Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

55
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Trauma kepala adalah ruda paksa tumpu l atau tajam pada kepala/wajah yang berakibat disfungsi serebral sementara, satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar, serta rujukan yang terlambat. Di Indonesia kejadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang dan 10 % termasuk cedera kepala berat. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan

description

5r6f7yf8t7ufhhilu785t7uyedyjgikyyir6uuktgyil6t84s67rfuy7

Transcript of Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

Page 1: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Trauma kepala adalah ruda paksa tumpu latau tajam pada

kepala/wajah yang berakibat disfungsi serebral sementara, satu penyebab

kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian

besar karena kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang

tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga

keselamatan di jalan masih rendah, disamping penanganan pertama yang

belum benar - benar, serta rujukan yang terlambat. Di Indonesia kejadian

cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari

jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari

pasien yang sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan sebagai cedera

kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang dan 10 % termasuk cedera

kepala berat.

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan

para dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan

pertama pada penderita. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan

mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan

menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok

tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita.

Sebagai tindakan selanjutnya yang penting setelah primary survey adalah

identifikasi adanya lesi masa yang memerlukan tindakan pembedahan, dan

yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT Scan kepala.  Pada penderita

dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang memerlukan

tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif.

Prognosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan

Page 2: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

2

dilakukan secara tepat dan cepat.  Adapun pembagian trauma kapitis adalah :

Simple head injury, Commutio cerebri, Contusioncerebri, Laceratiocerebri,

Basiscraniifracture.  Simple head injury dan Commutio cerebri sekarang

digolongkan sebagai cedera kepala ringan, sedangkan Contusio cerebri dan

Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepalaberat.

Pada penderita korban cedera kepala, yang harus diperhatikan adalah

pernafasan, peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi,

anamnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus dilakukan

secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan

pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.

Page 3: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI TRAUMA KEPALA

Trauma kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik

secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada

gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat

bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of

America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan

fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga

menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

2.2 ANATOMI

1. Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

a. Skin atau kulit

b. Connective Tissue atau jaringan penyambung

c. Aponeurosis atau galea aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e. Perikranium

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari

perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma

subgaleal). Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila

terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak

kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.

Page 4: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

4

2. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria

khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot

temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian

dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga

tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior, fosa media, dan

fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media

adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang bagian

bawah batang otak dan serebelum.

3. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri

dari 3 lapisan yaitu : duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater

adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat

erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada

selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang

subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering

dijumpai perdarahan subdural.

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada

permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau

disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan

perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke

sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat

mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan

dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala

dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan

perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri

meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang

tipis dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah

Page 5: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

5

piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan

serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub araknoid.

4. Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak.

Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks

serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior.

Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak

yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.

Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan

pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal

berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal

mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses

penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan

medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem

aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada

medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang

sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang

otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat.

Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan

keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula

spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.

5. Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus

dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari

ventrikel lateral melalui foramenmonro menuju ventrikel III kemudian

melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV.

Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam

ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula

Page 6: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

6

spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili

araknoid.

6. Tentorium

Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra

tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan

ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

Gb. Anatomi Otak Manusia

Page 7: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

7

2.3. FISIOLOGI

Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :

1. Tekanan Intra Kranial

Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah,

dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu

yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai

200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan

intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat

meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari

normal.

Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi

penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu :

otak ( 1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75

ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini

mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan

menaikkan tekanan intra kranial.

2. Hipotesa Monro-Kellie

Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas

sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua

komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi

volumenya (bila TIK masih konstan).

Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi

terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal.

Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke

dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan

tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi

mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan

pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat.

Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf.

Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi

Page 8: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

8

tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian

neuronal (Lombardo, 2003).

2.4. PATOFISIOLOGI TRAUMA KEPALA

Pada trauma kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap

yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera

pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan

oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses

akselerasi-deselerasi gerakan kepala (Gennarelli, 1996 dalam Israr dkk,

2009).

Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa

perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil,

tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio

di bawah area benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area

benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika

terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio “countercoup”.

Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang

sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik.

Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk

dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear

dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate.

Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi

kontusio coup dan countrecoup ( Mardjono dan Sidharta, 2008 ).

Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti

secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara

tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid)

menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya.

Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak.

Page 9: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

9

2.5. KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA

Trauma kepala dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Fraktur kalvaria dan

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai

aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan;

mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.

1. Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul

biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau

pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak

ataupun tusukan.

2. Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi

beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua

matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai

nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan

otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak

bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS

sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera kepala

berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera kepala dengan nilai

GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera kepala sedang, dan penderita

dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera kepala ringan.

3. Morfologi

a. Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak,

dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula

terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya

memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone window”

untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis

Page 10: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

10

fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk

melakukan pemeriksaan lebih rinci.

Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya

hubungan antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena

robeknya selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat

diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi

cukup berat.

Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak

sebagai berikut :

1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :

a. Linier

b. Diastase

c. Comminuted

d. Depressed

2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

a. Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )

b. Basis cranii ( dasar tengkorak )

3. Keadaan luka, dibedakan atas :

a. Terbuka

b. Tertutup

b. Lesi Intra Kranial

Otak juga dapat mengalami perdarahan dan terdapat perbedaan

posisi yang terkena perdarahan pada kasus trauma kepala tersebut,

diantaranya :

1. Cedera otak difus

Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan

mungkin mengalami amnesia retro/anterograd.

Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia,

iskemi dari otak karena syok yang berkepanjangan atau periode

apnoe yang terjadi segera setelah trauma.

Page 11: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

11

Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk

mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang buruk.

Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan

pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya.

2. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga

tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau

menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau

temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri

meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.

3. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan

epidural. Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil

di permukaan korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya

menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan

otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk

dibandingkan perdarahan epidural.

4. Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi

di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi

pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam

waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intra

serebral yang membutuhkan tindakan operasi.

Untuk menyatakan suatu diagnosa pada kasus-kasus diatas, ada

beberapa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk memastikannya.

Salah satunya adalah dengan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi

pada kasus trauma kepala tersebut adalah Foto Polos Kepala, Tomografi

Komputer Kepala dan MRI. Berikut adalah penjelasan mengenai

Page 12: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

12

pemeriksaan radiologi tersebut dan beberapa kasus trauma kepala yang

berkaitan dengan hal itu.

2.6. FOTO POLOS KEPALA

Foto polos kepala dengan berbagai posisi seperti AP, lateral berguna

untuk melihat adanya fraktur tengkorak, tapi tidak menunjukkan jaringan

lunak di dalam kepala.

Indikasi Foto Polos Kepala

Tidak semua penderita dengan cidera kepaladiindikasikan untuk

pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaanyang sekarang makin

ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus

(tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala (dariinspeksi dan

palpasi), nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, gangguan

kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose

foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan

adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan

oblique.

2.7. CT SCAN

CT adalah pencitraan darurat metode pilihan untuk cedera kepala. CT lebih

informatif daripada rontgen tengkorak standar dan memberikan sensitivitas

untuk mendeteksi darah intrakranial. Secara umum, semua pasien dengan

cedera kepala harus memiliki CT, kecuali bagi mereka yang diklasifikasikan

sebagai risiko rendah (misalnya, tanpa gegar otak, tanpa kelainan neurologis

pada pemeriksaan, dan tanpa bukti atau kecurigaan dari patah tengkorak,

alkohol atau keracunan obat, atau moderat-risiko kriteria lain). Kemungkinan

mendeteksi intra serebral hemoragik oleh CT pada pasien ini hanya 1

dalam 10.000. MRI  lebih baik untuk mendeteksi cedera halus otak, terutama

untuk lesi fokal, tetapi pada umumnya tidak digunakan untuk evaluasi darurat

kecuali dengan cepat dan mudah tersedia gambar CT harus dinilai untuk bukti

Page 13: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

13

adanya hematoma epidural atau subdural, subarachnoid atau intraventricular,

memar parenkim dan perdarahan, edema otak, dan memar berhubungan

dengan diffuse axonal injury.

Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakkan diagnosa

sedini mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk

menghasilkan prognosa yang tepat, akurat dan sistematis.

Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa tindakan operasi pada trauma

kepala berat dalam rentang waktu 4 jam pertama setelah kejadian, dapat

menyelamatkan + 60 – 70 %. Bila lebih 4 jam tingkat kematian melebihi

sekitar 90%. Hal ini dapat dapat dilakukan setelah adanya penegakan

diagnosa trauma kepala dengan pemeriksaan klinis awal yang ditunjang

dengan diagnosa imajing (khususnya Tomografi Komputer Kepala).

Pemeriksaan CT – Scan sangat mutlak pada kasus trauma kepala

untuk menentukan adanya kelainan intracranial terutama pada cedera kepala

berat.

Beberapa indikasi perlunya tindakan pemeriksaan CT – Scan pada

kasus trauma adalah :

a. Menurut New Orland :

* Sakit kepala.

* Muntah.

* Umur > 60 tahun.

* Adanya intoksikasi alkohol.

* Amnesia retrograde.

* Kejang.

* Adanya cedera di area clavicula ke superior.

b. Menurut The Cranadian CT Head :

* GCS ( Glasgow Coma Score ) < 15 setelah 2 jam kejadian.

* Adanya dugaan open / depressed fracture.

* Muntah – muntah ( > 2 kali ).

* Umur > 65 tahun.

* Bukti fisik adanya fraktur di basal skull.

Page 14: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

14

Pada saat ini CT -Scan telah menjadi modalitas utama dalam

menunjang diagnosa trauma kepala terutama pada kasus cyto yang

sebelumnya sulit terdeteksi pada foto Foto Town atau Occipitomental ( plain

foto skull ). Pada kasus trauma kepala pada umumnya pasiennya merupakan

pasien yang “ tidak sadar “ atau tidak kooperatif, dengan kondisi yang

demikian sulit untuk mendapatkan posisi scanning ideal yang kita inginkan,

sedangkan bila dilakukan tindakan anestesi sering dihadapkan pada resiko

yang harus dihadapi.

Dengan demikian Radiografer dipaksa untuk melakukan berbagai cara

untuk mengatasinya dalam melakukan pemeriksaan Tomografi Komputer

mulai dari persiapan pasien, prosedur, posisi, protokol, post prosessing dan

pencetakan film. 

Prosedur pemeriksaan CT SCAN Kepala pada trauma kepala :

Pada pemeriksaan CT Scan kepala tidak ada persiapan khusus. Hal-hal yang

harus diperhatikan oleh radiographer adalah :

* Pastikan di ruangan ada emergency kit.

* Identitas pasien secara lengkap.

* Universal precaution ( minimal unsteril glove pada saat memindahkan

dan mengatur posisi pasien pada kasus trauma dengan luka terbuka ).

* Pastikan tidak ada benda-benda yang menyebabkan artefact pada gambar.

* Jangan pernah melepas alat fiksasi leher collar bila telah terpasang.

* Bila pasien anak-anak sebaiknya ada anggota keluarga yang

mendampingi dengan memperhatikan proteksi radiasi ( Berikan apron ).

* Lakukan fiksasi kepala pasien dan organ lainnya secara maximal.

Gambaran CT Scan Kepala

Tanda-tanda vital yang diperhatikan oleh radiografer dalam post prosessing

adalah :

Page 15: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

15

- Focal hyper / hypodens.

Ukurlah area tersebut dengan automatic volume dapat dihitung secara

kasar dengan mengukur “Panjang x Lebar x tebal ( slice awal – akhir

tampaknya lesi ) dibagi 2”

- Mid line shift, tanda adanya mass effect. ( Bila dijumpai ukurlah dengan

membuat garis membagi 2 hemispher cerebrum dan garis shift pada

ujung anterior septum pellucidum). Atur WW dan WL (Bone : W = +

1500 , L = + 200 , Brain : W = + 80, L = + 35, Subdural / intermediate :

W = + 200, L = + 50 ).

- Udara di calvarium ( menunjukkan kemungkinan adanya fraktur ).

- Oedem ( batas sulci / gyri cortical tidak jelas ). Pergerakan pada pasien

( bila diperlukan sebaiknya harus di scan ulang pada slice tertentu ).

Print dengan scout / refrensi image ( 15 – 20 ) dalam 1 lembar, sebaiknya

disertakan dengan kondisi tulang terutama bila jelas –jelas ada fraktur.

Cara membaca Tomografi Komputer :

1. Midline shift (ada/tidak ada? Membaca pada potongan axial yang berisi

ventrikellateral dan ventrikel III. Bila ada berapa mm? bila lebih dari

5 mm indikasi operasi)

2. Sulcus gyrus (mengabur/tidak?)

3. Sisterna Ambiens (mengabur/tidak?)

4. Sistem ventrikel (apakah ada penyempitan / pergeseran)

5. Massa hiperdens / hipodens (bila ada pada region mana? Berapa cc? cari

potonganaxial yang massa hiperdens paling besar, panjang x lebar bagi 2

kalikan dengan jumlah slice yang ada massa)

6. Bone defect (ada/tidak ada? Fraktur linear/depressed, diastase,

kommunitif)

7. Soft Tissue edema/subgaleal hematom (ada/tidak? Pada regio mana?)

Page 16: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

16

Page 17: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

17

Page 18: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

18

Hematomepidural :

Hematomepidural dapat disertai dengan fraktur tulang tengkorak atau tanpa

fraktur. Robekan arteri meningen media atau cabangnya memberikan gambaran

perdarahan epidural. Pada CT tampak area hipertensi berbatas tegas, bentuk

bikonveks melekat pada tabulainterna dan mendesak ventrikel ke sisi

kontralateral. Lokalisasi yang paling sering dikenai adalah daerah temporal,

frontal atau fossa posterior.

Page 19: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

19

Gambar 2.1 area hiperdens berbentuk bikonveks, berbatas tegas

didaerahparietalis kanan, melekat pada tabulainterna

Hematomsubdural

Hematomsubdural disebabkan robekan vena – vena di daerah korteks serebri.

Lokalisasi trauma didaerahfrontoparietotemporal. Pada CT tampak area hiperdens

tipis, merata berbentuk semilunar atau bulan sabit Siantar tabula dan parenkim

otak

Bila hematomsubdural akut ini berjalan beberapa Minggu, maka akan timbul

hematomsubdural kronik, dimana terdapat cairan xantokrom yang dibatasi

membran jaringan fibrous pada bagian medial. Pada Tomografi Komputer tampak

daerah hipodens,isodens, atau sedikit hipedens berbentukbikonveks, berbatas

tegas melekat pada tabula.

Page 20: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

20

Gambar 2.2 Noncontrastaxial CT : area hiperdens pada daerah frontoparietalis

kiri dengan midlineshift.

Hemoragiintraparenkim

Perdarahan pada hemoragiintraparenkim disebabkan oleh efek trauma terhadap

pembuluh darah, timbul hematomintraparenkim sesudah ½ - 6 jam trauma.

Hematom ini bisa timbul pada daerah kontralateral (countrecoup). Pada CT- Scan

sesudah beberapa jam akan tampak daerah hematom (hiperdens), tepi tidak

merata.

Page 21: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

21

Gambar 3.3 area hiperdens dengan perifokaledema di daerah frontopaerietalis kanan; di dalam parenkim otak

Cedera otak difus

cedera otak difus merupakan trauma yang sering disebabkan oleh akselerasi/deselerasi atau trauma rotasional dan merupakan penyebab koma persisten vegetatif pada pasien.Trauma ini merupakan penyebab yang signifikan dalam menyebabkan kematian dalam trauma kepala, yang sering disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor dengan kecepatan tinggi.cedera otak yang difus biasanya terdiri dari beberapa lesi fokal pada area substansi ala yang berukuran 1 – 15 cm dengan distribusinya bervariasi.1

Wangetal. menyarankan kriteria CT Scan dengan ditemukannya satu atau lebih perdarahan intraparenkim yang kecil dengan diameter kurang dari 2 cm dan lokasinya di hemisfer serebral, perdarahan di intraventrikular, perdarahan di korpus kalossum, perdarahan kecil yang fokal kurang dari dengan diameter 2 cm dan berbatasan dengan ventrikel ketiga, dan perdarahan batang otak.1

Page 22: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

22

Gambar 3.4 perdarahan ptekiae yang kecil yang terletak di antara substansi nigra dan substansi alba

2.8. MRI

Magnetic Resonancy Imaging ( MRI ) suatu alat kedokteran di bidang

pemeriksaan diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman gambar

potongan penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan

magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan

resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan

yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal,

sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien

sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak. Teknik

penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan

tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut

tepat, kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh

manusia dengan perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi

jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti. Untuk menghasilkan gambaran

Page 23: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

23

MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diagnostik, maka harus

memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran

MRI, antara lain : a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang

baik, ; b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaannya ; c. Artefak

pada gambar, dan cara mengatasinya ; d. Tindakan penyelamatan terhadap

keadaan darurat.1

Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morfologik

(lokasi, ukuran, bentuk, perluasan dan lainnya dari keadaan patologis.

Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi

gambar penampang tubuh aksial, sagital, koronal atau oblik tergantung pada

letak organ dan kemungkinan patologinya. Adapun jenis pemeriksaan MRI

sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya :

1. Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada : kelenjar pituitary,

lubang telinga dalam , rongga mata , sinus ;

2. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran fungsi

otak, pendarahan, infeksi; tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh

darah seperti aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi;

3. Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses Degenerasi (HNP),

tumor, infeksi, trauma, kelainan bawaan.

4. Pemeriksaan Musculoskeletal untuk organ : lutut, bahu , siku,

pergelangan tangan, pergelangan kaki , kaki , untuk mendeteksi

robekan tulang rawan, tendon, ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain

lain;

5. Pemeriksaan Abdomen untuk melihat hati,ginjal,kantong dan saluran

empedu, pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat, buli-buli

6. Pemeriksaan Thorax untuk melihat : paru –paru, jantung

Page 24: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

24

Kelebihan MRI Dibandingkan dengan Tomografi Komputer

Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan

yaitu :

1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan

lunak seperti otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal.

2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.

3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi,

perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan.

4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa

merubah posisi pasien.

5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion.

Prosedur Pemeriksaan MRI

Persiapan pemeriksaan umum :

1. Sebaiknya jangan makan kenyang sebelum pemeriksaan.

2. Jangan memakai perhiasan atau bahan make up dengan kadar logam

tinggi.

3. Semua bahan logam, kartu kredit, kartu telepon dan lain-lain yang sejenis

supaya dilepas sebelum masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

4. Sebelum masuk ke ruang pemeriksaan penderita melakukan pengosongan

buli terlebih dahulu.

Persiapan pemeriksaan khusus :

1. Tidak dapat dilakukan pada penderita yang memakai alat pacu

jantung, protese dengan kandungan logam, operasi klips ataupun

alat-alat lainnya yang berada di dalam tubuh yang mengandung

logam.  

2. Kehamilan dalam trimester I.

3. Penderita dengan alat batu ventilator tidak dapat masuk ke dalam

ruang MRI.

Page 25: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

25

4. Selama dalam pemeriksaan pasien harus dalam keadaan diam atau

bergerak sedikit mungkin.

Gb MRI Otak Normal

Gambaran Foto Polos Kepala, Tomografi Komputer kepala normal, dan MRI

sudah dijelaskan di atas beserta dengan cara pembacaannya.

Berikut akan dijelaskan gambaran radiologis dari beberapa kasus Trauma Kepala

dan keterangannya.

1. Lesi Intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau

kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk

hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma

intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara umum,

menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium

atau bahkan koma dalam keadaan klinis.4

a. Hematoma Epidural

Page 26: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

26

Hematoma Epidural adalah akumulasi darah di ruang antara duramater

dan tulang tengkorak.

Gejala klinis : penurunan kesadaran, penglihatan kabur, susah bicara,

nyeri kepala hebat, keluar cairan dari hidung atau telinga, Nampak

luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala, mual, pupil anisokor.6

Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai

epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral

dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya

fraktur tulang yang memotong sulcus arteriameningea media.6

Pemeriksaan Tomografi Komputer dapat menunjukkan lokasi,

volume, efek, dan potensi cedera intracranial lainnya. Pada epidural

biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada

kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah

temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens),

berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula

garis fraktur pada area epidural hematoma.6

Page 27: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

27

Gb Gambaran Tomografi Komputer Epidural Hematoma

Pemeriksaan MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang

menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater.

MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan

salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.6

Page 28: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

28

Gb MRI Hematoma Epidural

b. Hematom Subdural

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara

duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan

EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat.

Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks

serebral dan sinus draining.  Namun ia juga dapat berkaitan dengan

laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin

ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma

subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih

buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun

mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan

pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut

dan kronis.7

1) Subdural Hematoma Akut

Dikatakan akut bila kurang dari beberapa hari atau dalam 24

sampai 48 jam setelah trauma. Gejala klinis dari subdural

hematoma akut tergantung dari ukuran hematoma dan derajat

kerusakan otak. Gejala neurologis yang sering muncul adalah

Page 29: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

29

penurunan kesadaran, dilatasi pupil ipsilateral hematom,

hemiparesis kontralateral, dan papil edema.7

Pada foto polos kepala, tidak dapat didiagnosa pasti sebagai

subdural hematom. Dengan proyeksi AP lateral dengan sisi yang

mengalami trauma pada film, bertujuan untuk mencari adanya

fraktur tulang pada daerah frontoparietotemporal.7

Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan

sabit ) dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan

epidural hematom. Batas medial hematom seperti bergerigi.

Adanya hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium

juga menunjukan adanya hematom subdural. Menekan dan

mengkompresi otak.7

Pada MRI, konfigurasi SDH berbentuk kresentris ( bulan sabit ).

Gb . MRI Otak pada SDH akut Gb. CT – Scan pada SDH akut

Page 30: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

30

2) Subdural Hematoma Kronis

Pada CT Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi,

kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam- macam perubahan,

oleh karenanya tidak ada pola tertentu. Pada CT Scan akan

tampak area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens, berbentuk

bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada

prinsipnya, gambaran hematom subdural akut adalah hiperdens,

yang semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga

terjadi isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens.7

Gb Tomografi Komputer pada SDH kronis Gb MRI pada SDH kronis

c. Perdarahan Subarakhnoid

Page 31: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

31

Pada Tomografi Komputer, perdarahan subarachnoid (SAH) terlihat

mengisi ruangan subarachnoid yang biasanya terlihat gelap dan terisi

CSS di sekitar otak. Rongga subarachnoid yang biasanya hitam

mungkin tampak putih di perdarahan akut. Temuan ini paling jelas

terlihat dalam rongga subarachnoid yang besar.

Ketika Tomografi Komputer dilakukan beberapa hari atau

minggu setelah perdarahan awal, temuan akan tampak lebih halus.

Gambaran putih darah dan bekuan cenderung menurun dan tampak

sebagai abu-abu.

Sebagai tambahan dalam mendeteksi SAH, Tomografi

Komputer berguna untuk melokalisir sumber perdarahan. Hal ini

sangat penting dalam kasus- kasus aneurisma intracranial ganda, yang

terjadi pada 20% pasien. Lokalisasi SAH pada Tomografi Komputer

berkorelasi dengan lokasi dari pecahnya aneurisma. Kehadiran darah

dalam celah interhemisfer anterior atau lobus frontal yang berdekatan

menunjukkan pecahnya aneurisma arteri anterior. Bekuan fisura

Sylvian berkorelasi dengan aneurisma arteri serebral tengah

ipsilateral. Jika darah terdapat di fossa posterior, hal ini menunjukkan

perdarahan dari aneurisma sirkulasi posterior.

Page 32: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

32

Gb. MRI dan Tomografi Komputer Perdarahan Subarakhnoid

d. Kontusi dan hematoma intraserebral

Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya,

kontusi otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut.

Mayoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau

dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak.

Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak

jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi

Page 33: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

33

dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam

beberapa hari.

Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam

jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi

atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula

pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi

yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi

perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi

lainnya (countrecoup).

Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan

tergantung pada lokasi dan luas perdarahan (Hafidh, 2007).

Gb. Tomografi Komputer dan MRI- Perdarahan intraserebral

e. Cedera difus

Page 34: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

34

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera

akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering

terjadi pada cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan

cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi

disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat.

Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak

diperhatikan. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah

keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia. Sindroma ini pulih

kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera komosio yang lebih berat

menyebabkan keadaan bingung disertai amnesia retrograde dan

amnesia antegrad.

Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah

keadaan dimana penderita mengalami koma pasca cedera yang

berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau

serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang

dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering

menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering

tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita

sering menunjukan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi,

hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedeera

aksonal difus dan cedera otak kerena hipoksia secara klinis tidak

mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan .

Page 35: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

35

Gb. MRI & Tomografi Komputer pada Cedera Aksonal Difus

2.9. Angiografi

Selain daripada Foto Polos Kepala, Tomografi Komputer dan MRI, trauma

kapitis pada angiografi dapat diperlihatkan terutama pada kasus hematoma

subdural dan hematoma epidural.

Angiografi adalah tindakan / prosedur diagnostik invasif menggunakan sinar-

X untuk menggambarkan pembuluh darah di berbagai organ tubuh termasuk

jantung, otak dan ginjal untuk melihat apakah ada penyempitan, pelebaran

atau penyumbatan pada pembuluh darah.

Hematoma Subdural

Trauma ini menunjukkan pendesakan arteri dan vena berbentuk konveks

sesuai dengan lengkung hemisfer serebri. Sesuai dengan lokalisasi

perdarahan, akan tampak pendesakan arteri serebri anterior, arteri serebeli

media maupun deep vein. Kadang-kadang ditemukan lesi yang luas, tetapi

pendesakan arteri serebri anterior, arteri serebri media dan vena serebri

interna sangat sedikit (tidak seimbang), maka harus dilakukan angiografi sisi

Page 36: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

36

kontralateral karena kemungkinan adanya hematom subdural di sisi

kontralateral tersebut.

Hematoma Epidural

Membedakan hematom epidural dan hematom subdural pada angiogram

sering sulit. Jika arteri meningea media terdesak kea rah median ( ke dalam ),

maka diagnosis hematom epidural bias ditegakkan. Jika hematom epidural

masuk ke dalam sinus venosus, maka sinus venosus ini akan terpisah dari

tabula interna.

Gb Hematoma Subdural di daerah parietal kiri (atas) dan Hematoma

Epidural di daerah temporal kiri

Page 37: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

37

BAB III

KESIMPULAN

Trauma kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik

secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada

gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat

temporer ataupun permanent.

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai

aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan;

mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi. Fraktur kranium dan lesi intrakranial

merupakan beberapa contoh dari kasus trauma kepala. Yang merupakan contoh

dari kasus lesi intrakranial adalah epidural hematoma, subdural hematoma,

perdarahan subarachnoid, kontusio dan hematoma intraserebral, serta cedera difus

pada otak.

Untuk menyatakan diagnosis kasus-kasus diatas, pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan radiologi sangat dibutuhkan. Pemeriksaan radiologi tersebut

adalah foto polos kepala, Tomografi Komputer Kepala, MRI, ataupun angiografi.

Gambaran radiologi dari masing-masing kasus tersebut mempunyai ciri

khas yang dapat membantu seorang dokter membuat suatu diagnosis pada

penderita trauma kepala. Salah satu ciri yang jelas adalah pada kasus hematoma

Page 38: Isi Paper Radiologi Trauma Kepala

38

epidural yang pada pemeriksaan Tomografi Komputer kepala memberikan

gambaran densitas darah yang homogen (hiperdens) berbentuk bikonfeks dan

sering pada daerah temporoparietal. Sedangkan pada kasus hematoma subdural

memberikan gambaran hiperdens berbentuk seperti bulan sabit.

Pemeriksaan radiologi tersebut selain membantu untuk menyatakan

diagnosis, juga dapat menuntun seorang dokter untuk penatalaksanaan berikutnya

yang akan dilakukan terhadap pasien trauma kepala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasad S. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta; Balai Penerbit FK UI;

2008. 382-391

2. Zee CS. Neuroradiology: A Study Guide. Los Angeles; Mcgraw; 1996. 235-

241

3. Misra R, Holmes E. A-Z of Emergency Radiology. New York; Cambridge

University Press; 2004. 1-20

4. Bernath D. Head Injury (serial online). Dipublikasikan online: 7 Januari 2009,

Diunduh dari: http:// e-medicine.com /head.injury.aspx

5. Jeffrey R. Wasserman, 2014. Diffuseaxonalinjuryimaging. DO DiagnosticRadiologist, Manatee Memorial HospitalandLakewoodRanchMediccal Center. Availablefrom : http://emedicine.medscape.com/article/339912-overview#a3 (accessed 07 Juli 2015)