ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 … · Tajul Khalwati diasingkan kolonial Belanda...
Transcript of ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 … · Tajul Khalwati diasingkan kolonial Belanda...
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 455
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
BUDAYA DAN BAHASA MELAYU:
BUDAYA PEREKAT BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA
Oleh Lies Widyawati
Abstrak Sejarah kebudayaan Melayu mencakup dimensi dan wilayah geografis yang luas, dengan rentang masa yang panjang. Secara geografis, kawasan tersebut mencakup Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina dan Thailand Selatan. Pada abad ke-7 M, orang Melayu bermigrasi dalam jumlah besar ke Madagaskar, sebuah pulau di benua Afrika. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu juga berkembang di Madagaskar. Bahasa orang-orang keturunan Melayu di pulau ini banyak memiliki persamaan dengan bahasa Dayak Maanyan di Kalimantan. Ketika Syeikh Yusuf Tajul Khalwati diasingkan kolonial Belanda ke Tanjung Harapan (Afrika Selatan), ia bersama pengikutnya mengembangkan agama Islam dan budaya Melayu. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu berkembang pula di Afrika Selatan. Kata Kunci: Budaya Melayu, Bahasa Melayu
Pendahuluan
Sepanjang perjalanan sejarahnya, banyak
kerajaan yang telah berdiri di kawasan Melayu ini,
yang tertua adalah Koying di Jambi (abad ke-3 M)
dan Kutai di Kalimantan (abad ke-4 M). Tidak
menutup kemungkinan, masih ada kerajaan yang
berdiri lebih awal, namun belum ditemukan data
sejarahnya. Setelah Koying dan Kutai, kerajaan
Melayu lainnya muncul dan tenggelam silih berganti. Di antara kerajaan-kerajaan
tersebut, ada yang hanya seluas kampung atau distrik kecil, namun ada pula yang
berhasil menjadi imperium, seperti Sriwijaya di Sumatera, Indonesia. Secara
kronologis, sebagian kerajaan tersebut adalah: Melayu Kuno (abad ke-6 M),
Sriwijaya (abad ke-7 M) dan Minangkabau (abad ke-7 M), semuanya di Indonesia;
Brunei di Brunei Darussalam (abad ke-7 M); Pattani di Thailand (abad ke-11 M);
Ternate (abad ke-13 M), Pasai (abad ke-13 M) dan Indragiri (abad ke-13 M),
semuanya di Indonesia; Tumasik di Singapura (abad ke-14 M); Malaka di Malaysia
(abad ke-14 M); Pelalawan di Indonesia (abad ke-14 M); Riau-Johor di
Semenanjung Melayu (abad ke-16 M); Merina di Madagaskar (abad ke-17 M); Siak
Sri Indrapura (abad ke-18 M), Riau-Lingga (abad ke-18 M) dan Serdang (abad ke-18
M), ketiganya di Indonesia.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 456
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Melayu ini selalu menjalin
relasi dengan kerajaan lain yang berdiri saat itu, terutama dengan dua kekuatan
besar Asia: Cina dan India. Oleh sebab itu, kerajaan-kerajaan tersebut banyak
terdapat dalam catatan Cina, seperti catatan K‘ang-tai dan Wan-chen dari dinasti Wu
(222-280 M) yang menceritakan tentang keberadaan kerajaan Koying di Sumatera.
Selain Koying, keberadaan Sriwijaya juga banyak terdapat dalam catatan Cina.
Selain Cina dan India, orang-orang Melayu juga memiliki relasi dagang yang
baik dengan para pedagang Arab. Dengan perdagangan yang semakin intens, maka
akhirnya Islam juga masuk dan menyebar di kawasan Melayu. Seiring dengan itu,
huruf dan bahasa Arab juga berkembang. Berkat kreativitas orang Melayu, mereka
kemudian memodifikasi huruf Arab menjadi huruf Arab Melayu (Jawi). Manuskrip-
manuskrip Melayu yang ada saat ini sebagian besar ditulis dalam huruf dan bahasa
Arab ini, namun banyak juga yang berbahasa Melayu lokal. Saat ini, pengaruh dari
berbagai kekuatan budaya yang pernah menjalin relasi dengan kerajaan Melayu
tampak jelas dalam kebudayaan Melayu, terutama dalam bahasa.
Pada abad ke-16 M, kolonial Eropa (Inggris, Spanyol, Portugis, Perancis dan
Belanda) masuk ke kawasan Melayu. Dalam perkembangannya, hampir seluruh
kawasan ini tunduk pada kekuatan kolonial tersebut, bahkan banyak yang runtuh,
seperti Malaka di Malaysia. Singkat kata, Kerajaan Melayu memang telah runtuh,
namun kebudayaannya tidak akan musnah (sebagaimana dikatakan Hang Tuah,
“Tak kan Melayu hilang di dunia”). Kebudayaan Melayu selalu ada dan ruhnya akan
bangkit kembali, baik di daerah asalnya ataupun di kawasan lain. Minat dan
perhatian kita terhadap budaya ini, sebenarnya refleksi dan bukti dari masih kuatnya
ruh budaya Melayu tersebut dalam jiwa para pendukungya.
Pembahasan
Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya
makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan manusia dengan belajar (Koentjaraningrat). JJ Honigman
dalam bukunya "the world of man" (1959) membedakan gejala kebudayaan yang
bisa ditemui kedalam tiga tahap yaitu Ide, Aktivitas, dan yang terakhir adalah Artifak
atau totalitas dari hasil fisik yang berupa perbuatan, karya yang bersifat konkret.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 457
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Orang Melayu memiliki identitas kepribadian pada umumnya yaitu adat-
istiadat Melayu, bahasa Melayu, dan agama Islam. Dengan demikian, seseorang
yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa
Melayu, dan beragama Islam. Maka dari itu jika diperhatikan adat budaya melayu
maka tidak lepas dari ajaran agama Islam seperti dalam ungkapan pepatah,
perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainya menyiratkan norma sopan-santun dan
tata pergaulan orang Melayu.
Adat
Aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan
manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam
suatu daerah yang terbentuk di Indonesia
sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata
tertib tingkah-laku anggota masyarakatnya. Di
Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan
manusia itu menjadi aturan hukum yang
mengikat dan disebut hukum adat (Yayasan Kanisius, 1973). di melayu terdapat tiga
jenis adat yaitu adat sebenar adat atau adat yang memang tidak bisa diubah lagi
karena merupakan ketentuan agama , adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat
oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak
diubah oleh penguasa berikutnya, dan adat yang teradat adalah konsensus bersama
yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan
dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat.
Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang
Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama
warga negara. Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa nasional Indonesia
mengikutsertakan pepatah, ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya,
sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi pepatah dan peribahasa yang berasal
dari Melayu dan yang bukan dari Melayu.
Karakteristik
Orang Melayu sangat identik dengan kesopanan dalam pergaulan dimana
bisa kita lihat dalam sebuah karya sastra melayu : Hidup sekandang
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 458
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
sehalaman, tidak boleh tengking-menengking, tidak boleh tindih-menindih, tidak
boleh dendam kesumat. Yang patut dipatutkan, Yang tua dituakan, Yang berbangsa
dibangsakan, Yang berbahasa dibahasakan, dan Orang Melayu sangat identik
dengan sikap gotong royong yang dapat dilihat pada : Lapang sama berlegar,
Sempit sama berhimpit, Lebih beri-memberi, Kalau berjalan beriringan
Ciri Khas Budaya Melayu
• Ada Upacara Lingkaran Hidup mulai dari proses pernikahan, kelahiran di 7
bulan awal yang dikenal dengan nama Lenggang perut, hingga kelahiran bayi
dimana ada pemotongan rambut bayi (aqiqah), kemudian upacara kematian
dari 40 hari hingga 100 hari
• Memiliki tari zapin dan rentak sembilan yang sangat umum dikenal orang
Indonesia
• Seni tenun yang khas dimana dikenal kain songket
• Orang melayu sangat mahir dalam kegiatan berbalas pantun.
Fakta Melayu
Orang melayu umumnya di idenditaskan sebagai orang yang tinggal di tanah
melayu, beragama islam, dan melaksanakan adat istiadat melayu, namun
sebenarnya melayu sendiri ibarat rumah yang di isi oleh berbagai macam penghuni
dengan berbagai macam jenis pandangan hidup pula dan tidak harus orang yang
mendiami daerah melayu. dikarenakan dalam perkembangan zaman melayu
memiliki berbagai macam versi.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 459
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Identitas dan Perubahan Budaya Melayu
Anggota-anggota masyarakat dipupuk nilai dan norma sosial melalui proses
sosial atau proses sosialisasi. Melaluinya identiti masyarakat dan budaya dapat
dipertahankan. Individu sebagai anggota masyarakat menyedari identiti masyarakat
dan budayanya yang berbeza daripada masyarakat dan budaya lain.
Dalam masyarakat itu terdapat pula kelompok-kelompok sosial yang
membina image dan identiti tersendiri. Sebagai anggota kepada kelompok sosial itu,
dalam membina kesedaran rasa kekitaan, maka ia berusaha mempertahankan
image atau identiti kelompoknya. Berbagai kelompok sosial dalam sesuatu
masyarakat itu membina sub budaya yang membina kesatuan di peringkat
masyarakat dan budaya yang lebih luas. Sub budaya yang berbagai dalam
masyarakat Melayu itu merupakan khazanah yang menyatakan kekayaan budaya
Melayu itu.
Masyarakat berusaha mempertahankan identitinya yang menyatakan dengan
jelas kekuatan masyarakat itu. Identiti itu mahu dipertahankan selama-lamanya. Di
samping itu, anggota-anggota masyarakat mahukan perubahan. Perubahan yang
berlaku itu menyatakan dengan jelas tentang budaya itu dinamis. Tetapi perubahan
yang berlaku itu tidak pula menghilangkan identiti yang diwarisi sejak sekian lama.
Dalam perubahan yang berlaku masih boleh diteliti identiti yang dipertahankan.
Budaya Melayu yang dinamiks, berkemampuan menerima dan menyesuaikan
dengan perubahan, tetapi mempertahankan identiti Melayu sejak sekian lama.
Dengan tu dapat dikatakan, tidak Melayu hilang di dunia.
Identiti masyarakat dan budaya yang dibina itu diakui dan disedari anggota-
anggota masyarakat. Mereka berbangga dengan identiti budaya yang mereka warisi
dan mereka bina sekian lama. Malahan mereka berusaha menonjolnya, untuk
dikenali sehingga ke peringkat global. Tradisi yang diwarisi itu mempunyai nilai-nilai
yang tinggi yang ingin dipertahankan.
Dalam membina identiti seperti di atas itu bermakna anggota-anggota
masyarakat melihat dan menilai ke dalam masyarakat dan budaya sendiri yang
sentiasa dipandang tinggi. Sebaliknya mereka juga melihat keluar, iaitu melihat
masyarakat dan budaya lain. Dalam melihat keluar atau orang luar melihat budaya
Melayu, kerapkali melibatkan prasangka, iaitu melihat identiti budaya lain
berasaskan sentiman, misalnya memandang rendah masyarakat dan budaya lain
dalam konteks mengagongkan budaya sendiri. Adakala prasangka itu tidak
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 460
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
berasaskan realiti, tetapi semata-mata timbul dari sentiman yang terbina dalam
masyarakat. Adakala prasangka itu dibina berasaskan kepentingan tertentu.
Orang luar yang melihat orang Melayu secara luaran, sebagaimana yang
pernah ditulis oleh orang-orang barat masa lalu, adakala menggambarkan orang
Melayu sangat buruk. Mereka tidak memahami masyarakat dan budaya Melayu.
Pandangan mereka berasaskan budaya mereka, dan inilah yang dikatakan
ethnocentric.
Dalam masyarakat Melayu yang pesat mengalami proses perubahan,
terutama tekanan daripada peradaban asing dan proses globalisasi, anggota-
anggota masyarakat menghadapi masalah dalam mempertahankan tradisi. Mereka
menghadapi krisis dalam mempertahankan tradisi sebagai menyatakan lambang
identiti masyarakat dan budaya Melayu. Dalam menghadapi perubahan itu,
selalunya unsur-unsur budaya tradisi diketepikan, dan gaya hidup moden menjadi
pilihan. Dalam keadaan menghadapi krisis identiti itu, terdapat pula gerakan oleh
kumpulan-kumpulan tertentu yang mempertahankan identiti, terutama unsur-unsur
budaya tradisi yang diwarisi sekian lama.
Krisis identiti juga turut dialami di peringkat individu. Dalam pesatnya
perubahan yang melanda orang-orang Melayu, turut membawa kesan kepada
individu, dalam menentukan bahawa perubahan yang berlaku itu tidak ketinggalan,
maka ia juga menghadapi krisis dalam mengekalkan tradisi.
Krisis identiti ini turut dialami individu yang ibu atau bapanya bukan Melayu. Ia
menghadapi masalah dalam menentukan identiti, sebelah ibunya atau sebelah
bapanya. Dalam keadaan ini selalunya identiti yang lebih dominan mempengaruhi
seseorang itu.
Melayu Kelompok majoriti di Malaysia
Kelompok majoriti, seperti orang Melayu di Malaysia mewarisi tradisi budaya
dan berusaha mengekalkan identiti Melayu dalam berbagai lapangan. Tradisi
budaya memainkan peranan penting dalam menyatakan lambang identiti yang
diperturunkan dari satu generasi kepada generasi berikut. Kelompok majoriti itu
menentukan identiti. Walaupun perubahan berlaku, tetapi kelompok itu berusaha
mengekalkan identiti.
Kelompok Melayu minoriti, terutama di luar alam Melayu ini didapati tidak
mampu untuk mempertahankan identiti Melayu seperti kelompok majoriti itu.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 461
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Kelompok minoriti itu selalunya dipengaruhi masyarakat dan budaya majoriti
sehingga kelompok itu tidak mampu untuk mengekalkan identiti. Apabila generasi
baru mengambil tempat dalam kelompok minoriti itu, maka kaitan dengan identiti itu
didapati semakin lemah dan dalam jangka masa yang lama identiti Melayu yang asal
itu boleh hilang. Bandingkan dengan kelompok Melayu di Afrika Selatan, Sri Lanka
dan lain-lain.
Dalam membina identiti sebagaimana yang telah dinyatakan sebelum ini
dapat dilakukan secara luaran, melalui rupa bentuk fisikal dan sesuatu yang
dihasilkan dalam melambangkan identiti itu berasaskan kepada struktur luaran.
Selain itu, identiti itu juga melibatkan secara dalaman, iaitu jiwa Melayu itu. Oleh itu
dalam mengenali identiti itu perlu juga difahami aspek dalamannya, iaitu struktur
dalaman sebagaimana yang dinyatakan oleh anggota-anggota masyarakat.
Kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat itu adakala berusaha membina
identiti sendiri sebagai melambangkan kekuatan kelompok sosial itu. Dalam
membina identiti itu berbagai cara pernah dilakukan, misalnya melalui agama
kelompok sosial itu menyatakan lambang-lambang tersendiri, di samping memupuk
nilai-nilai sosial yang berkaitan. Ada kelompok pula amat terpengaruh dengan
kemodenan barat dan menyatakan identiti berasaskan nilai-nilai itu. Walau
bagaimanapun kelompok-kelompok sosial itu tidak terpisah daripada masyarakat
dan budaya Melayu yang dianggap dominan.
Masyarakat membina identiti berasaskan berbagai-bagai aspek kehidupan,
termasuk aspek sosial dan budaya. Dengan berbagai-bagai aspek kehidupan itu
secara keseluruhan dalam konteks yang lebih luas masyarakat itu membina identiti.
Antara aspek atau sistem yang memberikan sumbangan kepada pembinaan
identiti itu adalah seperti dinyatakan di bawah:
1. Kekeluargaan dan perkahwinan – termasuk dalam menyusur galur keturunan.
2. Sistem sosial – struktur sosial, meliputi aspek hiraki sosial, status sosial –
tradisi dan moden.
3. Sistem kepimpinan dan politik – kedudukan pemimpin.
4. Agama dan kepercayaan – termasuk simbol/lambang yang berkaitan seperti
masjid.
5. Sistem ekonomi – termasuk demografi. Kegiatan cari makan, budaya kerja
dan sebagainya. Penempatan kampung – bandar.
6. Simbol status/kelas sosial. Kekayaan, kekuasaan.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 462
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
7. Pakaian, makanan.
Berasaskan identiti budaya pula termasuklah nilai dan norma sosial, adat, dan
seumpamanya, atau dalam konteks visual dan bukan kebendaan. Melihat kepada
perkara-perkara yang diterangkan di atas itu, identiti masyarakat dan budaya itu
meliputi keseluruhan aspek kehidupan masyarakat.
Pandangan Orang Luar tentang Orang Melayu
Isabella Bird, (The Golden Chersonese, Oxford University Press) seorang
pengembara Inggeris telah menceritakan tentang orang Melayu Perak semasa
beliau melawat negeri itu pada abad ke 19. Beliau menerangkan orang Melayu
tinggal di kampung menumpukan kepada pekerjaan bertani dan menangkap ikan.
Mereka tidak suka tinggal di bandar. Rumah dan perkampungan mereka di tepi
hutan dan di tepi sungai. Mereka sukakan kebebasan untuk bergerak. Rumah
mereka dibina agak berjauhan antara satu dengan yang lain. Rumah dibina di atas
tiang, dinding rumah diperbuat dari kayu yang telah diketam, bumbung rumah dari
daun nipah yang disirat. Bumbung rumah agak tinggi dan curam. Rumah orang
miskin dan orang kaya tidak jauh berbeza, kecuali tangga rumah orang miskin dibina
dari kayu dan rumah orang kaya dari batu. Rumah mereka tidak banyak ruang,
didapati ruang tamu juga digunakan sebagai tempat tidur. Dalam rumah tidak
banyak perabot. Tikar digunakan sebagai tempat duduk. Lantai rumah pula dipasang
renggang supaya udara dapat beredar ke dalam rumah dan sampah dan sisa
makanan boleh disapu ke bawah rumah tuntuk dimakan oleh ayam. Pada waktu
malam nyamuk di keliling dapat dihalau dengan memasang unggun api di bawah
rumah.
Didapati rumah Melayu itu membela monyet yang digunakan untuk memetik
kelapa. Seterusnya Bird juga menerangkan lelaki Melayu bersifat pendiam,
cemburu, curiga dan pembelot. Perempuan pula berbadan kecil, pembersih dan
bergiat dalam aktiviti ekonomi seperti menganyam tikar dan bakul. Pakaian mereka
dari sutera atau kain kapas yang menutup bahagian lutut hingga leher.
Rupa paras Melayu berkulit sawo matang, kening mereka rendah, tulang pipi
tinggi, hidung leper, mulut lebar dengan bibir tebal. Rambut hitam berkilat dan
rambut perempuan pula disiput.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 463
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Perempuan Melayu dikatakan malas bekerja, hasil jualan tikar dan buahan
mereka membeli kain baju. Perempuan suka memakai sarung berwarna merah dan
berjalur-jalur. Baju kebaya dikenakan kerongsang yang diperbuat dari perak, emas
atau permata. Sanggul rambut atau siput rambut disematkan pin sanggul. Kain yang
dipakai perempuan diikat dengan tali pinggang yang diperbuat dari perak atau emas
bertatahkan permata. Bagi lelaki pula memakai sarung dan baju Melayu dan di
kepala mereka memakai destar.
Undang-undang mereka adalah berteraskan undang-undang Islam. Bird juga
memetik pendapat seorang pegawai Inggeris yang bernama Capt. Shaw, yang
menyatakan orang Melayu itu lembut, halus, lurus dan peramah, serta
mementingkan harga diri. Mereka sensitif dan sanggup membunuh untuk menjaga
dan mempertahankan harga diri dan keluarga. Mereka beragama Islam dan cita-cita
utama mereka ialah untuk menunaikan haji ke Mekah. Ada di kalangan mereka yang
telah ke Mekah beberapa kali. Di sekeliling rumah ditanam dengan pokok buahan
seperti nangka, durian, sukun, mangga, pisang dan lain-lain. Mereka menghabiskan
masa dengan mendengar muzik, cerita atau mengadakan ritual keagamaan. Setiap
masjid ada kariahnya dan setiap kariah terdapat 44 buah rumah. Kalau ada
kampung yang hendak membina masjidnya sendiri mesti ada 44 buah rumah. Hal-
hal ugama diserahkan kepada Imam yang juga melaksanakan tugas-tugas berkaitan
perkahwinan dan kematian. Kenduri sering diadakan seperti pada masa kelahiran,
memotong jambul, perkhatanan dan perkahwinan. Dan pada waktu kenduri ini
lazimnya disembelih kerbau. Dari segi kepercayaan, orang Melayu amat percaya
kepda hantu, pawang, bomoh dan tanda-tanda baik-buruk. Sebagai contoh, orang
Melayu percaya adanya hantu, harimau jadi-jadian dan sebagainya. Orang Melayu
juga percaya kepada keujudan pelesit, polong dan lain-lain. Burung pungguk
dikatakan burung hantu. Penanggalan pula dalam bentuk wanita, kepalanya boleh
ditanggalkan dan meninggalkan badan untuk pergi mencari darah perempuan yang
baru bersalin. Orang Melayu juga percaya kesan azimat yang dipakai pada badan
mereka. Bagi Bird, yang paling penting untuk menjelaskan identiti orang Melayu
ialah keris dan konsep amuk. Keris dilihat sebagai senjata dan simbol diri atau
kejantanan lelaki Melayu. Amuk juga dikaitkan dengan hargadiri. Orang mengamuk
sekiranya harga dirinya dicemuh atau diperendahkan, ataupun dirinya dan
keluarganya diaibkan. Mereka mengamuk kerana pandangan mereka menjadi gelap
dan tidak tahan menanggung malu dan celaan tersebut.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 464
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Orang Melayu mengikut F. Swettenham (“The Real Malay”) dalam Stories and
Sketches by Sir F. Swettenham; selected and introduced by William Roff, Oxford
University Press) adalah sebagaimana berikut ini:
Untuk memahami orang Melayu dengan mendalam, Swettenham
berpendapat, seseorang itu perlu tinggal di kalangan mereka, menghormati agama
dan kepercayaan mereka, meminati kecenderungan mereka, perlu bersifat toleransi
dan jangan memandang serong terhadap prejudis mereka, bersimpati dan
membantu mereka ketika mereka dalam kesusahan dan kalau boleh bukan sahaja
berkongsi keseronokan mereka tetapi juga risiko yang mereka hadapi. Hanya
dengan cara ini sahaja seseorang itu boleh memperolehi kepercayaan dan
keyakinan orang Melayu. Melalui keyakinan ini sahaja seseorang itu akhirnya boleh
memahami hati budi orang Melayu, terutama bersifat batiniah itu.
Orang Melayu yang sebenarnya, adalah pendek, berbadan tegap dan
gempal. Rambutnya lurus hitam, kulit sawo matang, hidung dan bibirnya tebal dan
matanya cerah dan nampak cerdik. Tingkahlakunya lemah lembut dan mudah untuk
didampingi. Orang Melayu bersifat curiga terhadap orang luar tetapi tidak
menunjukkan sikap tersebut secara terbuka. Orang Melayu berani dan boleh
dipercayai menjalankan tanggungjawabnya dengan baik. Walau bagaimanapun dia
bersifat boros dan suka meminjam wang tetapi lambat membayarnya balik. Dia
petah dan bijak bercakap, pandai berkias (dan mungkin juga menyindir), sering
memetik peribahasa dan kata-kata hikmah, pandai melawak dan berjenaka dan
sukakan kepada jenaka yang baik. Orang Melayu suka ambil tahu hal orang lain,
terutama jirannya. Oleh itu orang Melayu dikatakan kuat gosip atau suka menjaga
tepi kain orang lain. Orang Melayu beragama Islam dan pada pendapat Swettenham
ini menyebabkan mereka bersifat fatalistik, iaitu percaya kepada qada’ dan qadar
(nasib dan rezeki ditentukan Allah). Tetapi pada masa yang sama mereka juga
percaya kepada perkara-perkara karut dan tahyul yang bertentangan dengan Islam.
Dia tidak minum arak dan jarang sekali menghisap candu tetapi dia amat minat
berjudi, sama ada menyabung ayam ataupun permainan-permainan yang ada
elemen pertaruhan.
Secara semulajadi orang Melayu adalah ahli sukan. Mereka suka dan
berminat menangkap dan menjinakkan gajah. Mereka juga merupakan seorang
nelayan atau penangkap ikan yang cekap. Dari satu segi orang Melayu konservatif,
bangga dan megah terhadap negerinya dan masyarakatnya. Mereka menyanjung
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 465
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
adat dan tradisi lama masyarakat Melayu. Mereka takut kepada Raja, hormat dan
tunduk kepada kuasa. Orang Melayu memandang rendah kepada sebarang
pembaharuan dan seboleh-bolehnya akan menolak sebarang pengenalan kepada
perubahan secara mendadak. Sebaliknya, jika mereka diberi masa untuk memeriksa
dan menelitinya dan perubahan tersebut tidak dipaksa ke atas mereka, mereka
boleh diyakinkan tentang keuntungan dan faedah yang boleh dicapai melalui
pembaharuan-pembaharuan tersebut. Orang Melayu cepat mempelajari ilmu yang
diajar kepadanya.
Bagi Swettenham, sekiranya orang Melayu ingin dan juga bercita-cita tinggi
dia boleh menjadi seorang mekanik yang baik. Walau bagaimanapun orang Melayu
malas. Dia tidak mempunyai sebarang perancangan yang teratur di dalam hidupnya.
Dia tidak tahu tentang ketepatan masa termasuk juga waktu makannya. Padanya
waktu itu tidak penting. Rumah orang Melayu tidak tersusun dan kotor tetapi dia
mandi dua kali sehari. Dia juga suka berhias dan memakai pakaian yang kemas.
Orang Melayu tidak toleran kepada sebarang penghinaan. Baginya malu yang
diterima hanya boleh dibersihkan dengan darah. Dia akan masam muka dan
memendam rasa apabila kewibawaannya dan maruahnya tersentuh atau terguris
sehingga dia dirasuk oleh perasaan hendak membalas dendam. Jika dia tidak dapat
membalas pada orang berkenaan atau berkaitan dia akan mengancam orang
pertama yang ditemuinya, tidak kira lelaki atau perempuan, tua atau muda. Inilah
yang dikatakan amuk. Semangat kesukuan kuat di kalangan orang Melayu. Dia taat
dan setia kepada Raja, Penghulu dan pemimpin. Pemberian kurnia oleh Raja
kepada rakyat dan pemberian hadiah dari rakyat kepada Raja adalah satu amalan
yang biasa.
Walaupun orang Melayu beragama Islam dan sanggup dipaku hidup-hidup
dari menolak agamanya, orang Melayu bukannya menganggap agama orang lain
rendah. Dia juga bukan seorang hipokrit. Kehidupannya akan menghadapi kitaran
hidup berikut:
Pada masa kecil dia dijaga dengan baik, dia tidur bila dia suka dan makan
apabila dia merasa lapar (elemen masa tidak penting). Dia jarang dipukul atau
dirotan, oleh itu dia jarang menangis. Pada umur 15 atau 16 tahun dia rajin belajar
dan dihantar mengaji Qoran walaupun mengaji dalam bahasa yang dia tidak faham.
Pada umur di antara 16 hingga 25 tahun dia harus dielakkan kerana pada peringkat
umur ini dia suka bersuka-sukaan, berfoya-foya, boros, pemurah, suka berjudi,
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 466
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
banyak terikat dengan hutang, sering terlibat dalam melarikan isteri jirannya dan
suka menonjol-nonjolkan dirinya. Selepas itu jika dia tidak meneruskan dengan
perangai buruknya, dia akan cuba, dengan bantuan orang-orang yang lebih tua
darinya, berusaha memantapkan kedudukan sosialnya.
Jadi, apabila dia mencecah umur 40 tahun dia akan menjadi seorang
manusia yang bijak (dan berpengalaman). Anak perempuan pula dibiarkan hidup
bebas sehingga umur 5 tahun dan kemudian diberi pakaian yang sempurna. Sejak
itu dia dididik dan diasuh dalam membantu kerja-kerja rumah dan dapur. Dia juga
diajar turun ke sawah. Tujuannya untuk menyediakan menjadi seorang isteri dan ibu
yang baik. Pada peringkat umur 15/16 tahun dia sukakan pakaian yang cantik dan
juga sudah tahu memakai barang-barang kemas. Gadis yang belum kahwin diasuh
dan diajar bagi mengelakkan dari mengadakan hubungan dengan lelaki yang tidak
ada tali persaudaraan dengannya. Selepas berkahwin orang perempuan Melayu
mendapat kebebasan yang seluas-luasnya. Orang Melayu amat mementingkan
bangsa dan keturunan. Lelaki Melayu boleh kahwin empat dan boleh menceraikan
isteri/ isteri-isteri dan menggantikan mereka dengan isteri yang baru. Sekiranya dia
mampu dia akan menggunakan kesempatan ini tetapi lelaki Melayu jarang-jarang
mempunyai empat orang isteri pada satu masa.
Melayu Riau
Melayu Riau atau Riau Raya adalah wilayah dan masyarakat Melayu yang
tinggal di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Mereka menggunakan
Bahasa, adat, dan budaya Melayu sehari-harinya. Riau Raya merupakan saujana
peradaban Melayu yang luas, kaya, dan indah. Persebaran Masyarakat Melayu Riau
terbagi atas : Masyarakat Melayu Riau Kepulauan, yaitu masyarakat Melayu Riau
yang bermukim di kawasan Provinsi Kepulauan Riau , yang terdiri atas :
Kabupaten Bintan Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun Kota Batam
Kabupaten Kepulauan Anambas Kota Tanjung Pinang
kabupaten Lingga
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 467
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Masyarakat Melayu Riau daratan, yaitu masyarakat Melayu Riau yang
bermukim di kawasan Provinsi Riau, terdiri atas Melayu Riau Pesisisr dan Melayu
Pedalaman. Melayu Riau :
Kabupaten Bengkalis Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Indragiri Hilir
Kota Dumai Kabupaten Kampar
Kabupaten Kepulauan Meranti Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Siak Kabupaten Kuantan Singingi
Kota Pekanbaru yang dulunya merupakan bahagian dari provinsi Kerajaan
Siak berada ditengah-tengah Provinsi Riau, adat, budaya, dan bahasa yang
digunakan merupakan adat melayu Siak yang berkembang pada saat itu. Sementara
Kabupaten Indragiri Hulu juga menggunakan bahasa, budaya, dan adat Melayu
yang sama dengan Melayu Riau Pesisir meski wilayahnya berada di pedalaman
Riau.
Adapun perkataan Melayu itu sendiri mempunyai kepada tiga pengertian,
yaitu Melayu dalam pengertian “ras” di antara berbagai ras lainnya. Melayu dalam
pengertian sukubangsa yang dikarenakan peristiwa dan perkembangna sejarah,
juga dengan adanya perubahan politik menyebabkan terbagi-bagi kepada bentuk
negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina. Melayu dalam
pengertian suku, yaitu bahagian dari suku bangsa Melayu itu sendiri.
Di Indonesia yang dimaksud dengan suku bangsa Melayu adalah yang
mempunyai adat istiadat Melayu, yang bermukim terutamanya di sepanjang pantai
timur Sumatera, di Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat. Pemusatan suku bangsa
Melayu adalah di wilayah Kepulauan Riau. Tetapi jika kita menilik kepada yang lebih
besar untuk kawasan Asia Tenggara, maka ianya terpusat di Semenanjung
Malaya.*)
Kemudiannya menurut orang Melayu, yang dimaksud orang Melayu bukanlah
dilihat daripada tempat asalnya seseorang ataupun dari keturun darahnya saja.
Seseorang itu dapat juga disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa
Melayu dan mempunyai adat-istiadat Melayu. Orang luar ataupun bangsa lain yang
datang lama dan bermukim di daerah ini dipandang sebagai orang Melayu apabila ia
beragama Islam, mempergunakan bahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 468
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan
Sriwijaya yang mula-mula sejak tahun 517 s/d 683 dibawah kekuasaan Melayu,
dengan meliputi daerah Sumatera tengah dan selatan. Sriwijaya-Sailendra bermula
dari penghabisan abad ke 7 dan berakhir pada penghujung abad ke 12.
Kemaharajaan Melayu yang dimulai dari - Kerajaan Bintan-Tumasik abad 12-13 M
dan kemudian memasuki periode Melayu Riau yaitu - zaman Melaka abad 14-15 m,
- zaman Johor-Kampar abad 16-17 m, - zaman Riau-Lingga abad 18-19 m.
Paramesywara atau Iskandar Syah dikenal dengan gelar Sri Tri Buana,
Maharaja Tiga Dunia (Bhuwana, Kw, Skt berarti dunia), seorang pangeran,
keturunan raja besar. Ia sangat berpandangan luas, cerdik cendikia, mempunyai
gagasan untuk menyatukan nusantara dan akhirnya beliaulah pula yang
membukakan jalan bagi perkembangan islam di seluruh nusantara. Paramesywara
adalah keturunan raja-raja Sriwijaya-Saildendra. Menurut M.Said (dalam bukunya
Zelfbestuur Landchappen) Raja Suran adalah keturunan Raja Sultan Iskandar
Zulkarnain di Hindustan yang melawat ke Melaka, beranak tidak orang laki-laki.
Diantara putranya adalah Sang Si Purba, kawin dengan Ratu Riau. Dari puteranya
menjadi turunan Raja Riau. Sang Si Purba sendiri pergi ke Bukit Sigantung
Mahameru (Palembang) menjadi Raja dan kawin disana. Ia melawat ke
Minangkabau dan menjadi Raja Pagarruyung. Memencar keturunannya menjadi
Raja-Raja Aceh dan Siak Sri Indrapura.
Menurut Sejarah Melayu tiga bersaudara dari Bukit Siguntang menjadi raja di
Minangkabau, Tanjung Pura (Kalimantan Barat) dan yang ketiga memerintah di
Palembang. Yang menjadi Raja di Palembang adalah Sang Nila Utama. Sang Nila
Utama inilah yang menjadi Raja di Bintan dan Kemudian Singapura.
Dalam hikayat Hang Tuah yang terkenal, ada disebutkan, raja di “Keindraan”
bernama Sang Pertala Dewa. Adapula tersebut seorang raja. Istri baginda hamil dan
beranak seorang perempuan yang diberi nama Puteri Kemala Ratna Pelinggam.
Setelah dewasa diasingkan ke sebuah pulau bernama : Biram Dewa.. Sang Pertala
Dewa berburu di pulau Biram Dewa tersebut. Akhirnya kawin dengan Putri Kemala
Ratna PeLinggam. Lalu lahir anaknya yang dinamai Sang Purba. Setelah itu mereka
naik “keindraan”. Kemudian turun ke Bukit Sigintang Mahameru. Sang purba
dirajakan di bukit siguntang. Sang Purba kawin dengan puteri yang berasal dari
muntah seekor lembu yang berdiri ditepi kolam dimana sang puteri sedang mandi.
Lahir seorang putra dinamai Sang Maniaka dan kemudian lahir pula putera yang
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 469
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
kedua Sang Jaya Mantaka, yang ketiga Sang Saniaka dan yang keempat Sang
Satiaka. Sang Maniaka dirajakan di Bintan dan singapura.
Kerajaan Riau-Bintan dimulai dari Raja Asyar-Aya (1100-1150 m) Dan Ratu
Wan Sri Beni (1150-1158M). Ratu kemudian digantikan oleh menantunya Sang Nila
Utama, yang mendirikan Kerajaan Singapura dan memindahkan Kerajaan dari
Bintan ke Singapura. Menurut para ahli sejarah, Sang Nila Utama dari Bintan
menemukan Singapura pada tahun 1294 M. kemudian diberi gelar Tri Buana dan
mengubah nama Temasek menjadi Singapura. Menurut sejarah Melayu karangan
Tun Seri Lanang (1612 M), raja Melayu yang terakhir disingapura (Tumasik) adalah
Raja Iskandar Syah yang membuka negeri Melaka.
Dalam buku-buku sejarah karangan pelawat-pelawat Cina nama raja Melayu
Melaka yang pertama itu ialah Pa-Li-Su-La dan Pai-li-mi-sul-la, dari sumber Portugis
yang menyebutkan Paramesywara dengan sebutan Paramicura dan Permicuri. Ahli
sejarah mengambil kesimpulan bahwa raja Melayu Melaka (Raja Singapura yang
terakhir) adalah Permaisura (sebelum memeluk agama islam) kemudian raja itu
menjadi Raja Melaka dengan memakai gelar Permaisuri Iskandar Syah (1394-1414
M). Keturunan raja ini yang memerintah di Melaka ialah : - Megat iskandar syah
(1414-1424 M) - Sultan Muhammad Syah (1424-1444 M) - Sultan Abu Syahid (1445-
1446 M) - Sultan Muazaffar Syah (1446-1456 M) - Sultan Mansyur Syah (1456-1477
M) - Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488 M) - Sultan Mahmud Syah I (1488-
1511 M).
Selama abad 15 sampai permulaan abad ke 16 di antara Kerajaan-Kerajaan
Melayu yang ada, hanya Kerajaan Melaka yang mencapai puncak kejayaan. Sebuah
laporan portugis pada permulaan abad ke 16 telah menggambarkan Kerajaan
Melaka. Pada masa itu dinyatakan bahwa kota Melaka adalah Bandar perdagangan
yang terkaya dan mempunyai bahan-bahan perdagangan yang termahal, armada
yang terbesar dan lalu lintas yang teramai di dunia. Melaka menjadi kota
perdagangan yang terbesar didatangi pedagang-pedagang dari pulau-pulau
nusantara dan dari benua asia lainyya seperti dari India, Arab, Parsi, Cina, Burma
(Pegucampa, Kamboja dan lain-lain). Dalam tahun 1509 mulai pula berdatangan
pedagang-pedagang dari eropa Melaka sebagai pusat imperium Melayu dan
menjadi Bandar perdagangan yang ramai juga merupakan pusat penyebaran agama
islam ke seluruh nusantara dan Asia Tenggara. Sultan Melaka Sultan Mansyur Syag
Akbar yang memerintah pada tahun 1456-1477 M) telah berhasil mengantarkan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 470
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Melaka ke puncak kebesaran sejarah Melayu dan beliau dapat mempersatukan
Kerajaan-Kerajaan Melayu dalam imperium Melayu. Pada masa Sultan Mansyur
inilah terkenalnya sembilan pemuda yang gagah berani sebagai hulubalang
Kerajaan seperti : Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekiu, Hang Lekir,
Hang ali, Hang Iskandar, Hang Hasan, dan Hang Hussin. Diantara kesembilannya
Hang Tuahlah yang paling berani dan bijaksana sehingga Sultan mengangkatnya
menjadi Laksmana. Pengganti Sultan Mansyur Syah ialah putranya Sultan Alauddin
Riayat Syah (1477-1588 H). Raja ini diracuni oleh Raja Kampar dan Raja Indragiri
yang ditawan di Melaka. Sewaktu beliau hendak berangkat ke Melaka. Sultan
Alauddin berputrakan Raja Menawar Syah, Raja Kampar dan Raja Muhammad yang
kemudian bergelar Sultan Mahmud Syah Raja Melaka. Sultan mahmud beristrikan
putri sultan raja pahang. Yang menurunkan tiga orang anak. Yang tertua adalah laki-
laki diberi nama Raja Ahmad, yang kedua dan ketiga adalah perempuan. Sultan
mahmud berguru pada Maulana Yusuf, sultan munawar syah raja Kampar wafatm
digantikan oleh anaknya yang bernama Raja Abdullah yang di nobatkan oleh Sultan
Mahmud di Melaka dan diambil menjadi menantunya. Setelah dinobatkan di Melaka
beliau kembali ke Kampar.
Sebelum pusat Kerajaan imperium Melayu di pindahkan ke Johor, Sultan
Mahmud Syah I telah mendirikan pusat pemerintahan di Kampar terletak ditepi
Sungai Kampar. Tempat ini dijadikan sebagai pusat imperium Melayu dan basis
perjuangan terakhir untuk melawan portugis. Sultan Mahmud Syah I ini sangat
pemberani dalam menghadapi Portugis. Tapi sayang Melaka tetap berhasil di rebut
Portugis. Pada tanggal 15 agustus 1511 terjadilah peperangan yang hebat di antara
pejuang Melaka dengan angkatan portugis yang di pimpin oleh Affonso
d’albuquerqe.Melaka berhasil dikalahkan. Sultan dan pengikut-pengikutnya akhirnya
melarikan diri ke hulu sungai Muar, dan membuat Kerajaan Pagoh. Dalam bulan
oktober 1511, Raja Abdullah (Sultan Kampar) mengadakan hubungan dengan
affonso d’ Albuquerque dan pergi ke Melaka. Kemudian kembali lagi ke Kampar.
affonso d’ Albuquerque merasa kalau Pagoh dan Bentayan (Kuala Muar)
akan menjadi ancaman bagi mereka. Takut akan hal ini, affonso langsung
mengerahkan pasukannya yang terdiri dari 400 orang lascar portugis, 600 orang
jawa, dan 300 orang pegu (Burma) untuk menyerang Bentayan dan Pagoh. Akhirnya
Sultan Mahmud Syah I dan pengikutnya meninggalkan Pagoh dan berpindah ke
Pahang melalui Lubuk Batu dan Panarikan. Bulan Juli 1512 angkatan perang Sultan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 471
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Mahmud Syah I di bawah pimpinan Laksmana Hang Nadim menyerang orang-orang
Portugis di Melaka.
Januari 1513 Sultan Mahmud Syah I dan para pengikutnya pindah ke Bintan,
tepatnya di Kopak. Beliau menetap disini sampai tahun 1519. dari basis ini Sultan
Mahmud beberapa kali menyerang Melaka dan mengadakan blockade di Kuala
Muar sehingga Melaka kekuarangan makanan. Tahun 1521 Joerge d’ Albuquerque,
panglima perang Portugis di Melaka menyerang bintan dengan membawa 18 buah
kapal dan 600 orang prajurit.
Tahun 1523 dibawah pimpinan Don Sancho Enriquez, portugis kembali
menyerang Bintan. Namun dibawah komando Hang Nadim, Laskar Kerajaan Bintan
mampu memberikan perlawanan yang sengit kepada Portugis. Tidak sedikit tentara
Portugis yang mati dalam pertempuran ini dan juga kerugian materi yang tidak
sedikit.
Tahun 1526 portugis menghancurkan bandara Bengkalis, yang kemudian
portugis kembali mengadakan penyerangan kepada Bintan dibawah pimpinan Pedro
Maskarenhaas. Kali ini Portugis mendatangkan angkatan perang dari Goa (India)
yang terdiri dari 25 buah kapal-kapal besar, 550 orang prajurit portugis dan 600
orang prajurit Melayu yang telah berhasil mereka bujuk untuk ikut dalam barisan
mereka. Disaat itu pula Sultan Mahmud sudah bisa membaca keadaan bahwa
Portugis akan kembali menyerang mereka. Dengan segera Sultan Mahmud
langsung mengatur pertahanan yang kokoh di Kota Kara dan Kopak. Pertempuran
hebat pun terjadi di Kota Kara, Laskar-laskar Melayu banyak yang berguguran,
sedangkan Hang Nadim terluka, keadaan pun semakin tidak seimbang, akhirnya
Bintan pun berhasil ditakhlukkan Portugis.
Dalam catatan Sejarah Melayu, Sultan Mahmud Syah I adalah yang
kedelapan dan juga merupakan Raja yang terakhir dari Kerajaan Melaka (1488-
1511). Dan juga beliau merupakan Raja Pertama Kerajaan Johor yang memerintah
Johor dari tahun 1511 sampai dengan tahun 1528. Beliau adalah putra dari Sultan
Alauddin Riayat Syah dengan Istrinya Saudara Bendahara Pemuka Raja Tun Perak
yang bernama Raja Mahmud. Pada masa Sultan Mahmud Syah I ini, Sultan
Munawar, saudara seayahnya yang menjadi Raja di Kampar telah mangkat. Yang
digantikan oleh putra Sultan Munawar bernama Raja Abdullah. Setelah Raja
Abdullah di nobatkan menjadi Raja Kampar, Sultan Mahmud Syah I langsung
mengangkatnya menjadi menantu yang dikawinkan dengan putrinya Putri Mah.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 472
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Laksemana Hang Tuah juga meninggal pada masa Sultan Mahmud Syah I ini.
Menurut sejarah Melayu, hang tuah di makamkan di Tanjung Keling Melaka.
Setelah Melaka di kalahkan portugis, putra Sultan Mahmud Syah I, Sultan
Ahmad Syah yang merupakan Raja Bintan di Riau, membuka Negeri Johor. Namun
gagal. Akhirnya Sultan Mahmud Syah I wafat pada Tahun 1528 dan di beri gelar
kemangkatan dengan gelar Marhum Kampar. Kedudukannya digantikan oleh
putranya Alauddin Riayat Syah II. Tapi sayang Sultan Alauddin membuat kesalahan
fatal. Dia memindahkan imperium Melayu dari Pekantua yang terletak di Sungai
Kampar Riau Sumatera yang telah terjaga rapi, kuat dan tangguh ke bagian Johor
Lama dan di beri nama Pekan Tua juga. Rancangan ayahnya yang kokoh dengan
maksud supaya tetap menjaga hubungan dalam imperium Melayu jadi hancur. Pada
waktu itu Kampar tidak lagi diurus Raja sendiri, melainkan diserahkan
kepengurusannya kepada Adipati Kampar (Selaku Gubernur). Bahkan dikatakan dari
sumber sejarah lain Sultan Alauddin Riayat Syah II ini malah mau berdamai dengan
portugis dan sama-sama menghantam Aceh. Abangnya yang bernama Raja Muda
Muzaffar Syah diusirnya atas desakan bendahara. Raja Muda Muzaffar Syah
sekeluarga akhirnya pergi membawa nasib hingga ke Siam (Thailand). Kemudian
dibawa rakyat di Kelang ke Perak dan dirajakan disana selaku Sultan Perak dan
Selangor.
September 1537, Aceh mengadakan penyerangan kepada Melaka yang telah
berada di tangan Portugis. Dengan kekuatan 300 orang prajurit, Aceh mendaratkan
dan berperang diMelaka selama 3 hari. Aceh juga menyerang Haru. Sultan Alauddin
Riayat Syah II tiba-tiba menyerang armada Aceh (Deli) dalam pada tahun 1540. ia
merebut haru masuk dalam lingkungan Melayu. Hal ini merupakan dendam aceh
dengan imperium Melayu sampai abad ke 18. dan tentu saja hal ini sangat
menguntungkan bagi Portugis. Aceh kemudian membalas serangan itu pada tahun
1564 ke Haru, dan berhasil mendudukinya. Armada aceh terus aju menduduki
Johor-Lama dan Sultan Alauddin Riayat Syah II berhasil di tawan dan dibawa ke
Aceh.
Setelah itu berturut-turut menjadi raja Johor: Sultan Nuzaffar Syah 1564-1570
Sultan Abdul Jalil Syah 1570-1571 Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II 1571-1597
Sultan Alauddin Riayat Syah III 1597-1615 Sultan Abdul Muayat Syah 1615-1623
Sultan Abdul Jalil Syah III 1623-1677.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 473
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Pada masa Sultan Muzzafar Syah, lahirlah seorang Pujangga Melayu (1565)
putra dari Tun Ahmad Paduka Raja yang terkenal dengan nama Tun Seri Lanang.
Tun Sri Lanang merupakan penulis terbanyak tentang sejarah Melayu. Tulisannya
menjadi sumber-sumber sejarah Melayu dewasa ini. Beliau pernah tinggal di aceh
sambil menyusun dan menyempurnakan karyanya yang terbesar.yakni Tentang
Sejarah Melayu. Dan berkenaan dengan penulis-penulis dan ulama yang termasyur
seperti Syekh Nuruddin ar Raniri, Tun Aceh, Tun Burhat, Hamzah Fansuri, Syeikh
Syamsuddin Sumatrani, dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Syah III. Johor mengadakan
hubungan persahabatan dengan belanda. Dengan kekuatan yang berserikat, Johor
berhasil merebut Melaka dari tangan Portugis pada tanggal 14 januari 1647. Tahun
1673 Batu Sawar diserang Jambi sehingga Sultan mundur ke Pahang. Dan mangkat
pada Tahun 1677. kedudukannya digantikan oleh Sultan Ibrahim Syah yang
memerintah dari tahun 1677 sampai dengan tahun 1685.
Pada masa Sultan Ibrahim Syah memerintah, beliau memindahkan pusat
Kerajaannya ke Bintan pada tahun 1678 tepatnya di Sungai Carang. Dari sini beliau
menyusun kekuatan menyerang Jambi. Negeri itu menjadi “Bandar Riuh” yang pada
akhirnya terkenal dengan nama RIAU. Masa pemerintahan Sultan Ibrahim Syah
berakhir pada tahun 1685. Tetapi saya belum mengetahui secara pasti penyebab
berakhirnya masa beliau memerintah, Karena saya sedang mencari data tentang
Sultan Ibrahim Syah ini. Tapi sangat besar kemungkinan bahwa beliau berhenti
memerintah dikarenakan wafat.
Saat beliau wafat belum ada yang bisa menggantikan kedudukannya sebagai
raja. Hal ini disebabkan karena cikal bakal pewaris tahta beliau, yakni putranya yang
bernama Raja Mahmud masih kecil. Maka pemerintahan Kerajaan pada waktu itu
dipegang oleh Datuk Seri Maharaja atau disebut juga Bendahara Paduka Raja Tun
Habib. Pada masa ini diadakan perjanjian dagang dengan Belanda. Setelah Raja
Mahmud dewasa, barulah Raja Mahmud dinobatkan menjadi Sultan dengan gelar
Sultan Mahmud Syah II. Beliau memerintah dari tahun 1677 sampai dengan tahun
1699. Meninggal pada usia 42 tahun setelah di bunuh Laksemana Megat Sri Rama.
Sultan Mahmud Syah II meninggal ketika sedang berangkat untuk menunaikan
shalat Jum’at. Beliau pergi shalat jum’at dengan di julang oleh pengawalnya.
Dijulang dalam bahasa Melayu berarti di dudukkan di atas tengkuk. Di tengah
perjalanan Sultan Mahmud Syah II dibunuh oleh Megat Sri Rama. Tapi menurut
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 474
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
keterangan Raja Ali Haji, Laksemana Megat Sri Rama juga mati disebabkan oleh
sikin nya Sultan sesuai dengan keterangannya yang tertulis dalam Tuhfatu’n Nafis :
“maka adalah ketika baginda itu diatas julang hendak pergi Shalat Jum’at, lalu
diparangnya hulu hati baginda hingga mangkat, dan Megat (Sri Rama) itupun mati
juga karena dilontar oleh baginda dengan sikinnya¹” Dengan berita kematian Sultan
yang telah sampai keistana membuat Istri Sultan Mahmud Syah II, Encik Pong yang
sedang hamil tua diselamatkan oleh Nahkoda Malim, salah satu hulubalangnya yang
setia. Encik Pong di larikan kedalam hutan dengan beberapa orang pengawalnya.
Sejak itu putuslah zuriat keturunan Raja-Raja Melaka di Johor. Dan bertukar alih ke
tangan Raja-Raja keturunan dari Bendahara.
Setelah Encik Pong melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Raja
Kecil, Encik Pong dibawa keluar Johor dan dibawa ke Jambi. Kemudian dilarikan lagi
ke Indragiri, hingga akhirnya sampai ke Pagarruyung. Dipagarruyung Encik Pong
dan Raja Kecil mendapatkan Suaka Politik. Bahkan Raja Kecil dianggap sebagai
anak angkat istana oleh Kerajaan pagarruyung. Encik Pong pun wafat di
pagarruyung. Raja Kecil kemudian betul-betul dididik oleh keluarga Istana
Pagaruyyung. Mulai dari ilmu agama, ilmu pemerintahan, ilmu silat dan sebagainya.
Raja Kecil tumbuh menjadi remaja. Sampai akhirnya Keluarga Kerajaan
Pagarruyung menceritakan asal usul dirinya. Setelah mengetahui, maka Raja Kecil
ingin menuntut balas atas kejadian yang menimpa keluarganya. Pada saat itu ia
telah di bekali dukungan dari Pagarruyung.
Dalam satu Riwayat sejarah Melayu lain dikatakan mengenai Raja Kecil ini.
Raja Beraleh (Tun Bujang) seorang anak raja yang datang dari Minangkabau telah
menghambakan diri kepada Sultan Lembayung (seorang Raja dari hulu palembang
sebagai pembawa tempat sirih sultan. Kemudian setelah membawa Raja Jambi
dalam suatu peperangan, Raja Beraleh kembali ke Minangkabau. Oleh keluarga
Raja Pagarruyung, nama Raja Beraleh ditukar menjadi Raja Kecil. Namun cerita ini
tidak popular di Riau.
Pengganti Sultan Mahmud Syah II diangkat Bendahara Paduka sebagai
Sultan dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV (1619-1718). Adindanya Tun
Mahmud diangkat menjadi Yam Tuan Muda (Raja Muda)/ sejak itu anak-anaknya
dipanggil Tengku. Rakyat berontak. Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV pindah ke Riau
pada tahun 1709 dan minta bantuan VOC Belanda tahun 1713. kemudian ia
disingkirkan oleh Raja Kecil yang telah diberi gelar Yang Dipertuan Cantik pada
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 475
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
tanggal 21 Maret 1717. ia naik tahta dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah
(1718-1722).
Ditahun 1818, Inggris mengembalikan Melaka kepada Belanda. Tengku Long
ditabalkan menjadi Sultan Riau-Johor tanggal 6 Februari 1819. dengan acara adapt
disaksikan oleh Raffles dan Mayor Farquhar. Dengan peristiwa ini terpecahlan
Imperium Riau Johor menjadi dua yaitu Kerajaan Johor Singapura di bawah
pimpinan Tengku Husin (T.Long) tahun 1824, Singapura jadi Crown Colony Inggris.
Dan Kerajaan Riau dibawah Sultan Tengku Abdul Rahman Muazzamsyah II yang
didukung oleh Belanda. Namun akhirnya pada tanggal 3 Februari 1911 Kesultanan
Riau dihapuskan Pemerintahan langsung ditangan Gubernur Hindia Belanda diwakili
oleh seorang residen yang berkedudukan di Tanjung Pinang sampai awal masuknya
Jepang.
Dalam Bataviaasche Novelles lebih lanjut diberitakan dari Jambi tertanggal 28
Maret 1711 bahwa seorang Minangkabau atau dari Pealaman, menyebut dirinya
sebagai Raja Ibrahim, memperkenalkan diri sebagai keturunan Yang Dipertuan yang
terkenal dengan pengikut enam atau tujuh orang, telah sampai dihulu Jambi,
membawa lempengan perak dengan tulisan, persahabatan dengan Pangeran
Pringga Raja serta saudaranya Kyai Gedee, Sultan Jambi. Sangatlah mungkin ap
yang disebut Yang Dipertuan disitu adalah Raja Kecil. Menurut cerita sederhana dari
orang-orang bumi putera, bahwa Raja Kecil mengunjungi bajak laut Bugis di sekitar
Bangka, untuk meminta bantuan menyerang Johor dan hal itu kelihatannya lebih
sesuai dengan umumnya. Jika dalam Tahun 1648 sweaktu ia mengunjungi Jambi ia
berumur 20 tahun, maka sewaktu merebut Johor dalam tahun 1717, umurnya telah
mencapai umur 53 tahun, dan dalam tahun 1745 ia telah berumur 81 tahun (ia wafat
tahun berikutnya), barulah sesuai jika ia dikatakan “telah berusia sangat lanjut”.
Kebenaran masalah ini tetap menimbulkan keraguan, tetapi perlu mendapat
perhatian, bahwa pemerintah Melaka dalam tahun 1745, jadi 25 tahun setelah terjadi
berbagai peristiwa, menurut pelukis Melayu adalah Raja Kecil, bukanlah Raja
Sulaiman yang menjadi Raja Melayu. Orang-orang bugis dibawah pimpinan tiga
bersaudara, Daeng Marewah atau Kelana Jaya Putera, Daeng Perani dan Daeng
Pali atau Daeng Celak, dalam tahun 1134 (bersamaan 22 oktober 1721) membantu
Raja Sulaiman menaiki tahta Johor, Riau dan Pahang. Pusat Kerajaan waktu itu
berada di Riau, sebelah kedalam teluk. Pemimpin-pemimpin bugis tersebut
mendapat imbalas atas jasa-jasanya, mungkin karena sultan merasa terima kasih
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 476
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
atau oleh karena takut. Daeng Marewah, atau Kelana Jaya Putera menjadi Raja
Muda dari Kerajaan Johor dengan gelar Sultan Alau’ddin Syah, sedangkan Daeng
Manompo, juga seorang yang terkemuka di antara bajak laut bugis itu, diangkat
dengan Raja Tuwah dengan gelar Sultan Ibrahim, ia merupakan raja kedua setelah
Raja Muda.
Keterikatan Istana Johor dengan Bugis semakin erat setelah diadakannya
perkawinan-perkawinan silang yang berlangsung. Daeng Marewah dikawinkan
dengan Encik Ayu, janda Sultan Mahmud, tetapi tidak pernah hidup rukun akibat
pengaruh masa remajanya. Daeng Manompo mengambil istri Tun Tepati, saudara
ibu Sultan Sulaiman. Daeng Sasuru dan Daeng Mengato kawin dengan saudara
sepupu sultan, dan orang-orang bugis yang kurang terkemuka kawin dengan putrid-
putri pejabat-pejabat dan kepala-kepala orang Melayu.
Melayu Malaysia
Orang Melayu Malaysia, terdiri daripada 55% jumlah penduduk di Malaysia,
ditakrifkan secara umum sebagai "bangsa Melayu" berbanding lebih spesifik sebagai
"kumpulan etnik Melayu". Masyarakat Melayu di Malaysia wujud hasil dari
percampuran di antara tiga rumpun bangsa yang berbeza, iaitu Negrito, Austro-
Asiatic dan Austronesia dengan pengaruh dari bangsa-bangsa dari luar Asia
Tenggara.
Masyarakat Melayu di Malaysia boleh dibahagikan kepada tiga kumpulan
yang berbeza: 1. ANAK JATI. Anak Jati ialah satu istilah yang merujuk kepada
sekumpulan orang Melayu yang merupakan penduduk pribumi Malaysia. Mereka
adalah salah satu dari tiga kumpulan yang membentuk masyarakat Melayu di
Malaysia. 2. ANAK DAGANG. Anak Dagang ialah satu istilah yang merujuk kepada
orang Melayu di Malaysia yang mana nenek-moyang mereka berasal dari
Kepulauan Indonesia, Kemboja, Vietnam, Thailand dan Pulau Hainan (China).
Mereka terdiri daripada rumpun bangsa Austronesia dan terdiri daripada berpuluh-
puluh suku yang berbeza. 3. PERANAKAN. Peranakan ialah satu istilah yang
merujuk kepada sekumpulan orang Melayu di Malaysia yang wujud hasil dari
perkahwinan campur di antara orang Melayu (Anak Jati atau Anak Dagang) dengan
bangsa-bangsa asing dari luar Asia Tenggara.
Masyarakat Melayu di Malaysia mempunyai pelbagai jenis pakaian tradisional
yang telah pun dipakai sebelum zaman Kesultanan Melayu Melaka. Semua pakaian
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 477
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
ini masih lagi mengekalkan ciri-ciri keasliannya seperti mana ia mula dipakai pada
zaman dahulu. Ada di antara pakaian tersebut mendapat pengaruh daripada budaya
bangsa asing seperti Arab, Cina, India dan juga dari Kepulauan Indonesia. Berikut
adalah senarai pakaian tradisional Melayu di Malaysia:
Baju Kurung Pakaian Kehormatan
Barat
Pakaian Zarith Gangga
Baju Takwa Pakaian Putera Perak Pakaian Cik Siti Wan
Kembang
Baju Sikap Pakaian Puteri Perak Baju Riau Pahang
Antara alat muzik tradisional bagi masyarakat Melayu di Malaysia adalah
seperti Serunai, Geduk, Gedumbak, Canang, Kesi, Tetawak, Kecerek, Gendang
Sembilan seruling dan sebagainya. Makanan tradisi masyarakat Melayu di Malaysia
adalah seperti Nasi Lemak, Nasi Kerabu, Nasi Dagang, Nasi Kandar, Nasi
Tumpang, Nasi Berlauk, Nasi Ulam, Nasi Tomato, Keropok Lekor, Keropok Gote,
Keropok Keping, Budu, Sata, Tempoyak, Otak-otak, Sate, Roti Jala, Lontong, Pecal,
Burasak, Ketupat, Lemang, Wajik, Dodol, Belacan dan sebagainya.
Kesenian teater tradisional merupakan sebahagian daripada budaya
masyarakat Melayu di Malaysia. Wayang Kulit Siam merupakan sejenis wayang kulit
yang berasal dari negeri Kelantan. Kesenian ini dahulunya sangat terkenal di negeri
Kelantan, Terengganu, Pahang, Kedah, Perak dan Patani. Ia juga merupakan jenis
wayang kulit yang paling terkenal di Malaysia sejak dahulu hingga ke hari ini.
Makyong adalah sejenis teater tradisional yang dipercayai berasal dari daerah
Besut, Terengganu. Dari daerah tersebut, kesenian ini telah berkembang ke negeri
Kelantan, Patani, Kedah dan Perlis. Makyong adalah diantara teater tradisional
tertua di Malaysia dan sering dikaitkan dengan kepercayaan animisme Melayu. Mek
Mulung adalah sejenis teater tradisional yang berasal dari Kampung Wang Tepus di
Jitra, Kedah. Kesenian ini dikatakan dicipta oleh seorang puteri kepada Raja Ligor
yang telah buang negeri oleh ayahandanya. Kesenian ini hanya boleh ditemui di
negeri Kedah sahaja dan kini diancam kepupusan.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 478
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Melayu Singapura
Orang Melayu Singapura, sementara menjadi penduduk asli pada Singapura,
kini mendirikan hanya 13.4% dari penduduk negara ini, seperti diasaskan pada
takrifan lebih luas "bangsa Melayu" daripada yang lebih khusus "kumpulan etnik
Melayu". Ini oleh kerana kemasukan ramai-ramai pendatang Cina, yang datang ke
Singapura di sepanjang 200 tahun yang lalu. Keputusan adalah bahawa orang Cina
kini adalah kumpulan etnik majoriti di Singapura, terdiri lebih kurang 74.1% dari
penduduk Negara.
Raja-Raja Melayu Singapura (1299 -1396 AD)
Sri Tri Buana (Sang Nila Utama) (1299–
1347)
Paduka Seri Maharaja (Damia Raja)
(1375–1386)
Raja Kecil Besar (Paduka Seri Pikrama
Wira) (1348–1362)
Raja Iskandar Shah (Parameswara)
(1388 or 1390 –1397)
Raja Muda (Rakna Pikrama) (1363–
1374)
Raja-Raja Melayu Singapura (1699 -1835 AD)
Bendahara Sultan Abdul Jalil Riayat
Shah IV (Sultan Riau-Lingga-Pahang)
(1699–1718)
Sultan Mahmud Riayat Shah III (Sultan
Johor-Pahang) (1761–1812)
Abdul Jalil Rahmat Shah (Raja Kecil)
(Sultan Riau-Lingga-Pahang) (1718–
1722)
Sultan Abdul Rahman (Sultan Lingga)
(1812–1832) (Dilantik untuk menduduki
takhta sebagai ganti abangnya Hussein,
disokong oleh Bugis)
Sultan Sulaiman Badrul Al-Alam Shah
(Sultan Johor-Riau-Lingga-Pahang)
(1722–1760)
Sultan Hussein Shah (Sultan Johor)
(1819–1835) (Diiktiraf oleh British
sebagai Sultan Johor yang sah)
Menurut Sopher (1977), Orang Kallang, Orang Seletar, Orang Selat dan
Orang Gelam adalah merupakan Orang Laut yang menetap di Singapura. Orang
Kallang (juga dipanggil Orang Biduanda Kallang) tinggal di kawasan berpaya di
Sungai Kallang. Mereka tinggal di dalam perahu dan menyara hidup dengan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 479
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
menangkap ikan dan mengutip pelbagai hasil dari hutan. Selepas tahun 1819,
mereka telah ditempatkan semula di utara Selat Singapura di Sungai Pulau oleh
Temenggong Abdul Rahman. Tragically in 1848, the Orang Kallang were wiped out
by a smallpox epidemic.
Orang Seletar tinggal di kawasan paya sungai dan pulau-pulau kecil di sekitar
tanah besar Singapura. They would often gather on the coastal areas, especially on
the estuary of the Seletar River. Mereka hidup secara nomad sehingga sekitar 1850-
an apabila mereka mula hidup di daratan dan mengikut cara hidup orang lain yang
tinggal di Singapura.
Orang Melayu Thai
Orang Melayu Thai adalah sebuah istilah digunakan untuk rujukan pada etnik
Melayu di Thailand. Thailand didiami oleh penduduk etnik Melayu yang ketiga besar
selepas Malaysia dan Indonesia. Kebanyakan orang Melayu tertumpu di provinsi-
provinsi Narathiwat, Pattani, Yala, Songkhla dan Satun.
Etnik Melayu di Narathiwat, Pattani, Yala dan Songkhla oleh kerana
perbezaan budaya dari orang Thai dan juga pengalaman masa dahulu dalam
cubaan secara paksa untuk mengasimilasikan mereka ke dalam budaya arus
perdana Thai selepas penambahan Kerajaan Pattani oleh Kerajaan Sukhothai. Pada
tangan yang lain, etnik Melayu di Satun adalah kurang mencondong terhadap faham
pemisahan. Etnik Melayu di Satun adalah lebih fasih dalam bahasa Thai
dibandingkan dengan orang Melayu dari negeri-negeri lain, dan loghat mereka
mempunyai daya tarik yang kuat dengan yang dari Perlis.
Orang yang berketurunan campuran Thai dan Melayu digelar Samsam, yang
membentuk sebahagian besar daripada penduduk Satun tetapi juga mempunyai
suatu minoriti besar di Phatthalung, Trang, Krabi, Phang Nga dan Songkhla dan juga
negeri Kedah, Perak dan Perlis di Malaysia. Orang Samsam pada umumnya
penganut agama Islam tetapi secara budaya Thai, walaupun pengaruh Melayu
adalah berpengaruh sama Phuket dan Ranong, rumah pada penduduk Muslim yang
agak banyak, juga mempunyai banyak orang yang berketurunan Melayu. Sebuah
masyarakat yang agak banyak juga muncul di Bangkok sendiri, dengan yang
berketurunan dari pendatang atau banduan yang diletakkan semula dari selatan dari
abad ke-13 maju ke hadapan.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 480
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Melayu Brunai
Budaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat
dari Hindu dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia.
Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim
dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk
negara ini. Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an, semua pub dan
kelab malam dipaksa tutup.
Budaya yang menyulami tatacara hidup masyarakat sehari-hari di sini
memperkukuhkan lagi pegangan agama yang dianuti. Selain daripada ketelitian
berpakaian untuk menunaikan solat, kepentingan keluarga dalam kehidupan tidak
pernah dipandang remeh oleh warga Brunei.
Bagi mereka yang pertama kali tiba di Brunei, mungkin akan terkejut tatkala
melihat saiz rumah di sini yang besar-besar serta jumlah kenderaan yang bersusun
di kediaman masyarakat Brunei. Menjadi kebiasaan bagi warga Brunei untuk tinggal
bersama ibu bapa setelah dewasa, walaupun selepas berkahwin. Sesetengah pihak
mungkin bersikap prejudis terhadap amalan sedemikian.
Tiada kebebasan, tidak mahu berdikari, terlalu bergantung kepada ibu bapa -
telahan yang biasa dikaitkan dengan amalan tinggal dengan ibu bapa setelah
berkahwin. Namun, dari segi kesan positif, budaya yang telah wujud sejak sekian
lama ini telah berjaya membantu individu dari segi ekonomi, material dan keperluan
sesama manusia.
Melayu Kamboja
Menurut kajian antropologi terkini,Kamboja adalah suku kaum Ksyatria dari
Zaman Besi di India, selalu disebut dalam kesusasteraan Sanskrit dan Pali, tampil
kali pertama di dalam Mahabharata dan kesusasteraan Vedanga semasa (secara
kasar dari abad ke 7 Masehi). Kerajaan Kemboja terletak berdekatan Gandhara di
barat laut India di Asia Tengah (ingat Teori Kapak Tua). Sesetengah sarjana
menerangkan Kamboja Kuno adalah sebahagian dari Indo-Aryan, sebahagian kecil
yang lain kemungkinan dari Indo-Iranian, ketika yang lainnya menurut Vedic Index of
Keith and Macdonnel, mengiktiraf mereka sebagai mempunyai kedua-dua keturunan
India dan Iran. Walaupun begitu kebanyakan komuniti sarjana kini bersetuju yang
Kamboja adalah dari Iran yang sama dengan Indo-Scynthian. Kamboja juga dikenali
oleh sarjana sejarah sebagai sukukaum diraja bagi Scynthian.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 481
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Ketika penaklukan ke atas India ketika era Pra-Kushana, suku Kemboja telah
bergerak ke Gujerat, Selatan India, Sri Lanka dan kemudian ke Bengal dan
seterusnya ke Cambodia.
Berdasarkan manuskrip purba, kaum Kamboja adalah kaum terhormat dari
bangsa Aryan dan dikelaskan setaraf dengan Vasishtas-hero dalam budaya India
Kuno, dan diperkirakan di antara 6 golongan sarjana dalam Kesusasteraan Vedic
India. Pakaian dan tahap sosial Kamboja adalah sama dengan Vasishthas. Selain
muncul dalam Mahabharata, Kamboja juga muncul dalam Kshatria-Dharama
sebagai pahlawan dan pemerintah dan juga disebut sebagai pakar dalam Vedas.
Dari suku kaum Kamboja inilah munculnya kerajaan Champa dan Funan dan juga
mewariskan kerajaan Khmer. Cambodia adalah nama Perancis merujuk kepada
suku kaum Kemboja.
Melayu Di Myanmar dan Filipina
Secara kenegaraan dalam bentukan kontemporer seperti sekarang ini, dunia
Melayu mencakup lima negara di Asia Tenggara ini: Thailand, Malaysia, Berunai,
Indonesia dan Filipina. Tan Malaka dari Indonesia, Jose Rizal dari Filipina dan
Tuanku Burhanuddin dari Semenanjung Melayu, bahkan masih sebelum Perang
Dunia Kedua, sudah mengimpikan sebuah negara Melayu Raya yang mencakup
seluruh kawasan Melayu itu. Dan impian ini bukan tidak bermakna ke masa depan,
sekurangnya dalam bentuk konfederasi atau Negara Persemakmuran
(commonwealth) Melayu. Munculnya belakangan ini gagasan Dunia Melayu Bersatu,
atau Melayu Sedunia Bersatu, adalah simptomatis yang denyutnya makin menuju ke
arah terealisasinya impian itu ke masa depan.
Secara kultural, suku-suku Melayu yang tali pengikatnya adalah adat dan
agama Islam, karenanya juga terbagi ke dalam yang berorientasi sinkretik dan yang
sintetik itu. Uraian makalah ini lebih terfokus kepada dikotomi atau bahkan polarisasi
dari orang Melayu yang sesama Islam tetapi berbeda orientasi budayanya, yakni di
mana yang satu berorientasi sinkretik dan yang satu lagi berorientasi sintetik.
Kecuali itu, ada gerak isyarat yang makin dirasakan ke arah pan-Melayu masa
depan yang menjadikan Selat Melaka bukan lagi garis pemisah, tetapi justeru
jembatan penghubung antara kedua rumpun Melayu yang selama ini dipisahkan
oleh sejarah politik yang berbeda.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 482
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Secara ideal-konsepsional tidak mungkin terjadi konflik maupun kontroversi
antara adat dan agama, karena adat secara a priori telah menyatakan tunduk dan
menyesuaikan diri kepada agama. Dan ini dibuhul dalam adagium di atas: ABS-SBK
– Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah. Bahwa dalam praktek terjadi
konflik dan kontroversi antara adat dan agama, tentu saja ranahnya bukan lagi ranah
ideologis-filosofis “das Sollen,” tetapi adalah ranah sosiologis-empiris “das Sein,”
yang wajar terjadi karena proses perpaduan yang belum selesai antara dua konsep
yang datang dari dua filosofi dan dua pandangan hidup yang berbeda, kemudian
berakulturasi dan bersenyawa dalam masa yang relatif juga panjang ke belakang.
Konsep ABS-SBK inilah yang mempertemukan seluruh dunia Melayu utara
Laut Jawa (Luar Jawa) di mana juga termasuk kawasan dunia Melayu di Pattani
(Thailand Selatan), Malaysia dan Filipina. Inti dan sekaligus pusat-jala dari budaya
Melayu itu adalah adagium ABS-SBK ini yang sifatnya adalah sintetik itu. Karenanya
juga, tidaklah diharapkan orang Melayu dalam artian sintetik ini menganut berbagai
macam agama selain Islam, seperti yang biasa terjadi dalam masyarakat Jawa yang
sinkretik dan pluralistik tadi. Bagi orang Melayu, alternatif yang tersedia hanyalah:
Islam atau bukan-Islam, dan tidak: Islam dan bukan-Islam. Alternatifnya bukan this
and that, tetapi either this or that. Ini sejalan dengan ajaran Islam sendiri, yang kalau
sudah sampai kepada masalah aqidah, pilihannya adalah pilihan alternatif either-or:
“Bagi kamu agama kamu, dan bagi kami agama kami.” (Al Kāfirūn 6). “Bagi kami
amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu” (Al Baqarah 139).
Budaya Melayu yang sintetik kebetulan memilih submissi adat kepada syarak,
sehingga yang diikuti adalah petunjuk syarak atau Islam itu. Orang Melayu,
karenanya, adalah orang Islam. Dia berhenti menjadi orang Melayu ketika atau kalau
dia keluar dari Islam, untuk sebab apapun. Namun, dalam pergaulan kemanusiaan
yang sifatnya pluralistis antar-agama dan antar-bangsa, yang dikedepankan adalah
tasāmuh (toleransi) dan saling mengenal (ta’āruf) serta saling kerjasama secara
multilateral, bahkan global, bagi kebaikan dan kedamaian sesama umat manusia (Al
Ĥujurāt 13). Karenanya, Islam menekankan, “tidak ada paksaan dalam agama” (Al
Baqarah 256)[1].
Raja Alaungpaya dari dinasti Konbaung memulihkan seluruh daerah untuk
orang-orang myanmar pada tahun 1758. Kebanyakan orang melayu yang meetap di
Myanmar adalah melayu Kedahan, karena Kedah pernah menjadi penguasa yang
sangat kuat di Asia Tenggara. Melayu Burma berbicara dialek Kedah-Perlis, etnis
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 483
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
melayu memiliki budaya muslim sejak abad ke 15. Di Kawthaung kota selatan
Myanmar banyak ditemukan mesjid, termasuk mesjid Pashu. Melayu Burma adalah
muslim Sunni, tetapi karena berasal dari mashab Syafi’i, sedikit berbeda dari
mashab hanafi.
Asal-Usul Bahasa Melayu
Apabila kita ingin mengetahui asal usul sesuatu bahasa, kita perlu
mengetahui asal bangsa yang menjadi penutur utama bahasa tersebut. Hal ini
demikian adalah kerana bahasa itu dilahirkan oleh sesuatu masyarakat
penggunanya dan pengguna bahasa itu membawa bahasanya ke mana pun ia pergi.
Demikianlah juga halnya dengan bahasa Melayu. Apabila kita ingin mengetahui asal
usul bahasa Melayu, maka kita perlu menyusurgaluri asal usul bangsa Melayu.
Walaupun sudah ada beberapa kajian dilakukan terhadap asal usul bangsa
Melayu, tetapi kata sepakat para ahli belum dicapai. Setakat ini ada dua pandangan
yang dikemukakan. Pandangan yang pertama menyatakan bahawa bangsa Melayu
berasal dari utara (Asia Tengah) dan pandangan yang kedua menyatakan bahwa
bangsa Melayu memang sudah ada di Kepulauan Melayu atau Nusantara ini.
Sebagai perbandingan, kedua-dua pandangan tersebut diperlihatkan seperti
yang berikut ini.
Berasal dari Asia Tengah
R.H. Geldern ialah seorang ahli prasejarah dan menjadi guru besar di Iranian
Institute and School for Asiatic Studies telah membuat kajian tentang asal usul
bangsa Melayu. Sarjana yang berasal dari Wien, Austria ini telah membuat kajian
terhadap kapak tua (beliung batu). Beliau menemui kapak yang diperbuat daripada
batu itu di sekitar hulu Sungai Brahmaputra, Irrawaddy, Salween, Yangtze, dan
Hwang. Bentuk dan jenis kapak yang sama, beliau temui juga di beberapa tempat di
kawasan Nusantara. Geldern berkesimpulan, tentulah kapak tua tersebut dibawa
oleh orang Asia Tengah ke Kepulauan Melayu ini (lihat peta pada Lampiran 1).
J.H.C. Kern ialah seorang ahli filologi Belanda yang pakar dalam bahasa
Sanskrit dan pelbagai bahasa Austronesia yang lain telah membuat kajian
berdasarkan beberapa perkataan yang digunakan sehari-hari terutama nama
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 484
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
tumbuh-tumbuhan, haiwan, dan nama perahu. Beliau mendapati bahawa perkataan
yang terdapat di Kepulauan Nusantara ini terdapat juga di Madagaskar, Filipina,
Taiwan, dan beberapa buah pulau di Lautan Pasifik (lihat peta pada Lampiran 1).
Perkataan tersebut di antara lain ialah: padi, buluh, rotan, nyiur, pisang, pandan, dan
ubi. Berdasarkan senarai perkataan yang dikajinya itu Kern berkesimpulan bahawa
bahasa Melayu ini berasal daripada satu induk yang ada di Asia.
W. Marsden pula dalam kajiannya mendapati bahawa bahasa Melayu dan
bahasa Polinesia (bahasa yang digunakan di beberapa buah pulau yang terdapat di
Lautan Pasifik) merupakan bahasa yang serumpun. E. Aymonier dan A. Cabaton
pula mendapati bahawa bahasa Campa serumpun dengan bahasa Polinesia,
manakala Hamy berpendapat bahawa bahasa Melayu dan bahasa Campa
merupakan warisan daripada bahasa Melayu Kontinental. Di samping
keserumpunan bahasa, W. Humboldt dalam kajiannya mendapati bahawa bahasa
Melayu (terutama bahasa Jawa) telah banyak menyerap bahasa Sanskrit yang
berasal dari India.
J.R. Foster yang membuat kajiannya berdasarkan pembentukan kata
berpendapat bahawa terdapat kesamaan pembentukan kata dalam bahasa Melayu
dan bahasa Polinesia. Beliau berpendapat bahawa kedua-dua bahasa ini berasal
daripada bahasa yang lebih tua yang dinamainya Melayu Polinesia Purba. Seorang
ahli filologi bernama A.H. Keane pula berkesimpulan bahawa struktur bahasa
Melayu serupa dengan bahasa yang terdapat di Kampuchea.
J.R. Logan yang membuat kajiannya berdasarkan adat resam suku bangsa
mendapati bahawa ada persamaan adat resam kaum Melayu dengan adat resam
suku Naga di Assam (di daerah Burma dan Tibet). Persamaan adat resam ini berkait
rapat dengan bahasa yang mereka gunakan. Beliau mengambil kesimpulan bahawa
bahasa Melayu tentulah berasal dari Asia. G.K. Nieman dan R.M. Clark yang juga
membuat kajian mereka berdasarkan adat resam dan bahasa mendapati bahawa
daratan Asia merupakan tanah asal nenek moyang bangsa Melayu.
Dua orang sarjana Melayu, iaitu Slametmuljana dan Asmah Haji Omar juga
menyokong pendapat di atas. Slametmuljana yang membuat penyelidikannya
berdasarkan perbandingan bahasa, sampai pada suatu kesimpulan bahawa bahasa
Austronesia yang dalamnya termasuk bahasa Melayu, berasal dari Asia. Asmah Haji
Omar membuat huraian yang lebih terperinci lagi. Beliau berpendapat bahawa
perpindahan orang Melayu dari daratan Asia ke Nusantara ini tidaklah sekaligus dan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 485
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
juga tidak melalui satu laluan. Ada yang melalui daratan, iaitu Tanah Semenanjung,
melalui Lautan Hindi dan ada pula yang melalui Lautan China. Namun, beliau
menolak pendapat yang mengatakan bahawa pada mulanya asal bahasa mereka
satu dan perbezaan yang berlaku kemudian adalah kerana faktor geografi dan
komunikasi. Dengan demikian, anggapan bahawa bahasa Melayu Moden
merupakan perkembangan daripada bahasa Melayu Klasik, bahasa Melayu Klasik
berasal daripada bahasa Melayu Kuno dan bahasa Melayu Kuno itu asalnya
daripada bahasa Melayu Purba merupakan anggapan yang keliru.
Bahasa Melayu Moden berasal daripada bahasa Melayu Klasik dan bahasa
Melayu Klasik berasal daripada bahasa Melayu Induk. Bahasa Melayu Induk berasal
daripada bahasa Melayu Purba yang juga merupakan asal daripada bahasa Melayu
Kuno. Skema ini juga memperlihatkan bahawa bahasa Melayu Moden bukanlah
merupakan pengembangan daripada dialek Johor-Riau dan bahasa Melayu Moden
tidak begitu rapat hubungannya dengan dialek yang lain (Da, Db, dan Dn). Dialek
yang lain berasal daripada Melayu Induk manakala dialek Johor-Riau berasal
daripada Melayu Klasik.
Berikut ini akan diperlihatkan cara perpindahan orang Melayu dari Asia
Tengah tersebut.
(a) Orang Negrito
Menurut pendapat Asmah Haji Omar sebelum perpindahan penduduk dari
Asia berlaku, Kepulauan Melayu (Nusantara) ini telah ada penghuninya yang
kemudian dinamai sebagai penduduk asli. Ada ahli sejarah yang mengatakan
bahawa mereka yang tinggal di Semenanjung Tanah Melayu ini dikenali sebagai
orang Negrito. Orang Negrito ini diperkirakan telah ada sejak tahun 8000 SM
(Sebelum Masihi). Mereka tinggal di dalam gua dan mata pencarian mereka
memburu binatang. Alat perburuan mereka diperbuat daripada batu dan zaman ini
disebut sebagai Zaman Batu Pertengahan. Di Kedah sebagai contoh, pada tahun
5000 SM, iaitu pada Zaman Paleolit dan Mesolit, telah didiami oleh orang
Austronesia yang menurunkan orang Negrito, Sakai, Semai, dan sebagainya.
(b) Melayu-Proto
Berdasarkan pendapat yang mengatakan bahawa orang Melayu ini berasal
dari Asia Tengah, perpindahan tersebut (yang pertama) diperkirakan pada tahun
2500 SM. Mereka ini kemudian dinamai sebagai Melayu-Proto. Peradaban orang
Melayu-Proto ini lebih maju sedikit daripada orang Negrito. Orang Melayu-Proto
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 486
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
telah pandai membuat alat bercucuk tanam, membuat barang pecah belah, dan alat
perhiasan. Kehidupan mereka berpindah-randah. Zaman mereka ini dinamai Zaman
Neolitik atau Zaman Batu Baru.
(c) Melayu-Deutro
Perpindahan penduduk yang kedua dari Asia yang dikatakan dari daerah
Yunan diperkirakan berlaku pada tahun 1500 SM. Mereka dinamai Melayu-Deutro
dan telah mempunyai peradaban yang lebih maju daripada Melayu-Proto. Melayu-
Deutro telah mengenal kebudayaan logam. Mereka telah menggunakan alat
perburuan dan pertanian daripada besi. Zaman mereka ini dinamai Zaman Logam.
Mereka hidup di tepi pantai dan menyebar hampir di seluruh Kepulauan Melayu ini.
Kedatangan orang Melayu-Deutro ini dengan sendirinya telah mengakibatkan
perpindahan orang Melayu-Proto ke pedalaman sesuai dengan cara hidup mereka
yang berpindah-randah. Berlainan dengan Melayu-Proto, Melayu-Deutro ini hidup
secara berkelompok dan tinggal menetap di sesuatu tempat. Mereka yang tinggal di
tepi pantai hidup sebagai nelayan dan sebahagian lagi mendirikan kampung
berhampiran sungai dan lembah yang subur. Hidup mereka sebagai petani dan
berburu binatang. Orang Melayu-Deutro ini telah pandai bermasyarakat. Mereka
biasanya memilih seorang ketua yang tugasnya sebagai ketua pemerintahan dan
sekaligus ketua agama. Agama yang mereka anuti ketika itu ialah animisme.
Berasal dari Nusantara
Seorang sarjana Inggeris bernama J. Crawfurd telah membuat kajian
perbandingan bahasa yang ada di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan kawasan
Polinesia. Beliau berpendapat bahawa asal bahasa yang tersebar di Nusantara ini
berasal daripada bahasa di Pulau Jawa (bahasa Jawa) dan bahasa yang berasal
dari Pulau Sumatera (bahasa Melayu). Bahasa Jawa dan bahasa Melayulah yang
merupakan induk bagi bahasa serumpun yang terdapat di Nusantara ini.
J. Crawfurd menambah hujahnya dengan bukti bahawa bangsa Melayu dan
bangsa Jawa telah memiliki taraf kebudayaan yang tinggi dalam abad kesembilan
belas. Taraf ini hanya dapat dicapai setelah mengalami perkembangan budaya
beberapa abad lamanya. Beliau sampai pada satu kesimpulan bahawa:
a. Orang Melayu itu tidak berasal dari mana-mana, tetapi malah merupakan
induk
yang menyebar ke tempat lain.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 487
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
b. Bahasa Jawa ialah bahasa tertua dan bahasa induk daripada bahasa yang
lain.
K. Himly, yang mendasarkan kajiannya terhadap perbandingan bunyi dan
bentuk kata bahasa Campa dan pelbagai bahasa di Asia Tenggara menyangkal
pendapat yang mengatakan bahawa bahasa Melayu Polinesia serumpun dengan
bahasa Campa. Pendapat ini disokong oleh P.W. Schmidt yang membuat kajiannya
berdasarkan struktur ayat dan perbendaharaan kata bahasa Campa dan Mon-
Khmer. Beliau mendapati bahawa bahasa Melayu yang terdapat dalam kedua-dua
bahasa di atas merupakan bahasa ambilan sahaja.
Sutan Takdir Alisjahbana, ketika menyampaikan Syarahan Umum di Universiti
Sains Malaysia (Julai 1987) menggelar bangsa yang berkulit coklat yang hidup di
Asia Tenggara, iaitu Thailand Selatan, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, dan
Filipina Selatan sebagai bangsa Melayu yang berasal daripada rumpun bangsa yang
satu. Mereka bukan sahaja mempunyai persamaan kulit bahkan persamaan bentuk
dan anggota badan yang berbeza daripada bangsa Cina di sebelah timur dan
bangsa India di sebelah barat.
Gorys Keraf di dalam bukunya Linguistik bandingan historis (1984)
mengemukakan teori Leksikostatistik dan teori Migrasi bagi mengkaji asal usul
bangsa dan bahasa Melayu. Setelah mengemukakan hujah tentang kelemahan
pendapat terdahulu seperti: Reinhold Foster (1776), William Marsden (1843), John
Crawfurd (1848), J.R. Logan (1848), A.H. Keane (1880), H.K. Kern (1889),
Slametmuljana (1964), dan Dyen (1965) beliau mengambil kesimpulan bahawa
"...negeri asal (tanahair, homeland) nenek moyang bangsa Austronesia haruslah
daerah Indonesia dan Filipina (termasuk daerah-daerah yang sekarang merupakan
laut dan selat), yang dulunya merupakan kesatuan geografis".
Pendapat lain yang tidak mengakui bahawa orang Melayu ini berasal dari
daratan Asia mengatakan bahawa pada Zaman Kuarter atau Kala Wurn bermula
dengan Zaman Ais Besar sekitar dua juta sehingga lima ratus ribu tahun yang lalu.
Zaman ini berakhir dengan mencairnya ais secara perlahan-lahan dan air laut
menggenangi dataran rendah. Dataran tinggi menjadi pulau. Ada pulau yang besar
dan ada pulau yang kecil. Pemisahan di antara satu daratan dengan daratan yang
lain berlaku juga kerana berlakunya letusan gunung berapi atau gempa bumi. Pada
masa inilah Semenanjung Tanah Melayu berpisah dengan yang lain sehingga
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 488
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
kemudian dikenali sebagai Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan
pulau lain di Indonesia.
Proto homonoid yang dianggap sebagai pramanusia dianggarkan sudah ada
sejak satu juta tahun yang lalu dan ia berkembang secara evolusi. Namun, manusia
yang sesungguhnya baru bermula sejak 44,000 tahun yang lalu dan manusia moden
(Homo sapiens sapiens) muncul sekitar 11,000 tahun yang lalu.
Pada masa pramanusia dan manusia yang sesungguhnya di Asia Tenggara,
Asia Timur, dan Australia telah ada manusia. Hal ini dibuktikan dengan ditemuinya
Homo soloinensis dan Homo wajakensis (Manusia Jawa = "Java Man") yang
diperkirakan berusia satu juta tahun.
Pada masa ini wilayah tersebut didiami oleh tiga kelompok Homo sapiens
sapiens, iaitu orang Negrito di sekitar Irian dan Melanesia, orang Kaukasus di
Indonesia Timur, Sulawesi, dan Filipina, serta orang Mongoloid di sebelah utara dan
barat laut Asia.
Masing-masing bangsa ini berpisah dengan berlakunya pemisahan daratan.
Mereka berpindah dengan cara yang perlahan. Orang Kaukasus ada yang
berpindah ke sebelah barat dan ada pula yang ke sebelah timur. Yang berpindah ke
arah timur seperti ke Maluku, Flores, dan Sumba bercampur dengan orang Negrito.
Yang berpindah ke arah barat mendiami Kalimantan, Aceh, Tapanuli, Nias, Riau,
dan Lampung. Yang berpindah ke arah utara menjadi bangsa Khmer, Campa, Jarai,
Palaung, dan Wa.
Hukum Bunyi yang diperkenalkan oleh H.N. van der Tuuk dan diperluas oleh
J.L.A. Brandes yang menghasilkan Hukum R-G-H dan Hukum R-D-L dikatakan oleh
C.A. Mees bahawa "Segala bahasa Austronesia itu, walaupun berbeza kerana
pelbagai pengaruh dan sebab yang telah disebut, memperlihatkan titik kesamaan
yang banyak sekali, baik pada kata-kata yang sama, seperti mata, lima, talinga, dan
sebagainya, mahupun pada sistem imbuhan, dan susunan tatabahasanya.
Perbezaan yang besar seperti dalam bahasa Indo-Eropah, misalnya: antara bahasa
Perancis dan Jerman, antara Sanskrit dan Inggeris, tidak ada pada bahasa-bahasa
Austronesia. Apalagi Kata Dasar (terutama bahasa Melayu) tidak berubah dalam
morfologi" juga menunjukkan bahawa bahasa yang terdapat di Asia Selatan dan
Tenggara berbeza dengan bahasa yang terdapat di Asia Tengah.
Pendapat Geldern tentang kapak tua masih boleh diperdebatkan. Budaya
kapak tua yang diperbuat daripada batu sebenarnya bukan hanya terdapat di Asia
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 489
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Tengah dan Nusantara. Budaya yang sama akan ditemui pada semua masyarakat
primitif sama ada di Amerika dan juga di Eropah pada zaman tersebut.
Lagi pula, secara kebetulan Geldern membuat kajiannya bermula dari Asia
kemudian ke Nusantara. Kesimpulan beliau tersebut mungkin akan lain sekiranya
kajian itu bermula dari Nusantara, kemudian ke Asia Tengah.
Kajian Kern berdasarkan bukti Etnolinguistik memperlihatkan bahawa
persamaan perkataan tersebut hanya terdapat di alam Nusantara dengan pengertian
yang lebih luas dan perkataan tersebut tidak pula ditemui di daratan Asia Tengah. Ini
menunjukkan bahawa penutur bahasa ini tentulah berpusat di tepi pantai yang
strategik yang membuat mereka mudah membawa bahasa tersebut ke barat, iaitu
Madagaskar dan ke timur hingga ke Pulau Easter di Lautan Pasifik.
Secara khusus, penyebaran bahasa Melayu itu dapat dilihat di sepanjang
pantai timur Pulau Sumatera, di sepanjang pantai barat Semenanjung Tanah
Melayu; di Pulau Jawa terdapat dialek Jakarta (Melayu-Betawi), bahasa Melayu
Kampung di Bali, bahasa Melayu di Kalimantan Barat, bahasa Melayu Banjar di
Kalimantan Barat dan Selatan, Sabah, Sarawak, dan bahasa Melayu di Pulau
Seram.
Pendapat Marsden bahawa bahasa Melayu yang termasuk rumpun bahasa
Nusantara serumpun dengan rumpun bahasa Mikronesia, Melanesia, dan Polinesia
dengan induknya bahasa Austronesia secara tidak langsung memperlihatkan
adanya kekerabatan dua bahasa tersebut yang tidak ditemui di Asia Tengah.
Penyebaran bahasa Austronesia juga terlihat hanya bahagian pesisir pantai timur
(Lautan Pasifik), pantai barat (Lautan Hindi), dan Selatan Asia (kawasan Nusantara)
sahaja dan ia tidak masuk ke wilayah Asia Tengah.
Kesamaan pembentukan kata di antara bahasa Melayu dengan bahasa
Polinesia yang dinyatakan oleh J.R. Foster dan kesamaan struktur bahasa Melayu
dengan struktur bahasa Kampuchea juga memperlihatkan bahawa bahasa yang
berada di Asia Selatan dan Asia Timur berbeza dengan bahasa yang berada di Asia
Tengah. Jika kita lihat rajah kekeluargaan bahasa akan lebih nyata lagi bahawa
bahasa di Asia Tengah berasal dari keluarga Sino-Tibet yang melahirkan bahasa
Cina, Siam, Tibet, Miao, Yiu, dan Burma. Berdekatan dengannya agak ke selatan
sedikit ialah keluarga Dravida, iaitu: Telugu, Tamil, Malayalam, dan lain-lain. Kedua-
dua keluarga bahasa ini berbeza dengan bahasa di bahagian Timur, Tenggara, dan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 490
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Selatan Asia, iaitu keluarga Austronesia yang menurunkan empat kelompok besar,
iaitu Nusantara, Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia.
Jika ditinjau dari sudut ilmu kaji purba pula, penemuan tengkorak yang
terdapat di Nusantara ini memberi petunjuk bahawa manusia telah lama ada di sini.
Penemuan tersebut di antara lain ialah:
1. Pithecanthropus Mojokerto (Jawa), yang kini berusia kira-kira 670,000
tahun.
2. Pithecanthropus Trinil (Jawa), kira-kira 600,000 tahun.
3. Manusia Wajak (Jawa), kira-kira 210,000 tahun.
Jika tiga fosil tersebut dibandingkan dengan fosil Manusia Peking atau
Sinanthropus Pekinensis (China) yang hanya berusia kira-kira 550,000 tahun terlihat
bahawa manusia purba lebih selesa hidup dan beranak-pinak berdekatan dengan
Khatulistiwa. Hal ini diperkuat lagi dengan penemuan fosil tengkorak manusia yang
terdapat di Afrika yang dinamai Zinjanthropus yang berusia 1,750,000 tahun.
Beberapa hujah ini menambah kukuh kesimpulan Gorys Keraf di atas yang
menyatakan bahawa nenek moyang bangsa Melayu ini tentulah sudah sedia ada di
Kepulauan Melayu yang menggunakan bahasa keluarga Nusantara.
Masih ada soalan yang belum terjawab, iaitu jika betul bangsa Melayu ini
sememangnya berasal dari Alam Melayu ini, sebelum itu dari manakah asal
mereka? Pendapat orang Minangkabau di Sumatera Barat bahawa keturunan
mereka ada hubungan dengan pengikut Nabi Nuh, iaitu bangsa Ark yang mendarat
di muara Sungai Jambi dan Palembang semasa berlakunya banjir besar seperti
yang diungkapkan oleh W. Marsden (1812) masih boleh dipertikaikan.
Yang agak berkemungkinan disusurgaluri ialah dari salasilah Nabi Nuh
daripada tiga anaknya, iaitu Ham, Yafit, dan Sam. Dikatakan bahawa Ham
berpindah ke Afrika yang keturunannya kemudian disebut Negro berkulit hitam, Yafit
berpindah ke Eropah yang kemudian dikenali sebagai bangsa kulit putih, dan Sam
tinggal di Asia menurunkan bangsa kulit kuning langsat. Putera kepada Sam ialah
Nabi Hud yang tinggal di negeri Ahqaf yang terletak di antara Yaman dan Oman.
Mungkinkah keturunan Nabi Hud yang tinggal di tepi laut, yang sudah sedia jadi
pelaut, menyebar ke Pulau Madagaskar di Lautan Hindi hingga ke Hawaii di Lautan
Pasifik lebih mempunyai kemungkinan menurunkan bangsa Melayu?
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 491
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Berkurun lamanya orang yang tinggal di alam Melayu ini hidup berkelompok
tanpa berhubungan dengan kelompok yang lain. Mereka dipisahkan oleh gunung-
ganang dan lautan yang luas. Walaupun pada mulanya mereka satu asal tetapi
kerana terputusnya hubungan di antara satu kelompok dengan kelompok yang lain
dalam masa yang sangat lama, maka setiap kelompok mengatur cara hidup dan
menggunakan pertuturan mereka sendiri sesuai dengan keadaan alam dan
keperluan hidup mereka masing-masing. Akibat keadaan inilah timbulnya suku
bangsa dan bahasa yang terdapat di Indonesia dan pelbagai loghat/dialek bahasa
Melayu di Tanah Semenanjung.
Sebelum ditemui bukti sejarah berupa tulisan pada batu bersurat tentulah
bahasa Melayu telah digunakan untuk masa yang panjang kerana didapati bahasa
yang ada pada batu bersurat kemudiannya sudah agak tersusun pembinaan kata
dan pembinaan ayatnya dan juga sudah kuat pengaruhnya sehingga orang India
yang menulis perkataan pada batu bersurat tersebut yang menggunakan aksara
Sanskrit memasukkan juga beberapa perkataan Melayu. Untuk memberi nama pada
bahasa yang tidak mempunyai bukti sejarah tersebut (sebelum bahasa orang India
masuk ke Nusantara), ia diberi nama bahasa Melayu Purba.
Bahasa Melayu Kuno
Berabad-abad sebelum Masihi, Selat Melaka telah digunakan oleh pedagang
Arab sebagai laluan pelayarannya membawa barang perniagaan dari Tiongkok,
Sumatera, dan India ke Pelabuhan Yaman. Dari Sumatera hasil yang paling utama
mereka beli ialah rempah kerana rempah ini merupakan keperluan yang penting
bagi orang Arab di Saba' (Kerajaan Saba' wujud di antara 115-950 SM). Pelabuhan
di Sumatera pula mendapat bekalan rempah ini dari Pulau Maluku di samping Aceh
yang sudah terkenal hasil rempahnya ke dunia Arab.
Pedagang Arab yang dimaksudkan di sini tidak semestinya beragama Islam
kerana hubungan di antara Arab dan alam Melayu telah wujud sejak zaman sebelum
munculnya Islam. Penggunaan kapur barus untuk mengawetkan mayat (mummi)
yang disimpan di dalam piramid pada Zaman Mesir Kuno dikatakan diambil dari
Barus (nama tempat) di Pulau Sumatera.
Pada abad pertama, barulah pedagang dari India belayar ke timur menuju
Tiongkok dan pedagang Tiongkok pula belayar ke barat menuju India. Pelayaran
dua hala ini mengharuskan mereka melalui Selat Melaka. Lama-kelamaan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 492
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
pelabuhan yang ada di Kepulauan Melayu ini bukan sahaja sebagai tempat
persinggahan tetapi menjadi tempat perdagangan pedagang India dan Tiongkok
seperti yang telah dirintis lebih awal oleh pedagang Arab. Di samping itu juga para
mubaligh terutama mubaligh India turut datang ke Kepulauan Melayu ini untuk
menyebarkan agama Hindu. Kedatangan para pedagang dan penyebar agama ini
mengakibatkan bahasa Melayu Purba mendapat pengaruh baru. Bahasa Melayu
Purba ini kemudian dinamai sebagai bahasa Melayu Kuno.
Batu Bersurat
Bukti bertulis yang tertua tentang bahasa Melayu Kuno ini terdapat di
beberapa buah prasasti (batu bersurat). Yang terpenting di antara batu bersurat
tersebut ialah:
a. Batu Bersurat Kedukan Bukit (Palembang), bertarikh 605 Tahun Saka,
bersamaan dengan 683 M (Masihi). Tulisan yang terdapat pada Batu Bersurat
ini menggunakan huruf Palava.
b. Batu Bersurat Talang Tuwo (Palembang), bertarikh 606 Tahun Saka,
bersamaan dengan 684 M. Batu Bersurat ini ditemui oleh Residen
Westenenk, 17 November 1920 di sebuah kawasan bernama Talang Tuwo, di
sebelah barat daya Bukit Siguntang, iaitu lebih kurang 8 km dari Palembang.
c. Batu Bersurat Kota Kapur (Bangka), bertarikh 608 Tahun Saka, bersamaan
dengan 686 M.
d. Batu Bersurat Karang Brahi (Jambi), bertarikh 614 Tahun Saka, bersamaan
dengan 692 M.
Batu Bersurat Kedukan Bukit.
Bahasa yang terdapat pada Batu Bersurat Kedukan Bukit tersebut ditulis
dengan menggunakan huruf Palava, iaitu sejenis tulisan India Selatan Purba bagi
penyebaran agama Hindu. Setelah ditransliterasikan ke huruf rumi tulisan tersebut
adalah seperti yang berikut ini (dengan sedikit pengubahsuaian susunan dan bentuk,
seperti c dibaca sy):
Svasti cri
cakavarsatita 605 ekadaci
cuklapaksa vulan vaicakha daputa
hyang nayik di samvau mangalap
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 493
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
siddhayatra
di saptami cuklapaksa
vulan jyestha dapunta hyang marlapas
dari minana Tamvar (Kamvar)
mamava yang vala dua laksa
ko dua ratus cara di samvau
dangan jalan sarivu tlu ratus sapulu dua vanakna
datang di matada (nau) sukhacitta
di pancami cuklapaksa vulan asada
laghu mudita datang
marvuat vanua ... Crivijaya
jaya siddhayatra subhika ...
Daripada transliterasi ini jelas terlihat walaupun pernyataan yang ingin
disampaikan itu berkenaan dengan Raja Sriwijaya yang menganuti fahaman Hindu
tetapi pengaruh bahasa Melayu terhadap bahasa Sanskrit sudah demikian meluas.
Jika kita bandingkan bahasa Melayu Kuno di atas dengan bahasa Melayu kini, kita
akan mendapati perubahan pembentukan bunyi dan perkataan seperti yang berikut
ini:
vulan = bulan
nayik = naik
samvau = sampau = sampan (maksudnya perahu yang besar)
mangalap = mengambil (maksudnya mencari)
marlapas = berlepas
mamava = membawa
vala = bala = balatentera
laksa = (menyatakan jumlah yang tidak terkira banyaknya)
dangan = dengan
sarivu = seribu
tlu = telu = tiga
sapuluh dua = sepuluh dua = dua belas
vanakna = banyaknya
sukhacitta = sukacita
marvuat = berbuat
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 494
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
vanua = benua = negeri
ko = ke
Jika dialihbahasakan ke dalam bahasa Melayu isi Batu Bersurat Kedukan
Bukit ini lebih kurang seperti yang berikut ini:
Selamat bahagia
pada tahun saka 605 hari kesebelas
dari bulan terang bulan waisaka daputa
baginda naik perahu mencari
rezeki
pada hari ketujuh bulan terang
bulan jyesta dapunta baginda berlepas
dari muara Kampar
membawa askar dua laksa
dua ratus orang di perahu
yang berjalan seribu tiga ratus dua belas banyaknya
datang di matada dengan suka cita
pada hari kelima bulan terang bulan asada
dengan lega datang
membuat negeri ... Seriwijaya
yang berjaya, yang bahagia, yang makmur
Batu Bersurat Kota Kapur.
Pada Batu Bersurat Kota Kapur perkataan/bahasa Melayu telah lebih banyak
ditemui dan unsur bahasa Sanskrit semakin berkurang. Beberapa perkataan bahasa
Melayu Kuno sebahagian telah memperlihatkan irasnya dan sebahagian lagi kekal
digunakan hingga kini, seperti: abai, aku, batu, banyak, benua, beri, buat, bulan,
bunuh, datu, dengan, di dalam, dosanya, durhaka, gelar, hamba, jahat, jangan, kait,
kasihan, kedatuan, keliwat, kita, lawan, maka, mati, merdeka, mula, orang, pahat,
persumpahan, pulang, roga, sakit, suruh, tapik, tambal, tatkalanya, tetapi, tida, tuba,
ujar, ulang, ulu, dan yang. Imbuhan awalan ialah: ni-, di-, mar-, par-, ka-. Imbuhan
akhiran pula ialah: -i dan -an.
Batu Bersurat Karang Brahi.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 495
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Bukti bertulis yang terdapat pada batu bersurat ini merupakan salah satu batu
bersurat terpenting, namun tidak banyak maklumat yang diketahui dengan pasti
tentang bahasa Melayu Kuno pada batu bersurat ini.
Di samping batu bersurat yang telah dinyatakan di atas sebenarnya ada lagi
batu bersurat yang agak penting diketahui, iaitu Batu Bersurat Pagar Ruyung (1356
M) di Sumatera Barat. Pada batu bersurat ini tertulis beberapa sajak Sanskrit
dengan sedikit prosa Melayu Kuno dengan menggunakan huruf India dan satu lagi di
Aceh yang dinamai Batu Nisan Minye Tujuh. Batu nisan ini bertarikh 1380 M dan
ditulis dengan tulisan India, menggunakan bahasa Melayu, Sanskrit, dan Arab.
Perkataan Melayu
Tidak diketahui secara pasti bilakah perkataan Melayu mulai digunakan.
Dalam tulisan Cina (dahulu Tiongkok) ada didapati berita yang menyatakan bahawa
suatu masa ada utusan yang mempersembahkan hasil bumi kepada Kaisar
Tiongkok yang datangnya dari Kerajaan Mo-lo-yeu. Berita Cina ini diperkirakan
ditulis sekitar tahun 644 (Masihi). Kerajaan Mo-lo-yeu ini dipercayai di daerah Jambi
(di Pulau Sumatera bahagian Selatan) yang ada sekarang ini. Perkataan yang
hampir sama ditemui daripada keterangan seorang rahib Budha bernama I Tsing. I
Tsing pernah singgah dan mendalami agama di Sriwijaya sebelum ia sampai di
Benggala (India) untuk mempelajari agama Budha di Universiti Nalanda (675 - 685
M). Dalam salah satu catatannya ditemui perkataan Malayu. Terjemahan catatannya
itu ialah: "Apabila I Tsing melawat Sumatera, dia menemui dua kerajaan yang besar,
iaitu Malayu berpangkalan di Sungai Batang dan Sriwijaya berhampiran dengan
Palembang.
Buku Cina lain yang ada mencatat perkataan yang hampir sama ialah buku
Ta Dang Si Yi Chiu Fia Kao Cheng Zhuan. Di dalam buku ini terdapat perkataan Mo
Lou Yu. Buku Hai Nan Chi Guai Nun Fa Zhuan terdapat perkataan Mo Lou YŸ (u
terdapat dua titik). Perkataan Wu Lai Yu terdapat di dalam buku Hai Lu Chu dan
buku Zheng He Hang Hai Tu. Chen Chung Shin yang menulis buku Tong Nan Ya
Lien Guo Zhi (Negeri-negeri di Asia Tenggara) menyatakan bahawa orang Melayu di
Semenanjung Tanah Melayu mendapat namanya daripada perkataan Mo Lo Yu,
tetapi orang Cina pada masa itu ada yang menyebutnya sebagai Ma Li Yi Er, Wu Lai
Yu, dan Ma La Yu.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 496
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Perkataan Malayu juga tertulis di bahagian belakang sebuah patung yang
ditemui di Padang Rocore di kawasan Sungai Batanghari (Sumatera Selatan)
bertarikh 1286 M. Dan di dalam buku Sejarah Melayu perkataan Melayu
dihubungkan dengan nama sebatang sungai, iaitu Sungai Melayu. Perhatikan
petikan yang berikut ini: "Kata sahibul hikayat ada sebuah negeri di tanah Andelas
(sekarang disebut Sumatera), Palembang namanya: Demang Lebar Daun nama
rajanya, asalnya daripada anak cucu Raja Suran, Muara Tatang nama sungainya.
Adapun nama Perlembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Maka di hulu
Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya".
Harun Aminurrashid mengatakan bahawa "...bangsa yang bernama Melayu
itu diam di sebuah kawasan anak sungai yang bernama Sungai Melayu di hulu
Sungai Batanghari (kini Sungai Jambi). Di kawasan hulu Sungai Jambi itulah dahulu
pada kira-kira seribu lima ratus tahun lebih, telah ada sebuah Kerajaan Melayu
sebelum (ada dan) semasa terkenal Kerajaan Sriwijaya atau Palembang Tua ....
Kerajaan Sriwijaya telah mengalahkan Kerajaan Melayu sekitar abad ke-7 M.
Walaupun dari segi pemerintahan Kerajaan Melayu kalah, tetapi bahasa Melayu
terus berkembang dan digunakan bersama semasa menggunakan bahasa Sanskrit,
iaitu bahasa rasmi pemerintahan Sriwijaya. Malahan pada Batu Bersurat
Kartanegara yang dijumpai di Sungai Langsat bertarikh 1208 Tahun Saka, ditemui
perkataan Malayapura yang artinya Kerajaan Melayu".
Bahasa Melayu ternyata tidak terkongkong di daerahnya sendiri (di sekitar
Palembang). Sebuah batu bersurat yang ditemui di Gandasuli di Jawa Tengah
bertarikh 832 M juga menggunakan beberapa perkataan/bahasa Melayu. Padahal
Batu Bersurat Gandasuli ini ditulis dengan huruf Dewanagari, iaitu sejenis tulisan
purba India Utara bagi penyebaran agama Budha. Demikian juga batu yang telah
ditemui di Kedu (Jawa Timur) yang walaupun tarikhnya tidak diketahui dengan pasti
namun bahasanya menyerupai bahasa Melayu Kuno ataupun sekurang-kurangnya
dipengaruhi oleh bahasa Melayu.
Walaupun penemuan Batu Bersurat Kedukan Bukit (683 M) memperlihatkan
tulisan yang digunakan ialah huruf Palava, ia tidak bermakna bahawa tidak ada
tradisi tulisan sebelum itu. Sebelum orang India datang ke alam Melayu, di kawasan
Nusantara ini telah dikenali tulisan atau aksara Lontara di Sulawesi Selatan, aksara
Batak di Sumatera Utara, dan aksara Rencong di Sumatera Selatan. Pada masa itu
aksara Rencong ini digunakan untuk merakam cerita, pantun, atau yang sejenisnya.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 497
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Setakat ini, aksara Renconglah yang dianggap sebagai huruf asli bahasa Melayu.
Oleh kerana ia ditulis pada daun dan kulit kayu maka dengan sendirinya tulisan ini
tidak dapat bertahan lama. Walau bagaimanapun, aksara Rencong ini kini masih
dapat disaksikan di Perpustakaan School of Oriental and African Studies, London.
Perhatikan pantun yang ditulis menggunakan aksara Rencong.
Walaupun asal usul bangsa Melayu (dalam pengertian yang khusus) yang
paling asal belum diketahui secara pasti tetapi pertumbuhan bahasa Melayu
dapatlah dikatakan berasal dari Sumatera Selatan di sekitar Jambi dan Palembang.
Kesimpulan ini dikemukakan berdasarkan beberapa alasan, yaitu:
Bahasa Melayu tidak mungkin pecahan dari bahasa Jawa kerana sifatnya
berbeda. Perbedaan itu di antara lain ialah bahasa Jawa mempunyai tingkatan
penggunaan bahasa manakala bahasa Melayu, tidak. Jadi, tentulah bahasa Melayu
bukan berasal daripada bahasa Jawa.
Aksara Rencong ialah huruf Melayu Tua yang lebih tua daripada aksara Jawa
Kuno (tulisan Kawi). Masyarakat yang telah memiliki kemahiran bertulis dianggap
sebagai masyarakat yang telah tinggi peradabannya dan tentu telah mempunyai
masyarakat yang berkurun-kurun lamanya. Bahasa Melayu Tua dan Bahasa Batak
juga tidak sama. Hal ini terbukti tulisannya tidak sama. Jadi, bahasa Melayu tentulah
bukan berasal daripada bahasa Batak, walaupun pada masa yang sama mungkin
kedua-dua bahasa ini telah wujud.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 498
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan yang besar. Tidak mungkin
sebuah kerajaan didirikan jika di daerah itu tidak ada penduduk asal yang ramai.
Kerajaan Melayu pada waktu itu tentulah bukan seperti yang dimaksudkan seperti
raja Melayu yang terdapat di Pasai atau di Melaka. Pengertian raja pada waktu itu
ialah Ketua Kampung dan kerajaan itu bermaksud kawasan kampung. Tetapi
tentulah kawasan kampung ketika itu sangat luas dan juga terdapat beberapa
kampung lain di sekitarnya.
Sehingga saat ini belum ditemui bukti sejarah yang lebih awal daripada Batu
Bersurat Kedukan Bukit (di Palembang) yang telah menggunakan bahasa Melayu
dalam persuratannya. Dan juga, belum ada huruf Melayu Kuno yang lain ditemui
selain daripada aksara Rencong (di daerah Sumatera Selatan, aksara Rencong ini
masih digunakan hingga abad ke-18).
Bahasa Minangkabau ialah salah satu bahasa yang paling mirip dengan
bahasa Melayu dibandingkan dengan dialek Melayu yang lain kerana sejak dahulu
kala lagi daerah Jambi berdekatan dengan daerah Minangkabau. Oleh yang
demikian, kedua-dua bahasa ini tentulah ada pertaliannya. Walaupun bahasa
Melayu tidak sama dengan bahasa Jawa dan bahasa Batak (secara khusus) namun
secara umum bahasa ini pada asalnya satu rumpun yang disebut rumpun bahasa
Austronesia Barat atau bahasa Nusantara.
Penutup
Bahasa melayu mulai dipakai dikawasan Asia Tenggara sejak Abad ke-7.
Bukti-bukti yang menyatakan itu adalah dengan ditemukannya prasasti di kedukan
bukit karangka tahun 683 M (palembang), talang tuwo berangka tahun 684 M
(palembang), kota kapur berangka tahun 686 M (bukit barat), Karang Birahi
berangka tahun 688 M (Jambi) prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf pranagari
berbahasa melayu kuno. Bahasa melayu kuno itu hanya dipakai pada zaman
sriwijaya saja karena di jawa tengah (Banda Suli) juga ditemuka prasasti berangka
tahun 832 M dan dibogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga
menggunakan bahasa melayu kuno.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan,
yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa
perhubungan antar suku di Nusantara. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 499
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
perdagangan, baik sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang
datang dari luar nusantara.
Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan
temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai
pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa,
maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di
kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon ,dan Kupang. Orang-orang
Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu
pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini
malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama
berbahasa Melayu (sejak akhir abadke-19). Varian-varian lokal ini secara umum
dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji
dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus eka bahasa
untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah
bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa
itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Sehingga akan menarik apabila ada pikiran-pikiran yang akan mewujudkan
bahasa Melayu menjadi bahasa resmi di Asia Tenggara, sebab penutur bahasa
Melayu cakupan sangat luas dan hamper ada di setiap Negara Asia Tenggara.
Daftar Bacaan
1. Darwis Harahap. 1992. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu. Pulau Pinang:
Universiti Sains Malaysia.
2. Zuber Usman. 1976. Bahasa Melayu sebelum dan sesudah menjadi lingua
franca.
3. Ismail Hamid. 1983. Kesusasteraan Melayu lama dari warisan peradaban
Islam.
4. Harun Aminurrashid. 1966. Kajian sejarah perkembangan bahasa Melayu.
5. Ismail Hussein. 1984. Sejarah pertumbuhan bahasa kebangsaan kita.
6. Obaidellah Haji Mohamad. Catatan-catatan dalam sejarah China mengenai
negeri-negeri Melayu. Kertas kerja dibentangkan pada Persidangan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 500
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) ISSN 0853-
2265
Antarabangsa mengenai Tamadun Melayu, 11-13 Nov. 1986, Kuala Lumpur,
1986.
7. William M. Carpenter, James R. Lilley, David G. Wiencek, Henry Stephen
Albinski. Asian Security Handbook: An Assessment of Political-Security
Issues in the Asia-Pacific Region. M.E. Sharpe. m/s. 240-6.
ISBN 1563248131.
8. Moshe Yegar. Between Integration and Secession: The Muslim Communities
of the Southern Philippines, Southern Thailand and Western Burma/Myanmar.
Lexington Books. m/s. 79-80. ISBN 0739103563.
9. Thomas M. Fraser. Rusembilan: A Malay Fishing Village in Southern
Thailand.
10. Mohamed Taher. Encyclopaedic Survey of Islamic Culture. Anmol
Publications. m/s. 228-9. ISBN 8126104031.
11. Dr Syed Farid Alatas, Keadaan Sosiologi Masyarakat Melayu, Occasional
Paper Series Paper No.5-97, Association of Muslim Professionals
Singapore, 1997
12. Dr Syed Hussein Alatas, Prof Khoo Kay Kim & Kwa Chong Guan,
Malays/Muslims and the History of Singapore, Occasional Paper Series
Paper No.1-98, Centre for Research on Islamic & Malay Affairs, Association
of Muslim Professionals Singapore, 1997