yang diteliti oleh Saudara arifin Ali Mustofa hal tersebut
mengenai Pembagian Harta Bersama dalam Kasus Perceraian hakim
dalam memutuskan dan mempertimbangkan suatu perkara hal tersebut
dengan suatu tinjauan Asas Keadilan, Kepastian Hukum dan
Kemanfaatan.
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
literatur lapangan pendekatan yang digunakan adalah yuridis-normatif .
dalam hal terjadinya suatu kesamaan hal penelitian ini yakni sama-sama
menggunakan teknis penelitian lapangan.
Penelitian yang di gunakan oleh saudara arifin ali mustofa berbeda dengan
penelitian yang akan peneliti akan lakukan, pada penelitian ini mengena i
pembagian harta bersama dalam kasus perceraian, sedangkan yang akan
peneliti lakukan yaitu tentang suatu pedoman dalam mengadili perkara
perempuan yang berdasarkan Asas dalam kasus perceraian yang memilik i
kesamaan adalah pada perceraiannya.
3. Brama Kuncoro dari Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2010.
Dengan Judul Skripsi Penerapan Asas Cepat, sederhana dan Biaya Ringan
dalam Penyelesaian Perkara Cerai Talak di Pengadilan Agama Mungkid
18 Arifin Ali Mustofa,”Tinjauan Asas Keadilan, Kepastian Hukum dan Kemanfaat dalam putusan
hakim terhadap pembagian harta bersama dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Sukoharjo”,
Skripsi Sarjana, (Surakarta: IAIN Surakarta,2017).
15
Magelang.19 Dalam penelitian yang di teliti oleh saudara Brama Kuncoro
tersebut membahas tentang Penerapan suatu Asas Cepat, sederhana dan
Biaya Ringan dalam penyelesaian suatu perkara yang mana perkara yang
di ambil adalah cerai talak hal ini bahwasannya pelaksaan tersebut dapat
dilaksakana dalam suatu perkara di Pengadilan.yang mana di pengadilan
tersebut dalam menangani suatu perkara dapat di selesaikan dengan
waktuyang singkat dan dalam proses perkaranya tidak ber belit-belit dalam
hal pembayaran tidak adanya suatu pungutan secara langsung tetapi
melalui bank sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4
Tahun 2008.
Jenis penelitian yang di gunakan pada penelitiannya adalah menggunakan
metode empiris yang mengkaji suatu huku dalam realitas masyarakat( law
in action). Dalam hal ini penelitian menggunakan sifat deskriftif.
Pada penelitian saudara brama Kuncoro dan penelitian yang akan penelit i
lakukan berbeda karena dalam penelitian saudara brama lebih kepada
suatu penerapan sebelum proses mengadili sedangkan yang akan penelit i
lakukan yaitu tentang suatu pedoman dalam mengadili perkara perempuan
yang berdasarkan Asas dalam kasus perceraian yang hal tersebut menuju
kepada proses dalam mengadili.
4. Nurul Mimin Jannah dari Institut Agama Islam Salatiga Tahun 2016.
Dengan Judul Telaah Metode Pemikiran KH. Husein Muhammad terhadap
19 Brama Kuncoro,” Penerapan Asas Cepat, sederhana dan Biaya Ringan dalam Penyelesaian
Perkara Cerai Talak di Pengadilan Agama Mungkid Magelang”. Skripsi Sarjana,(Surakarta:
Universitas sebelas maret surakarta,2010)
16
Kesetaraan Gender dalam Hukum Perceraian Indonesia.20 Dalam penelit ian
oleh Nurul Mimin Jannah bahwasaanya membahas tentang pemikiran KH.
Husein tentang kesetaraan gender dalam permasalahan hukum perceraian
di Indonesia. Dalam pelaksaanaan dalam pemikirannya tersebuh bahwa
dalam permasalahan perceraian di Indonesia masih bersifat diskriminatif di
karenakan peempuan belum sepenuhnya mendapatkan hak nya karena
masih banyak usur ketimpangan.
Penelitian yang di gunakan dalam penelitian tersebut adalah menggunkan
jenis penelitian kualitatif dan pendekatan yang di gunakan yakni
pendekatan gender. Metode yang di gunakan adalah dengan metode
wawancara yang di lakukan langsung dengan KH. Husein.
5. Muhammad Iqbal Ghozali dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Dengan Judul Pengaruh Pemahaman Isu Kesetaraan Gender dalam Kasus
Cerai Gugat di Pengadilan Agama Sleman.21 Dalam penelitian Tesis
tersebut bahwasannya dalam pemahaman kesetaraan gender tersebut
menjadi salah satu pengaruh perempuan untuk mengajukan cerai gugat
yang mana di Pengadilan Agama Sleman sendiri angka cerai gugat lebih
tinggi.
Penelitian yang di gunakan oleh Muhammad iqbal ghozali sendiri
menggunakan penelitian lapangan yang bersifat deskriptif-analitif.
20 Nurul Mimin Jannah, “Telaah Metode Pemikiran KH. Husein Muhammad terhadap Kesetaraan
Gender dalam Hukum Perceraian Indonesia”,Skripsi Sarjana,(Salatiga:Institut Agama Islam Negeri
Salatiga, 2016). 21 Muhammad Iqbal Ghozali, “Pengaruh Pemahaman Isu Kesetaraan Gender dalam Kasus Cerai
Gugat di Pengadilan Agama Sleman”.Tesis Pascasarjana, (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga,2015).
17
Pendekatan yang di gunakan dalam penelitia adalah dengan pendekatan
kesetaraan gender dalam islam sumber data yang di gunakan adalah data
primer yang mana data langsung di peroleh dari informan.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Perbedaan Persamaan
1. Arifin Ali
Mustofa dari
Institut Agama
Islam Negeri
Surakarta
tahun 2017.
Tinjauan Asas
Keadilan,
Kepastian
Hukum dan
Kemanfaat
dalam putusan
hakim terhadap
pembagian harta
bersama dalam
kasus perceraian
di Pengadilan
Agama
Sukoharjo
Perbedaan dengan
penelitian ini
adalah fokus
penelitian hanya
pada suatu
permasalahan
pembagian harta
bersama dalam
perkara cerai.
Persamaan nya adalah
pada perkara
perceraian objek yang
di tuju sama yakni
pada Asas tetapi Asas
yang di pakai adalah
Asas umum dalam
peradilan yakni dalam
Tinjauan Asas
Keadilan, Kepastian
Hukum dan
Kemanfaat,
sedangkan pada
penelitian ini Asas
yang di pakai lebih
khusus yakni Asas,
hakim dalam
mengadili perkara
perempuan.
2. Brama
Kuncoro dari
Universitas
Sebelas Maret
Penerapan Asas
Cepat,
sederhana dan
Biaya Ringan
Perbedaan yang
teltetak pada
penelitian ini
adalah pada subjek
Persamaan dalam hal
ini adalah Asas yang
di pakai tetapi dalam
penelitian ini yang
18
Surakarta
tahun 2010.
dalam
Penyelesaian
Perkara Cerai
Talak di
Pengadilan
Agama
Mungkid
Magelang
penelitian nya
yaitu lebih kepada
khusus hanya pada
perkara cerai talak
dan penerapan
Asas Cepat,
sederhana dan
Biaya Ringan.
terdapat dalam UU
peradilan agama No.7
Tahun 1989 dan pada
UU 48 Tahun 2009
tentang kekuasaan
kehakiman yang
mana terdapat dalam
pasal 4 ayat 2.
3. Nurul Mimin
Jannah dari
Institut Agama
Islam negeri
Salatiga Tahun
2016
Telaah Metode
Pemikiran KH.
Husein
Muhammad
terhadap
Kesetaraan
Gender dalam
Hukum
Perceraian
Indonesia
penelitian tersebut
mengambil suatu
telaah pemikiran
sedangkan dalam
penelitian ini lebih
kepada Asas
Kesetaraan
Gender menurut
Padangan Para
hakim yang
mengadili perkara.
Dalam hal ini hal
yang sama adalah
sama-sama
mengambil tentang
kesetaraan gender.
4. Muhammad
Iqbal Ghozali
dari
Universitas
Islam Negeri
Sunan Kalijaga
Pengaruh
Pemahaman Isu
Kesetaraan
Gender dalam
Kasus Cerai
Gugat di
Pengadilan
Agama Sleman
perbedaannya
adalah bahwa
dalam hal ini
melihat suatu isu
kasus cerai gugat
yang di
dominankan
kepada
pemahaman
kesetaraan
Gender.
Dalam penelitian nya
sama-sama
menggunakan suatu
kesetaraan gender.
19
B. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Kesetaraan Gender
Kata “gender” sering diartiakan sebagai kelompok laki-laki, perempuan
atau perbedaan jenis kelamin. Gender sendiri merupakan suatu konsep yang
sifatnya melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang di bentuk oleh
faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan
tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Dapat diartikan
gender karena sebagai konsep sosial yang membedakan (dalam arti: memilih
atau memisahkan peran antara laki-laki dan perempuan.22
Kata Gender berasal dari Bahasa inggris, berarti jenis kelamin. Gender
yaitu perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila diliha t
dari nilai tinggah laku. Dalam Womens studies encylopedia dijelaskan bahwa
gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku,mentalitas, dan karakteristik emosiona l
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.23
Gender menurut Oakley (1972) adalah perbedaan kebiasaan/tingkah
laku anatara perempuan dan laki-laki yang di kontruksikan secara sosial, yang
di buat oleh laki-laki dan perempuan itu sendiri, hal tersebut merupakan
bagian dari kebudayaan. Perbedaaan perempuan dan laki-laki menurut gender
didasarkan kepada budaya yang berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma
22 Trisakti Handayani,sugiarti, Konsep dan teknik penelitian gender, (Malang:UMM Pres),2006,4-
5. 23 Mufidah Ch, Paradigma Gender, (Malang:Banyumedia Publishing), 2003,3.
20
yang berlaku di masyarakat, sehingga kontruksi gender bisa berbeda antara
kelompok masyarakat satu dengan yang lain.24
Gender adalah konsep sosial. Istilah “feminitas” dan “maskunilitas”
yang berkaitan dengan istilah gender berkaitan pula dengan sejumlah
karakteristik psikologis dan perilaku yang kompleks, yang telah di pelajari
seseorang melalui pengalaman sosialnya. Gender merupakan sejumlah
karakteristik psikologis yang ditentukan secara sosial dan berkaitan dengan
adanya seks lain.25
Kesetaraan gender adalah kesamaan dan keseimbangan kondisi antara
laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya
sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi di berbagai
bidang.26 posisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh
akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam aktifitas kehidupan baik dalam
keluarga, masyarakat maupun berbangsa dan bernegara. Dalam islam
kesetaraan dan keadilan gender telah di bawa pada masa Nabi muhammad
yang mana salah satu misi sebagai pembawa islam adalah mengangkat harkat
dan martabat perempuan, karena ajaran yang di bawanya memuat misi
pembebasan dan penindasan. Kehadiran Rasulullah dalam situasi arab pada
jaman jahiliyah menjadi harapan bagi kaum perempuan karena islam yang di
24 Rahayu Relawati, Konsep dan aplikasi penelitian gender, (Bandung:Muara indah), 2011,4. 25 Saparinah sadli, Berbeda tetapi setara, (jakarta:buku kompas),2010,23. 26 PERMA NO. 3 Tahun 2017 Tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan
hukum
21
perkenalkan berisi pembebasan kaum tertindas, mengajarkan nila i
kemanusiaan, keadilan dan kesetaran.27
Dalam mengkonstruk masyarakat islam, Rasulullah melakukan upaya
mengangkat harkat dan martabat perempuan melalui revisi terhadap tradisi
jahiliyah. Hal ini merupakan proses pembentukan kesetaraan dan keadilan
gender dalam hukum islam, yaitu:28
a. Perlindungan hak-hak perempuan melalui hukum, perempuan tidak dapat
diberlakukan semena-mena oleh siapapun karena mereka di pandang sama
di hadapan hukum dan perundang-undangan yang berlaku yang berbeda
dengan masa jahiliyah.
b. Perbaikan hukum keluarga, perempuan mendapat hak menentukan jodoh,
mendapatkan mahar, hak waris, pembatasan dan pengaturan poligini,
mengajukan talak gugat, mengatur hak-hak suami istri yang seimbang, dan
hak pengasuhan anak.
c. Perempuan di perbolehkan mengakses peran-peran publik, mendatangi
masjid, mendapatkan hak pendidikan, mengikuti peperangan, hijrah
bersama nabi, dan peran mengambil keputusan.
d. Perempuan mempunyai hak mentasarufkan (membelanjakan) hartanya,
karena merupakan simbol kemerdekaan dan kehormatan bagi setiap orang.
27 Mufidah, Ch., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang:Uin-Maliki
Pres),2013,15-16. 28 Mufidah, Ch., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang:Uin-Maliki Pres),2013,
21.
22
e. Perempuan mempunyai hak hidup dengan cara menetapkan aturan
larangan melakukan pembunuhan terhadap anak perempuan yang menjadi
tradisi bangsa arab jahiliyyah.
Kesetaraan gender merupakan suatu keadaan laki-laki dan perempuan
mendapatkan pengakuan hak, penghargaan atas harkat dan martabat, serta
partisipasi yang sama dalam semua aspek kehidupan.29 Dalam mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender, khususnya perempuan, berpangkal tolak dari
pengalaman perempuan. Pengalaman ini niscaya berlangsung dalam
masyarakat yang mempunyai sistem sosial tertentu. Dalam hal ini jika
mengacu kedalam sistem suatu kesetaraan gender maka dalam hal ini harus
mengacu dan merujuk pada status dan kedudukan pria dan perempuan, serta
ketidaksetaraan yang merugikan perempuan dalam masyarakat, mengakui
bahwa penilaian rendah atau kurang terhadap peran-peran perempuan,
memarginalisasi perempuan dari hak memiliki, mengakses, menikmati, dan
mengontrol atas harta keluarga atau harta benda perkawinan,
mempertimbangkan interaksi antar gender dan kategori sosial lain, meyakini
bahwa karena ketidaksetaraan gender terkondisi secara sosial.30
2. Perempuan dalam Hukum
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang
pedoman mengadili perkara perempuan bahwasannya menjelaskan meliputi
ketentuan hakim dalam mengadili pekara perempuan berhadapan dengan
29 Muhajir M. Darwin, Negara dan perempuan, (Yogyakarta:Grha Guru), 2005,58. 30 L.M Gandhi Lapian, Disiplin Hukum yang mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender,
(Jakarta:yayasan pustaka obor indonesia), 2012, 23-24.
23
hukum berdasarkan Asas, pedoman hakim dalam mengadili perkara
perempuan, pedoman dalam pemeriksaan perkara. pedoman mengadili
perkara perempuan dengan hukum bertujuan yang mana agar hakim
memahami dan menerapkan asas-asas, agar hakim dapat mengidentifikas i
situasi perlakuan yang tidak setara sehingga mengakibatkan diskriminas i
terhadap perempuan, menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara
dalam memperoleh keadilan.31
Berikut Penjelasan Perma No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman
mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum :
a. Tujuan
Pedoman Mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum di
jelaskan pada pasal 3 Perma No. 3 Tahun 2017:
Pasal 2
Hakim mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum
berdasarkan asas.
Pasal 3 huruf a
Memahami dan menerapkan asas sebagaimana di maksud dalam
pasal 2
31 Kelompok kerja perempuan dan anak Mahkamah Agung RI Masyarakat Pemantauan Peradilan
Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan dengan Hukum, Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerja sama dengan Australia
Indonesia Partnership for justice 2, 11.
24
Pasal 3 huruf b
Mengidentifikasi situasi perlakuan yang tidak setara sehingga
mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan; dan
Pasal 3 huruf c
Menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam
memperoleh keadilan.
b. Pemeriksaan Perkara
Pasal 5 huruf a
Dalam pemeriksaan perkara hakim tidak boleh:
Menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang
merendahkan, menyalahkan/atau mengitimidasi perempuan
berhadpan dengan hukum.
Pasal 6 huruf a
Mempertimbangkan Kesetaraan Gender dan Stereotip Gender
dalam peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis.
Pasal 6 huruf b
Melakukan penafsiran peratuaran perundang-undangan dan/atau
hukum tidak tertulis yang dapat menjamin kesetaraan gender.
Pasal 6 huruf c
Menggali nilai-nilai hukum, kearifan lokal dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat guna menjamin kesetaraan gender,
perlindungan yang setara dan non diskriminasi.
25
Pasal 6 huruf d
Mempertimbangkan penerapan konvensi dan perjanjian-
perjanjian internasional terkait Kesetaraan Gender yang telah
diratifikasi.
3. Hak Perempuan di muka hukum
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam konvensi perempuan tersebut,
ternyata tidak berbeda dengan sila-sila yang terdapat dalam dasar negara yaitu
pancasila. Pada prinsipnya negara mengakui persamaan hak dan kedudukan
antara perempuan dan laki-laki. Seperti yang tertuang dalam lah satu sila
dalam pancasila, yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab.disebutkan
manusia di akui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, hak dan
kewajiban-kewajiban asasinya tanpa membedakan suku, keturunan, agama
dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial warna kulit dan
sebagainya. 32
Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nila i-
nilai kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa
manusia adalah sederajat, maka bangsa indonesia merasa dirinya sebagai
sebagian dari seluruh umat manusia di dunia, karena itu dikembangkan sikap
saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain. Dalam hal
32 Lusian Margareth Tijow, Perlindungan Hukum bagi perempuan Korban Janji
Kawin,(Malang:Inteligensi Media,2017),10.
26
ini yang dimaksud adalah bagaimana pemerintah menjamin rakyatnya untuk
menikmati hak asasinya sebagai manusia rasa aman dan terlindungi.
Pasal 27 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 telah
menyebutkan dengan tegas bahwa “semua warga Negara mempunya i
kedudukan yang sama”. Berarti hak dan kewajiban tidak ada bedanya antara
laki-laki dan perempuan.
Peraturan yang khusus di tunjukkan kepada perempuan mempunya i
tujuan yang jelas, yaitu adanya persamaan hak antara perempuan dan laki-lak i
dimuka hukum dan dalam kegiatan-kegitan lain.
Sistem hukum yang berlaku sekarang, baik dari segi subtansi, aparat
penegak hukum maupun budaya hukum masyarakat, masih kurang reponsif
terhadap kepentingan perempuan.
Sepertihalnya sejumlah undang-undang yang dominan membenarkan
subordinasi perempuan, Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang
membedakan dengan tegas peran dan kedudukan suami dan istri. Dalam Pasal
31 ayat 3 di sebutkan bahwa “suami adalah kepala keluarga dan istri adalah
ibu rumah tangga” selanjutnya, dalam pasal 34 ayat 1 dan 2, dinyatakan,
keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya” dan “istri
wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Aturan semacam itu jelas menempatkan istri sangat tergantung secara
ekonomis kepada suaminya, dan sebagai konsekuensinya berada di bawah
kekuasaan suami. Akibat lebih jauh, akses perempuan terhadap sumber daya
27
ekonomi, politik, dan sosial menjadi terbatas, yang pada gilirannya kekuasaan
dan kedudukannya pun menjadi tidak seimbang di hadapan suaminya maupun
dihadapan masyarakat. Dalam kondisi ketergantungan seperti itu serta
dukungan nilai-nilai yang di anut oleh masyarakat pada umumnya yang
sangat berorientasi kepada kepentingan laki-laki, kekerasan sangat mudah
terjadi.33
Dalam UU perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam
(KHI). Hal ini menunjukkan bahwa isu kekerasan terhadap perempuan atau
kejahatan seksual belum dianggap penting oleh para penegak hukum di
negara ini.34
Pemahaman terhadap ajaran agama tentang kedudukan suami-istr i
sebagaimana terbaca dalam Undang-undang Pekawinan pasal 31 ayat 3 yang
berbicara tentang kedudukan suami-istri. Kedudukan suami di tegaskan
sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Sebutan “kepala
keluarga” ini mengandung konotasi kekuasaan yang sangat terkesan otoriter,
sehingga tidak salah kalau masyarakat umumnya memandang suami identik
dengan penguasa di ruang lingkup keluarga.
Pemahaman tentang kewajiban suami-istri seperti tertera pada pasal 34
ayat 1 dan 2 UU perkawinan. Disana di tegaskan kewajiban suami melindungi
istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
33 Siti Musdah Mulia, Muslimah Perempuan pembaru keagamaan Reformis, (Mizan
Pustaka:Bandung), 156. 34 Siti Musdah Mulia, Muslimah Perempuan pembaru keagamaan Reformis, (Mizan
Pustaka:Bandung),171
28
dengan kemampuannya, sementara kewajiban istri mengatur urusan Rumah
tangga sebaik-baiknya. Isi pasal-pasal tersebut sama dengan apa yang tertera
pada BAB XII KHI ayat 1 pasal 80: “ Suami adalah pembimbig terhadap istri
dan rumah tangga, tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting
di putuskan oleh suami istri bersama. “menetapkan kewajiban suami sebagai
pembimbing dan pelindung istri dapat dilihat dalam dua presepektif. Pertama,
sebagai upaya untuk memperoteksi perempuan dari perlakuan sewenang-
wenang, tetapi kenyataan yang ada tidak semua suami mampu melakukan
kewajiban itu dengan baik. Kedua, sebagai upaya untuk melanggengkan
posisi subordinat perempuan terhadap laki-laki. Suami wajib melindungi istri
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuannya” (pasal 80 ayat 2 KHI).
Landasan Yuridis Perlindungan perempuan yang berhadapan dengan
hukum:
a. Tinjauan Hak Asasi Perempuan
Isu Hak Asasi Manusia semakin terangkat ke permukaan karena
dinilai hak-hak asasi manusia yang telah disepakati tanpa pembedaan
gender ternyata belum dinikmati oleh banyak perempuan dan nilai hak-
hak asasi perempuan masih belum terlindungi. Sepanjang peradaban
manusia perbedaan gender dan ketimpangan kekuasaan dan budaya
patriarki merupakan salah satu bentuk diskriminasi dan praktik kekuasaan
29
yang menjadikan hak-hak perempuan yang paling fundamental sebagai
manusia tercabut dari akarnya.35
Hak Asasi Perempuan Adalah Hak Asasi Manusia, karena
perempuan adalah manusia yang dilahirkan merdeka, mempunya i
martabat, sama hal nya dengan pria, sehingga tidak boleh ada diskriminas i
dalam bidang apapun. 36
Hak-hak yang melekat pada diri wanita yang dikodratkan sebagai
manusia sama halnya dengan pria; diutamakan dalam hal ini adalah hak
untuk mendapatkan kesempatan dan tanggung jawab yang sama dengan
pria di segala bidang kehidupan.37
Persepsi umum bahwa hak asasi terbatas pada penahanan dan/
penyikasaan yang berkaitan dengan kegiatan politik publik kebebasan
berpendapat atau berasosiasi. Tetapi penting untuk diingat bahwa
Universal Declaration of human rights (1948) jauh lebih luas dan ideal,
filsafat, tujuan, dan monitoring. Dalam keluarga dan kebanyakan
masyarakat, perempuan tidak mempunyai identitas yang independen
karena dimasukkan dalam identitas yang legal dari suami. Dengan
demikian perkawinan tidak merupakan kemitraan yang sejajar. Seringkali
keluarga dianggap sebagai tempat pelembagaan “inferioritas perempuan”
35 Romany Sihite, “Perempuan,kesetaraan,&keadilan, (Jakarta:Grafindo persada),2007,175. 36 Lusian Margareth Tijow, Perlindungan Hukum bagi perempuan Korban Janji
Kawin,(Malang:Inteligensi Media,2017),32. 37 Tapi omas ihromi. Sulistyowati I. Achie Sudiarti L, Penghapusan diskriminasi terhadap wanita,
(Bandung:Alumni),2000,238.
30
serta “superioritas laki-laki” yang pertama, karena secara tradisional yang
dianggap pantas jadi kepala keluarga adalah laki-laki. Struktur keluarga
yang tradisional menciptakan pembagian hak, kewajiban, waktu,
pengupahan, dan nilai yang berbeda kepada setiap anggota keluarga
dimana kepala keluarga menduduki posisi puncak.38
b. Tinjauan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984
Tentang pengesahan Mengenai Konvensi Penghapusan segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Wanita
Dalam konvensi bahwasannya menekankan pada kesetaraan dan
keadilan antara wanita dan pria (equality and equity), yaitu persamaan hak
dan kesempatan. Konsep arti kesamaan antara wanita dan pria merupakan
suatu masalah, karena istilah persamaan secara konvensional diartikan
sebagai “hak untuk sama dengan pria”. Dasar itu adalah karena adanya
kenyataan bahwa wanita mengalami ketidaksetaraan gender dengan pria.
Dalam hal lain menganggap bahwa wanita dan pria adalah sama, yang
mana perbedaan biologis antara wanita dan pria serta perbedaan gender
tidak merupakan faktor-faktor yang tidak perlu di pertimbangkan dan
bukan faktor-faktor yang menentukan.39
38 Rachmad Safa’at, Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia, (Malang:IKIP MALANG),
1998,111. 39 Tapi omas ihromi. Sulistyowati I. Achie Sudiarti L, Penghapusan diskriminasi terhadap wanita,
(Bandung:Alumni),2000,27-29.
31
Mencegah diskriminasi terhadap wanita, melarang diskriminas i
terhadap wanita, melakukan identifikasi adanya diskriminasi terhadap
wanita dan melakukan langkah- langkah untuk memperbaikinya,
melaksanakan sanksi atas tindakan diskriminasi terhadap wanita,
memberikan dukungan pada penegakan hak-hak wanita dan mendorong
persamaan, kesetaraan, dan keadilan, melalui langkah-langkah proaktif,
serta meningkatkan persamaan de-facto wanita dan pria.40
Dijelaskan di beberapa Pasal yang isinya sebagai berikut:
Pasal 15 ayat 1
Negara-Negara Peserta Wajib Memberikan Kepada Wanita
persamaan hak dengan pria di muka hukum.
Pasal 16 ayat 1
Negara-negara Peserta Wajib melakukan langkah-langkah tindak
yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dalam
semua urusan yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan
keluarga atas dasar persamaan antar pria dan wanita, dan khusus
nya akan menjamin pada:
1) Hak yang sama untuk memasuki jejang perkawinan.
2) Hak yang sama untuk memilih suami secara bebas dan untuk
memasuki jenjang perkawinan hanya dengan persetujuan yang
bebas dan sepenuhnya.41
40 Sulistyowati,Perempuan dan Hukum, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2006),124. 41 IKAPI DKI Jakarta, Hak Asasi Perempuan Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan keadilan
Gender, (Yayasan Obor Indonesia), 2007,23-24.
32
4. Hakim
Pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman menyatakan bahwa “Kekuasaan Kehakiman di lakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan perdilan agama, lingkungan
peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi”. Dengan demikian, maka masing-mas ing
lingkungan peradilan tidak mempunyai badan pengadilan yang tertinggi yang
berdiri sendiri akan tetapi puncaknya pada Mahkamah Agung.
Terdapat dua kewenangan mengadili yakni :
a. wewenang mutlak (Attributie van rechtsmacht), yang memiliki fungs i
mengatur pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan.
b. Wewenang relatif (distributie van rechtsmacht ), yang memiliki fungs i
mengatur pembagian kekuasaan antar pengadilan serupa.
Tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa, mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang di ajukan kepadanya dan berkewajiban
membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan.42 Hakim secara fungsional di pengadilan melaksanakan dan
mengendalikan serta berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
42 Dr. H. Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta:kencana), 2014, 7.
33
untuk dapat tercapai peradilan yang di kehendaki undang-undang.43 Setiap
hakim yang memperoleh tugas menyelesaikan suatu perkara harus
memperhatikan dan berpedoman pada asas-asas umum peradilan yang baik.
Hukum bisa di tegakkan dan keadilan bisa dirasakan apabila proses
pemeriksaan di dalam persidangan oleh hakim di lakukan penuh kecermatan
dan ketelitian. 44
Hakikatnya tugas pokok Hakim adalah menerima, memeriksa,
mengadili, memutuskan, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya. Meskipun demikian, tugas dan kewajiban hakim dapat diperinc i
lebih lanjut yang dalam hal ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu tugas hakim secara normatif dan tugas hakim secara konkret dalan
mengadili suatu perkara. Beberapa tugas dan kewajiban pokok hakim dalam
bidang peradilan secara normatif telah diatur dalam UU RI No. 48 Tahun
2009, antara lain:45
a. Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA” (Pasal 2 ayat (1) UU RI No. 48
Tahun 2009).
b. Peradilan Negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila (Pasal 2 ayat (2) UU RI No. 48 Tahun 2009).
43 Prof. Dr. H.M. Agus Santoso, S.H.,M.H., Hukum, moral, keadilan: sebuah kajian filsafat hukum,
(jakarta:Prenada media group), 2014,100. 44 Dr. H. Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta:kencana), 2014,79. 45 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakkan Hukum, (Jakarta: Rajawali,
1983), 65.
34
c. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitus i
wajib menjaga kemandirian peradilan (Pasal 3 ayat (1) UU RI No. 48
Tahun 2009).
d. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang (Pasal 4 ayat (1) UU RI No. 48 Tahun 2009).
e. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapai peradilan yang sederhana,
cepat, biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UU RI No. 48 Tahun 2009).
f. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 5
ayat (1) UU RI No. 48 Tahun 2009).
g. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman dalam
bidang hukum (Pasal 5 ayat (2) UU RI No. 48 Tahun 2009).
h. Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati kode etik dan pedoman
perilaku hakim (Pasal 5 ayat (3) UU RI No. 48 Tahun 2009).
i. Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada dan
kurang jelas, tetapi wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10
ayat (1) UU RI No. 48 Tahun 2009).
j. Pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara dengan
susunan mejelis sekurang-kurangnya tiga orang hakim, kecuali undang-
undang menentukan lain (Pasal 11 ayat (1) UU RI No. 48 Tahun 2009).
35
k. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 2
ayat (4) UU RI No. 48 Tahun 2009).
l. Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 13 ayat (2) UU RI
No. 48 Tahun 2009).
m. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan
perimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang
diperiksa dan menjadi bagian yang terpisahkan dari putusan (Pasal 14 ayat
(2) UU RI No. 48 Tahun 2009).
Hakim di dalam menyelesaikan perkara perdata berkewajiban untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hakim wajib mengadili menurut hukum
karena hal tersebut sebagai kendali atas asas kebebasan hakim sebab tanpa
adanya kewajiban mengadili menurut hukum, hakim dengan berlindung atas
nama kebebasan hakim dapat bertindak sewenang-wenang di dalam
menjatuhkan putusan, sedangkan setiap putusan hakim harus di anggap benar
dan harus di hormati (res judicata provaritate habitur).
Hakim selain menegakkan hukum di dalam menyelesaikan perkara
perdata berkewajiban pula untuk menegakkan keadilan. Putusan hakim yang
tidak mencerminkan rasa keadilan maka putusan tersebut tidak mempunya i
makna apa pun dan kadangkala putusan tersebut menimbulkan bencana bagi
36
para pencari keadilan. Pandangan hakim berada di posisi tiga dimensi yaitu,
dimensi : kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.46
Fungsi hakim adalah menyelenggarakan peradilan atau mengadili dan
menegakkan kebenaran sesungguhnya dari apa yang dikemukakan dan di
tuntut oleh para pihak tanpa melebihi atau menguranginya terutama yang
berkaitan dengan perkara perdata, sedangkan dalam perkara pidana mencari
kebenaran sesungguhnya secara mutlak tidak terbatas pada apa yang telah di
lakukan oleh terdakwa, melainkan dari itu harus di selidiki dari latar belakang
perbuatan terdakwa. Artinya hakim mengejar kebenaran materil secara
mutlak dan tuntas.47
5. Perceraian
Perceraian adalah suatu keadilan dimana antara seorang suami dan
seorang istri telah terjadi ketidak cocokan batin berakibat pada putusnya suatu
tali perkawinan melalui putusan pengadilan. Mengenai persoalan putusnya
perkawinan, atau perceraian di atur dalam pasal 38 samapai Pasal 41 Undang-
Undang perkawinan. Disebutkan dalam pasal 38 Undang-Undang
perkawinan, bahwa perkawinan dapat putus karena: Kematian, Perceraian,
Putusan pengadilan.
46 Dr. H. Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta:kencana), 2014, 8. 47 Bambang waluyo, Implementasi kekuasaan kehakiman Republik Indonesia, (jakarta: Sinar
Grafika), edisi.cet 1, 1991,11.
37
Putusnya Perkawinan karena perceraian di atur dalam pasal 39 sampai
dengan pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 14 sampai dengan pasal 36
peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.48
Perceraian dalam hukum Islam ada sesuatu perbuatan halal yang
mempunyai sesuatu prinsip yang dilarang oleh Allah SWT. Berdasarkan
Hadits Nabi Muhammad SAW, sebagai berikut:
ن النبي صلى هللا ، عا را ن ابن عما : عا ق ” عليه وسلم قاالا الا الطالا عا ل إلا الل ت ا أاب غاض احلاالا
)رواه ابوداود وابن ماجه واحلاكم(
Artinya:
Dari Ibnu Umar, Nabi SAW Bersada: “ perbuatan halal yang dibenci oleh
Allah adalah talak/ perceraian”. (Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan
disahihkan oleh al-Hakim)
a. Macam-macam Perceraian
1) Talak
Menurut Hukum Islam Secara harfiyah talak itu berarti lepas atau
bebas. Dihubungkannya kata talak dalam arti kata dengan putusnya
hubungan perkawinan antara suami dan istri sudah lepas hubungannya
atau masing-masing sudah bebas.49
48 Alimuddin, Penyelesaian Kasus KDRT di Pengadilan Agama, (Bandung: Mandar Maju.2014),
27-28. 49 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta:Kencana,2009).198
38
Dalam KHI Pasal 117 50menjelaskan Talak adalah ikrar suami di
hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab
putusnya perkawinan.
Jenis-Jenis Talak
a) Talaq Raj’I yaitu talaq suami yang masih bias kembali kepada istrinya
tanpa melalui nikah baru, selama istrinya itu masih dalam masa iddah.51
Dalam KHI di jelaskan dalam pasal 118 bahwa talak Raj’i adalah talak
kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa
iddah.52
b) Talak Ba’in, yaitu talak yang putus secara penuh dalam arti tidak
memungkinkan suami kembali kepada istrinya kecuali dengan nikah
baru, talak ba’in inilah yang tepat untuk di sebut putusnya perkawinan.
(1) Talak Ba’in Sugra ialah talak yang suami tidak boleh rujuk
kepada mantan istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah
baru tanpa melalui muhallil53 yang mana hal tersebut juga telah
di jelaskan dalam KHI pasal 119. Yang termasuk talak bain sugra
adalah sebagaimana dalam pasal 2 ayat 119:54
(a) Talak yang terjadi qabla al dukhul
(b) Talak dengan tebusan atau khuluk
(c) Talak yang di jatuhkan oleh Pengadilan Agama.
50 Kompilasi Hukum Islam Pasal 117 51Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta:Kencana), 2006. 220 52 Kompilasi Hukum Islam Pasal 118 53Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana), 2006. 221 54 Kompilasi Hukum Islam Pasal 119
39
(2) Talak Ba’in Kubra yaitu talak yang tidak memungkinkan suami
rujuk kepada mantan istrinya. Dia hanya boleh kembali kepada
istrinya itu kawin dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan
laki-laki itu dan habis iddahnya. 55Hal ini juga di jelaskan pada
Pasal 120 KHI.
2) Cerai Gugat
Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat
permohonan yang diajukan oleh isteri ke pengadilan agama, yang
kemudian termohon (suami) menyetujuinya, sehingga Pengadilan Agama
mengabulkan permohonan yang dimaksud.56
Dalam hukum Islam cerai gugat dinamakan khulu’.Khulu’ berasal
dari kata خلع الثوبyang berarti menanggalkan pakaian.57 Kata khulu’
dihubungkan dengan perkawinan dikarenakan di dalam al Qur'an
disebutkan suami merupakan pakaian bagi istrinya dan istri merupakan
pakaian bagi suaminya.
ن أان تم لبااس لا هن لبااس لاكم وا
“Mereka merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian
bagi mereka”
55 Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta:Kencana),2006. 222
56Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika, 2009) , 81 57Syayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid. 3, (Kairo: Darul Fath, 2013), 602.
40
Penggunaan kata khulu’ untuk putusnya perkawinan karena istri
sebagai pakaian bagi suaminya berusaha menanggalkan pakaian tersebut
dari suaminya. Khulu’ merupakan satu bentuk dari putusnya perkawinan,
namun berbeda dengan bentuk lain dari putusnya perkawinan, dalam
khulu’ terdapat uang tebusan, atau ganti rugi.58
Khulu’ ialah gugatan dari istri untuk bercerai dengan suaminya. 59
Seorang istri menggugat suaminya untuk bercerai melalui pengadilan,
yang kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan di maksud
sehingga putus hubungan penggugat (istri) dengan tergugat (suami)
perkawinan.60
Dijelaskan pula dalam Kompilasi Hukum Islam pada Bab I
ketentuan Umum pasal 1 huruf (1) yang berbunyi, Khulu’ adalah
Perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan
atau iwadl kepada dan atas persetujuan suami.61 Didalam kompilasi hukum
Islam pasal 114 bahwa putusnya perkawinan disebabkan karena perceraian
dapat terjadi karena talak atau gugatan perceraian. Menurut Undang-
Undang PA Nomor 7 Tahun 1989, telah mengubahnya dengan istilah baru
58Amir Syarifuddin, HukumPerkawinanIslam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), 231. 59 Mahkamah Agung Ri, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama,buku II,edsi
2009,222. 60 Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Sinar
Grafika),2009,77. 61 Kompilasi Hukum Islam Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 Huruf (i)
41
istilah yang dipergunakan untuk permohonan talak disebut cerai talak,
sedang untuk gugat cerai istilahnya menjadi cerai gugat62
b. Alasan – alasan Perceraian
Alasan-alasan perceraian di tentukan dalam pasal 39 ayat 2 Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 yang telah di jabarkan pada PP No. 9 Tahun 1975
jo Pasal 116 Kompilasi Hukum islam, yaitu:63
1) Zina, Pemabuk, Pemadat, Penjudi, dan Tabiat buruk lainnya yang sukar
disembuhkan.
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di
luar kemampuannya.
3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/istri.
6) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
62Yahya harahab, kedudukan kewenangan dan acara pengadilan agama , (Jakarta:Sianar Grafika,
2003), cet.2,207. 63 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2015),218.
42
c. Akibat Hukum Perceraian64
Ketentuan dalam Undang-undang Perkawinan Pasal 41, akibat
putusnya perkawinan ialah:
1) Baik ibu bapak tetap berkewajiban memlihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak,
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak
pengadilan memberi keputusannya.
2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu bilamana bapak dalam
kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas istrinya.
Hak dan kewajiban mantan suami istri menurut pasal 41 huruf c UU
No. 1 Tahun 1974 ialah pengadilan dapat mewajibkan bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi
bekas istri. Ketentuan normatif dalam pasal 41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974
ini mempunyai kaitan dengan pasal 11 UU No. 1 Tahun 1974 yang
mempunyai ketentuatan normatif bahwa seorang wanita yang putus
perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu, yang kemudian pasal ini telah
64 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2015),223.
43
di jabarkan dalam pasal 39 PP No. 9 Tahun 1975yang memuat ketentuan
imperatif bahwa bagi seorang janda yang perkawinannya putus karena
perceraian, maka waktu tunggu bagi janda yang yang masih datang bulan di
tetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90(sembilan puluh)
hari dan bagi yang tidak datang bulan di tetapkan 90(sembilan puluh) hari.
Apabila perkawinan putus, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, maka
waktu tunggu sampai melahirkan.65
Kewajiban suami yang telah menjatuhkan talak terhadap istrinya,
menurut penjelasan Mohd. Idris Ramulyo, Mahmud Yunus dan juga Sajuti
Thalib, sebagai berikut:
a) Memberi Mut’ah (memberikan untuk menggembirakan hati) kepada
bekas istri. Suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya hendaklah
memberikan mut’ah pada bekas istrinya itu.
b) Memberi nafkah, pakaian dan tempat kediaman untuk istri yang di talak
itu selama ia masih dalam keadaan iddah. Apabila habis masa iddahnya,
maka habislah kewajiban memberi nafkahnya, pakaian dan
tempatkediaman.
c) Membayar atau melunasi mas kawin.
d) Membayar nafkah untuk anak-anaknya.
65 Muhammad Syaifuddin.dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta:Sinar Grafika), 2016, 400.
44
Akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam pasal 156 Kompilas i
Hukum Islam :66
1) Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan Hadhanah dari
ibunya.
2) Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadhanah dari ayah atau ibunya.
3) Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin
keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan
hadhanah telah di cukupi, maka atas permintaan kerabat yang
bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada
kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.
4) Semua biaya hadhanah dan nafkah ank menjadi tanggungan ayah
menurut kemampuannya, sekurang-kurang nya sampai anak tersebut
dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 Tahun).
5) Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,
pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan di atas.
6) Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-
anak yang tidak turut padanya.
66 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2015),226.
45
Dalam hal yang menggugat istri, Mahkamah Agung dalam
Yurisprudensinya dalam putusannya Nomor. 137K/AG/2007 tanggal 19
September 2007, dan Nomor 276 K/AG/201067, telah menetapkan mut’ah,
nafkah, dan kiswah dan maskan dalam iddah dalam Cerai Gugat (Talak
Ba’in), dalam pertimbangan bahwasannya kemelut rumah tangga yang terjadi
antara penggugat dengan tergugat adalah karena setalah tergugat penya
pekerjaan justru menikah lagi dengan wanita lain, padahal kesetiaan
termohon kasasi (penggugat) lebih dari cukup.
d. Harta Bersama
Penjelasan atas pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 bahwa apabila
perkawinan putus, maka harta bersama tersebut di atur menurut hukumnya
masing-masing, mempunyai cakupan lebih luas dari bunyi pasal 37.68
Pada pasal 35 di jelaskan bahwa harta dalam perkawinan itu terdiri dari
harta Bersama dan harta bawaan. Maka harta Bersama suami istri dapat
bertindak hanya atas persetujuan bersama. Dalam pasal 37 bahwa bila
perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing. Dalam KHI juga mengatur soal harta bersama dan lebih
enumeratif yang mana di jelaskan dalam pasal 85 sampai dengan pasal 97
yang mana penjelasannya dalam hal perceraian di jelaskan dalam pasal 97
67 Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Nomor. 137K/AG/2007 tanggal 19 September 2007, dan
Nomor 276 K/AG/2010 68 Muhammad Syaifuddin.dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta:Sinar Grafika), 2016, 425.
46
bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta
bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.69
Harta Bersama di jelaskan oleh Erna Wahyuningsih dan putus samawati
adalah harta benda yang di peroleh selama perkawinan. pada kenyataannya
seorang istri tidak ikut mencari nafkah, namun istri mempunyai hak yang
sama dengan suami atas harta bersama. Cara mendapatkan harta bersama
sendiri, sebagai berikut:70
1) Pembagian harta bersama dapat diajukan bersamaan dengan saat
mengajukan gugat cerai dengan menyebutkan harta bersama dan bukti-
bukti bahwa harta tersebut di peroleh selama perkawinan dalam
“posita” (alasan pengajuan gugatan). Permintaan pembagian harta
disebutkan dalam “petitum”(tuntutan).
2) Pembagian harta bersama dapat diajukan setelah adanya putusan
perceraian, artinya mengajukan gugatan atas harta bersama. Bagi yang
beragama islam gugatan atas harta bersama diajukan ke pengadilan
agama wilayah tempat tinggal istri.
69 Abdul Manaf, Aplikasi Asas Equalitas hak dan kududukan suami istri dalam penjamin harta
bersama pada putusan mahkamah agung, (Bandung:Mandar Maju),2006, 25-30. 70 Muhammad Syaifuddin.dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta:Sinar Grafika), 2016, 426.
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis objek dalam penelitian yang akan di gunakan dalam hal ini adalah
jenis penelitian empiris atau di sebut juga penelitian hukum sosiologis, yakni
penelitian hukum (bersifat Kualitatif)71. Sehingga dalam penelitian ini biasa
di sebut penelitian lapangan (field research) yang mana hal ini lebih menit ik
beratkan pada pengumpulan data ataupun informasi yang di peroleh langsung
dari para hakim yang ada di Pengadilan Agama Kabupaten Malang.
71Amiruddin&Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Grafindo
Persada,2010), 133.
48
Dalam jenis penelitian ini yang di pakai adalah yuridis-empiris72.
Melihat banyaknya masyarakat kabupaten Malang yang mengajukan perkara
perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Malang yang mana meliha t
perempuan juga banyak yang menjadi suatu pihak dalam perkara tersebut
yang mana membahas pandangan hakim mengenai penerapan Asas
Kesetaraan Gender pada Pasal 2 Perma No. 3 Tahun 2017 yang mana tentang
Pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriftif kualitatif,73 dengan
kata lain dalam penelitian ini data yang di peroleh berupa data secara primer
maupun data secara sekunder yang di uraikan ke dalam bentuk kalimat bukan
ke dalam bentuk angka-angka.
Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan secara sosial karena
membutuhkan pengumpulan data atau informasi yang berkaitan dengan apa
yang di butuhkan peneliti dalam upaya pelaksaan yang di lakukan hakim
dalam menyelesaikan suatu perkara perceraian pada perempuan yang
berhadapan dengan perkara dalam proses sidang hakim dalam mengadili yang
mana perempuan tersebut sebagai korban maupun pihak yang di
implementasikan kedalam Asas kesetaraan gender pada Pasal 2 PERMA No.
3 Tahun 2017 yakni tentang Pedoman mengadili perkara perempuan yang
72 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Sinar Grafika),2010, 32. 73 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian kuantitatif-kualitatif, (Malang:UIN Malang Pres),2008,
151.
49
berhadapan dengan hukum, dalam hal ini hakim bagaimana agar tidak
memihak kepada salah satu tetapi harus setara.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian adalah tempat yang gunakan untuk memperoleh data
dari Informan yang mana objeknya adalah Pengadilan Agama Kabupaten
Malang yang terletak di Jl. Raya Mojosari No. 77, Jatirejoyoso, Kepanjen,
Malang, Jawa timur. Hal ini di dasarkan dengan beberapa alasan memilih
objek penelitian ini atas pertimbangan mengingat banyaknya perkara yang
masuk dalam hal perceraian pada tahun 2017 mencapai kurang lebih 8000
perkara yang masuk. Perkara putus pada tahun 2017 cerai gugat sejumlah
4475 dan cerai talak sejumlah 1945.Maka dari itu alasan melakukan
penelitian pada Pengadilan Agama Kabupaten Malang dengan adanya suatu
Peraturan Mahkamah Agung yang terbaru tentang pedoman mengadili
perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum dalam hal ini jika di
hubungkan dengan banyaknya kasus perceraian yang ada di Pengadilan
tersebut sangat banyak dan pastinya perempuan juga harus berhadapan
langsung dengan hakim untuk menyelesaiakan perkaranya, maka hal ini
sangat menarik untuk di kaji.
D. Jenis dan Sumber Data
Peneliti menggunakan pedoman primer, yaitu data dalam bentuk verbal
atau kata-kata yang diucapkan secara lisan. dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang berkenaan
50
dengan variabel yang diteliti.74 Karena jenis penelitian ini adalah penelitian
empiris, dalam hal ini mengenai data penelitian di bagi menjadi dua yakni:
1. Sumber Data Primer
Sumber data yang di terima langsung dari seorang informan penelit ian
di lakukan dengan cara wawancara atau interview. Wawancara atau interview
yang akan dilakukan dengan tiga hakim di Pengadilan Agama Kabupaten
Malang. Dengan mendapatkan penjelasan dari hakim dalam hal pelaksanaan
suatu Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA No. 3 Tahun 2017 dalam
hal hakim mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum. Dalam
hal ini bagaimana hakim menerapkan Asas kesetaraan gender tersebut untuk
menjadi landasan dalam hal mengadili suatu perkara perempuan yang mana
perempuan tersebut menjadi korban ataupun perempuan menjadi pihak dalam
suatu perkara perceraian di Pengadilan Agama. Karena jumlah Angka
perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Malang sangat tinggi yang mana
dalam satu tahun mencapai kurang lebih delapan ribu perkara yang masuk
dan putus.
2. Sumber data sekunder
Sumber hukum Sekunder dalam kegunaannya adalah sebagai petunjuk
ke arah mana peneliti melangkah.75Diperoleh dari literatur yang memberikan
informasi yang biasanya di peroleh dari perpustakan atau di sebut literatur
ataupun dari laporan-laporan penelitian terdahulu. Adapun sumber-sumber
74 Suharsimi Arikunt, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik , 2014, (Jakarta: Rineka Cipta),
22. 75 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana), 155.
51
yang di masukkan ke dalam kategori sumber sekunder adalah berupa buku-
buku, jurnal, maupun artikel yang terkait dengan tema yang di ambil untuk di
jadikan sebagai sumber informasi yang berhubungan dengan Pandangan
Hakim dalam mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum
berdasarkan Asas Kesetaraan Gender yang terdapat pada pasal 2 PERMA
NO. 3 Tahun 2017.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mengambil,
merekam, atau menggali data.76 Dalam hal ini untuk memperoleh data yang
berkaitan dengan permasalahan yang di ambil maka di butuhkan beberapa
teknik pengumpulan data diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu percakapan itu
di lakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (Interviewer) dan
terwawancar(interviewee).77 Peneliti melakukan wawancara dengan tiga
hakim terkait Penerapan Asas Kesetaraan Gender Pada Pasal 2 Perma No 3
Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan
dengan Hukum terhadap Perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten
Malang.
Wawancara yang akan peneliti gunakan adalah dengan menggunakan
wawancara semi terstruktur, yang mana dalam wawancara ini pertanyaan
76 Kasiram, Metode Penelitian, (Jakarta:Raja Grafindo,2000),232. 77 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya),2010, 186.
52
terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan dalam serangkaian
pertanyaan tersebut pertanyaan yang sudah di siapkan sebelumnya dan satu
persatu di perdalam untuk mendapatkan keterangan yang lebih lanjut. Dengan
demikian jawaban yang di peroleh bisa meliputi semua variabel dengan
keterangan yang lengkap dan mendalam.
Penelitian memilih tiga hakim untuk bersedia untuk di wawancarai
terkait Implementasi Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 Perma No. 2
Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan
dengan hukum dalam perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Malang.
Adapun Hakim Sebagai Berikut:
Tabel 3.1
Identitas Informan
No. Identitas Hakim
1. Nama : Hermin Sriwulan, S.H.I,.S.H,.M.H.I.
NIP : 19811004.200704.2.001.
Pangkat/Gol : penata, III/c
Jabatan : Hakim Madya Pratama
2. Nama : Drs. Ahmad Syaukani, S.H., M.H.
NIP : 19660620.199303.1.004
Pangkat/Gol : Pembina Tk. I, IV/b
Jabatan : Hakim Madya Muda
3. Nama : H. Syadili Syarbani, S.H.
NIP : 19580605.198101.1.002
Pangkat/Gol : Pembina Tk. I, IV/b
Jabatan : Hakim Madya Muda
53
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada
subjek penelitian.78 Merupakan sumber data sekunder yang di butuhkan untuk
kelengkapan data primer yang di peroleh dari wawancara karena dokumen
berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Dokumentasi sangat di
perlukan karena sebagai bukti telah melakukan wawancara hal ini bisa di
buktikan dengan tulisan-tulisan wawancara, dan foto-foto saat melakukan
wawancara.
F. Metode Pengolahan Data
Prosedur pengelolaan dan analisis data yang sesuai dengan pendekatan
yang digunakan sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini,
maka teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah Setelah
terkumpulnya data selanjutnya adalah pengolahan data yang mana untuk
menyusun data tersebut harus sesuai prosedur agar valid, tahap-tahap dari
pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan data (editing)
Editing atau pemeriksaan kembali data hal-hal penting. Mengoreksi
kembali terkait data-data yang telah ada untuk mengetahui ada kesalahan atau
kurangnya kelengkapan dalam catatan atau berkas-berkas yang menjadi
bahan. Seperti dalam wawancara maupun dokumentasi. Dari data yang telah
di lakukan akan di teliti kembali, karena akan mengambil hasil dari
78 Sukandarrumdi, Metodologi Penelitian Petunjuk Untuk Peneliti Pemula,(Yogyakarta:Gadjah
Mada University Pres,2012),101.
54
wawancara yang di butuhkan. Maka dari itu memilih data yang jelas, lebih
terfokus pada penelitian. Selanjutnya merangkum sehingga dapat tersusun
analisis yang jelas dan benar.
2. Klasifikasi (classifying)
Mengklasifikasikan data yang di peroleh yaitu setelah melakukan
wawancara dan dokumentasi dari informan, kemudian melakukan
pengecekan ulang dan membagi ke dalam pola tertentu atau permaslahan
tertentu untuk mempermudah pembahasan. Dalam hal ini suatu data akan di
jadikan suatu pengelompokan sesuai dengan pola yang sesuai dengan
kebutuhan karena agar mudah untuk membaca dan pembahasan sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
3. Verifikasi (veriviying)
Verifikasi atau juga disebut dengan pemeriksaan kembali tentang
kebenaran data ataupun informasi yang berkaitan dengan penelitian yang
telah di peroleh di lapangan karena hal tersebut untuk menjamin suatu data
yang telah terkumpul dan di olah. Dalam hal ini bisa dengan mencocokan data
dengan fakta di lapangan agar data bersifat akurat dan dapat di pertanggung
jawabkan, dengan jalan menemui para informan kembali kepada para Hakim
yang telah di tunjuk di Pengadilan Agama Kabupaten Malang.
55
4. Analisis (analysing)
Analisis adalah suatu proses penyederhanaan suatu kata yang di bentuk
lebih mudah untuk di baca dan di inteprestasikan.79 Dalam pembuatan kalimat
tidak mengulang-ngulang suatu kata yang mana agar tidak memperboros kata.
Karena suatu data lebih gampang di pahami dengan suatu bentuk kata yang
simple dan mudah di pahami. Analisa data yang digunakan yakni
menggunakan metode analisis deskriptif prespektif kualitatif.
Analisi deskriptif prespektif kualitatif yakni proses analisis data dengan
maksud menggambarkan analisi secara keseluruhan dari data yang telah di
sajikan tidak menggunakan rumusan statistik dan pengukuran. Setelah data di
gambarkan dengan kata-kata, kemudian dipisahkan menurut kategori untuk
memperoleh kesimpulan.80 Dengan mengkaitkan teori yang di gunakan
sebagai penelitian ini, yaitu Asas Kesetaraan Gender Pada Pasal 2 PERMA
No. 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan dengan Hukum terhadap Perceraian.
79 Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi (Eds), Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1995),
263. 80 Arikunto, Prosedur Penelitian. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), 213.
56
5. Pembuatan Kesimpulan (concluding)
Pembuatan kesimpulan adalah suatu langkah terakhir dari proses
penelitian yang telah melalui tahap-tahap, yang mana kesimpulan berisikan
suatu hasil pengumpulan data dan analisis dari keseluruhan untuk
menemukan suatu jawaban dari Rumusan Masalah. Pada tahap pembuatan
kesimpulan ini yang kemudian akan menghasilkan gambaran secara jelas,
ringkas, detail, dan mudah di pahami dalam Asas Kesetaraan Gender Pada
Pasal 2 PERMA No. 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara
Perempuan Berhadapan dengan Hukum terhadap Perceraian pandangan
Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang.
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Pengadilan Agama Kabupaten Malang
Pengadilan Agama Kabupaten Malang dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 tahun 1996 dan
diresmikan pada tanggal 28 Juni 1997. Gedung Pengadilan Agama Kabupaten
Malang terletak di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Malang, yakni Jl.
Raya Mojosari No. 77, Desa Mojosari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten
Malang, Kode Pos 65163, Telepon (0341) 399192, Faximile (0341) 399194,
Gedung Pengadilan Agama Kabupaten Malang.
58
Pengadilan Agama Kabupaten Malang Kelas I A merupakan
Pengadilan Agama terbanyak se-Jawa Timur dan terbanyak ke-2 se-Indonesia
setelah Pengadilan Agama Indramayu dalam jumlah penanganan perkara.
Rata-rata 8000 perkara dalam setahun yang ditangani Pengadilan Agama
Kabupaten Malang Kelas I A, sementara sarana prasarana gedung kantor
kurang memadai untuk pelayanan publik serta belum sesuai dengan prototype
gedung pengadilan yang ditetapkan Mahkamah Agung RI.
Visi dan Misi
Adapun visi dan misi yang diangkat oleh Pengadilan Agama Lamongan
adalah sebagai berikut :
Visi
Terwujdnya badan Peradian Agama yang Agung
Misi
a. Meningkatkan sumber daya manusia aparatur Pengadilan Agama Kab.
Malang yang lebih professional dan propporsioanal.
b. Memberikan dan menyajikan informasi secara transparan, jujur dan
akuntable.
c. Meningkatkan kualitas pekayanan public dibidang hukum dan keadilan
sesuai dengan tupoksi Peradilan Agama dan manajemen pelayanan prima.
d. Mewujudkan citra lembaga Peradilan Agama khususnya di Pengadilan
Agama Kabupaten Malang sesuai visi Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
59
2. Perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Malang
Pada Tahun 2017, perkara perceraian yang diterima berjumlah 6.752
perkara yakni perkara Cerai Gugat dengan jumlah 4. 645 dan perkara cerai
talak 2.107. perkara percerain banyak fakor-faktor yang menjadikan alasan
perceraian adapun tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1
Faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian
Faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian di pengadilan Agama
Kabupaten Malang pada Tahun 2017
NO. Faktor Penyebab Perceraian Jumlah
1. Zina 1
2. Mabuk 22
3. Madat 0
4. Judi 9
5. Meninggalkan satu pihak 563
6. Di hukum penjara 2
7. Poligami 2
8. Kekerasan dalam Rumah Tangga 6
9. Cacat Badan 2
10. Perselisihan Terus Menerus 3.939
11. Kawin paksa 16
12. Murtad 27
13. Ekonomi 2.258
6.847
60
Faktor Penyebab Perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Malang
paling tinggi adalah Perselisihan Terus Menerus yang mana dengan jumlah
paling banyak yakni 3.939 dan faktor Ekonomi juga menjadi suatu alasan
Perceraian yang mana jumlahnya 2.258, jadi dua alasan tersebut paling yang
menjadi faktor perceraian.
Perceraian sendiri pada Tahun 2017 pada perkara yang di terima pada
perkara Cerai Talak Berjumlah 2.107 dan Cerai Gugat 4.645 dan perkara yang
di putus pada Perkara Cerai Talak berjumlah 1.945 dan cerai gugat 4.457. dari
faktor-faktor perkara perceraian tersebut sekitar kurang lebih 10% yang
belum putus.
B. Paparan Data
1. Penerapan Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA No. 3 Tahun
2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan
dengan Hukum terhadap Perceraian
Menyelesaian Perkara perceraian hanya dapat di lakukan di depan
pengadilan hal tersebut di jelaskan dalam pasal 114 Kompilasi Hukum Islam
dan pasal 39 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Perkara
perceraian dalam pengadilan sangat banyak, hal tersebut melibatkan laki-lak i
dan perempuan. mengadili perkara perceraian bahwasannya dalam aturan
Perma No 3 tentang Pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan
dengan hukum. Dalam pasal 2 bahwa mengadili suatu perkara harus
berdasarkan Asas yang mana salah satunya Asas kesetaraan gender yaitu
kesamaan dan keseimbangan kondisi antara laki-laki dan perempuan untuk
61
memperoleh kesempatan dan hak-hak nya sebagai manusia agar mampu
berperan dan berpartisipasi di berbagai bidang. Bagaimana perkara perceraian
yang banyak melibatkan pihak kaum perempuan yang berhadapan dengan
hukum.
Di jelaskan oleh bu Hermin selaku hakim Perempuan di Pengadilan Agama Kabupaten Malang menjelaskan bahwa:
“Dalam kesetaraan gender bahwa sebenarnya hukum telah menerapkan asas equality be for the law, tetapi hal tersebut perempuan selalu masih dipandang pada kelemahan, pada dasarnya seorang
perempuan yang mana harus adanya suatu kesetaraan dan tidak adanya pembedaan agar dalam perlakuan pun harus sama dalam hal
mengadili.”81
Bapak Syadzili Menjelaskan bahwa:
“ kesetaraan gender sendiri dalam hal mengadili perihal perceraian
ialah bagaimana dalam mengadili tidak adanya suatu pembedaan
antara laki-laki dan perempuan yang mana hal ini sifatnya harus setara
atau sama”82
Kedua hakim tersebut menjelaskan bahwa kesetaraan gender dalam
pengadilan pada perkara perkara perceraian yang mana mengadili sendiri
ialah suatu hal yang tidak harus membeda-bedakan antara laki-laki dan
perempuan harus sama rata dalam hal mengadili tidak memihak pada satu
pihak harus setara dan adil.
81 Hermin, wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 25 April 2018) 82 Syadzili, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018)
62
Selanjutnya, dalam wawancara yang mana penerapan Asas kesetaraan
gender tersebut dalam hal mengadili terhadap perceraian, yakni sebagai
berikut:
Pernyataan dari Bu Hermin sebagai hakim perempuan:
“ hakim dalam hal ini jika dalam perceraian hakim memastikan atau
melihat yang mana hakim memiliki hak ex oficio hakim sesuai dengan apa yang menjadi wewenang agar suatu keadilan di terapkan yang
mana harus melihat perkara yang terjadi dengan melihat adanya suatu alasan-alasan dan pembuktian yang didalilkan harus kuat”83
Begitu pula pernyataan hakim pak syaukani:
“ hakim di sini tidak boleh membeda-bedakan, laki-laki dan perempuan pasti di berlakukan sama sesuai dengan tahapan-tahapan
di persidangan yang mana jika dalam perceraian pasti yang pertama jika keduanya hadir pasti hakim menasihati terlebih dalulu dan
menanyakan pokok permasalahan dan berusaha untuk mendamaikan”84
Dalam penyelesaian suatu Perkara perceraian dalam hal tahap
mengadili di Pengadilan maka hakim berpedoman dengan tugas
kewenangannya dalam hal mengadili suatu perkara yang mana pada Undang-
undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman sesuai dengan pasal 4 ayat 1 dengan tidak membeda-bedakan
orang.
Dalam proses dalam tahapan persidangan hakim dalam mengadili
berupaya mendamaikan karena hakim harus aktif dan sungguh-sungguh.
83 Hermin, wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 25 April 2018) 84 Syaukani, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018)
63
Pernyataan hakim dari pak Syadzili:
“hakim pertama kali dalam persidangan pasti menasehati dan
berupaya mendamaiakan pihak yang berperkara dalam
persidangan”85
Dalam tahapan-tahapan persidangan hakim dalam mengadili harus
sesuai prosedur yang mana hakim harus teliti dalam melihat perkara yang di
ajukan dan menanyakan setiap gugatan yang di ajukan dan memberikan
kesempatan untuk para pihak dalam membela diri dan mengajukan segala
kepentingan.
Pernyataan hakim Bu Hermin:
“setiap proses persidangan pasti hakim memberikan kesempatan untuk
para pihak untuk berbicara, gugatan yang akan di bacakan dan akan
di tanyakan bahwa gugatan tersebut sudah sesuai apa belum. Para
pihak pun akan di beri kesempatan untuk menolak atau menerima
dengan kesesuaian apa yang telah terjadi”86
Dalam proses pemeriksaan dan mengadili perkara hakim wajib meliha t
fakta kenyataan dengan pembuktian dengan memberikan alat-alat bukti yang
sah dengan cara alat bukti saksi dan bukti-bukti yang lain yang memperkuat.
85 Syadzili, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018) 86 Hermin, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 25 April 2018)
64
Pernyataan hakim Pak Syaukani:
“setiap proses persidangan pastilah menanyakan permasalahan sesuai
dengan perkara yang telah di ajukan setelah itu menimbang dan
melihat fakta dengan beban kesesuain beban pembuktian dan jawaban
dari pihak tergugat”87
Pernyataan hakim Pak Syadzili:
“Dalam proses persidangan hakim pasti akan memberikan hak untuk
berbicara dan memberikan pembuktian yang mana pertanyaan hakim
tidak keluar dari perkara yang di ajukan”88
Pemberian hak dalam proses dan memberikan akses jalan haruslah di
berikan secara adil dan sesuai prosedural yang telah ada maka dari itu
bagaimana harus bersikap agar tidak adanya sifat diskriminasi.
Pernyataan Hakim Bu Hermin:
“haruslah hakim teliti dalam proses mengadili yang mana melihat
perkara yang di ajukan, dengan begitu pertimbangan yang akan di berikan dengan melihat para pihak memberikan penjelasan serta dengan bukti yang lain maka dari itu akan tidak adanya sifat
diskriminasi karena keduanya telah mendapatkan hak untuk berbicara dan menjelaskan fakta keadaan yang terjadi dari para pihak sendiri”89
87 Syaukani, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018) 88 Syadzili, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018) 89 Hermin, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 25 April 2018)
65
Dengan banyaknya perkara perceraian yang mana hal ini melibatkan
perempuan menjadi pihak dan korban. Sebab-sebab perceraian pun juga
berbagai faktor dari pertengkaran, ekonomi, salah satu pihak meninggalkan,
KDRT dan berbagai macam yang menjadi alasan.
2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam
Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dalam
Perceraian untuk mewujudkan Asas Kesetaraan Gender.
Hakim dalam mengadili harus mewujudkan suatu Kesetaraan Gender
yang mana agar adanya suatu pertimbangan dengan tidak adanya perbedaan,
yang berperkara perempuan maupun laki-laki di pengadilan terhadap
perceraian. Perma No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman mengadili perkara
perempuan berhadapan dengan hukum.
Seperti halnya yang telah dijelaskan dalam wawancara dari bu Hermin :
”melihat pekara perceraian saat sidang alasan-asalan yang di berikan
oleh pihak perkara, pihak mana yang bisa memberikan pembuktian
yang kaut sesuai dengan alasan perceraiannya”.90
Dalam suatu pertimbangan dalam proses mengadili, hakim dalam
pengambilan keputusan haruslah bersikap adil agar tidak adanya diskriminas i
dengan demikian hakim harus jeli dalam mempertimbangkannya. Sesuai
dengan bunyi pasal 1 pada Undang-Undang Republik Indonesia tentang
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi peradilan dilakukan “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
90 Hermin, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 25 April 2018)
66
perkara perceraian ada Cerai Talak dan Cerai Gugat .
Sepertihalnya perkara Cerai Gugat di sini Perempuan sebagai pihak
yang berperkara atau yang mengajukan gugatan. Banyak faktor yang melatar
belakangi dalam hal ini yang paling banyak adalah sebab ekonomi,
Perselisihan, dan salah satu pihak meninggalkan.
Pernyataan dari hakim pak Syaukani:
“karena penyebab perceraian di sini adalah cerai gugat yang mana paling banyak pihak perempuan pergi keluar negeri untuk menjadi TKW dan pulang untuk mengurus perceraian di karenakan alasan
nafkah yang di berikan suami tidak bisa untuk mencukupi kebutuhan dan si istri sudah tidak keberatan untuk bercerai, dalam hal ini hakim
pasti memberi pertimbangan dari alasan-alasan tersebut dan mendatangkan suami dan saksi-saksi dari pihak dan suami tetapi jika dari pihak suami tidak hadir dan tidak ada suatu alasan apapun dengan
ketidak hadirannya dalam panggilan tersebut maka hakim akan mempertimbangkan dengan musyawarah hakim dengan mengambil
jalan tengah dari perkara perceraian tersebut.91
Perkara cerai talak di pengadilan sendiri di ajukan dengan banyak
alasan yang mana lebih kepada pertengkaran dan pihak pergi tanpa pamit.
Pernyataan dari hakim Pak syadzili sendiri:
“ jika melihat dalam perkara cerai talak harus kuat suatu alasan yang di ajukan dalam pengadilan yang mana dalam mengadili ada
pertimbangan yang mana melihat istri dalam hal ini di talak karena sebab-sebab yang telah melanggar atau yang di sebut nusyuz, tetapi
nusyuz itu tidak selalu dilakukan oleh istri suami pun juga bisa melakukan nusyuz. Demikian jika dalam hal perkara tersebut istri datang saat persidangan pasti hakim memberikan hak untuk istri
mendapatkan hak-hak nya”.92
91 Syaukani, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018) 92 Syadzili, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018)
67
Dalam perkara perceraian hakim berpedoman pada peraturan Undang-
undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang mana menjelaskan suatu bentuk
kepastian hukum dalam melindungi secara seimbang antara suami dan istri
agar kedudukan keduanya sama atau setara tidak ada perbedaan.
Dalam mendapatkan kemanfaatan hak nafkah dan harta bersama
bahwasannya memiliki hak dan kewajiban yang mana menurut pasal 41 huruf
c UU No. 1 Tahun 1974 bahwa pengadilan dapat mewajibkan bekas suami
istri untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu
kewajiban bagi bekas istri.
Pernyataan dari hakim Bu Hermin: “Dalam Undang-undang sendiri telah di jelaskan akibat dari
peceraian suami memiliki kewajiban dalam hal memberikan nafkah iddah yang akan di berikan kepada pihak istri dan jika suami tidak mau
membayar nafkah tersebut maka putusan belum bisa dilaksanakan, terlihat jelas bahwa dalam hal ini tidak ada yang menjadi hal yang di rugikan sesuai dengan kesepakatan dan tidak adanya suatu
diskriminasi telah mengadili dengan setara dan tidak ada perbedaan”93
Dalam pembagian harta bersama dijelaskan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 pada pasal 35 bahwa harta bersama adalah harta yang di peroleh
selama perkawinan. Pasal 37 menjelaskan tentang apabila perceraian maka
pembagian harta bersama di atur menurut hukumnya masing-masing.
Penjelasan Pak Syaukani “dalam pembagian harta bersama jika suami
bekerja dan istri bekerja maka istri akan mendapatkan lebih banyak, jika
suami bekerja dan istri hanya sebagai ibu rumah tangga atau tidak
bekerja maka pembagian harta bersama di samakan”.
93 Hermin, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 25 April 2018)
68
Pada pasal 88 Kompilasi Hukum Islam bahwa dalam penyelisihan harta
bersama itu diajukan di Pengadilan Agama. Pasal 97 bahwa janda atau duda
cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
C. Analisis Data
1. Penerapan Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA No. 3 Tahun
2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan
dengan Hukum terhadap Perceraian.
perempuan adalah manusia yang dilahirkan merdeka, mempunya i
martabat, sama hal nya dengan pria, sehingga tidak boleh ada diskriminas i
dalam bidang apapun. 94
Hak-hak yang melekat pada diri wanita yang dikodratkan sebagai
manusia sama halnya dengan pria; diutamakan dalam hal ini adalah hak untuk
mendapatkan kesempatan dan tanggung jawab yang sama dengan pria di
segala bidang kehidupan.95
Dalam setiap keterlibatan perempuan dalam suatu perkara salah satunya
dalam perceraian haruslah memberikan hak dengan sesuai dan tidak adanya
perbedaan. Karena perceraian adalah suatu hal yang memiliki dampak negatif
dan positif bagi pihak yang berpekara.
94 Lusian Margareth Tijow, Perlindungan Hukum bagi perempuan Korban Janji
Kawin,(Malang:Inteligensi Media,2017),32. 95 Tapi omas ihromi. Sulistyowati I. Achie Sudiarti L, Penghapusan diskriminasi terhadap wanita,
(Bandung:Alumni),2000,238.
69
Perceraian adalah seorang suami dan seorang istri telah terjadi ketidak
cocokan batin berakibat pada putusnya suatu tali perkawinan melalui putusan
pengadilan.96 Perceraian bisa terjadi karena kehendak dari pihak perempuan
ataupuan laki-laki yang mana hal tersebut ada cerai talak dan cerai gugat,
perkara perceraian harus di laksanakan atau dilakukan di depan pengadilan
Agama yang mana daerah hukumnya mewilayahi tempat tingga l
perempuan.97
Pada tahun 2017 perkara perceraian di pengadilan Agama kabupaten
Malang sejumlah 8.354 cerai talak berjumlah 2.107 dan cerai gugat berjumlah
4.645. banyak faktor-faktor alasan yang menjadikan perceraian yakni zina,
mabuk, madat, judi, Meninggalkan salah satu pihak, di hukum penjara,
poligami, Kekerasan dalam Rumah Tangga, cacat badan, Perselisihan terus
menerus, kawin paksa, Murtad, Ekonomi.
Dalam penyelesaian perkara peceraian pasti banyak perselihan
mengenai Hak dan kewajiban mantan suami istri menurut pasal 41 huruf c
UU No. 1 Tahun 1974 ialah pengadilan dapat mewajibkan bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi
bekas istri.
96 Alimuddin, Penyelesaian Kasus KDRT di Pengadilan Agama, (Bandung: Mandar Maju.2014). 27 97 Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, 189.
70
Proses Peradilan dalam hal mengadili memiliki ketentuan dalam setiap
tahap-tahap yang mana hal tersebut terdapat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia kewenangan tersebut di pegang oleh kehakiman yang memiliki dua
kewenangan mengadili yakni wewenang mutlak dan wewenang relatif.
Dalam proses peradilan bahwasannya Hakim memeliki kewenangan
dalam mengadili sesuai dengan pasal 1 ayat 1 undang-undang Republik
Indonesia No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.98
Tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa, mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang di ajukan kepadanya dan berkewajiban
membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan.99
Firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 49:100
وأانحكم بينهم با انزل هللا
Dan hedaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
di turunkan Allah (QS. Al-Maidah: 49)
98 Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kekuasaan Kehakiman No. 50 Tahun 2009 Pasal 1
ayat (1) 99 Dr. H. Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta:kencana), 2014, 7. 100 QS. Al-Maidah: 49
71
Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara perceraian harus wajib
memiliki dan menghayati tentang kesetaraan gender yang mana merupakan
salah satu pihak dalam perkara perceraian yang seringkali tidak terakomodir
kepentingan dan hak-hak nya. Karena hal ini dalam perkara perempuan
banyak melibatkan perempuan yang terlibat yang mana semua itu sama tidak
ada perbedaan.
Tabel 4.2 Penerapan Kesetaraan Gender
No. Hakim Penerapan Kesetaraan Gender Keterangan
1. Pak Syadzili Dalam mengadili harus sesuai
dengan isi gugatan. Melihat
dalam permasalahan dalam
pengajuan perkara. dengan
banyaknya perkara perceraian
perempuan yang menjadi
pihak utama.
-Dalam penerapan
kesetaraan gender
belum begitu terlihat.
-peradilan sudah ada
undang-undang yang
mengatur dalam
perlakuan adil dan
tidak membeda-
bedakan dalam
pengajuan perkara.
2. Bu Hermin Dalam suatu perkara
perceraian dalam peradilan
Agama sudah ada yang
menguatkan tentang Asas
Equality be for the law, dalam
perkara perceraian dengan
adanya Peraturan tentang
Perempuan yang berhadapan
sikap dalam
perlakuan telah
memberikan jaminan
terhadap akses
kesetaraan gender
dalam memperoleh
peradilan.
72
dengan hukum sebab
perempuan dalam keadaan
yang lebih lemah. Hakim
dalam Ex oficio juga memilik i
hak ketika perempuan tidak
mengajukan hak nya.
3. Pak Syaukani Dalam Perkara Perceraian
lebih banyak perempuan yang
mengajukan perceraian.
-Hakim dalam
memposisikan
perempuan lebih
condong bahwa
perempuan lebih
pada pihak yang
bersalah.
-Perempuan dalam
peradilan memilik i
hak yang sama.
Berdasarkan Tabel di atas di antara ketiga Hakim memiliki persamaan
yaitu sama-sama dalam peradilan menerapkan kesamaan dalam persidangan.
Dengan penjelasan bahwa semua dalam peradilan dalam mengadili di
persidangan dengan tidak adanya perbedaan. Dalam perkara perceraian
perempuan banyak menjadi pihak yang mengajukan.
Dalam Perma No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman mengadili perkara
Perempuan berhadapan dengan hukum bahwa dalam pasal 3 menjelaskan
tentang hakim dalam menerapkan Asas yang telah ada dan memberikan
perlakuan dalam mengadili suatu perkara dalam menangani perempuan
bahwa hakim harus memahami dan menerapkan asas hukum sebagaimana
73
yang di maksud, mengidentifikasi situasi perlakuan yang tidak setara
sehingga mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan dan, menjamin
hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan.101
Dalam Firman Allah S.W.T surat Al-Hujarat ayat 13102 :
لنااكم يا عا أن ثاى واجا ر وا لاقنااكم من ذاكا ا الناس إان خا كم أاي ها ارافوا إن أاكراما عا باائلا لت ا ق ا شعوب وااكم إن اللا عندا الل قا بري أات ليم خا عا
Artinya : Wahai Manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengena l.
Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Telit i.
(QS. Al-Hujarat : 13)
Ayat tersebut menjelaskan secara konteks kesamaaan tentang tidak
adanya perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Setiap orang memilik i
pemahan berbeda-beda dalam melihat pemahaman sesuai dengan
perkembangan masyarakat.
101 PERMA No. 3 Tahun 2017 Pasal 3 102 QS. Al-Hujarat : 13
74
proses pembentukan kesetaraan dan keadilan gender dalam hukum
islam, yaitu:103
a. Perlindungan hak-hak perempuan melalui hukum, perempuan tidak
dapat diberlakukan semena-mena oleh siapapun karena mereka di
pandang sama di hadapan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku yang berbeda dengan masa jahiliyah.
b. Perbaikan hukum keluarga, perempuan mendapat hak menentukan
jodoh, mendapatkan mahar, hak waris, pembatasan dan pengaturan
poligini, mengajukan talak gugat, mengatur hak-hak suami istri yang
seimbang, dan hak pengasuhan anak.
c. Perempuan di perbolehkan mengakses peran-peran publik, mendatangi
masjid, mendapatkan hak pendidikan, mengikuti peperangan, hijrah
bersama nabi, dan peran mengambil keputusan.
d. Perempuan mempunyai hak mentasarufkan (membelanjakan) hartanya,
karena merupakan simbol kemerdekaan dan kehormatan bagi setiap
orang.
e. Perempuan mempunyai hak hidup dengan cara menetapkan aturan
larangan melakukan pembunuhan terhadap anak perempuan yang
menjadi tradisi bangsa arab jahiliyyah.
103 Mufidah, Ch., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang:Uin-Maliki Pres),2013,
21.
75
kesamaan dan keseimbangan kondisi antara laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu
berperan dan berpartisipasi di berbagai bidang.104 kesetaraan dan keadilan
gender, khususnya perempuan, berpangkal tolak dari pengalaman
perempuan.105
Kesetaraan Gender dalam setiap mengadili perkara perceraian dengan
menggunakan kemaslahatan sebagai pelaksanaan peradilan. Hakim tidak
serta merta dalam memutus perkara hanya mempertimbangkan Keadilan dan
Kesetaraan Gender karena masih memiiki aspek yang lain.
Dalam setiap pelaksanaan peradilan perkara perceraian dengan
pertimbangan kemaslahatan hakim tidak hanya berpacu pada undang-undang
tetapi memberikan suatu pertimbangan kemudharatan bagi para kedua pihak
dan tentang kemaslahatan bagi rumah tangga pihak berperkara dengan jalan
salah satunya dengan perceraian di antara keduanya.
“hakim tidak hanya memakai undang-undang saja sebagai sumber
rujukan tetapi juga memakai rujukan kitab dalam memutuskan
perkara”106
Sebab Hukum tidak hanya berupa peraturan semata, malainkan sebuah
sistem hukum yang meliputi subtansi, struktur, dan kultur hukum. Oleh
karena itu, diperlukan langkah- langkah membangun hukum yang berkeadilan
104 PERMA NO. 3 Tahun 2017 Tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan
hukum 105 L.M Gandhi Lapian, Disiplin Hukum yang mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender,
(Jakarta:yayasan pustaka obor indonesia), 2012,23-24. 106 Syadzili, Wawancara, (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018).
76
gender, mengintegrasikan perspektif gender dan pengintegrasian perspektif
kepentingan terbaik dalam rangka upaya pemenuhan hak-haknya. Sehingga
upaya yang dilakukan tidak hanya mendorong lahirnya kebijakan hukum
yang berkeadilan gender, melainkan juga mengubah paradigma yang tidak
adil gender menjadi berkeadilan gender.107
Setiap hukum yang di jalankan tidak hanya sebagai pedoman saja tetapi
dalam pelaksaan harus sesuai agar manfaat. Menjalankan sesuai peraturan
yang ada dan jadilah hal yang menjadi suatu akses yang terpercaya. Agar
tidak adanya perselihan yang terus-menurus. Dalam keputusan peradilan
yang adil dan tidak ada pembeda.
2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam
Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan hukum dalam
Perceraian untuk mewujudkan Asas Kesetaraan Gender.
Hakim di dalam menyelesaikan perkara perdata berkewajiban untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hakim wajib mengadili menurut hukum
karena hal tersebut sebagai kendali atas asas kebebasan hakim sebab tanpa
adanya kewajiban mengadili menurut hukum, hakim dengan berlindung atas
nama kebebasan hakim dapat bertindak sewenang-wenang di dalam
menjatuhkan putusan, sedangkan setiap putusan hakim harus di anggap benar
dan harus di hormati (res judicata provaritate habitur).
107https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/438/hukum-yang-berkeadilan-untuk-
mewujudkan-kesetaraan-gender jam 18.53 15/05/2018
77
Hakim selain menegakkan hukum di dalam menyelesaikan perkara
perdata berkewajiban pula untuk menegakkan keadilan. Putusan hakim yang
tidak mencerminkan rasa keadilan maka putusan tersebut tidak mempunya i
makna apa pun dan kadangkala putusan tersebut menimbulkan bencana bagi
para pencari keadilan. Pandangan hakim berada di posisi tiga dimensi yaitu,
dimensi : kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.108
Dalam Firman Allah S.W. T surat An-Naml ayat 32:109
تشهدونحتي قالت أي يهاامللؤاأفتوىن ىف أمرى ماكنت قاطعةامرا
Berkata dia (Bilqis) : “Hai para Pembesar berilah aku pertimbangan dalam
urusanku (ini) aku tidak pernah Memutuskan sesuatu persoalan sebelum
kamu berada dalam Majelis(ku)”.( QS. An-Naml:32)
Dalam putusan pengadilan hakim dalam suatu perkara harus
menggunakan dalil-dalil atau dasar hukum yang ada.110 Dalam
pertimbangan harus melihat segala aspek yang bersifat yuridis, filosofis, dan
sosiologis. Keadilan harus sesuai dengan hukum dan perundang-undangan.
Sedangkan keadilan moral dan keadilan sosial di terapkan hakim dengan
melihat nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.111
108 Dr. H. Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata, (Jakarta:kencana), 2014,8. 109 QS. An-Naml:32 110 Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama , (Bogor:Ghalia Indonesia) 40. 111 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim: dalam Perspektif Hukum Progresif,(Jakarta: Sinar
Grafika), 126.
78
Pertimbangan hukum yang di pakai sesuai dengan Legal Justice.
Keadilan Hukum (Legal Justice) adalah keadilan berdasarkan hukum dan
perundang-undangan. Hakim hanya memutus perkara berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Hakim sebagai pelaksana Undang-undang.112
Pelaksanaan putusan yang ada di pengadilan Agama Kabupaten Malang
bahwa Perkara Perceraian yang di putus sangat banyak setiap tahun. Talak
maupun cerai gugat yang diajukan. Berbicara dengan banyaknya perkara
perceraian yang masuk berdasarkan faktor perceraian yang paling banyak
akan jelaskan dalam tebel berikut:
Tabel 4.3
Pertimbangan Hakim
NO.
Faktor
Penyebab
Perceraian
Permasalahan Perimbangan Hakim
1. Meninggalkan
satu pihak
Permasalahan meninggalkan
salah satu pihak sering terjadi
karena akibat pertengkaran terus
menerus kebanyakan perempuan
akan pergi untuk bekerja tidak
izin suami dalam keadaan pulang
pihak istri mengajukan
perceraian.
Melihat permasalahan
perkara yang di ajukan
dalam isi gugatan dengan
pembuktian bahwa istri
bekerja mancari nafkah
dengan bekerja di luar
negeri hal ini di buktikan
dalam proses kesaksian
dan bukti perempuan itu
benar-benar bekerja dan
mencari nafkah sendiri.
112 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim: dalam Perspektif Hukum Progresif,(Jakarta: Sinar
Grafika),127.
79
2.
Kekerasan
dalam Rumah
Tangga
Meminta Nafkah batin dengan
berlebih berakibat istri tidak
sanggup mencukupi dan suami
tidak terima berakibat dengan
memaksa.
Dalam Gugatan telah
terjadi KDRT adanya
pembuktian dengan
memeriksa benar-benar
telah melakukan
kekerasan.
3.
Perselisihan
Terus
Menerus
Permasalahan yang sering terjadi
karena tidak ada kesepahaman
antara suami dan istri dengan
alasan suami tidak bisa
memenuhi kebutuhan yang di
inginkan istri dan berakibat
sering adu mulut tidak ada jalan
titik temu yang menjadikan
damai
Melihat gugatan yang di
ajukan dengan
pembuktian dari
keduanya. Dalam perkara
perceraian dalam
pembuktian telah terbukti
benar-benar tidak bisa di
damaikan dalam
perselihannya.
4. Ekonomi
Gugatan yang di ajukan masalah
faktor Ekonomi lebih banyak
pada istri yang tidak di beri
nafkah oleh suami yang mana
pada akhirnya istri bekerja keluar
negeri untuk bekerja dan setelah
bekerja dan suami di rumah
hanya yang menerima hasil.
pada dasarnya yang
menjadi pertimbangan
hakim dalam hal
mengadili dengan
melihat kebenaran dalam
pembuktian yang telah di
ajukan bahwa dalam
ekonomi suami hanya
menunggu kiriman dari
istri dan tidak bekerja.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa hakim dalam memberikan
pertimbangan dalam mengadili harus berdasakan pembuktian dan menjamin
terhadap akses kesetaraan dalam memperoleh keadilan. Sepertihalnya yang
80
di jelaskan perma no. 3 tahun 2017 dalam pasal 6 bahwa dalam pemeriksaaan
hakim harus mempertimbangkan kesetaraan gender dan stereotipgender
dalam peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis, melakukan
penafsiran peraturan perundang-undangan dan/atau hukum tidak tertulis yang
dapat menjamin kesetaraan gender113.
Setiap pertimbangan dalam putusan hakim dalam setiap perkara
haruslah adil dan setara antara pihak laki-laki dan perempuan. Karena
kesetaraan dan keadilan antara wanita dan pria (equality and equity), yaitu
persamaan hak dan kesempatan. Konsep arti kesamaan antara wanita dan pria
merupakan suatu masalah, karena istilah persamaan secara konvensiona l
diartikan sebagai “hak untuk sama dengan pria”. Dasar itu adalah karena
adanya kenyataan bahwa wanita mengalami ketidaksetaraan gender dengan
pria. Dalam hal lain menganggap bahwa wanita dan pria adalah sama, yang
mana perbedaan biologis antara wanita dan pria serta perbedaan gender tidak
merupakan faktor-faktor yang tidak perlu di pertimbangkan dan bukan faktor-
faktor yang menentukan.114
Mencegah diskriminasi terhadap wanita, melarang diskriminas i
terhadap wanita, melakukan identifikasi adanya diskriminasi terhadap wanita
dan melakukan langkah-langkah untuk memperbaikinya, melaksanakan
sanksi atas tindakan diskriminasi terhadap wanita, memberikan dukungan
pada penegakan hak-hak wanita dan mendorong persamaan, kesetaraan, dan
113 Pasal 6 PERMA No. 3 Tahun 2017 114 Tapi omas ihromi. Sulistyowati I. Achie Sudiarti L, Penghapusan diskriminasi terhadap wanita,
(Bandung:Alumni),2000,27-29.
81
keadilan, melalui langkah-langkah proaktif, serta meningkatkan persamaan
de-facto wanita dan pria.115
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 7 Tahun 1984 Tentang
pengesahan Mengenai Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminas i
Terhadap Wanita).116
Dijelaskan di beberapa Pasal yang isinya sebagai berikut:
Pasal 15
a) Negara-Negara Peserta Wajib Memberikan Kepada Wanita
persamaan hak dengan pria di muka hukum.
Dalam menyelesaikan perkara perceraian hakim dalam memutus
banyak pertimbangan yang harus di lakukan dengan menyesuaikan bentuk-
bentuk gugatan yang telah di ajukan dan penyataan serta bukti-bukti. Karena
itu semua harus di pertimbangkan.
Akibat perceraian Hak dan kewajiban mantan suami istri menurut pasal
41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 ialah pengadilan dapat mewajibkan bekas
suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas istri.117
a) Memberi Mut’ah (memberikan untuk menggembirakan hati) kepada bekas
istri. Suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya hendaklah
memberikan mut’ah pada bekas istrinya itu.
115 Sulistyowati,Perempuan dan Hukum, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2006),124. 116 Hak Asasi Perempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan keadilan Gender. Universitas
Indonesia, Edisi III. (jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2007),23-24. 117 Muhammad Syaifuddin.dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta:Sinar Grafika), 2016, 400.
82
b) Memberi nafkah, pakaian dan tempat kediaman untuk istri yang di talak
itu selama ia masih dalam keadaan iddah. Apabila habis masa iddahnya,
maka habislah kewajiban memberi nafkahnya, pakaian dan
tempatkediaman.
c) Membayar atau melunasi mas kawin.
d) Membayar nafkah untuk anak-anaknya.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Asas Kesetaraan Gender pada PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan dengan hukum dalam
perceraian, Dasar hukum hakim dalam mengadili suatu perkara harus
memberikan sikap adil dan setara yang mana hal tersebut ada pada
Undang-undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman sesuai dengan pasal 4 ayat 1 dengan tidak
membeda-bedakan orang dan juga harus memdapatkan perlakuan yang
sama seperti yang ada pada Asas Equality ini diatur dalam pasal 5 ayat 1
Undang-undang No. 4 Tahun 2004 dan pasal 58 ayat 1 Undang-undang
No. 7 Tahun 1989 yang mana peradilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan. Hakim dalam pelaksanaan mengadili sesuai
84
dengan prosedur yang telah ada dan dengan mempertimbangkan alasan-
alasan perceraian dan dalam menerapkan kesetaraan gender masih belum
benar-benar menerapkan karena masih adanya menyalahkan pihak
perempuan yang di anggap salah bahwasaanya dalam kesetaraan gender
tidak ada perbedaan apapun semua sama.
2. Pertimbangan dalam mengadili suatu perkara untuk menerapkan
kesetaraan gender hakim memiliki dasar hukum yang mana sesuai dengan
suatu perkara yang di ajukan mengenai alasan-alasan dan kekuatan hukum
yang menguatkan dengan melihat dari pembuktian, saksi-saksi yang di
hadirkan, undang-undang yang menjadi patokan dan hukum yang telah
ada. Karena pengadilan berfungsi dan berwenang menegakkan hukum
harus berlandaskan hukum, tidak bertindak di luar hukum. Sepertihalnya
dalam Perma No. 3 pasal 6 ayat 1 mempertimbangkan kesetaraan gender
dan sterotip gender dalam peraturan perundang-undangan dan hukum
tidak tertulis. Sepertihalnya dalam pemberian nafkah selama istri iddah
agar tidak merugikan pihak perempuan dan pembagian harta bersama yang
adil selama perkawinan dengan tidak membeda-bedakan harus sama.
85
B. Saran
1. Peneliti Selanjutnya
Hendaknya untuk penelitian selanjutnya lebih meningkatkan yang
berhubungan dengan melihat kejadian-kejadian sudah tejadi dalam
mengadili tentang Asas Kesetaraan Gender pada Pasal 2 PERMA No. 3
Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan
dengan Hukum yang mana akan lebih memperlihatkan suatu fakta yang ada
di lapangan. Hal tersebut akan lebih memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan akademik. Penelitian yang mendalam akan lebih mengasah
dedikasi sangat di perlukan karena masih banyak masyarakat yang belum
memahami pereturan perundang-undangan yang ada di indonesia
khususnya dalam hal mengadili pada suatu perkara yang banyak melibatkan
perempuan.
2. Masyarakat Umum
Untuk mempertimbangkan dalam mengajukan perkara perceraian di
pengadilan karena pada dasarnya untuk melihat kedepannya pada hak-hak
yang biasa menjadi tanggungan suami setelah perceraian akan menanggung
beban itu sendiri karena iddah ada batasan waktunya kecuali dalam hal
pengasuahan anak atau pembebanan untuk anak di tanggung keduanya tapi
banyak kemungkinan yang menanggung sepenuhnya yang merawatnya.
85
86
3. Aparat Pemerintah
Untuk hakim yang mengadili perkara perceraian lebih pada untuk
mempertimbangkan dengan melihat perkara yang menjadi alasan-alasan
perceraian dan memaksimalkan dengan melihat akibat dari perceraian
dengan memahami hak-hak perempuan yang bercerai dalam mengadili agar
keduanya terima dengan putusan yang telah di jatuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Karim
QS. Al-Hujarat : 13
QS. Al-Maidah: 49
QS. An-Naml:32
Qs. An-Nisa’:135
BUKU
Ali. Zainuddin, Hukum perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Sina r
Grafika),2009.
Ali. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Sinar Grafika),2010.
Ali. Zainudin, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika,
2009) .
Alimuddin, Penyelesaian Kasus KDRT di Pengadilan Agama,
(Bandung:Mandar Maju),2014.
Amiruddin&Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian
Hukum,(Jakarta:Grafindo Persada,2010).
Arikunt. Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik , 2014,
(Jakarta: Rineka Cipta).
Arikunto, Prosedur Penelitian. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993).
Aripin. Jaenal, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di
Indonesia, (Jakarta:Kencana,2008).
Darwin. Muhajir M., Negara dan perempuan, (Yogyakarta:Grha Guru),
2005.
Dr. H. Sunarto, Peran Aktif Hakim dalam Perkara Perdata,
(Jakarta:kencana), 2014,79.
Fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah, 2015.
Hak Asasi Perempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan keadilan
Gender. Universitas Indonesia, Edisi III. (jakarta:Yayasan Obor
Indonesia,2007).
Handayani. Trisakti,sugiarti, Konsep dan teknik penelitian gender,
(Malang:UMM Pres),2006.
Harahab. Yahya, kedudukan kewenangan dan acara pengadilan agama,
(Jakarta:Sianar Grafika, 2003), cet.2.
ihromi Tapi omas. Sulistyowati I. Achie Sudiarti L, Penghapusan
diskriminasi terhadap wanita, (Bandung:Alumni),2000.
IKAPI DKI Jakarta, Hak Asasi Perempuan Instrumen Hukum Untuk
Mewujudkan keadilan Gender, (Yayasan Obor Indonesia), 2007.
Kasiram, Metode Penelitian, (Jakarta:Raja Grafindo,2000).
Kasiram. Moh, Metodologi Penelitian kuantitatif-kualitatif, (Malang:UIN
Malang Pres),2008.
Kelompok kerja perempuan dan anak Mahkamah Agung RI Masyarakat
Pemantauan Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan
dengan Hukum, Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerja
sama dengan Australia Indonesia Partnership for justice.
Lapian. L.M Gandhi, Disiplin Hukum yang mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender, (Jakarta:yayasan pustaka obor indonesia), 2012.
Mahkamah Agung Ri, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan
Agama,buku II,edsi 2009.
Manaf. Abdul, Aplikasi Asas Equalitas hak dan kududukan suami istri dalam
penjamin harta bersama pada putusan mahkamah agung,
(Bandung:Mandar Maju),2006.
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi (Eds), Metode Penelitian Survei,
(Jakarta: LP3ES, 1995).
Moleong. Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja
Rosdakarya),2010.
Mufidah Ch, Paradigma Gender, (Malang:Banyumedia Publishing), 2003.
Mufidah, Ch., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang:Uin-
Maliki Pres),2013.
Mujahidin. Ahmad, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama,
(Bogor:Ghalia Indonesia).
Mulia. Siti Musdah, Muslimah Perempuan pembaru keagamaan Reformis,
(Mizan Pustaka:Bandung).
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana).
Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam,.
Relawati. Rahayu, Konsep dan aplikasi penelitian gender, (Bandung:Muara
indah), 2011.
Rifai. Ahmad, Penemuan Hukum oleh Hakim: dalam Perspektif Hukum
Progresif,(Jakarta: Sinar Grafika).
Rofiq. Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo
Persada, 2015).
Sabiq. Syayid, Fiqh Sunnah, Jilid. 3, (Kairo: Darul Fath, 2013).
Sadli. Saparinah, Berbeda tetapi setara, (jakarta:buku kompas),2010.
Safa’at. Rachmad, Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
(Malang:IKIP MALANG), 1998.
Santoso. Agus, Hukum, moral, keadilan: sebuah kajian filsafat hukum,
(jakarta:Prenada media group), 2014.
Sihite. Romany, “Perempuan,kesetaraan,&keadilan, (Jakarta:Grafindo
persada),2007.
Soekanto. Soerjono, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakkan Hukum,
(Jakarta: Rajawali, 1983).
Sukandarrumdi, Metodologi Penelitian Petunjuk Untuk Peneliti
Pemula,(Yogyakarta:Gadjah Mada University Pres,2012).
Sulistyowati,Perempuan dan Hukum, (Jakarta:Yayasan Obor
Indonesia,2006).
Syaifuddin. Muhammad., Sri Turatmiyah. Annalisa Yahanan, Hukum
Perceraian, (Jakarta:Rawamangun), 2016.
Syaifuddin. Muhammad.dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta:Sinar Grafika),
2016.
Syarifuddin. Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
(Jakarta:Kencana,2009).
Syarifuddin. Amir, HukumPerkawinanIslam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2014).
Syarifuddin. Prof. Dr. Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
(Jakarta:Kencana),2006.
Tijow. Lusian Margareth, Perlindungan Hukum bagi perempuan Korban
Janji Kawin,(Malang:Inteligensi Media,2017).
Umar. Dzulkifli dan Utsman Handoyo, Kamus Hakim Dictonary of Law
Complete, Edition (Quantum Media Pres, 2010).
Waluyo. Bambang, Implementasi kekuasaan kehakiman Republik Indonesia,
(jakarta: Sinar Grafika), edisi.cet 1, 1991.
Skripsi
Arifin Ali Mustofa,”Tinjauan Asas Keadilan, Kepastian Hukum dan
Kemanfaat dalam putusan hakim terhadap pembagian harta bersama
dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Sukoharjo”, Skripsi
Sarjana, (Surakarta: IAIN Surakarta,2017).
Brama Kuncoro,” Penerapan Asas Cepat, sederhana dan Biaya Ringan dalam
Penyelesaian Perkara Cerai Talak di Pengadilan Agama Mungkid
Magelang”. Skripsi Sarjana,(Surakarta: Universitas sebelas maret
surakarta,2010)
Muhammad Iqbal Ghozali, “Pengaruh Pemahaman Isu Kesetaraan Gender
dalam Kasus Cerai Gugat di Pengadilan Agama Sleman”.Tes is
Pascasarjana, (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga,2015).
Nurul Mimin Jannah, “Telaah Metode Pemikiran KH. Husein Muhammad
terhadap Kesetaraan Gender dalam Hukum Perceraian
Indonesia”,Skripsi Sarjana,(Salatiga:Institut Agama Islam Negeri
Salatiga, 2016).
Undang-Undang
Kompilasi Hukum Islam
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
PERMA NO. 3 Tahun 2017 Tentang pedoman mengadili perkara perempuan
berhadapan dengan hukum
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 1989 atas perubahan
Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006 atas
perubahan Undang-undang Republik Indonesia No. 50 Tahun 2009
Tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 7 Tahun 1984 Tentang
pengesahan Mengenai Konvensi Penghapusan segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Wanita.
Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Nomor. 137K/AG/2007 tanggal 19
September 2007, dan Nomor 276 K/AG/2010.
WEB
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/438/hukum-yang-
berkeadilan-untuk-mewujudkan-kesetaraan-gender jam 18.53 15/05/2018
Https://KBBI. .web.id di akses 04-02-2018 08.29 WIB
Wawancara
Syadzili, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018)
Syaukani, Wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 09 Mei 2018)
Hermin, wawancara (Pengadilan Agama Kabupaten Malang, 25 April 2018)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Wazirotus Sa’adah
Tempat/ Tanggal Lahir
Nganjuk, 11 April 1996
Alamat RT. 12 RW. 06 Dsn. Pulosari
Desa. Kalianyar Kec.Ngronggot Kab. Nganjuk
Jawa Timur
No. Hp 0821-4307-2566
E-mail [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL
No. Nama Instansi Alamat Tahun Lulus
1. TK Pertiwi II Kalianyar
Desa. Kalianyar Kec. Ngronggot Kab.
Nganjuk Jawa Timur
2001-2002
2. SD Negeri II Kalianyar
Desa. Kalianyar Kec. Ngronggot Kab.
Nganjuk Jawa Timur
2002 – 2008
3.
MTsN 1 Nganjuk
Desa Nglawak Kec.
Kertosono Kab. Nganjuk Jawa Timur
2008 – 2011
4.
MAN 1 Nganjuk
Desa Nglawak Kec.
Kertosono Kab. Nganjuk Jawa Timur
2011 - 2014
LAMPIRAN
Gambar 1.1 Wawancara Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang, Ibu
Hermin
Gambar 1.2 Wawancara Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang, Bapak
Syadzili
Gambar 1.3 Wawancara Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang, Bapak
Syaukani
Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kabupaten Malang