IR.suhaRDI Keselamatan Jalan

download IR.suhaRDI Keselamatan Jalan

of 118

description

Heru Satrya

Transcript of IR.suhaRDI Keselamatan Jalan

  • IMPLEMENTASI PROGRAM

    KESELAMATAN JALAN (PADA ACARA PERINGATAN HARI KORBAN KECELAKAAN LALU-LINTAS SEDUNIA)

    IR. SUHARDI, M.SC

    DIREKTUR BINA TEKNIK

    DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

    Jakarta, 21 November 2012

  • OUT LINE

    Isu Keselamatan Lalu Lintas

    Kebijakan terkait Keselamatan Jalan

    Strategi Menciptakan Jalan yang Lebih Berkeselamatan

    Uji Laik Fungsi Jalan

    RUNK

  • Isu Keselamatan Lalu Lintas

  • FAKTA

    Road traffic accidents merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia dan diprediksikan akan menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian pada tahun 2020 (WHO,1990);

    Angka korban jiwa akibat kecelakaan di jalan Indonesia mencapai lebih dari 30 ribu jiwa per tahun;

    Perkembangan kendaraan bermotor di Indonesia sangat pesat. Dari MTI diperoleh data sbb:

  • 100,000

    1,000,000

    10,000,000

    100,000,000 1

    98

    6

    19

    88

    19

    90

    19

    92

    19

    94

    19

    96

    19

    98

    20

    00

    20

    02

    20

    04

    20

    06

    20

    08

    20

    10

    20

    12

    Tahun

    Pertumbuhan Jalan

    Pertumbuhan Kendaraan

    PERTUMBUHAN PANJANG JALAN VS JUMLAH KENDARAAN

    65 juta

    13 juta

    Kondisi Tahun 1995:

    1 km jalan untuk 40 kendaraan

    Kondisi Tahun 2008:

    1 km jalan untuk 149 kendaraan

    Kondisi Tahun 2010:

    1 Km jalan untuk 158 Kendaraan

    Sumber: BPS (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17&notab=11)

    77 juta

    327 ribu 437 ribu

    487ribu

  • 0

    1,000,000

    2,000,000

    3,000,000

    4,000,000

    5,000,000

    6,000,000

    7,000,000

    8,000,000

    9,000,000

    20

    00

    20

    01

    20

    02

    20

    03

    20

    04

    20

    05

    20

    06

    20

    07

    20

    08

    20

    09

    20

    10

    2011

    20

    12

    Mobil Penumpang

    Sepeda Motor

    Sumber: Kompas 21 Feb. 2012

    PERTUMBUHAN KENDARAAN

    TANTANGAN KESELAMATAN ANGKUTAN JALAN

  • PROFIL KECELAKAAN BERDASARKAN JENIS KENDARAAN

    147,391, 70%

    25,502, 12%

    25,227, 12%

    5,272, 3% 3,109, 1%

    4,200, 2%

    Sepeda motor

    Mobil penumpang

    Truk

    Bus

    Khusus

    Tidak Bermotor

    Kecelakaan berdasar Jenis Kendaraan Tahun 2011

    140,277, 69%

    26,495, 13%

    20,347, 10%

    6,099, 3% 2,050, 1%

    8,066, 4%

    Sepeda motor

    Mobil penumpang

    Truk

    Bus

    Khusus

    Tidak Bermotor

    Kecelakaan berdasar Jenis Kendaraan Tahun 2010

    SUMBER: NTMC Korlantas POLRI

  • Sumber: Kompas 18 Jun 2011

    JUMLAH KORBAN KECELAKAAN DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA PADA TAHUN 2010

    Korban Meninggal Pada Kecelakaan Lalu-Lintas 2010

    Total: 31 234 Jiwa

  • FAKTOR PENYEBAB TABRAKAN

    SUMBER: MTI

    Secara Umum, Faktor penyebab kecelakaan lalulintas adalah:

    Faktor Manusia,

    67%

    Faktor Kendaraan,

    5%

    Faktor Jalan &Lingkungan,

    4%

    Kombinasi faktor

    tersebut, 24%

  • Kemampuan terbatas dalam menyediakan infrastruktur tepat waktunya

    Pemanfaatan bagian jalan yang tidak sebagaimana mestinya

    Tantangan pemanfaatan badan jalan dengan beban melebihi (overloading)

    Jalan arteri dpt diakses langsung dari jalan lingkungan/lokal

    Ruas jalan masih banyak yang tanpa marka & rambu

    Bangunan permanen terlalu dekat di sisi jalan

    Simpang sebidang dengan titik konflik terlalu banyak & terbuka

    Alinyemen jalan masih banyak yang sub-standar

    Bahu jalan beda tinggi dengan badan jalan

    Kejadian iklim yang ekstrim: banjir yang lama, panas yang tinggi

    Budaya berkendaraan

    BEBERAPA AKAR PERMASALAHAN TERKAIT

    KESELAMATAN JALAN

  • Kebijakan terkait Keselamatan Jalan

  • PERATURAN TERKAIT KESELAMATAN JALAN

    UU 38 / 2004 Tentang Jalan

    PP 34 / 2006 Tentang Jalan

    UU 22 / 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

    RPJMN 2010-2014

    Renstra Bina Marga 2010-2014

    Resolusi PBB No 62/255 tentang Improving Road Safety

    Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan

  • Menciptakan jalan yang Self Explaining & Self Enforcing/ Regulating:

    Perencana merancang infrastruktur ber-keselamatan tinggi Dikomunikasikan ke pengguna: marka, rambu, sinyal Gunakan teknik komunikasi efektif Mudah dicerna pengguna & konsisten Mampu menegakkan tanpa bantuan penegak hukum

    Menciptakan jalan yang Memaafkan - Forgiving Road

    Manusia berbuat salah Kesalahan sedikit jangan berdampak fatal Munculkan respek bagi perancangnya

    KONSEP JALAN YANG LEBIH BERKESELAMATAN

  • KEAMANAN JALAN VS KESELAMATAN JALAN

    Azas penyelenggaraan jalan adalah:

    kemanfaatan, keamanan, keselamatan, keserasaian dll.

    Azas keamanan dan keselamatan didifinisikan pada penjelasan uu 38/04:

    o Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah :

    suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang dan/atau

    kendaraan dari gangguan melawan hukum dan/atau rasa

    tajut dalam berlalu lintas

    o Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah:

    suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko

    kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh

    manusia, kendaraan, jalan dan/atau lingkungan

  • Jalan baru atau jembatan baru sesuai uu jalan, menggambarkan

    perbedaan antara memenuhi aspek keamanan dan memenuhi aspek

    keselamatan:

    Perencanaan jalan berorientasi pada: kendaraan kritis dengan beban terbesar & kemampuan manuver rendah.

    Pemenuhan aspek keamanan adalah pemenuhan persyaratan teknis, spesifikasi biasanya dilakukan pada saat pho/fho dan

    untuk jembatan besar juga didukung dengan uji beban.

    Evaluasi persyaratan teknis sebelum operasional akan mendukung keselamatan jalan (uji laik fungsi).

    Evaluasi laik fungsi jalan seharusnya mengarah kepada aspek keselamatan lalu-lintas spt perambuan, marka dan fasilitas

    pendukung lalin seperti guardrail, clearzone, dsb (yang akan

    memberikan tingkat keselamatan yang tinggi bagi pengendara).

    PENYEDIAAN PRASARANA

  • Strategi Menciptakan Jalan yang Lebih

    Berkeselamatan

  • APA PERAN UTAMA DITJEN. BINA MARGA TERKAIT

    KESELAMATAN JALAN??

    Laik Fungsi Jalan

    Renstra Bina Marga 2011-

    2020

    RUNK /Decade of Action

    Pilar - 2: Jalan yang Lebih

    Berkeselamatan

    iRap

    Kegiatannya, antara lain:

    o Audit Keselamatan Jalan

    o Inspkesi Keselamatan Jalan

    o Investigasi dan Penanganan

    Lokasi Rawan Kecelakaan

  • PROSES UTAMA DALAM REKAYASA KESELAMATAN JALAN

    PROSES REAKTIF

    Investigasi lokasi rawan kecelakaan berdasarkan pd data tabrakan suatu lokasi, &

    bertujuan utk mengurangi jumlah

    tabrakan dan/atau tingkat

    keparahan pd lokasi tersebut.

    PROSES PROAKTIF

    Audit Keselamatan Jalan dgn menggunakan keahlian

    yg sama, tetapi dilakukan dlm

    tahap perencanaan utk

    mencegah tabrakan.

  • Dari Tahun 2009-2012, Dit. Bintek ,Ditjen Bina Marga telah melakukan Investigasi Lokasi Rawan sebanyak 153 Lokasi dan Audit Keselamatan Jalan sebanyak 47 Lokasi dengan rincian sebagai berikut:

    NO Kegiatan 2009 2010 2011 2012

    1 Investigasi Lokasi

    Rawan Kecelakaan

    7 Lokasi 33 Lokasi 97 Lokasi 15 Lokasi

    2 Audit Keselamatan

    Jalan

    8 Lokasi 5 Lokasi 34 Lokasi -

    Audit Keselamatan Jalan dan Investigasi Lokasi Rawan

  • Pelaksanaan Audit Keselamatan Jalan Di Lingkungan Bina Marga

    Untuk Audit Keselamatan Jalan, target

    yang harus dicapai mulai tahun depan

    (program RUNK), adalah 10% dari

    Pekerjaan Ruas jalan Nasional sudah

    harus di Audit. Oleh karena itu: Mulai Tahun depan

    - Tiap Balai sudah harus

    melaksanakan Audit keselamatan

    jalan pada paket pekerjaan jalan baik

    pada tahap FS, maupun DED.

    - Direktorat Bina Teknik akan

    melakukan training AKJ dan telah

    menyusun buku Katalog

    Keselamatan jalan sebagai guide

    dalam melaksanakan AKJ maupun

    inspeksi keselamatan jalan.

  • Pada tahun 2011-2012, Ditjen Bina Marga bekerja sama dgn IndII, telah

    menyusun 3 buku Petunjuk Teknis Keselamatan Jalan. Buku tsb

    menjelaskan tentang Penerapan Aspek Keselamatan Jalan berupa: Petunjuk Teknis Rekayasa Keselamatan Jalan, Manajemen Hazard Sisi

    Jalan, dan Keselamatan di Lokasi Pekerjaan Jalan

    Penyusunan Panduan Teknis Keselamatan Jalan

  • Uji Laik Fungsi Jalan

  • ROAD SAFETY LAIK FUNGSI

    AMANAT UU 38/2004, PP 34/2006, UU 22/2009

    Jalan Baru

    - Audit pada tahap

    perencanaan dan

    pelaksanaan

    Aspek Teknis

    - Geometrik jalan

    - Struktur perkerasan jalan

    - Struktur bangunan pelengkap

    - Pemanfaatan bagian-bagian jalan

    - Teknis perkerasan jalan

    Jalan Eksisting

    - Penyusunan

    rekomendasi

    perbaikan blackspot

    dan penanganan

    - Inspeksi keselamatan

    jalan

    Perangkingan

    pelayanan

    jalan (star

    rating)

    berdasarkan

    SISTEM iRAP

    Aspek Dokumen Administrasi

    - Status jalan

    - Penetapan kelas dan kepemilikan

    tanah

    - Penetapan leger jalan

    - Dokumen lingkungan

    SERTIFIKAT

    LAIK FUNGSI

    INVESTMENT

    PLAN

    (berbasis

    keselamatan

    jalan disamping

    standard yang

    berlaku HDM

    IV)

  • KETERKAITAN ANTARA LAIK FUNGSI DAN KESELAMATAN JALAN

    Tujuan dari dilaksanakannya Uji Laik Fungsi Jalan salah satunya adalah tersedianya jalan yang

    berkeselamatan

    Kegiatan Keselamatan Jalan sudah termasuk dalam uji laik fungsi jalan secara teknis

    (Form Uji Laik Fungsi Teknis (Permen PU No 11/PRT/M/2010) tidak jauh berbeda dengan daftar

    periksa audit keselamatan jalan untuk tahap operasional jalan (Pd-T-17-2005-b))

  • UU RI No. 22/2009 tentang LLAJ: Pasal 8: Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi pengaturan,

    pembinaan, pembangunan, dan pengawasan prasarana Jalan

    (f) Uji Kelaikan Fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas.

    Pasal 22: (1)Jalan yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan

    laik fungsi Jalan secara teknis dan administratif (2)Penyelenggara Jalan wajib melaksanakan uji kelaikan

    fungsi Jalan sebelum pengoperasian Jalan (3) Penyelenggara Jalan wajib melakukan uji kelaikan fungsi

    Jalan pada Jalan yang sudah beroperasi secara berkala dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau sesuai dengan kebutuhan

    Latar Belakang Uji Laik Fungsi Jalan

  • 1. Pada tahun 2011, Ditjen Bina Marga, telah menyusun 2 buku Panduan Teknis ULFJ. Buku tsb berupa: Panduan Teknis Pelaksanaan Laik Fungsi Jalan, dan Panduan Teknis Pengisian Form Laik Fungsi Jalan

    2. Ditjen Bina Marga juga telah menerbitkan surat perintah tugas Tim Uji Laik Fungsi Jalan dan surat Keterangan Penetapan Tim Uji laik Fungsi Jalan di 10 Balai yang keanggotaanya terdiri dari unsur Bina Marga, Perhubungan, dan Kepolisian

    Pelaksanaan Uji Laik Fungsi Jalan

  • Rencana Umum Nasional

    Keselamatan (RUNK) Jalan

  • STAKEHOLDERS

    RUNK Transportasi Jalan memuat Program dan Rencana Aksi :

    1. Manajemen Keselamatan Jalan (Road Safety Management)

    2. Jalan Yang Berkeselamatan (Safer Road)

    3. Kendaraan Yang Berkeselamatan (Safer Vehicle)

    4. Pendidikan Keselamatan Jalan (Education /Enforcement)

    5. Perawatan Pasca Kecelakaan (Post Crash)

    STAKEHOLDERS:

    Kementerian PPN/Bappenas

    Kementerian Perhubungan

    Kementerian Pekerjaan Umum

    POLRI

    Kementerian Dalam Negeri

    Kementerian Pendidikan

    Kementerian Kesehatan

    BPPT

    Perguruan Tinggi

    Kementerian Perindustrian

    RENCANA UMUM NASIONAL KESELAMATAN

    & STAKEHOLDER

  • PROGRAM PILAR 2

    PILAR 2: JALAN YANG LEBIH BERKESELAMATAN

    1. Badan Jalan yang Berkeselamatan

    2. Perencanaan dan Pelaksanaan Pekerjaan

    Jalan yang Berkeselamatan

    3. Menyelenggarakan peningkatan standar

    kelaikan jalan yang berkeselamatan

    4. Lingkungan jalan yang berkeselamatan

  • KEGIATAN 1. BADAN JALAN YANG LEBIH

    BERKESELAMATAN

    NO KEGIATAN RUNK TARGET HINGGA 2016 TINDAK LANJUT

    1 Penutupan lobang jalan Waktu tanggap 7x24 jam Kegiatan2 ini harus merupakan bagian dari

    kegiatan business as usual (Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas

    Jalan Nasional) yang dilaksanakan oleh

    Bina Marga yang telah diatur melalui

    Permen PU No.13/2011 tentang Tata Cara

    Pemeliharaan dan Penilikan Jalan.

    Perlu adanya Surat Edaran Dirjen. Bina

    Marga yang kembali mempertegas

    pelaksanaan kegiatan tersebut untuk

    mendukung RUNK.

    Penanggungjawab: Balai dan Binlak

    2 Perbaikan genangan air Waktu tanggap 7x24 jam

    3 Penanganan jalan licin Waktu tanggap 7x24 jam

    4 Perbaikan bahu jalan 40% dari panjang jalan nasional

    non perkotaan dengan bahu

    diperkeras

  • KEGIATAN 2. PERENCANAAN DAN PEKERJAAN JALAN

    LEBIH BERKESELAMATAN

    NO KEGIATAN RUNK TARGET HINGGA 2016 TINDAK LANJUT

    5 Pelaksanaan Audit

    Keselamatan Jalan Pada

    Tahap Studi Kelayakan

    30% dari jumlah FS Pembangunan

    Jalan Baru

    Penanggungjawab: Bipran

    AKJ telah dilaksanakan pada proyek-proyek

    berbantuan luar negeri (EINRIP dan RRDP)

    Perlu adanya Surat Edaran Dirjen. Bina Marga

    yang menginstruksikan kepada Balai untuk

    melaksanakan AKJ pada proyek-proyek yang

    dimaksud.

    6 Pelaksanaan Audit

    Keselamatan Jalan Pada

    Tahap DED

    30% dari jumlah DED Jalan Baru dan

    Peningkatan Kapasitas

    Penanggungjawab: Balai, Bintek

    7 Pelaksanaan Audit

    Keselamatan Jalan Pada

    Tahap Konstruksi

    50% dari proyek-proyek multiyears

    Penanggungjawab: Balai, Bintek

    8 Pelaksanaan Inspeksi

    Keselamatan Jalan

    30% dari panjang jalan nasional

    Penanggungjawab: Binlak

    Inspeksi dilaksanakan melalui Program Uji Laik

    Fungsi Jalan Nasional (ULFJN). Target akan dapat

    terpenuhi 100% pada akhir 2013.

    9 Pelaksanaan Perbaikan

    Lokasi Rawan Kecelakaan

    30% dari seluruh lokasi rawan

    kecelakaan pada jalan nasional

    Penanggungjawab: POLRI, Balai,

    Bintek

    Kepolisian belum mengeluarkan data resmi jumlah

    lokasi rawan kecelakaan. Bina Marga, melalui

    Renstra 2010-2014, telah mentargetkan

    penyusunan rekomendasi pada 250 lokasi, dan

    pelaksanaan perbaikan pada 150 lokasi. Saat ini,

    telah tersusun 137 rekomendasi dan pelaksanaan

    perbaikan di 2 lokasi.

  • KEGIATAN 3. PENINGKATAN STANDAR KELAIKAN

    JALAN LEBIH BERKESELAMATAN

    NO KEGIATAN

    RUNK

    TARGET HINGGA

    2016

    TINDAK LANJUT

    10 menyediakan standar

    kelaikan jalan yang

    berkeselamatan

    Tersedia

    Penanggungjawab: Bintek,

    Balitbang

    11 Menyediakan

    pedoman manajemen

    penyelenggaraan jalan

    yang

    Tersedia

    Penanggungjawab: Bintek,

    Balitbang

    12 Penerapan

    manajemen

    penyelenggaraan jalan

    yang berkeselamatan

    60% terlaksana

    Penanggungjawab:

    Sekditjen?

    Dit. Bintek telah mempersiapkan

    konsep manajemen keselamatan jalan.

    Perlu SE Dirjen untuk mengesahkan

    dan mengintegrasikan konsep tersebut

    ke dalam siklus pembangunan jalan.

  • KEGIATAN 4. LINGKUNGAN JALAN LEBIH

    BERKESELAMATAN

    NO KEGIATAN

    RUNK

    TARGET HINGGA

    2016

    TINDAK LANJUT

    13 Pengendalian

    pemanfaatan rumija

    40% dari panjang ruas jalan

    nasional terkendali

    Penanggungjawab: Balai,

    Pemda, kementerian terkait

    Sekjen PU perlu mengkoordinasikan

    pembentukan MoU lintas kementerian

    terkait bersama Pemerintah Daerah

    untuk mengembalikan fungsi ruang

    milik jalan. Untuk pelaksanaan

    pengendaliannya dilakukan oleh Balai,

    pemda, dan kementerian terkait

    14 Pengendalian

    pemanfaatan ruang

    sepanjang jalan

    40% dari panjang ruas jalan

    nasional terkendali

    Penanggungjawab: Balai,

    Pemda, Ditjen. Taru,

    kementerian terkait

    15 Menyediakan

    perlindungan pejalan

    kaki

    30% dari panjang jalan

    perkotaan

    Penanggungjawab: Balai

    Program ULFJN akan mengidentifikasi

    ruas jalan perkotaan yang memiliki

    potensi besar membahayakan pejalan

    kaki.

    Penanganan rekomendasi ULFJN

    harus diprioritaskan pada perlindungan

    pejalan kaki.

  • KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

    DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

    TERIMA KASIH

  • PANDUAN

    PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN

    DI WILAYAH PERKOTAAN

    NO. 010/T/BNKT/1990

    DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

    DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

  • PRAKATA

    Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

    bangsa, sesuai dengan U.U. no. 13/1980 Tentang Jalan, Pemerintah berkewajiban melakukan

    pembinaan yang menjurus ke arah profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat

    maupun di daerah.

    Adanya buku-buku standar, baik mengenai Tata Cara Pelaksanaan, Spesifikasi, maupun

    Metoda Pengujian, yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan

    pemeliharaan merupakan kebutuhan yang mendesak guna menuju ke pengelolaan jalan yang

    lebih baik, efisien dan seragam.

    Sambil menunggu terbitnya buku-buku standar dimaksud, buku "Panduan Penentuan

    Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan" ini dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan

    intern di lingkungan Direktorat Pembinaan Jalan Kota.

    Menyadari akan belum sempurnanya buku ini, maka pendapat dan saran dari semua

    pihak akan kami hargai guna penyempurnaan di kemudian hari.

    Jakarta, Januari 1990.

    DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA

    DJOKO ASMORO

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    1. Pedahuluan ........................................................................................................................ 1 2. Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 1 3. Ruang Lingkup ................................................................................................... 1 4. Pengertian ....................................................................................................... 1 4.1. Sistem Jaringan Jalan Primer 1

    4.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder 5 4.3. Kaitan antara Hirarki Jalan dengan Sistem Jaringan Jalan Menurut Wewenang Pembinaan ......................................................................................... 6 5. Kriteria yang Dipertimbangkan dalam Menetapkan Klasifikasi Fungsi Jalan

    5.1. Jalan Arteri Primer . 9

    5.2. Jalan Kolektor Primer .. 12

    5.3. Jalan Lokal Primer . 15

    5.4. Jalan Arteri Sekunder ................................................................................................................ 15

    5.5. Jalan Kolektor Sekunder 16 5.6. Jalan Lokal Sekunder . 16

    6. Penutup ........................................................................................................................................... 20

  • I. PENDAHULUAN

    Akhir-akhir ini, jaringan jalan di kota-kota besar di Indonesia telah dittandai dengan kemacetan - kemacetan lalu lintas. Selain akibat pertumbuhan lalu lintas yang pesat, kemacetan tersebut disebabkan oleh terbaurnya peranan arteri, kolektor dan lokal pada jalan yang seharusnya berperan sebagai jalan arteri dan sebaliknya.

    Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu kiranya dilakukan pemantapan fungsi jaringan

    jalan kota. Panduan klasifikasi fungsi jalan ini diharapkan dapat membantu proses penetapan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan. Acuan utama panduan ini adalah Undang-Undang nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1985 tentang Jalan. ruas-ruas jalan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya dapat dipakai sebagai pegangan dan petunjuk seperti untuk koordinasi dengan manajemen sistem transportasi dan tata guna lahan. Koordinasi tersebut dimaksudkan untuk dapat diterapkannya penggunaan jaringan jalan sesuai dengan fungsinya, sehingga sistem transportasi yang efisien disamping keselamatan lalu lintas dapat ditingkatkan/diwujudkan.

    2. MAKSUD DAN TUJUAN

    Buku panduan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan dalam perencanaan jaringan jalan di wilayah perkotaan. Buku panduan ini diharapkan dapat memperjelas penentuan klasifikasi fungsi jalan, sehingga pelaksanaan tugas pembinaan dan perencanaan jaringan jalan di wilayah perkotaan dapat lebih terarah.

    3. RUANG LINGKUP

    Buku panduan ini hanya membahas jaringan jalan di wilayah perkotaan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sekunder. Pokok bahasan meliputi sistem jaringan jalan dan kriteria untuk fungsi ruas jalan. Dengan menggunakan kriteria dalam penetapan fungsi jalan pada buku panduan ini, klasifikasi fungsi jalan kota saat sekarang dan yang dituju dapat diformulasikan.

    4. PENGERTIAN

    Jaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki. 4.1. Sistem Jaringan Jalan Primer

    a. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi.

    b. Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan.

    c. Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota. Jaringan jalan primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer antara lain: industri skala regional, terminal barang/pergudangan,

    1

  • pelabuhan, bandar udara, pasar induk, pusat perdagangan skala regional/ grosir.

    d. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan

    kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

    e. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.

    f. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu

    dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil.

    g. Yang dimaksud dengan kota jenjang kesatu ialah kota yang berperan melayani

    seluruh satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang paling tinggi dalam satuan wilayah pengembangannya serta memiliki orientasi keluar wilayahnya.

    h. Yang dimaksud dengan kota jenjang kedua ialah kota yang berperan melayani

    sebagian dari satuan wilayah pengembangannya dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kesatu dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kesatu.

    i. Yang dimaksud dengan kota jenjang ketiga ialah kota yang berperan melayani

    sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kedua dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke kota jenjang kesatu.

    j. Yang dimaksud dengan kota di bawah jenjang ketiga ialah kota yang berperan

    melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang ketiga dan terikat jangkauan serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas.

    k. Kawasan adalah wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup

    pengamatan fungsi tertentu.

    1. Kawasan Primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi primer (Fl) adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.

    m. Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam

    sistem jaringan jalan primer diberikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1 disajikan dalam bentuk matrix dan Gambar 1 disajikan dalam bentuk diagram.

    2

  • Tabel 1 : Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer

    KOTA

    JENJANG

    I

    JENJANG

    II

    JENJANG

    III

    PERSIL

    JENJANG I

    Arteri

    Arteri

    -

    Lokal

    JENJANG II

    Arteri

    Kolektor

    Kolektor

    Lokal

    JENJANG III

    -

    Kolektor

    Lokal

    Lokal

    PERSIL

    Lokal

    Lokal

    Lokal

    Lokal

    3

  • 4

  • 4.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

    a. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

    b. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder

    kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

    c. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan

    kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

    d. Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder.

    Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi ini dapat mengandung fungsi yang terkait pada pelayanan jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat khusus.

    g. Fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan.

    Fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hirarki.

    h. Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota

    sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.

    i. Fungsi sekunder adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan

    kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduk kota itu sendiri. j. Wilayah dimaksudkan sebagai kesatuan geografi beserta segenap unsur yang

    terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif dan atau fungsional.

    k. Struktur kawasan kota dapat dibedakan berdasarkan besarnya penduduk kota yang

    bersangkutan. Ketentuan tentang fungsi kawasan, penduduk pendukung dan jenis sarananya dapat dilihat pada Lampiran.

    1. Hubungan antar kawasan kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan

    jalan sekunder diberikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Tabel 2 disajikan dalam bentuk matrix dan Gambar 2 disojikan dalam bentuk diagram.

    5

  • Tabel 2 : Hubungan antara kawasan kota dengan peranan ruas Jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder KAWASAN PRIMER

    (F1)

    SEKUNDER1

    (21)

    SEKUNDER2

    (F22)

    SEKUNDER 3

    (23)

    PERUMAHAN

    Primer (F1)

    -

    arteri

    -

    -

    -

    Sekunder I L (F21)

    arteri

    arteri

    arteri

    -

    lokal

    Sekunder II (F22)

    -

    arteri

    kolektor

    kolektor

    lokal

    Sekunder III (F23)

    -

    -

    kolektor

    -

    lokal

    Perumahan

    - lokal lokal lokal -

    4.3. Kaitan antara Hirarki Jalan Dengan Sistem Jaringan Jalan MenurutWewenang

    Pembinaan

    Menurut wewenang pembinaan jalan dikelompokkan menjadi jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kotamadya dan Jalan Khusus. a. Jalan Nasional

    Yang termasuk kelompok jalan nasional adalah jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi, dan jalan lain yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional. Penetapan status suatu jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan Keputusan Menteri.

    b. Jalan Propinsi

    Yang termasuk kelompok jalan propinsi adalah: i. Jalan kolektor primer yang menghubungkan lbukota Propinsi dengan Ibukota

    Kabupaten/Kotamadya. ii. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar lbukota Kabupaten/

    Kotamadya. iii. Jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis terhadap kepentingan propinsi. iv. Jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang tidak termasuk jalan nasional.

    Penetapan status suatu jalan sebagai jalan propinsi dilakukan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas usul Pemerintah Daerah Tingkat I yang bersangkutan, dengan memperhatikan pendapat Menteri.

    6

  • 7

  • c. Jalan Kabupaten

    Yang termasuk kelompok jalan kabupaten adalah: i. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi. ii. Jalan lokal primer iii. Jalan sekunder dan jalan lain yang tidak termasuk dalam kelompok jalan nasional,

    jalan propinsi dan jalan kotamadya. Penetapan status suatu jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

    d. Jalan Kotamadya

    Yang termasuk kelompok jalan Kotamadya adalah jaringan jalan sekunder di dalam kotamadya. Penetapan status suatu ruas jalan arteri sekunder dan atau ruas jalan kolektor sekunder sebagai jalan kotamadya dilakukan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas usul Pemerintah Daerah Kotamadya yang bersangkutan. Penetapan status suatu ruas jalan lokal sekunder sebagai jalan Kotamadya dilakukan dengan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

    e. Jalan Khusus

    Yang termasuk kelompok jalan khusus adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi/badan hukum/perorangan untuk melayani kepentingan masing-masing. Penetapan status suatu ruas jalan khusus dilakukan oleh instansi/badan hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khusus tersebut dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.

    f. Perubahan Status Jalan

    Suatu ruas jalan dapat ditingkatkan statusnya menjadi lebih tinggi apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut: i. Ruas jalan tersebut berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah/

    kawasan yang lebih luas dari wilayah/kawasan semula. ii Ruas jalan tersebut makin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengem

    bangan sistem transportasi.

    Suatu ruas jalan dapat diturunkan statusnya menjadi lebih rendah apabila terjadi hal-hal yang berlawanan dengan yang tersebut. di atas. Peralihan status suatu jalan dapat diusulkan oleh pembina jalan semula kepada pembina jalan dituju. Pembina jalan yang menerima usulan atau saran memberikan pendapatnya kepada pejabat yang menetapkan status semula. Penetapan status ruas jalan dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang menetapkan status baru dari ruas jalan yang bersangkutan, setelah mendengar pendapat pejabat yang menetapkan status semula.

    8

  • 5 KRITERIA YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM MENETAPKAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN

    Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing fungsi jalan. Ciri-ciri ini dapat merupakan arahan fungsi jalan yang perlu dipenuhi/ didekati. Sketsa hipotetis hirarki jalan kota dapat dilihat pada Gambar 3. 5.1. Jalan Arteri Primer

    a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota. b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer. c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60

    km/jam. d. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter (Gambar 4).

    9

  • 10

  • 11

  • e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu-lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, dan lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal (Gambar 5).

    f. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diizinkan

    melalui jalan ini. g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. J arak antar jalan

    masuk/akes langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. h. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang

    sesuai dengan volume lalu lintasnya. i. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas

    rata-rata. j. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan

    yang lain. k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan. 1. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu

    pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain. m. Jalur khusus seharusnya disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan

    kendaraan lambat lainnya. n. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median.

    5.2. Jalan Kolektor Primer

    a. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.

    b. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri

    primer. c. Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40

    (empat puluh) km per jam. d. Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter (Gambar 6). e. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar

    jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.

    12

  • 13

  • 14

  • f. Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini. g. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang

    sesuai dengan volume lalu lintasnya. h. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume

    lalu lintas rata-rata. i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan

    pada jam sibuk. j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu

    pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan. k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri

    primer. l. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan

    kendaraan lambat lainnya.

    5.3. Jalan Lokal Primer

    a. Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota. b. Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer

    lainnya. c. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20

    (dua puluh) km per jam. d. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini. e. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter (Gambar 7). f. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem

    primer .

    5.4. Jalan Arteri Sekunder

    a. Jalan arteri sekunder menghubungkan : i. kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu. ii. antar kawasan sekunder kesatu. iii. kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. iv. jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.

    b. Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km per jam.

    c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter (Gambar 8). d. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas

    lambat. e. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.

    15

  • f. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini.

    g. Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai

    dengan volume lalu lintasnya. h. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume

    lalu lintas rata-rata. i. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak

    dizinkan pada jam sibuk. j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu

    pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain. k. Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem

    sekunder yang lain. 1. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan

    kendaraan lambat lainnya. m. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan

    kelas jalan yang lebih rendah.

    5.5. Jalan Kolektor Sekunder a. Jalan kolektor sekunder menghubungkan:

    i. enter kawasan sekunder kedua. ii. kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

    b. Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken keoepatan rencana paling rendah 20

    (dua puluh) km per jam. c. Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter (Gambar 9). d. Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah

    pemukiman. e. Lokasi parkir pads badan jalan-dibatasi. f. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup. g. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah dari sistem primer

    dan arteri sekunder.

    5.8. Jalan Lokal Sekunder a. Jalan lokal sekunder menghubungkan:

    i. enter kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya. ii. kawasan sekunder dengan perumahan.

    b. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) km per jam.

    c. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima) meter (Gambar 10).

    16

  • 17

  • 18

  • 19

  • d. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini di dae-rah pemukiman.

    e. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan

    dengan fungsi jalan yang 'lain. 6. PENUTUP

    Buku panduan ini telah memberikan arahan secara teknis dalam mempersiapkan penetapan klasifikasi fungsi jalan. Selanjutnya hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 6.1. Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem jaringan jalan primer dan

    jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala oleh Menteri Pekerjaan Umum setelah mendengar pendapat Menteri Perhubungan sesuai dengan tingkat perkembangan wilayah yang telah dicapai.

    6.2. Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem jaringan jalan sekunder

    kscuali jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Bupati/Walikota Madya Kepala Daerah

    Tingkat II yang bersangkutan dengan memperhatikan petunjuk Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perhubungan sesuai dengan tingkat perkembangan kawasan kota yang telah dicapai.

    6.3. Kiranya dapat disimpulkan bahwa data utama yang perlu disimpulkan dan

    beberapa faktor khusus yang perlu dipertimbangkan untuk menetapkan klasifikasi fungsi jalan meliputi:

    a Peta jaringan jalan.

    b. Peta tata guna lahan, baik untuk keadaan sekarang maupun rencana

    pengembangannya di masa mendatang yang disertai dengan informasi lebih lengkap mengenai potensi aktivitas - aktivitas perdagangan, pergudangan, perkantoran, industri, pendidikan serta jasa jasa lain baik yang bersifat regional maupun lokal. (Untuk mengurangi konflik antara sistem transportasi dan tata guna lahan, keseimbangan/kesesuaian antara fungsi jaringan jalan dengan tata guna lahan perlu dipenuhi).

    c. Volume kendaraan sesuai dengan jenisnya.

    (Meskipun volume lalu lintas bergantung kepada beberapa faktor, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi volume lalu lintas pada suatu ruas jalan makin tinggi pula klasifikasi jalan tersebut. Sebagai contoh bahwa volume lalu lintas bukan satu-satunya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: suatu ruas jalan yang melayani volume lalu lintas yang rendah dan berdasarkan volume ini bisa digolongkan pada jalan lokal seharussnya adalah jalan arteri sekunder jikalau jalan tersebut melayani kendaraan-kendaraan beret dan hanya satu-satunya ruas jalan yang menghubungkan jalan arteri. Sebaliknya, jalan jalan yang memberikan akses ke daerah parkir suatu pusat pertokoan dan melayani lalu lintas yang tinggi tidak bisa digolongkan sebagai jalan arteri sekunder).

    d. Lebar jalan, rambu-rambu lalu lintas serta fasilitas parkir kendaraan. e. Rute kendaraan umum bis dan bemo serta truk.

    20

  • f. Proporsi lalu lintas menerus pada jalan jalan utama. g. Rencana induk kota. h. Data pendukung lain yang tersedia.

    6.4. Didalam menentukan klasifikasi fungsi jalan, pedoman utama yang harus diikuti adalah pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia tentang jalan serta pasal 4 sampai pasal 1.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 tahun 1985 tentang jalan. Isi pedoman utama ini telah dijabarkan pada Bab pengertian.

    21

  • 22

  • Lampiran STRUKTUR KAWASAN SEKUNDER

    Hirarki Pusat Pelayanan Penduduk Pendukung

    Jenis Sarana

    KM KB KS KK

    F21 - - - 1.000.000 1. Balai Kota 2. Gedung Kesenian 3. Bioskop 4. Mesjid 5. Gedung serbaguna 6. Perpustakaan 7. Parkir 8. Kantor Polisi 9. Kantor Pos 10.Kantor Telepon 11.Kantor PAM 12.Kantor PLN 13.Peribadatan lainnya 14.Pusat Perbelanjaan 15 Akademi/Perti

    F22 F21 - - 480.000- 1. Taman/Tempat main/olah F23

    F22

    F21 -

    1.000.000 120.000- 480.000

    raga 2. Pusat Perbelanjaan 3. Rumah Sakit 4. Gedung serbaguna 5. Bioskop 6. Gedung kesenian 7. Parkir 8. Kantor Wilayah 9. Kantor Polisi 10.Pos Pemadam Kebakaran11.Kantor Telepon 12.Pelayanan Umum dan Rekreasi 1. Taman/tempat bermain

    Olahraga 2. SLA 3. Pusat Perbelanjaan 4 Puskesmas + B pertemuan 5. Gedung Seba Guna 6. Masjid 7. Parkir 8. Kantor Kecamatan 9. Kantor 10.Kantor Pos

    23

  • Hirarki Pusat Pelayanan Penduduk

    Pendukung Jenis Sarana

    KM KB KS KK 11. Pos Pemadam Kebakaran

    12. Kantor Telepon 13. Pelayanan Umum dan Rekreasi

    F-24 F-23 F22 F21 30.000- 1. Taman/tempat main/ 120.000.- olahraga

    2. SLP (2 session) 3. BKIA + Session) 3. BKIA + R. Bersalin 4. Pusat Perbelanjaan 5. Puskesmas + B.Pertemuan6. Apotik 7. Gedung serbaguna 8. Masjid 9. Bioskop 10.Parkir 11. Kantor Lingkungan 12. Kantor Polisi 13. Kantor Pos 14. Pos Pemadam Kebakaran

    F25 F24 F23 F22 2.500- 1. Taman/tempat main/olah 30.000 raga

    2. T.K. 3. S.D. (2 session) 4. Pertokoan 5. Langgar 6. Balai Pertemuan 7. Parkir 8. Pelayanan Umum dan

    Rekreasi Keterangan: KM = Kota Metropolitan KB = Kota Besar KS = Kota Sedang KK = Kota Kecil F21 = Kawasan Sekunder I F22 = Kawasan Sekunder II K23 = Kawasan Sekunder III K24 = Kawasan Sekunder IV F25 = Kawasan Sekunder V

    24

  • UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 38 TAHUN 2004

    TENTANGJALAN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    Menimbang : a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasimerupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupanberbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dankesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksuddalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;

    b. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukungbidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunanantardaerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasionaluntuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, sertamembentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaranpembangunan nasional;

    c. bahwa untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya,pemerintah mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakanjalan;

    d. bahwa agar penyelenggaraan jalan dapat dilaksanakan secaraberdaya guna dan berhasil guna diperlukan keterlibatanmasyarakat;

    e. bahwa dengan adanya perkembangan otonomi daerah,tantangan persaingan global, dan tuntutan peningkatan peranmasyarakat dalam penyelenggaraan jalan, Undang-Undang

    1

  • Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3186) tidak sesuai lagi sebagailandasan hukum pengaturan tentang jalan;

    f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud padahuruf a, huruf b, huruf, c, huruf d, dan huruf e perlu dibentukundang-undang tentang jalan;

    Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;

    Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    danPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG JALAN.

    BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

    1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat NegaraKesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri;

    2. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang jalan;

    3. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yanglain sebagai badan eksekutif daerah;

    4. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagilalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalankereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

    5. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

    6. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

    7. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dansebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

    8. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol;

    2

  • 9. Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,pembangunan, dan pengawasan jalan;

    10. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunanperencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundang-undangan jalan;

    11. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian danpengembangan jalan;

    12. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran,perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian danpemeliharaan jalan;

    13. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertibpengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan;

    14. Penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan,pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya;

    15. Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus denganpengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebidangserta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan;

    16. Badan Pengatur Jalan Tol yang selanjutnya disebut BPJT adalah badan yang dibentuk oleh Menteri, berada di bawah, dan bertanggung jawab kepada Menteri;

    17. Badan usaha di bidang jalan tol yang selanjutnya disebut Badan Usaha adalahbadan hukum yang bergerak di bidang pengusahaan jalan tol;

    18. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkandan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalampengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis;

    19. Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukummaupun yang tidak berbadan hukum.

    BAB II ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP

    Pasal 2

    Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dankeselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi danakuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan.

    Pasal 3

    Pengaturan penyelenggaraan jalan bertujuan untuk:

    a. mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jalan;

    b. mewujudkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan;

    3

  • c. mewujudkan peran penyelenggara jalan secara optimal dalam pemberian layanankepada masyarakat;

    d. mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta berpihak padakepentingan masyarakat;

    e. mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untukmendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu; dan

    f. mewujudkan pengusahaan jalan tol yang transparan dan terbuka.

    Pasal 4

    Lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini mencakup penyelenggaraan:

    a. jalan umum yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, danpengawasan;

    b. jalan tol yang meliputi pengaturan, pembinaan, pengusahaan, dan pengawasan; dan

    c. jalan khusus.

    BAB III PERAN, PENGELOMPOKAN, DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

    Bagian Pertama Peran Jalan

    Pasal 5

    (1) Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dankeamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    (2) Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupanmasyarakat, bangsa, dan negara.

    (3) Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan danmengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.

    Bagian Kedua Pengelompokan Jalan

    Pasal 6

    (1) Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus.

    (2) Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.

    (3) Jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan diperuntukkan bagi lalulintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.

    4

  • (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat(3) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 7

    (1) Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

    (2) Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakansistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untukpengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semuasimpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

    (3) Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakansistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untukmasyarakat di dalam kawasan perkotaan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksudpada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 8

    (1) Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalankolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

    (2) Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yangberfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatanrata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

    (3) Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yangberfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalananjarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

    (4) Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yangberfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat,kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

    (5) Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umumyang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat,dan kecepatan rata-rata rendah.

    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalanlingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 9

    (1) Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

    (2) Jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan arteri danjalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkanantaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

    5

  • (3) Jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan kolektordalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategisprovinsi.

    (4) Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan lokaldalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada ayat (2) dan ayat (3), yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

    (5) Jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jalan umum dalam sistemjaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil,serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.

    (6) Jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalanlingkungan.

    (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai status jalan umum sebagaimana dimaksud padaayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dalam peraturanpemerintah.

    Pasal 10

    (1) Untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas, jalan dibagi dalambeberapa kelas jalan.

    (2) Pembagian kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

    (3) Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalandikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalankecil.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi penyediaan prasarana jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian Ketiga Bagian-Bagian Jalan

    Pasal 11

    (1) Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan.

    (2) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi badan jalan,saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.

    (3) Ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ruang manfaatjalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.

    6

  • (4) Ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ruangtertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 12

    (1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunyafungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan.

    (2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunyafungsi jalan di dalam ruang milik jalan.

    (3) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunyafungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan.

    BAB IVJALAN UMUM

    Bagian Pertama Penguasaan

    Pasal 13

    (1) Penguasaan atas jalan ada pada negara.

    (2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberiwewenang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakanpenyelenggaraan jalan.

    Bagian Kedua Wewenang Pemerintah

    Pasal 14

    (1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraanjalan secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional.

    (2) Wewenang penyelenggaraan jalan secara umum dan penyelenggaraan jalannasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan, pembinaan,pembangunan, dan pengawasan.

    Bagian Ketiga Wewenang Pemerintah Provinsi

    7

  • Pasal 15

    (1) Wewenang pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan jalan meliputipenyelenggaraan jalan provinsi.

    (2) Wewenang penyelenggaraan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan provinsi.

    (3) Dalam hal pemerintah provinsi belum dapat melaksanakan sebagian wewenangnyasebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi dapat menyerahkanwewenang tersebut kepada Pemerintah.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang penyelenggaraan jalan provinsisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyerahan wewenang sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian Keempat Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota

    Pasal 16

    (1) Wewenang pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan jalan meliputipenyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa.

    (2) Wewenang pemerintah kota dalam penyelenggaraan jalan meliputipenyelenggaraan jalan kota.

    (3) Wewenang penyelenggaraan jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pengaturan,pembinaan, pembangunan, dan pengawasan.

    (4) Dalam hal pemerintah kabupaten/kota belum dapat melaksanakan sebagianwewenangnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintahkabupaten/kota dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintahprovinsi.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang penyelengaraan jalan kabupatensebagaimana dimaksud pada ayat (1), wewenang penyelengaraan jalan kotasebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan penyerahan wewenang sebagaimanadimaksud pada ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian Kelima Pengaturan Jalan Umum

    Pasal 17

    Pengaturan jalan umum meliputi pengaturan jalan secara umum, pengaturan jalan nasional, pengaturan jalan provinsi, pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, sertapengaturan jalan kota.

    Pasal 18

    (1) Pengaturan jalan secara umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 meliputi:

    8

  • a. pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya;

    b. perumusan kebijakan perencanaan;

    c. pengendalian penyelenggaraan jalan secara makro; dan

    d. penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengaturan jalan.

    (2) Pengaturan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi:

    a. penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor yangmenghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer;

    b. penetapan status jalan nasional; dan

    c. penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.

    Pasal 19

    Pengaturan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi:

    a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi berdasarkan kebijakannasional di bidang jalan;

    b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan provinsi denganmemperhatikan keserasian antarwilayah provinsi;

    c. penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektoryang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten, antaribukotakabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer;

    d. penetapan status jalan provinsi; dan

    e. penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.

    Pasal 20

    Pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi:

    a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasianantardaerah dan antarkawasan;

    b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalandesa;

    c. penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa; dan

    d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.

    9

  • Pasal 21

    Pengaturan jalan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi:

    a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kota berdasarkan kebijakan nasionaldi bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah dan antarkawasan;

    b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kota;

    c. penetapan status jalan kota; dan

    d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kota.

    Pasal 22

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian Keenam Pembinaan Jalan Umum

    Pasal 23

    Pembinaan jalan umum meliputi pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan desa, serta jalan kota.

    Pasal 24

    Pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi:

    a. pengembangan sistem bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan dibidang jalan;

    b. pemberian bimbingan, penyuluhan, dan pelatihan para aparatur di bidang jalan;

    c. pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi bidang jalan dan yangterkait;

    d. pemberian fasilitas penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam penyelenggaraan jalan; dan

    e. penyusunan dan penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman pembinaanjalan.

    Pasal 25

    Pembinaan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi:

    a. pemberian bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan para aparatur penyelenggara jalan provinsi dan aparatur penyelenggara jalan kabupaten/kota;

    10

  • b. pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi di bidang jalan untukjalan provinsi; dan

    c. pemberian fasilitas penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam penyelenggaraan jalan.

    Pasal 26

    Pembinaan jalan kabupaten dan jalan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23meliputi:

    a. pemberian bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan para aparatur penyelenggara jalan kabupaten dan jalan desa;

    b. pemberian izin, rekomendasi, dispensasi, dan pertimbangan pemanfaatan ruangmanfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan; dan

    c. pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan kabupaten dan jalandesa.

    Pasal 27

    Pembinaan jalan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi:

    a. pemberian bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan para aparatur penyelenggara jalan kota;

    b. pemberian izin, rekomendasi, dispensasi dan pertimbangan pemanfaatan ruangmanfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan; dan

    c. pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan kota.

    Pasal 28

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian KetujuhPembangunan Jalan Umum

    Pasal 29

    Pembangunan jalan umum, meliputi pembangunan jalan secara umum, pembangunanjalan nasional, pembangunan jalan provinsi, pembangunan jalan kabupaten dan jalan desa, serta pembangunan jalan kota.

    Pasal 30

    (1) Pembangunan jalan secara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 adalahsebagai berikut:

    11

  • a. pengoperasian jalan umum dilakukan setelah dinyatakan memenuhipersyaratan laik fungsi secara teknis dan administratif;

    b. penyelenggara jalan wajib memrioritaskan pemeliharaan, perawatan danpemeriksaan jalan secara berkala untuk mempertahankan tingkat pelayananjalan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;

    c. pembiayaan pembangunan jalan umum menjadi tanggung jawab Pemerintahdan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing;

    d. dalam hal pemerintah daerah belum mampu membiayai pembangunan jalanyang menjadi tanggung jawabnya secara keseluruhan, Pemerintah dapatmembantu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

    e. sebagian wewenang Pemerintah di bidang pembangunan jalan nasionalmencakup perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, danpemeliharaannya dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai denganperaturan perundang-undangan; dan

    f. pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk kriteria, persyaratan,standar, prosedur dan manual; penyusunan rencana umum jalan nasional, danpelaksanaan pengawasan dilakukan dengan memperhatikan masukan darimasyarakat.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan laik fungsi, tata cara pemeliharaan,perawatan dan pemeriksaan secara berkala, dan pembiayaan pembangunan jalanumum, serta masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdalam peraturan pemerintah.

    Pasal 31

    Pembangunan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 meliputi:

    a. perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan lahan, sertapelaksanaan konstruksi jalan nasional;

    b. pengoperasian dan pemeliharaan jalan nasional; dan

    c. pengembangan dan pengelolaan sistem manajemen jalan nasional.

    Pasal 32

    Pembangunan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 meliputi:

    a. perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan lahan, sertapelaksanaan konstruksi jalan provinsi;

    b. pengoperasian dan pemeliharaan jalan provinsi; dan

    c. pengembangan dan pengelolaan sistem manajemen jalan provinsi.

    12

  • Pasal 33

    Pembangunan jalan kabupaten dan jalan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 meliputi:

    a. perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan lahan, sertapelaksanaan konstruksi jalan kabupaten dan jalan desa;

    b. pengoperasian dan pemeliharaan jalan kabupaten dan jalan desa; dan

    c. pengembangan dan pengelolaan manajemen pemeliharaan jalan kabupaten danjalan desa.

    Pasal 34

    Pembangunan jalan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 meliputi:

    a. perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan lahan, sertapelaksanaan konstruksi jalan kota;

    b. pengoperasian dan pemeliharaan jalan kota; dan

    c. pengembangan dan pengelolaan manajemen pemeliharaan jalan kota.

    Pasal 35

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan jalan sebagaimana dimaksud dalamPasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 diatur dalam peraturanpemerintah.

    Bagian KedelapanPengawasan Jalan Umum

    Pasal 36

    Pengawasan jalan umum meliputi pengawasan jalan secara umum, pengawasan jalannasional, pengawasan jalan provinsi, pengawasan jalan kabupaten dan jalan desa, sertapengawasan jalan kota.

    Pasal 37

    (1) Pengawasan jalan secara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 meliputi:

    a. evaluasi dan pengkajian pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan jalan;

    b. pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan; dan

    c. hasil penyelenggaraan jalan harus memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

    (2) Pengawasan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 meliputi:

    a. evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan nasional; dan

    13

  • b. pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan nasional

    Pasal 38

    Pengawasan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 meliputi:

    a. evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan provinsi; dan

    b. pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan provinsi.

    Pasal 39

    Pengawasan jalan kabupaten dan jalan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 meliputi:

    a. evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa; dan

    b. pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan kabupaten dan jalan desa.

    Pasal 40

    Pengawasan jalan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 meliputi:

    a. evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan kota; dan

    b. pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan kota

    Pasal 41

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 42

    Setiap orang dilarang menyelenggarakan jalan yang tidak sesuai dengan peraturanperundang-undangan.

    14

  • BAB VJALAN TOL

    Bagian Pertama Umum

    Pasal 43

    (1) Jalan tol diselenggarakan untuk:

    a. memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang;

    b. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasaguna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi;

    c. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan; dan

    d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

    (2) Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh Pemerintah dan/atau badan usaha yangmemenuhi persyaratan.

    (3) Pengguna jalan tol dikenakan kewajiban membayar tol yang digunakan untuk pengembalian investasi, pemeliharaaan, dan pengembangan jalan tol.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian Kedua Syarat-Syarat Jalan Tol

    Pasal 44

    (1) Jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum merupakan lintasalternatif.

    (2) Dalam keadaan tertentu, jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif.

    (3) Jalan tol harus mempunyai spesifikasi dan pelayanan yang lebih tinggi daripadajalan umum yang ada.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi dan pelayanan jalan tol sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian Ketiga Wewenang Penyelenggaraan Jalan Tol

    Pasal 45

    (1) Wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada Pemerintah.

    (2) Wewenang penyelenggaraan jalan tol meliputi pengaturan, pembinaan,pengusahaan, dan pengawasan jalan tol.

    15

  • (3) Sebagian wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh BPJT.

    (4) BPJT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibentuk oleh Menteri, berada dibawah, dan bertanggung jawab kepada Menteri.

    (5) Keanggotaan BPJT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas unsurPemerintah, unsur pemangku kepentingan, dan unsur masyarakat.

    (6) Tugas BPJT adalah melaksanakan sebagian penyelenggaraan jalan tol, meliputi:

    a. pengaturan jalan tol mencakup pemberian rekomendasi tarif awal danpenyesuaiannya kepada Menteri, serta pengambilalihan jalan tol pada akhirmasa konsesi dan pemberian rekomendasi pengoperasian selanjutnya;

    b. pengusahaan jalan tol mencakup persiapan pengusahaan jalan tol, pengadaaninvestasi, dan pemberian fasilitas pembebasan tanah; dan

    c. pengawasan jalan tol mencakup pemantauan dan evaluasi pengusahaan jalan tol dan pengawasan terhadap pelayanan jalan tol.

    (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang penyelenggaraan jalan tol dan BPJTsebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian Keempat Pengaturan Jalan Tol

    Pasal 46

    (1) Pengaturan jalan tol meliputi perumusan kebijakan perencanaan, penyusunanperencanaan umum, dan pembentukan peraturan perundang-undangan.

    (2) Pengaturan jalan tol ditujukan untuk mewujudkan jalan tol yang aman, nyaman,berhasil guna dan berdaya guna, serta pengusahaan yang transparan dan terbuka.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 47

    (1) Rencana umum jaringan jalan tol merupakan bagian tak terpisahkan dari rencanaumum jaringan jalan nasional.

    (2) Pemerintah menetapkan rencana umum jaringan jalan tol.

    (3) Menteri menetapkan suatu ruas jalan tol.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan rencana umum jaringan jalan tolsebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam peraturanpemerintah.

    16

  • Pasal 48

    (1) Tarif tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besarkeuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi.

    (2) Tarif tol yang besarannya tercantum dalam perjanjian pengusahaan jalan tolditetapkan pemberlakuannya bersamaan dengan penetapan pengoperasian jalantersebut sebagai jalan tol.

    (3) Evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekaliberdasarkan pengaruh laju inflasi.

    (4) Pemberlakuan tarif tol awal dan penyesuaian tarif tol ditetapkan oleh Menteri.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif awal tol dan penyesuaian tarif tolsebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalamperaturan pemerintah.

    Bagian Kelima Pembinaan Jalan Tol

    Pasal 49

    (1) Pembinaan jalan tol meliputi kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan, serta penelitian dan pengembangan.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan jalan tol sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Bagian Keenam Pengusahaan Jalan Tol

    Pasal 50

    (1) Pengusahaan jalan tol dilaksanakan dengan maksud untuk mempercepatperwujudan jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian jaringan jalannasional.

    (2) Pengusahaan jalan tol meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknis,pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan/atau pemeliharaan.

    (3) Wewenang mengatur pengusahaan jalan tol dilaksanakan oleh BPJT sebagaimanadimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).

    (4) Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik swasta.

    (5) Dalam keadaan tertentu yang menyebabkan pengembangan jaringan jalan tol tidak dapat diwujudkan oleh badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4),Pemerintah dapat mengambil langkah sesuai dengan kewenangannya.

    (6) Konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu tertentu untukmemenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi usahajalan tol.

    17

  • (7) Dalam hal konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir, Pemerintahmenetapkan status jalan tol yang dimaksud sesuai dengan kewenangannya.

    (8) Dalam keadaan tertentu yang menyebabkan pengusahaan jalan tol tidak dapatdiselesaikan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam perjanjianpengusahaan jalan tol, Pemerintah dapat melakukan langkah penyelesaian untuk keberlangsungan pengusahaan jalan tol.

    (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengusahaan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) diatur dalamperaturan pemerintah.

    Pasal 51

    (1) Pengusahaan jalan tol yang diberikan oleh Pemerintah kepada badan usahasebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4) dilakukan melalui pelelangan secara transparan dan terbuka.

    (2) Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi sebagian atauseluruh lingkup pengusahaan jalan tol.

    (3) Badan usaha yang mendapatkan hak pengusahaan jalan tol berdasarkan hasil pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengadakan perjanjianpengusahaan jalan tol dengan Pemerintah.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelelangan pengusahaan jalan tol dan perjanjianpengusahaan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat(3) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 52

    (1) Dalam hal pembangunan jalan tol melewati jalan yang telah ada, badan usahamenyediakan jalan pengganti.

    (2) Dalam hal pembangunan jalan tol berlokasi di atas jalan yang telah ada, jalan yangada tersebut harus tetap berfungsi dengan baik.

    (3) Dalam hal pelaksanaan pembangunan jalan tol mengganggu jalur lalu lintas yangtelah ada, badan usaha terlebih dahulu menyediakan jalan pengganti sementarayang layak.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan pengganti, pembangunan jalan tol di atasjalan yang telah ada, dan penyediaan jalan pengganti sementara sebagaimanadimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 53

    (1) Jalan tol hanya diperuntukkan bagi pengguna jalan yang menggunakan kendaraanbermotor.

    (2) Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan olehPemerintah.

    18

  • (3) Penggunaan jalan tol selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukandengan persetujuan Pemerintah.

    (4) Dalam hal lintas jaringan jalan umum yang ada tidak berfungsi sebagaimanamestinya, ruas jalan tol alternatifnya dapat digunakan sementara menjadi jalanumum tanpa tol.

    (5) Penetapan ruas jalan tol menjadi jalan umum tanpa tol sebagaimana dimaksudpada ayat (4) dilakukan oleh Menteri.

    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengguna jalan tol, penetapan jenis kendaraanbermotor, dan penggunaan jalan tol, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam peraturan pemerintah.

    Pasal 54

    Setiap orang dilarang mengusahakan suatu ruas jalan sebagai jalan tol sebelum adanyapenetapan Menteri.

    Pasal 55

    Pengguna jalan tol wajib menaati peraturan perundang-undangan tentang lalu lintas danangkutan jalan, peraturan perundang-undangan tentang jalan, serta peraturanperundang-undangan lainnya.

    Pasal 56

    Setiap orang dilarang memasuki jalan tol, kecuali pengguna jalan tol dan petugas jalantol.

    Bagian KetujuhPengawasan Jalan Tol

    Pasal 57

    (1) Pengawasan jalan tol meliputi kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertibpengaturan dan pembinaan jalan tol serta pengusahaan jalan tol.

    (2) Ketentuan mengenai pengawasan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1)untuk pengawasan umum oleh Pemerintah dan pengawasan pengusahaan oleh BPJT diatur dalam peraturan pemerintah.

    19

  • BAB VIPENGADAAN TANAH

    Bagian Pertama Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan

    Pasal 58

    (1) Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan bagi kepentingan umum dilaksanakanberdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

    (2) Pembangunan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disosialisasikan kepadamasyarakat, terutama yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan jalan.

    (3) Pemegang hak atas tanah, atau pemakai tanah negara, atau masyarakat ulayathukum adat, yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan jalan, berhakmendapat ganti kerugian.

    (4) Pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan sesuai denganperaturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

    Pasal 59

    (1) Apabila kesepakatan tidak tercapai dan lokasi pembangunan tidak dapatdipindahkan, dilakukan pencabutan hak atas tanah sesuai dengan peraturanperundang-undangan di bidang pertanahan.

    (2) Pelaksanaan pembangunan jalan dapat dimulai pada bidang tanah yang telahdiberi ganti kerugian atau telah dicabut hak atas tanahnya.

    Pasal 60

    Untuk menjamin kepastian hukum, tanah yang sudah dikuasai oleh Pemerintah dalamrangka pembangunan jalan didaftarkan untuk diterbitkan sertifikat hak atas tanahnyasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

    Bagian Kedua Pengadaan Tanah untukPembangunan Jalan Tol

    Pasal 61

    (1) Pemerintah melaksanakan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol bagikepentingan umum berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

    (2) Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan danayang berasal dari Pemerintah dan/atau badan usaha.

    (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 berlakupula bagi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol.

    20

  • BAB VIIPERAN MASYARAKAT

    Pasal 62

    (1) Masyarakat berhak:

    a. memberi masukan kepada penyelenggara jalan dalam rangka pengaturan,pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan;

    b. berperan serta dalam penyelengaraan jalan;

    c. memperoleh manfaat atas penyelenggaraan jalan sesuai dengan standarpelayanan minimal yang ditetapkan;

    d. memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan jalan;

    e. memperoleh ganti kerugian yang layak akibat kesalahan dalam pembangunanjalan; dan

    f. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibatpembangunan jalan.

    (2) Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban dalam pemanfaatan fungsi jalan.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban masyarakat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.

    BAB VIIIKETENTUAN PIDANA

    Pasal 63

    (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkanterganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksuddalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapanbelas) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratusjuta rupiah).

    (2) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkanterganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)bulan atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    (3) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkanterganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan, sebagaimanadimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

    (4) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penyelenggaraan jalansebagaimana dimaksud pada Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara palinglama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliarrupiah).

    21

  • (5) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pengusahaan jalan tolsebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, dipidana dengan pidana penjara palinglama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

    (6) Setiap orang selain pengguna jalan tol dan petugas jalan tol yang dengan sengajamemasuki jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 14 (empat belas) hari atau denda paling banyakRp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

    Pasal 64

    (1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1),dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda palingbanyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda palingbanyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

    (3) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat(3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 12 (dua belas) hari atau dendapaling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).

    (4) Setiap orang selain pengguna jalan tol dan petugas jalan tol yang karenakelalaiannya memasuki jalan tol, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, dipidanadengan pidana kurungan paling lama 7 (tujuh) hari atau denda paling banyakRp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

    Pasal 65

    (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 42, danPasal 54 dilakukan badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha yangbersangkutan.

    (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakanterhadap badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda ditambahsepertiga denda yang dijatuhkan.

    BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 66

    (1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan jalan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangandengan Undang-Undang ini.

    22

  • (2) Badan hukum usaha negara jalan tol (PT Jasa Marga) diberi konsesi berdasarkanperhitungan investasi atas seluruh ruas jalan tol yang diusahakannya setelahdilakukan audit.

    (3) Konsesi yang dimiliki badan usaha milik swasta di bidang jalan tol berdasarkanUndang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 dinyatakan tetap berlaku danpengusahaannya disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

    (4) Penetapan pemberian konsesi pengusahaan jalan tol kepada badan usaha milik negara di bidang jalan tol dan penyesuaian pengusahaan badan usaha milik swasta di bidang jalan tol dilaksanakan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.

    (5) Pembentukan BPJT dilaksanakan dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulansejak berlakunya Undang-Undang ini.

    (6) Peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan palinglama 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.

    BAB X KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 67

    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3186) dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 68

    UndangUndang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

    Disahkan di JakartaPada tanggal 18 Oktober 2004,

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    TTD

    MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

    Diundangkan di JakartaPada tanggal 18 Oktober 2004,

    SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

    TTD

    BAMBANG KESOWO

    23

  • LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 132

    24

  • P E N J E L A S A NA T A S

    UNDANG-UNDANGREPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 38 TAHUN 2004TENTANG

    JALAN

    I. U M U M1. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    menegaskan bahwa tujuan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia,antara lain, adalah memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena itu, bumi dankekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaima