ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/pannmed vol. 9...

114
JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) VOL. 9, NO. 2, SEPTEMBER-DESEMBER 2014 TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER) Penanggung Jawab: Dra. Ida Nurhayati, M.Kes. Redaktur: Drg. Herlinawati, M.Kes. Penyunting Editor: Soep, SKp., M.Kes. Nelson Tanjung, SKM., M.Kes. Desain Grafis & Fotografer: Ir. Zuraidah, M.Kes. Dra. Ernawaty, M.Si., Apt. Yusrawati Hasibuan, SKM., M.Kes. Sekretariat: Sri Utami, SST, M.Kes. Elizawardah, SKM., M.Kes. Rina Doriana, SKM., M.Kes. Sumarni, SST. Hafniati Alamat Redaksi: Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5 Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: 061-8368633 Fax: 061-8368644 DAFTAR ISI Editorial Mutu Organoleptik Cider Jambu Biji (Psidium guajava) pada Varietas yang Berbeda oleh Ida Nurhayati..........................................................90-92 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru dalam Kepatuhan Berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan oleh Netty Panjaitan, Risma Dumiri, Tiurlan…………..…...............................93-102 Indeks Plak Antara Gigi Berjejal dengan Gigi Tidak Berjejal Setelah Menyikat Gigi pada Siswa-Siswi SMP PAB 5 Patumbak Tahun 2014 oleh Asmawati, Adriana Hamsar, Nurhamidah.......................................... 103-106 Hubungan Kebiasaan Menyikat Gigi Sebelum Tidur dengan Terjadinya Karies Gigi pada Siswa-Siswi SMP Swasta Darussalam Medan Tahun 2014 oleh Ety Sofia Ramadhan.............................................................107-110 Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Penggunaan Antibiotik di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo oleh Rini Andarwati .............................................................111-118 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Presentasi Bokong pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 oleh Setiawaty Suluhbara…………............................................ 119-122 Pengaruh BPJS Terhadap Minat Masyarakat dalam Upaya Peningkatan Kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2014 oleh Adelima C. R. Simamora, Doni Simatupang, Agustina Boru Gultom.………................................ ...............123-127 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hipertensi pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Anak dan Balita Binjai dan Medan Tahun 2014 oleh Abdul Hanif Siregar, Syarif Zen Yahya, Surita Ginting...........................................................128-133 ISSN 1907-3046

Transcript of ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2014/pannmed vol. 9...

  • JURNAL ILMIAH

    PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist)

    VOL. 9, NO. 2, SEPTEMBER-DESEMBER 2014

    TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER)

    Penanggung Jawab:

    Dra. Ida Nurhayati, M.Kes.

    Redaktur:

    Drg. Herlinawati, M.Kes.

    Penyunting Editor:

    Soep, SKp., M.Kes.

    Nelson Tanjung, SKM., M.Kes.

    Desain Grafis & Fotografer:

    Ir. Zuraidah, M.Kes.

    Dra. Ernawaty, M.Si., Apt.

    Yusrawati Hasibuan, SKM., M.Kes.

    Sekretariat:

    Sri Utami, SST, M.Kes.

    Elizawardah, SKM., M.Kes.

    Rina Doriana, SKM., M.Kes.

    Sumarni, SST.

    Hafniati

    Alamat Redaksi:

    Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5

    Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan

    Telp: 061-8368633

    Fax: 061-8368644

    DAFTAR ISI Editorial Mutu Organoleptik Cider Jambu Biji (Psidium

    guajava) pada Varietas yang Berbeda oleh Ida

    Nurhayati..........................................................90-92

    Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap

    Peningkatan Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru

    dalam Kepatuhan Berobat di Rindu A3 RSUP H.

    Adam Malik Medan oleh Netty Panjaitan, Risma

    Dumiri, Tiurlan.................................93-102

    Indeks Plak Antara Gigi Berjejal dengan Gigi Tidak

    Berjejal Setelah Menyikat Gigi pada Siswa-Siswi SMP

    PAB 5 Patumbak Tahun 2014 oleh Asmawati, Adriana

    Hamsar, Nurhamidah..........................................103-106

    Hubungan Kebiasaan Menyikat Gigi Sebelum Tidur

    dengan Terjadinya Karies Gigi pada Siswa-Siswi SMP

    Swasta Darussalam Medan Tahun 2014 oleh Ety Sofia

    Ramadhan.............................................................107-110

    P

    Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga

    Terhadap Penggunaan Antibiotik di Desa Kuta Mbelin

    Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo oleh Rini

    Andarwati.............................................................111-118

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Presentasi Bokong

    pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Kota

    Padangsidimpuan Tahun 2013 oleh Setiawaty

    Suluhbara............................................119-122

    Pengaruh BPJS Terhadap Minat Masyarakat dalam

    Upaya Peningkatan Kesehatan di RSUD Doloksanggul

    Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang

    Hasundutan Tahun 2014 oleh Adelima C. R.

    Simamora, Doni Simatupang, Agustina Boru

    Gultom................................................123-127

    Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hipertensi pada

    Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Anak

    dan Balita Binjai dan Medan Tahun 2014 oleh

    Abdul Hanif Siregar, Syarif Zen Yahya, Surita

    Ginting...........................................................128-133

    ISSN 1907-3046

  • Manfaat Mengunyah Permen Karet yang Mengandung

    Xylitol dan Non Xylitol dalam Menurunkan Indeks

    Plak pada Siswa-Siswi Kelas VI-A SDN 060930 Titi

    Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 oleh

    Yetti Lusiani, Etty M. Marthias, Hasny.............134-137

    Efektifitas Pemberian Soyghurt Terhadap Penurunan

    Kadar Kolesterol dalam Darahmencit (Mus musculus)

    dengan Jumlah Bakteri Asam Laktat dan Suhu

    Inkubasi yang Optimum oleh Rosmayani

    Hasibuan...............................................................138-145

    Gambaran Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut

    Terhadap Terjadinya Karies Gigi Molar 1 pada Siswa/i

    Kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Deli Tua

    Tahun 2014 oleh Rina Budiman.........................146-149

    Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Diet

    Makanan Terhadap Karies Gigi pada Siswa/i Kelas IV

    SD Negeri No. 060891 Jl. Jamin Ginting 303 Medan

    oleh Ngena Ria, Susy Adrianelly Simaremare..150-152

    Pengaruh Berkumur dengan Larutan Teh Hijau

    Terhadap pH Saliva pada Siswa-Siswi SD Negeri

    024761 Kecamatan Binjai Utara Tahun 2014 oleh

    Manta Rosma, Netty Jojor Aritonang................153-156

    Gambaran Tingkat Kecemasan Anak Terhadap

    Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa/i

    Kelas V-B SD St. Antonius Jl. Sriwijaya No.7 Medan

    Tahun 2014 oleh Nelly Katharina Manurung....157-161

    Motivasi Anak dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi

    Terhadap Status Kesehatan Gigi pada Siswa/i Kelas

    III-A SD Swasta Cerdas Bangsa Jl. Titi Kuning

    Namorambe Lingk. VI Sidorejo Deli Tua Tahun 2014

    oleh Rosdiana T. Simaremare, Asnita Bungaria

    Simaremare..........................................................162-165

    Efektifitas Penyuluhan dengan Media Poster Terhadap

    Peningkatan Pengetahuan Tentang Kebersihan Gigi

    pada Siswa/i Kelas III dan IV di SDN 104186 Tanjung

    Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2014 oleh Rawati

    Siregar, Sondang..............................................166-169

    Gambaran Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Tentang

    Menyikat Gigi Terhadap def-t dan DMF-T pada Siswa-

    Siswi SD Negeri 060930 Titi Kuning Kecamatan

    Medan Johor Tahun 2014 oleh Aminah Br. Saragih,

    Herlinawati...........................................................170-173

    Hubungan Frekuensi Minum Soft Drink Terhadap pH

    Saliva dan Angka DMF-T pada Siswa/i Kelas XI IPA

    MAN 2 Model Jalan Williem Iskandar No. 7A Kec.

    Medan Tembung Tahun 2014 oleh Intan

    Aritonang..............................................................174-177

    Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan Intensitas

    Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima

    Medan Tahun 2014 oleh Dina Indarsita, Sri Utami,

    Rina Sari...............................................................178-183

  • Uji Efek Penyembuhan Luka Sediaan Gel Ekstrak

    Etanol Daun Afrika (Vernonia Amygdalina.Del) pada

    Mencit Jantan oleh Ernawaty, Tri Bintarti, Maya

    Handayani............................................................184-187

    Kharakteristik Balita dan Sosio Demografi

    Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Wilayah

    Kerja Puskesmas Mencirim Kecamatan Sunggal

    Tahun 2014 oleh Rina Doriana Pasaribu......188-194

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

    Kecemasan Pasien TB Paru di RA 3 RSUP Haji

    Adam Malik Medan oleh Soep.....................195-198

    Diterbitkan oleh : POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

    Jl. Jamin Ginting KM. 13,5 Kel. Lau Cih Medan Tuntungan Kode Pos : 20136

  • PENGANTAR REDAKSI

    Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik

    Kesehatan Kemenkes Medan.

    Jurnal PANNMED Edisi September-Desember 2014 Vol. 9 No.2 yang terbit kali ini menerbitkan

    sebanyak 22 Judul Penelitian.

    Redaksi mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit 2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal

    ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga

    bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini.

    Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang

    berkualitas seperti harapan kita bersama.

    Redaksi

  • 90

    MUTU ORGANOLEPTIK CIDER JAMBU BIJI (Psidium guajava)

    PADA VARIETAS YANG BERBEDA

    Ida Nurhayati Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Medan

    ` Abstrak

    Indonesia termasuk negara penghasil buah-buahan. Dengan berlimpahnya buah-buahan maka dilakukan

    pengawetan. Cider (Anggur buah) merupakan salah satu cara pengawetan untuk menambah nilai ekonomis

    buah, selain itu cider merupakan salah satu minuman beralkhohol yang rasanya manis, mempunyai aroma

    harum dan khas dibuat melalui fermentasi khamir jenis Sacharomyces cerevisiae. Buah jambu biji

    mempunyai kadar vitamin C tinggi yaitu 87% dan vitamin A 25% serta kandungan karbohidrat 12,2%,

    selain itu juga mengandung zat mineral, besi, fosfat dan kapur.(Rismunandar,1997).Cider telah lama dikenal

    sejak berabad-abad yang lalu sebagai minuman tradisional Negara Timur Tengah dan Eropa. Adanya

    kemajuan teknologi kini minuman anggur tidak hanya dibuat dari beras atau buah anggur namun buah -

    buahan yang rasanya manis juga dapat dibuat cider. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu

    organoleptik cider jambu biji dengan varietas yang berbeda (yaitu cider dari jambu biji biasa dibandingkan

    dengan cider dari jambu biji bangkok). Penilaian mutu organoleptik dilakukan dengan cara menilai warna,

    rasa, aroma dan konsistensi cider jambu biji. Selanjutnya dilakukan penghitungan kadar alkohol yang

    dihasilkan oleh cider tersebut. Penelitian ini bersifat eksperimen yang dilakukan pada tanggal 10-17 Maret

    2003 di laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Gizi Poltekkes Medan. Pembuatan cider jambu biji biasa

    dan jambu biji bangkok masing-masing dilakukan dengan ulangan sebanyak dua kali. Penelitian ini

    menggunakan 2 (dua) perlakuan dan 2 (dua) ulangan sehingga terdapat 4 (empat) unit percobaan. Terdapat

    perbedaan nyata rasa (F hitung 8,82 > F tabel 3,34) dan aroma (F hitung 10,44 > F tabel 3,34) antara cider

    jambu biji biasa dengan jambu biji bangkok. Namun warna (F hitung 2,24 > F tabel 4,20) dan kekentalan (F

    hitung 2,64 < F tabel 3,34) tidak menunjukkkan perbedaan nyata. Mutu organoleptik yang meliputi warna,

    rasa, aroma dan kekentalan cider jambu biji biasa lebih disukai dari pada jambu biji bangkok. Mutu

    organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan kekentalan cider jambu biji biasa lebih disukai dari pada

    jambu biji bangkok. Kandungan alkohol cider jambu biji biasa setelah fermentasi 7 hari adalah 13%

    sedangkan kandungan alkohol cider jambu biji bangkok 13,6%.

    Kata kunci: Mutu organoleptik, cider jambu biji

    PENDAHULUAN

    Pengawetan buah-buahan dapat dilakukan

    dengan bermacam-macam cara antara lain dengan

    fermentasi. Cider (Anggur buah) merupakan salah satu

    minuman beralkhohol yang rasanya manis. Mempunyai

    aroma yang harum dan khas dibuat melalui fermentasi

    khamir jenis Sacharomyces cerevisiae.

    Buah jambu biji mempunyai kadar vitamin C

    tinggi yaitu 87% dan vitamin A 25% serta kandungan

    karbohidrat 12,2%, selain itu juga mengandung zat

    mineral, besi, fosfat dan kapur. Rismunandar (1997)

    mengatakan buah jambu biji umumnya digunakan oleh

    masyarakat untuk mencegah penyakit sariawan dan untuk

    meningkatkan daya tahan terhadap infeksi.

    Cider telah lama dikenal sejak berabad-abad yang

    lalu sebagai minuman tradisional Negara Timur Tengah

    dan Eropa. Adanya kemajuan teknologi kini minuman

    anggur tidak hanya dibuat dari beras atau buah anggur

    namun buah -buahan yang rasanya manis juga dapat dibuat

    cider.

    Jambu biji banyak dijumpai di pasaran.

    Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera

    Utara tahun 2000 bahwa rata rata produksi tanaman

    jambu biji adalah 16,43 ton meningkat dari tahun

    sebelumnya. Dengan demikian salah satu upaya untuk

    meningkatkan nilai ekonomis jambu biji adalah dengan

    pembuatan cider atau anggur buah. Dari hal tersebut

    penulis mencoba meneliti pembuatan cider dari jambu

    biji dengan varietas yang berbeda, yaitu dengan

    menggunakan jambu biji biasa dibandingkan dengan

    jambu biji bangkok yang selanjutnya akan dinilai mutu

    organoleptiknya.

    TUJUAN

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    mutu organoleptik cider jambu biji dengan varietas

    yang berbeda (yaitu cider dari jambu biji biasa

  • 91

    dibandingkan dengan cider dari jambu biji bangkok).

    Penilaian mutu organoleptik dilakukan dengan cara

    menilai warna, rasa, aroma dan konsistensi cider jambu

    biji. Selanjutnya dilakukan penghitungan kadar alkohol

    yang dihasilkan oleh cider tersebut.

    METODE

    Penelitian ini bersifat eksperimen yang dilakukan

    pada tanggal 10-17 Maret 2003 di laboratorium Teknologi

    Pangan Jurusan Gizi Poltekkes Medan. Pembuatan cider

    jambu biji biasa dan jambu biji bangkok masing-masing

    dilakukan dengan ulangan sebanyak dua kali. Penelitian ini

    menggunakan 2 (dua) perlakuan dan 2 (dua) ulangan

    sehingga terdapat 4 (empat) unit percobaan.

    Bahan : Jambu biji bangkok dan biasa masing-masing 2

    kg, gula pasir 1200 gr, ragi Sacharomyces cereviciae

    sebanyak 60 gr dan Aquadesh 2 ltr.

    Alat : Pisau, wakskom, timbangan duduk, blender, kain

    saring, gelas ukur, Erlenmeyer, inkubator, beaker glass,

    thermometer, autoclave, hot plate, spatula, selang

    fermentasi.

    Prosedur :

    Pembuatan starter dan sari buah

    1) Jambu biji dikupas, dicuci dan dihancurkan dengan

    blender hingga menjadi bubur jambu biji. 2) Ditambahkan

    aquadesh 1:1 dari volume bubur jambu biji. 3) Disaring

    untuk diambil sarinya dan diukur volumenya. 4)

    Ditambahkan gula pasir 20% dari volume sari buah. 5)

    Diambil 100 ml sari buah kemudian ditambahkan ragi

    Sacharomyces cereviciae 1%. 6) Diaduk hingga rata dan

    dimasukkan kedalam inkubator selama 24 jam dengan

    suhu 30oC hingga timbul gas. 7) Sari buah selebihnya

    setelah diambil untuk pembuatan starter dipanteurisasi

    selama 1 jam dalam autoclave.

    Peragian/Fermentasi

    1) Larutan starter yang sudah jadi dimasukkan ke dalam

    sari buah yang sudah dipasteurisasi dalam erlemmeyer. 2)

    Erlenmeyer ditutup menggunakan gabus yang tengahnya

    sudah diberi selang, kemudian ujung selang yang lain

    dicelupkan ke dalam beaker glass yang berisi air. 3)

    Diinkubasikan dalaminkubator selama 7 hari dengan suhu

    30oC.

    Pemeraman1) Setelah fermentasi 7 hari, dilakukan

    pasteurisasi selama 1 jam dengan suhu 70oC. 2) Cider

    dipindahkan ke dalam botol yang sudah disterilkan. 3)

    Disimpan lagi ke dalam inkubator pada suhu 30oC selama

    7 hari.

    Perhitungan kadar alkohol (UI, 1997)

    ta = t cider sebelum fermentasi t aquadesh sebelum fermentasi tb = t cider sesudah fermentasi t aquadesh sesudah fermentasi

    t = tb ta Dikonversikan dalam tabel Steinkrous

    t = titik didih

    Tingkat kesukaan konsumen yang meliputi warna, rasa,

    aroma dan kekentalan diujikan ke 30 orang panelis terlatih.

    Adapun skala pengukuran yang digunakan skala sebagai

    berikut : 1 = Tidak suka, 2 = Agak suka, 3 = Suka, 4 =

    Amat suka,

    5 = Amat sangat suka.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Warna merupakan daya tarik suatu produk

    makanan. Konsumen dalam memilih makanan pertama

    kali sangat dipengaruhi oleh warna. Warna cider jambu biji

    secara umum adalah hijau muda sampai dengan hijau tua.

    Hasil penelitian menunjukkan tidak ada

    perbedaan nyata antara warna cider jambu biji biasa dan

    warna cider jambu biji bangkok (F hitung 2,24 < F tabel

    4,20).

    Rasa cider jambu biji dalam penelitian ini

    terdapat perbedaan nyata antara rasa cider jambu biji

    biasa dan jambu biji bangkok ( F hitung 8,82 > F tabel

    3,34). Rasa cider adalah manis disertai asam dan

    adanya rasa segar pada waktu diminum, hal ini

    disebabkan adanya proses fermentasi dalam pembuatan

    cider jambu biji. Bahan dasar cider ini adalah

    karbohidrat sehingga setelah difermentasikan dapat

    menghasilkan alkohol dan CO2 yang menyebabkan

    rasa segar dalam cider.

    Aroma merupakan bagian penting dan sangat

    menentukan kualitas minuman cider. Dalam penelitian

    ini terdapat perbedaan nyata antara aroma jambu biji

    biasa dengan jambu biji bangkok (F hitung 10,44 > F

    tabel 3,34) Aroma cider dalam penelitian ini adalah

    spesifik aroma jambu biji.

    Kekentalan cider jambu biji biasa dan jambu

    biji bangkok tidak menunjukkan perbedaan nyata (F

    hitung 2,64 < F tabel 3,34). Kekentalan cider

    dipengaruhi oleh bahan-bahan untuk pembuatan cider

    Yaitu jambu biji, ragi dan gula.

    SIMPULAN

    1. Warna cider jambu biji biasa tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan cider dari

    jamu biji bangkok dalam taraf agak suka dan

    suka.

    2. Rasa cider jambu biji biasa menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan rasa

    cider dari jamu biji bangkok dalam taraf suka

    dan agak suka.

    3. Aroma cider jambu biji biasa menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan cider dari

    jamu biji bangkok yaitu pada taraf agak suka.

    4. Kekentalan cider jambu biji biasa tidak menunjukkan perbedaan nyata dibanding dengan

    2.43 2.76

    2.06 2.7

    1.93 2.43

    2.63 2.66

    0 2 4 6

    WARNA

    RASA

    AROMA

    KEKENTALAN

    TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN

    JAMBU BIJI BIASA

    JAMBU BIJI

    BANGKOK

  • 92

    cider dari jamu biji bangkok yaitu pada taraf

    suka.

    5. Mutu organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan kekentalan cider jambu biji biasa lebih

    disukai dari pada jambu biji bangkok.

    6. Kandungan alkohol cider jambu biji biasa setelah fermentasi 7 hari adalah 13% sedangkan

    kandungan alkohol cider jambu biji bangkok

    13,6%.

    RUJUKAN

    Ansori Rahman, 1999, Pengantar Teknologi

    Fermentasi, Depdikbud Dirjen Dikti PAU

    Pangan dan Gizi , IPB Bogor.

    Astawan, Made Wahyuni, Mia, 1991, Teknologi Tepat

    Guna. Akademika Presindo. Jakarta.

    Biro Pusat Statistik , 2000, Kabupaten Deli Serdang,

    Propinsi Sumatera Utara.

    Bukle, K.A, 1978. Technology in Preservation, In a

    Course Manual in Food Science, Australian

    Vice Chancellors Committe.

    Daulay, Rahman Djunjun Ansori, 1992. Teknologi

    Fermentasi Sayur dan buah-buahan. Dep. P

    dan K, PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

    Desrosier, Norman.W, 1988. Teknologi Pengawetan

    Pangan, UI, Jakarta.

    Fardiaz, Srikandi, 1992. Mikrobiologi Pengolahan

    Pangan Lanjutan. Gramedia Pustaka Utama.

    Jakarta.

    Kapti Rahayu dan Slamet Sudarmadji, 1988. Proses-

    proses Mikrobiologi Pangan, PAU Pangan

    dan Gizi UGM Yogyakarta.

    Rismunandar, 1997, Tanaman Jambu Biji, Sinar Baru

    Bandung.

    Santoso, Hieronymus Budi, 1996. Teknologi Tepat

    Guna Anggur Pisang, Kanisius, Yogyakarta.

    Winarno, F.G, 1995, Kimia Pangan dan Gizi,

    Gramedia, Jakarta

    Winarno, F.G, 1999, Sterilisasi Komersial Produk

    Pangan, Gramedia, Jakarta

    Winarno, F.G, 2000. Kerusakan bahan Pangan dan

    Cara Pencegahannya, Ghalia Indonesia

    Jakarta

  • 93

    PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN

    PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DALAM KEPATUHAN

    BEROBAT DI RINDU A3 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

    Netty Panjaitan, Risma Dumiri, Tiurlan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan

    ` Abstrak

    Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang secara dinamis, yang

    didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan

    dengan tujuan hidup sehat yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat

    (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan kesehatan mendidik individu atau masyarakat supaya mereka dapat

    memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui

    pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap peningkatan perilaku penderita TB Paru dalam kepatuhan berobat

    di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan. Jenis penelitian quasi eksperimen dengan rancangan one group

    pre-post test. Populasi penelitian penderita yang dirawat di Rindu A3 RSUP Haji Adam Malik Medan

    dengan BTA (+) dengan besar sampel 40 responden dan tehnik pengambilan sampel secara accidental

    sampling. Metode pengumpulan data menggunakan kuisioner melalui pre-test dan post-test sebelum dan

    setelah pemberian pendidikan kesehatan. Analisa data dilakukan dengan uji t berpasangan dengan taraf

    kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden sebelum dan setelah pemberian

    pendidikan kesehatan secara signifikan mengalami peningkatan dari 9,32 menjadi 19,10 dengan nilai

    p=0.001 (

  • 94

    lain yang mengikuti, adanya gangguan imunologis dan

    faktor penderitanya sendiri, seperti kurangnya pengetahuan

    mengenai TB Paru, kekurangan biaya, malas berobat dan

    merasa sudah sembuh.

    Sujayanto (2000), mengatakan pengobatan yang

    tidak teratur akan menyebabkan kekebalan terhadap obat.

    Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang

    tidak lengkap dimasa lalu, menimbulkan kekebalan ganda

    kuman TB Paru terhadap obat Antituberkulosis (OAT)

    atau Multi Drug Resistance (MDR), yang pengobatanya

    menjadi sangat mahal, dengan lama pengobatan 18-24

    bulan, dengan efek samping yang lebih berat (Depkes RI,

    2008).

    Hasil penelitian Asmariani S (2012), mengatakan

    pengetahuan yang baik mempunyai peluang sebesar 23,22

    kali patuh menelan Obat Anti TB (OAT) secara baik dan

    secara signifikan mempunyai peluang sebesar 13,00 kali

    patuh menelan OAT. Sejalan dengan penelitian Lumban

    Tobing T (2008) menyatakan pengetahuan yang kurang

    berpotensi 2,5 kali lebih besar dan sikap yang kurang 3,1

    kali lebih besar terhadap penularan Tuberkulosis Paru.

    Penanggulangan Tuberkulosis Paru salah satunya

    dilaksanakan melalui promosi atau pendidikan kesehatan

    (Depkes, 2008). Pendidikan kesehatan sebagai bagian dari

    kesehatan masyarakat, berfungsi sebagai media atau sarana

    untuk menyediakan kondisi sosio-psikologis sedemikian

    rupa sehingga individu atau masyarakat berperilaku sesuai

    dengan norma-norma hidup sehat. Dengan perkataan lain

    pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah

    pengetahuan, sikap dan tindakan individu atau masyarakat

    sehingga sesuai dengan norma norma hidup sehat.

    Pendidikan kesehatan akan berpengaruh pada perilaku

    kesehatan, selanjutnya perilaku kesehatan akan

    berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan

    masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan

    kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

    Jika penderita dan keluarga tidak memiliki

    pengetahuan yang baik tentang pengobatan dan

    pencegahan penularan Tuberkulosis paru, maka akan sulit

    untuk menentukan sikap serta mewujudkannya dalam

    suatu perbuatan/tindakan. Pengetahuan dan sikap

    menentukan perilaku atau tindakan seseorang.

    Pengetahuan seseorang tentang TB Paru yang mencakup

    pengertian, penyebab, cara penularan, manfaat makan obat

    secara teratur serta cara pencegahan suatu penyakit.

    Pengetahuan merupakan domain terbentuknya suatu

    perilaku (Notoatmodjo, 2010).

    Pendidikan kesehatan secara langsung perorangan sangat

    penting, artinya untuk menentukan keberhasilan

    pengobatan penderita. Pendidikan ditujukan kepada suspek

    TB Paru, penderita TB Paru dan keluarganya, supaya

    penderita menjalani pengobatan secara teratur dan sampai

    sembuh serta tidak menularkan penyakitnya pada orang

    lain. (Depkes, 2005).

    Berdasarkan paparan diatas, maka peneliti ingin

    mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan

    terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru

    dalam kepatuhan berobat di Ruang Rindu A3 RSUP H.

    Adam Malik Medan

    B. Perumusan Masalah

    Bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan

    terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru

    dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam

    Malik Medan

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum : Menganalisis pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap

    peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam

    kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik

    Medan

    2. Tujuan Khusus : a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap

    dan tindakan penderita Tuberkulosis Paru dalam

    kepatuhan berobat sebelum diberikan pendidikan

    kesehatan di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik

    Medan

    b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penderita Tuberkulosis Paru dalam

    kepatuhan berobat setelah diberikan pendidikan

    kesehatan di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik

    Medan

    c. Untuk mengetahui peningkatan Perilaku penderita Tuberkulosis Paru sebelum dan setelah pendidikan

    kesehatan dalam kepatuhan berobat di Rindu A3

    RSUP H. Adam Malik Medan.

    D. Hipotesis Ho : Ada pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap

    peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru

    dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam

    Malik Medan

    Ha : Tidak ada pengaruh Pendidikan Kesehatan

    terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis

    Paru dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H.

    Adam Malik Medan

    E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat

    sebagai berikut :

    1. Bagi Pihak Rumah Sakit secara khusus petugas kesehatan di ruang Rindu A3 RSUP. H. Adam Malik

    Medan agar melakukan secara kontiniu pendidikan

    kesehatan sebagai salah satu metode dalam promosi

    kesehatan untuk meningkatkan perilaku penderita TB

    Paru dalam menjalani pengobatan dan pencegahan bagi

    anggota keluarga dan orang lain

    2. Bagi penderita : untuk meningkatkan perilaku penderita dalam menjalani pengobatan sampai sembuh

    3. Bagi Peneliti : untuk meningkatkan pengetahuan tentang gambaran perilaku penderita dalam kepatuhan

    berobat sehingga membantu dalam program

    penanggulangan Tuberkulosis Paru

  • 95

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori 1. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah suatu proses

    perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan

    dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan

    masyarakat. Pendidikan kesehatan sesungguhnya

    merupakan suatu proses perkembangan yang berubah

    secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima

    atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru,

    yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha,

    dkk., 2002).

    Pendidikan kesehatan pada dasarnya mendidik

    individu atau masyarakat supaya mereka dapat

    memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi.

    Pendidikan kesehatan berperan cukup penting dalam

    perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono,

    2003).

    2. Teori Perubahan Perilaku Batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2007) dari

    pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau

    aktifitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia

    pada hakekatnya adalah aktifitas dari manusia itu sendiri.

    Menurut Sarwono (2004) perilaku manusia merupakan

    hasil dari berbagai macam pengalaman serta interaksi

    manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam

    bentuk pengalaman, sikap dan tindakan. Pengetahuan dan

    sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang

    masih bersifat terselubung, yang disebut covert behaviour,

    sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon

    terhadap stimulus adalah merupakan over behaviour.

    Menurut Sarwono (2004) batasan perilaku

    kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk

    pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya

    khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap

    tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat sedangkan

    perilaku pasif tidak tampak, misalnya pengetahuan,

    persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan

    perilaku dalam tiga domain yaitu pengetahuan

    (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan (practice).

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini

    terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap

    suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

    indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Ada 6

    tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam ranah kognitif

    mempunyai enam tingkatan yaitu : Tahu (know),

    Memahami (comprehension), Aplikasi (application),

    Analisis, Sintesis dan Evaluasi (Notoatmodjo, 2007).

    Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup

    dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek.

    Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

    dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

    tertutup. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

    tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek

    (Notoatmodjo, 2005).

    Notoatmodjo (2007), yang mengutip pendapat

    Achmadi, menjelaskan jenis sikap, yaitu : (a) sikap positif,

    yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima,

    menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana

    individu itu beda; (b) Sikap negatif, menunjukkan

    penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang

    berlaku dimana individu itu berbeda.

    Tindakan adalah mekanisme dari suatu

    pengamatan yang muncul setelah seseorang

    mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian

    atau persepsi terhadap apa yang telah di ketahui untuk

    mewujudkan dalam suatu tindakan atau praktek. Suatu

    sikap belum otomatis tewujud dalam suatu tindakan.

    Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata

    diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan

    dukungan dari pihak lain. (Notoatmodjo, 2007). Ada 3

    faktor penyebab mengapa seseorang melakukan

    perilaku tertentu, yaitu (a). faktor pemungkin, (b).

    Faktor pemudah, (c) faktor penguat. Ketiga faktor ini

    dipengaruhi oleh faktor penyuluhan serta organisasi.

    3. Tuberkulosis Paru a. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit menular yang

    disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

    Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang paru,

    tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya.

    Tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan tetapi dapat

    ditularkan dari seseorang ke orang lain. Basil penyebab

    tuberkulosis ini ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman

    yang bernama Robert Koch pada tahun 1882. Basil

    tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar

    37C (Depkes, 2007).

    b. Cara Penularan Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif.

    Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan

    kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet

    nuclei). Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di

    mana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.

    Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam

    keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang

    penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

    dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan

    hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita

    tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan

    kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam

    udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI,

    2007).

    c. Resiko Penularan Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan

    dengan percikan dahak. Penderita TB paru dengan BTA

    positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih

    besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko

    penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual

    Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi

    penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun.

    ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Pada daerah

    dengan ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang di

    antara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Sebagian

    besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi

    penderita TB paru, hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB

  • 96

    akan menjadi sakit TB. Faktor yang memengaruhi

    kemungkinan seseorang menjadi penderita TB Paru adalah

    daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi

    HIV/AIDS dan malnutrisi atau gizi buruk. (Depkes RI,

    2007).

    d. Gejala Klinis TB Paru Gejala utama penderita TB Paru adalah batuk

    berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat

    diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

    darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

    menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan,

    berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam

    meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut di atas

    dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti

    bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan

    lain-lain. Mengingat prevalensi TB Paru di Indonesia saat

    ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Unit

    Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut di atas,

    dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB

    Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

    mikroskopis langsung (Depkes RI, 2007).

    e. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada

    orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang

    dahak secara mikroskopis. Untuk memantau kemajuan

    pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak

    dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan

    dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif.

    Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif,

    hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan

    positif (Depkes RI, 2007).

    f. Pemeriksaan Dahak Menurut Depkes RI (2002), diagnosis ditegakkan melalui

    pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

    Pemeriksaan tiga spesimen Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)

    dahak secara mikroskopis langsung merupakan

    pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah, dan

    hampir semua unit laboratorium dapat melaksanakan.

    B. Kerangka Teori Berikut kerangka teori pada gambar 1. dibawah ini:

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini di Rumah Sakit Umum

    Pusat H. Adam Malik Medan di ruang Rindu A3

    Medan.

    B. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan selama kurang lebih

    5 bulan mulai bulan Juni sampai dengan bulan

    Nopember 2013

    C. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu)

    dengan rancangan one group pre-post test (Arikunto,

    2002). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa

    pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan

    perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan

    berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan

    D. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah semua

    penderita yang dirawat di Rindu A3 RSUP Haji Adam

    Malik Medan dengan BTA (+) sebanyak 157 orang

    yang dirawat pada bulan Juli - Agustus 2013. Tehnik

    pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental

    sampling yaitu berdasarkan kebetulan siapa saja yang

    ditemui dan sesuai persyaratan data yang diinginkan.

    Menurut Arikunto (2002), bila terdapat populasi

    lebih dari 100 orang maka pengambilan sampel

    berkisar antara 10-15% atau 20-25% dari total

    populasi. Maka sampel penelitian ini adalah: 25/100

    x 157 = 39,25. Jadi besarnya sampel dalam

    penelitian ini adalah 40 responden.

    Pemilihan sampel penelitian didasarkan atas kriteria

    sebagai berikut :

    a. Kriteria inklusi

    Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

    - Penderita TB Paru yang dirawat di Ruang Rindu A3

    selama bulan Juli Agustus 2013

    - Dapat berkomunikasi secara verbal, dapat membaca

    dan menulis.

    - Usia diatas 17 tahun atau telah dewasa.

    - Tidak ada penyakit penyerta

    b. Kriteria ekslusi

    Kriteria ekslusi pada penelitian ini antara lain :

    - Penderita yang saat dilakukan penelitian sedang

    dalam kondisi yang tidak memungkinkan

    dilakukan penelitian, misalnya dalam kondisi

    lemah

    - Tidak bersedia menjadi responden.

    E. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner

    dimana data primer diperoleh melalui pre-test dan

    post-test. Data sekunder di peroleh melalui data

    medikal rekord RSUP H. Adam Malik Medan.

    F. Metode Pengukuran Metode pengukuran variabel dalam penelitian ini

    menggunakan skala ordinal untuk mengukur

    pengetahuan, sikap dan tindakan responden.

    1. Mengukur Pengetahuan didasarkan atas hasil pre test dan post test dengan 20 pertanyaan

    dengan kategori jawaban benar diberi skor 1,

    dan salah diberi skor 0. Selanjutnya jumlah

  • 97

    skor tersebut dikonversi atas 3 kategori sesuai

    dengan Arikunto (2006), maka skor tertinggi

    20, skor terendah adalah 0 dengan

    pengkategorian pengetahuan sbb :

    Pengetahuan Baik, jika total skor >76,7% atau skor benar 15

    Pengetahuan Cukup, jika total skor 56,6% s/d 75% atau benar 11-14

    Pengetahuan Kurang, jika total skor 55% atau skor benar 10

    2. Untuk penilaian Sikap didasarkan atas hasil pre test dan post test dengan 10 pertanyaan, dengan

    2 kategori jawaban yaitu Setuju diberi skor 1,

    dan Tidak Setuju skor 0 dengan pengkategorian

    sebagai berikut :

    Sikap Baik, jika total skor 50 %

    Sikap Tidak Baik, jika total skor < 50 % 3. Untuk penilaian Tindakan didasarkan atas hasil

    pre test dan post test dengan 5 pertanyaan,

    dengan 2 kategori jawaban yaitu tindakan Baik

    diberi skor 1, dan Tidak Baik skor 0 dengan

    pengkategorian berikut :

    Tindakan Baik, jika total skor 5

    Tindakan Tidak Baik, jika total skor < 5

    G. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data Tehnik pengolahan data menggunakan

    komputerisasi dengan cara terlebih dahulu

    pengecekan data yang sudah dikumpulkan,

    melakukan penilaian (skor), melakukan editing dan

    pengkodean pada data yang ada dan dibuat dalam

    bentuk tabel, distribusi frekuensi selanjutnya

    dianalisa menggunakan analisis univariat dan

    bivariat. Analisis Univariat menggunakan distribusi

    frekuensi dan statistik deskriptif untuk melihat

    karakteristik responden yang meliputi : jenis

    kelamin, umur, pendidikan, status perkawinan,

    pekerjaan, Jenis bangunan rumah, Luas ventilasi,

    pendapatan, kategori pasien, sumber pencahayaan

    dan kondisi kamar.

    Analisis Bivariat dilakukan untuk

    mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan

    meilputi: pengetahuan, sikap dan tindakan

    responden sebelum dan setelah pemberian

    pendidikan kesehatan dengan menggunakan uji pair

    t-test dengan taraf kepercayaan 95% dan hasil

    analisa dikatakan bermakna (signifikan) jika nilai p

    value < 0,05.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah Sakit Haji Umum Pusat Adam Malik

    Medan adalah Rumah Sakit kelas A sesuai SK

    Menkes No. 335/Menkes/SK/VII 1990, juga

    sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai SK Menkes

    No. 502/Menkes/SK/-/1990. Rumah Sakit Haji

    Umum Pusat Adam Malik Medan memiliki 10

    Poliklinik rawat jalan dan 2 instalasi ruang rawat

    inap : Rindu A unit rawat inap yaitu RA1, RA2,

    RA3, RA4 neurologi, RA4 bedah saraf, RA5 dan

    Rindu B yaitu RB1, RB2, RB3, RB4 anak.

    2. Analisis Univariat Analisis univariat terhadap responden disajikan

    dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berdasarkan jenis

    kelamin, umur, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,

    jenis bangunan rumah, luas ventilasi, pendapatan, kategori

    pasien, sumber pencahayaan dan kondisi kamar

    a. Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden yang dirawat Di Ruang Rindu A3 Rumah Sakit

    Umum Pusat H. Adam Malik Medan

    No Karakteristik Responden n %

    1 Jenis kelamin

    - Laki-laki - Perempuan

    25

    15

    66,7

    33,3

    2 Umur (tahun)

    - 24 - 34 - 35 45 - 46 56 - 57 67 - 68 78

    11

    9

    10

    9

    1

    27,5

    22,5 25,0

    22,5

    2,5

    3 Pendidikan

    - SD - SLTP - SLTA - Akademi/Sarjana

    7

    5

    20

    8

    17,5

    12,5

    50,0

    20,0

    4 Status Perkawinan

    - Tidak kawin - Kawin - Janda/duda

    9

    27

    4

    22,5

    67,5

    10,0

  • 98

    5 Pekerjaan

    - Wiraswasta - Petani - PNS/TNI/POLRI/Pensiunan - Tidak bekerja

    19

    10

    2

    9

    47,5

    25,0

    5,0

    22,5

    6 Jenis Bangunan Rumah

    - Permanen

    - Semi permanen

    - Darurat

    34

    5

    1

    85,0

    12,5

    2,5

    7 Luas Ventilasi

    - < 10%

    - 10 20%

    - >20%

    8

    32

    0

    20,0

    80,0

    0

    8 Pendapatan

    - < 1,4 jt - 1,4 2 jt - 2 3 jt - 3 5 jt - >5 jt

    0

    21

    16

    2

    1

    0

    52,5

    40,0

    5,0

    2,5

    9 Kategori pasien

    - Baru - Kambuh - Gagal - Pindahan - Defaulter

    16

    12

    12

    0

    0

    40,0

    30,0

    30,0

    0

    0

    10 Sumber Pencahayaan

    - Ya

    - Tidak

    24

    16

    60,0

    40,0

    11 Kondisi kamar

    - Kering

    - Lembab

    - Basah

    25

    15

    0

    62,5

    37,5

    0

    Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan

    jenis kelamin, responden penderita Tuberkulosis Paru

    mayoritas laki-laki sebesar 66,7% dan perempuan sebesar

    33,3%. Berdasarkan kategori umur terbanyak responden

    pada rentang usia 24-34 tahun sebesar 27,5% diikuti

    responden rentang usia 46-56 tahun sebesar 25%.

    Berdasarkan jenjang pendidikan mayoritas

    responden berpendidikan SLTA yaitu sebesar 50%,

    sedangkan berdasarkan status perkawinan mayoritas

    responden kawin sebesar 67,5%. Berdasarkan tabel diatas

    juga dapat diketahui bahwa pekerjaan responden mayoritas

    wiraswasta yaitu sebesar 47,5%, sedangkan berdasarkan

    kondisi rumah mayoritas responden memiliki bangunan

    rumah permanen sebesar 85%.

    Berdasarkan luas ventilasi rumah, mayoritas (80%)

    luas ventilasi berkisar antara 10-20% luas bangunan,

    berdasarkan besarnya pendapatan responden, mayoritas

    (52,5%) berpenghasilan antara 1,4 juta 2 juta per bulan.

    Berdasarkan kategori pasien : responden pasien baru

    sebesar 40%, responden kambuh dan gagal masing-masing

    sebesar 30%. Berdasarkan sumber pencahayaan, terdapat

    60% rumah/kamar responden mendapatkan sinar matahari

    langsung dan berdasarkan kondisi rumah/kamar, kering

    sebanyak 62,5% dan lembab sebanyak 37,5%.

    b. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Sebelum dan Setelah Pemberian

    Pendidikan Kesehatan dalam Peningkatan

    Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru

    Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kategori

    Pengetahuan Responden sebelum dan

    Setelah Pendidikan Kesehatan di Ruang

    Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan

    Kategori

    Pengetahuan

    Sebelum Setelah

    N % n %

    Baik 0 0 40 100

    Cukup 17 42,5 0 0

    Kurang Baik 23 57,5 0 0

    Total 40 100 40 100

    Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan

    responden sebelum pemberian pendidikan kesehatan

    57,5% berada pada tingkat pengetahuan Kurang Baik dan

    42,5% berpengetahuan cukup, sedangkan pengetahuan

    responden setelah pendidikan kesehatan 100%

    berpengetahuan baik.

  • 99

    Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kategori Sikap

    Responden Sebelum dan Setelah Pendidikan

    Kesehatan di Ruang Rindu A3 RSUP H.

    Adam Malik Medan

    Kategori Sikap Sebelum Setelah

    N % N %

    Baik 40 100 40 100

    Tidak Baik 0 0 0 0

    Total 40 100 40 100

    Dari tabel 3 diatas untuk kategori sikap responden

    sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan

    100% mempunyai sikap yang baik.

    Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kategori Tindakan

    Responden Sebelum dan Setelah Pendidikan

    Kesehatan di Ruang Rindu A3 RSUP H.

    Adam Malik Medan

    Kategori

    Tindakan

    Sebelum Setelah

    n % N %

    Baik 5 12,5 40 100

    Tidak Baik 35 87,5 0 0

    Total 40 100 40 100

    Dari tabel 4. diatas dapat dilihat bahwa tindakan

    responden sebelum pendidikan kesehatan 87,5%

    mempunyai tindakan yang tidak baik, setelah

    pemberian pendidikan kesehatan 100% responden

    memiliki tindakan yang baik.

    3. Analisa Bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini untuk

    mengetahui pengaruh sebelum dan setelah pendidikan

    kesehatan terhadap peningkatan Perilaku penderita

    Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat di ruang

    Rindu A3 RSUP H Adam Malik Medan. Uji statistik

    yang digunakan adalah uji t berpasangan dengan

    tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05). Berikut ini

    sebaran data tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

    Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan

    Kesehatan dalam tabel dibawah ini.

    Tabel 5. Pengetahuan Responden Sebelum dan

    Setelah Pendidikan Kesehatan tentang

    Tuberkulosis Paru dalam Kepatuhan

    Berobat di Ruang Rindu A3 RSUP H Adam

    Malik Medan

    Kategori

    Pengetahuan

    Uji Statistik

    Nilai

    rerata Nilai t Nilai p

    Sebelum 9,32 -19,626 ,000

    Setelah 19,10

    Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa

    terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan

    responden sebelum dan setelah pemberian pendidikan

    kesehatan yaitu dari 9,32 menjadi 19,10 dengan nilai t

    = -19,62. Hasil uji t berpasangan diperoleh nilai

    p=0,001 ( 0,05) yang berarti

    tidak terdapat perubahan sikap responden secara signifikan

    sebelum dan setelah pendidikan kesehatan.

    Tabel 7. Tindakan Responden Sebelum dan Setelah

    Pendidikan Kesehatan tentang

    Tuberkulosisi Paru dalam Kepatuhan

    Berobat di Ruang Rindu A3 RSUP H

    Adam Malik Medan

    Kategori

    Tindakan

    Uji Statistik

    Nilai rerata Nilai t Nilai p

    Sebelum 2,78 -10,738 .000

    Setelah 5,00

    Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa

    tindakan responden menunjukkan, terdapat perbedaan rata-

    rata nilai sebelum dan setelah diberikan pendidikan

    kesehatan yaitu dari 2,78 menjadi 5,00 pada nilai t = -

    10,738 dan nilai p=0,001 yang berarti terdapat perbedaan

    secara signifikan tindakan responden sebelum dan sesudah

    dilakukan pendidikan kesehatan.

    Pembahasan

    1. Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan kesehatan

    Dari data hasil penelitian tabel 2 pengetahuan

    responden sebelum pemberian pendidikan kesehatan

    mayoritas pengetahuannya kurang baik (57,5%),

    setelah diberi pendidikan kesehatan seluruh responden

    pengetahuannya menjadi baik (100%). Hasil uji t

    berpasangan pada taraf kepercayaan 95% ( = 0,05),

    untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan

    terhadap pengetahuan responden tentang Tuberkulosis

    Paru dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai

    rata-rata pengetahuan responden sebelum dan setelah

    pemberian pendidikan kesehatan yaitu dari 9,32

    menjadi 19,10 dengan nilai t = -19,626 dan nilai p=

    0,001 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan

    (tabel 7).

    Keadaan ini memberikan gambaran bahwa

    pemberian pendidikan kesehatan bermanfaat dalam

    peningkatan pengetahuan responden. Peranan

    pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat

  • 100

    sangat penting karena ketidakteraturan berobat, putus

    berobat atau karena kombinasi obat anti tuberkulosis

    tidak adekuat menyebabkan timbulnya masalah

    resistensi obat anti tuberkulosis yang membutuhkan

    waktu pengobatan yang lebih lama , yaitu 18-24 bulan,

    biaya yang lebih besar dan efek samping obat yang

    lebih berat (Taufan, 2008). Keberhasilan pengobatan

    Tuberkulosis juga tergantung pada keadaan sosial

    ekonomi serta dukungan dari keluarga, sehingga

    adanya keinginan, dan upaya dari penderita serta dan

    dukungan keluarga sangat dibutuhkan untuk

    mempercepat proses kesembuhan. Petugas kesehatan

    mempunyai peran bukan hanya memberi obat tetapi

    juga memberikan pendidikan kesehatan kepada

    penderita dan keluarganya, untuk meningkatkan

    pengetahuan mereka tentang resiko-resiko bila putus

    berobat, manfaatnya bila menelan obat secara teratur

    akan meningkatkan kepatuhan untuk berobat secara

    tuntas (Sari, 2005).

    William G (2008) menyatakan faktor terbesar

    untuk kesembuhan penderita adalah kepatuhan terhadap

    pengobatan, yang juga berdampak menurunkan resiko

    penyakit berkembang menjadi MDR Tuberkulosis,

    merupakan alasan utama menggunakan strategi DOTS

    yang dilaksanakan di pelayanan primer, yang salah satu

    dari lima elemen tersebut adalah menelan OAT tidak boleh

    terputus. Sesuai dengan teori bahwa pendidikan kesehatan

    adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan

    seseorang melalui tekhnik praktek belajar atau instruksi

    dengan tujuan mengubah atau memengaruhi perilaku

    manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat

    untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup

    sehat. (Notoatmodjo, 2007). Sejalan dengan hasil

    penelitian Asmarani (2012) yang mengatakan bahwa

    pengetahuan yang baik mempunyai peluang sebesar 23,22

    kali patuh menelan OAT secara baik dan secara signifikan

    mempunyai peluang sebesar 13,00 kali patuh menelan

    OAT. Penelitian lain yang dilakukan Lumban Tobing T

    (2008) di Kabupaten Tapanuli Utara menyatakan bahwa

    potensi penularan TB Paru 2,5 kali lebih besar pada yang

    berpengetahuan kurang dan 3,1 kali lebih besar pada yang

    bersikap kurang dalam pencegahan TB Paru. Hasil

    penelitian ini sesuai dengan teori perilaku kesehatan,

    bahwa pengetahuan dapat mendasari seseorang untuk

    bertindak termasuk untuk bertindak melakukan

    pencegahan TB Paru. Upaya dalam meningkatkan

    pengetahuan dan sikap pencegahan penularan TB Paru

    dilakukan melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

    Pendidikan kesehatan pada penderita TB Paru

    adalah suatu proses perubahan pada diri penderita yang

    dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan

    individu, yang didalamnya seseorang menerima atau

    menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang

    berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha, dkk.,

    2002).

    2. Sikap Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan kesehatan

    Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan

    bahwa sikap responden sebelum dan setelah pendidikan

    kesehatan 100% baik. Hasil uji t berpasangan pada

    taraf kepercayaan 95% diperoleh nilai rerata sikap

    responden sebelum dan setelah pendidikan kesehatan

    dari 7,68 menjadi 8,02 dengan nilai t = -2,876 dan

    p=0,006. Secara uji statistik tidak terdapat perubahan

    sikap responden secara signifikan sebelum dan setelah

    pemberian pendidikan kesehatan.

    Pendidikan kesehatan menurut Newcomb dalam

    Notoatmodjo (2003) salah seorang ahli psikologi sosial

    menyatakan sikap secara nyata menunjukkan konotasi

    adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

    yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi

    yang bersifat emosional terhadap simulus. Sikap

    merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak

    dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu

    dengan kata lain fungsi sikap belum merupakan

    tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan

    prodisposisi perilaku atau tindakan. Allport (1954),

    dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap

    mempunyai 3 komponen pokok yaitu kepercayaan, ide

    dan konsep, evaluasi terhadap suatu objek dan

    kecenderungan untuk bertindak Dengan perkataan lain

    fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi

    terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan

    predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup.

    Seseorang yang diberi stimulus dalam hal ini

    pendidikan kesehatan, selanjutnya orang tersebut akan

    bersikap terhadap stimulus. Oleh sebab itu indikator

    untuk sikap kesehatan sejalan dengan pengetahuan

    kesehatan, yakni sikap terhadap sakit dan penyakit

    yaitu bagaimana pendapat seseorang terhadap gejala,

    penyebab, cara pencegahan dan sebagainya

    (Notoatmodjo, 2010). Penderita TB Paru yang diberi

    pendidikan kesehatan, pengetahuannya akan

    meningkat, diikuti perubahan sikap menjadi baik, dan

    menerima, merespon, menghargai dan bertanggung

    jawab untuk mematuhi program pengobatan.

    3. Tindakan Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan kesehatan

    Berdasarkan tabel 4 mayoritas (87,5%)

    tindakan responden tidak baik sebelum diberikan

    pendidikan kesehatan dan 100% tindakan responden

    baik setelah pendidikan kesehatan. Hasil uji statistik

    pada tabel 7 terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelum

    dan setelah pendidikan kesehatan yaitu dari 2,78

    menjadi 5,00 dengan nilai t = -10,738 dan nilai p=

    0,001 yang secara statistik menunjukkan terjadi

    peningkatan secara signifikan tindakan responden

    sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan

    tentang TB Paru.

    Pendidikan kesehatan sebagai stimulus, menyebabkan

    seseorang mengadakan penilaian dan pendapat

    terhadap apa yang diketahuinya atau disikapinya dan

    selanjutnya diharapkan akan melaksanakan praktik atau

    tindakan kesehatan atau dikatakan perilaku kesehatan.

    Perilaku kesehatan pada penderita TB Paru mencakup:

    menggunakan masker, menutup mulut pada waktu

    batuk, tindakan terhadap penutup mulut, membuang

    dahak ditempat tertutup dan diberi desinfektan dan alat

  • 101

    makan/minum untuk pasien dibuat tersendiri.

    Pendidikan kesehatan yang diberikan, meningkatkan

    pengetahuan, sikap yang baik, dan memerlukan faktor

    pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

    antara lain fasilitas (pemberian leaflet, masker) disertai

    advokasi berdampak meningkatkan perilaku berupa

    tindakan yang baik (100%).

    Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh tiga

    faktor utama (Notoadmodjo, 2010) yaitu : faktor

    predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat

    (reinforcing factors). faktor predisposisi (predisposing

    factor) merupakan faktor utama yang positif

    mempermudah terwujudnya perilaku dan disebut juga

    faktor pemudah. Peningkatan perilaku yang diharapkan

    adalah perilaku yang langgeng, adalah yang berdasarkan

    pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam

    Notoatmodjo, (2010) mengungkapkan bahwa sesorang

    mengadopsi perilaku baru melalui suatu proses yaitu

    awareness, interest, evaluation, trial dan adoption.

    awareness (kesadaran) diperoleh seseorang harus lebih

    dahulu mengetahui stimulus/objek, dan ketika objek

    diketahui, diupayakan objek tersebut menarik, sehingga

    sampai kepada tahap interest. Setelah tahap interest ini

    dilalui, seseorang itu akan mulai menimbang-nimbang baik

    tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, yang berarti

    sikapnya lebih baik. Sikap yang baik, membuat dirinya

    ingin mencoba perilaku baru, setelah dicoba dan ternyata

    dirasa menguntungkan, subjek/ penderita TB Paru telah

    berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan yang

    didapatnya, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

    Perilaku yang melalui proses ini, sifatnya berlangsung

    lama, karena perilaku ini sudah menjadi miliknya atau

    diadopsi.

    Peningkatan perilaku dalam bentuk tindakan pada

    penderita TB Paru, yaitu tindakan yang tadinya tidak

    menggunakan masker, batuk tidak menutup mulut, setelah

    mendapat pendidikan kesehatan, seluruh responden

    menggunakan masker, dan tissu yang digunakan untuk

    menutup mulut dikumpulkan di plastik dan dibuang

    ditempat sampah medik yang disediakan atau dibakar.

    Peningkatan stimulus ini juga disertai penyediaan fasilitas,

    yaitu dengan tersedianya masker .

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan

    1. Tingkat pengetahuan responden terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelum dan setelah pemberian

    pendidikan kesehatan dari 9,32 menjadi 19,10

    dengan nilai t 19,626. Hasil uji t berpasanagan pada

    taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) didapat nilai p =

    0,001 yang berarti secara signifikan mengalami

    peningkatan pengetahuan responden sebelum dan

    setelah pemberian pendidikan kesehatan tentang TB

    Paru. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa

    upaya peningkatan pengetahuan dan sikap dalam

    pencegahan penularan TB Paru yang dilakukan

    melalui pendidikan kesehatan bermanfaat dalam

    peningkatan pengetahuan responden hal ini sesuai

    dengan teori perilaku kesehatan, bahwa pengetahuan

    dapat mendasari seseorang untuk bertindak termasuk

    untuk bertindak melakukan pencegahan TB Paru.

    2. Sikap responden sebelum dan setelah pendidikan kesehatan 100% baik. Hasil uji t berpasangan

    diperoleh nilai rata-rata sikap responden sebelum

    7,68 dan setelah pendidikan kesehatan 8,02

    dengan nilai t = -2,876 dan nilai p=0,006 yang

    secara uji statistik tidak terdapat perubahan sikap

    responden secara bermakna sebelum dan setelah

    pemberian pendidikan kesehatan.

    3. Mayoritas (87,5%) tindakan responden tidak baik sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan

    100% tindakan responden baik setelah pendidikan

    kesehatan. Hasil uji statistik terdapat perbedaan

    nilai rata-rata sebelum dan setelah pendidikan

    kesehatan yaitu 2,78 menjadi 5,00 dengan nilai t

    = -10,738 dan nilai p= 0,001 yang secara statistik

    menunjukkan terjadi peningkatan secara

    bermakna tindakan responden sebelum dan

    sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang

    TB Paru. Pendidikan kesehatan diharapkan dapat

    meningkatkan perilaku kesehatan pada penderita

    TB Paru mencakup: menggunakan masker,

    menutup mulut pada waktu batuk, tindakan

    terhadap penutup mulut, membuang dahak

    ditempat tertutup dan diberi desinfektan dan alat

    makan/minum untuk pasien dibuat tersendiri.

    B. Saran 1. Kepada RSUP H. Adam Malik Medan,

    diharapkan dapat memberikan penyuluhan

    kesehatan tentang TB Paru secara terprogram dan

    berkesinambungan untuk meningkatkan

    pengetahuan pasien dalam menjalankan regimen

    terapi untuk memaksimalkan penyembuhan

    penyakit secara maksimal dalam waktu yang lebih

    singkat sehingga dapat menurunkan bahkan

    mencegah penularan penyakit kepada anggota

    keluarga.

    2. Kepada pasien, untuk dapat mewujudkan pengetahuan yang telah diberikan kedalam bentuk

    tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari,

    untuk mempercepat proses penyembuhan,

    mencegah keparahan penyakit dan penularan

    terhadap anggota keluarga dan orang lain

    3. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan kelompok

    intervensi dan kelompok kontrol untuk lebih

    mengetahui efektifitas pemberian pendidikan

    kesehatan dalam peningkatan pengetahuan, sikap

    dan tindakan penderita TB Paru dalam

    kepatuhannya menjalankan regimen terapi

    4. Bagi Jurusan Keperawatan, sebagai referensi sumber bacaan tentang pengetahuan, sikap dan

    tindakan penderita Tuberkulosis Paru, untuk

    memperluas wawasan dan pengetahuan baik

    untuk pembelajaran pribadi maupun untuk

    khalayak umum.

  • 102

    DAFTAR PUSTAKA

    Arikunto S.2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan

    Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta, Rineka Cipta

    Amin. 2006. Di dalam Asmariani , S. 2012. Faktor-

    Faktor Yang Menyebabkan Ketidakpatuhan

    Penderita TB Paru Minum Obat Anti

    Tuberkulosis (OAT) di Wilayah Kerja

    Puskesmas Gajah Mada Kecamatan

    Tembilahan Kota Kabupaten Indragiri Hilir.

    Skripsi. PSIK Univeritas Riau.

    Aditama, T. 2002. Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi dan

    Masalahnya. Edisi ke empat. Yayasan Penerbit

    Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta

    Asmariani, S. 2012. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan

    Ketidakpatuhan Penderita TB Paru Minum

    Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Wilayah

    Kerja Puskesmas Gajah Mada Kecamatan

    Tembilahan Kota Kabupaten Indragiri Hilir.

    Skripsi. PSIK Univeritas Riau.

    Crofton, J. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi Kedua.

    Widya Medika. Jakarta

    Depkes RI, 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan

    Tuberculosis. Cetakan I, Edisi ke II, Jakarta.

    _________ 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan

    Tuberculosis.Jakarta.

    Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.2012.Profil

    Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2011.

    Medan

    Green, L.W. 1991 dalan Notoatmodjo 2007. Perencanaan

    Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan

    Diagnostik. Edisi terjemahan.Proyek

    Pengembangan FKM.Dep P dan K. Jakarta

    Hopewell Philip.C., 2006, Standard Internasional untuk

    Pelayanan Tuberculosis, Diagnosis, Pengobatan

    Kesehatan Masyarakat, alih bahasa Yusuf.A dkk,

    The Global Fund, Jakarta.

    Lumban Tobing, T. 2008. Pengaruh Perilaku Penderita

    TB Paru dan Kondisi Rumah Terhadap

    Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada

    Keluarga Di Kabupaten Tapanuli Utara. Tesis.

    Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara.

    Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi

    Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika :

    Jakarta

    Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat.

    Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

    Notoatmodjo, S. 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan,

    Rineka Cipta. Jakarta

    ____________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu

    Prilaku. Jakarta. Rineka Cipta

    ____________. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta

    Rineka Cipta

    Sarwono S. 2004. Sosiologi Kesehatan: Beberapa

    Konsep Beserta Aplikasinya. Jogyakarta : Gajah

    Mada University Pers.

    Sari (2005). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap

    PMO Dengan Pencegahan Penyakit TB Paru

    Paru Di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang.

    Semarang: UNIMUS.

    Siswanto. (2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi

    kepatuhan penderita TB Paru. Dikutip dari

    http://www.google.co.id/ pada tanggal 20 Agustus

    2013

    Taufan, S, 2006, Pengobatan Tuberculosis Paru Masih

    Menjadi Masalah. www.gizi.net/cgi-

    bin/berita/fullnews.cgi, Senin 24/03/2008

    Williams G, (2008) TB Guidelines for Nurses in the

    Care and Control of Tuberculosis and Multi-

    drug Resistant Tuberculosis, ICN - International

    Council of Nurses 1201 Geneva (Switzerland).

    http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgihttp://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi

  • 103

    INDEKS PLAK ANTARA GIGI BERJEJAL DENGAN GIGI TIDAK

    BERJEJAL SETELAH MENYIKAT GIGI PADA SISWA-SISWI SMP PAB 5

    PATUMBAK TAHUN 2014

    Asmawati1, Adriana Hamsar

    2, Nurhamidah

    3

    Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan

    ` Abstrak

    Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak. Plak gigi adalah deposit lunak yang melekat pada

    permukaan gigi dan terdiri atas mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya

    perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siswi

    SMP PAB 5 Patumbak. Jenis penelitian ini dilakukan adalah analitik dengan metode eksperimen semu dan

    rancangan yang digunakan adalah pre test and post test only group design. Penelitian ini dilakukan dengan

    jumlah populasi 140 orang dan pengambilan sampel dilakukan pada siswa kelas 1 dan kelas 2 berjumlah 28

    orang, yaitu 14 orang siswa/i yang memiliki gigi berjejal dan 14 orang siswa/i dengan gigi tidak berjejal.

    Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh indeks plak rata-rata sampel gigi berjejal dan gigi tidak

    berjejal sebelum menyikat gigi dengan kategori baik yaitu (0,74) dan (0,87). Setelah dilakukan kegiatan

    menyikat gigi, rata-rata indeks plak siswa/i yang memiliki gigi berjejal maupun yang memiliki gigi tidak

    berjejal sama-sama dikategorikan baik yaitu 0,29 dan 0,36. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada

    perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siswi

    SMP PAB 5 Patumbak.

    Kata kunci: Indeks plak, gigi berjejal, gigi tidak berjejal

    PENDAHULUAN

    WHO bekerja sama dengan Federation of

    National Dental Assosiation (FDI) dan International

    Assosiation of Dental Research (IADR) membuat tujuan

    globalnya dengan slogan Global Goals for Oral Health

    2020.Tujuannya adalah untuk mengurangi penyakit gigi

    dan mengurangi dampaknya terhadap kesehatan dan

    perkembangan psikososial, dengan menekankan

    pentingnya kesehatan rongga mulut. Selain itu,

    mengurangi dampak manifestasi penyakit sistemik di

    rongga mulut pada seseorang dan memanfaatkan

    manifestasi ini untuk melakukan deteksi dini dan

    pencegahan serta penatalaksanaan penyakit sistemik.

    (WHO, 2003).

    Plak merupakan penyebab lokal dan utama

    terbentuknya penyakit gigi dan mulut yang lain seperti

    karies gigi (lubang gigi), kalkulus (karang gigi),

    gingivitis (radang pada gusi), periodontitis atau radang

    pada jaringan penyangga ggi. (Megananda, dkk. 2009).

    Gigi berjejal disebabkan oleh banyak faktor seperti gigi

    susu yang terlambat dicabut padahal gigi tetapnya

    sudah tumbuh. Bisa juga karena gigi susu dicabut

    sebelum waktunya, adanya gigi gigi berlebihan

    sehingga dapat menghalangi terjadinya oklusi normal.

    Kondisi dimana gigi berjejal merupakan salah

    satu faktor terjadinya penumpukan plak pada gigi. Sisa

    makanan yang menyangkut pada gigi yang berjejal

    mengakibatkan sulitnya saliva membersihkan sisa

    makanan tersebut. Apabila penyikatan gigi tidak

    dilakukan dengan baik dan benar maka sisa makanan

    tersebut mengakibatkan terjadinya penumpukan plak.

    (Yowono, L., 2010)

    Setelah mengetahui bahwa gigi berjejal dapat

    menyebabkan penumpukan plak pada gigi sulit

    dibersihkan karena tidak terjangkau ketika menyikat

    gigi. Hasil survey awal diketahui bahwa pada siswa/i

    SMP PAB 5 Patumbak sebanyak 20% ditemukan siswa

    yang mempunyai gigi berjejal. Sehingga, peneliti

    tertarik untuk melihat perbedaan indeks plak antara

    siswa/i yang mempunyai gigi yang berjejal dengan gigi

    yang tidak berjejal setelah menyikat gigi.

    Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui perbedaan indeks plak

    antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah

    menyikat gigi.

    Manfaat Penelitian

    1. Menambah wawasan pengetahuan siswa-siswi

    bahwa gigi berjejal menyebabkan tumpukan plak

    yang sulit dibersihkan karena ada bagian gigi

    yang sulit dijangkau oleh sikat gigi

    2. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi pihak

    sekolah tentang bahwa gigi berjejal lebih sulit

    dibersihkan daripada gigi yang tidak berjejal

    sehingga perlu ketelitian yang lebih untuk

    membersihkannya dan sebisa mungkin dirawat

    jika sudah parah.

  • 104

    3. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan

    bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di

    perpustakaan Jurusan Keperawatan Gigi

    Poltekkes Kemenkes Medan.

    Hipotesis

    Ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal

    dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi.

    METODE PENELITIAN

    Jenis Dan Desain Penelitian

    Jenis penelitian yang di gunakan adalah

    eksperimen dengan rancangan pre test and post test only

    group design, yang bertujuan untuk mengetahui apakah

    ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dan gigi

    tidak berjejal pada siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak.

    Populasi dan sampel penelitian

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

    siswi SMP PAB 5 Patumbak tahun 2014. Jumlah populasi

    dalam penelitian ini berjumlah 140 orang.

    Sampel penelitian ini adalah berjumlah 28

    orang, siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak (20% dari

    populasi).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil Penelitian

    1.1. Analisa Univariat Analisa data secara univariat dilakukan untuk

    mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden.

    Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran

    masing-masing Variabel independent (bebas) yaitu rata-

    rata indeks plak gigi berjejal sebelum menyikat gigi.

    Tabel 1 Distribusi frekuensi indeks plak gigi berjejal

    sebelum menyikat gigi pada siswa-siwi SMP

    PAB 5 Patumbak Tahun 2014.

    Kriteria Jumlah siswa Jumlah indeks plak

    Baik 11 7,11

    Sedang

    Buruk

    3

    0

    3,24

    0

    Jumlah

    Rata-rata indeks plak

    14 10,35

    0,74

    Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat

    diketahui bahwa bahwa rata-rata skor indeks plak siswa/i

    gigi berjejal sebelum menyikat gigi di SMP PAB 5

    Patumbak adalah 0,74 (Kriteria baik).

    Tabel 2 Distribusi frekuensi indeks plak gigi berjejal

    setelah menyikat gigi pada siswa-siwi SMP

    PAB 5 Patumbak Tahun 2014

    Kriteria Jumlah Siswa Jumlah Indeks Plak

    Baik 14 4,06

    Sedang

    Buruk

    0

    0

    0

    0

    Jumlah

    Rata-rata indeks plak

    14 4,06

    0,29

    Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas,

    dapat diketahui bahwa dari 14 siswa-siswi SMP PAB 5

    Patumbak tahun 2014 rata-rata indeks plak gigi berjejal

    setelah menyikat gigi adalah 0,29 (kriteria baik)

    Tabel 3. Distribusi frekuensi indeks plak gigi tidak

    berjejal sebelum menyikat gigi pada siswa-siwi

    SMP PAB 5 Patumbak Tahun 2014.

    Kriteria Jumlah siswa Jumlah indeks plak

    Baik 10 7,05

    Sedang

    Buruk

    4

    0

    5,2

    0

    Jumlah

    Rata-rata indeks plak

    14 12,25

    0,87

    Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat

    diketahui bahwa bahwa rata-rata skor indeks plak siswa-

    siswi gigi tidak berjejal sebelum menyikat gigi di SMP

    PAB 5 Patumbak adalah 0,87 (Kriteria baik).

    Tabel 4 Distribusi frekuensi indeks plak gigi tidak

    berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siwi

    SMP PAB 5 Patumbak Tahun 2014

    Kriteria Jumlah Siswa Jumlah Indeks Plak

    Baik 13 3,84

    Sedang

    Buruk

    1

    0

    1,1

    0

    Jumlah

    Rata-rata indeks plak

    14 4,94

    0,36

    Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas,

    dapat diketahui bahwa dari 14 siswa-siswi SMP PAB 5

    Patumbak tahun 2014 rata-rata indeks plak gigi berjejal

    setelah menyikat gigi adalah 0,36 (kriteria baik)

    1.2. Analisa Bivariat

    Analisa bivariat berguna untuk mengetahui

    perbedaan indeks plak gigi berjejal dan tidak berjejal

    sebelum dan sesudah menyikat gigi tahun 2014 dengan

    menggunakan uji t.

    Tabel 5 Perbedaan Indeks Plak Gigi Berjejal Sebelum dan

    Sesudah Menyikat Gigi pada siswa-siswi SMP

    PAB 5 Patumbak Tahun 2014

    Mean Indeks

    Plak (Sebelum-

    Setelah)

    Karies

    TOTAL

    Sig p Ada tidak ada

    F % F % F % Melakukan 5 12,5 11 27,5 16 40

    0,00

    Tidak

    melakukan

    23 57,5 1 2,5 24 60

    Total 28 70 12 30 40 100

    Mean Indeks Plak

    (Sebelum-

    Setelah)

    N t Std Sig

    (2Tailed)

    95%

    0,21 14 1,88 0,42 0,08 (-0,03-0,46)

  • 105

    Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hasil

    Pired Sample Test untuk gigi berjejal sebelum dan setelah

    menyikat gigi bahwa dari 28 orang siswa-siswi SMP PAB

    5 Patumbak terdapat rata-rata 0,21 dengan nilai t hitung

    sebesar 1,88.

    Standart Deviasi yang diperoleh adalah 0,42

    dengan signifikan (p) 0,08 dan menggunakan tingkat

    kepercayaan 95%.

    Dari hasil diatas terlihat bahwa t hitung adalah

    1,88 dengan nilai p 0,08. Oleh karena itu nilai p > 0,05

    artinya tidak ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal

    sebelum dan setelah menyikat gigi.

    Tabel.6. Perbedaan Indeks Plak Gigi Tidak Berjejal

    Sebelum dan Setelah Menyikat Gigi Pada

    Siswa/i SMP PAB 5 Patumbak

    Mean Indeks

    Plak (Sebelum-

    Setelah)

    N t Std p 95%

    0,21 14 1,88 0,42 0,08 (-0,03-0,46)

    Dari diatas menunjukkan hasil Pired Sample Test

    untuk gigi berjejal sebelum dan setelah menyikat gigi yaitu

    mean indeks plak sebelum dan setelah menyikat gigi pada

    gigi berjejal adalah 0,21 dengan jumlah sampel 28 orang

    dan menghasilkan nilai t hitung sebesar 1,88. Standart

    Deviasi yang diperoleh adalah 0,42 dengan signifikan (p)

    0,08 dengan nilai p 0,08 (p > 0,05) maka tidak ada

    perbedaan indeks plak antara gigi berjejal sebelum dan

    setelah menyikat gigi.

    Pembahasan

    Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat ada

    tidaknya perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan

    gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siswi

    SMP PAB 5 Patumbak. Penelitian ini mengambil sampel

    siswa-siswi yang mempunyai gigi berjejal sebanyak 14

    orang dan siswa-siswi yang mempunyai gigi tidak berjejal

    sebanyak 14 orang yang dipilih mulai dari kelas 1 sampai

    kelas 2 SMP PAB 5 Patumbak.

    Penyebab utama penyakit Periodontal adalah

    plak. Plak gigi adalah deposit lunak yang melekat pada

    permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang

    berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika

    seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya.

    (Pintauli,dkk)

    Gigi berjejal atau crowded disebabkan banyak faktor. Gigi

    berjejal bisa terjadi akibat gigi susu yang terlambat dicabut

    padahal gigi tetapnya sudah tumbuh. Bisa juga karena gigi

    susu dicabut sebelum waktunya. Akibatnya rahang kurang

    berkembang dan gigi tetap yang tumbuh kemudian

    kekurangan tempat untuk tumbuh dalam posisi normal.

    Dari hasil penelitian ini program komputer

    dengan menggunakan uji t Dependent yang mencari ada

    tidaknya perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan

    gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi diperoleh hasil t

    hitung adalah 1,88 dengan nilai p 0,08. Oleh karena itu

    nilai p > 0,05 maka H0 diterima artinya tidak ada

    perbedaan indeks plak antara gigi berjejal sebelum dan

    setelah menyikat gigi.

    Tidak adanya perbedaan indeks plak antar gigi

    berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi

    terjadi dikarenakan oleh tidak semua counfonding

    variabel (variabel pengganggu) dikendalikan. Variabel

    pengganggu yang dikendalikan hanya jenis sikat gigi

    dan pasta gigi sedangkan tehnik menyikat gigi dan

    lama menyikat gigi tidak dikendalikan.

    Teori ini yang mendukung peneliti untuk tidak

    mengendalikan tehnik menyikat gigi dalam mencari

    ada tidaknya perbedaan indeks plak antara gigi berjejal

    dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada

    siswa/i SMP PAB 5 Patumbak. Hasil yang didapat

    dengan uji t Dependent dihasilkan bahwa tidak adanya

    perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi

    tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa/i SMP

    PAB 5 Patumbak.

    Walaupun hasil yang diperoleh tidak ada

    perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi

    tidak berjejal, bagi yang memiliki gigi berjejal harus

    lebih teliti untuk membersihkan giginya karena bagi

    gigi berjejal mempunyai peluang yang lebih besar

    untuk terjadinya penumpukan plak dikarenakan ada

    bagian-bagian gigi yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.

    Dan bagi yang memiliki gigi tidak berjejal agar tidak

    mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Untuk

    memperoleh hasil pembersihan plak gigi yang optimal

    diharapkan agar menyikat gigi dengan cara yang baik

    dan benar.

    Adapun manfaat yang dapat diambil dari

    penelitian ini adalah bahwa bagi yang memiliki gigi

    normal (tidak berjejal) untuk tidak mengabaikan

    kebersihan gigi dan mulutnya. Walaupun gigi tidak

    berjejal lebih mudah dibersihkan daripada gigi yang

    berjejal namun jika mengerti atau terampil dalam

    membersihkannya, maka tidak ada perbedaan dengan

    gigi berjejal yang memang terdapat kesulitan dalam

    membersihkannya karena ada bagian-bagian gigi yang

    tidak terjangkau oleh sikat gigi.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan

    1. Rata-rata indeks plak sebelum menyikat gigi pada gigi berjejal 0,74 (Baik) dan rata-rata

    indeks plak pada gigi tidak berjejal 0,87

    (Baik). Setelah dilakukannya kegiatan

    menyikat gigi rata-rata indeks plak pada gigi

    berjejal sama-sama baik. Rata-rata indeks plak

    gigi berjejal 0,29 dan gigi tidak berjejal 0,36.

    2. Hasil Dependent Sample Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan indeks plak antara

    gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah

    menyikat gigi pada siswa-siswi SMP PAB 5

    Patumbak.

    Saran

    Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang

    perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak

    berjejal setelah menyikat gigi disarankan:

  • 106

    1. Gigi yang berjejal menyebabkan tumpukan plak yang ada sulit dibersihkan karena ada bagian-

    bagian gigi yang sulit terjangkau oleh sikat gigi,

    oleh karena itu perlu ketelitian yang lebih dalam

    membersihkannya dan sebisa mungkin dirawat jika

    parah.

    2. Menyikat gigi dengan cara yang baik dan benar agar memperoleh kebersihan gigi dan mulut yang

    optimal.

    DAFTAR PUSTAKA

    M. Sopiyudin Dahlan 2011. Statistik untuk kedokteran dan

    kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

    Pintauli, S., 2007. Menuju Gigi dan Mulut Sehat. USU

    Press. Medan.

    Yuwono, L., 2007. Plak Gigi sumber penyakit Gigi dan

    Mulut, http://Lilliana Yuwono.wordpress.com/plak

    gigi/ diakses tanggal 20 desember.

    Nurjannah N, 2012. Ilmu Pencegahan Penyakit

    Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi,

    Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

    Oral Health Promotion through Schools. WHO

    Information Series on School Health. Document 8.

    Geneva: WHO; 2003.

    H P Megananda, Herijulianti E, Nurjanah N. 2009.

    Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan

    Jaringan Pendukung Gigi. Buku Ajar. Poltekkes

    Depkes. JKG Bandung.

    Erwin N, 2013. Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut,

    Penerbit Rapha Publishing, Yogyakarta.

    http://lilliana/

  • 107

    HUBUNGAN KEBIASAAN MENYIKAT GIGI SEBELUM TIDUR DENGAN

    TERJADINYA KARIES GIGI PADA SISWA-SISWI SMP SWASTA

    DARUSSALAM MEDAN TAHUN 2014

    Ety Sofia Ramadhan Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan

    ` Abstrak

    Menyikat gigi termasuk bagian perawatan gigi dan mulut yang harus dilakukan secara personal, menyikat

    gigi adalah persoalan yang sangat relatif mudah dilakukan sehingga hal ini perlu ditumbuhkan menjadi suatu

    kebiasaan. Sebagai kebiasaan yang perlu di wajibkan, kegiatan menyikat gigi seharusnya dilakukan minimal

    2 kali sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    atau membuktikan apakah ada hubungan menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadinya karies gigi pada

    siswa-siswi SMP swasta Darussalam Medan. Penelitian ini menggunkan uji chi-square, data primer didapat

    melalui kuesioner dan pemeriksaan langsung ke rongga mulut siswa, sampel penelitian sebanyak 40 orang

    siswa siswi SMP Swasta Darussalam Medan. Dari hasil penelitian yang ditemukan mayoritas responden

    yang menyikat gigi sebelum tidur frekuensi terjadinya karies sebanyak 12,5 %, responden yang tidak

    melakukan menyikat gigi sebelum tidur frekuensi terjadinya karies 57,5%, nilai p (0,00) ; p < 0,05, secara

    statistik ada hubungan yang bermakna. disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara menyikat gigi

    sebelum tidur dengan terjadinya karies gigi.

    Kata kunci: Kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur, karies gigi

    PENDAHULUAN

    Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi

    perhatian yang penting dalam pembangunan kesehatan

    yang salah satunya disebabkan oleh rentannya

    kelompok anak usia sekolah dari gangguan kesehatan

    gigi. Usia sekolah merupakan masa untuk meletakkan

    landasan kokoh bagi terwujudnya manusia berkualitas

    dan kesehatan merupakan faktor penting yang

    menentukan kualitas sumber daya manusia ( Warni,

    2009 ).

    Tujuan dari sikat gigi adalah untuk

    memelihara kebersihan dan kesehatan mulut terutama

    gigi serta jaringan sekitarnya. Menurut Boediharjo

    tujuan pembersihan gigi adalah untuk menghilangkan

    plak dari seluruh permukaan gigi. Menyikat gigi

    dianjurkan untuk membersihkan seluruh deposit lunak

    dan plak pada permukaan gigi dan gusi. Menyikat gigi

    yang tepat pada waktunya ialah pagi sesudah sarapan

    dan malam sebelum tidur.

    Gangguan kesehatan yang sangat khas dan

    sering terjadi pada anak-anak adalah penyakit gigi

    berlubang atau yang dikenal dengan karies gigi

    (Sudarmoko, 2011). Gigi berlubang atau karies adalah

    penyakit jaringan keras gigi akibat aktivitas bakteri

    yang menyebabkan terjadinya pelunakan dan

    selanjutnya lubang pada gigi (Poltekkes Kemenkes

    Jakarta, 2012 ).

    Usia anak 12 tahun adalah usia penting untuk

    diperiksa karena umumnya anak-anak meninggalkan

    bangku sekolah dasar pada umur 12 tahun. Selain itu,

    semua gigi permanen diperkirakan sudah erupsi pada

    kelompok umur ini kecuali gigi molar tiga.

    Berdasarkan ini, umur 12 tahun ditetapkan sebagai

    umur pemantauan global untuk karies ( Karjati, 2010).

    Hasil Depkes RI (2002) dalam Warni (2009)

    menyimpulkan bahwa masalah kesehatan gigi dan

    mulut yang paling dikeluhkan adalah penyakit karies

    gigi. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga

    (SKRT) tahun 2001 disebutkan pula bahwa prevalensi

    karies gigi aktif pada umur 10 tahun ke atas sebesar

    52% dan akan terus meningkatkan seiring dengan

    bertambahnya umur hingga mencapai 63% pada

    golongan umur 45-54 tahun, khusus pada kelompok

    umur anak usia sekolah dasar sebesar 66,8%-69,9%

    (Depkes RI, 2004).

    Sampai saat ini karies masih merupakan

    problem dalam ilmu kedokteran gigi dan ini

    prevalensinya cukup tinggi. Karena itu

    penanggualangannya, terutama pencegahannya tetap

    memerlukan perhatian, apalagi dengan perubahan pola

    makan seperti yang terjadi di Indoneisa sekarang ini .

    makanan yang lebih praktis dan cepat saji lebih disukai,

    makanan kecil yang sangat mudah diperoleh dalam

    kemasan menarik, tetapi umumnya bersifat kariogenik,

    dipromosikan dengan bantuan iklan yang menggoda,

  • 108

    yang menyebabkan anak-anak lebih tertarik (Sundoro,

    2007).

    Menyikat gigi sangat penting dalam

    mencegah terjadinya karies. Karena salah satu faktor

    yang dapat menurunkan frekuensi karies gigi yaitu

    menyikat gigi sesudah makan dan sebelum tidur selain

    itu waktu yang dianjurkan dalam menyikat gigi

    maksimal 5 menit, menyikat gigi pada waktu pagi hari

    sesudah sarapan bertujuan untuk membersihkan sisa-

    sisa makanan yang melekat di permukaan gigi,

    sedangkan menyikat gigi pada waktu malam hari

    bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang

    melekat pada permukaan gigi, dan begitu pentingnya

    menyikat gigi sebelum tidur karena kuman-kuman

    yang di dalam mulut beraktifitas, dan aktifitas kuman

    di malam hari biasanya akan meningkat 2 kali lipat di

    bandingkan pada siang hari karena saat tidur di mana

    mulut tidak melakukan aktifitas seperti makan minum,

    atau berbicara. kemampuan saliva yang berfungsi

    untuk menetralisir kuman-kuman dalam mulut juga

    berkurang dan sebanyak apapun kuman dalam mulut,

    bila kita sudah menyikat gigi dan kondisi mulut sudah

    bersih dapat di pastikan tidak akan terjadi karies atau

    peradangan pada gusi yang mengakibatkan terjadinya

    pembentukan karang gigi (miamiauculz, 2009).

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas

    maka peneliti maka peneliti melakukan penelitian

    untuk melihat hubungan kebiasaan menyikat gigi

    sebelum tidur malam. Penelitian ini dilakukan pada

    siswa SMP swasta Darussalam Medan.

    Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui hubungan kebiasaan

    menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadinya karies.

    Manfaat Penelitian

    1. Menambah wawasan pengetahuan siswa-siswi

    dalam menerapkan ilmu tentang waktu menyikat

    gigi

    2. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi pihak

    sekolah tentang kejadian karies gigi pada siswa-

    siswi SMP Swasta Darussalam Medan.

    3. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan

    bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di

    perpustakaan Jurusan Keperawatan Gigi politehnik

    kesehatan Medan.

    Hipotesis

    Adanya pengaruh kebiasaan menyikat gigi

    sebelum tidur malam dengan terjadinya karies gigi.

    METODE PENELITIAN

    Jenis Dan Desain Penelitian

    Jenis penelitian yang di gunakan adalah analitik

    dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk

    mengetahui apakah ada hubungan menyikat gigi sebelum

    tidur (independent) dengan karies gigi (dependent) pada

    siswa siswi SMP Swasta Darussalam medan.

    Populasi dan sampel penelitian

    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

    objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karateristik

    tentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan

    kemudian ditarik kesimpulannya (Setiawan, 2010). Sampel

    adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu

    populasi ( Saryono, 2008). Populasi dalam penelitian ini

    adalah seluruh siswa siswi SMP